Anda di halaman 1dari 7

PENGENALAN POLA CITRA DIGITAL MOTIF KAIN TENUN ALOR

MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DAN ADAPTIVE NEURO-


FUZZY INFERENCE SYSTEM

Imanuel Christian Mauko, ST. M.Eng1), Nicodemus Mardamus Setioharjo Lukmetiabla2)


1
Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Kupang, Jl. Adisucipto Penfui Kupang
Email: imanuelmauko@yahoo.com
2
Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Kupang, Jl. Adisucipto Penfui Kupang
Email: nicoluck81@gmail.com

Abstract
Kain tenunan merupakan salah satu produk kerajinan tangan masyarakat di Kabupaten Alor Nusa Tenggara
Timur dengan beragam corak dan motif kain tenunan tersebut. Maraknya klaim pihak lain terhadap budaya asli
Indonesi, menyebankan perlunya identifikasi dan inventarisir terhadap kebudayaan Indonesia, termasuk motif tenunan
di Kabupaten Alor Proponsi Nusa Tenggara Timur. Dengan perkembangan teknologi informatika dan komunikasi,
inventarisir dapat pula dilakukan secara komputerisasi dengan system klasifikasi menggunakan metode pengenalan
pola baik metode segmentasi, metode ekstraksi ciri hingga metode klasifikasi.
Penelitian ini dilakukan dengan sampel berupa motif kain tenunan Alor sebanyak 20 motif. Sistem klasifikasi
pola motif kain tenunan yang dibangun menggunakan metode pengenalan pola citra digital motif. Sistem yang
dibangun menggunakan metode segmentasi akhir deteksi tepi, dengan sistem ekstraksi cirinya menggunakan variasi
metode wavelet, yakni wavelet db2, db4, db10, db30 dan db45. Metode klasifikasi yang digunakan adalah metode
Jaringn Syaraf Tiruan berbasis ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System), dengan jumlah epoch yakni 100,
500 1000 dan 2000, jumlah fungsi keanggotaan yakni 2, tipe fungsi keanggotaan input yakni ’gbell’dan tipe fungsi
keanggotaan output yakni ’linear’. Selanjutnya dalam pengujian ANFIS dilakukan dengan pendekatan Euclidean
Distance. Dari hasil penelitian diperoleh sensitifitas sistem terbaik sebesar 89% menggunakan ekstraksi ciri wavelet
db45 pada pelatihan ANFIS dengan 1000 epoch.

