Anda di halaman 1dari 5

Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas

Dengan Gangguan Psikologis


I. PENGERTIAN
Masa nifas disebut juga masa postpartum atau puerpurium adalah masa sesudah persalinan,
masa perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan pengembalian alat-alat kandungan atau
reproduksi, seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca persalinan ( Nurul
Jannah, 2011 ).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Jadi masa
nifas (puerpurium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih
seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari
(Saleha, 2009)
Tahap-tahap masa nifas :
1. Puerpurium dini : masa kepulihan yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerpurium intermedial : masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ gental, kira-kira 6-8
minggu.
3. Remote puerpurium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
Tujuan perawatan masa nifas :
1. Untuk memulihakan kesehatan umum penderita.
2. Untuk mendapatkan kesehatan emosi.
3. Untuk mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi.
4. Untuk memperlancar pembentukan ASI.
5. Agar penderita dapat melaksanakan parawatan sampai masa nifas selesai.
Teori Revarubin (1963) :
“ Seorang ibu yang baru melahirkan mengalami adaptasi psikologis pada masa nifas dengan
melalui tiga fase penyesuaian ibu (perilaku ibu) terhadap perannya sebagai ibu”.
Tiga fase penyesuaian nifas :
1. Fase Taking In
Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang lain,
fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan persalinan yang
dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.
2. Fase Taking Hold
Berlangsung 3-4 hari postpartum, ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima
tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif,
sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawata untuk mengatasi kritikan yang
dialami ibu.
3. Fase Letting Go
Dialami setelah ibu dan bayi sudah di rumah. Ibu mulai secara penuh menerima tanggung jawab
sebagai seorang ibu dan menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.
Depresi postpartum pada masa ini sering terjadi. Depresi merupakan gangguan afeksi yang
paling sering dijumpai pada masa nifas ( Gorrie, 1998 ).
Walaupu insidensinya sulit untuk diketahuai secara pasti, namun diyakini 10-15 % ibu yang
melahirkan mengalami gangguan ini ( Green dan Adams, 1993 ).
II. ETIOLOGI
Penyebab depresi postpartum sendiri belum diketahui secara pasti ( Gorrie, 1998 ). Namun
beberapa hal yang dicurigai sebagai faktor predisposisi terjadinya depresi postpartum sebagai
berikut :
1. Perubahan hormonal yang cepat. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi postpartum
adalah prolaktin, steroid, progesteron, dan estrogen.
2. Masalah medis dalam kehamilan, seperti PIH ( Pregnancy Induced Hypertention ), diabetes
melitus, dan disfungsi tiroid.
3. Riwayat depresi, penyakit mental, dan alkoholik, baik pada diri ibu maupun dalam keluarga.
4. Karakter pribadi seperti harga diri rendah ataupun ketidakdewasaan.
5. Marital disfunction maupun ketidakmampuan membina hubungan dengan orang lain yang
mengakibatkan kurangnya support system.
6. Marah dengan kehamilannya.
7. Merasa terisolasi.
8. Kelemahan, gangguan tidur, ketakutan terhadap, masalah keuangan keluarga, dan malahirkan
anak dengan kecacatan atau penyakit.

III. TANDA DEN GEJALA


1. Perasaan sedih dan kecewa.
2. Sering menangis.
3. Merasa gelisah dan cemas.
4. Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan.
5. Nafsu makan menurun.
6. Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu.
7. Tidak bisa tidur ( insomnia ).
8. Perasaan bersalah dan putus harapan ( hopeless ).
9. Penurunana atau peningkatan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
10. Memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus bayinya.

IV. PATOFISIOLOGI
Sejarah kehamilan adalah factor utama yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan
psikologis pada ibu post partum atau ibu nifas seperti stress setelah melahirkan dan penerimaan
yang kurang dari keluarga.Tapi ini semua tergantung pada karakteristik ibu ,riwayat seperti
kehamilan yang tidak diinginkan adanya problem dengan keluarga ,kurangnya perhatian pada si
ibu,dan lain sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya depresi mental dan kesedihan
yang mendalam pada si ibu,yang biasanya ditandai dengan Perasaan sedih dan kecewa,Sering
menangis,Merasa gelisah dan cemas,Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang
menyenangkan,Nafsu makan menurun,Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan
sesuatu,Tidak bisa tidur ( insomnia ),Perasaan bersalah dan putus harapan ( hopeless
),Penurunana atau peningkatan berat badan yang tidak dapat dijelaskan,Memperlihatkan
penurunan keinginan untuk mengurus bayinya,

VI. KOMPLIKASI
-Depresi post partum
VII. PENETALAKSANAAN
Perawt dapat membantu ibu dengan cara:
-membantu perawatan diri ibu dan bayinya
-memberikan informasi yang tepat
-menyarankan kepada ibu untuk:
 Meminta bantuan suami / keluaga jika ibu membutuhkan istirahat untuk menghillangkan
kelelahan
 Memberitahu suami apa yang sedang ibu rasakan karena dengan bantuan suami dan keluaga
dapat membantu mengatasi gejala ini
 Mencari bantuan dan meluangkan waktu untuk diri sendiri
 Membuang rasa cemas dan kekwatiran akan kemampuan merawat bayinya karena semakin
sering merawat bayi ibu semakin terrapin dan percaya diri.
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran
2. Koping keluarga yang tidak efektif b/d depresi mental dan kurangnya penerimaan
3. Gangguan pola tidur b/d rasa sedih yang mendalam
IX. INTERVENSI DAN RASIONAL
DX 1:Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran
Tujuan: Koping individu kembali efektif
Kriteria Hasil:
1. Klien menunjukkan kemampuan menyelesaikan masalah
2. Klien menunjukkan kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya serta menunjukkan
kemampuan memenuhi kebutuhan fisiolgis dan psikologis
Intervensi:
1. bina hubungan saling percaya dengan klien
R/: klien mungkin merasa lebih bebas dalam mengungkapkan perasaanya
2. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik ralaksasi, keinginan
untuk mengekspresikan perasaan
R/: Jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan pada masa lampau, mungkin
dapat digunakan sekarang untuk mengatasi ketegangan dan kontrol individu
3. Dorong klien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah dilakukan
untuk mengatasi perasaan ansietas
R/: Menyatakan petunjuk untuk membantu klien dalam mengembangkan kemampuan koping
4. Sediakan lingkungan yang tenang dan tidak memanipulasi serta menentukan apa yang dibutuhkan
klien
R/: Menurunkan ansietas dan menyediakan kontrol bagi klien selama situasi krisis.
5. Diskusikan perasaan menyalahkan diri sendiri/ orang lain
R/: Ketika mekanisme ini dilindungi pada waktu kritis terdapat perasaan kounter-produktif dan
interfiksasi dari perasaan tidak tertolong dan tanpa harapan
6. Identifikasi tingkah laku penanggulangan yang baru bahwa klien menunjukkan dan memperkuat
adaptasi positif
R/: Selama krisis, klien mengembangkan cara baru dalam menghadapi masalah yang dapat
membantu revolusi situasi sekarang dan krisis masa depan
6. informasikan kepada ib untuk tidak cemas dan kekwatiran akan kemampuan merawat bayinya
R/ semakin sering merawat bayi ibu semakin terrapin dan percaya diri.

DX 2: Koping keluarga yang tidak efektif b/d depresi mental dan kurangnya
penerimaan
Tujuan: Koping keluarga kembali efektif

Kriteria Hasil:
1. Klien menunjukkan kemampuan untuk menunjukkan identifikasi sumber-sumber dalam diri
sendiri untuk berhadapan dengan situasi
2. Klien menunjukkan kemampuan untuk menghadapi situasi dengan caranya sendiri
Intervensi :
1. Kaji tingkat ansietas yang muncul pada keluarga atau orang terdekat
R/: Tingkat ansietas harus dihadapi sebelum pemecahan masalah dapat dimulai
2. Kaji masalah sebelum sakit/ tingkah laku saat ini yang mengganggu perawatan/ proses
penyembuhan klien
R/: Informasikan mengenai masalah keluarga akan membantu dalam mengembangkan rencana
keperawatan yang sesuai
3. Kaji tindakan orang terdekat sekarang ini dan bagaimana mereka diterima oleh klien
R/: Orang terdekat mungkin berusaha untuk membantu namun tidak dipersepsikan sebagai sebagai
bantuan oleh klien
4. Ikut sertakan orang terdekat dalam pemberian informasi, pemecahan masalah dan perawatan
klien sesuai kemungkinan
R/: informasi dapat mengurangi perasaab tanpa harapan dan tidak berguna, keikut sertaan dalam
perawatan akan meningkatkan perasaan kontrol dan harga diri
5. Dorong pencarian bantuan situasi kebutuhan memberikan informasi mengenai orang dan
institusi yang tersedia bagi mereka
R/: Izin untuk mencari bantuan sesuai kebutuhan akan membuat mereka memilih untuk mengambil
keuntungan dari apa yang tersedia.
DX 3: Gangguan pola tidur b/d rasa sedih yang mendalam
Tujuan:pasien bisa tidur dan rasa sedih dapat berkurang
kriteria hasil :
1.pasien tidur 8 jam sehari
2.pasien tidak cemas dan sedih
Intervensi :
1. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
R/menghindari rasa lelah yang berlebih
2. Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.
R/mengetahui penyebab pola tidur tidak evektif
3. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali ke rumah.
R/Meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya kebutuhan istirahat tidur
4. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
R/meningkatkan pengetahuan ibu tentang efek kelelahan pada suplai ASI.
5. beritahu suami apa yang sedang ibu rasakan
R/dengan bantuan suami dan keluaga dapat membantu mengatasi gejala ini

X. DAFTAR PUSTAKA
Wulandari Setyo Retno dan Sri Handayani. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa
Nifas. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Saleha, siti. 2009. Asuhan kebidanan ibu masa nifas. Jakarta : Salemba Medika
Jannah, nurul. 2011. Asuhan kebidanan ibu nifas. Jogjakarta : Ar-ruzz Media

Anda mungkin juga menyukai