Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persebaran penderita HIV/AIDS di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

kini sudah menjangkau seluruh kecamatan di daerah itu yang dari tahun ke

tahun semakin bertambah. Pada tahun 2002 kasus HIV/AIDS ditemukan

pertama kali di Kabupaten Ngawi yaitu di Kecamatan Kwadungan yaitu satu

kasus. Hingga tahun 2014, data kumulatif kasus HIV/AIDS di Kabupaten

Ngawi berjumlah 230 kasus dan kasus HIV/AIDS yang ditemukan pada tahun

2014 adalah 71 kasus, seperti yang terdapat pada gambar berikut :

DATA KASUS HIV/AIDS KABUPATEN


NGAWI
250 230

200

150

100
71
50 31 27 32
15 24
1 0 5 1 1 4 5
0

Gambar 1.1
Jumlah Kasus HIV/AIDS yang Terdata pada Dinas Kesehatan
Kabupaten NgawiTahun 2002-2014
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi Tahun 2015
Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit (P2) Dinkes Kabupaten Ngawi

Jaswadi(2015) mengatakan, dari 24 puskesmas yang ada di Kabupaten Ngawi

angka yang cukup tinggi penderita HIV/AIDS berada di Puskesmas Kendal

jumlahnya mencapai 16 orang yang masih hidup dan 7 diantaranya

meninggal. Jumlah kasus sebesar 23. Kecamatan Paron 20 kasus, Kecamatan

Teguhan 19 kasus, kecamatan Padas dan Kedunggalar dengan 17 kasus,

seperti gambar berikut :

KECAMATAN DENGAN KASUS HIV/AIDS TERTINGGI DI


KABUPATEN NGAWI TAHUN 2002-2014
25

23
20
20
19
15 17 17

10

0
Kendal Paron Teguhan Padas Kedunggalar

Gambar 1.2
Kecamatan dengan Kasus HIV/AIDS Tertinggi di Kabupaten Ngawi
Terdata pada Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi Tahun 2002-2014
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi Tahun 2015

Pengetahuan remaja terhadap HIV/AIDS ternyata masih sangat

rendah. Merujuk hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010, baru

11,4% penduduk usia 15-24 tahun memiliki pengetahuan yang benar dan

komprehensif terhadap HIV/AIDS. Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit

(P2) Dinkes Kabupaten Ngawi Jaswadi mengatakan,Untuk penderitanya


dibawah umur 0 hingga 20 tahun 0,5 persen, untuk umur 21 hingga 35 tahun

sekitar 51 persen. Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, sejak

ditemukan tahun 2002 yakni 1 kasus hingga tahun 2014 total ditemukan 230

kasus. Untuk itu perlu upaya yang masif untuk meningkatkan pemahaman

generasi muda tentang HIV/AIDS, cara penularan dan apa saja yang bisa

dilakukan untuk mencegahnya.

Berdasrakan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti

sebelum menentukan tempat penelitian peneliti mendatangi puskesmas

kendal guna memperoleh data wilayah mana yang terbanyak terjangkit

HIV/AIDS di kecamatan kendal. Terdapat 27 kasus di kecamatan kendal,

berdasarkan persebarannya yang paling mendominasi di wilayah Sondriyan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, kasus tertinggi

HIV/AIDS berada di Kecamatan Kendal, di kecamatan kendal sendiri

memiliki satu SMA, Satu SMK dan 3 MA, maka peneliti memilih MA Al-

Hidayah Kendal karena berada di Kecamatan Kendal dan berlatarbelakang

agama islam yang lebih menekankan pada syariat islam sehingga diharapkan

siswa dapat mencegah perilaku beresiko tertular HIV/AIDS, Selain itu MA

Al-Hidayah Kendal juga memiliki populasi siswa yang paling banyak

dibanding MA lain yang ada di Kecamatan Kendal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 siswa MA Al-Hidayah Kendal

dimana 3 siswa pengetahuan akan cara penularan dan cara pencegahan sangat

kurang. 2 siswa pengetahuan akan definisi HIV/AIDS juga masih kurang.


Sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai kesempatan yang

luas untuk menjadi tempat penyebaran informasi dengan memanfaatkan

fasilitas unit kesehatan sebagai salah satu program dari puskesmas sehingga

dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku para remaja berkaitan

dengan pencegahan dan penularan HIV/AIDS sebab dari data di atas tertinggi

dari penderita HIV/AIDS pada kelompok umur 21-35 tahun. Apabila ditarik

kebelakang maka kemungkinan mereka diketahui positif HIV pada usia 15-24

tahun atau pada masa remaja, maka langkah pencegahan yang harus

dilakukan dititik beratkan pada remaja umur 15-24 tahun.

Pencegahan HIV/AIDS pada remaja merupakan masalah penting

untuk diperhatikan mengingat banyaknya masalah perilaku remaja yang

semakin mendekati kerentanan terhadap HIV/AIDS. Saat ini remaja

menghadapi banyak permasalahan yang semakin kompleks dan

memprihatinkan. Salah satu permasalahan tersebut adalah masalah seks pada

remaja. Permasalahan seksualitas yang umum dihadapi oleh remaja adalah

dorongan seksual yang meningkat. Remaja sering salah mempersepsikan

tentang informasi mengenai seks dari teman, film atau buku yang isinya jauh

menyimpang dari nilai-nilai etika dan moral, yang pada akhirnya dapat

menyebabkan remaja terjerumus kepersoalan seksualitas yang kompleks

termasuk risiko penularan HIV/AIDS.23

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis tertarik untuk

melakukan penelitian “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan


Pencegahan HIV/AIDS pada Siswa Kelas XI MA Al-Hidayah Kendal,

Kabupaten Ngawi Tahun 2015”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat ditarik masalah

yaitu :“Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi tindakan

pencegahan HIV/AIDS pada siswa kelas XI MA Al Hidayah Kendal,

Kabupaten Ngawi Tahun 2015?”.

C. Batasan Masalah

1. Lingkup Subyek/Responden

Penelitian ini dilakukan pada siswa remaja berumur antara 16-19 tahun,

kelas XI MA Al Hidayah Kendal.

2. Lingkup Lokasi

Lokasi pada penelitian ini adalah di MA Al Hidayah Kendal. Kabupaten

Ngawi.

3. Lingkup Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015.

4. Lingkup Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti hanya menguji

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Pencegahan HIV/AIDS.


D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan pencegahan

HIV/AIDS pada siswa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten

Ngawi Tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh pengetahuan remaja terhadap tindakan

pencegahan HIV/AIDS pada siswa kelas XI MA Al Hidayah Kendal,

Kabupaten Ngawi.

b. Mengetahui pengaruh sikap remaja terhadap tindakan pencegahan

HIV/AIDS pada siswa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten

Ngawi.

c. Mengetahui pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana terhadap

tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa Kelas XI MA Al

Hidayah Kendal, Kabupaten Ngawi.

d. Mengetahui pengaruh teman terhadap tindakan pencegahan

HIV/AIDS pada siswa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten

Ngawi.

e. Mengetahui pengaruh orang tua terhadap tindakan pencegahan

HIV/AIDS pada siswa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten

Ngawi.
f. Mengetahui pengaruh sikap petugas kesehatan terhadap tindakan

pencegahan HIV/AIDS pada siswa Kelas XI MA Al Hidayah

Kendal, Kabupaten Ngawi.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa MA Al Hidayah Kendal

Para siswa diharapkan mendapatkan tambahan pengetahuan tentang

HIV/AIDS dan dapat mencegah terjadinya HIV/AIDS sehingga dapat

meminimalkan terjadinya peningkatan penyebaran HIV/AIDS di

Kabupaten Ngawi.

2. Bagi Institusi MA Al Hidayah Kendal

Para guru diharapkan dapat mengupayakan untuk mengantisipasi

terjadinya HIV/AIDS pada remaja dengan memberikan bimbingan pada

siswanya.

3. Bagi Pemberi Pelayanan Kesehatan

Pemberi pelayanan kesehatan diharapkan dapat membantu memberikan

penjelasan pada remaja mengenai HIV/AIDS.

4. Bagi Stikes Surya Global

Untuk menambah pustaka atau acuan dalam perpustakaan serta referensi

bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang Faktor-

faktor yang Mempengaruhi Tindakan Pencegahan HIV/AIDS pada Siswa

Kelas XI MA Al-Hidayah Kendal Kendal, Kabupaten Ngawi.


5. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan acuan dan referensi bagi peneliti lain yang akan

melakukan penelitian sejenis.

6. Bagi Peneliti

Dapat memberi wawasan, pengetahuan, dan kemampuan peneliti dalam

meneliti masalah yang ada di masyarakat lebih luas khususnya tentang

HIV/AIDS.