Kata Kunci: Motif Kain Tenunan, Pengenalan Pola, Wavelet Daubechies, ANFIS

I. PENDAHULUAN
Kain tenunan juga menjadi bagian dari promosi parawisata unggulan di Kabupaten Alor. Dari 17 Kecamatan
di Kabupaten Alor, 15 kecamatan diantaranya terdapat usaha tenun ikat/songket dengan 5 kecamatan yang
terbanyak usaha tenun ikat/songket yakni, Kecamatan Pantar, Kecamatan Pantar Barat, Kecamatan Alor
Barat Daya, Kecamatan Alor Timur dan Kecamatan Alor Barat Laut. (Alor Dalam Angka, 2012). Menurut
Ketua Dekranasda NTT, kurang lebih terdapat 80 jenis motif kain tenunan di Kabupaten Alor dengan ragam
dan motif yang khas. Para wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing biasanya tertarik dengan
motif dan ragam kain tenunan sebagai oleh-oleh yang wajib dimiliki. Namun, dengan banyaknya ragam dan
motif kain tenunan tersebut, terkadang menyulitkan para wisatawan untuk mengetahui informasi mengenai
motif dan ragam kain tenunan, seperti asal kain tenunan tersebut serta sejarah yang berada dibalik motif
tenunan yang telah diwariskan turun-temurun tersebut. Selain itu juga, kendala bahasa menyebabkan para
penenun pun sulit untuk menjelaskan cerita di balik suatu motif dan ragam kain tenunan kepada para
wisatawan yang meninjau langsung lokasi pembuatan kain tenunan, apalagi wisatawan yang berasal dari luar
negeri/mancanegara. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan kita untuk
melakukan pendataan dan inventarisir motif tenunan berbasis komputer agar tidah mudah diklaim pihak lain.
Penerapan metode-metode pengenalan pola, seperti digitalisasi, akuisisi, segmentasi, ekstraksi ciri serta
metode klasifikasi tertentu dapat membantu kita dalam melakukan inventarisir motif kain tenunan asal
Kabupaten Alor, NTT.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tenun Ikat
Ketrampilan membuat ragam hias di Indonesia dipengaruhi oleh unsur sejarah. Selain bentuk-bentuk
fauna dan flora serta pemujaan terhadap leluhur yang dikenal dari masa neolitik , salah satu bukti
peninggalan di Bali berupa nekara kecil dari bahan perunggu yang bermotif katak dan garis-garis
geometris mempengaruhi motif ragam hias pada tenunan Indonesia. Perkembangan berbagai ragam
hias dibarengi berbagai teknik pembuatan kain seperti : Teknik tenun ikat single dan double, batik,
celup dan printing (Suharsana, 2010). Motif tenunan yang dipakai seseorang akan dikenal atau sebagai
ciri khas dari suku atau pulau mana orang itu berasal, setiap orang akan senang dan bangga
mengenakan tenunan asal sukunya. Pada suku atau daerah tertentu, corak/motif binatang atau orang-
orang lebih banyak ditonjolkan seperti Sumba Timur dengan corak motif kuda, rusa, udang, naga,
singa, orang-orangan, pohon tengkorak dan lain-lain, sedangkan Timor Tengah Selatan banyak
menonjolkan corak motif burung, cecak, buaya dan motif kaif. Bagi daerah-daerah lain corak motif
bunga-bunga atau daun-daun lebih ditonjolkan sedangkan corak motif binatang hanya sebagai
pemanisnya saja (Itta, 2008).

B. Pengenalan Pola
Pengenalan pola merupakan ilmu mengenai diskripsi atau klasifikasi dari hasil ekstraksi ciri yang
memetakan suatu fitur, yang merupakan ciri utama suatu obyek (yang dinyatakan dalam sekumpulan
bilangan-bilangan) ke suatu kelas yang sesuai. Ada tiga metode pengenalan pola yang umum digunakan
yakni Metode Statistik, Metode Sintaktik dan Metode Jaringan Syaraf Tiruan. (Kusumadewi, 2004).
Secara umum, struktur pengenalan pola adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Struktur Proses Pengenalan Pola

Beberapa sistem pengenalan pola yang berhubungan dengan klasifikasi motif kain diantaranya,
Analisis Pengenalan Motif Songket Palembang Menggunakan Algoritma Propagasi Balik , Andra
Riztyan, dkk (2010), Jurusan Teknik Informatika STMIK MDP, tidak menyebutkan tipe wavelet,
akurasi terbaik 90,5%. Pengembangan aplikasi mobile untuk pengenalan pola kain bentenan dengan
learning vector quantization, Kiven A. Pandeiroot (2012), Jurusan Magister Tenik Informatika, Atma
Jaya Jogya, Deteksi Tepi Wavelet, LQV, Tidak menyebutkan hasil secara significan . Pengenalan Motif
Batik Menggunakan Transformasi Paket Wavelet. Pengenalan Motif Sarung (Utan Maumere)
Menggunakan Deteksi Tepi , Imelda Dua Reja, dkk, (2013), hasilnya hanya berupa deteksi tepi.
C. Transformasi Wavelet
Dalam pengenalan pola, citra dengan jaringan saraf tiruan akan menyebabkan proses pelatihan serta
pengenalan pola membutuhkan waktu komputasi yang cukup lama (Susmikanti, 2010), maka dibutuhkan
sebuah proses ekstraksi ciri pada gambar dengan menggunakan metode transformasi gelombang singkat
(wavelet). Transformasi wavelet akan mengkonversi suatu sinyal ke dalam sederetan wavelet.
Gelombang singkat tersebut merupakan fungsi yang terletak pada waktu berbeda. Transformasi wavelet
mampu memberikan informasi frekuensi yang muncul dan memberikan informasi tentang skala atau
durasi atau waktu. Transformasi wavelet diskret menggunakan bank filter untuk membangun bidang
multiresolusi waktu-frekuensi. Bank filter terdiri dari filter-filter yang membagi sinyal kedalam band-
band frekuensi (Baig dkk, 2011). Gambar 2 menunjukkan contoh wavelet diskret yakni proses analisis
dan sintesis pada tiga level bank filter.

