Anda di halaman 1dari 28

Beanal, K. Metutala.

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Siswa SMA Peserta

Program Beasiswa LPMAK-Timika Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS

di SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon. Skripsi. Fakultas Kesehatan. Masyarakat.

Universitas Sam Ratulangi Manado. Pembimbing

(I): Prof. dr. Nova H. Kapantow, DAN, SpGK, MSc. (II): dr. Ricky C. Sondakh.

Abstrak

HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini mendapat perhatian dari berbagai

pihak. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus yang cukup

tinggi. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia paling banyak terjadi pada remaja

antara 15-29 (37, 8%) terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan 62,2% terinfeksi

melalui penggunaan narkoba jarum suntik pertahun.


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap remaja

siswa SMA peserta program beasiswa LPMAK-Timika tentang pencegahan dan penanggulangan

HIV/AIDS di SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon Tahun 2014/2015.

Penelitian ini dilakukan secara cross sectional dengan memberikan kuesioner kepada siswa-

siswi SMA peserta program beasiswa LPMAK-Timika di SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon dari

bulan oktomber hingga desember 2014. Sampel diambil secara consecutive sampling dari populasi

yang terdapat di SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon.

Dari 84 siswa-siswi yang menjadi responden dalam penelitian ini, di dapati 53 siswa atau

(63%) tingkat pengetahuan baik, dan 31 siswa (37%) tingkat pengetahuan cukup. Dari penelitian ini

juga, terdapat 77 siswa atau (91,7%) mempunyai sikap yang baik atau positif dan 7 siswa atau

(8,3%) mempunyai sikap yang buruk atau negatif.

Kata kunci: HIV, AIDS, Remaja Siswa SMA, Tingkat pengetahuan, Sikap
Beanal, K. Metutala. Describe the level of knowledge and attitude of adolescent high school

students scholarship program participants LPMAK-Timika on the prevention and treatment

of HIV / AIDS in high school Lokon St. Nikolaus Tomohon. Skripsi. Faculty PUBLIC

Health university Sam Ratulangi Manado. Pembimbing (I): Prof. dr. Nova H. Kapantow,

DAN, SpGK, MSc. (II): dr. Ricky C. Sondakh.

ABSTRACT

HIV / AIDS is a disease that until recently received attention from various parties. Indonesia

is one country that experienced an increase in cases of high enough. According to the Ministry of
Health of the Republic of Indonesia is most prevalent in teenagers between 15-29 (37, 8%) were

infected through unsafe sex and 62.2% were infected through intravenous drug use per year.

This study was conducted to describe the level of knowledge and attitude of adolescent high

school students scholarship program participants LPMAK-Timika on the prevention and treatment

of HIV / AIDS in high school Lokon St. Nikolaus Tomohon Year.

The research was done by cross sectional questionnaire to high school students scholarship

program participants LPMAK-Timika in high school Lokon St. Nikolaus oktomber Tomohon of

months until December 2014. Samples were taken by consecutive sampling of the population are in

high school Lokon St. Nikolaus Tomohon .

Of the 84 students who were respondents in this study, it was found 53 students or (63%) level

of knowledge of good, and 31 students (37%) level of knowledge sufficient. From this study, there

were 77 students or (91.7%) had good or positive attitude and 7 students or (8.3%) had a poor
attitude or negative.

Keywords: HIV, AIDS, Young High School Students, level of knowledge, attitude

PENDAHULUAN

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau

sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.

Human Immuno deficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah

putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan tubuh. Karena
sistem kekebalannya rusak, orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi.

Meskipun kedokteran telah dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini

belum benar-benar bisa disembuhkan. Saat ini yang ada hanyalah menolong penderita untuk

mempertahankan tingkat kesehatan tubuhnya (Russel, 2011).

AIDS merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat infeksi HIV. Bila HIV telah membunuh

sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter darah, maka

kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya adalah kondisi yang disebut AIDS. Tanpa

dilakukan terapi antiretrovirus (Antiretroviral therapy/ART), rata-rata lamanya perkembangan

infeksi HIV menjadi AIDS adalah 9-10 tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS

adalah sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat

bervariasi. Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai risiko 1-2% untuk menjadi AIDS pada

beberapa tahun pertama. Risiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya. Risiko terkena
AIDS dalam 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50%. Sebelum ditemukan obat-obat

terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi AIDS (Russel, 2011).

Sa at ini HIV/AIDS telah menyebar luas dihampir seluruh bagian dunia. Data WHO

menunjukkan pada akhir Desember 2007 sebanyak 33,2 juta penduduk dunia menderita HIV/AIDS,

90% berasal dari negara berkembang. Data yang sama menunjukkan estimasi jumlah kematian yang

disebabkan oleh HIV/AIDS mencapai 2,1 juta orang, sedangkan jumlah infeksi baru HIV/AIDS

adalah 2,5 juta orang. Benua Asia diindikasikan memiliki laju infeksi HIV tertinggi didunia.

Prevalensi HIV tertinggi terdapat di wilayah Asia Tenggara dengan tren epidemik yang bervariasi

di setiap negara. Tren epidemik di Kamboja, Myanmar, dan Thailand menunjukkan penurunan,

sedangkan di Indonesia dan Vietnam malah semakin meningkat. Kini diseluruh dunia diperkirakan

lebih dari 40 juta orang mengidap HIV/AIDS. Sekitar 75% yang tertular HIV/AIDS berada di

kawasan Asia Pasifik dan Afrika. Lebih dari 20 juta jiwa telah meninggal karena AIDS. WHO dan

UNAIDS, dua organisasi dunia memberi peringatan bahaya kepada negara di Asia yang saat ini
disebut-sebut berada pada titik infeksi HIV. Bahkan bisa dikatakan negara tersebut berada dalam

posisi serius. Berdasarkan laporan WHO dan UNAIDS ketiga negara itu adalah China, India dan

Indonesia. Apalagi ketiga negara itu memiliki populasi terbesar di dunia. Indonesia yang merupakan

salah satu negara berkembang di wilayah Asia yang telah digolongkan menjadi negara dengan

tingkat epidemi yang terkonsentrasi atau concentrated level epidemic (CLE) karena memiliki

kantong-kantong epidemi dengan prevalensi lebih dari 5% pada subpopulasi beresiko terinfeksi

HIV seperti : pekerja seks komersial, narapidana, pengguna narkoba jarum suntik, darah donor, dan

ibu hamil.

Berdasarkan informasi terbaru yang dikumpulkan oleh Departemen Kesehatan melalui

surveilans HIV/AIDS, surveilans perilaku dan berbagai hasil studi di lapangan diperoleh

kesimpulan bahwa potensi ancaman epidemi HIV/AIDS di Indonesia semakin besar (Depkes RI,

2003). Data dari Ditjen PP dan PL Kemenkes RI laporan Triwulan april s/d juni tahun 2013 jumlah
kasus yang terjadi menunjukkan bahwa sejak tahun 1987 sampai 2013 sudah mencapai 103.759

kasus HIV dan 43.347 kasus AIDS dimana sudah sebanyak 8.288 penderita yang meninggal dunia.

Menurut KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) (2007), dari seluruh jumlah kasus di Indonesia

tersebut, sekitar 8 ribu atau 57,1% kasus HIV/AIDS terjadi pada remaja antara 15– 29 tahun (37,8%

terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan 62,2% terinfeksi melalui penggunaan

narkoba jarum suntik. Hal ini menunjukkan bahwa remaja memerlukan edukasi dan penyuluhan

yang benar agar tidak masuk kedalam sub-populasi berperilaku risiko tinggi.

Propinsi Papua menduduki peringkat ke-1 dari 33 propinsi di Indonesia dengan jumlah kasus

AIDS sebanyak 7795 kasus. Timika merupakan kota yang memiliki prevalensi penderita AIDS

tertinggi di papua meduduki peringkat ke-III dengan sebanyak 1.071 kasus (Depkes RI, 2010).

Menurut Behrman, Kliegman, Robert dan Jenson (2004), remaja adalah mereka yang berusia

10-20 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh,

psikologi, dan aspek fungsional. Dari segi umur remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/early
adolescence (10-13 tahun), remaja menengah /middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja

akhir/late adolescence (17-20 tahun).

Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai

pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan

lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Pada masa remaja, rasa

ingin tahu mengenai seksualitas sangat penting terutama dalam pembentukan hubungan dengan

lawan jenisnya. Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih banyak informasi mengenai

seksualitas.

Rentannya remaja terhadap penyimpangan seksual dan AIDS bersumber dari perubahan

fisiologis serta psikologis, berkaitan dengan perkembangan organ reproduksi mereka. Pada tahap

ini, remaja mulai merenggang dari orang tuanya kemudian membentuk kelompok sahabat karib.
Dalam tendensi kearah penarikan diri, sangat mungkin terjadi tindakan irasional.

Dari hasil survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (2008), sebanyak 63%

remaja di Indonesia baik SMP maupun SMA telah melakukan hubungan seksual.

Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) (2009), banyak remaja yang mati muda karena

overdosis dan tersiksa akibat kecanduan narkoba. Bahkan banyak dari mereka yang sudah terinfeksi

penyakit mematikan yaitu HIV/AIDS akibat penggunaan narkoba dengan jarum suntik.

Karakteristik siswa remaja yang rasa ingin tahunya sangat tinggi menyebabkan mereka

mencoba segala sesuatu yang menurut mereka menarik. Jika tidak tersedia informasi yang benar

mengenai masa remaja dapat mengakibatkan prilaku yang merugikan bagi remaja termasuk

terinfeksi HIV/AIDS (Duta Sekolah, 2009).

Kota Tomohon merupakan Ibu Kota Madya, yang memiliki jumlah siswa SMA/SMK yang

cukup besar. Siswa SMA/SMK termasuk dalam golongan remaja yang rentan dan mudah

terpengaruh denganlingkungan disekitar. Berdasarkan data yang diperoleh, remaja siswa SMA
program beasiswa LPMAK-Timika di SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon berjumlah sebanyak

kurang lebih 84 siswa, dengan kata lain memiliki 84 remaja yang rentan terhadap pengaruh

lingkungan sekitar.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menilai gambaran tingkat pengetahuan dan

sikap remaja siswa SMA peserta program beasiswa LPMAK-timika tentang pencegahan

dan penanggulangan HIV/AIDS dan tujuan khusus dari penelitian ini adalah memperoleh

gambaran tentang tingkat pengetahuan dan sikap remaja siswa SMA peserta program

beasiswa LPMAK-timika tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.

Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan

rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan oktomber 2014 sampai desember

2014 di SMA Lokon St.Nikolaus Tomohon pada Siswa peserta program beasiswa LPMAK-Timika.

Sampel yang dipilih adalah seluruh peserta program beasiswa LPMAK-Timika. Simple berjumlah

84 siswa orang pada seluruh peserta program beasiswa LPMAK-Timika.

Kriteria penelitian tersebut adalah siswa yang pada pelaksanaan pengambilan data hadir dan

bersedia mengisi kuesioner; serta siswa yang mengisi kuesioner dengan lengkap.

Hasil dan Penelitian

Data diambil pada bulan okterber 2014. Responden pada penelitian ini adalah remaja siswa

SMA peserta program beasiswa LPMAK-Timika di SMA Lokon St.Nikolaus Tomohon. Jumlah

populasi secara keseluruhan adalah 84 siswa. Jumlah sampel responden yang diambil adalah 84

siswa. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang sudah diuji validitas dan realibilitasnya oleh
peneliti pada tanggal 26 juni 2014. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode

kuesioner tertutup. Responden dikumpulkan di satu ruangan dan diberikan waktu maksimal 60

menit dalam pengisian kuesioner. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan cara pengisian dan peneliti

mengawasi pengisian kuesioner. Responden penelitian yang memiliki pertanyaan tentang pengisian

kuesioner dijawab langsung oleh peneliti. Kuesioner langsung dikumpulkan setelah pengisian

selesai dilakukan.

Hasil Penelitian

A. Karakteristik Responden

1. Usia

Distribusi responden menurut pengelompokkan usia didapatkan usia termuda adalah 14 tahun

dan usia tertua adalah 18 tahun. Rata-rata usia adalah 17, modus 16 dan median 18. Proporsi Usia

responden terbesar pada umur 17 tahun dan yang terkecil adalah 14 tahun. Proporsi usia responden
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Usia

No. Usia Jumlah Persentase(%)

1. 14 Tahun 1 1,2%

2. 15 Tahun 8 9,5%

3. 16 Tahun 21 25%

4. 17 Tahun 29 34,5%

5. 18 Tahun 25 29,8%

Total 84 100%

2. Jenis kelamin

Proporsi responden berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini didapatkan responden yang

berjenis kelamin laki-laki yaitu 57 orang (67,86%), sedangkan responden yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 27 orang (32,14%). Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1. Laki -Laki 57 67,86%

2. Perempuan 27 32,14%

Total 84 100%

3. Penghasilan orangtua perbulan

Proporsi responden berdasarkan penghasilan orangtua perbulan pada penelitian ini didapatkan

responden yang penghasilan orangtua perbulan <RP:2.000.000,00 yaitu 75 siswa (89,3%),

sedangkan responden yang penghasilan orangtua perbulan >RP:2.000.000,00 yaitu sebanyak 9

siswa (10,3%). Distribusi responden penghasilan orangtua perbulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan penghasilan orangtua perbulan

No. Penghasilan orangtua perbulan Jumlah Persentase (%)

1. < Rp. 2.000.000,00 75 89,3%

2. > Rp. 2.000.000,00 9 10,7

Jumlah 84 100%

4. Mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS

Proporsi responden berdasarkan mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS dalam penelitian ini

didapatkan responden yang menyatakan pernah mendapatkan informasi mengenai HIV/AIDS yaitu

72 siswa (85,7). sedangkan responden yang menyatakan tidak pernah mendapatkan informasi

mengenai HIV/AIDS yaitu sebanyak 12 siswa (14,3%). Distribusi responden yang mendapatkan
informasi mengenai HIV/AIDS dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Mendapatkan Informasi Tentang HIV/AIDS

No. Mendapatkan Informasi Tentang HIV/AIDS Jumlah (n) Persentase (%)

1. Pernah 72 85,7%

2. Tidak Pernah 12 14,3%

Total 84 100%

B. Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Siswa SMA Peserta Program Beasiswa LPMAK-

Timika Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS

Data proporsi Pengetahuan remaja siswa SMA dalam pencegahan dan penanggulangan

HIV/AIDS dapat dilihat di tabel berikut:

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan remaja siswa SMA dalam pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS.

Pengetahuan responden tentang HIV/AIDS Jumlah (n) Persentase (%)

Baik 53 63%

cukup 31 37%

Total 84 100%

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan

baik sebanyak 53 siswa (63%), sedangkan responden yang berpengetahuan cukup sebanyak 31

siswa (37%).

C. Sikap Remaja Siswa SMA Peserta Program Beasiswa LPMAK-Timika Tentang

Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS

Data proporsi Sikap remaja siswa SMA tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

dapat dilihat di tabel berikut :


Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan sikap remaja siswa SMA dalam pencegahan dan

penanggulangan HIV/AIDS.

Sikap Responden Tentang HIV/AIDS Jumlah (n) Persentanse %

Baik 77 91,7%

Kurang baik 7 8,3%

Jumlah 84 100%

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki gambaran

sikap baik atau memiliki sikap yang kecenderungan menjauhi HIV/AIDS adalah sebanyak 77 siswa

atau (91,7%), sedangkan responden yang memiliki sikap kurang baik atau memiliki sikap yang

kecenderungan mendukung penularan HIV/AIDS adalah sebanyak 7 siswa atau (7,3%)

Pembahasan

Pengetahuan merupakan salah satu aspek yang dapat membentuk sikap seseorang. Semakin

baik tingkat pengetahuan seseorang tentang penyakit HIV/AIDS, maka orang tersebut cenderung
semakin menjauhi sikap negatif terhadap penyakit HIV/AIDS, sebaliknya semakin kurang tingkat

pengetahuan seseorang tentang penyakit HIV/AIDS, maka orang tersebut cenderung akan bersikap

negatif terhadap penya

Gambaran tingkat pengetahuan remaja siswa SMA peserta program beasiswa

LPMAK-timika tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di SMA lokon

St. Nikolaus tomohon.

Berdasarkan hasil skoring yang telah ditetapkan dengan menggunakan 20 pertanyaan untuk

mengukur variabel gambaran tingkat pengetahuan responden, dapat diketahui bahwa secara umum

gambaran tingkat pengetahuan responden tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di

SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon dapat dikategorikan baik yaitu sejumlah 53 orang atau sebesar

63%, dan kategori cukup sebanyak 31 orang atau sebesar 37%. Dari jumlah tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa yang paling banyak adalah responden yang berpengetahuan baik. Proporsi

responden dengan gambaran tingkat pengetahuan baik tentang pencegahan dan penanggulangan

HIV/AIDS terlihat lebih tinggi, hal ini sebabkan oleh adanya faktor lain yang mempengaruhi
pengetahuan responden selain sumber informasi (televisi, radio, majalah, koran dan buku) yaitu

status sosial ekonomi, budaya, agama, dan pengalaman.

Hal ini sejalan dengan penelitian singale, 2012 Irsad Chibtia, tentang hubungan antara

pengetahuan dan sikap dengan perilaku pencegahan pada remaja komunitas anak jalanan kabupaten

kudus Surakarta 2014 menunjukkan bahwa adanya remaja komunitas anak jalanan dikabupaten

kudus yang mempunyai perilaku pencegahan yang baik serta mempunyai pengetahuan tentang

HIV/AIDS yang baik berjumlah 24 0rang (63,2%) dan juga adanya responden yang mempunyai

sikap dalam kategori baik dan perilaku pencegahan HIV/AIDS yang baik sebanyak 14 orang

(73,7%), dan yang mempunyai perilaku kurang baik sebanyak 5 orang (26,3). Sedang hasil

penelitian dari Sri Handayani, tentang pengetahuan dan sikap siswa SMA tentang HIV/AIDS di

SMU Negeri 1 Wedi Klaten dapat menunjukkan bahwa ada sebanyak (90,5% ) responden yang

mempunyai pengetahuan baik tentang HIV/AIDS dan sikap yang mendukung dalam pencegahan
HIV/AIDS sebanyak (85,7%) adalah bersikap positif.

Dari hasil penelitian ini dapat dlihat bahwa SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon juga

menyediakan fasilitas yang dapat mendukung atau mempermudah responden dalam mengakses

segala informasi mengenai HIV/AIDS, contohnya tersedianya perpustakaan sekolah, laboratorium

komputer atau internet sehingga memungkinkan para siswa dapat memperoleh informasi mengenai

pencegahan dan penangulangan. HIV/AIDS.

Menurut Notoatmodjo (2007) gejala penyakit HIV/AIDS dibagi menjadi dua, yaitu gejala

mayor dan gejala minor. Gejala mayor yang timbul antara lain: berat badan menurun >10% dalam 1

bulan, diare kronik yang berlangsung >1 bulan, penurunan kesadaran dan dimensia/enselopati HIV

(gangguan motorik dan gangguan sensorik) sedangkan gejala minor yang timbul antara lain: batuk

menetap >1 bulan, dermatitis generalis (reaksi inflamasi kulit terhadap rangsangan unsure fisik,

kimia, biologi) yang gatal, herpes zoster berulang, candidosis orofaring (infeksi jamur pada mulut

dan dinding tenggorokan), herpes simplek kronis progresif, limpadenopati generalis (pembesaran
kelenjar limfa), dan infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

diantaranya: mencegah penularan melalui hubungan seksual, pencegahan penularan melalui darah,

pencegahan penularan melalui jarum suntik dan alat yang dapat melukai kulit, pencegahan infeksi

melalui tranfusi darah, dan pencegahan penularan dari ibu kepada bayinya.

Pengetahuan hasil dan terjadi orang penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni, indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan ada 6 yaitu : pendidikan, pengalaman, usia, sosial ekonomi, budaya,

dan media informasi. Perilaku berkaitan dengan pengetahuan terhadap pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS, dengan meningkatnya pengetahuan tentang HIV/AIDS dapat

menimbulkan perilaku terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS sehingga akan

mengakibatkan tindakan yang dilakukan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

Gambaran sikap remaja siswa SMA peserta program beasiswa LPMAK-Timika

tentang pencegahan dan penanggulangan HIVAIDS di SMA Lokon.

Hasil penelitian terhadap gambaran sikap responden yang baik atau positif sebanyak 77 siswa

atau 91,7% dan sebanyak 7 siswa atau 8,3% responden menunjukkan sikap kurang baik atau

negatif. Hasil penelitian ini sejalan dengan Nurjana La Adili tentang pengetahuan, sikap, dan

tindakan mahasiswa fakultas agama islam universitas iqra terhadap HIV dan AIDS dikabupaten

buru bahwa mempunyai sikap yang positif dalam tindakan pencegahan terhadap HIV/AIDS, tetapi

ada perbedaan antara pengetahuan yang dimilikinya terhadap tindakan. Dan juga sejalan dengan

hasil penelitian Elly N, tentang factor pencegahan HIVAIDS akibat perilaku beresiko tertular pada

SLTP Depok, bahwa factor instrinsik yang meliputipersepsi tentang pemahaman, sikap dan
pencegahan HIV/AIDS mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku berisiko tertular

pada siswa SLTP dan juga denga factor ekstrinsik meliputi informasi orangtua, fasilitas, informasi

dengan orang lain dan stigma mayarakat mempunyai hubungan signifikan dengan perilaku berisiko

tertular pada SLTP, maka perlunya peningkatan pengetahuan dan sikap melalui komunikasi,

informasi dan edukasi tentang factor pencegahan HIV/AIDS. Hal ini juga sejalan dengan hasil

penelitian Budi Suryana dan Abral tentang persepsi guru dan promosi dalam pencegahan

HIV/AIDS di SMA Pontianak, bahwa guru mempunyai peranan yang tinggi dalam pencegahan

HIV/AIDS dengan persentase 50,5%, memiliki persepsi baik 53,5% dan memiliki pengetahuan

tinggi tentang HIV/AIDS 50,0%. Dengan demikian terdapat hubungan positif antara persepsi dan

pengetahuan dengan peranan guru dalam pencegahan HIV/AIDS. Dengan makna bahwa semakin

baik persepsi guru tentang HIV/AIDS, semakin tinggi peranannya dalam pencegahan HIV/AIDS.

Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek juga mengandung
dua aspek positif dan negative, kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang

terhadap objek tertentu. Semakin banyak positif dari objek yang diketahui, akan menumbuhkan

sikap makin positif terhadap objek tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap selain pengetahuan, yakni untuk dapat menjadi dasar

pembentukkan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat, pada umumnya,

individu cenderung untuk memiliki sikap yang konfirmis atau searah dengan sikap orang yang

dianggap penting, kecenderungan ini dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan

orang yang dianggap penting tersebut.

Menurut Notoatmojo (2003) sikap ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor. Faktor predisposisi

(Predisposing Factor) meliputi pengetahuan sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat. Faktor pendukung (Enabling

Factors) meliputi lingkungan fisik seperti umur, status social ekonomi, pendidikan, sumber daya

atau potensi masyarakat. Faktor pendorong (Renforcing factor) meliputi sikap dan sikap orang lain.
Misalnya : sikap orang tua, suami, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan dan guru disekolah.

Anda mungkin juga menyukai