F. Keaslian Penelitian

1. Sri Handayani (2008), Pengetahuan Dan Sikap Siswa SMA Tentang

HIV/AIDS Di SMU Negeri 1 Wedi Klaten. Metode penelitian secara

survey. Rancangan penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan

cross sectional. Jumlah Sampel adalah siswa kelas II sejumlah 169

orang. Sampel diambil dengan Stratified Random Sampling. Instrumen

penelitian untuk mengukur pengetahuan berupa kuesioner tertutup

dengan skala Guttman. Kuesioner untuk mengukur sikap dengan

menggunakan skala likert. Analisis data dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara masing-masing variabel bebas (independen) dan

variabel terikat (dependen) dengan uji statistic chi-square.

Hasil penelitian : sebagian responden (90,5%) mempunyai pengetahuan

baik tentang HIV/AIDS. Sikap responden yang mendukung pencegahan

HIV/AIDS sebagian besar (85,7%) adalah positif. Kesimpulan ada

hubungan antara pengetahuan dan sikap siswa SMA tentang HIV/AIDS.


Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang HIV/AIDS,

menggunakan pendekatan cross sectional dan menggunakan alat ukur

kuesioner. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah tempat

penelitian, waktu penelitian, responden dan teknik pengambilan sampel.

2. R.Topan Aditya Rahman dan Esti Yuandari (2014), Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Perilaku Pencegahan HIV/AIDS Pada Remaja.

Pendekatan studi kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian

potong lintang (cross sectional), dan teknik pengambilan sampel

menggunakan teknik proposional random sampling sedangkan jumlah 85

responden. Instrument penelitian menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian : Berdasarkan predisposing factor hanya pengetahuan

yang berpengaruh terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS dengan nilai

p 0,043, berdasarkan reinforcing factor yaitu keterpaparan sumber

informasi mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS dengan nilai p

0,019, dan berdasarkan enabling factor hanya variabel teman sebaya

yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS dengan nilai p

0,024. Sedangkan pada analisis multivariat dengan uji regresi logistik,

hanya variabel teman sebaya yang berpengaruh terhadap perilaku

pencegahan HIV/AIDS dengan nilai p 0,048 dan Exp (B) 5,600.

Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang HIV/AIDS,

menggunakan pendekatan cross sectional dan menggunakan alat ukur

kuesioner. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah tempat

penelitian, waktu penelitian dan responden.


3. Maiyusrita (2011), Gambaran Perilaku Pencegahan HIV/AIDS Pada TNI

AU Di Batalyon 467 Wing 1 Paskhasau. Penelitian ini menggunakan

pendekatan cross sectional dan pemilihan sampel dilakukan dengan cara

Non Probably Sampel dalam hal ini cara pengambilan sampelnya

menggunakan Quota Sampling. Penelitian ini menggunakan data primer

melalui kuesioner terstruktur. Analisis data dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara masing-masing variabel bebas (independen) dan

variabel terikat (dependen) dengan uji statistic chi-square.

Hasil penelitian : variabel pengetahuan, keterpaparan sumber informasi,

dan peran teman sejawat mempunyai hubungan yang bermakna terhadap

perilaku pencegahan HIV/AIDS pada TNI AU dengan OR sebesar 3,130

dan 95% CI 1,431-6,848 untuk pengetahuan, OR sebesar 2,870 dan 95%

CI 1,320-6,240 untuk keterpaparan sumber informasi, dan OR sebesar

2,585 dan 95% CI 1,195-5,595 untuk peran teman sejawat. Persamaan

dengan penelitian ini adalah meneliti tentang HIV/AIDS, menggunakan

pendekatan cross sectional dan menggunakan alat ukur kuesioner.

Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah tempat penelitian, waktu

penelitian, responden dan teknik pengambilan sampel.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Perilaku

Secara biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku (manusia) adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skimer

(1928) seoarang ahli psikologi dalam Notoatmodjo, merumuskan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimilus

(rangsangan dari luar).16

Menurut Notoatmodjo, bahwa perilaku dapat dibedakan menjadi

dua, dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, yakni :

a. Perilaku tertutup (covert behaviour) Respons seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (cnvert). Respons

atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengatahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang

yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara

jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behaviour) Respons seseoang terhadap

stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons

terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktik (practice), yang dengan mudah daat diamati atau dilihat oleh

orang lain.
Berdasarkan batasan perilaku dari skinner tersebut, maka perilaku

kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus

atau objek yang berkaitan dengan skit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehtan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini,

perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) adalah

perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilaman

sakit.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehtan, atau sering disebut perilku pencarian pengobatan (health

seeking behaviour) perilaku ini adalah menyangkut upaya atau

tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau

kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati

sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan sendiri ke luar

negeri.

c. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut

tidak mempengaruhi kesehatannya.


2. HIV/AIDS

a. Pengertian

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu infeksi

oleh salah satu dari dua jenis virus yang secara progresif merusak

sel-sel darah putih yang disebut limfosit yang menyebabkan

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan penyakit lainnya

sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh.10

Kegagalan sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan

timbulnya dua jenis penyakit yang jarang ditemui sekarang ini

dikenal dengan AIDS. Kegagalan sistem kekebalan juga ditemukan

pada para pengguna obat-obatan terlarang yang disuntikkan,

penderita hemofilia, penerima transfusi darah dan pria biseksual.

Beberapa waktu kemudian sindroma ini juga terjadi pada

heteroseksual yang bukan pengguna obat-obatan, bukan penderita

hemofilia dan bukan penerima transfusi darah.10

b. Proses Perjalanan Penyakit

Supaya terjadi infeksi, virus HIV masuk ke dalam sel, dalam

hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus

dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Didalam sel, virus

berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta

melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru

kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein


yang disebut CD4 , yang terdapat di selaput bagian luar. Sel-sel yang

memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T

penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan

mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (makrofag, limfosit

B dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu

menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV

menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi

kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi

dan kanker.10

c. Penularan

Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh

yang mengandung sel terinfeksi atau partikel virus, yang dimaksud

dengan cairan tubuh disini adalah darah, cairan vagina, cairan

serebrospinal dan air susu ibu. Dalam konsentrasi yang lebih kecil,

virus juga terdapat di dalam air mata, air kemih dan air ludah.10

HIV ditularkan melalui cara-cara berikut :

1) Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lendir

mulut, vagina dan rectum berhubungan langsung dengan cairan

tubuh yang terkontaminasi.

2) Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang

terjadi pada transfusi darah, pemakaian jarum suntik yang tidak

steril atau secara bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh

jarum yang terkontaminasi virus HIV.


3) Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya

sebelum atau selama proses kelahiran atau melalui ASI.

Kemungkinan terinfeksi oleh HIV meningkat jika kulit atau

selaput lendir robek atau rusak, seperti yang biasa terjadi pada

hubungan seksual yang kasar, baik melalui vagina maupun anus.

Penelitian menunjukkan kemungkinan penularan HIV sangat tinggi

pada pasangan seksual yang menderita herpes, sifilis atau penyakit

menular lainnya, yang mengakibatkan kerusakan pada permukaan

kulit. Penularan juga bisa terjadi pada orang seks, walaupun lebih

jarang. Virus pada penderita wanita yang sedang hamil bisa

ditularkan kepada janinnya pada awal kehamilan (melalui plasenta)

atau pada saat persalinan (memalui jalan lahir). Beberapa anak

tertular oleh virus ini memalui penganiayaan seksual. HIV tidak

ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang tidak bersifat

seksual di tempat kerja, sekolah, maupun di rumah. Belum pernah

dilaporkan kasus penularan HIV melalui batuk atau bersin penderita

maupun melalui gigitan nyamuk.10

d. Faktor Resiko

Faktor Resiko penularan HIV/AIDS, yaitu :

1) Tidak memakai pelindung ketika melakukan hubungan seksual

dengan lebih dari satu pasangan.

2) Tidak memakai pelindung ketika melakukan hubungan seksual

dengan orang pengidap HIV positif.


3) Memiliki penyakit menular seksual lain seperti syphilis, herpes,

chlamydia, gonnorrhea atau bacterial vagnosis.

4) Pemakaian jarum suntik secara bergantian.

5) Mendapatkan transfusi darah yang terinfeksi virus HIV.

6) Ibu hamil yang memiliki HIV.

e. Tanda dan Gejala

Beberapa penderita menampakkan gejala yang menyerupai

mononucleosis infeksiosa dalam waktu beberapa minggu setelah

terinfeksi. Gejalanya berupa demam, ruam-ruam, pembengkakan

kelenjar getah bening dan rasa tidak enak badan yang berlangsung 3-

14 hari. Sebagian besar gejala akan hilang, meskipun kelenjar getah

bening membesar. Selama beberapa tahun, gejala lainnya tidak

muncul. Tetapi sejumlah besar virus akan segera ditemukan di dalam

darah dan cairan tubuh lainnya, sehingga penderita bisa menularkan

penyakitnya. Dalam waktu beberapa bulan setelah terinfeksi,

penderita bisa mengalami gejala-gejala yang ringan secara berulang

yang belum benar-benar menunjukan suatu AIDS. Penderita bisa

menunjukan gejala-gejala infeksi HIV dalam waktu beberapa tahun

sebelum terjadinya infeksi atau tumor yang khas pada AIDS.

