Anda di halaman 1dari 103

PERBEDAAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN HIV

AIDS DENGAN METODE CURAH PENDAPAT DAN CERAMAH

MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP

PENGETAHUAN SISWA SMAN 4 TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

NAZARWIN SAPUTRA

106104003504

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, Maret 2011

Nazarwin Saputra, NIM : 106104003504

Perbedaan Pengaruh Pendidikan Kesehatan HIV AIDS dengan Metode Curah Pendapat

dan Ceramah Menggunakan Media Audio Visual Terhadap Pengetahuan Siswa SMAN 4

Tangerang Selatan.

xi + 90 halaman + 7 tabel + 4 gambar + 12 lampiran

ABSTRAK

Remaja merupakan kelompok yang cukup berpotensi menunjang bagi perkembangan

epidemik HIV AIDS. Di Indonesia pada tahun 2010 terdapat peningkatan jumlah kasus HIV

AIDS dan kasus terbanyak terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun maka langkah preventif

seyogyanya dititik beratkan pada usia di bawah 20 tahun atau masa remaja. Upaya pencegahan

HIV AIDS disini adalah perubahan perilaku melalui pendidikan kesehatan, namun pada

penelitian ini hanya di bahas sampai pengetahuan. Peningkatan pengetahuan bisa terjadi bila

ditunjang dengan metode dan media yang baik maka peneliti lebih menekankan pada metode

yaitu curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual

Penelitian ini bertujuan melihat perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS

dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap

pengetahuan siswa sebelum dan sesudah perlakuan. Studi ini menggunakan jenis penelitian

quasy eksperimen. Dalam rancangan ini digunakan dua kelompok yaitu kelompok curah

pendapat dan kelompok ceramah dengan media audio visual dengan jumlah sampel 32 responden

yang di bagi menjadi dua maka setiap kelompok memiliki 16 responden. Tehnik sampel dalam

penelitian ini adalah system random sampling. Perlakukan dilakukan dengan satu waktu begitu

juga pretest dan posttest. Analisa data meliputi analisis unvariat dan bivariat dengan
menggunakan uji T.

Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum

dan setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS pada kelompok siswa yang mendapatkan

intervensi pendididkan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat (Pvalue = 0,000).

Ada perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan setelah intervensi pendidikan

kesehatan HIV AIDS pada kelompok siswa yang mendapatkan intervensi pendididkan kesehatan

HIV AIDS dengan metode ceramah dengan media audio visual (Pvalue = 0,000). Tidak ada

perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan

ceramah dengan audio visual siswa SMAN 4 Tangerang Selatan (Pvalue = 0,566). Nilai

efektivitas kelompok curah pendapat adalah 100%. Sedangkan jumlah responden yang

mengalami peningkatan pengetahuan pada kelompok ceramah dengan media audio visual

sebanyak 15 orang, maka nilai efektivitas pada kelompok ini adalah 93,75 %. Dengan demikian

selisih efektivitas metode curah pendapat dan ceramah dengan media audio visual adalah sebesar

6,25 %.

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM

Thesis, March 2011

Nazarwin Saputra, NIM: 106104003504

Differences Influence of Health Education HIV / AIDS with Brainstorming Method and

Teaching Using Audio Visual Media Studies Students Against SMAN 4 South Tangerang.

xi + 90 pages + 7 tables + 12 + 4 image attachments

ABSTRACT
Teenagers are enough potential support group for the development of HIV-AIDS

epidemic. In Indonesia in 2010 there were an increasing number of HIV-AIDS cases and

most cases are in age group 20-29 years hence preventive measures should put emphasis on

age under 20 years of age or adolescence. HIV-AIDS prevention efforts here is to change

behavior through health education, but in this study only covered up to knowledge. Increased

knowledge can occur when supported by both methods and media, the researchers put more

emphasis on methods of brainstorming and lectures using audio-visual media

This study aims to look at differences in the influence of HIV-AIDS health education

with lecture method of brainstorming and use audiovisual media to students' knowledge

before and after treatment. This study used this type of research quasy experiments. In this

design used two groups: group brainstorming and group lectures with audio-visual media

with a sample of 32 respondents who are divided into two, each group had 16 respondents.

Sampling technique in this research is the system of random sampling. Treat done with one

time as well as pretest and posttest. The analysis includes data analysis and bivariate unvariat

using the test T.

The results showed significant difference in knowledge between before and after

HIV-AIDS health education interventions on groups of students who get HIV / AIDS

interventions with health education brainstorming method (p value = 0.000). There are

significant differences in knowledge between before and after HIV-AIDS health education

interventions on groups of students who get HIV / AIDS interventions with health education

lecture method with audio-visual media (p value = 0.000). There was no difference in the

influence of HIV-AIDS health education with lecture method of brainstorming with audio

visual and high school students 4 South Tangerang (pvalue = 0.566). Value of the

effectiveness of group brainstorming is 100%. While the number of respondents who have
increased knowledge on the lecture with audio-visual media as many as 15 people, then the

value of effectiveness in this group was 93.75%. Thus the difference in the effectiveness of

brainstorming method and lectures with audio-visual media is 6.25%.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun (2009), pada akhir

tahun 2008, terdapat 33,4 juta orang hidup dengan HIV (Human imunnodeficiency

virus). Pada tahun yang sama, sekitar 2,7 juta orang terinfeksi HIV, 2 juta orang

meninggal karena AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), termasuk anak-anak

yang mencapai 280.000 jiwa. Kasus HIV di Asia Tenggara menduduki peringkat

ketiga tertinggi di dunia, terhitung 10 % dari penduduk di Asia Tenggara mengidap

HIV/AIDS atau Hampir 3.5 juta orang. Diperkirakan 130.000 anak hidup dengan

HIV/AIDS. Penderita wanita sendiri 33 % dari pengidap HIV. Selama 2008,

diperkirakan 200.000 orang terinfeksi virus HIV dan tercatat sebagai penderita baru

dengan HIV dan 230.000 meninggal karena HIV/AIDS di Asia Tenggara. lima

negara yang tercatat sebagai negara yang mempunyai kasus HIV/AIDS mayoritas

diantaranya India, Thailand, Myanmar, Indonesia dan Nepal.

Berdasarkan data dari Sub Direktorat AIDS dan Penyakit Menular Seksual
Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Kemenkes

perkembangan HIV di Indonesia pada periode triwulan kedua tahun 2010 terdapat

penambahan kasus AIDS sebanyak 1.206 kasus. Sebanyak 36 kabupaten/kota dari 16

provinsi melaporkan hal tersebut yaitu NAD (Nangroe Aceh Darusalam), Sumatera

Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta,

Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, NTB, Kalimantan Tengah, Sulawesi

Tenggara, dan Maluku Utara. Dengan demikian, sampai tanggal 30 Juni 2010, secara

kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sejak tahun 1978 berjumlah 21.770 dari 32

provinsi dan 300 kabupaten/kota. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan

adalah 3:1 (PP &PL, 2010). Di Tangerang selatan sendiri menurut laporan Dinas

Kesehatan Tangerang Selatan tentang penderita HIV AIDS sampai dengan Juli 2010

terdapat 54 Kasus orang yang menderita HIV AIDS, data tersebut belum termasuk

data kasus penderita lainnya yang berjumlah 43 orang, data tersebut tidak di

simasukkan karena tidak adanya data individu atau data metrik (Dinkes Tangsel,

2010).

Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-

29 tahun (48,1%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,9%), dan kelompok umur

40-49 (9,1%). Sementara cara penularan terbanyak adalah melalui hubungan

heteroseksual (49,3%), Injection Drug Use/IDU (40,4%), dan perinatal (2,7%)

Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan meninggal sebesar 19,0%. Sampai saat ini

HIV/AIDS belum ada vaksin maupun obatnya. Obat yang ada adalah (ARV=Anti

Retroviral Virus) yang berfungsi hanya untuk menekan perkembangan virus (PP

&PL, 2010).
Salah satu program pencegahan HIV AIDS menurut Manual Pemberantasan

Penyakit Menular (P2M, 2000) adalah pemberian penyuluhan kesehatan di sekolah

dan di masyarakat harus menekankan bahwa mempunyai pasangan seks yang

berganti-ganti serta penggunaan obat suntik bergantian dapat meningkatkan risiko

terkena infeksi HIV. Pelajar juga harus dibekali pengetahuan bagaimana untuk

menghindari atau mengurangi kebiasaan yang mendatangkan risiko terkena infeksi

HIV. Program untuk anak sekolah harus dikembangkan sedemikian rupa sesuai

dengan perkembangan mental serta kebutuhan mereka, begitu juga bagi mereka yang

tidak sekolah. Kebutuhan kelompok minoritas, orang-orang dengan bahasa yang

berbeda dan bagi penderita tuna netra serta tuna rungu juga harus dipikirkan.

Sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai kesempatan yang luas untuk

menjadi tempat penyebaran informasi dengan memanfaatkan fasilitas unit kesehatan

sekolah sebagai salah satu program dari puskesmas sehingga dapat meningkatan

pengetahuan, sikap, dan perilaku para remaja berkaitan dengan pencegahan dan

penularan HIV/AIDS sebab dari data di atas angka tertinggi dari penderita HIV/AIDS

pada umur 20-29. Maka langkah preventif yang harus dilakukan dititik beratkan usia

dibawah 20 tahun atau usia sekolah pada masa remaja. Menurut Tamsuri (2006),

masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Seiring

perkembangan fisik, mental, dan psikososial individu, tugas perkembangan yang

harus dilakukan remaja lebih kompleks.

Sesuai perannya sebagai pendidik, perawat mempunyai tanggungjawab yang

besar untuk memfasilitasi klien dalam hal ini masyarakat guna memperoleh informasi

tentang HIV AIDS. Edukasi tersebut tentang penyakit, kuratif, preventif. Salah satu
langkah preventif dari pencegahan HIV/AIDS adalah dengan pendidikan kesehatan.

Pendidikan kesehatan akan mempunyai efek/output yang baik apabila dalam

prosesnya menggunakan metode maupun media yang baik. Salah satu metode

pendidikan kesehatan adalah ceramah tanya jawab. Ceramah adalah pidato yang

disampaikan oleh seorang pembicara didepan sekelompok pendengar, metode ini baik

untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2007). Selain

itu curah pendapat, metode ini layaknya diskusi kelompok yang dipandu oleh seorang

penyuluh dan berdiskusi seperti biasa namun pada permulaan pemimpin/penyuluh

memancing dengan suatu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban-

jawaban atau tanggapan (Notoatmodjo, 2007).

Setiap metode di atas memiliki kekurangan dan kelebihan dalam

penerapannya. Menurut pengamatan peneliti metode ceramah sering digunakan

dalam promosi/pendidikan kesehatan, namun hanya terjadi komunikasi satu arah.

Maka peneliti ingin mencari metode alternatif lain yang diharapkan bisa melibatkan

peserta secara lebih aktif dan dapat lebih meningkatkan pengetahuan peserta.

Menurut Roestiyar (2001) tehnik ceramah adalah cara mengajar yang paling

tradisional dalam pengajaran, kadang-kadang membosankan, maka dalam

pelaksanaannya memerlukan keterampilan tertentu. Pada penelitian ini peneliti ingin

mencari metode lain yang mempunyai pengaruh yang lebih bermakna dari ceramah.

Curah pendapat merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya sama

dengan metode diskusi kelompok. Bedanya pada permulaannya pemimpin/penyuluh

memancing dengan suatu masalah dan kemudian peserta memberikan jawaban atau

tanggapan. Tanggapan atau jawaban tersebut ditulis dalam flipchart atau papan tulis.
Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh

siapapun. Setelah semua peserta mengeluarkan pendapatnya, tiap peserta dapat

mengomentari dan akhirnya terjadi diskusi (Notoatmodjo, 2007). Oleh sebab itu

peneliti ingin melihat apakah metode curah pendapat sebagai metode pilihan lebih

berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan nantinya bisa dijadikan referensi

sebagai salah satu pilihan metode yang dapat digunakan dalam promosi/pendidikan

kesehatan.

Selain dari pada metode yang baik juga hendaknya ditunjang oleh media yang

cocok dalam proses pendidikan kesehatan agar materi yang disampaikan terserap

dengan baik. Media promosi kesehatan adalah alat yang digunakan oleh pendidik

dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran (Notoatmodjo, 2007). Dalam

Penelitian Ernawati (2008), menggunakan alat bantu media panduan pencegahan

osteoporosis (booklet) dalam tesisnya yang berjudul efektifitas edukasi menggunakan

panduan pencegahan osteoporosis terhadap pengetahuan wanita yang beresiko

osteoporosis di rumah sakit Fatmawati Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

sebesar 52,97% angka tersebut cukup bermakna untuk menunjukan adanya perubahan

pengetahuan dalam penggunaan booklet tersebut.

Dalam penenelitian Salamah (1995) yang berjudul pengaruh penggunaan

metode pengembangan keterampilan dan metode ceramah dalam penyuluhan AIDS

terhadap pengetahuan dan sikap pencegahan AIDS siswa SLTA BPK Penabur

menerangkan bahwa ternyata eksperimen ini berhasil meningkatkan pengetahuan

siswa mengenai AIDS dan sikap terhadap pencegahan dan penderita HIV AIDS.

Hasil untuk kelompok dengan metode pengembangan keterampilan peningkatan


pengetahuan 22.0 %, kelompok dengan metode ceramah 9.0 %, kelompok control

3.0%.

Pada penelitian Nurafrianthie (2008) yang berjudul perbedaan pengaruh

intervensi penyuluhan antara media kartu jodoh dengan media lembar balik terhadap

peningkatan pengetahuan gizi dan faktor yang berhubungan pada balita di kecamatan

Babelan, Kabupaten Bekasi tahun 2008 didapatkan hasil dimana terdapat peningkatan

pengetahuan gizi melalui media kartu jodoh sebanyak 90,47 % ibu balita, sedangkan

kelompok lembar balik hanya sebanyak 80,95 % ibu balita. Berdasarkan penelitian

tersebut diatas, peneliti mempunyai ketertarikan untuk menggunakan media yang

tidak hanya mengirim informasi lewat visual (booklet), tapi juga ingin mengetahui

pengaruhnya menggunakan media audio visual yang diharapkan akan lebih

meningkatkan pengetahuan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di beberapa sekolah di

daerah tangerang selatan diantaranya SMAN 1 Tangerang selatan, SMAN 4

Tangerang selatan dan SMAN 6 Tangerang Selatan yang dilakukan mulai tanggal 8-

20 November 2010 SMAN 4 Tangerang Selatan memiliki tingkat pengetahuan HIV

AIDS paling rendah. Oleh sebab itu peneliti akan mengadakan penelitian di SMAN 4

Tangerang Selatan.