Gambar 2. Tiga Level Bank Filter


Filter wavelet mewakili muatan frekuensi dari fungsi wavelet pada skala tertentu. Filter wavelet
dapat diklasifikasikan kedalam dua klas, orthogonal dan biorthogonal. Contoh wavelet orthogonal adalah
seperti wavelet Daubechies, wavelet Coiflet, wavelet Symlet, sedangkan contoh wavelet biorthogonal
adalah wavelet Biorthogonal dengan beberapa tipenya (Mallat, 1999)
D. ANFIS
Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) adalah jaringan adaptif yang berbasis pada system
inferensi fuzzy, yang merupakan penggambaran mekanisme sistem penalaran fuzzy di dalam arsitektur
jaringan syaraf. Metode ANFIS pertama kali dikembangkan oleh Jang (1997). Sistem inferensi fuzzy
yang digunakan adalah sistem inferensi fuzi model Sugeno orde satu dengan alasan pertimbangan
kesederhanaan dan kemudahan komputasi. Arsitektur ANFIS tergantung pada model inferens fuzy yang
akan digunakan. ANFIS yang akan digunakan adalah berdasarkan inferens fuzy model Sugeno dengan
banyak input (masukan) dan satu output (keluaran). Sebagai contoh adalah jaringan dengan dua input
dan satu keluaran, dengan dua aturan dengan basis aturan model Sugeno, sebagai berikut:
Aturan 1: jika x adalah A1 dan y adalah B1 , maka f1 = p1x + q1y + r1 (2.39)
Aturan 2: jika x adalah A2 dan y adalah B2 , maka f2 = p2x + q2y + r2 (2.40)
Gambar 3 adalah model fuzi Sugeno orde satu dengan dua masukan dan empat aturan, yang akan
diimplementasikan pada sistem jaringan adaptif dengan keluaran dari simpul dua input dan satu
output[5].

Gambar 3 Mekanisme Penalaran untuk model Sugeno


Arisitektur ANFIS yang merupakan sistem inferensi fuzi model TSK yang digambarkan dalam
bentuk diagram kotak atau disebut arsitektur jaringan syaraf feed-forward seperti terlihat pada Gambar
4 berikut ini [4]:

W1 W1
 W1 f 1


W2

W2 W2 f 2

Gambar 4. Arsitektur ANFIS Dua Input

III. METODE PENELITIAN


Prosedur pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Tahap Digitalisasi dan Akuisis Data
Pada tahap ini motif kain tenun diambil citra digitalnya menggunakan kamera digital. Pengambilan data
gambar motif disesuaikan dengan nama motifnya untuk menghindari kesalahan pendataan. Data digital yang
ada kemudian dilakukan proses akuisisi data untuk memperoleh data yang valid untuk diolah selanjutnya.
Data tersebut dipilah menurut jenis tenunan yakni Selimut, Sarung dan Selendang.
b. Tahap Praproses
Data digital yang ada kemudian dilakukan praproses citra yakni segmentasi, tresholding dan deteksi tepi,
kemudian dilakukan ekstraksi ciri menggunakan transformasi wavelet daubechies (db) menurut
karakteristiknya berdasarkan bentuk motif masil praproses. Wavelet daubechies yang digunakan adalah db2,
db4, db10, db30 dan db45. Hasil dari transformasi wavelet tersebut berupa data energi dari tiap level
dekomposisi wavelet [E(A), E(D1), E(D2), E(D3)] untuk tiap motif. Rumus perhitungan energi wavelet untuk
tiap dekomposisi diberikan dalam persamaan 3.1.

(1)
c. Tahap Pelatihan ANFIS
Ekstraksi ciri yang ada selanjunya dilakukan penyusunan data pelatihan. Penyusunan data pelatihan
dilakukan dengan memberi bobot ‘1’ pada setiap keluaran dari sampel motif untuk tiap ANFIS yang dibuat
dan bobot ‘0’ untuk motif lainnya. ANFIS yang dibuat sejumlah motif yang diklasifikasikan yakni sebanyak
20 motif. ANFIS yang dibuat memiliki masukan 4 masukan, 2 fungsi keanggotaan dan 1 keluaran. Pelatihan
dilakukan dengan variasi epoch yakni 100 epoch. 500 epoch dan 1000 epoch.
d. Tahap Pengujian data dan Klasifikasi Data
Sistem ANFIS hasil pelatihan selanjutnya diuji menggunakan data uji untuk menentukan kelas dari
data uji berdasarkan error yang diperoleh. Data yang digunakan untuk pengujian sebanyak 5 data motif,
sehingga total data uji adalah 5 x 20 = 100 data dan 10 x 20 = 200 data uji.
Hasil pengujian ANFIS akan memberikan nilai perbandingan antara data uji dengan parameter ANFIS
hasil pelatihan. Dari nilai perbandingan tersebut, dicari error atau galat hasil pelatihan terhadap output data
uji. Nilai error tersebut selanjutnya dicari nilai RMSE menggunakan persamaan:

𝑋 = ∑ 𝑥 (2)

Nilai RMS ini kemudian dicari nilai minimumnya untuk menentukan kedekatan data uji dengan
jaringan ANFIS untuk masing-masing motif. Jaringan ANFIS untuk motif yang memiliki nilai RMS terkecil
maka data uji dapat diklasifikasikan pada motif tersebut tersebut. Hasil klasifikasi akan menentukan suatu
motif uji termasuk dalam motif mana dari 20 motif yang dilatihkan.
Dari hasil pengujian, selanjutnya ditentukan pula keberhasilan sistem dengan menggunakan persamaan
sensitifitas, berdasarkan diagnosis real positive (RP). Semakin besar sensifitas sistem, semakin besar pula
keberhasilan sistem tersebut.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian dilakukan dengan menggunakan motif Kain Tenunan Alor sebagai obyek penelitian. Pengambilan
sampel untuk penelitian ini dilakukan tidak untuk semua motif, tetapi dengan memilih beberapa motif yang
telah terverifikasi dan yang merupakan motif utama. Dari sebanyak 55 motif yang telah diidentifikasi,
diambil hanya 20 motif sebagai sampel dalam penelitian ini. Ke 20 sampel tersebut adalah: Motif Mlaung
Keker, Motif Pupu Lat, Motif Wori Leng, Motif Pei Genirko, Motif Awui, Motif Munu Seri, Motif Taka, Motif
Kila, Motif Selimi, Motif Semei, Motif Moko Mira Kwai, Motif Moko Gmus Kwai, Motif Nepan Kemala, Motif
Alil Gmim, Motif Seran Alawak, Motif Poron Genoko, Motif Kban, Motif Moi Alona Pak Alona, Motif Aloi
dan Motif Sudi. Motif-motif tersebuf dipilih dari kain tenunan asal suku Kolana dan suku Kui. Dari masing-
masing motif, diambil 15 sampel motif sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 300 sampel motif.
Contoh motif Mlaung Keker sebanyak 3sampel motif dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5 Contoh Citra Asli Motif Mlaung Keker


Kemudian dilakukan proses pemotongan (croping) citra menurut bentuk sebenarnya dari motif serta
dilakukan penguatan motif citra tenunan tersebut. Proses tersebut menggunakan program aplikasi Photoshop
CS4. Hasilnya seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 6 Citra Motif Mlaung Keker Hasil Pemotongan dan Penguatan Citra
Citra Digital motif kain tenunan yang telah di disiapkan selanjutnya dilakukan praproses pengolah citra.
Praproses pengolahan citra tersebut meliputi pegubahan citra dari berwarna ke mode keabuan (grayscale),
filtering citra untuk menghilangkan noise atau bagian-bagian yang tidak diinginkan, serta pengambilan motif
hitam putih yang bersih melalui deteksi tepi sehingga nantinya siap untuk diekstraksi cirinya. Citra motif
yang diinginkan hanyalah bentuk dari motif tersebut tanpa melihat komposis warna di dalamnya sehingga,
pada tahap praproses ini dilakukan dalam citra keabuan (grayscale) Tahap Praproses citra digital motif kain
tenunan ini menggunakan program aplikasi Matlab R2014. Hasil dari proses ini dapat dilihat pada gambar
dibawah ini..

Gambar 7 Hasil Praproses Citra Motif Mlaung Keker


Proses ekstraksi ciri citra digital motif kain tenunan dilakukan dengan menggunakan metode Transformasi
Wavelet tipe Daubechies. Wavelet daubechies terdiri dari beberapa jenis dan dalam penelitian ini digunakan
wavelet db2, db4, db10, db30 dan db45. Semua wavelet dibuat pada level 3 untuk mengurangi waktu
pelatihan. Kemampuan transformasi wavelet khususnya wavelet daubechies (db) dalam menguraikan citra
menyebabkan metode ini cukup baik dalam membedakan ciri antar citra. Hasil ekstraksi citra dalam bentuk
nilai energi untuk masing-masing level yakni bagian Detail (D) dan Approximasi (A). Tahap ekstraksi ciri
citra digital motif kain tenunan ini menggunakan program aplikasi Matlab R2014.
Tabel 1 Contoh Ekstraksi Ciri Citra Motif Mlaung Keker
NO SAMPEL E(A) E(D1) E(D2) E(D3)
1 97.3188 0.5939 0.8608 1.2265
2 97.1084 0.5820 0.8558 1.4538
3 97.2979 0.5837 0.8568 1.2617

Proses ini dilakukan terhadap semua sampel motif. Ciri (feature) kain tenunan inilah yang kemudian
digunakan sebagai inpur atau masukan pada bagian klasifikasi (classifier) menggunakan Jaringan Syaraf
Tiruan Adaptive Neuro-Fuzzy Inference Sistem (ANFIS). Model ANFIS dibuat untuk tiap motif, dengan cara
keluarannyanya diberi nilai ‘1’ (satu) pada motif bersangkutan sedangkan pada motif lainnya diberi keluaran
‘0’ (Nol). Parameter ANFIS yang ditentukan antar lain jumlah epoch yakni 100, 500 1000 dan 2000, jumlah
fungsi keanggotaan yakni 2, tipe fungsi keanggotaan input yakni ’gbell’dan tipe fungsi keanggotaan output
yakni ’linear’. Selanjutnya dalam pengujian ANFIS dilakukan dengan pendekatan Euclidean Distance.
Model sistem yang dibangun adalah seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 8. Model Sistem Klasifikasi yang dibangun


Setelah dilakukan pelatihan ANFIS selanjutnya dilakukan pengujian sistem dengan membandingan
terhadap error masing-masing jaringan ANFIS. Hasil pengujian seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2 Pengujian dengan Variasi Tipe Wavelet dengan 5 Data Latih


Tipe Wavelet Sensifitas Sistem (%)
Daubecies 2 (db2) 55,33
Daubecies 4 (db4) 57.00
Daubecies 10 (db10) 56.33
Daubecies 30 (db30) 65.33
Daubecies 45 (db45) 69.33

Tabel 3 Pengujian dengan Variasi Tipe Wavelet dengan 10 Data Latih


Tipe Wavelet Sensifitas Sistem (%)
Daubecies 2 (db2) 72.33
Daubecies 4 (db4) 77.67
Daubecies 10 (db10) 81.33
Daubecies 30 (db30) 82
Daubecies 45 (db45) 86.33

Dari hasil pengujian, terlihat sistem semakin baik sensitifitasnya jika tipe wavelet yang digunakan semakin
besar. Tipe wavelet yang memberikan hasil terbaik adalah wavelet db45 yakni sebesar 69,33 % untuk 5
data latih dan 86,33 % untuk 10 data latih. Sedangkan, hasil pengujian dengan menambah jumlah epoch
diperlihatkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4 Pengujian dengan Variasi Jumlah Epoch dengan 5 Data Latih
Jumlah Epoch (Wavelet db45) Sensifitas Sistem (%)
100 Epoch 69.33
500 Epoch 68.67
1000 Epoch 66.67
2000 Epoch 60.33
Tabel 5 Pengujian dengan Variasi Jumlah Epoch dengan 10 Data Latih
Jumlah Epoch (Wavelet db45) Sensifitas Sistem (%)
100 Epoch 86.33
500 Epoch 87.67
1000 Epoch 89.00
2000 Epoch 87.33

Dari tabel 4.60 di atas, pada sistem dengan 5 data latih, sistem mencapai performa terbaik saat epoch ke 100.
Diatas epoch tersebut memperlihatkan penurunan performa sistem. Pada Tabel 4.61, terlihat bahwa sistem
mencapai performa terbaik saat epoch ke 1000, sedangkan pada epock ke 2000 terlihat sistem mengalami
penurunan.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sistem deteksi motif kain tenunan ini mencapai performa
terbaik jika menggunakan metode ekstraksi ciri Wavelet Daubechies 45 (db45), pada pelatihan ANFIS dengan
epoch ke-1000, dengan menggunakan 10 data latih. Semakin banyak data latih yang digunakan, maka semakin
baik pula performa sistem tersebut.

V. KESIMPULAN
1. Suatu sistem pengenalan pola citra digital motif kain tenun dapat dibentuk dengan menggunakan
segmentasi citra deteksi tepi, ekstraksi ciri menggunakan transformasi wavelet diskret dan pengenalan
pola menggunakan metode jaringan syaraf tiruan ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Interference System)
2. Dari hasil pengujian sistem dapat disimpulkan bahwa sistem deteksi motif kain tenunan ini mencapai
performa terbaik jika menggunakan metode ekstraksi ciri Wavelet Daubechies 45 (db45), pada pelatihan
ANFIS dengan epoch ke-1000, dengan menggunakan 10 data latih. Semakin banyak data latih yang
digunakan, maka semakin baik pula performa sistem tersebut.
3. Pengolahan data citra yang tepat dapat meningkatkan akurasi dan sensitifitas sistem.
VI. REFERENSI

Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor, 2012, Alor Dalam Angka 2012
http://alorkab.bps.go.id, diakses: 5 Maret 2013.

Baig, Sobia, Farrukh, Fasih-ud-Din and M. Junaid Mughal. (2011). “Discrete Wavelet Multitone Modulation for
ADSL & Equalization Techniques”. Discrete Wavelet Transforms - Algorithms and Applications. DOI:
10.5772/15936. Hal 1-7.

Itta, Hans. (2008), 50 Tahun Kabupaten Alor dalam Bingkai Sejarah, Pemerintahan dan Pembangunan. Hanfred
Institute, Jakarta

Jang, J. S. R., Sun, C. T., and Mizutani, E. (1997), Neuro Fuzzy and Soft Computing. Prentice Hall, New Jersey.

Kusumadewi, Sri. (2004). Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Matlab dan Excelink. Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Mallat, Stephane. (1999). A Wavelet Tour of Signal Processin. Academic Press, New York

Pandeiroot, A. Kiven. (2014). “Pengembangan aplikasi mobile untuk pengenalan pola kain bentenan dengan
learning vector quantization”. Jurnal Magister Teknik Informatika. Edisi 2014, Hal 1-6 .

Reja, Imelda Dua. (2013). “Pengenalan Motif Sarung (Utan Maumere) Menggunakan Deteksi Tepi”, Seminar
Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK 2013).

Riztyan, Andra. (2013) .”Analisis Pengenalan Motif Songket Palembang Menggunakan Algoritma Propagasi Balik”.
Magister Teknik Informatika, Universitas Atma Jaya Jogyakarta.

Susmikanti, Mike. (2010), “Pengenalan Pola Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan dalam Analisis ST-Scan Tumor Otak
Beligna”, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI), Yogyakarta, ISSN: 1907-5022.

Suharsana, Cok Istri Ratna Cora. (2010), “Indentifikasi dan Inventarisasi Kain Gringsing di Desa Tenganan,
Karangasem”, Artikel, ISI Denpasar.
Rizal A., dan Suryani V. (2008), “Pengenalan Signal EKG Menggunakan Dekomposisi Paket Wavelet dan K-Means
Clustering”, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai