Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. K
 Umur : 7 tahun 7 bulan
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : Ciledug, Kab. Cirebon
 Agama : Islam
2. ANAMNESIS
 Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 31 Juli 2018
 Keluhan utama : Nyeri menelan
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, pasien pergi berobat ke poli
klinik THT RSUD Waled. Pasien mengeluh adanya nyeri menelan yang dirasakan
hilang timbul. Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan makanan padat seperti
nasi, tetapi tidak ada keluhan jika mengkonsumsi cairan. Keluhan dirasa semakin hebat
bila pasien mengkonsumsi makanan pedas dan gorengan. Pasien juga mengeluh
perasaan tidak enak di tenggorokan dan bau mulut. Menurut orang tua, pasien saat
tidur mengorok dan sering terbangun disaat tidur karena sesak. Sebelumnya pasien
sering mengeluh nyeri menelan disertai dengan sering demam yang tidak begitu tinggi,
batuk pilek yang kumat-kumatan sejak 2 tahun sebanyak ± 6 kali sebelum masuk
Rumah Sakit, oleh orangtuanya, pasien diberi obat flu yang dibeli di warung, pasien
merasa baikan namun kambuh lagi. Tidak ada keluhan nyeri pada kedua telinga, tidak
ada kurang pendengaran dan tidak ada sakit kepala serta tidak ada keluhan pada mata,
seperti pandangan ganda dan visus turun.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal
Riwayat batuk lama dan pengobatan TB disangkal
Riwayat dirawat di Rumah Sakit disangkal
Riwayat asma diakui sejak pasien balita
Riwayat alergi onat dan makanan disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal
Riwayat asma dikeluarga disangkal
Riwayat batuk lama dan pengobatan TB dikeluarga disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Baik


 Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
 Berat Badan : 25 Kg
 Tinggi Badan : 125 Cm
 Status Gizi : 0 s/d 1 SD (Normal)
 Nadi : 95 x/menit
 Tensi : 100/70 x/menit
 RR : 19 x/menit
 Suhu : 36,9 ° C
 SpO2 : 99%
1. Telinga
Dextra Sinistra
Auricula Bentuk (N) Bentuk (N)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Preauricula Fistel (-), Fistel (-),
Abses (-), Abses (-),
Hiperemis (-), Hiperemis (-),
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-),
Tragus pain (-) Tragus pain (-)
Retroauricula Hiperemis (-), Hiperemis (-),
udema (-), udema (-),
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Mastoid Hiperemis (-), Hiperemis (-),
udema (-), udema (-),
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
CAE Tampak tenang, Tampak tenang,
udema (-), udema (-),
Corpus alineum (-) Corpus alineum (-)
Serumen (+) Serumen (+)
Sekret (-) Sekret (-)
Membran tympani MT Intak, MT Intak,
Reflex cahaya (+), Reflex cahaya (+),
Warna putih keabuan Warna putih keabuan

2. Hidung

Dextra Sinistra
Hidung Bentuk normal Bentuk normal
Sekret Mukoserous Mukoserous
Mukosa Tenang, Tenang,
hipertrofi (-) hipertrofi(-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Massa (-) (-)

3. Tenggorokan

Orofaring
 Mukosa bucal : Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar

 Ginggiva : Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar

 Gigi geligi : Warna kuning gading, caries (-), gangren(-)

 Lidah 2/3 anterior : Dalam batas normal


Dextra Sinistra
Ukuran T3 T3
Kripte Melebar Melebar
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Detritus (-) (-)
Fixative (-) (-)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)
Pilar anterior Kemerahan Kemerahan

 granulasi (-)

Tonsil
Pemeriksaan rutin khusus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nasofaring
 Discharge : Negatif
 Mukosa : Tenang
 Adenoid : Tidak Hipertrofi

 Massa : Negatif

Laringofaring
 Mukosa :
 Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Lain-lain :

4. RESUME
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun 7 bulan datang dengan keluhan residifitas 2
tahun : Odinofagia residif, ftekuensi > 6 kali/tahun, perasaan tenggorokan tidak nyaman,
febris, nyeri menelan saat makanan padat, malaise, snoring, sleep apneu, halitosis, riwayat
batu pilek, dan riwayat asma. Pemeriksaan fisik Tonsil: T3/T3 hiperemis, kripte melebar,
berbenjol.
5. DIAGNOSA BANDING
 Tonsilitis kronis
 Tonsilofaringitis kronis
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
 Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 12,3 gr% Clotting time 8 menit
Hematokrit 37 % Bleeding time 2 menit
Trombosit 323 mm3 GDS 94 mg/dl
Leukosit 8,2 rb mm3 SGOT 20,2 U/L
Eritrosit 4,82 mm3 SGPT 13,3 U/L
Diff count 0/11/0/47/37/5 Ureum 13,9 mg/dl
LED 12 mm/jam Kreatinin 0,63 mg/dl
 Thorax foto: dalam batas normal

7. DIAGNOSA KERJA
Tonsilitis kronis
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama: Tonsilektomi
Medika Mentosa pre operatif:
 Amoxicillin 3 x 500 mg

 Asam mefenamat 3 x 500 mg.

 Parasetamol 3 x 500mg
9. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
11. KOMPLIKASI
 Abses peritonsiler

 (Tonsilo) Faringitis

 Oklusi tuba kronik : OMA, OMSK.

 Adenotonsilitis, rhinitis kronik, sinusitis


TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI TONSIL
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria
membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran
pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini
melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin
Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3
tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari
cincin waldeyer.

Gambar 2 : Cincin Waldeyer


Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar
limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring
posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlach's). 9,10
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak
pada dinding lateral arofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran
mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya
tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam "Cryptae Tonsillares" yang
beijumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah
intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut
Capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.
INCLUDEPICTURE "../../win10/Downloads/media/image3.jpeg" \*
MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE
"../Downloads/media/image3.jpeg" \* MERGEFORMAT

Gambar 3. Tonsil Palatina

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah:


1. Anterior: arcus palatoglossus
2. Posterior: arcus palatopharyngeus
3. Superior: palatum mole
4. Inferior: 1/3 posterior lidah
5. Medial: ruang orofaring
6. Lateral: kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior. A. carotis interna

terletak 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla


INCLUDEPICTURE "../../win10/Downloads/media/image4.jpeg" \*
MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE
"../Downloads/media/image4.jpeg" \* MERGEFORMAT

Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina


Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular
yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus
paranasals pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius telinga tengah- kavum mastoid
pada bagian lateral.
Teibentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus
bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid
telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak
yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia
antara 3-7 tahun. Pembesaran yang teijadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai
respon multi antigen seperti. virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.
Adenoid

Tonsils

Gambar 5. Adenoid
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior
adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring
superior. Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil.
Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil. 9 Pada bagian
permukaan lateral dari tonsil tertutup oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut
kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang kemudian membentuk
septa.9
Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah
bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Plika
triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis terletak diantara pangkal lidah
dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari otot
palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil
dengan jerat. Komplikasi yang sering teijadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau
terpotongnya pangkal lidah.9
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A.
maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A.
palatina asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A.
lingualis dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.
Arteri tonsilaris beijalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,
mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri
faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.
konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a.
palatina posterior atau "lesser palatine artery" memberi vaskularisasi tonsil dan palatum
mole dari alas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari
tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.9,10
INCLUDEPICTURE "../../win10/Downloads/media/image7.jpeg" \*
MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE
"../Downloads/media/image7.jpeg" \* MERGEFORMAT

Gambar 6. Pendarahan Tonsil

Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui peajalanan aliran getah
bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah bening servikal
profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah bening selanjutnya menuju ke
kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus torasikus.
Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui
ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaiingeus (N.
IX).
INCLUDEPICTURE "../../win10/Downloads/media/image8.jpeg" \*
MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE
"../Downloads/media/image8.jpeg" \* MERGEFORMAT

Gambar 7. Sistem Limfatik kepala dan leher


Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan patogen,
selanjutnya membawa mentranspor ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar dari
tonsil ditemukan pada usia 3 - 1 0 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B
dan sel T berkurang banyak sekali pada semua kompartemen tonsil.
Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu
respon imun tahap I, respon imun tahap n, dan migrasi limfosit. Pada respon imun tahap I
teijadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan
kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Sel M tidak hanya berperan
mentranspor antigen melalui barier epitel tapi juga membentuk komparten mikro
intraepitel spesifik yang membawa bersamaan dalam konsentrasi tinggi material asing,
limfosit dan APC seperti makrofag dan sel dendritik
Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel
kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Adapun respon imun
berikutnya berupa migrasi limfosit. Peijalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa
migrasi limfosit berlangsung terns menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high
endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.
2. DEFINISI
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang
terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada
anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang
keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang
mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.10
INCLUDEPICTURE "../../win10/Downloads/media/image9.jpeg" \*
MERGEFORMAT INCLUDEPICTURE
"../Downloads/media/image9.jpeg" \* MERGEFORMAT

Gambar 8. Tonsilitis
3. ETIOLOGI
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease bekeija sama dengan Surgeon
General of the Army America dimana dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut:
 25% disebabkan oleh Streptokokus (3 hemolitikus yang pada masa penyembuhan
tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
 25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita. Sisanya adalah
Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.
 Sisanya berasal dari virus dan jamur

4. FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu :10
• Rangsangan kronis (rokok, makanan)

• Higiene mulut yang buruk

• Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)

• Alergi (iritasi kronis dari allergen)

• Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

• Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.

5. PATOLOGI
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil. Karena proses
radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
mengerut sehingga kripta akan melebar.
Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang
mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna
kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akan
disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.10
6. MANIFESTASI KLINIS
Pada anamnesis, terdapat keluhan lokal berupa:
 Nyeri menelan
 Nyeri tenggorokan
 Rasa mengganjal ditenggorok
 Mulut berbau (halitosis)
 Demam
 Mendengkur
 Gangguan bernafas
 Hidung tersumbat
 Batuk pilek berulang
Dapat pula disertai keluhan sistemik berupa rasa lemah, nafsu makan berkurang,
sakit kepala dan nyeri pada sendi.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis
yang mungkin tampak, yakni:
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan
sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti
keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan
ditutupi eksudat yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak
antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil,
maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:10
To : Tonsil masuk di dalam fossa
Ti : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.
Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan
yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau
Pneumokokus.10

7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan
tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang
konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk
pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk
membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak
mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang.
Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam
parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang
efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.
Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim
tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi
jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang menjanjikan.
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology –
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995
menetapkan
8. KOMPLIKASI
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat teijadi secara perkontinuitatum ke daerah
sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun
berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut:10
a. Komplikasi sekitar tonsila
 Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan
abses.
 Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi
berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus
kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
 Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau
pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal,
adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
 Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya teijadi pada
anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar
limfe.
 Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan
ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa
cekungan, biasanya kecil dan multipel.
 Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil
yang membentuk bahan keras seperti kapur.

b. Komplikasi Organ jauh


• Demam rematik dan penyakit jantung rematik
• Glomerulonefritis
• Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
• Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
• Artritis dan fibrositis.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil
(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan
medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi
gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau
berulang-ulang.
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus
dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan
pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims
(1757).
KESIMPULAN

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab tersering morbiditas dan
mortalitas pada anak. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering
menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil, plika
triangularis.
Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya. Bila
tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul
tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan
oleh virus ataupun bakteri.
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi
berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan
diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar
serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan
apabila tonsil ditekan keluar detritus.
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri
telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala
dan badan terasa meriang.
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil
(Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan
medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala. Indikasi
tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun
dan menimbulkan rasa tidak nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

1. Notosiswoyo M, Martomijoyo R, Supardi S, Riyadina W. Pengetahuan dan Perilaku


Ibu / Anak Balita serta persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan penyakit ISPA dan
pnemonia. Bui. Penelit. Kes.
2003; 31:60-71.
2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan saluran Nafas Bagian Atas
Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13.
Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994 : 194- 224.
3. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan
pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-KL, Palembang,
2001: 8-12.
4. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr. Kariadi
Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan, 1980: 249-55.
5. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil dan
jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi. Kumpulan naskah ilmiah
KONAS XII PERHATI, Semarang:BP Undip;1999: 193- 205.
6. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed.. Philadelphia:
WB Saunders Co; 1959: 239-57.
7. Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome :http://www.emedicine.com/ped/topic
1630.htm.2002.
8. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive sleep apnea.
Otolaryngol. Head and Neck Surgery. 2000; 123:9-16
9. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed.

Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368


10. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Hmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183

Anda mungkin juga menyukai