Dari latar belakang diatas maka peneliti mempunyai ketertarikan untuk

meneliti pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat

dan ceramah tanya jawab menggunakan media audio visual terhadap peningkatan

pengetahuan siswa di SMAN 4 Tangerang Selatan 2010.


7

B. Rumusan Masalah

Masalah penelitian yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang

tersebut adalah belum diketahui perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan

HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media

audio visual terhadap pengetahuan.

C. Pertanyaan penelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana perbedaan

pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan

ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan pengaruh

pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah

tanya jawab menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa

SMAN 4 Tangerang Selatan.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kesehatan HIV/AIDS sebelum


dilakukan intervensi pada kelompok ceramah dan curah pendapat.

b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kesehatan HIV/AIDS sesudah

dilakukan intervensi metode curah pendapat dan ceramah menggunakan

media audio visual.

c. Mengidentifikasi perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS

dengan metode curah pendapat dan ceramah dengan menggunakan media

audio visual.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi pelayanan kesehatan

Manfaat penelitian bagi pelayanan kesehatan adalah sebagai masukan agar

memperhatikan aspek promosi dan preventif kesehatan sehingga diharapkan

dengan dengan pelayanan preventif yang baik dapat menekan angka kasus

HIV/AIDS. Hasil penelitian juga dapat memberikan masukan pada perawat

dalam memilih metode, pendekatan serta penggunakan media dalam

memberikan pendidikan kesehatan khususnya pada siswa.

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan terkait dengan metode

edukasi yang efektif terhadap peningkatan pengetahuan siswa.

3. Bagi Instansi pendidikan keperawatan dan ilmu keperawatan

Menambah literatur tentang metode pembelajaran dan memberikan informasi


khususnya kepada perawat komunitas mengenai pengaruh pendidikan

kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah tanya

jawab menggunakan media audio visual terhadap peningkatan pengetahuan

siswa.

10

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

seseorang (Notoatmodjo, 2005).

2. Tingkatan pengetahuan

Menurut taksonomi Bloom (Notoatmodjo, 2005) pengetahuan

mencakup 6 tingkatan dalam domain kognitif, yaitu :

a. Tahu (know)

Tingkatan ini individu di artikan sebagai recall (memanggil),

mengingat kembali materi yang sudah pernah di pelajarin sebelumnya


termasuk hal-hal atau fakta yang spesifik setelah individu melakukan

suatu pengamatan, untuk mengetahui bahwa seseorang itu tahu sesuatu

dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan kepada

individu.

11

b. Memahami (comprehension)

Pada tingkatan ini individu memahami suatu objek bukan sekedar

tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyembutkan

tetapi individu dapat menginterpretasikan secara benar apa yang di

ketahuinya.

c. Menerapkan (application)

Pada tingkatan ini individu yang telah memahami sesuatau yang

diketahuinya individu dapat menggunakan atau mengaplikasikan

prinsip tersebut dalam situasi nyata. Misalnya: penderita Kusta yang

telah mengetahui dan memahami bagaimana melakukan perawatan

diri (self care), ia harus dapat menerapkan apa yang ia ketahui dalam

melakukan perawatan dirinya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

obyek ke dalam komponen-komponen tetapi, masih di dalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja


seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Pada tingkatan ini individu mampu menjabarkan atau memisahkan

kemudian individu dapat menghubungkan komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu objek yang dikethuinya sehingga

12

membentuk sesuatu yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan seseorang dapat di

pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun

orang lain.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan


seseorang.

c. Keyakinan

Bisaanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa

adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa

mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya

positif maupun negatif.

13

d. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi,

majalah, koran, dan buku.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun, bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka

dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas

sumber informasi.

f. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebisaaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

B. HIV/AIDS

1. Pengertian
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi

oleh salah satu dari dua jenis virus secara progresif merusak sel-sel darah

putih yang disebut limfosif, menyebabkan AIDS (acquired immunodeficiency

syndrome) dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan

tubuh (Ratna, 2010). Sindrom imunodefisiensi yang didapat (AIDS, acquired

immunodeficiency syndrome) diartikan sebagai bentuk paling berat dari

keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi human

14

immunodeficiency virus (Brunner dan Suddarth, 2001). HIV tergolong ke

dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukan

bahwa virus tersebut member materi genetiknya dalam asam ribonukleat

(RNA) dan bukan dalam deosiribonukleat (DNA) (Brunner & Suddarth,

2002).

AIDS adalah sindroma penyakit yang pertama kali dikenal pada tahun

1981. Sindroma ini menggambarkan tahap klinis akhir dari infeksi HIV.

Beberapa minggu hingga beberapa bulan sesudah terinfeksi, sebagian orang

-limited mononucleosis-

berlangsung selama 1 atau 2 minggu. Orang yang terinfeksi mungkin tidak

menunjukkan tanda atau simptom selama beberapa bulan atau tahun sebelum

munculnya kanker setelah terinfeksi HIV, secara umum terkait langsung

dengan derajat kerusakan sistem kekebalan yang diakibatkannya. Definisi

AIDS yang dikembangkan oleh CDC Atlanta tahun 1982 memasukkan lebih

indikator spesifik akibat dari menurunnya kekebalan tubuh (P2M, 2000).


Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus.

Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA

penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode

inkubasiyang panjang. Seperti retrovirus lain HIV menginfeksi tubuh dengan

periode inkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan

15

munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan

system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan

menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri, dalam

proses ini, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Ninuk &

Nursalam, 2008)

2. Etiologi

Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1

paling banyak ditemukan didaerah barat, Eropa, Asia dan Afrika Tengah,

Selatan dan timur. HIV-2 terutama di Afrika Barat (Ratna, 2010). Virus

Human Immunodefisiensi (HIV) adalah sejenis retrovirus. Ada 2 tipe : tipe 1

(HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2). Virus-virus ini secara serologis dan geografis

relatif berbeda tetapi mempunyai ciri epidemiologis yang sama. Patogenisitas

dari HIV-2 lebih rendah dibanding HIV-1 (P2M, 2000).

3. Proses perjalanan penyakit.

Supaya terjadi infeksi, virus HIV masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel

darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam

DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada
akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru.

Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan

menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu

reseptor protein yang disebur CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. Sel-

16

sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T

penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel

lainnya pada system kekebalan (misalnya makrofag, limfosit B dan limfosit T

sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan

organism asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong,

sehingga terjadi kelemahan system tubuh dalam melindungi dirinya terhadap

infeksi dan kanker (Ratna, 2010).

Didalam bukunya Ratna (2010), seorang yang terinfeksi HIV akan

kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau

tahun:

a. Seseorang yang sehat memiliki CD4+ sebanyak 800-1300 sel/mL darah.

Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya

menurun sebanyak 40-50 %. Selama bulan-bulan ini penderita bisa

menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang

terdapat dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi

tubuh tidak mampu meredakan infeksi.

b. Setelah 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar

yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+
dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel

virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu

dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko menderita AIDS.

17

c. 1-2 tahun sebelum terjadi AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya

menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka

penderita rentan terhadap infeksi.

d. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B

(limfosit yang menghasilkan anti bodi) dan sering kali menyebabkan

produksi antibodi yang berlebihan.

e. Antibody ini terutama ditunjukan untuk melawan HIV dan infeksi yang

dialami penderita, tetapi antibody ini tidak banyak membantu dalam

melawan berbagai infeksi oprtunistik pada AIDS.

f. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus

menyebabkan berkurangnya kemampuan system kekebalan tubuh dalam

mengenali organism dan sasaran baru yang harus diserang.

4. Penularan

Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang

mengandung sel terinfeksi atau partikel virus. Yang dimaksud dengan cairan

tubuh disini adalah darah, semen, cairan vagina, cairan serebrospinal dan air

susu ibu. Dalam konsentrasi yang lebih kecil, virus juga terdapat di dalam air

mata, air kemih dan air ludah (Ratna, 2010).


18

HIV ditularkan melalui cara-cara berikut:

a. Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lender mulut,

vagina atau rectum berhubungan langsung dengan cairan tubuh yang

terkontaminasi.

b. Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi pada

transfusi darah, pemakaian jarum bersama-sama atau tidak sengaja

tergores oleh jarum yang terkontaminasi virus HIV.

c. Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau

selama proses kelahiran atau melalui ASI.

Kemungkinan terinfeksi oleh HIV meningkat jika kulit atau selaput

lender robek atau rusak, seperti yang biasa terjadi pada hubungan seksual

yang kasar, baik melalui vagina maupun anus. Penelitian menunjukan

kemungkinan penularan HIV sangat tinggi pada pasangan seksual yang

menderita herpes, sifilis atau penyakit menular lainnya, yang mengakibatkan

kerusakan pada permukaan kulit. Penularan juga bisa terjadi pada orang seks,

walaupun lebih jarang. Virus pada penderita wanita yang sedang hamil bisa

ditularkan kepada janinnya pada awal kehamilan (melalui plasenta) atau pada

saat persalinan (melalui jalan lahir). Beberapa anak tertular oleh virus ini

melalui penganiayaan seksual. HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau

kontak dekat yang yang tidak bersifat seksual di tempat kerja, sekolah ataupun

di rumah. Belum pernah dilaporkan kasus penularan HIV melalui batuk atau

bersin penderita maupun melalui gigitan nyamuk (Ratna, 2010).


19

HIV dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak seksual,

penggunaan jarum dan syringes yang terkontaminasi, transfusi darah atau

komponen-komponennya yang terinfeksi; transplantasi dari organ dan jaringan

yang terinfeksi HIV. Sementara virus kadang-kadang ditemukan di air liur, air

mata, urin dan sekret bronkial, penularan sesudah kontak dengan sekret ini belum

pernah dilaporan. Risiko dari penularan HIV melalui hubungan seks lebih rendah

dibandingkan dengan Penyakit Menular Seksual lainnya. Namun adanya penyakit

yang ditularkan melalui hubungan seksual terutama penyakit seksual dengan luka

seperti chancroid, besar kemungkinan dapat menjadi pencetus penularan HIV.

Determinan utama dari penularan melalui hubungan seksual adalah pola dan

hubungan seks yang tidak terlindung dengan banyak pasangan seks. Tidak ada

bukti epidemiologis atau laboratorium yang menyatakan bahwa gigitan serangga

bisa menularkan infeksi HIV, risiko penularan melalui seks oral tidak mudah

diteliti, tapi diasumsikan sangat rendah (P2M, 2000).

Dari 15 30 % bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HIV (+) terinfeksi

sebelum, selama atau segera sesudah dilahirkan : pengobatan wanita hamil

dengan antivirus seperti zidovudine mengurangi kejadian penularan kepada bayi

secara bermakna. Hampir 50 % dari bayi yang disusui oleh ibu dengan HIV (+)

dapat tertular infeksi HIV. Petugas kesehatan yang terluka oleh jarum suntik atau

benda tajam lainnya yang mengandung darah yang terinfeksi virus HIV, angka
20

serokonversi mereka < 0,5 %, lebih rendah dari risiko terkena virus hepatitis B

(25%) sesudah terpajan dengan cara yang sama (P2M, 2000).

5. Tanda dan Gejala

Beberapa penderita menampakkan gejala yang menyerupai

mononucleosis infeksiosa dalam waktu beberapa minggu setelah terinfeksi.

Gejalanya berupa demam, ruam-ruam, pembengkakan kelenjar getah bening

dan rasa tidak enak badan yang berlangsung 3-14 hari. Sebagian besar gejala

akan hilang, meskipun kelenjar getah bening menetap membesar. Selama

beberapa tahun, gejala lainnya tidak muncul. Tetapi sejumlah besar virus akan

segera ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, sehingga penderita

bisa menularkan penyakitnya. Dalam waktu beberapa bulan setelah terinfeksi,

penderita bisa mengalami gejala gejala yang ringan secara berulang yang

belum benar-benar menunjukan suatu AIDS. Penderita bisa menunjukan

gejala-gejala infeksi HIV dalam waktu beberapa tahun sebelum terjadinya

infeksi atau tumor yang khas untuk AIDS. Gejalanya dapat berupa

pembengkakan kelenjar getah bening, penurunan berat badan, demam yang

hilang timbul, perasaan tidak enak badan, lelah, diare berulang, anemia dan

thush (Ratna, 2010).

Secara definisi, AIDS dimulai dengan rendahnya jumlah limfosit

CD4+ (kurang dari 300 sel/mL darah) atau terjadi infeksi oportunistik (infeksi

oleh organism yang pada orang dengan system kekebalan tubuh yang baik

21
tidak menimbulkan penyakit). Juga bisa terjadi kanker, seperti sarcoma

Kaposi dan limfoma non-Hodgkin (Ratna, 2010).

Gejala-gejala dari AIDS berasal dari infeksi HIV nya sendiri serta

infeksi oportunistik dan kanker. Tetapi hanya sedikit penderita AIDS yang

meninggal karena efek langsung dari infeksi HIV. Biasanya kematian terjadi

karena efek kumulatif dari berbagai infeksi oportunistik atau tumor.

Organisme dan penyakit yang dalam keadaan normal hanya menimbulkan

pengaruh yang kecil terhadap orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa

dengan segera menyebabkan kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+

mencapai 50 sel mL/ darah (Ratna, 2010).

6. Diagnosa

Pemeriksaan yang relative sederhana dan akurat adalah pemeriksaan

darah yang disebut tes ELISA. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi

adanya antibody terhadap HIV, hasil tes secara rutin diperkuat dengan tes

yang lebih kuat. Ada suatu periode (beberapa minggu atau lebih setelah

terinfeksi HI) dimana antibody belum positif. Pada periode ini dilakukan

pemeriksaan yang sangat sensitive untuk mendeteksi virus, yaitu antigen P24.

Antigen P24 belakangan ini digunakan untuk menyaring darah yang

disumbangkan untuk keperluan tranfusi. Jika hasil tes ELISA menunjukan

adanya infeksi HIV, maka pada contoh darah yang sama dilakukan tes ELISA

ulangan untuk memastikannya. Juka hasil tes ELISA yang kedua juga positif

22
maka langkah berikutnya adalah memperkuat diagnose dengan tes darah yang

lebih akurat, yaitu tes apusa Western. Tes ini juga bisa menentukan adanya

antibody terhadap HIV, tetapi lebih spesifik dari pada ELISA. Jika hasil tes

Western positif, maka dapat dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV (Ratna,

2010).

7. Prognosis

Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan,

beberapa orang yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak

terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakkan

gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai

resiko 1-2 % untuk menjadi AIDS pada beberapa tahun pertama. Resiko ini

meningkat 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50 %. Sebelum di

temukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi AIDS

(Ratna, 2010).

Pengobatan AIDS telah berhasil menurun angka infeksi oportunistik

dan meningkat angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat

berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak dapat terdeteksi.

Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh (Ratna, 2010).

Teknik penghitungan jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah

seperti polymerase chain reaction (PCR) dan branched deoxyribonucleid acid

(bDNA) tes membantu dokter untuk memonitor efek pengobatan dan

23

membantu penilaian prognosis penderita. Kadar virus ini akan bervariasi


mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari sejuta virus RNA/mL

plasma. Pada awal penemuan virus HIV, penderita segera mengalami

penunrunan kwalitas hidupnya setelah dirawat di rumah sakit. Hampir semua

penderita akan meninggal setelah dua tahun menderita AIDS. Dengan

perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-metode pengobatan

dan pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbaharui, penderita bisa

mempertahankan fisik dan mentalnya sampai bertahun-tahun setelah kerkena

AIDS. Sehingga pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah bisa

ditangani walaupun belum bisa disembuhkan (Ratna, 2010).

8. Cara cara Pencegahan

Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama pada

pendidikan masyarakat mengenai cara penularan HIV, dengan tujuan merubah

kebiasaan orang yang beresiko tinggi untuk tertular (Ratna, 2010).

Cara cara pencegahan ini antara lain:

a. Untuk orang sehat

a) Abstinens (tidak melakukan hubungan seksual)

b) Seks aman

b. Untuk penderita HIV positif

a) Abstinens

b) Seks aman

24

c) Tidak mendonorkan darah atau organ

d) Mencegah kehamilan
e) Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah diketahui

terinfeksi

c. Untuk penyalahguna obat-obatan

a) Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama-sama

b) Mengikuti program rehabilitasi

d. Untuk professional kesehatan

a) Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan

tubuh

b) Menggunakan jarum sekali pakai

Bermacam-macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan

memperlambat progresivitas penyakit, akan tetapi sejauh in belum ada yang

berhasil. Rumah sakit biasanya tidak mengisolasi penderita HIV kecuali

penderita mengidap penyakit menular seperti tuberkulosa. Permukaan-

permukaan yang terkontaminasi HIV dengan mudah bisa dibersihkan dan di

cuci hamakan karena virus ini rusak oleh panas dan cairan desinfektan yang

bisa digunakan seperti hydrogen peroksida dan alkohol (Ratna, 2010).

Program pencegahan HIV/AIDS menurut P2M (2000) hanya dapat

efektif bila dilakukan dengan komitmen masyarakat dan komitmen politik

yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko tinggi

terhadap penularan HIV. Upaya pencegahan meliputi :

25

a. Pemberian penyuluhan kesehatan di sekolah dan di masyarakat harus

menekankan bahwa mempunyai pasangan seks yang berganti-ganti serta


penggunaan obat suntik bergantian dapat meningkatkan risiko terkena

infeksi HIV. Pelajar juga harus dibekali pengetahuan bagaimana untuk

menghindari atau mengurangi kebiasaan yang mendatangkan risiko

terkena infeksi HIV. Program untuk anak sekolah harus dikembangkan

sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan mental serta kebutuhan

mereka, begitu juga bagi mereka yang tidak sekolah. Kebutuhan

kelompok minoritas, orang-orang dengan bahasa yang berbeda dan bagi

penderita tuna netra serta tuna rungu juga harus dipikirkan.

b. Satu-satunya jalan agar tidak terinfeksi adalah dengan tidak melakukan

hubungan seks atau hanya berhubungan seks dengan satu orang yang

diketahui tidak mengidap infeksi. Pada situasi lain, kondom lateks harus

digunakan dengan benar setiap kali seseorang melakukan hubungan seks

secara vaginal, anal atau oral. Kondom lateks dengan pelumas berbahan

dasar air dapat menurunkan risiko penularan melalui hubungan seks.

c. Memperbanyak fasilitas pengobatan bagi pecandu obat terlarang akan

Harm reduction yang

menganjurkan para pengguna jarum suntik untuk menggunakan metode

dekontaminasi dan menghentikan penggunaan jarum bersama telah

terbukti efektif.

d. Menyediakan fasilitas Konseling HIV dimana identitas penderita

dirahasiakan atau dilakukan secara anonimus serta menyediakan tempat-

26

tempat untuk melakukan pemeriksaan darah. Faslitas tersebut saat ini telah
tersedia di seluruh negara bagian di AS. Konseling, tes HIV secara

sukarela dan rujukan medis dianjurkan dilakukan secara rutin pada klinik

keluarga berencana dan klinik bersalin, klinik bagi kaum homo dan

terhadap komunitas dimana seroprevalens HIV tinggi. Orang yang

aktivitas seksualnya tinggi disarankan untuk mencari pengobatan yang

tepat bila menderita Penyakit Menular Seksual (PMS).

f. Setiap wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan untuk

dilakukan tes HIV sebagai kegiatan rutin dari standar perawatan

kehamilan. Ibu dengan HIV positif harus dievaluasi untuk memperkirakan

kebutuhan mereka terhadap terapi zidovudine (ZDV) untuk mencegah

penularan HIV melalui uterus dan perinatal.

g. Berbagai peraturan dan kebijakan telah dibuat, untuk mencegah

kontaminasi HIV pada plasma dan darah. Semua darah donor harus diuji

antibodi HIV nya. Hanya darah dengan hasil tes negatif yang digunakan.

Orang yang mempunyai kebiasaan risiko tinggi terkena HIV sebaiknya

tidak mendonorkan plasma, darah, organ-organ untuk transplantasi, sel

atau jaringan (termasuk cairan semen untuk inseminasi buatan). Institusi

(termasuk bank sperma, bank susu atau bank tulang) yang mengumpulkan

plasma, darah atau organ harus menginformasikan tentang peraturan dan

kebijakan ini kepada donor potensial dan tes HIV harus dilakukan

terhadap semua donor. Apabila mungkin, donasi sperma, susu atau tulang

harus dibekukan dan disimpan selama 3 6 bulan. Donor yang tetap

27
negatif setelah masa itu dapat di asumsikan tidak terinfeksi pada waktu

menjadi donor.

h. Jika hendak melakukan transfusi Dokter harus melihat kondisi pasien

dengan teliti apakah ada indikasi medis untuk transfusi. Transfusi otologus

sangat dianjurkan.

i. Hanya produk faktor pembekuan darah yang sudah di seleksi dan yang telah

diperlakukan dengan semestinya untuk menonaktifkan HIV yang bisa

digunakan.

j. Sikap hati-hati harus dilakukan pada waktu penanganan, pemakaian dan

pembuangan jarum suntik atau semua jenis alat-alat yang berujung tajam

lainnya agar tidak tertusuk. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung

tangan lateks, pelindung mata dan alat pelindung lainnya untuk

menghindari kontak dengan darah atau cairan yang mengandung darah.

Setiap tetes darah pasien yang mengenai tubuh petugas kesehatan harus

dicuci dengan air dan sabun sesegera mungkin. Kehati-hatian ini harus di

lakukan pada semua pasien dan semua prosedur laboratorium (tindakan

kewaspadaan universal).

k. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi bagi anak-anak dengan

infeksi HIV tanpa gejala dengan vaksin-vaksin EPI (EXPANDED

PROGRAMME ON IMMUNIZATION); anak-anak yang menunjukkan

gejala sebaiknya tidak mendapat vaksin BCG. Di AS, BCG dan vaksin

oral polio tidak direkomendasikan untuk diberikan kepada anak-anak yang

terinfeksi HIV tidak perduli terhadap ada tidaknya gejala, sedangkan

28
vaksin MMR (measles-mumps-rubella) dapat diberikan kepada anak

dengan infeksi HIV.

9. Program Penanggulangan HIV/AIDS

Program penanggulangan HIV/AIDS didalam bukunya, Notoatmodjo

(2007) berada di sub direktorat pemberantasan penyakit kelamin dan

Frambosia, Direktorat PPML, Direktorat Jendral P2MPLP (Pemberantasan

Penyakit Menular dan Pembinaan Lingkungan Pemukiman), Departemen

Kesehatan RI. Adapun tujuan program penanggulangan HIV/AIDS adalah:

a. Tujuan Jangka Panjang

Mencegah terjadinya penularan dan pemberantasan PMS (penyakit

menular seksual) termasuk infeksi HIV/AIDS serta mengurangi dampak

sosial dan ekonomi dari PMS termasuk infeksi HIV/AIDS sehingga tidak

menjadi masalah kesehatan masyarakat.

b. Tujuan jangka pendek

a) Mencegah peningkatan prevalensi infeksi HIV pada kelompok

perilaku beresiko tinggi tidak melebihi 1 %.

b) Menurunkan prevalensi sifilis dikalangan kelompok prilaku resiko

tinggi menjadi kurang dari 1%.

c) Menurunkan prevalensi gonore di kalangan kelompok prilaku risiko

tinggi menjadi 10 %.

29

Sedangkan kegiatan pokok penanggulangan HIV/AIDS meliputi 2 kegiatan,


yakni:

a. Kegiatan pokok

a) Penyuluhan tentang HIV/AIDS.

b) Tindakan pencegahan pada kelompok risiko tinggi.

c) Penemuan penderita secara dini.

d) Penatalaksanaan penderita secara tepat.

e) Pelacakan kontak/koseling.

b. Kegiatan pendukung

a) Pengembangan intitusional dan manajemen/ pemantapan koordinasi.

b) Surveilens epidimiologi termasuk system pencatatan dan pelaporan.

c) Pelatihan.

d) Penelitian dan kajian.

e) Monitoring dan evaluasi.

C. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau

usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok,

atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut

masyarakat, kelompok, individu dapat memperoleh pengetahuan dan

berdampak pada prilaku kesehatan yang lebih baik (Notoatmodjo, 2003).

30

Pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi keperawatan

dan sesuai dengan teori keperawatan pender. Pender (2003) menjelaskan


bahwa manusia mempunyai kapasisitas untuk melakukan penilaian terhadap

kemampuannya. Manusia tersebut akan melakukan perubahan prilaku untuk

mengharapkan manfaat bagi dirinya. Pengaruh positif akibat pemanfaatan diri

yang baik dapat menambah hasil positif. Pender juga menjelaskan bahwa

praktek keperawatan di masa mendatang akan senantiasa menggunakan

pendidikan kesehatan untuk meningkatkan praktek mandiri yang berupa

konseling.

Promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan masyarakat mempunyai dua

arti yaitu sebagai bagian dari tingkat pencegahan penyakit dan upaya

(Notoatmodjo, 2005). Dengan perkataan lain promosi kesehatan adalah

-pesan

pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyrakat berlaku sehat

(Notoatmodjo, 2005).

2. Tujuan Edukasi / Pendidikan kesehatan

Menurut Green (1980) dalam notoatmodjo (2005) tujuan pendidikan

kesehatan adalah merubah perilaku yang dapat meningkatkan status

31

kesehatan. Perubahan perilaku di pengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor

prediposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor) dan

faktor pendorong (reinforcing factor). Oleh sebab itu pendidikan kesehatan

sebagai faktor usaha intervensi prilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor
tersebut.

Hasil pendidikan kesehatan juga dapat dilihat dari 3 dominan yang

meliputi perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertenju (Notoatmojo, 2005)

pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis menumbuhkan rasa

percaya diri maupun dorongan dan prilaku setiap hari, sehingga dapat

dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan

seseorang (Notoatmojo, 2005). Untuk mencapai tujuan tersebut,

pemberian informasi lebih bersifat fleksibel untuk keberhasilan tujuan

pemberian informasi kesehatan. Dari pengalam dan penelitian terbukti

bahwa prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari

pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2005).

b. Sikap

Merupakan suatu pernyataan evaluative yang dibuat manusia

terhadap diri sendiri, orang lain, obyek atau isu-isu. Seseorang terhadap

obyek adalah perasaan mendukung atau tidak mendukung atau memihak,

32

maupun perasaan tidak mendukung atau memihak pada suatu obyek.

Bukanlah suatu tindakan atau aktivitas namun merupakan suatu

prediposisi tindakan prilaku (Azwar, 1998). Sikap merupakan hal yang

tertutup bukanlah yang terbuka. Merupakan kumpulan gejala dalam


merespon stimulus atau obyek sehingga melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian dan gejala kejiwaan (Notoatmojo, 2005).

c. Psikomotor / tindakan

Terbentuknya prilaku baru (terutama orang dewasa) dimulai dari

perubahan pengetahuan yang berlanjut terjadinya perubahan dan akhirnya

terbentuk prilaku baru. Perubahan prilaku dan dalam diri seseorang dapat

diketahui melalui persepsi yang merupakan pengalaman melalui panca

indra (Notoatmodjo, 2005).

Menurut tim pembinaan usaha kesehatan sekolah pusat (2007),

untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan

peserta didik dilakukan upaya menanamkan prinsip hisup sehat sedini

mungkin melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan

pembinaan lingkungan sekolah sehat (TRIAS UKS). Tujuan pendidikan

kesehatan diharapkan peserta didik memiliki pengetahuan tentang ilmu

kesehatan, termasuk cara hidup sehat dan teratur, memiliki nilai dan sikap

yang positif terhadap prinsip hidup sehat, memiliki keterampilan dalam

melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan, dan

perawatan kesehatan, memiliki kebiasaan hidup sehari-hari sesuai dengan

33

syarat kesehatan, memiliki kemampuan dan kecakapan untuk berperilaku

hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, memiliki pertumbuhan termasuk

bertambahnya tinggi badan dan berat badan secara harmonis, mengerti dan

dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan pencegahan penyakit


dalamkaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam sehari-hari.

Memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar (narkoba, arus

informasi dan gaya hidup yang tidak sehat, memiliki tingkat kesegaran

jasmani yang memadai dan derajat kesehatan yang optimal serta

mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit.

3. Peran perawat.

Adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan dari masyarakat,

maka perawat harus memenuhi kebutuhan tersebut. Perawat menjalankan

peran dan fungsinya sebagai. Koordinator, pemberi pelayanan, perencanaan

keperawatan, edukator, advokat dan agen pembaharu (Workman & mishler,

1999 dalam Ernawati, 2008).

a. Koordinator.

Sebagai koordinator pelayanan keperawatan, perawat melakukan

koordinasi melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

b. Pemberi pelayanan

Pada peran ini perawat melakukan pengkajian, melakukan analisis

terhadap pengkajian terhadap hasil untuk menentukan kebutuhan pasien,

34

mengembangkan diagnisa keperawatan, membuat perencanaan,

melakukan intervensi dan melakukan evaluasi . Perawat juga melakukan

intervensi psikososial, misalnya melakukan tindakan untuk mengurangi

kecemasan pasien.

c. Edukator
Pendidikan kesehatan merupakan komponen utama pada keperawatan

melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Perawat mencoba untuk

meningkatkan kesehatan dengan cara memberikan informasi mengenai

penyakit dan tindakan spesifik yang diberikan kepada pasien.

d. Advokat.

Perawat membantu pasien da keluarga menerjemahkan informasi dari tim

kesehatan lain. Perawat memberikan informasi tambahan yang pasien

butuhkan untuk membuat keputusan. Bantuan yang diberikan termasuk

penjelasan mengenai dampak dari keputusan yang dipilih pasien.

e. Agen perubahan

Perawat bertindak selaku agen perubahan dalam tatanan kerja dan dalam

profesi. Peran ini melibatkan perencanaan dan implementasi suatu

systemuntuk mengubah prilaku kesehatan pasien. Faktor penting pada

proses ini adalah mengkaji kesiapan pasien untuk berubah. Dalam

masyarakat perawat berlaku sebagai role model dan membantu perubahan

lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan.

35

Berkaitan dengan fungsi dan peran tersebut, pada tindakan pendidikan

kesehatan, perawat menjalankan fungsinya sebagai edukator. Perawat

mempunyai tanggungjawab yang besar dalam memberikan pendidikan

kesehatan untuk pencehagan HIV AIDS sebagai langkah preventif.

D. Metode pendidikan kesehatan.

1. Ceramah
Cermah merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang

biasa di gunakan pada kelompok besar dengan peserta lebih dari 15 orang

dimana sasaran metode ini baik untuk yang berpendidikan tinggi maupun

rendah. Dalam pelaksanaannya metode ini baik digunakan apabila

penceramah/penyuluh dapat menguasai materi dengan sistematika yang baik,

mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide,

transparan, sound system dan dapat menguasai sasaran (Notoatmodjo, 2007).

Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan

telah lama dijalankan dalam usaha menularkan pengetahuan secara lisan atau

ceramah. Cara ini terkadang membosankan maka dalam pelaksanaannya

memerlukan keterampilan tertentu. Cara mengajar cermah dapat dikatakan

juga sebagai tehnik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan

untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu

pokok permasalahan secara lisan (Roestyah, 2001)

Menurut Roestyar (2001) setiap tehnik tidak lepas dari kelemahan

begitu juga tehnik ceramah ini mempunyai kekurangan yang perlu dipahami.

36

Kekurang tersebut diantaranya pendidik/penyuluh tidak mampu mengontrol

sejauh mana peserta telah mampu memahami uraiannya. Apakah

ketenangan/kediaman peserta merupakan isyarat bahwa peserta memahami

uraian pendidik atau tidak.

Selain kekurang tersebut metode ceramah mempunyai kelebihan

diantaranya pendidik mampu menguasai atau mengawas peserta dalam


mendengarkan pelajaran, selain itu perhatian pendidik tidak terbagi-bagi dan

dapat memusatkan pada peserta didik. Maka dengan kelebihan tersebut jika

terdapat peserta yang mempunyai kesibukan lain selain pembelajaran

pendidik dapat langsung mengetahuinya dan bisa memberikan peringatan

kepada perserta didik (Roestyar, 2001).

2. Metode curah pendapat

Ada beberapa bentuk metode yang dapat membuat agar peserta lebih

aktiv dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan selain metode curah pendapat

diantaranya diskusi kelompok, bola salju, bruzz group, memainkan peran serta

simulasi. Semua metode diatas diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

peserta didik melebihi metode yang hanya terdapat komunikasi satu arah

(Notoatmodjo, 2007).

Curah pendapat merupakan modifikasi metode diskusi kelompok.

Prinsipnya sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya pada

permulaannya pemimpin/penyuluh memancing dengan suatu masalah dan

kemudi apeserta memberikan jawaban atau tanggapan. Tanggapan atau

jawaban tersebut ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua

37

peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh siapapun.

Setelah semua peserta mengeluarkan pendapatnya, tiap peserta dapat

mengomentari dan akhirnya terjadi diskusi (Notoatmodjo, 2007).

Curah pendapat adalah suatu tehnik atau cara mengajar yang

dilaksanakan oleh pendidik dengan melontarkan suatu masalah ke peserta


kemudian peserta menjawab atau memberikan pendapat atau komentar

sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru. Curah

pendapat dapat diartikan pula sebagai cara mendapatkan banyak ide dari

sekelompok manusia dalam waktu yang sangat singkat. Tujuan dari metode

ini ialah untuk menguras habis, apa yang dipikirkan peserta dalam

menanggapi masalah yang dilontarkan pendidik/penyuluh (Roestyar, 2001).

Dalam pelaksanaan metode curah pendapat pendidik memberikan

masalah yang mampu meransang pikiran peserta sehingga peserta dapat

mengomentarinya. Pendidik tidak boleh mengomentari bahwa pendapat

tersebut salah atau benar dan tidak perlu disimpulkan, pendidik hanya

menampung semua pendapat sehingga peserta mendapatkan giliran, tidak

perlu komentar atau evaluasi. Peserta yang kurang aktif perlu dipancing agar

dapat berpartisipasi dalam mengemukakan pendapat (Roestyar, 2001).

38

Tabel 2.1 Keunggulan dan kelemahan metode curah pendapat menurut

Roestyar (2001)

Keunggulan Kelemahan

a. Peserta aktif berfikir untuk

menyatakan pendapat.

b. Melatih peserta berfikir dengan


cepat dan tersusun logis.

c. Merangsang siswa untuk selalu siap

berpendapat yang berhubungan

dengan masalah.

d. Meningkatkan partisipasi peserta.

e. Peserta yang kurang aktif mendapat

bantuan dari temannya atau dari

guru agar lebih bisa berpartisipasi.

f. Terjadi persaingan yang sehat.

g. Peserta merasa bebas dan gembira.

h. Suasana demokrasi dan disiplin

dapat ditumbuhkan.

a. Pendidik kurang memberikan

waktu untuk peserta untuk berfikir

dengan baik.

b. Peserta yang kurang selalu

ketinggalan.

c. Terkadang pembicaraan hanya

dimonopoli oleh peserta yang

pandai saja.

d. Pendidik hanya menampung dan

tidak menyimpulkan.

e. Peserta tidak segera tahu pendapat


tersebut benar atau salah.

f. Tidak menjamin hasil pemecahan

masalah.

g. Masalah bisa berkembang kea rah

yang tidak diharapkan

39

E. Alat Bantu / Media Pendidikan Kesehatan

Pengertian media dalam pembelajaran adalah alat-alat grafis, fhotografis

atau elektronik untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi

visual atau verbal (Arsyad, 2002). Media adalah suatu alat yang mempunyai

fungsi menyampaikan pesan. Media pembelajaran harus memenuhi beberapa

syarat, 1) media pembelajaran harus meningkatkan motivasi subyek belajar, 2)

merangsang pembelajaran mengingat apa yang sudah dipelajari, 3) mengaktifkan

subyek belajar dalam memberikan tanggapan/ umpan balik, 4) mendorong

pembelajar untuk melakukan praktek-praktek yang benar (Boore, 1997 dalam era,

2003). Menurut Notoatmodjo (1993) alat bantu yang dapat digunakan antara lain

alat bantu lihaT (visual), alat bantu dengar (audio) dan alat bantu dengan dan lihat

atau audio visual aids (AVA), sedangkan media tulis dapat berupa poster, leaflet,

booklet, lembar balik, flipchart (Herawati dkk, 2000).

Pada dasarnya penyuluhan merupakan suatu proses pendidikan/ belajar-

mengajar, dimana ada sasaran penyuluhan sebagai siswa dan penyuluh (pemberi

informasi) sebagai guru/ pendidik. Dengan demikian, teori tentang media penyuluhan

sejalan dengan teori media pengajaran/ pembelajaran.

Menurut Khomsan (2000) dalam nurafitrianie (2008), agar materi penyuluhan


dapat diterima semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,

diperlukan suatu alat bantu mengajar.

40

Berdasarkan Usman (2002), Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman

belajar anak mulai dari hal-hal yang paling konkrit sampai kepada hal-hal yang

dianggap paling abstrak. Klasifikasi pengalaman tersebut lebih dikenal dengan

Kerucut Pengalaman (Cone of Experience)

Gambar 2.1

Kerucut Pengalaman (Cone of Experience)

Abstrak

Verbal

Simbol

Visual

Audio Visual

Radio

Film

Televisi

Pameran

Karyawisata

Demonstrasi

Pengalaman Dramatis

Pengalaman Tiruan
Pengalaman Langsung

Konkrit

Sumber :Usman (2002)

41

F. Penelitian terkait

Salamah (1995) didalam penelitiannya yang berjudul pengaruh penggunaan

metode pengembangan keterampilan dan metode ceramah dalam penyuluhan AIDS

terhadap pengetahuan dan sikap pencegahan AIDS siswa SLTA BPK Penabur

menerangkan bahwa bahwa ternyata eksperimen ini berhasil meningkatkan

pengetahuan siswa mengenai AIDS dan sikap terhadap pencegahan dan penderita

HIV AIDS. HASIL untuk kelompok dengan metode pengembangan keterampilan

peningkatan pengetahuan 22.0 %, kelompok dengan metode ceramah 9.0 %,

kelompok control 3.0%.

Dalam penelitian Bantarti (2000) yang berjudul pengaruh pendidikan

kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang HIV AIDS pada siswa

siswi SMU di Kotamadya Depok didapatkan peningkatan pengetahuan pada

kelompok pendidikan kelompok sebaya.

Pada penelitian Ernawati (2008) yang berjudul efektifitas edukasi dengan

menggunakan panduan pencegahan osteoporosis terhadap pengetahuan wanita yang

beresiko osteoporosis di rumah sakit Fatmawati Jakarta didapatkan hasil yang

bermakna dimana terjadi peningkatan pengetahuan pada kelompok intervensi dengan

rata-rata 20,13 dengan tingkat efektifitas 52,97 %. Sedangkan kelompok kontrol

walaupun tidak mendapatkan edukasi mengalami peningkatan pengetahuan dengan

rata-rata 3,15.
42

Pada penelitian Nurafrianthie (2008) yang berjudul perbedaan pengaruh

intervensi penyuluhan antara media kartu jodoh dengan media lembar balik terhadap

peningkatan pengetahuan gizi dan faktor yang berhubungan pada balita di kecamatan

Babelan, Kabupaten Bekasi tahun 2008 didapatkan hasil dimana tidak ada perbedaan

pengaruh intervensi penyuluhan antara media penyuluh kartu jodoh dengan media

lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan gizi pada ibu balita di kecamatan

Babelan, Kabupaten Bekasi tahun 2008 (Pvalue = 0,116). Terdapat peningkatan

pengetahuan gizi melalui media kartu jodoh sebanyak 90,47 % ibu balita, sedangkan

kelompok lembar balik hanya sebanyak 80,95 % ibu balita.

Mulyani (2009), menyatakan di dalam penelitiannya terdapat perbedaan skor

hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan pendekatan konstruktivisme

yaitu suatu pendekatan pembelajaran siswa dalam mengolah pengetahuannya dengan

berbagai strategi yang digunakan dibawah bimbingan dan arahan dari guru sehingga

siswa secara bersama-sama mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan

tehnik curah pendapat (brain stroming) dengan yang diberikan secara konvesional

(ceramah).

G. Kerangka Teori

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal.

Tujuan dari pada penelitian ini dalah untuk mengetahui sejauh mana perbedaan

pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan

ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4


Tangerang selatan. Berikut dibawah ini kerangka teori pada penelitian ini.

43

Gambar 2.2

Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Notoatmodjo (2003), Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan

Kemenkes RI (2010), Manual pemberantasan penyakit menular (2000)

Pengetahuan

tentang HIV

AIDS

Faktor internal:

Pendidikan

Persepsi

Motivasi

pengalaman

Faktor eksternal:

Lingkungan

Sosial ekonomi
Kebudayaan

informasi

Langkah preventif pencegahan

HIV AIDS pada Siswa SMA

(usia dibawah 20 tahun)

Muncul masalah

kurang pengetahuan

Proporsi Kumulatif

tertinggi kasus AIDS

adalah pada kelompok

umur 20-29 tahun

Intervensi: pendidikan

kesehatan dengan metode

curah pendapat dan

ceramah menggunakan

media audio visual Faktor faktor yang mempengaruhi

proses belajar

Instrumen : media dan metode

Kondisi subyek: fisiologis dan

psikologis

Lingkungan : fisik dan interaksi

/sosial
Materi yang dipelajari

Penderita

HIV AIDS

Terapi anti

retro viral

44

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Pada kerangka teori di tinjauan pustaka diketahui bahwa banyak faktor

yang mempengaruhi pengetahuan antara lain faktor internal (pendidikan, persepsi,

motivasi, pengalaman) dan yang menjadi faktor eksternal (lingkungan, sosial

ekonomi, kebudayaan, informasi). Namun tidak semua faktor diteliti pada

penelitian ini. Pada penelitian ini hanya faktor informasi yang akan ditelti. Faktor

informasi yang dimaksud adalah tentang pemberian pendidikan kesehatan. Faktor

lain yaitu pendidikan, lingkungan, kebudayaan, sosial ekonomi tidak diteliti

karena telah dianggap homogen. Sedangkan faktor motivasi, persepsi dan

pengalaman dijadikan faktor potensial confounding.

Berdasarkan penjelasan diatas penjelasan diatas maka kerangka konsep


penelitian secara lengkap digambarkan pada diagram 3.1

45

Gambar 3.1

Kerangka konsep penelitian

Sumber: Notoatmodjo, 2003

Ket:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Berdasarkan kerangka konsep diatas, yang menjadi variabel dependen adalah

pengetahuan (selisih pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi), variabel

independen adalah informasi kesehatan dengan curah pendapat dan cermah

menggunakan media audio visual dan variabel persepsi, motivasi dan pengalaman

diduga sebagai variabel pengganggu.

1) Persepsi

2) Motivasi

3) Pengalaman
informasi kesehatan

1) curah pendapat

2) Ceramah dengan audio visual

Pengetahuan

46

B. Hipotesis

1. Ada perbedaan pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan tentang

HIV AIDS antara sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) dilakukan

pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat.

2. Ada perbedaan pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan tentang

HIV AIDS antara sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) dilakukan

pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah menggunakan

media audio visual.

3. Ada perbedaan pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS metode curah

pendapat dan cermah menggunakan media audio visual terhadap

pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan.

C. Definisi operasional

No Variabel Sub
Variabel

Definisi

operasional

Alat ukur Hasil ukur

1 Pengetahuan siswa

tentang HIV/AIDS

Pengertian

dan

penyebab

Hal-hal

mendasar yang

dimengerti

siswa tentang

pengertian dan

penyebab dari

HIV/AIDS yaitu

sejenis virus

Kuesioner
Numerik

47

yang

menurunkan

kekebalan tubuh

manusia, yang

termasuk ke

dalam golongan

retrovirus, dan

dapat ditemukan

dalam cairan

tubuh manusia

Tanda dan

gejala

1. Pengetahuan

siswa tentang

tanda
seseorang

terkena

HIV/AIDS

2. Pengetahuan

siswa tentang

gejala

HIV/AIDS

Kuesioner

Numerik

Pencegahan Hal-hal

mendasar yang

dimengerti

siswa tentang

pencegahan

HIV/AIDS

termasuk

Kuesioner

Numerik
48

penggunaan

kondom untuk

mencegah

penularan

melalui

hubungan seks

Penularan Hal-hal

mendasar yang

dimengerti

siswa tentang

cara penularan

HIV/AIDS yaitu

terjadinya

karena melalui

hubungan

seksual,

transfusi darah,

jarum suntik dan

dari ibu hamil


ke bayinya.

Kuesioner

Numerik

49

Definisi operasional (lanjutan)

No Variabel Definisi operasional

2 Metode ceramah

dengan media audio

visual

Suatu kegiatan pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan

ceramah dengan menggunakan media audio visual

Cermah merupakan salah satu metode pendidikan

kesehatan yang biasa di gunakan pada kelompok besar

dengan peserta lebih dari 15 orang dimana sasaran

metode ini baik untuk yang berpendidikan tinggi

maupun rendah (Notoatmojo, 2007).


3 Metode curah

pendapat

Curah pendapat merupakan modifikasi metode diskusi

kelompok. Prinsipnya sama dengan metode diskusi

kelompok. Bedanya pada permulaannya

pemimpin/penyuluh memancing dengan suatu masalah

dan kemudi peserta memberikan jawaban atau

tanggapan. Tanggapan atau jawaban tersebut ditulis

dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta

mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar

oleh siapapun. Setelah semua peserta mengeluarkan

pendapatnya, tiap peserta dapat mengomentari dan

akhirnya terjadi diskusi (Notoatmodjo, 2007). Curah

pendapat adalah suatu tehnik atau cara mengajar yang

50

dilaksanakan oleh pendidik dengan melontarkan suatu

masalah ke peserta kemudian peserta menjawab atau

memberikan pendapat atau komentar sehingga masalah

tersebut berkembang menjadi masalah baru (Roestyar,


2001).

51

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini digunakan untuk menguji perbedaan pengaruh

pendidikan kesehatan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media

audio visual terhadap pengetahuan siswa di SMAN 4 Tangerang Selatan.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian

menggunakan metode quasy eksperimen. Evaluasi atau post test dilakukan setelah

melakukan intervensi dengan hari yang sama. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi

bias. Jika evaluasi dilakukan pada hari yang berbeda, dikhawatirkan faktor lain

seperti motivasi, pengalaman, persepsi dapat mempengaruhi hasil dalam proses

penelitian.

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

52
Catatan : pengukuran setelah intervensi (posttest) dilakukan pada hari yang sama

dengan intervensi

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang

akan diteliti (Hidayat, 2008). Populasi peneliti adalah seluruh siswa SMAN 4

Tangerang Selatan.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan tehnik random

sampling (Hidayat, 2008).

Sampel yang digunakan didasarkan pada kriteria inklusi:

a. Siswa SMAN 4 Tangerang selatan kelas X.

b. Bersedia mengikuti pendidikan kesehatan HIV/AIDS.

Jumlah sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus penelitian

eksperimen (hidayat, 2007):

(t 1)(r

t = banyak kelompok perlakuan

r = jumlah replikasi

53
(t 1)(r

maka peneliti mengambil sampel 16 orang untuk kelompok intervensi

dan 16 orang untuk kontrol. Agar tidak terjadi subyektivitas serta bias baik

dalam pengambilan kelas yang akan diintervensi, responden dan penentuan

metode yang akan diberikan di setiap kelas maka peneliti menggunakan

system random sampling yang bekerja sama dengan pihak sekolah.

C. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMAN 4 Tangerang Selatan. Berdasarkan

studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di beberapa sekolah di daerah

tangerang selatan diantaranya SMAN 1 Tangerang selatan, SMAN 4

Tangerang selatan dan SMAN 6 Tangerang Selatan yang dilakukan mulai

tanggal 8-20 November 2010 SMAN 4 Tangerang Selatan memiliki tingkat

pengetahuan HIV AIDS paling rendah. Pengambilan data dilakukan dengan

system random di setiap sekolah disertai dengan format inform concent. Maka

peneliti akan mengadakan penelitian di SMAN 4 Tangerang Selatan.

D. Waktu penelitian

Waktu penelitian efektif dilakukan selama pada bulan Februari 2011.

54
E. Etika penelitian

Penelitian ini juga memenuhi beberapa prinsip etik dan formulir

inform consent yang diberikan sebelum dilakukan penelitian.

1. Prinsip etik

a. Self determinan

Responden diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan

apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan

penelitian, setelah semua informasi yang berkaitan dengan

penelitian dijelaskan, dengan menandatangani informed

consent yang disediakan.

b. Anonymity

Selama kegiatan penelitian nama responden tidak dicantumkan

dan peneliti menggunakan nomor responden.

c. Confidentiality

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dan informasi

yang diberikannya. Semua catatan dan data responden

disimpan sebagai dokumentasi penelitian.

d. Protection From Discomfort

Responden bebas dari rasa tidak nyaman. Sebelum penelitian

dilakukan responden.

55
F. Instrumen penelitian

1. Kuisioner

Instrumen kuisioner penelitian yang digunakan untuk

pengumpulan data ada dua macam yang terdiri dari: A berisi data

demografi singkat yang terdiri dari pertanyaan tentang insial responden

dan kelas responden, namun data ini tidak diolah hanya untuk

memudahkan peneliti dalam penelitian. kuesioner B berisi tentang

pengetahuan yang berkaitan tentang HIV AIDS. Kuesioner B

(pengetahuan) terdiri dari 20 pertanyaan yang berkaitan dengan HIV

AIDS terdiri dari 5 pertanyaan pengertian dan penyebab, 5 pertanyaan

tanda dan gejala, 5 pertanyan penularan dan 5 pencegahan. Penetapan nilai

pengetahuan berdasarkan total skor yang benar yang diperoleh. Setiap

jawaban benar dari instrument B diberi nilai 1, jika jawaban salah diberi

nilai 0.

2. Video dokumenter HIV AIDS

Video tersebut diedit dengan menggunakan software corel

videostudio pro X3. Sumber utama didapatkan dari web side Komisi

Penanggulangan AIDS (KPA). Isi utama video tersebut meliputi:

a. Pengantar

b. Muhasabah dan ilsutrasi tentang HIV AIDS

c. Teori terkait HIV AIDS


d. Penjelasan terkait HIV oleh para pakar dari KPA dan instansi terkait

e. Pendeskripsian oleh para korban /ODHA.

56

f. Kesimpulan dan penutup.

G. Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen / Kuisioner

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti

sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur

data. Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini kuisioner)

dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing

variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid

bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor

totalnya (Hastono, 2007). Uji validitas ini dilakukan di kawasan

Tangerang Selatan dengan mengambil responden untuk uji ini berjumlah

30 orang.

Tehnik korelasi yang digunakan korelasi pearson product moment

(r) dengan keputusan uji:

Bila r hitung lebih besar dari r tabel H0 ditolak artinya variabel valid

Bila r hitung lebih kecil dari r tabel H0 diterima artinya variabel tidak
valid.

Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil dari 40 pertanyaan

hanya 20 pertanyaan yang digunakan pada penelitian ini (valid) yaitu

pertanyaan nomor ( 1, 2, 3, 6, 8, 12, 13, 15, 16, 17, 22, 23, 26, 27, 30, 32,

35, 36, 37 dan 40) dan pertanyaan kuesioner (valid) inilah yang dijadikan

pertanyaan dalam penelitian ini.

57

2. Reliabilitas

Reabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan sejauh mana

hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau

lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama.

Pertanyaan dikatakan reabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan

adalah konsisten atau stabul dalam saku waktu (Hastono, 2007)

Uji validitas reliabilitas akan dilakukan dengan 10 sampel diambil

secara random, setelah itu baru diuji kevaliditasan dan kereabilitasannya.

Uji validitas dan reabilitas ini akan dilakukan setelah seminar proposal

skripsi dengan pertimbangan peneliti ingin mengetahui masukan baik

saran, kritik maupun koreksi dari para penguji di saat seminar proposal

tentang kuisioner penelitian ini. Menurut Djemari (2003) dalam


Riwidikdo (2008) kuesioner atau angket dikatakan reabel jika memiliki

nilai alpha minimal 0,7. Uji reabilitas ini sendiri menggunakan model

Alpha Cronbach. Setelah dilakukan uji reliabilitas maka di dapatkan hasil

untuk pertanyaan tentang pengertiann dan penyebab HIV AIDS adalah

0,724, untuk pertanyaan tanda dan gejala HIV AIDS adalah 0,738, untuk

pertanyaan penularan HIV AIDS adalah 0,712 dan untuk pertanyaan

prncegahan HIV AIDS adalah 0,724

Untuk penyuluhannya sendiri akan diuji untuk ketepatan waktu

dan konsep serta materi penyuluhanya agar tidak terjadi kesalahan dalam

58

penyampaian materi. Pengujian akan dilakukan dan dibimbing oleh

seorang trainer, beliau adalah pakar pendidikan yang telah berpengalaman

dalam dunia pendidikan yang mengajar di SMAN 28 Jakarta

H. Prosedur pengumpulan data

1. Prosedur administrasi

a. Pengumpulan data setelah mendapat izin dari SMAN 4 Tangerang

Selatan.

b. Melakukan sosialisasi penelitian pada kepala SMAN 4 Tangerang

Selatan beserta jajarannya yang terkait kemudian dibuat

kesepakatan untuk melaksanakan program pendidikan kesehatan


HIV AIDS di SMAN 4 Tangerang Selatan.

c. Mengidentifikasi responden yang memiliki kriteria inklusi

penelitian.

d. Meminta calon responden terpilih agar bersedia menjadi responden

setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedut

penelitian serta hak dan kewajiban selama menjadi responden.

Responden yang bersedia kemudian diminta menandatangani

informed consent.

2. Prosedur persiapan sebelum intervensi

a. Sebelum memberikan perlakuan berupa pendidikan kesehatan HIV

AIDS baik metode curah pendapat maupun ceramah menggunakan

media audio visual peneliti membuat instrument penelitian dan

59

media pendidikan kesehatan yang merujuk dari beberapa sumber

yang relevan

b. Peneliti memberikan kriteria untuk penyuluh diantaranya:

a) Penyuluh adalah mahasiswa kesehatan yang sebelumnya telah

mendapatkan materi tentang HIV AIDS.

b) Penyuluh telah mengetahui dan telah mendapatkan materi

bagaimana cara mengajar yang efektif yang sebelumnya


diberikan pengarahan untuk cara pembelajaran tersebut yang

sebelumnya akan ditrainning terlebih dahulu.

c) Penyuluh mengerti arti dari metode curah pendapat dan

ceramah berikut kekurangan dan kelebihannya.

d) Penyuluh dapat menggunakan media audio visual dan mengerti

baik kekurangan dan kelebihan media tersebut.

c. Pelatihan tehnik pembelajaran untuk penyuluh

Sebelum dilakukan penyuhan akan dilakukan training untuk

mempersiapkan para penyuluh dalam menyampaikan materi HIV

AIDS. Penyuluh akan dibimbing dan diberikan arahan oleh

trainer. Adapun pelaksanaan training adalah sebagai berikut:

a) Pembukaan yang lansung disampaikan oleh peneliti.

b) Acara inti sekaligus pengarahan yaitu penyampaian materi

tentang pembelajaran melalui ceramah dan curah pendapat

dan media audio visual oleh trainer.

60

c) Demonstrasi ceramah menggunakan media audio visual

dan curah pendapat oleh trainer sebagai contoh.

d) Redemonstrasi ceramah menggunakan media audio visual

oleh penyuluh satu dan curah pendapat oleh penyuluh


dua(gladi kotor).

e) Pengarahan tekhnis dan evaluasi proses dari trainer serta

validasi.

f) Redemonstrasi kedua ceramah menggunakan media audio

visual oleh penyuluh satu dan curah pendapat oleh

penyuluh dua setelah evaluasi proses.

g) Evaluasi secara keseluruhan trainer.

h) Penutup oleh peneliti.

3. Prosedur intervensi.

a. Pre-test tingkat pengetahuan dilakukan sebelum responden

mendapatkan pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS.

b. Responden terdiri dari dua kelompok dimana tiap-tiap kelompok

mendapatkan pendidikan kesehatan HIV AIDS hanya dengan

metode yang berbeda. Kelompok A menggunakan metode curah

pendapat yang berasal dari kelas X-6 dan kelompok B

menggunakan ceramah dengan menggunakan media audio visual.

Pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS yang berasal dari kelas

X-2. intervensi dilakukan di kelas dengan watu 60 menit.

Intervensi dilakukan secara terpisah dengan satu waktu.

61
c. Pelaksanaan pendidikan kesehatan HIV AIDS metode ceramah

menggunakan media audio visual (terlampir).

d. Pelaksanaan Pendidikan kesehatan HIV AIDS metode curah

pendapat (terlampir).

e. Evaluasi post-test pengetahuan untuk kelompok perlakuan

ceramah dan curah pendapat tersebut dilakukan setelah intervensi

dengan hari yang sama.

f. Setelah posstes selesai peneliti melakukan pendidikan kesehatan di

kelompok curah pendapat dengan metode ceramah menggunakan

media audio visual.

g. Hasil yang didapat dari data yang ada kemudian di analisis.

I. Pengolahan Data

Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan

tujuan mengubah data informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh

dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan terutama dalam pengujian

hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus

ditempuh, diantaranya (Hidayat, 2008)

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

62
b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini

sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam

satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti

suatu kode dari suatu variabel.

c. Entry data

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base computer, kemudian

membuat distribusi frekuensi sederhana.

d. Cleaning data

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data

yang sudah dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak, sehingga data

siap dianalisa.

J. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi dan persentase dari

setiap variabel yang dikehendaki dari table distribusi.


63

2. Analisis Bivariat

a. Uji beda dua mean dependen

Uji ini digunakan dalam untuk melihat perbadaan pengaruh

keterpaparnya metode pendidikan kesehatan, pengetahuan HIV

AIDS sebelum penyuluhan (per-test), dan pengetahuan HIV

AIDS setelah penyuluhan (post test). Tahapan yang harus

dilakukan terlebih dahulu uji normalitas, setelah diketahui

hasilnya normal maka dilakukan pengujian dengan uji T

dependen. Jika hasilnya tidak normal maka dilakukan pengujian

non parametrik yaitu uji wilcoxon (Hastono, 2007).

b. Uji beda dua mean independen

Uji beda dua mean digunakan untuk mengetahui perbedaan antar

kelompok (kelompok dengan metode ceramah dan kelompok

dengan metode curah pendapat. Tahapan yang harus dilalui

adalah:

a) Menentukan selisih pre-test da post-test pada setiap

kelompok.

b) Menguji homogenitas varian

c) Analisis dengan T independen.

artinya ada
perbedaan/ ada hubungan, namun sebaliknya bila Pvalue > 0,05

maka H0 diterima, artinya tidak ada perbedaan /tidak ada

hubngan antara keduanya.

64

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di SMAN 4 Tangerang Selatan. Dimana jumlah sampel

terdiri dari 32 responden, 16 responden yang diberi intervensi pendidikan kesehatan

HIV AIDS dengan metode curah pendapat yang berasal dari kelas X-6 dan 16

responden yang diberikan intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode

ceramah dengan media audio visual yang berasal dari X-2. Penelitian ini dilakukan

tanggal 4 hingga 14 Februari 2010 dan pada saat hari pelaksanaan intervensi

pendidikan kesehatan HIV AIDS peneliti menggunakan waktu KBM (Kegiatan

belajar mengajar) yang telah diberikan izin sebelumnya oleh pihak sekolah. Intervensi

tersebut dilakukan dengan satu waktu. Penelitian tersebut diawas oleh guru yang

mengajar pada jam tersebut dan intervensi berjalan dengan lancar.

A. Gambaran Lokasi Penelitian

SMAN 4 Tangerang Selatan adalah sebuah sekolah negeri yang berada di

Jalan WR. Supratman No. 1 kecamatan Ciputat Timur Tangerang Selatan dengan

nomor statistik sekolah 301300410010. Sekolah tersebut dibuka pada tahun 1994

dengan SK/izin pendirian sekolah no. 0260/0/1994 tgl/bln/thn 5-10-1994 dengan

SK akreditasi terakhir No. Ma00352 28.SMA/MA.042.09. Jumlah Seluruh siswa

adalah 1062 siswa yang terdiri dari 505 laki-laki dan 557 perempuan. Untuk
siswa kelas X berjumlah 374 siswa yang terdiri dari 174 laki-laki dan 200

perempuan. Untuk siswa kelas XI berjumlah 350 siswa yang terdiri dari 166 laki-

65

laki dan 184 perempuan. Untuk kelas XII berjumlah 348 siswa yang terdiri dari

164 laki-laki dan 173 perempuan. Ruangan-ruangan yang berada di sekolah

tersebut dalam kondisi baik dengan jumlah luas ruangan 3173 m2 yang terdiri

dari Ruang teori/kelas berjumlah 27 ruangan, ruang perpustakaan, ruangan

keterampilan, ruang UKS, koperasi, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang TU,

ruang BP/BK, WC guru, ruang ibadah, ruang penjaga sekolah, kantin, ruang

wakil kepala sekolah, labolatorium bahasa yang masing-masing berjumlah 1

ruangan, ruang osis berjumlah 2 ruangan, labolatorium IPA berjumlah 2 ruangan

dan labolatorium kompoter 3 ruangan. Perlengkapan kegiatan belajar mengajar

yang terdiri dari ruang teori dan praktek terdapat 100 komputer, 2 printer, 3 LCD,

1 lemari, 2 TV/audio, 675 meja pesarta didik, 1073 kursi peserta didik dan 2

layar/screen. Ketenagaan SMAN 4 Tangerang selatan sendiri terdiri dari 1 kepala

sekolah dibantu dengan 6 wakil kepala sekolah yang merangkap sebagai guru, 57

guru mata ajar dan 19 tenaga administrasi. Tenaga guru sendiri terdiri dari guru

tetap berjumlah 46 yang terdiri dari 18 laki-laki dan 28 perempuan, guru tidak

tetap 10 orang yang terdiri dari 7 laki-laki dan 3 perempuan.

66
B. Analisis Univariat

1. Pengetahuan siswa sebelum intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS

di kedua kelompok baik curah pendapat dan ceramah dengan audio

visual

Pengetahuan siswa sebelum intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS di

kedua kelompok baik curah pendapat maupun ceramah dengan audio visual

dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1

Distribusi statistik deskriptif pengetahuan siswa sebelum intervensi

pendidikan kesehatan HIV AIDS di kedua kelompok baik curah

pendapat dan ceramah dengan audio visual

Metode N Min Max Mean SD median 95%CI

Curah

pendapat

16 5.00 7.00 6.0313 0.69447 6.2500 5.6612 - 6.4013

Ceramah

audio

visual

16 4.50 8.00 6.2500 0.93095 6.2500 5.7539 - 6.7461

Hasil analisis didapat rata-rata pengetahuan siswa sebelum intervensi

pendidikan kesehatan HIV AIDS untuk metode curah pendapat adalah 6.0313

(95 % CI: 5.6612 - 6.4013), median 6.25 dengan standar deviasi 0.6944. Nilai
terendah adalah 5 dan yang tertinggi 7. Dari hasil estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95 % diyakini pengetahuan siswa sebelum intervensi

pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat adalah

diantara 5.6612 sampai 6.4013. Sedangkan pengetahuan siswa sebelum

67

intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan ceramah dengan audio

visual adalah 6.25 (95 % CI: 5.7539 - 6.7461), median 6.25 dengan standar

deviasi 0.93095. Nilai terendah untuk kelompok ceramah dengan audio visual

sebelum intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS adalah 4.5 dan yang

tertinggi 8. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 %

diyakini pengetahuan siswa sebelum intervensi pendidikan kesehatan HIV

AIDS dengan metode ceramah dengan audio visual pendapat adalah diantara

5.7539 sampai dengan 6.7461.

2. Pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS di

kedua kelompok baik curah pendapat dan ceramah dengan audio visual

Pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS di

kedua kelompok baik curah pendapat dan ceramah dengan audio visual dapat

dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2

Distribusi statistik deskriptif pengetahuan siswa setelah intervensi

pendidikan kesehatan HIV AIDS di kedua kelompok baik curah

pendapat dan ceramah dengan audio visual


Metode N Min Max Mean SD Median 95%CI

Curah

pendapat

16 7.00 8.50 7.5313 0.53131 7.5 7.2481 - 7.8144

Ceramah

audio

visual

16 6.00 9.00 7.5938 1.05228 8.0 7.0330 - 8.1545

68

Hasil analisis didapat rata-rata pengetahuan siswa setelah intervensi

pendidikan kesehatan HIV AIDS untuk metode curah pendapat adalah 7.5313

(95 % CI:7.2481 - 7.8144), median 7.5 dengan standar deviasi 0.53131. Nilai

terendah adalah 7 dan yang tertinggi 8.5. Dari hasil estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95 % diyakini pengetahuan siswa setelah intervensi

pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat adalah

diantara 7.2481 sampai 7.8144. Sedangkan pengetahuan siswa setelah

intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan ceramah dengan audio

visual adalah 7.5938 (95 % CI: 7.0330 - 8.1545), median 8.0 dengan standar

deviasi 1.05228. Nilai terendah untuk kelompok ceramah dengan audio visual

setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS adalah 6 dan yang


tertinggi 9. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 %

diyakini pengetahuan siswa setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV

AIDS dengan metode ceramah dengan audio visual pendapat adalah diantara

7.0330 sampai dengan 8.1545

C. Analisis Bivariat

1. Uji Normalitas

a. Uji Normalitas Metode Curah Pendapat

Normalitas hasil pengetahuan siswa sebelum dan sesudah

pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dapat

dilihat pada tabel 5.3.

69

Tabel 5.3

Distribusi hasil normalitas pengetahuan siswa sebelum dan sesudah

pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat

Hasil uji dapat dilihat pada nilai pretes curah pendapat

kolmogorov-sminornov Z, dengan nilai 1.001, sedangkan hasil posttest

kolmmogorov-Smirnov adalah 0.885.Hasil tersebut kemudian

dibandingkan dengan harga Z tabel (1,96), dengan demikian Z hitung

< Z tabel dengan demikian Ho diterima yang artinya data berdistribusi


normal.

Pada uji normalitas diatas didapat pula pada uji pretes curah

pendapat harga signifikan yang ada besarnya adalah 0.269, sedangkan

pada postes curah pendapat didapatkan harga signifikan yang ada

sebesar 0.442, sehingga signifikasi (p>0.05) dengan demikian H0

diterima yang artinya daya berdistribusi normal

b. Uji Normalitas Metode Ceramah

Normalitas hasil pengetahuan siswa sebelum dan sesudah

pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah dengan audio

visual dapat dilihat pada tabel 5.4

Curah pendapat N Mean SD Kolmogorov Smirnov Z

Pretes

Postes

16

16

6.0313

7.5313

0.694

0.5313
1.001

0.865

70

Tabel 5.4

Distribusi hasil normalitas pengetahuan siswa sebelum dan sesudah

pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat

Ceramah audio

visual

N Mean SD Kolmogorov Smirnov Z Asymp. Sig

(2-tailed

Pretes

Postes

16

16

6.25

7.59

0.93
1.05

0.423

0.851

0.994

0.464

Hasil uji dapat dilihat pada nilai pretes ceramah audio visual

kolmogorov-sminornov Z, dengan nilai 0.423, sedangkan hasil posttest

kolmmogorov-Smirnov adalah 0.851. Hasil tersebut kemudian

dibandingkan dengan harga Z tabel (1,96), dengan demikian Z hitung

< Z tabel dengan demikian Ho diterima yang artinya data berdistribusi

normal.

Pada uji normalitas diatas didapat pula pada uji pretes ceramah

dengan audio visual harga signifikan yang ada besarnya adalah 0.994,

sedangkan pada postes ceramah audio visual didapatkan harga

signifikan yang ada sebesar 0.464, sehingga signifikasi (p>0.05)

dengan demikian H0 diterima yang artinya daya berdistribusi normal.

71

2. Perbedaan Pengetahuan HIV AIDS Antara Sebelum dan Sesudah

Intervensi pada Setiap Kelompok

Rata-Rata Pengetahuan Siswa Antara Sebelum dan Sesudah Intervensi

pendidikan kseehatan HIV AIDS pada setiap Kelompok dapat dilihat


pada tabel berikut.

Tabel 5.5

Distribusi Perbedaan Pengetahuan Siswa Antara Sebelum dan Sesudah

Intervensi pada Kelompok Curah Pendapat dan Cermah dengan Audio

Visual

Metode P value N T

Curah Pendapat

Ceramah dengan audio visual

0,0001

0,0001

16

16

-9,487

-6,177

Nilai T bernilai negatif dalam penelitian ini, hal tersebut menunjukan

adanya pertambahan pengetahuan dimana nilai pretes lebih kecil dari pada

postes. Nilai T tersebut juga menunjukan kemaknaan atau seberapa

pengaruhnya metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio

visual tersebut dalam penelitian ini terhadap pengetahuan. Dimana untuk

curah pendapat bernilai -9,487 dan ceramah menggunakan medio audio visual
-6,177.

Hasil uji T dependen pada curah pendapat didapatkan nilai p=0,0001.

Dengan demikian maka

72

dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan pengetahuan siswa antara

sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok curah pendapat .

Hasil uji T dependen metode ceramah dengan audio visual didapatkan

demikian maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan

pengetahuan siswa antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok

ceramah dengan media audio visual.

3. Perbedaan Pengaruh Intervensi Pendidikan Kesehatan HIV AIDS

dengan Metode Curah Pendapat dan Ceramah dengan Media Audio

Visual

Pengaruh intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS kedua metode

terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan pada penelitian ini

adalah selisih skor pengetahuan siswa sebelum dan setelah dilaksanakannya

intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan masing-masing metode

pada dua kelompok. Metode tersebut pada kelompok pertama adalah curah

pendapat dan kelompok kedua adalah ceramah dengan media audio visual.

Perbedaan pengaruh intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS antara

kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 5.6.


73

Tabel 5.6

Distribusi Perbedaan Rata-Rata Selisih Skor Pengetahuan dan Standar

Deviasi pada Kedua Kelompok

Metode Mean SD P.Value N

Curah pendapat

Ceramah dengan audio visual

1.5000

1.3438

0.63246

0.87023

0.566 16

16

Tabel 5.6 di atas menunjukkan rata-rata selisih skor pengetahuan HIV

AIDS pada 2 kelompok antara sebelum dan setelah intervensi penyuluhan

dengan masing-masing metode. Pada kelompok curah pendapat rata-rata

selisih skor pengetahuan HIV AIDS sebelum dan setelah penyuluhan adalah

1,5 poin dengan standar deviasi 0,632. Sedangkan pada kelompok ceramah

dengan media audio visual rata-rata selisih skor pengetahuan HIV AIDS

sebelum dan setelah pendidikan kesehatan adala 1.34 poin dengan standar

deviasi 0.87.
Untuk mengetahui uji mana yang kita pakai, dapat dilihat dari uji

kesamaan varian melalui uji levene. Pada nilai p dari levene test, nilai p>

alpha (0,05) varian sama jka p < alpha maka varian berbeda. Dari uji ini

menghasilkan nilai p = 0,706 berarti varian sama. Maka dalam perhitungan

statistik kita lihat uji T untuk varian yang sama.

Hasil Uji T Independen menunjukkan bahwa nilai derajat kemaknaan

perbedaan antara rata-rata selisih skor pengetahuan HIV AIDS sebelum dan

74

setelah penyuluhan antara kedua kelompok adalah sebesar 0,566. Dengan

demikian pada (alpha) 5% tidak ada perbedaan rata-rata selisih skor

pengetahuan HIV AIDS yang bermakna atau tidak ada perbedaan pengaruh

intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS yang bermakna antara metode

curah pendapat dengan ceramah dengan media audio visual (Pvalue = 0,566).

75

BAB VI

PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat

1. Pengetahuan HIV AIDS pada kedua kelompok sebelum intervensi

pendidikan kesehatan HIV AIDS

Hasil penelitian ini menunjukan nilai rata-rata pengetahuan HIV AIDS

kedua kelompok sebelum dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan HIV

AIDS sebelum dilaksanakan intervensi pendidikan kesehatan tidak jauh

berbeda. Rata-rata skor pengetahuan HIV AIDS sebelum intervensi

pendidikan kesehatan dengan metode curah pendapat 6,03. Sedangkan rata-

rata skor pengetahuan HIV AIDS sebelum intervensi pendidikan kesehatan

pada kelompok ceramah dengan media audio visual adalah 6.25. Dengan

demikian selisihnya hanya sebesar 0,22. Dari hasil ini dapat disimpulakan

bahwa pengetahuan HIV AIDS siswa sebelum intervensi pendidikan

kesehatan hampir sama (homogen).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ernawati (2008) yang berjudul

efektivitas edukasi dengan menggunakan panduan pencegahan osteoporosis

terhadap pengetahuan wanita yang beresiko osteoporosis di rumah sakit

fatmawati 2008 dimana rata-rata skor pengetahuan tahap awal pada kelompok

kontrol (73,82) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok intervensi

(71,21), namun secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna.

75

Semua responden adalah siswa di kelas X dan berada di lokasi yang


sama yaitu sekolah. Sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran informasi

sesama responden.

2. Pengetahuan HIV AIDS pada Kedua Kelompok Setelelah Intervensi

Pendidikan Kesehatan HIV AIDS

Berdasarkan hasil penelitian ini kita mendapatkan informasi skor

pengetahuan HIV AIDS siswa tertinggi setelah dilaksanakan pendidikan

kesehatan adalah 9 (1 orang curah pendapat dan 3 orang ceramah

menggunakan media audio visual) dan skor terendahnya adalah 6 (3 orang

ceramah menggunakan media audio visual). Skor pengetahuan tertinggi

setelah dilakukan pendidikan kesehatan sudah sangat baik. Skor yang paling

banyak diperoleh oleh kelompok curah pendapat adalah 7 (6 orang).

Sedangkan pada kelompok ceramah yang paling banyak diperoleh oleh

responden adalah 8 (5 orang).

Setelah intervensi pendidikan kesehatan, terjadi peningkatan rata-rata

skor pengetahuan HIV AIDS kedua kelompok. Rata-rata pengetahuan siswa

yang mendapatkan pendidikan kesehatan dengan metode curah pendapat

setelah intervensi adalah 7,5625 dengan standar deviasi 0,602. Sedangkan

untuk siswa yang mendapatkan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah

dengan media audio visual 7,5938 dengan standar deviasi 1,052. Menurut

Tana (2004) dalam nurfitrianie (2008), berbagai faktor yang mungkin

75
berpengaruh pada penyuluhan adalah penyuluh, materi yang diberikan, media

penyuluhan serta sasaran yang disuluh.materi yang disampaikan cukup

menarik dilihat dari antusias responden, media pada metode ceramah pun

menggunakan media audio visual dimana peneliti mencoba memaksimalkan

semua panca indra dalam penelitian ini baik penglihatan maupun

pendengaran. Sasaran penelitian ini pun cukup dapat membuat pendidikan

kesehatan ini berpengaruh karena sasarannya adalah siswa kelas X yang

mempunyai motivasi tinggi untuk mengetahui berbagai macam hal salah

satunya HIV AIDS. Penyuluh pada penelitian ini berusaha untuk membuat

lebih aktif responden baik di kelompok curah pendapat dan ceramah dengan

audio visual dengan cara memberikan pertanyaan yang meransang responden

untuk berfikir lebih dalam, agar lebih menarik dalam pelaksanaan intervensi

dan mempunyai kemauan untuk lebih ingin tahu terhadap materi yang

disampaikan. Penyuluh juga membuat suatu ilustrasi baik berupa keterangan

diskripif di kedua kelompok maupun ilustrasi audio visual di kelompok

ceramah dengan media audio visual yang membuat responden ingin bertanya

dan lebih aktiv dalam pelaksanaan intervensi. Penyuluh juga memberikan

reward kepada setiap responden yang bertanya maupun memberikan jawaban

berupa tepuk tangan oleh penyuluh yang diikuti oleh responden yang lain dan

pujian yang membuat responden lebih dihargai jawabannya maupun

pertanyaannya. Dalam pelaksanaan intervensi agar suasana tidak terlalu serius

dan lebih hangat penyuluh selingi dengan canda maupun lawakan cerdas.
75

B. Analisis Bivariat

1. Perbedaan Pengetahuan HIV AIDS antara Sebelum dan Setelah

Pendidikan kesehatan pada Kelompok Metode Curah Pendapat

Ada beberapa bentuk metode yang dapat membuat agar peserta

lebih aktiv dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan selain metode curah

pendapat diantaranya diskusi kelompok, bola salju, bruzz group,

memainkan peran serta simulasi. Semua metode diatas diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan peserta didik melebihi metode yang hanya

terdapat komunikasi satu arah (Notoatmodjo, 2007).

Metode curah pendapat merupakan modifikasi metode diskusi

kelompok. Prinsipnya sama dengan diskusi kelompok. Bedanya pada

permulaan pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah atau

tanggapan (cara pendapat). Dan tanggapan tersebut ditampung dalam

papan tulis. Sebelum semua perserta mencurahkan pendapatnya, tidak

boleh diberi komentar oleh siapa pun. Baru setelah selesai tiap anggota

dapat mengomentari akhirnya terjadi diskusi (Notoatmodjo, 2007).

Sebelum peneliti membahas hasil Pengetahuan HIV AIDS antara

sebelum dan setelah pendidikan kesehatan pada kelompok metode curah

Pendapat, peneliti ingin membahas kenormalitasan variabel yang ada.

Berdasarkan uji normalitas hasil uji didapatkan informasi bahwa pada

nilai pretes curah pendapat kolmogorov-sminornov Z, dengan nilai 1.001,


sedangkan hasil posttest kolmmogorov-Smirnov adalah 0.885.Hasil

75

tersebut kemudian dibandingkan dengan harga Z tabel (1,96), dengan

demikian Z hitung < Z tabel dengan demikian Ho diterima yang artinya

data berdistribusi normal.

Pada uji normalitas tersebut didapat pula informasi bahwa pada uji

pretes curah pendapat harga signifikan yang ada besarnya adalah 0.269,

sedangkan pada postes curah pendapat didapatkan harga signifikan yang

ada sebesar 0.442, sehingga signifikasi (p>0.05) dengan demikian H0

diterima yang artinya daya berdistribusi normal. Maka karenakan variabel

tersebut diatas berdistribusi normal maka peneliti menggunakan Uji T.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini rata-rata

pengetahuan siswa tentang HIV AIDS pada pretest adalah 6,0313 dengan

standar deviasi 0,694. Pada saat posttest didapat rata-rata pengetahuan

siswa adalah 7,7313 dengan standar deviasi 0,5313. Dari tabel diatas kita

bisa mendapatkan informasi perbedaan nilai mean antara pretest dan

posttest adalah 1,7 dengan standar deviasi -0,16.

Hasil uji T dependen didapatkan nilai p=0,000. Nilai ini lebih kecil

disimpulkan ada perbedaan yang signifikan pengetahuan siswa antara

sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok curah pendapat


Dalam penelitian Bantarti (2000) yang berjudul pengaruh

pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang HIV

AIDS pada siswa siswi SMU di Kotamadya Depok didapatkan

peningkatan pengetahuan pada kelompok pendidikan kelompok sebaya.

75

Hal ini sejalan dengan penelitian Nurfitrianie (2008) yang berjudul

perbedaan pengaruh intervensi penyuluhan antara media kartu berjodoh

dengan media lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan gizi dan

faktor yang berhubungan pada ibu balita di Kecamatan Babelan,

Kabupaten Bekasi tahun 2008 berdasarkan hasil diperoleh bahwa rata-rata

skor pengetahuan gizi sebelum penyuluhan dengan media kartu berjodoh

adalah 30,86 poin. Kemudian setelah penyuluhan terjadi peningkatan rata-

rata skor pengetahuan gizi sebesar 6,57 poin. Hasil uji T Dependen

menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara skor

pengetahuan gizi sebelum dan setelah penyuluhan pada kelompok ibu

yang mendapatkan intervensi penyuluhan dengan media kartu berjodoh

(Pvalue = 0,000).

Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian

sebelumnya. Penelitian Saefullah (1997) yang menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan bermakna antara nilai rata-rata pengetahuan pre-test

(sebelum penyuluhan) dengan nilai rata-rata pengetahuan post-test (setelah


penyuluhan) (Pvalue = 0,000). Penelitian Notoatmodjo (1988)

membuktikan bahwa pengetahuan baik pada kelompok permainan dan

kelompok ceramah meningkat secara bermakna setelah penyuluhan.

75

2. Perbedaan Pengetahuan HIV AIDS antara Sebelum dan Setelah

Pendidikan kesehatan pada Kelompok Metode Ceramah Dengan

Audio Visual

Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional

dan telah lama dijalankan dalam usaha menularkan pengetahuan secara

lisan atau ceramah. Cara ini terkadang membosankan maka dalam

pelaksanaannya memerlukan keterampilan tertentu. Cara mengajar cermah

dapat dikatakan juga sebagai tehnik kuliah, merupakan suatu cara

mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau

informasi, atau uraian tentang suatu pokok permasalahan secara lisan

(Roestyah, 2001).

Seperti halnya curah pendapat di ceramah dengan audio visual

sebelum menentukan uji apa yang dipakai maka peneliti sebelumnya

melakukan uji normalitas setiap variabel. Hasil uji dapat didapatkan

informasi pada nilai pretes ceramah audio visualkolmogorov-sminornov

Z, dengan nilai 0.423, sedangkan hasil posttest kolmmogorov-Smirnov


adalah 0.851. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan harga Z tabel

(1,96), dengan demikian Z hitung < Z tabel dengan demikian Ho diterima

yang artinya data berdistribusi normal.

Pada uji normalitas diatas didapat pula pada uji pretes ceramah

dengan audio visual harga signifikan yang ada besarnya adalah 0.994,

sedangkan pada postes ceramah audio visual didapatkan harga signifikan

75

yang ada sebesar 0.464, sehingga signifikasi (p>0.05) dengan demikian

H0 diterima yang artinya data berdistribusi normal. Maka dengan

mengetahui hasil tersebut data berdistribusi normal peneliti menggunakan

uji T.

Rata-rata pengetahuan siswa tentang HIV AIDS pada pretest

adalah 6,25 dengan standar deviasi 0,93. Pada saat posttest didapat rata-

rata pengetahuan siswa adalah 7,59 dengan standar deviasi 1.05. Dari tabel

diatas kita bisa mendapatkan informasi perbedaan nilai mean antara

pretest dan posttest adalah 1,34 dengan standar deviasi 0.12.

Hasil uji T dependen didapatkan nilai p=0,000. Nilai ini lebih kecil

disimpulkan ada perbedaan yang signifikan pengetahuan siswa antara

sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok ceramah dengan media

audio visual.
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Ernawati (2008) dimana

pada penelitian tersebut didapatkan rata-rata pengetahuan sebelum dan

sesudah intervensi pada kelompok intervensi yang berbeda. Pada

kelompok intervensi hasil pengukuran pengetahuan mengalami

peningkatan yang bermakna dimana rata-rata skor pretes adalah 71,21 dan

postes 91,34, uji statistic membuktikan bahwa peningkatan tersebut

bermakna dengan nilai p = 0.000 artinya intervensi yang diberikan berupa

edukasi dengan menggunakan pedoman osteoporosis dapat meningkatkan

pengetahuan.

75

Metode ceramah ini diberikan pada kelompok responden yang

bersekolah tingkat pertama (kelas X) yang notabene adalah respon yang

berpendidikan. Menurut Notoatmodjo (2003) cermah baik untuk sasaran

yang berpendidikan tinggi maupun rendah.

3. Perbedaan Peningkatan Pengetahuan HIV AIDS Siswa antara Kedua

Kelompok

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan yang bermakna antara peningkatan pengetahuan HIV AIDS

siswa (selisih skor pegetahuan HIV AIDS sebelum dan setelah intervensi

pendidikan kesehatn) pada kelompok siswa yang mendapatkan intervensi


pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan

ceramah dengan media audio visual (Pvalue = 0,566).

Rata-rata selisih skor pengetahuan HIV AIDS sebelum dan setelah

dilaksanakan pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah

pendapat adalah 1,5. Sedangkan pada kelompok ceramah dengan audio

visual rata-rata selisih skor pengetahuan HIV AIDS sebelum dan setelah

penyuluhan adalah 1,34. Dengan demikian ada perbedaan rata-rata selisih

skor pengetahuan HIV AIDS di antara keduanya walaupun hanya sebesar

0,16.

75

Jumlah responden yang mengalami peningkatan pengetahuan

pada kelompok curah pendapat pada kelompok curah pendapat adalah

sebanyak 16 orang. Berdasarkan perhitungan rumus efektivitas, maka

nilai efektivitas kelompok curah pendapat adalah 100%. Sedangkan

jumlah responden yang mengalami peningkatan pengetahuan pada

kelompok ceramah dengan media audio visual sebanyak 15 orang, maka

milai efektivitas pada kelompok ini adalah 93,75 %. Dengan demikian

selisih efektivitas metode curah pendapat dan ceramah dengan media

audio visual adalah sebesar 6,25 %. Agar peningkatan pengetahuan

lebih efektif maka responden hendaknya mempunyai kesadaran sikap

serta prilaku sehat serta menghindari dari prilaku menyimpang yang


dapat mendekatkan diri kearah HIV AIDS. Diperlukan pula langkah

preventiv dari pihak terkait yang lebih terencana serta

berkesinambungan untuk mencegah masyarakat umumnya dan remaja

pada khususnya ke arah HIV AIDS.

Pada penelitian ini pemberi informasi (penyuluh) pada kedua

kelompok adalah orang yang belum mereka kenal dengan baik,

sehingga hal ini juga dapat mempengaruhi tidak adanya perbedaan

efektivitas penyuluhan yang bermakna di antara kedua media tersebut.

Pendapat ini didasarkan pada Ludlow (2000) dalam nurfitrianie

(2008), yang menyatakan bahwa keberhasilan dalam menyampaikan

informasi sangatlah ditentukan oleh sifat dan mutu informasi yang

75

diterima dan ini pada gilirannya ditentukan oleh sifat dan mutu

hubungan di antara pribadi yang terlibat.

Dalam penelitian ini juga didapatkan informasi bahwa tidak

adanya perbedaan peningkatan pengetahuan HIV AIDS siswa.Hal ini

sejalan dengan hasil uji statistik pengetahuan HIV AIDS siswa pada

saat sebelum dan setelah pendidikan kesehatan. Karena berdasarkan

uji statistik diperoleh hasil tidak adanya perbedaan pengetahuan HIV

AIDS yang bermakna antara kelompok curah pendapat dengan

kelompok ceramah dengan menggunakan media audio visual pada


saat sebelum dan setelah penyuluhan. Hal tersebut dikarenakan salah

satunya ada faktor lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini yang

mempengaruhi pengetahuan diantaranya persepsi, motivasi dan

pengalaman. Dalam penelitian ini juga dalam pemberian intervensi

curah pendapat dilakukan dalam satu kelas yang seharusnya hanya

dilakukan intervensi dengan 16 responden saja.

Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Salmah (1995) dengan

judul pengaruh metode permainan dan ceramah terhadap pendidikan

kesehatan reproduksi didapatkan hasil kedua kelompok dapat

meningkatkan pengetahuan responden, namun ceramah lebih efektif

meningkatkan pengetahuan dibandingkan metode simulasi dan kedua

kelompok tidak berperngaruh kepada retensi memori responden.

75

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Salamah (1995),

yang berjudul pengaruh penggunaan metode pengembangan

keterampilan dan metode ceramah dalam penyuluhan AIDS terhadap

pengetahuan dan sikap pencegahan AIDS siswa SLTA BPK Penabur.

Hasil yang didapat menunjukan bahwa ternyata eksperimen ini

berhasil meningkatkan pengetahuan siswa mengenai AIDS dan sikap

terhadap pencegahan dan penderita HIV AIDS. Pada penelitian ini

metode yang digunakan adalah pengembangan keterampilan dan


ceramah dimana pada pengembangan keterampilan peneliti berusaha

untuk mengikutserkan siswa agar lebih aktif dalam proses pendidikan

kesehatan tersebut. Sedangkan ceramah juaga mengalami peningkatan

pengetahuan walaupun tidak lebih tinggi dari pada pengembangan

keterampilan. hal ini membuktikan pengembangan keterampilan lebih

efektif dari pada ceramah. Pada penelitian ini hampir sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh salamah hanya metode yang dipakai

adalah curah pendapat dan ceramah. Berbeda dengan penelitian

salamah pada penelitian ini ceramah disini menggunakan media audio

visual.

88

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Skor pengetahuan tertinggi sebelum dilaksanakan intervensi pendidikan

kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat adalah 7 dan skor

terendahnya adalah 5 dengan nilai rata-ratanya adalah 6,03.

2. Skor pengetahuan tertinggi sebelum dilaksanakan intervensi pendidikan

kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah dengan media audio visual

adalah 8 skor dan skor terendah 4,5 dengan nilai rata-ratanya adalah 6,25.
3. Skor pengetahuan tertinggi setelah dilaksanakan intervensi pendidikan

kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat adalah 8,5 dan skor

terendahnya adalah 7 dengan nilai rata-ratanya adalah 7,53.

4. Skor pengetahuan tertinggi setelah dilaksanakan intervensi pendidikan

kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah dengan media audio visual

adalah 9 skor dan skor terendah 6 dengan nilai rata-ratanya adalah 7,59.

5. Ada perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan setelah

intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS pada kelompok siswa yang

mendapatkan intervensi pendididkan kesehatan HIV AIDS dengan metode

curah pendapat (Pvalue = 0,000).

6. Ada perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan setelah

intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS pada kelompok siswa yang

89

mendapatkan intervensi pendididkan kesehatan HIV AIDS dengan metode

ceramah dengan media audio visual (Pvalue = 0,000).

7. Tidak ada perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan

metode curah pendapat dan ceramah dengan audio visual siswa SMAN 4

Tangerang Selatan (Pvalue = 0,566).

8. nilai efektivitas kelompok curah pendapat adalah 100%. Sedangkan jumlah

responden yang mengalami peningkatan pengetahuan pada kelompok

ceramah dengan media audio visual sebanyak 15 orang, maka nilai

efektivitas pada kelompok ini adalah 93,75 %. Dengan demikian selisih

efektivitas metode curah pendapat dan ceramah dengan media audio visual
adalah sebesar 6,25 %.

B. Saran

1. Bagi Instansi Terkait

Bagi SMA 4 Tangerang Selatan, hendaknya dibuatkan program

khusus sebagai langkah pencegahan HIV AIDS yang berupa pendidikan

kesehatan dimana metode curah pendapat dan ceramah dengan media audio

visual dapat dijadikan alternatif pilihan metode dalam pelaksanaan program

tersebut tentunya dengan bekerjasama dengan pihak terkait seperti puskesmas.

Agar tersebarnya informasi pencegahan HIV AIDS guna menekan angka

bertambahanya kasus HIV AIDS.

90

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Agar lebih menggambarkan perbedaan pengaruh di antara dua

kelompok metode penyuluhan, sebaiknya pada penelitian selanjutnya

juga digunakan kelompok pembanding yang hanya mendapatkan

penyuluhan dengan metode ceramah (kelompok yang tidak

mendapatkan intervensi penyuluhan dengan bantuan media apapun).

b. Perlu adanya penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mengetahui

perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap dan perilaku

responden.

c. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dimana pengukuran pada


penelitian ini tidak hanya dilakukan pada saat selesai intervensi saja

tapi juga dapat dilakukan pula beberapa hari setelah intervensi, apakah

ada perbedaan pengetahuan setelah intervensi dan beberapa hari

setelah intervensi, namun harus dipertimbangkan bias pada penelitian

tersebut.

C. Keterbatasan Penelitian

Studi eksperimen kemungkinan terjadinya bias dapat saja terjadi,

antara lain karena responden mengetahui bahwa mereka sedang diteliti dan

mecoba untuk mengingat kembali pertanyaan pertanyaan yang telah

diajukan pada saat pretest, kemudian mencoba memberikan perhatian pada

butir-butir pertanyaan tersebut pada saat eksperimen dilaksanakan. Potensi

bias lainnya yang mungkin terjadi adalah responden bekerjasama dalam

91

menjawab pertanyaan pretes dan postes. Untuk menghindari hal tersebut

peneliti menekankan pada siswa bahwa hasil nilai pretes dan postes tidak

dimaksudkan menilai kemampuan intelektual mereka tetapi sekedar ingin

mengetahui sejauhmana pengetahuan mereka mengenai masalah HIV AIDS.

Untuk itu pengawasan pelaksanaan pretes dan postes dibantu oleh guru yang

mengajar pada jam saat dilaksanakan perlakuan pendidikan kesehatan HIV

AIDS.

Pada saat perlakuan pendidikan kesehatan HIV AIDS peneliti

mengambil dua kelas dengan pertimbangan dari pihak sekolah maka setiap
kelas diberikan intervensi pada jam yang sama. tetapi peneliti hanya

mengambil responden sesuai kebutuhan peneliti. Pada kelompok curah

pendapat yang diberikan perlakuan pada satu kelas memungkinkan terjadinya

bias pada penelitian ini. Tetapi pada kenyataan dilapangan pendidik juga

sering menggunakan tehnik curah pendapat pada proses pengajaran dalam

satu kelas. Hal ini yang mungkin menjadikan hasil penelitian ini tidak ada

perbedaan antara metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media

audio visual. Walaupun terdapat peningkatan pengetahuan disetiap kelompok

perlakuan.

Dalam penelitian ini ada faktor lain seperti motovasi, pengalaman

serta persepsi yang dapat mempengaruhi pengetahuan. Faktor tersebut tidak

diteliti dalam penelitian ini. Hal tersebut adalah salah satu hal yang membuat

penelitian ini tidak ada beda dan merupakan keterbatasan ataupun kelemahan

dalam penelitian ini.

92

DAFTAR PUSTAKA

Bantarti, Wisni. Pengaruh pendidikan kesehatan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan

sikap tentang HIV AIDS pada siswa siswi SMU di Kotamadya Depok. Tesis. Depok:

FKM UI. 2000

Bartholomew, L. Planning Health Promotion Programmes. San Fancisco: Jossey-Bass. 2006


Brunner & Suddarth . Buku ajar keperawatan medical bedah volume 3. Jakarta: EGC. 2002

Chin, James. Manual pemberantansan penyakit menular Edisi:17. Kemenkes RI:2000

Ernawati, efektifitas eduksi dengan menggunakan panduan pencegahan osteoporosisi terhadap

pengetahuan wanita yang beresiko di rumah sakit fatmawati Jakarta. Tesis. Depok: FIK

UI 2008

Green, Lawrence dan Frances Marcus Lewis. Measurement and evaluation in Health Education

in Health Promotion. California : Mayfield Publishing Company. 1986

Hastono, Priyo. Modul analisa data. Jakarta: PSKM UIN. 2007

Hidayat, Aziz Alimul. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba

Medika. 2008

Marriner ,Ann and Alligood. Nursing theory and their work. USA: Mosby

Elsevier. 2006

Mahdiana, Ratna. Panduan lengkap kesehatan, mengenal, mencegah, mengobati, penularan,

penyakit dari infeksi. Jakarta: Penerbit citra pustaka. 2010

93

Mulyani, Enung. Pengaruh pendekatan konstruktivisme dengan tehnik brain stroming terhadap

hasil belajar. Skripsi. Jakarta: FITK UIN.2009

Notoatmodjo, Soekijo. 1988. Pengaruh metode permainan dan ceramah dalam pendidikan gizi

masyarakat terhadap status gizi anak balita. Disertasi. Depok: FKM UI. 1988
Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2003

Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta. 2005

Notoatmodjo, soekodjo. kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: rineka cipta. 2007

Nurafitrianthie, rosyari. Perbedaan pengaruh intervensi penyuluhan antara media kartu jodoh

dengan media lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan gizi dan faktor yang

berhubungan pada ibu balita di kecamatan Babelan, kabupaten Bekasi. Skripsi. Jakarta:

FKIK UIN. 2008

Nursalam, dkk. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: salemba medika.

2008

Pender, 2003. Most Frequently Ask Question About The Health Promotion Models and my

professional work and carees, http://www.nursingtheory.net diperoleh tangga 4 Januari

2008

Plianbangchang, samlee. World Aids Day, Toward Universal Access, need to do more. WHO:

Regional Office for South-East Asia. 2009

Roestiyar. Strategi belajar mengajar. Jakarta Rineka Cipta. 2001

Saefullah. Perbedaan pengetahuan antara kelompok ibu hamil yang mendapat penyuluhan gizi

94

tanpa intervensi dan kelompok ibu hamil dengan intervensi di puskesmas kecamatan

binong, subang. Skripsi. Depok: FKM UI. 1997

Salamah, Leentje. Pengaruh penggunaan metode pengembangan keterampilan dan metode


ceramah dalam penyuluhan AIDS terhadap pengetahuan dan sikap pencegahan AIDS

siswa SLTA BPK Penabur. Tesis. Depok: FKM UI. 1995

Salmah, Sjarifah. Pengaruh metode permainan dan ceramah terhadap pendidikan kesehatan

reproduksi. Tesis. Depok: FKM UI. 1995

Tamsuri, Anas. komunikasi dalam keperawatan, Jakarta: EGC. 2008

Usman, Basyiruddin. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputatperss. 2002

______ ,. Laporan triwulan situasi perkembangan HIV AIDS di Indonesia sampai dengan 30

Juni 2010 Kementrian Kesehatan RI. Diakses pada tanggal 24 September 2010 dalam

www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1219-

perkembangan-hivaids-di-indonesia-sampai-juni-tahun-2010.pdf

_____,. Laporan penderita HIV AIDS Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sampai Juli

2010. Tangerang Selatan: Dinkes Tangsel. 2010

______,. Panduan Pedoman Usaha kesehatan sekolah. Jakarta: Tim pembina usaha kesehatan

sekolah pusat, 2007

Anda mungkin juga menyukai