Dengue
Dengue
BAB I
PENDAHULUAN
Tabel I. Jumlah Kasus dan Angka Kematian DBD di Indonesia, Tahun 2008-
20122.
Tahun Jumlah kasus Angka kematian (%)
2008 137.469 0,86
2009 154.855 0,89
2010 0,87
156.086
2011 0,80
65.725
2012 0,88
90.245
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Epidemiologi
Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk
Stegomiya aegipty (dahulu disebut Aedes aegipty) dan Stegomiya albopictus
(dahulu Aedes albopictus). Transmisi virus tergantung dari faktor biotik dan
abiotik. Termasuk dalam faktor biotik adalah faktor virus, vektor nyamuk,
dan pejamu manusia. Sedangkan faktor abiotik adalah suhu lingkungan,
kelembaban, dan curah hujan1,3.
2.1.1 Virus Dengue
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae.
Selain virus dengue, virus lain yang termasuk dalam genus ini adalah
Japanesse encephalitis virus (JEV), yellow fever virus (YFV), West
Nile virus (WNV), dan tickborne encephalitis virus (TBEV).
Masing-masing virus tersebut mempunyai kemiripan dalam struktur
antigeniknya sehingga memungkinkan terjadi reaksi silang secara
serologik. Berdasarkan genom yang dimiliki, virus dengue termasuk
virus (positive sense single stranded) RNA. Genom ini dapat
ditranslasikan langsung menghasilkan satu rantai polipeptida berupa
tiga protein struktural (capsid = C, pre-membrane = prM, dan
envelope = E) dan tujuh protein non-struktural (NS1, NS2A, NS2B,
NS3, NS4A, NS4B, dan NS). Selanjutnya, melalui aktivitas berbagai
enzim, baik yang berasal dari virus maupun dari sel pejamu
polipeptida tersebut membentuk menjadi masing-masing protein.
Protein prM yang terdapat pada saat virus belum matur oleh enzim
furin yang berasal dari sel pejamu diubah menjadi protein M
sebelum virus tersebut disekresikan oleh sel pejamu. Protein M
bersama dengan protein C dan E membentuk kapsul dari virus,
sedangkan protein nonstruktural tidak ikut membentuk struktur
virus. Protein NS-1 merupakan satu-satunya protein nonstruktural
yang dapat disekresikan oleh sel pejamu mamalia tapi tidak oleh
nyamuk, sehingga dapat ditemukan dalam darah pejamu sebagai
3
2.2 Patogenesis
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan:
1. Faktor virus, vaitu serotipe, jumlah, virulensi.
2. Faktor pejamu, genetik, usia, status gizi, penyakit komorbid dan
interaksi antara virus dengan pejamu.
3. Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan
penduduk, mobilitas penduduk, dan kesehatan lingkungan.
Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi
berbagai komponen dari respons imun atau reaksi inflamasi yâng terjadi
secara terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan
virus dengue yaitu sel dendrit, monosit atau makrofag, sel endotel, dan
trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator
antara lain sitokin, peningkatan aktivasi sistem komplemen, serta terjadi
aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun tersebut berlebihan, akan
diproduksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin, dan mediator
inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat
tersebut akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan
berbagai bentuk tanda dan gejala infeksi virus dengue. Untuk lebih
memahami imunopatogenesis infeksi virus dengue, berikut ini diuraikan
mengenai respons imun humoral dan selular, mekanisme autoimun, peran
sitokin dan mediator lain, serta peran sistem komplemen1.
2.2.1 Respon Imun Humoral
4
batasan derajat penyakit, dan juga faktor genetik yang berbeda. Dari
beberapa penelitian sitokin yang perannya paling banyak
dikemukakan yaitu TNF-u, İL- IP, İL-6, İL-8, dan İFN-Y. Mediator
lain yang sering dikemukakan mempunyai peran penting dalam
menimbulkan derajat penyakit berat yaitu kemokin CXCL-9, CXCL-
10, dan CXCL-ı ı yang dipicu oleh IFN-Y1.
2.2.5 Peran Sistem Komplemen
Sistem komplemen diketahui ikut berperan dalam patogenesis
infeksi lirus dengue. Pada pasien DBD atau DSS ditemukan
penurunan kadar komplemen, sehingga diduga bahwa aktivasi sistem
komplemen mempunyai peran dalam patogenesis terjadi penyakit
yang berat. Kompleks imun virus dengue dan antibodi pada infeksi
sekunder dapat mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur klasik.
Protein NSI dapat mengaktifkan sistem komplemen secara langsung
melalui jalur alternatif dan apabila berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular1.
Selain melalui kedua jalur tersebut, ternyata aktivasi komplemen
pada infeksi virus dengue juga dapat melalui jalur mannose-binding
lectin. Aktivasi komplemen menghasilkan peptida yang mempunyai
aktivitas biologik sebagai anafilatoksin yaitu C3a dan C5a.
Komplemen C5a menginduksi produksi beberapa sitokin proinflamasi
(seperti TNF-u, IL-I, IL-6, dan IL-8) dan meningkatkan ekspresi
molekul adhesi baik pada neutrofil maupun sel endotel, sehingga
peran C5a dalam peningkatan permeabilitas vaskular sangat besar1.
Gejala klinis
Demam Dehidrasi,
Demam tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologi dan
kejang demam
Kritis Syok akibat perembesan plasma,
Perdarahan masif,
Gangguan organ
Konvalesens Hipervolemia Oika terapi cairan intravena diberikan
secara berlebihan dan/atau dilanjutkan sampai fase
konvalesens) Edema paru akut
14
• Hepatomegali
• Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu
tanda/gejala: Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan
awal atau dari data populasi menurut umur Ditemukan adanya efusi
pleura, asites
Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
• Trombositopenia <100.000/mm3
Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan
diagnosis
DBD.
Pasien diharuskan untuk kembali berobat (kontrol) setiap hari hal ini
mengingat tanda dan gejala DBD pada fase awal sangat menyerupai DD, tanda
dan gejala yang karakteristik baru timbul setelah beberapa hari kemudian. Oleh
karena itu pada pasien dengan diagnosis klinis DD yang ditegakkan pada saat
masuk, baik yang kemudian diperlakukan sebagai pasien rawat jalan maupun
rawat inap, masih memerlukan evaluasi lebih lanjut apakah hanya DD atau
merupakan DBD fase awal1.
Pasien DD, walaupun kecil mempunyai kemungkinan untuk mengalami
penyulit seperti dehidrasi akibat asupan yang kurang misal karena timbul muntah,
perdarahan berat atau bahkan expanded dengue syndrome. Dengan kontrol setiap
hari dapat diketahui pasien hanya menderita DD, DD dengan penyulit atau DBD.
Tata laksana pasien di rumah harus disampaikan kepada orang tua dengan jelas.
Untuk mengantisipasi kemungkinan pasien menderita DD dengan penyulit atau
DBD yang mungkin timbul selama rawat jalan, orang tua diminta untuk
memantau kondisi anak, bila ditemukan tanda bahaya (warning signs) harus
segera kembali ke rumah sakit tanpa harus menunggu keesokan harinya1.
Nasihat di rumah
• Anak harus istirahat
• Cukup minum selain air putih dapat diberikan susu, jus
buah, cairan elektrolit, air tajin. Cukup minum ditandai
dengan frekuensi buang air kecil setiap 4 6 jam.
• Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu
>38 0C dengan interval 4-6 jam, hindari pemberian
aspirin/NSAID/ ibuprofen. Berikan kompres hangat.
• Pasien rawat jalan harus kembali berobat setiap hari dan
dinilai oleh petugas kesehatan sampai melewati fase kritis,
mengenai: pola demam, jumlah cairan yang masuk dan keluar
(misalnya muntah, buang air kecil), tanda-tanda perembesan
plasma dan perdarahan, serta pemeriksaan darah perifer
lengkap.
• Pasien harus segera dibawa ke rumah sakit jika ditemukan
satu atau lebih keadaan berikut: pada saat suhu turun keadaan
anak memburuk, nyeri perut hebat, muntah terus-menerus,
tangan dan kaki dingin dan lembab, letargi atau gelisah/rewel,
anak tampak lemas, perdarahan (misalnya b.a.b berwarna
hitam atau muntah hitam), sesak napas, tidak buang air kecil
lebih dari 4—6 jam, atau kejang
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Pedoman Diagnosis dan Tata laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak : UKK
Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI 2014. Jakarta
2. Data Dirjen PP-PL Kemenkes RI. 2012.
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-5 : Departemen /
SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
RSUP Dr. Hasan Sadikin. 2014
4. Yip W.C.L. Dengue haemorrhagic fever: current approach to management.
Medical Progress. 1980
5. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid
therapy. Pediatrics. 1957;19:823.