Gejalanya dapat berupa pembengkakan kelenjar getah bening,

penurunan berat badan, demam yang hilang dan timbul, perasaan

tidak enak badan, lelah, diare berulang, anemia dan thush.10


Gejala-gejala dari AIDS berasal dari infeksi HIV-nya sendiri

serta infeksi oportunistik dan kanker. Tetapi hanya sedikit penderita

AIDS yang meninggal karena efek langsung dari infeksi HIV

biasanya kematian terjadi karena efek kumulatif dari berbagai jenis

infeksi oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit yang

dalam keadaaan normal hanya menimbulkan pengaruh yang kecil

terhadap orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa dengan segara

menyebabkan kematian.10

f. Cara-cara Pencegahan

Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama

pada pendidikan masyarakat mengenai cara penularan HIV, dengan

tujuan merubah kebiasaan orang yang beresiko tinggi untuk

tertular.10 Cara-cara pencegahan ini antara lain :

1) Untuk orang sehat

a) Abstinens atau tidak melakukan hubungan seksual.

b) Seks aman.

2) Untuk penderita HIV positif

a) Abstinens.

b) Seks aman.

c) Tidak mendonorkan darah atau organ.

d) Mencegah kehamilan.

e) Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah

diketahui terinfeksi.
3) Untuk penyalahgunaan obat-obatan

a) Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama-

sama.

b) Mengikuti program rehabilitasi.

4) Untuk professional kesehatan

a) Menggunakan jarum sekali pakai.

b) Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak

dengan cairan tubuh.

Bermacam-macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan

memperlambat progresivitas penyakit, akan tetapi sejauh ini belum

ada yang berhasil. Rumah sakit biasanya tidak mengisolasi penderita

HIV kecuali penderita mengidap penyakit menular seperti

tuberculosa. Permukaan-permukaan yang terkontaminasi HIV

dengan mudah bisa dibersihkan dan dicuci hamakan karena virus ini

rusak oleh panas dan cairan desinvektan yang bisa digunakan seperti

hidrogen peroksida dan alkohol.10

3. Remaja

a. Pengertian

Definisi remaja menurut WHO dalam Sarlito Wirawan

Sarwono (2008) yaitu : Remaja adalah suatu ketika individu

berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual,

individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi


dari anak-anak mencapai dewasa, terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang

relatif lebih mandiri.24

b. Tingkatan Umur Masa Remaja

Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24

tahun. Menurut DepKes RI adalah antara usia 10 sampai 19 tahun

dan belum menikah. Sedangkan menurut BKKBN adalah 10 sampai

19 tahun.34

Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang

waktu) remaja ada tiga tahap 34, yaitu:

1) Masa Remaja Awal (10-12 Tahun)

a) Merasa dekat dengan teman sebaya.

b) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai

berpikir yang khayal (abstrak).

c) Merasa ingin bebas.

2) Masa Remaja Timur (13-15 Tahun)

a) Ingin mencari identitas diri.

b) Mulai muncul perasaan cinta yang mendalam.

c) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada

lawan jenis.

d) Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin

berkembang.

e) Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.


3) Masa remaja akhir (16-19 tahun)

a) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.

b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

c) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap

dirinya.

d) Dapat mewujudkan perasaan cinta.

e) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.

c. Remaja sebagai Anggota Keluarga

Tabel 2.1
Orang yang Pertama Diharapkan Membantu Remaja
dalam Berbagai Masalah
Narasumber Untuk Masalah %
Karier 61
Ayah Pendidikan 52
Pelajaran 35
Kesehatan 84
Ibu Keuangan 69
Hubungan dengan orangtua 48
Hubungan kakak adik 41
Kakak
Hubungan dengan saudara 40
Pilih pasangan 80
Pergaulan dengan teman 79
Pergaulan dengan lawan jenis 65
Teman
Info tentang alat KB 43
Info tentang aborsi 39
Info tentang AIDS 39
Sumber : (disadur dari Etikariena, 1998)

Sebagai akibat dari salah perlakuan orang tua terhadap anak,

maka hubungan anak dengan orang tua akan memburuk. Gejala ini

sudah nyata terdapat di Indonesia sebagaimana terbukti dari

penelitian yang pernah dilaksanakan oleh Jurusan Psikologi Sosial

Universitas Indonesia, bekerja sama dengan Proyek Sahabat Remaja


dari PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) pada tahun

1987. Penelitian yang diadakan di dua kota tersebut Jakarta dan

Banjarmasin) menunjukkan bahwa remaja pelajar SLTA kelas II

tidak bertanya kepada orang tuanya manakala mereka membutuhkan

sesuatu informasi, misalnya masalah seksual.24

TabeI. 2.2
Sumber-sumber Informasi tentang Masalah Seksual (%)
Responden Pelajar SLTA Kelas ll
Jumlah Responden untuk Masing-masing Kota 400 Orang
Paling sering Jakarta Banjarmasin
bertanya tentang L P Total L P Total
seks kepada : (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Media massa 71.5 65.0 68.25 77.5 68.0 72.75
Guru 13.0 11.5 12.25 3.5 4.0 3.75
Ibu 3.0 7.5 5.25 2.5 5.0 3.75
Petugas medis 4.5 2.5 3.50 8.0 10.5 9.25
Sumber : (Sarwono, dkk; 1987)

Berdasarkan tabel di atas, jelas bahwa remaja di Jakarta

maupun di Banjarmasin sedikit sekali bertanya tentang masalah seks

kepada ibunya daripada kepada sumber-sumber lain. Mungkin hal ini

tidak sepenuhnya menggambarkan kesenjangan komunikasi antara

anak dan orang tua. Akan tetapi, bagaimanapun jelas bahwa

kesenjangan itu ada.24

d. Remaja di Sekolah

Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak

yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya

selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang

sudah duduk di bangku SLTP atau SLTA umumnya menghabiskan

waktu sekitar tujuh jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa


hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di

sekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap

perkembangan jiwa remaja cukup besar.24

Pengaruh sekolah itu tentunya diharapkan positif terhadap

perkembangan jiwa remaja, karena sekolah adalah lembaga

pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya

dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-

norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, sekolah

mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada para

siswanya. Akan tetapi, seperti halnya juga dengan keluarga, fungsi

sekolah sebagai pembentuk nilai dalam diri anak sekarang ini banyak

menghadapi tantangan. Khususnya, karena sekolah berikut segala

kelengkapannya tidak lagi merupakan satu-satunya lingkungan

setelah lingkungan keluarga, sebagaimana yang pernah berlaku di

masa lalu. Terutama di kota-kota besar, sekarang ini sangat terasa

adanya banyak lingkungan lain yang dapat dipilih remaja selain

sekolahnya. Pasar swalayan, pusat perbelanjaan, taman hiburan, atau

bahkan sekadar warung di tepi jalan di seberang sekolah atau rumah

salah seorang teman yang kebetulan sedang tidak ditunggui orang

tuanya, mungkin saja merupakan alternatif yang lebih menarik

daripada sekolah itu sendiri. Apalagi, seringkali motivasi belajar

murid memang menurun akibat dari adanya berbagai hal di

sekolah.24
Memang tidak dapat diingkari bahwa pengaruh lingkungan

masyarakat terhadap perkembangan jiwa remaja sangat besar.

Bagaimanapun juga, keluarga dan sekolah masih tetap merupakan

lingkungan primer yang sekunder dalam dunia anak dan remaja.

lingkungan masyarakat hanyalah lingkungan tersier (ketiga) yang

derajat kekuatannya untuk merasuk ke dalam jiwa anak dan remaja

seharusnya tidak sekuat keluarga dan sekolah. Bahwa lingkungan

masyarakat bisa begitu kuat berpengaruh, pada umumnya

disebabkan lingkungan primer dan sekunderlah yang sudah menurun

kadar pengaruhnya. Oleh karena itu, untuk dapat mengurangi

sebanyak mungkin pengaruh yang negatif lingkungan, orangtua dan

pendidik di sekolah harus meningkatkan kembali fungsi mereka

sebagai pengendali lingkungan primer dan sekunder. Penelitian

sudah dikutip di atas membuktikan bahwa di kalangan anak-anak

Indonesia kebutuhan untuk menghargai orang tua dan guru masih

cukup besar. Untuk itu, memang diperlukan motivasi yang kuat dari

pihak orang tua dan guru sendiri.24

4. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek

tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia,

yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan


telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya perilaku seseorang .15

b. Tingkatan pengetahuan

Menurut taksonomi Bloom dalan Notoatmodjo,

pengetahuan mencakup 6 tingkatan dalam domain kognitif ,16 yaitu :

a. Tahu (know)

Tingkatan ini individu di artikan sebagai recall (memanggil),

mengingat kembali materi yang sudah pernah di pelajarin

sebelumnya termasuk hal-hal atau fakta yang spesifik setelah

individu melakukan suatu pengamatan, untuk mengetahui bahwa

seseorang itu tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-

pertanyaan yang di ajukan kepada individu.

b. Memahami (comprehension)

Pada tingkatan ini individu memahami suatu objek bukan

sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat

menyembutkan tetapi individu dapat menginterpretasikan secara

benar apa yang di ketahuinya.

c. Menerapkan (application)

Pada tingkatan ini individu yang telah memahami

sesuatau yang diketahuinya individu dapat menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip tersebut dalam situasi nyata. Misalnya:


penderita Kusta yang telah mengetahui dan memahami

bagaimana melakukan perawatan diri (self care), ia harus dapat

menerapkan apa yang ia ketahui dalam melakukan perawatan

dirinya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau obyek ke dalam komponen-komponen tetapi,

masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada

kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Pada tingkatan ini individu mampu menjabarkan atau

memisahkan kemudian individu dapat menghubungkan

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu objek yang

dikethuinya sehingga membentuk sesuatu yang baru.

Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang

telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau

materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria

yang ada.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo pengetahuan seseorang dapat di

pengaruhi oleh beberapa faktor,15 yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri

maupun orang lain.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan

seseorang.

c. Keyakinan

Bisaanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan

tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa

mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu

sifatnya positif maupun negatif.


d. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio,

televisi, majalah, koran, dan buku.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap

pengetahuan seorang. Namun, bila seseorang berpenghasilan

cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau

membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebisaaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang

terhadap sesuatu.

g. Pentingnya Pengetahuan

Notoatmodjo mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan

hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan

terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui penca

indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

(overt behavior).16
h. Penelitian Terkait
Menurut Maiyusrita (2011), menyatakan bahwa pengetahuan

sangat berpengaruh terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS. Hal

ini menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan pengetahuan pada

kalangan remaja mengenai dampak, risiko serta tanda dan gejala

HIV/AIDS.11

5. Sikap

Merupakan suatu pernyataan evaluative yang dibuat manusia

terhadap diri sendiri, orang lain, obyek atau isu-isu. Seseorang terhadap

obyek adalah perasaan mendukung atau tidak mendukung atau memihak,

maupun perasaan tidak mendukung atau memihak pada suatu obyek.

Bukanlah suatu tindakan atau aktivitas namun merupakan suatu

prediposisi tindakan prilaku (Azwar, 1998). Sikap merupakan hal yang

tertutup bukanlah yang terbuka. Merupakan kumpulan gejala dalam

merespon stimulus atau obyek sehingga melibatkan pikiran,

perasaan,perhatian dan gejala kejiwaan.16

a. Teori tentang Sikap

1) Teori Rosenberg

Dikenal dengan teori affective cognitive consistency

dalam hal sikap dan teori ini juga disebut teori dua faktor.

Rosenberg (lih. Secord dan Backman, 1964) memusatkan

perhatiannya pada hubungan komponen kognitif dan komponen

afektif.
Menurut Rosenberg (lih. Secord dan Backman, 1964)

pengertian kognitif dalam sikap tidak hanya mencakup tentang

pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan objek

sikap, melainkan juga mencakup kepercayaan atau belifes

tentang hubungan antara objek sikap itu dengan sistem nilai

yang ada dalam diri individu.16

Komponen afektif berhubungan dengan bagaimana

perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya,

dapat positif serta dapat juga negatif terhadap objek sikap.

2) Teori Festinger

Teori Festinger (lih. Secord dan Backman, 1964) dikenal

dengan teori disonansi kognitif (the cognitive dissonance theory)

dalam sikap. Festinger meneropong tentang sikap dikaitkan

dengan perilaku yang nyata, yang merupakan persoalan yang

banyak mengundang perdebatan.

Festinger dalam teorinya mengemukakan bahwa sikap

individu itu biasanya konsisten satu dengan yang lain dan dalam

tindakannya juga konsisten satu dengan yang lain.16

b. Komponen Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu :

1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai

oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi


kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu

dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila

menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek

emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar

paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek

yang paling bertahan terhadap hubungan-hubungan yang

mungkin adalah mengubah sikap seseorang.

3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku

tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Dan berisi

tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi

terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan

dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk

mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan

dalam bentuk tendensi perilaku.

c. Ciri-ciri Sikap

1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau

dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan

obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif

biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan

sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-

keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap

pada orang itu.


3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai

hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap

itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan

dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan

jelas.

4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan,

sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-

kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

d. Faktor-faktor yang Memhubungani Sikap

Faktor-faktor yang memhubungani sikap keluarga terhadap

obyek sikap antara lain :

1) Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,

pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.

Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila

pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan faktor emosional.

2) Hubungan Orang Lain yang Dianggap Penting

Pada umumnya, individu cenderungan untuk memiliki

sikap yang konfornis atau searah dengan sikap orang yang

dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh


keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari

konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3) Hubungan Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis

pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan

telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena

kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-

individu masyarakat asuhannya.

4) Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan

secara obyektif cenderung dihubungani oleh sikap penulisnya,

akibatnya berhubungan terhadap sikap konsumennya.

5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan

lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah

mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut

memhubungani sikap.

6) Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan

yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam

penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego.
e. Penelitian Terkait

Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden

sudah mempunyai sikap positif terhadap tindakan pencegahan terhadap

HIV/AIDS dengan jumlah 54 responden (45%). Hasil uji statistik

menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil p = 0,036 < 0,05, dimana

ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan tindakan

pencegahan HIV AIDS pada siswa SMA Manado International School.

Ariani dan Hargono (2011) yang menyatakan ada hubungan antara

sikap dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada wanita pekerja

seks. Menurut Ariani dan Hargono sikap sangat berkaitan erat dengan

tingkat pengetahuan suatu individu. Sikap seseorang terhadap suatu

objek menunjukkan tingkat pengetahuan orang tersebut terhadap suatu

objek. Berdasarkan teori adaptasi apabila tingkat pengetahuan baik

dapat mendorong suatu individu memiliki perilaku yang baik.1

Sikap merupakan hal yang penting bukan hanya karena sikap

itu sulit untuk diubah, tetapi karena sikap sangat mempengaruhi

pemikiran sosial individu meskipun sikap tidak selalu direfleksikan

dalam tingkah laku yang tampak dan juga karena sikap seringkali

mempengaruhi tingkah laku individu terutama terjadi saat sikap yang

dimiliki kuat dan mantap.1


6. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Menurut H.L Blumm, keberadaan fasilitas kesehatan sangat

menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap

penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat

yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas

dipengaruhi oleh :

a. Lokasi, apakah dapat dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak.

b. Tenaga kesehatan pemberi pelayanan.

c. Informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas.

d. Program pelayanan kesehatan itu apakah sesuai dengan kebutuhan

masyarakat yang memerlukan.

Ketersediaan fasilitas dengan mutu pelayanan yang baik akan

mempercepat perwujudan derajat kesehatan masyarakat. Dengan

menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang bermutu secara merata

dan terjangkau akan meningkatkan akses masyarakat ke fasilitas

pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas tentunya harus ditopang

dengan tersedianya tenaga kesehatan yang merata dan cukup jumlahnya

serta memiliki kompetensi di bidangnya.

Saat ini pemerintah telah berusaha memenuhi 3 aspek yang sangat

terkait dengan upaya pelayanan kesehatan, yaitu upaya memenuhi

ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan membangun

Puskesmas, Polindes, Pustu dan jejaring lainnya.


7. Pengaruh Teman

Anak dan remaja sangat menghargai pertemanan, jalinan

komunikasi dengan teman sebaya lebih baik jika dibanding dengan

orangtua. Alasannya dengan teman cenderung dapat menyimpan rahasia,

lebih terbuka dalam membicarakan teman lawan jenis serta dapat

memecahkan masalah yang dihadapinya dengan orang tua atau keluarga.

Waktu yang efektif untuk berkumpul dengan teman adalah saat istirahat

sekolah, pulang sekolah, belajar bersama, mengikuti kegiatan ekstra

kurikuler, serta saat berkumpul dalam organisasi siswa.27

Dalam pergaulan remaja, kebutuhan untuk dapat diterima bagi

setiap individu merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai mahluk

sosial, pembentukan sikap, tingkah laku dan perilaku sosial remaja

banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan ataupun teman-teman

sebaya. Apabila lingkungan sosial memberikan peluang terhadap remaja

secara positif, maka remaja akan mencapai perkembangan sosial secara

matang, namun apabila lingkungan sosial memberikan peluang secara

negatif maka perkembangan sosial remaja akan terhambat (Irawati, 2002

dalam Topan dan Esti, 2014 ).20


8. Pengaruh Orang Tua

Kiranya tidak dapat diingkari lagi bahwa keluarga merupakan

lingkungan primer hampir setiap individu, sejak lahir sampai datang ia

meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. Sebagai

lingkungan primer, hubungan antar manusia yang paling intensif dan

paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal

lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal keluarganya.

Oleh karena itu, sebelum mengenal norma-norma dinilai dari masyarakat

umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang

berlaku dalam keluarganya. Norma atau nilai itu dijadikan bagian dari

kepribadiannya. Maka, kita dapat menyaksikan tindak-tanduk orang suku

tertentu yang berbeda dari suku lainnya dan di dalam suku tertentu itupun

pola perilaku orang yang berasal dari kelas sosial atas berbeda dari yang

kelas sosial bawah. Demikian pula agama dan pendidikan bisa

mempengaruhi kelakuan seseorang. Semua itu pada hakikatnya

ditimbulkan oleh norma dan nilai yang berlaku dalam keluarga, yang

diturunkan melalui pendidikan dan pengasuhan orang tua terhadap anak-

anak mereka secara turun-temurun. Tidak mengherankan jika nilai-nilai

yang dianut oleh orang tua akhirnya juga dianut oleh remaja. Tidak

mengherankan kalau ada pendapat bahwa segala sifat negatif yang ada

pada anak sebenarnya ada pula pada orang tuanya. Hal itu bukan semata-

mata karena faktor bawaan atau keturunan, melainkan karena proses


pendidikan, proses sosialisasi atau kalau mengutip Sigmund Freud dalam

proses identifikasi.26

Di pihak lain, orang tua pun menghadapi berbagai nilai alternatif.

la ingin bertindak otoriter terhadap anaknya karena ia dididik seperti itu

oleh orang tuanya sendiri. Akan tetapi, kenyataannya anak tidak bisa

dididik secara keras seperti itu. Buku-buku dan tulisan-tulisan di majalah

pun menganjurkan pendidikan yang lebih demokratis untuk anak

remaja.26

Jelas bahwa peran orang tua dalam komunikasi dengan remaja

terbatas dalam hal-hal tertentu saja, seperti pendidikan, pelajaran,

kesehatan atau keuangan. Sementara itu, untuk masalah-masalah

pergaulan dan khususnya masalah-masalah seksual, remaja cenderung

untuk lebih banyak bertanya kepada teman-temannya.26

Orang tua merupakan penganggung jawab dari sebuah keluarga.

Orang tua terdiri ayah dan ibu yang mempunyai ikatan perkawinan yang

sah. Pengertian keluarga menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah

merupakan kelompok orang-orang yang persatukan oleh ikatan-ikatan

perkawinan, darah atau adopsi, yang membentuk satu rumah tangga

saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan melalui

peran-perannya sendiri sebagai anggota keluarga dan mempertahankan

kebudayaan masyarakat yang begitu umum atau menciptakan

kebudayaan sendiri-sendiri. Dalam membahas keluarga, ada hal-hal yang

penting untuk diperhatikan anggota keluarga tersebut yang antara lain

tentang keutuhan dalam struktur keluarga. Disamping keutuhan keluarga,


interaksi antara anggota keluarga yaitu berupa hubungan yang harmonis

memegang peranan penting dalam perkembangan sosial anak. Demikian

juga ketidakutuhan keluarga akan mempengaruhi, menghambat

perkembangan sosial dan perkembangan intelektual anak. Dari ketiga

unsur dalam keluarga tersebut masing-masing mempunyai peran dan

fungsi yang tidak bisa dipisahkan untuk mencapai keutuhan keluarga.

Perkembangan sosial anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1) pendidikan, 2) komunikasi, 3) keutuhan keluarga 4) pengawasan

keluarga (Depkes, 2005).

Pengetahuan kesehatan reproduksi antara orang tua dengan anak

perlu diketahui tingkat intensitas komunikasinya orang tua dan anaknya.

Orang tua dan anak remaja harus mempunyai pengetahuan yang sama

tentang pengetahuan reproduksi. Pengetahuan kesehatan reproduksi

meliputi perubahan-perubahan yang terjadi pada diri remaja yang

meliputi fisik, psikologi dan sosial. Kesehatan reproduksi meliputi

kehamilan, persalinan, pendidikan seks bagi remaja, penyimpangan

seksual, penyakit menular seksual, HIV dan AIDS, kekerasan seksual,

bahaya narkoba terhadap kesehatan reproduksi. Selain itu termasuk juga

pengaruh sosial dan media terhadap perilaku sosial, kemampuan

berkomunikasi, hak-hak reproduksi dan gender pada diri remaja. Tetapi

tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi orang tua dengan anak tidak

sama, karena orang tua sudah mempunyai pengalaman berfungsinya

reproduksi sedangkan anak belum mengalami fungsi reproduksi.

Pengetahuan reproduksi orang tua dan anak tidak hanya dengan praktek

tetapi melalui informasi-informasi dari berbagai cara.26


Orang tua yang baik bagi anak remajanya adalah mempunyai

kemampuan dalam berkomunikasi dan diskusi dengan memperhatikan

hal-hal sebagai berikut: 1) orang tua tidak menggurui, 2) jangan

beranggapan bahwa orang tua lebih mengetahui sesuatu dibandingkan

dengan anak remaja, 3) memberikan kesempatan kepada remaja untuk

mengemukakan pandangan dan pendapatnya, 4) memberikan argumen

yang jelas dan masuk akal terhadap suatu persoalan, 5) memberikan

dukungan pada anak apabila memang pantas diberi dukungan, 6)

mengatakan salah kalau memang salah, dengn alasan yang masuk akal

menurut pemikiran mereka, 7) menjadikan anak remaja sebagai teman

untuk berdiskusi, bukan sebagai individu untuk diberitahu.26

Komunikasi antara orang tua dan anak masih terjalin dengan baik,

baik di perdesaan maupun di perkotaan. Dilihat dari pola hubungan, ibu

lebih akrab dengan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan karena

lebih sering di rumah, lebih sabar, bisa memahami persoalan anak,

mudah diajak mengobrol, sebagai tempat curhat dan teman ngrumpi.

Ayah cenderung kurang dekat dengan anak-anak karena cepat marah,

jarang ada waktu untuk mengobrol dengan anak, ditakuti oleh anak.26

9. Sikap Petugas Kesehatan

Adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan dari

masyarakat maka petugas kesehatan harus memenuhi kebutuhan tersebut.

petugas kesehatan menjalankan peran dan fungsinya sebagai koordinator,


pemberi pelayanan, perencanaan keperawatan, edukator, advokat dan

agen pembaharu.5

a. Koordinator

Sebagai koordinator pelayanan keperawatan, perawat

melakukan koordinasi melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

b. Pemberi Pelayanan

Pada peran ini perawat melakukan pengkajian, melakukan

analisis terhadap pengkajian hasil untuk menentukan kebutuhan

pasien, mengembangkan diagnosa keperawatan, membuat

perencanaan, melakukan intervensi dan melakukan evaluasi. Perawat

juga melakukan intervensi psikososial, misalnya melakukan tindakan

untuk mengurangi kecemasan pasien.

c. Edukator

Pendidikan kesehatan merupakan komponen utama pada

keperawatan melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.

Perawat mencoba untuk meningkatkan kesehatan dengan cara

memberikan informasi mengenai penyakit dan tindakan spesifik

yang diberikan kepada pasien.

d. Advokat

Perawat membantu pasien dan keluarga menerjemahkan

informasi dari tim kesehatan lain. perawat mamberikan informasi

tambahan yang dibutuhkan oleh pasien.


e. Agen Perubahan

Perawat bertindak selaku agen perubahan dalam tatanan kerja

dan dalam profesi. Peran ini melibatkan perencanaan dan

implementasi suatu sistem untuk mengubah perilaku kesehatan

pasien. Faktor penting pada proses ini adalah mengkaji pasien untuk

berubah. Dalam masyarakat perawat berlaku sebagai role mode dan

membantu perubahan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan.

Berkaitan dengan fungsi dan peran tersebut, pada tindakan

pendidikan kesehatan, perawat menjalankan fungsinya sebagai edukator.

Perawat mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan

pendidikan kesehatan untuk pencegahan HIV/AIDS sebagai langkah

pencegahan.
B. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi
(Predisposing factors) :
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Keyakinan
d. Kepercayaan
e. Nilai-nilai
f. Tradisi

Faktor Pemungkin
(enabling factors)
a. Ketersediaan sarana Perilaku
dan prasarana atau Kesehatan
fasilitas

Faktor Penguat
(reinforcing factors) :
a. Teman/sahabat
b. Masyarakat
c. Sikap petugas
kesehatan

Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber : Kerangka teori menurut Lawrence Green (1980)
cit Notoatmodjo, 2005
Keterangan :

1. Keyakinan dan Kepercayaan

Keyakinan dan Kepercayaan dalam penelitian ini tidak diteliti, karena

dianggap semua beragama sama atau homogen.

2. Nilai-nilai dan tradisi

Nilai-nilai dan tradisi dalam penelitian ini disamakan karena meneliti satu

daerah.
C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor Predisposisi
(Predisposing factors) :
a. Pengetahuan
b. Sikap

Faktor Pemungkin
(enabling factors)
a. Ketersediaan sarana Pencegahan
dan prasarana atau HIV/AIDS
fasilitas

Faktor Penguat
(reinforcing factors) :
a. Pengaruh
Teman/sahabat
b. Pengaruh Orang Tua
c. Sikap petugas
kesehatan

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

Keterangan :

: Diteliti
D. Hipotesis

1. Ada pengaruh pengetahuan terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS

pada Siswa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten Ngawi

2. Ada pengaruh sikap terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS pada Siswa

Kelas XI MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten Ngawi

3. Ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana terhadap tindakan

pencegahan HIV/AIDS pada siswa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal,

Kabupaten Ngawi

4. Ada pengaruh teman terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS pada

siswa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten Ngawi

5. Ada pengaruh orang tua terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS pada

siswa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten Ngawi

6. Ada pengaruh sikap petugas kesehatan terhadap tindakan pencegahan

HIV/AIDS pada siswa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten

Ngawi
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik kuantitatif non

eksperimental yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan, memberi

satu nama, situasi atau fenomena dalam menemukan ide baru, data akan

dipaparkan dalam bentuk angka-angka.21

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara

faktor-faktor resiko dan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (poin time approach), artinya tiap

objek penelitian hanya di observasi sekali saja dan pengukuran dilakukan

terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan.17

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti atau yang diselidiki.17 Pada penelitian ini yang menjadi Populasi

adalah seluruh siswa kelas XI yang ada di MA Al Hidayah Kendal pada

tahun 2014 yang berjumlah 78 siswa yaitu siswa remaja kelas XI yang

berumur 16-19 tahun yang ada di MA Al Hidayah Kendal.


Tabel 3.1
Jumlah Siwa Kelas XI MA Al Hidayah Kendal
Tahun Ajaran 2014/2015
No Kelas Jumlah Siswa
1 XI IPA 1 19
2 XI IPA 2 12
3 XI IPS 30
4 AGAMA 17
Jumlah 78
Sumber data : UPT Puskesmas Gapura

2. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi

relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat

generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh

adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.28 Jumlah

sampel pada penelitian ini adalah 78 sampel.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di MA Al Hidayah Kendal yang terletak di

Jalan Raya Kendal-Geneng KM 03 Sodriyan Majasem Kendal,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2015.


D. Variabel Penelitian

Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus dalam penelitian yang

menunjukkan atribut dari sekelompok orang atau obyek yang mempunyai

variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok.21

Dalam penelitian ini variabel-variabel yang ada diantaranya :

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau

berubahnya variabel dependen.21 Dalam penelitian ini variabel bebasnya

yaitu Pengetahuan Remaja, Sikap Remaja, Ketersediaan Sarana dan

Prasarana, Pengaruh Teman, Pengaruh Orang tua, dan Sikap petugas

kesehatan (X).

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dihubungani nilainya ditentukan

oleh variabel lain.18 Dalam penelitian ini variabel terikatnya yaitu

Tindakan Pencegahan HIV/AIDS (Y).

E. Definisi Operasional

Tabel 3.2
Definisi Operasional
Jenis
No. Variabel Definisi Operasional Kriteria
Data
1. Pengetahuan Pemahaman responden Pernyataan favourable : Ordinal
Remaja mengenai HIV/AIDS B = nilai 1
meliputi : S = nilai 0
Pengertian, cara penularan, Pernyataan unfavourable :
faktor resiko, gejala dan B = nilai 0
cara pencegahan,diketahui S = nilai 1
dan dijawab oleh responden >75% = baik
tentang penyakit HIV/AIDS. 60-75% = cukup
<60% = kurang

(nursalam, 2008)
Jenis
No. Variabel Definisi Operasional Kriteria
Data
2. Sikap Tanggapan atau sikap yang Pernyataan favourable : Ordinal
Remaja ditunjukkan responden SS = nilai 4
terhadap pengetahuan , S = nilai 3
Pengertian, cara penularan, TS = nilai 2
faktor resiko, gejala dan cara STS = nilai 1
pencegahan HIV/AIDS serta Pernyataan unfavourabl:
sikap yang ditunjukkan pada SS = nilai 1
penderita HIV/AIDS. S = nilai 2
TS = nilai 3
STS = nilai 4
a. Baik untuk skor > nilai mean
28,60
b. Kurang untuk skor < nilai
mean 28,60
3. Ketersediaan Ketersediaan sarana dan Pernyataan favourable : Ordinal
Sarana dan prasarana atau fasilitas yang Ya = nilai 1
Prasarana mendukung untuk para remaja Tidak = nilai 0
dapat menambah informasi dan Pernyataan unfavourable :
pengetahuan tentang Ya = nilai 0
HIV/AIDS. Tidak = nilai 1
Meliputi : ada atau tidaknya
sarana yang tersedia seperti a. Tersedia untuk skor > nilai
buku di perpustakaan tentang mean 2,81
HIV/AIDS, Informasi akan b. Tidak Tersedia untuk skor <
HIV/AIDS, tersedianya sarana nilai mean 2,81
pemeriksaan HIV/ADIS.
4. Pengaruh Remaja sangat menghargai Pernyataan favourable : Ordinal
Teman pertemanan, jalinan Ya = nilai 1
komunikasi dengan teman Tidak = nilai 0
sebaya lebih baik jika Pernyataan unfavourable :
dibanding dengan orang tua. Ya = nilai 0
Meliputi : terlibat atau ikut Tidak = nilai 1
serta teman dalam setiap a. Berpengaruh untuk skor
tindakan pencegahan > nilai mean 5,36
HIV/AIDS. b. Tidak Berpengaruh
untuk skor < nilai mean
5,36
5. Pengaruh Merupakan peran orang tua Pernyataan favourable : Ordinal
Orang tua dalam memberikan informasi Ya = nilai 1
dan pengetahuan sebagai Tidak = nilai 0
penguat terbentuknya perilaku Pernyataan unfavourable :
kesehatan (tindakan Ya = nilai 0
pencegahan HIV/AIDS). Tidak = nilai 1
a. Berpengaruh untuk skor
> nilai mean 5,82
b. Tidak Berpengaruh
untuk skor < nilai mean
5,82
No. Variabel Definisi Operasional Kriteria Jenis Data
6. Sikap Bagaimana sikap petugas Pernyataan favourable : Ordinal
Petugas kesehatan dalam mendukung Ya = nilai 1
Kesehatan atau memungkinkan Tidak = nilai 0
terwujudnya perilaku Pernyataan unfavourable :
kesehatan (tindakan Ya = nilai 0
pencegahan HIV/AIDS) pada Tidak = nilai 1
remaja. a. Berpengaruh untuk skor
> nilai mean 2,83
b. Tidak Berpengaruh
untuk skor < nilai mean
2,83
7. Tindakan Merupakan kebiasaan dan Pernyataan favourable : Ordinal
Pencegahan motivasi para remaja dalam Ya = nilai 1
HIV/AIDS melaksanakan pencegahan Tidak = nilai 0
penularan penyakit Pernyataan unfavourable :
HIV/AIDS. Ya = nilai 0
Tindakan Pencegahan Tidak = nilai 1
HIV/AIDS yaitu menghindari a. Baik untuk skor > nilai
seks bebas, menghindari mean 8,86
penggunaan narkoba, b. Kurang untuk skor <
menghindari penggunaan nilai mean 8,86
jarum suntik tidak steril.

F. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh melalui hasil penelitian

secara langsung terhadap obyek yang diteliti. Data primer dalam

penelitian ini diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan dari hasil

kuesioner. Sebelum kuesioner tersebut diisi maka responden harus

memenuhi syarat dan menyatakan bersedia menjadi responden dalam

penelitian ini kemudian kuesioner yang telah diisi oleh responden yang

kemudian dikumpulkan lagi oleh peneliti dan peneliti mengoreksi lagi

kelengkapannya.
b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber,

baik dari tulisan atau dokumentasi (laporan-laporan, karya ilmiah,

buku-buku) atau informasi dari pihak-pihak terkait yang berhubungan

dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini

diperoleh dari buku-buku karya ilmiah dan dari MA Al Hidayah

Kendal.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek

yang diperlukan dalam suatu penelitian.18 Pengumpulan data yang

dilakukan oleh peneliti yaitu subyek penelitian diberikan kuesioner.

Penelitian dilakukan di MA Al Hidayah Kendal, Kabupaten Ngawi,

dengan meminta kesediaan siswa untuk menjadi responden dalam mengisi

kuesioner yang telah disediakan.

Pengisian kuesioner dilakukan di sekolah , sebelum siswa mengisi

kuesioner, peneliti terlebih dahulu menjelaskan tata cara pengisian

kuesioner tersebut. Kuesioner dikerjakan pada saat itu juga dan diawasi

oleh peneliti, setelah siswa mengisi kuesioner tersebut dengan lengkap,

kuesioner tersebut dikumpulkan kembali kepada peneliti serta dilakukan

pengecekan ulang terhadap kuesioner.


G. Instrumen Penelitian

Instumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah

diolah. Pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan kuesioner.

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya,

atau hal-hal yang diketahuinya.2

H. Teknik Pengelolaan Data

Proses pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut :

1. Editing

Kegiatan editing dilakukan untuk mengetahui kualitas data yang

terkumpul dengan memperhatikan kelengkapan jawaban, identitas

pengisi, kelengkapan lembar kuesioner, dan kelengkapan isian sehingga

apabila terdapat ketidaksesuaian dapat dilengkapi dengan segera.

2. Coding

Coding dilakukan agar dapat mengklasifikasikan jawaban yang ada

menurut macamnya. Setiap jawaban mempunyai angka.

3. Input Data

Input Data yaitu memasukkan data ke komputer dengan menggunakan

aplikasi program SPSS (Statistical Package For Social Science).


4. Pembersihan Data (Cleaning)

Untuk memastikan data telah bersih dari kesalahan dan kekurangan,

maka sebelum dilakukan analisis, data yang telah masuk dilakukan

pengecekan dan pembersihan bila ditemui kesalahan pada saat input data.

Selanjutnya data yang telah diperoleh, diolah dan disajikan dalam bentuk

narasi dan tabel.

I. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Sebelum kuesioner digunakan di lapangan maka dilakukan ujicoba

kuesioner pada 30 siswa MA Sunan Kali Jaga Kendal Kabupaten Ngawi

untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas maksudnya,

mengeliminasi kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik atau kata-kata

yang menimbulkan makna ganda, memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang

membingungkan dan meniadakan item pertanyaan yang tidak relevan dengan

tujuan penelitian.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Suatu instrumen yang valid

atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrument yang

kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Tinggi rendah validitas

suatu angket atau kuesioner dihitung dengan teknik korelasi pearson

product moment.21
𝑁.∑ 𝑋.𝑌−∑ 𝑋.∑ 𝑌
Rumus rxy =
√{𝑁 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋)2 }{𝑁 ∑ 𝑌 2 −(∑ 𝑌)2 }

Dimana :

rxy : Kuesioner korelasi Product moment

n : Jumlah sampel

x : Skor pertanyaan

y : Skor tabel.

Dari hasil pengukuran validitas menggunakan rumus di atas,

maka akan dibandingkan dengan rtabel yang telah ada, dengan ketentuan

sebagai berikut :

a. Apabila rhitung > rtabel, maka butir-butir pertanyaan koesioner yang

digunakan dalam penelitian dianggap valid.

b. Apabila rhitung < rtabel, maka butir-butir pertanyaan koesioner yang

digunakan dalam penelitian dianggap tidak valid atau gugur.

Uji Validitas dilakukan di MA SUNAN KALI JAGA Kendal,

Kabupaten Ngawi dengan menggunakan sampel berjumlah 30. Hasil

validitas sebagai berikut :


a. Pengetahuan

Tabel 3.3
Hasil Uji Validitas Pernyataan Pengetahuan di MA Sunan
Kalijaga Kendal, Kabupaten Ngawi Tahun 2015
N0. R tabel R Hitung Keterangan
1 0,361 0,723 Valid
2 0,361 0,696 Valid
3 0,361 0,483 Valid
4 0,361 0,723 Valid
5 0,361 0,578 Valid
6 0,361 0,340 Tidak Valid
7 0,361 0,830 Valid
8 0,361 0,723 Valid
9 0,361 0,718 Valid
10 0,361 0,640 Valid
11 0,361 0,514 Valid
12 0,361 0,144 Tidak Valid
13 0,361 0,747 Valid
14 0,361 0,723 Valid
15 0,361 0,267 Tidak Valid
16 0,361 0,502 Valid
17 0,361 0,750 Valid
18 0,361 0,224 Tidak Valid
19 0,361 0,672 Valid
20 0,361 0,816 Valid
21 0,361 0,723 Valid
22 0,361 0,672 Valid
23 0,361 0,723 Valid
24 0,361 0,515 Valid
25 0,361 0,723 Valid
26 0,361 0,648 Valid
27 0,361 0,640 Valid
28 0,361 0,734 Valid
29 0,361 0,100 Tidak Valid
30 0,361 0,723 Valid
Sumber : Data Primer Terolah 2015

Berdasarkan tabel 3.2 hasil uji validitas untuk variabel

Pengetahuan Siswa, item pertanyaan dianggap valid jika nilai r hitung

>r tabel (0,361). Dari hasil uji kuesioner pengetahuan remaja tentang

HIV/AIDS di MA SUNAN KALI JAGA yang terdiri dari 30 item

pertanyaan, diperoleh 25 item pertanyaan valid karena r hitung > r tabel

(0,361) dan 5 item pertanyaan tidak valid karena r hitung < r tabel.
b. Sikap

Tabel 3.4
Hsil Uji Validitas Pertanyaan Sikap Remaja di MA Sunan
Kali Jaga Kendal, Kabupaten Ngawi Tahun 2015
No. R tabel R Hitung Keterangan
1 0,361 0,931 Valid
2 0,361 0,840 Valid
3 0,361 0,881 Valid
4 0,361 0,948 Valid
5 0,361 0,958 Valid
6 0,361 0,958 Valid
7 0,361 0,856 Valid
8 0,361 0,866 Valid
9 0,361 0,868 Valid
10 0,361 0,834 Valid
Sumber : Data Primer Terolah 2015

Berdasarkan tabel 3.3 hasil uji validitas untuk variabel sikap,

item pertanyaan dianggap valid jika nilai r hitung > r tabel (0,361). Dari

hasil uji kuesioner sikap di MA SUNSN KALIJAGA Kendal,

Kabupaten Ngawi yang terdiri dari 10 item pertanyaan, diperoleh

semua item pertanyaan valid karena r hitung > r tabel.

c. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Kesehatan

Tabel 3.4
Hasil Uji Validitas Pertanyaan Sarana dan Prasarana di MA
Sunan Kali Jaga Kendal Kabupaten Ngawi Tahun 2015
No. R tabel R hitung Keterangan
1 0,361 0,837 Valid
2 0,361 0,843 Valid
3 0,361 0,881 Valid
4 0,361 0,705 Valid
5 0,361 0,822 Valid
6 0,361 0,373 Valid
Sumber : Data Primer Terolah 2015
Berdasarkan tabel 3.4 hasil uji validitas untuk variabel

Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, item pertanyaan

dianggap valid jika nilai r hitung > r tabel (0,361). Dari hasil uji

kuesioner Pengaruh Teman di MA SUNSN KALI JAGA Kendal,

Kabupaten Ngawi yang terdiri dari 6 item pertanyaan, diperoleh

semua item pertanyaan valid karena r hitung > r tabel.

d. Pengaruh Teman

Tabel 3.5
Hasil Uji Validitas Pertanyaan Pengaruh Teman di MA SUNAN
KALIJAGA Kendal Kabupaten Ngawi Tahun 2015
No. R tabel R hitung Keterangan
1 0,361 0,554 Valid
2 0,361 0,930 Valid
3 0,361 0,874 Valid
4 0,361 0,671 Valid
5 0,361 0,405 Valid
6 0,361 0,930 Valid
7 0,361 0,874 Valid
Sumber : Data Primer Terolah 2015

Berdasarkan tabel 3.5 hasil uji validitas untuk variabel

Pengaruh Teman, item pertanyaan dianggap valid jika nilai r hitung

> r tabel (0,361). Dari hasil uji kuesioner Pengaruh Teman di MA

SUNSN KALI JAGA Kendal, Kabupaten Ngawi yang terdiri dari 7

item pertanyaan, diperoleh semua item pertanyaan valid karena r

hitung > r tabel.


e. Pengaruh Orang Tua

Tabel 3.6
Hasil Uji Validitas Pertanyaan Pengaruh Orang Tua di MA
Sunan Kalijaga Kendal Kabupaten Ngawi Tahun 2015
No. R tabel R hitung Keterangan
1 0,361 0,724 Valid
2 0,361 0,699 Valid
3 0,361 0,724 Valid
4 0,361 0,648 Valid
5 0,361 0,456 Valid
6 0,361 0,162 Tidak Valid
7 0,361 0,628 Valid
8 0,361 0,648 Valid
9 0,361 0,479 Valid
10 0,361 0,699 Valid
Sumber : Data Primer Terolah 2015

Berdasarkan tabel 3.6 hasil uji validitas untuk variabel

Pengaruh Orang Tua, item pertanyaan dianggap valid jika nilai r

hitung > r tabel (0,361). Dari hasil uji kuesioner Pengaruh Orang Tua

di MA SUNAN KALI JAGA Kendal, Kabupaten Ngawi yang terdiri

dari 10 item pertanyaan, , diperoleh 9 item pertanyaan valid karena r

hitung > dari r tabel dan 1 item pertanyaan tidak valid karena r

hitung < r tabel.

f. Sikap Petugas Kesehatan

Tabel 3.7
Hasil Uji Validitas Pertanyaan Sikap Petugas Kesehatan di
MA Sunan Kalijaga Kendal Kabupaten Ngawi Tahun 2015
No. R tabel R hitung Keterangan
1 0,361 0,877 Valid
2 0,361 0,877 Valid
3 0,361 0,801 Valid
4 0,361 0,862 Valid
5 0,361 0,782 Valid
Sumber : Data Primer Terolah 2015
Berdasarkan tabel 3.7 hasil uji validitas untuk variabel Sikap

Petugas Kesehatan, item pertanyaan dianggap valid jika nilai r

hitung > r tabel (0,361). Dari hasil uji kuesioner sikap petugas

kesehatan di MA SUNSN KALI JAGA Kendal, Kabupaten Ngawi

terdiri dari 5 item pertanyaan, diperoleh semua item pertanyaan valid

karena r hitung > r tabel.

g. Tindakan Pencegahan HIV/AIDS

Tabel 3.8
Hasil Uji Validitas Pertanyaan Tindakan Pencegahan
HIV/AIDS di MA Sunan Kalijaga Kendal Kabupaten
Ngawi Tahun 2015
No. R tabel R hitung Keterangan
1 0,361 0,796 Valid
2 0,361 0,699 Valid
3 0,361 0,611 Valid
4 0,361 0,838 Valid
5 0,361 0,648 Valid
6 0,361 -0,118 Tidak Valid
7 0,361 0,826 Valid
8 0,361 0,775 Valid
9 0,361 0,673 Valid
10 0,361 0,694 Valid
11 0,361 0,796 Valid
Sumber : Data Primer Terolah 2015

Berdasarkan tabel 3.8 hasil uji validitas untuk variabel

Tindakan Pencegahan HIV/AIDS, item pertanyaan dianggap valid

jika nilai r hitung > r tabel (0,361). Dari hasil uji kuesioner Tindakan

Pencegaha HIV/AIDS di MA SUNAN KALI JAGA Kendal,

Kabupaten Ngawi yang terdiri dari 11 item pertanyaan, , diperoleh

10 item pertanyaan valid karena r hitung > dari r tabel dan 1 item

pertanyaan tidak valid karena r hitung < r tabel.


2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap

asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo,

2010).

Rumus :

𝑘 ∑ 𝜎𝑏 2
rll = 𝑘−1 {1 − }
𝜎𝑡 2

Dimana :

rll : Reliabilitas instrumen/koefisien relibilitas

k : Banyaknya butir pertanyaan/banyaknya soal

∑ 𝜎𝑏 2 : Jumlah varians butir

𝜎𝑡 2 : Varians total. (Arikunto, 2006)

Keterangan :

a. Apabila Alpha hitung < 0,600 = Tidak Reliabel

b. Apabila Alpha hitung > 0,600 = Reliabel.

Uji Validitas dilakukan di MA SUNAN KALI JAGA Kendal,

Kabupaten Ngawi dengan menggunakan sampel berjumlah 30. Hasil

validitas sebagai berikut :


Tabel 3.9
Hasil Uji Reabilitas untuk Pertanyaan Pengetahuan Remaja,
Sikap, Ketersediaan sarana dan Prasarana Kesehatan, Pengaruh
Teman, Pengaruh Orang Tua, Sikap Petugas Kesehatan, dan
Tindakan Pencegahan HIV/AIDS di MA SUNAN KALIJAGA
Kendal, Kabupaten Ngawi Tahun 2015
Alpha
Variabel Hasil Keterangan
Cronbach
Pengetahuan Remaja 0,600 0,924 Reliabel
Sikap Remaja 0,600 0,970 Reliabel
Ketersediaan Sarana dan
0,600 0,848 Reliabel
Prasarana
Pengaruh Teman 0,600 0,876 Reliabel
Pengaruh Orang Tua 0,600 0,746 Reliabel
Sikap Petugas Kesehatan 0,600 0,880 Reliabel
Tindakan Pencegahan
0,600 0,855 Reliabel
HIV/AIDS
Sumber : Data Primer (2015)

Berdasarkan tabel 3.9 hasil uji reliabilitas untuk kuesioner

Pengetahuan Remaja diperoleh hasil sebesar 0,924, kuesioner Sikap

Remaja diperoleh hasil sebesar 0,970, kuesioner Ketersediaan Sarana dan

Prasarana diperoleh hasil sebesar 0,848, kuesioner Pengaruh Teman

diperoleh hasil sebesar 0,876, kuesioner Pengaruh Orang Tua diperoleh

hasil sebesar 0,746, kuesioner Sikap Petugas Kesehatan diperoleh hasil

sebesar 0,880 sedangkan untuk kuesioner Tindakan Pencegahan

HIV/AIDS diperoleh hasil 0,855. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

reliabilitas untuk semua variabel pada penelitian ini mempunyai nilai

Cronbach Alpha besar dari 0,600 sehingga instrumen penelitian tersebut

dinyatakan reliabel (andal).


J. Metode Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian, yang menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel

yang diteliti, yaitu Pengetahuan Remaja, Sikap Remaja, Ketersediaan

Sarana dan Prasarana, Pengaruh Teman, Pengaruh Orang Tua, dan Sikap

Petugas Kesehatan).27

2. Analisis Bivariat

Yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara

variabel bebas dengan variabel terikat. Rumus analisis yang digunakan

yaitu Kendall Tau (  ), datanya berbentuk ordinal. dengan jumlah sampel

lebih dari sepuluh, rumus dasar

 AB
 
N ( N  1)
2
Keterangan :

 : Koefisien korelasi Kendall Tau yang besarnya (-1<0<1).

A : Jumlah rangking atas.

B : Jumlah rangking bawah.

N : Jumlah anggota sampel.

Pedoman untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien

korelasi yang ditemukan dapat dilihat pada rumus Z sebagai berikut ini:

z
2(2 N  5)
9 N ( N  1)

Selanjutnya Zhitung dibandingkan harga Ztabel dengan taraf kesalahan

(5%). Apabila Zhitung > Ztabel maka koefisien korelasi yang ditemukan

adalah signifikan (Ho ditolak, Ha diterima), sebaliknya jika Zhitung < Ztabel

maka Ho diterima, sedangkan Ha ditolak.27

3. Analisis Multivariate

Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui variabel independen

yang mana yang lebih berpengaruh dengan variabel dependen. Variabel

yang dipengaruhi disebut variabel terikat (Tindakan Pencegahan

HIV/AIDS) dan variabel yang mempengaruhi di sebut variabel bebas

(Pengetahuan Remaja, Sikap Remaja, Ketersediaan Sarana dan Prasarana,

Pengaruh Teman, Pengaruh Orang Tua dan Sikap Petugas Kesehatan). Di

samping itu uji Regresi dapat digunakan untuk tujuan peramalan atau

prediksi, dimana variabel yang diprediksi merupakan variabel terikat.

Dalam pengujian multivariate yang menggunakan regresi logistik tidak

memelukan uji normalitas, artinya variabel penjelas tidak harus memiliki

distribusi normal, linear, maupun memiliki varian yang sama dalam setiap

group.6
K. Keterbatasan Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti mempunyai kelemahan-kelemahan

dimana kelemahan tersebut tertulis dalam keterbatasan peneliti secara teknis

yang mungkin mempunyai dampak secara metodologis. Keterbatasan

penelitian ini antara lain :

1. Pada penelitian ini agama dan kepercayaan tidak diteliti, karena semua

homogen.

2. Pada penelitian ini nilai-nilai dan tradisi tidak diteliti, karena meneliti satu

daerah.

3. Penelitian ini hanya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa kelas XI MA Al Hidayah

Kendal Kabupaten Ngawi , tanpa mempertimbangkan aspek lain misalnya

sosial budaya, lingkungan, demografi, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai