Anda di halaman 1dari 25

CASE BASED DISCUSSION

OTITIS MEDIA AKUT

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu THT- KL


RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang

disusun oleh :
Destar Aditya Yusuf
01.210.6118

Pembimbing:
Kolonel CKM dr. Budi Wiranto Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN

CASE BASED DISCUSSION


OTITIS MEDIA AKUT

Kepaniteraan Klinik Bagian THT-KL


RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang

oleh :
Destar Aditya Yusuf
01.210.6118

Magelang, Juni 2015


Telah dibimbing dan disahkan oleh,
Pembimbing,

Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat-Nya penulis

dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini. Penulis berharap agar laporan ini

dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan dan instasi.

Dalam penyelesaian laporan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada

1. Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT

2. Teman-teman Departemen stase THT yang selama ini selalu memberikan

dukungan

Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini, penulis masih mempunyai

banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritikan untuk

menyempurnakan laporan ini.

Magelang, 29 Juni 2015

Penulis

3
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam.

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis auditorius
eksternus ( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang berupa
dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan
tuba eustachius.
1. Membrana timpani
Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus.
Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal
dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu
pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.
Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian
terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars flacida
(membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os
petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa
bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat
lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya
memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa.
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani mendapat
perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis
pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral,

4
arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier
menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri
descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan
dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang
stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpani anterior arteri maksilaris.
Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri descendent interna yang letaknya sejajar
dengan arteri descendent eksterna.
2. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi
oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di
atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus
timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.
Batas cavum timpani ;
Atas : tegmen timpani
Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid
Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal
Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani
Medial : dinding labirin
Lateral : membrana timpani
Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes.
Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi oleh
mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani
dengan foramen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam.
Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus
terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium mallei
yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan
kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis dan
krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada medial
puncak krus longus terdapat processus lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri
dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis
stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.
Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :
- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan berasal
dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral dan

5
menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik manubrium
mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.
- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh
cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale dari
getaran yang terlalu kuat.
3. Tuba eustachius
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum timpani
dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-inferomedial,
membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital. 1/3
bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap kanalis
karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka
dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi ujung posterior konka inferior. Pinggir
anteroposterior muara tuba membentuk plika yang disebut torus tubarius, dan di
belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada
perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus
dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau
oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-
anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang
dewasa, sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.

OTITIS MEDIA AKUT


Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di
nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya
mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan
antibody. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.

6
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena
fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.
Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas
atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA.

Sembuh / Normal

Fungsi tuba
tetap terganggu

Gangguan tuba Tekanan Efusi OME


negative
telinga
tengah Infeksi (-)
Etiologi :

- Perubahan tekanan

udara tiba-tiba
Tuba tetap terganggu
- Alergi dan Infeksi (+)
OMA
- ISPA

Sembuh OME OMSK/OMP

Etiologi
- Sumbatan :Sumbatan
Sekret pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan
Tampon
invasi kuman
Tumor
ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan
salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri
piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus,
Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Proteus
vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.¹ Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan
organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur. Sedangkan Haemophilus
influenza adalah patogen tersering yang ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun.
Meskipun juga patogen pada orang dewasa.

7
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena
beberapa hal, yaitu:
(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, (2)Saluran eustachius
pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah
menyebar ke telinga tengah. (3)Adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas
yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relative lebih besar dibanding orang
dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid
yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu, adenoid
sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah
lewat saluran Eustachius.
Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran
tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan
datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak
dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan
normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang
terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

8
9
Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati
melalui liang telinga luar.
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-
kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin
telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis
media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani
atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial,
serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran
timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat, serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia,akibat tekanan pada kapiler, serta timbul tromboflebitis
pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran
timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, di tempat
ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini,
maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang

10
telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali,
sedangkan apabila terjadi ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus keluar mengalir
dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi
tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis
media akut stadium perforasi.

5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan
akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi
menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat
menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di
kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

11
- ISPA
- Tampon Sumbatan tuba
- Hipertrofi
Adenoid
Disfungsi Tuba Kuman masuk
- Barotrauma
- Tumor
- Alergi
Gangguann transport Inflamasi
mukosilier

Mukus terjebak Reaksi sel-sel radang

Tekanan negatif
telinga tengah Kumpulan sekret Radang pada telinga
mukopurulen di tengah
Retraksi membran telinga tengah Demam
timpani
Vasodilatasi pembuluh
Sekret darah M. Timpani
bertambah
Stadium Oklusi
banyak
Membran timpani
Membran timpani
kemerahan dan nyeri
bulging ke telinga luar

Stadium Supurasi Stadium Hiperemis

Tekanan pada kapiler


membran

Tromboflebitis

Iskemiknekrosis Stadium Perforasi

Gejala klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri telinga, suhu
tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.

12
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri terdapat
pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada
bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi sampai 39,5 °C (stadium
supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-
kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga luar,
suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)


2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut: (1)menggembungnya gendang telinga, (2)terbatas/tidak adanya gerakan
gendang telinga, (3)adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga,
(4)cairan yang keluar dari telinga.
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut: (1)kemerahan pada gendang telinga, (2)nyeri
telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari
pengobatan yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan
pencegahan komplikasi.
Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk
anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur
>12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan
antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat
resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk
terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah.

13
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100
mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-
gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari. Selain itu, analgesik juga
perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar
terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang
menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan
pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus
tenang dan dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik. Biasanya
pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di kuadran
posteroinferior.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup
kembali dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membrane timpani. Pada keadaan ini antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Komplikasi
Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga berat
tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
otitis media supuratif kronis.
OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang menjadi otitis
media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan
dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang
tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis,
komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis, abses
otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.

14
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. S

Umur : 12 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Blabak, Mungkid, Magelang

Pekerjaan : Pelajar

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan tanggal 25 Juni 2015 di poli THT RST dr. Soedjono

Magelang

2.1. Keluhan Utama:

Keluar cairan dari telinga kiri dan telinga terasa penuh pada telinga kanan

2.2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan keluar cairan pada telinga kiri dan

telinga kanan terasa penuh sejak 4 hari sebelum datang ke Poli THT

RSUD Waled. Cairan yang keluar pada telinga kirinya tersebut berwarna

putih kehijauan dan sedikit berbau. Pasien juga mengeluh adanya nyeri

telinga dan adanya penurunan fungsi pendengaran serta telinga kirinya terasa penuh..

Riwayat demam yang tidak terlalu tinggi dirasakan pasien sejak 1 minggu

yang lalu tanpa disertai batuk serta pilek sebelum keluar cairan dari

telinga. Nyeri telinga dan demam dirasakan berkurang setelah keluar

cairan dari telinga. Sedangkan, pada telinga kanannya pasien mengeluhkan

15
bahwa telinganya terasa penuh dan adanya penurunan fungsi pendengaran

tanpa disertai adanya nyeri maupun keluar cairan pada telinga kanannya.

Pasien mengatakan bahwa ia kemasukan air pada telinga kirinya serta

sering mengorek kedua telinganya dengan menggunakan cotton bud.

Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Keluhan berupa telinga berdenging

atau berdengung di telinga kiri maupun kanannya, pusing berputar, batuk, pilek,

sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher

disangkal

Resume

Pasien datang dengan keluhan keluar cairan pada telinga kiri dan telinga

kanan terasa penuh sejak 4 hari sebelum datang ke Poli THT RSUD Waled.

Cairan yang keluar pada telinga kirinya tersebut berwarna putih kehijauan dan

sedikit berbau. Pasien juga mengeluh adanya nyeri telinga dan adanya penurunan

fungsi pendengaran serta telinga kirinya terasa penuh.. Riwayat demam yang tidak terlalu

tinggi dirasakan pasien sejak 1 minggu yang lalu tanpa disertai batuk serta pilek

sebelum keluar cairan dari telinga. Nyeri telinga dan demam dirasakan

berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Sedangkan, pada telinga kanannya

pasien mengeluhkan bahwa telinganya terasa penuh dan adanya penurunan

fungsi pendengaran. Pasien mengatakan bahwa ia kemasukan air pada telinga

kirinya serta sering mengorek kedua telinganya dengan menggunakan cotton

bud. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran E4M6V5, tekanan darah

120/60mmHg, frekuensi napas 20x/menit, frekuensi nadi 75x/menit, suhu 37

16
derajat celcius. Pada pemeriksaan status lokalis pada auricula sinistra didapatkan

sekret berwarna putih kehijauan dan berbau (+), refleks cahaya (-), perforasi (+).

Sedangkan pada auricula dextra didapatkan adanya serumen berwarna

kecokelatan (+) di CAE dextra, membrane timpani tidak dapat dinilai karena

tertutup serumen

2.3. Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat batuk pilek : sering batuk pilek (+) 1 minggu yang lalu

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Operasi : disangkal

2.4. Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat batuk pilek : disangkal

Riwayat alergi dan asma : disangkal

2.5. Riwayat Sosial Ekonomi:

Pasien tinggal dengan bapak ibu. Biaya kesehatan ditanggung oleh BPJS.

Kesan ekonomi : cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK

3.1. Status Generalis:

17
3.1.1. Keadaan Umum : Baik

3.1.2. Kesadaran : Compos Mentis

3.1.3. Aktifitas : normoaktif

3.1.4. Kooperatif : Kooperatif

3.1.5. Status Gizi : cukup

3.1.6. Tanda Vital

i. Tekanan Darah : Tidak diperiksa

ii. Nadi : 88 x/menit

iii. Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit

iv. Suhu : 37 C

3.2. Status Lokalis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)

3.2.1. Kepala dan Leher

 Kepala : mesocephale

 Wajah : simetris

 Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)

3.2.2. Gigi dan Mulut:

 Gigi-geligi : normal

 Lidah : normal, kotor (-), tremor (-)

 Pipi : bengkak (-)

3.2.3. Telinga

Kanan Kiri

Auricula Bentuk normal, Bentuk normal,

nyeri tarik (-) nyeri tarik (-)

18
tragus pain (-) tragus pain (+)

Pre Auricular Bengkak (-), Bengkak (-),

nyeri tekan(-), nyeri tekan (-),

fistula(-) fistula (-)

Retro Bengkak (-), Bengkak (-),

Auricular Nyeri tekan(-) Nyeri tekan(-)

Mastoid Bengkak (-), Bengkak (-),

Nyeri tekan(-) Nyeri tekan(-)

CAE Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Serumen (-) Serumen (-)

Otorea (-) Otorea (+) putih

kekuningan

Membran Warna: Putih Warna: Merah

Timpani keabu-abuan

Intake (+) Intake (-)

Perforasi (-) Perforasi (+) sentral

Cone of light (+) Cone of light (-)

Retraksi (-) Retraksi (-),

Garpu Tala

Tes AD AS

Rinne (+) (-)

Webber Lateralisasi ke kiri

Swabach Sama dengan Memanjang

19
pemeriksa

Kesan : CHL AS

3.2.4. Hidung dan Sinus Paranasal:

Luar: Kanan Kiri

Bentuk Normal Normal

Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Transluminasi Transluminasi

(tidak dilakukan) (tidak dilakukan)

Inflamasi/tumor (-) (-)

Rhinoskopi Kanan Kiri

Anterior

Sekret mukoid (+) mukoid (+)

Mukosa hiperemis (+) hiperemis (+)

Konka Media dan hipertrofi (-) hipertrofi (-)

Inferior hiperemis (+) hiperemis (+)

Tumor (-) (-)

Septum Deviasi (-) (-)

Massa (-) (-)

3.2.5. Faring

20
Orofaring: Kanan Kiri

Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Palatum mole Ulkus (-) Ulkus(-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Arcus Laring Simetris (+) Simetris (+)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Uvula Ditengah

Edema (-)

Tonsil:

 Ukuran T1 T1

 Permukaan Rata Rata

 Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)

 Kripte Melebar (-) Melebar (-)

 Detritus (-) (-)

IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

4.2.Audiometri : memeriksa gangguan pendengaran.

4.3.Pungsi : mengambil sekret untuk diperiksa bakteriologis

4.4.Lab darah rutin : mengetahui tanda-tanda infeksi akut (leukositosis, LED

meningkat, dsb).

V. RINGKASAN

5.1. Anamnesis

 Auris Sinistra

i. Otorea (+)
21
ii. Otalgia (+)

iii. Pendengaran menurun (+)

iv. Rasa penuh ditelinga (+)

v. Riw. Batuk Pilek dan Demam

5.2. Pemeriksaan

 Auris Sinistra

i. CAE hiperemis (-)

ii. Tragus pain (+)

iii. Otorea (+) putih kekuningan

iv. Cone of light (-)

v. Membran tympani Hiperemis (+)

vi. Membran tympani perforasi (+)

vii. Garpu Tala : CHL

 Auris dextra: dbN

VI. DIAGNOSIS BANDING:

4.1. Otitis Media Akut (OMA)

4.2. Otitis Media Eksaserbasi Akut

4.3. Otitis Media Efusi

4.4. Otitis Eksterna

VII. DIAGNOSIS

PRIMER

Otitis Media Akut stadium Perforasi AS

22
SEKUNDER

Conductive Hearing Loss (CHL) AS

VIII. TERAPI dan PENGELOLAAN

 Pembersihan liang telinga dengan suction


 Pemberian obat cuci telinga H2O2
 Pemberian obat
a. Dekongestan hidung topicalHCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologis

b. KortikosteroidDeksametasoneoral 0,5mg. 3x1

c. Analgetik Paracetamol 500mg 3 x 1

d. AntibiotikAmoxycilin oral 500mg 3x1

IX. EDUKASI

a. Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak


mengorek-ngorek liang telinga.
b. Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah
hilang, agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi
komplikasi.
c. Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air. Bila mandi
telinga kiri ditutup dengan kapas.
d. Datang kembali untuk kontrol, untuk melihat perkembangan
peyembuhan pada perforasi membran timpani.

X. PROGNOSA:

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad sanam : ad bonam

Quo ad fungsionam : ad bonam

23
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis Otitis Media Akut Stasium Perforasi didapatkan melalui hasil


anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, tergambar
jelas mengenai etiologi dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya riwayat
batuk-pilek dengan sekret putih kekuningan sebelum keluhan telinga muncul
menunjukkan penyebab terjadinya infeksi pada telinga tengah. Infeksi pada hidung dan
tenggorokan dapat menyebabkan gangguan tuba auditiva yang selanjutnya
menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah, bermanifestasi sebagai rasa penuh
pada telinga yang dirasakan pasien. Sumbatan tuba yang terus berlanjut menyebabkan
hipersekresi sel goblet pada mukosa telinga tengah. Sekret merupakan media
pertumbuhan bakteri yang baik, sehingga kemudian timbul proses infeksi pada telinga
tengah. Rasa nyeri pada telinga akibat proses inflamasi. Hasil anamnesis menunjukkan
proses perjalanan penyakit yang sesuai dengan perjalanan penyakit pada OMA mulai
dari stadium oklusi tuba, stadium hiperemis, stadium supurasi dan stadium perforasi
saat pasien datang berobat ke Poliklinik.
Pemeriksaan fisik telinga mengkonfirmasi adanya proses inflamasi akibat infeksi
pada telinga tengah. Tampak sekret mukopurulen pada liang telinga kiri. Membran
timpani tampak hiperemis, edema, bulging, dengan pelebaran pembuluh darah pada
membran timpani. Pada membran timpani juga terlihat perforasi pada postero-superior
pars tensa dengan sekret yang aktif keluar melalui lubang perforasi. Walaupun telah
terjadi perforasi pada membran timpani pasien, membran timpani yang bulging masih
tampak. Hal ini disebabkan karena masih banyak terdapat sekret di dalam telinga tengah
dan perforasi sangat kecil sehingga sekret hanya dapat keluar sedikit demi sedikit, pada
titik perforasi juga tampak mukosa yang edema menonjol keluar dan menutupi

24
perforasi. Dengan keadaan ini, penekanan membran timpani oleh sekret yang
menyebabkan tampakan bulging masih terjadi.
Harus dibedakan antara OMA dan OMSK. Riwayat keluhan telinga yang baru
terjadi selama 10 hari dengan sekret keluar mulai 3 hari lalu, menunjukkan adanya
proses akut pada telinga. Pasien juga mengaku sebelumnya tidak pernah keluar cairan
dari telinga kiri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lubang perforasi sentral kecil
tunggal, tidak terdapat penipisan pada bagian lain membran timpani.
Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk mengurangi
gejala yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus adekuat sehingga
infeksi tidak menetap dan berubah menjadi OMSK. Terapi lini pertama diberikan pada
pasien ini berupa antibiotik selama 7 hari. Pasien diminta kembali lagi untuk kontrol
setelah 7 hari untuk melihat perkembangan terutama penutupan pada perforasi membran
timpani. Dekongestan nasal topikal digunakan untuk mengurangi sumbatan pada tuba
Eustachius, sehingga drainase sekret lebih lancar dan fungsi fisiologis proteksi tuba
kembali normal. Pseudoefedrin HCl untuk meringankan sumbatan pada rongga hidung
bagian posterior atar tuba Eustachius agar fungsi normal tuba kembali normal.
Kontrol diperlukan untuk menilai terapi telah adekuat atau belum, agar dapat
mencegah perkembangan penyakit menjadi OMSK. Antibiotik oral diberikan pada
pasien ini untuk menjamin adekuasi terapi. Antibiotic topikal dapat diberikan pada
pasien setelah dilakukan cuci telinga menggunakan H202 3% agar hasil dari penggunaan
antibiotika topical dapat maksimal.

25

Anda mungkin juga menyukai