Anda di halaman 1dari 90

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Saliva umumnya adalah cairan dalam rongga mulut yang dihasilkan oleh tiga

pasangan kelenjar saliva, yaitu parotis, submandibular dan sublingualis, kelenjar

minor dan cairan gingiva. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0.1 – 0.01 mm

yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Lapisan saliva ini selalu bergerak

dan akan menentukan distribusi material dan eliminasi bahan yang yang tidak

digunakan dalam rongga mulut. Kecepatan pergerakan cairan ini juga tergantung

pada jumlah dan komposisinya serta pergerakan pipi, bibir dan lidah. Kecepatan

pergerakan ini juga bervariasi bergantung lokasinya dalam rongga mulut

(Sundoro, 2015). Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva

selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga

mulut. Selain itu, saliva juga memiliki komposisi dan konsentrasi yang berbeda –

beda yang dapat mempengaruhi kondisi sekresi (Pardede, 2016).

Pemanfaatan saliva merupakan faktor kunci keseimbangan antara asam

demineralisasi gigi dan remineralisasi, saliva menjadi turun karena produksi asam

dari bakteri setelah konsumsi karbohidrat. Di sisi lain, saliva akan naik ketika

asam di cuci dan dinetralkan menggunakan ion yang membentuk kandungan

mineral gigi (kalsium, fosfat, dan ion hidroksil). Derajat keasaman saliva juga

naik ketika bakteri plak baik metabolisme asam memproduksi alkali seperti

amonia dari senyawa nitrogen yang ditemukan pada makanan dan saliva, ion

1
2

kalsium, fosfat mulai memperbaiki kristal mineral yang rusak dari enamel yang

disebut dengan remineralisasi (Santoso, dkk., 2014).

Pemeriksaan saliva untuk mendeteksi faktor risiko karies, karena fungsi saliva

yang pada umumnya protektif, terutama proteksi terhadap karies. Macam

pemeriksaan yang umum untuk deteksi faktor – faktor risiko tersebut adalah laju

aliran, volume, pH dan kapasitas bufferdalam mendeteksi faktor – faktor risiko

terhadap karies. Rendahnya sekresi saliva menyebabkan berkurangnya

kemampuan membersihkan sisa makanan dan mematikan mikroorganisme,

kemampuan menetralisasi asam, serta kemampuan menimbulkan demineralisasi

email(Parsetya, 2008).

Salah satu usaha untuk mencegah karies adalah dengan melakukan pengukuran

risiko karies. Dalam pengukuran risiko karies, seseorang akan diukur tingkat

risiko kariesnya, kemudian diidentifikasi, dievaluasi, dan dianalisis faktor

penyebab dan faktor risikonya. Dalam upaya menjalankan pencegahan, perlu

diketahui terlebih dahulu status risiko karies yang bersangkutan sehingga dapat

ditentukan risiko tinggi,sedang atau rendah (Mawadara, 2013).

Karies merupakan salah satu penyakit di rongga mulut yang prevalensinya di

Indonesia masih cukup tinggi. Karies gigi merupakan suatu penyakit infeksi pada

jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum. Karies gigi disebabkan

aktivitas mikroba pada suatu karbohidrat yang mengalami fermentasi. Karies

ditandai oleh adanya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan

kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri
3

dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal

(Fatmawati, 2011).

Umumnya anak – anakmemasuki usia sekolah mempunyai risiko karies yang

tinggi, karena pada usia sekolah ini anak – anakbiasanya suka jajan makanan dan

minuman sesuai keinginannya. Akan tetapi anak – anak tersebut kurang

mengetahui pengaruh atau dampak memakan makanan yang manis dan lengket,

selain itu minimnya pengetahuan anak tentang waktu menggosok gigi yang benar

menjadikan sisa makanan terakumulasi dalam waktu yang lama di rongga mulut,

hal ini akan memudahkan terjadinya karies (Sulendra, dkk., 2013).

Siswa/i pada usia 11 – 12 tahun rentan terhadap pertumbuhan dan

perkembangan karies gigi karena memiliki kebiasaan jajan makanan dan

minuman baik di sekolah maupun di rumah. WHO merekomendasikan kelompok

umur tertentu untuk diperiksa yaitu kelompok umur. Kelompok umur ini penting

untuk diperiksa karena umumnya anak – anak meninggalkan bangku sekolah pada

umur 12 tahun. Selain itu, semua gigi permanen diperkirakan sudah erupsi pada

kelompok umur ini kecuali gigi molar tiga. Beradasarkan ini, umur 12 tahun

ditetapkan sebagai umur pemantauan global (Global Monitoring Age) untuk

karies (Indry dkk., 2013).

Dari tulisan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

carapemanfaatan kualitas laju aliran, volume, pH dan kapasitas daparsalivadalam

mendeteksi faktor – faktor risiko terhadap karies pada siswa/i usia 11 – 12 tahun

di SDN 1 Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.


4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian

adalah “Bagaimanakah Cara Pemanfaatan KualitasSaliva Dalam Mendeteksi

Faktor Risiko Terhadap Karies Pada Siswa/i Usia 11 – 12 Tahun di SDN 1 Bandar

Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
a. Mengukur kualitas saliva dalam mendektesi faktor risiko terhadap karies

gigi pada siswa/i usia 11 – 12 tahun di SDN Bandar Lor, Kecamatan

Mojoroto, Kota Kediri.

2. Tujuan khusus:
a. Mengetahui kulitas rata – ratalaju aliran volume, pH dan kapasitas

daparpada siswa/i usia 11 – 12 tahundi SDN 2 Bandar Lor, Kecamatan

Mojoroto, Kota Kediri.

b. Mengetahui kategori risiko karies berdasarkan pemeriksaan laju aliran,

volume, pH dankapasitas dapar pada siswa/i usia 11 – 12 tahundi SDN 2

Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
a. Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti saat

melakukan penelitian.

2. Bagi Institut
a. UntukmenambahkepustakaanFakultasKedokteran Gigi dalambidang

karyatulis.
5

b. Sebagai pegangan bagi mahasiswa yang nanti akan membuat karya

tulis ilmiah.

c. Penelitianini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah

kepustakaan bacaan bahan bagi mahasiswa/i Akademi Fakultas

Kedokteran Gigi untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi masyarakat
a. Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat mengenai

pengukuranrisiko karies dengan menggunakan saliva pada siswa/i usia

11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.


6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Saliva

1. Definisi saliva

Saliva adalah cairan tubuh yang dikeluarkan oleh tiga kelenjar saliva

(parotis, submandibula, dan sublingual). Saliva dilengkapi dengan beberapa

konstituen yang berasal dari serum darah, dari sel mukosa dan antibodi tubuh

utuh atau yang dihancurkan dan dari mikroorganisme utuh atau dihancurkan

yang menghasilkan campuran berbagai molekul kompleks (Multazam, 2013).

Saliva dapat diartikan sebagai cairan yang disekresikan ke dalam mulut oleh

kelenjar ludah mayor dan kelenjar ludah minor yang berada disekitar rongga

mulut. Yang termasuk dalam kelenjar ludah mayor adalah kelenjar parotis yang

mensekresi saliva dengan sifat serous, kelenjar submandibularis yang

mensekresi saliva dengan sifat seromucous dan kelenjar sublingualis yang

mensekresi saliva dengan sifat mucous(Dwi, 2014).

2. Fungsi Saliva

Saliva berperan penting dalam oral hygiene dengan membantu menjaga

kebersihan mulut dan gigi. Aliran saliva yang terus – menerus membantu

membilas residu makanan, melepaskan sel epitel, dan benda asing. Penyangga

bikarbonat di dalam saliva menetralkan asam di dalam makanan serta asam

yang dihasilkan oleh bakteri di mulut, sehingga membantu mencegah karies

gigi (Nasution 2015). Fungsi saliva di dalam rongga mulut adalah sebagai

berikut:
7

a. Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja amilase saliva

yang merupakan suatu enzim yang memecah polisakarida mmenjadi

disakarida.

b. Saliva mempermudah proses menelan denga membasahi partikel –

partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu, serta dengan

menghasilkan pelumasan karena adanya mukus, yang kental dan licin.

c. Memiliki efek anti bakteri melalui efek ganda, pertama oleh lisozim,

suatu enzim yang melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu, dan

kedua dengan membilas bahan yang mungkin digunakan bakteri sebagai

sumber makanan.

d. Berfungsi sebagai pelarut untuk molekul – molekul yang merangsang

papil pengecap(Multazam, 2013).

3. Komponen Penyusun Saliva

Kandungan air dalam saliva mencapai 99%, dengan komponen lain yang

menyusun adalah bahan organik, bahan anorganik, molekul makro, dan bahan

anti mikroba. Komponen tersebut berfungsi menjaga integritas jaringan di

dalam rongga mulut (Multazam, 2013).

a. Komponen bahan organik saliva:

Komponen bahan organik yang menyusun saliva terdiri dari urea, glukosa

bebas, asam amino bebas, asam lemak dan laktat.

b. Komponen anorganik saliva:

Komponen anorganik saliva yang utama adalah elektrolit dalam bentuk

ion, antara lain: Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, HCO3-, dan fosfat. Senyawa
8

Na+ dan K+ mempunyai konsentrasi tertinggi di dalam saliva. Kalsium,

Fosfat, Hidroksil, dan Ion Fluor berdifusi melalui plak. Masing – masing

zat anorganikmempunyai fungsi sebagai berikut :

1) Kalsium: Menjaga struktur gigi, remineralisasi dan activator

enzim.

2) Fosfat: Remineralisasi, osmoregulator dan buffer.

3) Fluoride: Remineralisasi,

4) Chlorine dan Iodine: Host Defense (pertahanan gigi)

5) Bikarbonat: Buffer

6) Sodium dan Potasium: Osmoregulator

7) Magnesium: Aktivator Enzim (Multazam, 2013).

Unsur – unsur tersebut dapat mengurangi kelarutan email dan

meningkatkanremineralisasi pada lesi karies awal. Saliva juga dapat

berfungsi sebagai bufferuntuk menetralisir pH yang menurun akibat

fermentasi sisa karbohidrat olehbakteri dari plak. Beberapa komponen

non – imunologik saliva seperti lisosim,laktoperoksidase dan laktoferin

secara langsung berfungsi sebagai anti bakteripada mikroflora plak.

Plasma sel dalam kelenjar saliva menghasilkan Immunoglobin A (IgA),

dan protein lain dihasilkan oleh lapisan epitel saluransaliva (Nasution

2015).

4. Faktor – Faktor Lain Yang Mempengaruhi Saliva

Faktor – faktor lain yang mempengaruhi saliva terutama aliran saliva adalah

sebagai berikut:
9

a. Irama sikardian: Laju aliran saliva meningkat pada akhir siang dan

menurun mendekati nol selama tidur.

b. Jenis kelamin: perempuan cenderung memiliki kelenjar saliva yang lebih

kecil dibanding laki – laki. Hal ini menyebabkan laju aliran saliva pada

perempuan lebih rendah dibandingkan laki – laki (Syifa, 2015).

c. Konsumsi obat: obat yang bersifat anti kolinergik seperti antidepressan,

antipsikotik, antihistamin, antihipertensi Analgesik mixtures,

Anticonvulsants, antiemetics, antinauseants,antipruitiks, antiparkinson

dapat menurunkan laju aliran saliva (Kidd dan Bechal, 2012)

5. Saliva sebagai alat diagnosa karies

Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva mempengaruhi terjadinya karies.

Secara teoritis, saliva mempengaruhi proses karies dalam berbagai cara,

yaitu:

a. Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan

juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut.

b. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH dan fluoride ke

dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan

remineralisasi kariesdini.

c. Sistem buffer asam karbonat – bikarbonat, serta kandungan amoniak dan

urea dalam saliva dapat menyangga dan menetralkan penurunan pH yang

terjadi saat bakteri plak sedang memetabolisme gula. Kapasitas

penyangga dan pH saliva erat hubungannya dengan kecepatan

sekresinya. Nilai pH kelenjar parotis meningkat dari 5.7 ketika saliva


10

tidak terangsang menjadi 7.4 pada saat tingkat produksi sedang tinggi.

Peningkatan nilai pH seperti tersebut bagi kelenjar submandibula adalah

dari 6.4 ke 7.1. Peningkatan tingkat kecepatan saliva juga mengakibatkan

naiknya kapasitas buffernya. Pada kedua keadaan tersebut, penyebabnya

adalah meningkatnyakadar natrium dan bikarbonat.

d. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non

imunologi seperti lysozyme, lactoperoxydase,dan lactoferrin mempunyai

daya anti bakteri yang langsung terhadap mikroflora tersebut sehingga

derajat asidogeniknya berkurang.

e. Molekul immunoglobulin A (IgA) disekresi oleh sel – selplasma yang

terdapat di dalam kelenjar saliva, sedangkan komponen protein lainnya

diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar

keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya karies.

f. Protein saliva dapat meningkatkan ketebalan acquired pellicle sehingga

dapat membantu menghambat pengeluaran ion fosfat dan kalsium dari

enamel. Apabila saliva akan digunakan sebagai indikator pengukuran

risiko karies, maka harus diperhatikan kondisi saliva dalam dua keadaan,

yaitu sebelum distimulasi (unstimulated saliva) dan sesudah distimulasi

(stimulated saliva). Saliva sebelum distimulasi maksudnya adalah saliva

yang diproduksi tanpa adanya rangsangan, sedangkan saliva setelah

distimulasi maksudnya adalah saliva yang disekresi setelah diberi

rangsangan (Putri, dkk, 2010).Rangsangan tersebut dapat terjadi melalui

jalan berikut:
11

1) Mekanis: mengunyah parafin wax,permen karet ataupun makanan

yang keras.

2) Kimiawi: rangsangan rasa seperti asam, manis, asin, pahit dan juga

pedas.

3) Psikis: stres yang akan menghambat sekresi saliva, dapat juga karena

membayangkan makanan yang enak sehingga sekresi saliva

meningkat.

4) Neural: rangsangan yang diterima melalui sistem saraf otonom baik

simpatis maupun parasimpatis.

5) Rangsangan rasa sakit: misalnya karena adanya peradan gingivitis dan

juga karena protesa yang akan menstimulasi sekresi saliva (Pradanta,

dkk., 2016).

6. Metode Pengumpulan Saliva

Pengumpulan saliva terdiri dari dua metode besar yaitu pengumpulan saliva

yang tidak terstimulasi dan pengumpulan saliva yang terstimulasi. Metode

pengumpulan saliva yang tidak terstimulasi dilakukan dengan melakukan

pengambilan sampel saliva langsung dan tanpa stimulasi dari luar. Berbeda

dengan metode pengumpulan saliva yang terstimulasi, pada pengambilan

sampel saliva metode terstimulasi (Stimulated) dilakukan stimulasi berupa

rangsangan mekanoreseptor yaitu diberikan parafin waxke dalam rongga mulut

(Kusuma, 2013).

Pengumpulan sampel dengan metode saliva terstimulasi

(Stimulated)dilakukan dengan memberikan parafin ke dalam rongga mulut dan


12

memerintahkan untuk mengunyah parafin tersebut. Proses mengunyah parafin

wax dilakukan terus menerus dalam jangka waktu tertentu tanpa melakukan

proses menelan. Setiap satu menit, saliva yang terkumul dalam rongga mulut

diperintahkan untuk dikeluarkan dengan tetap melakukan pengunyahan parafin

tersebut. Begitupunn dengan menit – menit selanjutnya sampai pada waktu

yang telah ditentukan. Metode pengumpulan saliva yanng tidak terstimulasi

(Unstimulated) biasanya digunakan untuk menilai saliva secara umum dan

komponen – komponen yang terkandung di dalamnya (Kusuma, 2013).

Terdapat lima (5) jenis cara pegumpulan sampel saliva yang biasanya

digunakan dalam penelitian yaitu spitting, passive drool, arbsorbent dan

suction.

a. Metode spitting

Pada metode ini saliva dikumpulkan dalam rongga mulut dalam keadaan

mulut tertutup dan dikeluarkan setiap satu menit selama lima sampai lima

belas menit. Pengumpulan saliva dalam rongga mulut dapat mempengaruhi

aliran saliva, sehingga mempengaruhi penilaian aliran saliva (Kusuma, 2013).

Gambar 1. Metode spiting


13

b. Metode Arbsorbent

Saliva dikumpulkan dengan cara meletakkan penyerap seperti

swab,cotton atau sponge dalam mulut selama satu sampai lima menit.

Metode ini dapat memicu peningkatan aliran saliva dan perubahan beberapa

komponen sehingga untuk pengukuran laju aliran saliva metode ini tidak

akurat, sehingga dalam pelaksanaannya penyerap diletakkan hanya dalam

waktu dua menit dalam rongga mulut untuk menghindari adanya perubahan

konsentrasi komponen akibat aliran saliva yang terlalu tinggi (Kusuma,

2013).

c. Passive Drool

Metode ini adalah metode yang paling efektif dan sering digunakan

untuk mengumpulkan saliva dengan mengeluarkan saliva secara pasif ke

dalam wadah kecil. Passive drool sangat direkomendasikan karena metode

ini telah diterima oleh banyak peneliti, tidak seperti metode absorben, yang

kadang – kadang dapat menyebabkan gangguan pada pengujian imunitas.

Metode ini prinsipnya sama dengan metode draining (Kusuma, 2013).

Gambar 2. Metode pasif droll


14

d. Suction

Pengumpulan saliva menggunakan metode suction dilakukan dengan

caramengaspirasi saliva yang diproduksi pada kelenjar yang ingin diteliti.

Aspirasi saliva dapat dilakukan dengan menggunakan syringe, micropiper,

saliva ejector atau dengan gentle suction (Kusuma, 2013).

e. Arbsorbent (swab).

Saliva dikumpulkan dengan meletakkan swab, cotton atau sponge

gauzepada orificium kelenjar saliva, kemudian dilakukan sentrifugasi pada

sampel saliva. Umumnya metode ini digunakan untuk memeriksa komponen

– komponen tertentu pada saliva (Kusuma, 2013).

7. Pemeriksaan saliva menggunakan saliva – check buffer kit merekGC

Saliva – check buffer kit yang terdiri dari kertas lakmus pH (In Vitro Ph Test

Stripe), kertas dapar strip (Buffer Test Stripe), Gelas ukur (Collection Cup) 20

mL, parafin wax dan pipet.Salah satu faktor dari lingkungan oral yang harus

diperiksa dab dinilai dalammenentukan faktor – faktor risiko adalah: kecepatan

sekresi saliva (laju aliran saliva dan volume saliva), pH saliva dan kapasitas

buffer saliva terhadap karies.

Gambar 3 saliva – check buffer kit merek GC


15

8. Pengukuran Saliva Dalam Mendekteksi Faktor – Faktor Risiko Karies

a. Analisa saliva sebagai faktor risiko karies

Analisa saliva merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mendeteksi kerentanan gigi individu akan mengalami karies gigi. Untuk

melakukan analisa saliva dapat dilakukan dengan cara analisa saliv istirahat

dan analisa saliva terstimulasi/terrangsang (Young, 2013).

1) Analisa Saliva tidak terstimulasi/Istirahat (Unstimulated):

Test yang dilakukan pada saliva dalam keadaan tidak terstimulasi/istirahat

(Analisa Saliva Istirahat) menunjukkan seberapa besar saliva yang

disekresi secara konstan untuk melindungi dan melapisi rongga mulut

(Dwi, 2014).

2) Analisa Saliva Terstimulasi (Stimulated Saliva):

Saliva terstimulasi merupakan saliva yang diproduksi karena adanya

rangsangan. Pengukuran analisa saliva terstimulasi dilakukan dengan

melakukan perhitungan kuantitas saliva ketika mendapat rangsangan

dengan menggunakan sepotong parafin wax(Indriana, 2011).

b. Empat faktor yang dinilai dalam mendeteksi faktor – faktor risiko

terhadap karies:

1) Pemriksaan Laju aliran saliva (Flow rate)

Merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada keadaan normal,

laju aliran saliva berkisar antara 0.05 – 1.8 mL/menit. Nilai diukur secara

visual berdasarkan indikator saliva – check buffer kit merek GCdengan


16

melihat laju aliran saliva (mL/menit) yang diperoleh selama 5 menit.

Kategori laju aliran saliva adalah seperti berikut:

a) Rendah = <0.7 mL/menit

b) Sedang = 0.7 – 1 mL/menit

c) Tinggi = >1 mL/menit (Indriana, 2011)

Laju aliran saliva dapat diukur dalam satuan mL/menit dihitung

dengan menggunakan rumus: Laju aliran saliva (mL/menit) =

volume saliva collection cup


collection period

Interpretasi:

Menurut (Bratthall dan Ericsson serta Tenovuo dan lagerlof dalam

Sundoro, 2015) menyatakan Laju aliran saliva sebesar 0.7 ml/menit

dianggap sebagai ambang, di bawah batas tersebut menunjukkan

peningkatan risiko terjadinya karies.

Bila aliran saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan frekuensi

karies gigi. Jika laju aliran saliva meningkat, akan menyebabkan

konsentrasi sodium, kalsium, klorida, bikarbonat dan protein

meningkat, tetapi konsentrasi fosfat, magnesium dan urea akan

menurun. Dengan meningkatkannya komponen bikarbonat saliva, maka

hasil metabolik bakteri dan zat – zat toksik bakteri akan larut dan

tertelan sehingga keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga

dan frekuensi karies gigi akan menurun (Carolin, 2009).


17

2) Pemeriksaan Volume saliva (Quantity saliva)

Volume saliva yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1.0 –

1.5 mL. Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva disekresi oleh kelenjar

parotis, submandibularis, sublingualis dan kelenjar minor. Pada malam

hari, kelenjar parotis sama sekali tidak berproduksi. Jadi, sekresi saliva

berasal dari kelenjar submandibularis, yaitu lebih kurang 70% dan

sisanya (30%) disekresikan oleh kelenjar sublingualis dan kelenjar ludah

minor. Sekresi saliva dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterima

oleh kelenjar saliva nilai diukur berdasarkan indikator saliva – check

buffer kit merek GC America dengan melihat volume saliva (mL) yang

diperoleh selama 5 menit. Kategori laju aliran saliva adalah seperti

berikut:

a) Rendah =< 3.5 mL

b) Sedang = 5.0 – 3.5 mL

c) Tinggi = > 5.0 mL (Pradanta, dkk., 2016)

Gambar 4. Gelas Ukur (Collection Cup)

Interpretasi:

Volume saliva (Quantity saliva) saliva stimulasi(Stimulated) sebesar <

1.0 mL dianggap sebagai ambang, dimana volume di bawah batas

tersebut menunjukkan peningkatan risiko terjadinya karies.


18

3) Pemeriksaan pH(Power Of Hydrogen)

pH berasal dari singkatan power of hydrogen. pH merupakan ukuran

konsentrasi ion hydrogen yang menunjukan keasaman atau kebasaan

suatu zat. Variasi pH (derajat keasaman) di dalam plak demikian besar,

ini dapat mempengaruhi kelarutan kalsium dan fosfor dari email. Bila

asam banyak dihasilkan maka akan membuat nilai pH menjadi rendah

dan mencapai satu angka kritis diantara 5.2 – 5.5 yang menyebabkan

kalsium dan fosfor email akan mulai larut sehingga karies tidak akan

terkendali (Nugroho, 2016).

Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk menghambat

pertumbuhan bakteri antara 6.5 – 7.5 dan apabila rongga mulut pH – nya

rendah antara 4.5 – 5.5 akan memudahkan pertumbuhan kuman

asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Selain itu

penurunan pH di dalam rongga mulut dapat menyebabkan demineralisasi

elemen gigi dengan cepat (Pradanta, 2016).

Mengukur derajat asam maupun basa dari cairan tubuh. Keadaan basa

maupun asam dapat diperlihatkan pada skala pH sekitar 0 – 14 dengan

perbandingan terbalik yang makin rendah, nilai pH makin banyak asam

dalam larutan. Sedangkan meningkatnya nilai pH berarti bertambahnya

basa dalam larutan, dimana 0 merupakan pH yang sangat rendah dari

asam. pH 7.0 merupakan pH yang netral, sedangkan pH diatas 7.0 adalah

basa dengan batas pH setinggi (Shetty et al, 2013).


19

Derajat keasaman saliva diukur saat saliva tidak terstimulasi dimana

diukur menggunakan indikator pH berdasarkan indikator saliva – check

buffer kit merek GC. Kategori pH saliva adalah seperti berikut:

a) Rendah pH = <5.8

b) Sedang pH = 6.0 – 6.6

c) Tinggi pH = >6.8 (Pradanta, dkk., 2016)

Gambar 5. Gelas ukur, Kertas Lakmus dan pH Indikator

Interpretasi:

Derajat keasaman saliva (pH unstimulated saliva)merupakan indikator

umum keadaan asam rongga mulut. Umumnya, pH kritis hidroksi apatit

adalah 5.5 sehingga semakan dekat pH unstimulated dengan pH kritis,

maka semakin besar risiko demineralisasi.

4) Pemeriksaan KapasitasDapar Saliva (Capacity Of Buffer)

Kapasitas buffer merupakan kemampuan saliva dalam menetralisir

asam dan hal ini tergantung pada konsentrasi bikarbonat dalam saliva. pH

dan kapasitas buffer saliva memiliki hubungan yang signifikan.

Hubungan ini dilihat dari adanya hubungan secara statistik antara

kapasitas buffer saliva yang tinggi pada saliva yang tidak distimulasi dan

tingkat karies rendah (Nugroho, 2016).Derajat keasaman saliva yang

rendah akan dinetralisir oleh buffer agar tetap dalam keadaan konstan di
20

dalam rongga mulut. Kapasitas buffer saliva bergantung pada konsentrasi

bikarbonat dan berhubungan dengan flow saliva. Laju sekresi saliva yang

tinggi akan menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH

saliva pun akan meningka. Kapasitas buffer saliva adalah kemampuan

saliva dalam menetralkan penurunan pH saliva saat saliva terstimulasi

(Stimulation) paraffin. Nilai diukur berdasarkan indikator GC Saliva –

Check buffer dengan membandingkan warna pada kertas strip buffer

dengan standard yang ada dan menetapkan nilainya berdasarkan

petunjuk saliva – check buffer kit merek GCAmerica yaitu:

Hijau = Poin 4 Hijau/biru = Poin 3

Biru = Poin 2 Merah/biru = Poin 1

Merah = poin 0

Kategori kapasitas buffer adalah seperti berikut:

a) Rendah = Nilai akhir 0 – 5

b) Sedang = Nilai akhir 6 – 9

c) Tinggi = Nilai akhir 10 – 12(Merinda, et al, 2013).

Gambar 6. Baffuer Test Stripe, Pipet dan Indikator Buffer Saliva


21

B. Faktor – Faktor Risiko Karies

1. Definisi Faktor Risiko Karies

Risiko karies merupakan risiko terjadinya sebuah lesi karies pada seseorang.

Peningkatan risiko karies merupakan hasil dari beberapa faktor penyebab

karies yang sesuai ataupun mekanisme pertahanan yang tidak cukup sehingga

mengarah kepada perbedaan prevalensi karies. Berdasarkan definisinya, risiko

ditujukan untuk mengukur terjadinya karies pada masa yang akan datang

(Irene, 2012).

2. Pengukuran Risiko Karies

Komponen utama program pencegahan adalah untuk menilai risiko

seseorang akan perkembangan suatu penyakit. Agar perawatan pasien dapat

berhasil dengan baik, maka hal penting yang dapat dilakukan oleh seorang

dokter gigi bila menemui kasus karies adalah mengidentifikasinya, tidak hanya

faktor etiologi tetapi juga faktor non – etiologi, yang disebut dengan istilah

indikator risiko karies. Indikator risiko karies ini bukan merupakan faktor

penyebab tetapi faktor yang pengaruhnya berkaitan dengan terjadinya karies.

Efek faktor tersebut dibedakan menjadi faktor risiko dan faktor modifikasi.

Faktor risiko merupakan faktor yang memiliki hubungan sebab akibat dengan

terjadinya karies. Individu dengan risiko karies yang tinggi adalah seseorang

yang mempunyai faktor risiko karies yang lebih banyak. Faktor risiko karies

terdiri atas karies, fluor, oral higiene (OH), bakteri, saliva dan pola makan.

Faktor modifikasi merupakan faktor yang berpengaruh dalam perkembangan

karies selain dari faktor risiko. Faktor ini memang tidak langsung
22

menyebabkan karies, namun pengaruhnya berkaitan dengan perkembangan

karies. Faktor tersebut adalah umur, jenis kelamin, perilaku, faktor sosial,

genetik dan pekerjaan, dan kesehatan umum (Irene, 2012).

3. Klasifikasi Risiko Karies

Prevalensi dan insidens karies berpengaruh terhadap prediksi pengukuran

risikokaries, dimana pada anak – anak berbeda dengan dewasa. Dalam hal

pemeriksaan,orang dewasa lebih diperhatikan karena orang dewasa sering

mendapatkan perawatangigi namun kurang mendapat pencegahan. Selain itu,

terdapat karies akar dan kariessekunder yang sering menjadi penyebab restorasi

harus diganti pada orang dewasa.Oleh karena itu, pengukuran risiko karies

sangat penting, begitu pula dengan tindakanpencegahannya yang sesuai dengan

kebutuhan.

Risiko karies terbagi atas tiga yaitu risiko tinggi, sedang dan

rendah.Kelompok risiko karies tinggi didefinisikan sebagai suatu kelompok

yang beradapada risiko yang mudah terkena karies. Kelomopok risiko karies

sedang didefinisikansebagai suatu kelompok yang berada pada risiko yang

rentan terkena karies,sedangkan kelompok risiko rendah merupakan kelompok

yang berada pada risikoyang tidak mudah terserang karies.Dasar klasifikasi

risiko rendah, sedang dantinggi tergantung prevalensi karies serta faktor –

faktor risiko yang dimiliki (Brathall 2007 dalam Irene, 2012).


23

Klasifikasi Faktor Risiko Karies terbagi atas 3 kategori yaiturisiko Rendah (R)
Sedang (S) dan Tinggi (T):

Faktor Risiko rendah Sedang Tinggi


risiko
Plak Plak tidak ada, Plak sedikit, Plak tidak ada,
berarti banyak jumlah bakteri jumlah bakteri
bakteri yang dapat yang memproduksi yang memproduksi
memproduksi asam asam juga asam normal dan
berkurang, oral oral hygiene baik
hygiene baik
Bakteri Tidak Bakteri Bakteri kariogenik Bakteri kariogenik
kariogenik banyak, sedikit, banyak, sehingga
sehingga sehingga menyebabkan pH
menyebabkan pH menyebabkan pH rendah, plak mudah
Normal,plak tidak kurang normal, melekat
mudah melekat plak mudah
melekat
Pola Konsumsi Konsumsi Konsumsi
Makan karbohidrat rendah karbohidrat kadang karbohidrat tinggi
dan diet makanan – kadang terutama terutama sukrosa,
yang tidak sukrosa, makanan makanan
mudah melekat yang mudah yang mudah
melekat. melekat.
Laju Alir saliva yang Alir saliva aliran saliva
Aliran optimal,sehingga berkurang berkurang hingga
Saliva dapat membantu mengakibatkan mencapai nol,
membersihkan sisa gula mudah dapat
– sisamakanan bertahan mengakibatkan
dalam waktu lama gula bertahan
(daya dalam waktu lama
24

proteksi saliva (daya


menurun) proteksi saliva
menurun)
Kapasitas Kapasitas buffer Kapasitas buffer Buffer saliva
Buffer menunjukkan yang optimal, rendah akan
optimal, pH rendah hanya mengakibatkan pH
kemampuan saliva sementara rendah
dalam menetralisir dalam waktu lama
asam
Flouride Mendapat aplikasi Kurang Mendapat Tidak ada
fluor, aplikasi fluor, pemberian fluor,
remineralisasi remineralisasi remineralisasi
meningkat meningkat berkurang
(Karpanan, 2016).
C. Karies

1. Definisi Karies

Karies merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras gigi, yaitu

enamel, dentin dan sementum, disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada

dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Suatu karies mempunyai tanda

yaitu adanya demineralisasi jaringan keras gigi, diikuti oleh kerusakan bahan

organik sehingga mengakibatkan terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa

serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan nyeri.

Selain faktor penyebab yang langsung berhubungan dengan karies gigi, ada

beberapa faktor tidak langsung yang berhubungan dengan karies, disebut

sebagai faktor risiko, seperti usia, jenis kelamin, gangguan emosi, pengetahuan,

kesadaran dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi, misalnya


25

pengetahuan mengenai jenis makanan dan minuman yang menyebabkan karies,

cara makan dan minum serta cara membersihkan gigi(Fatmawati, 2011).

2. Mekanisme Terjadinya Karies

Teori multifaktorial Keyes menyatakan ada faktor penyebab yang saling

berhubungan dan mendukung, yaitu host (saliva dan gigi), mikroorganisme,

substrat dan waktu. Selain faktor penyebab yang langsung berhubungan dengan

karies gigi, ada beberapa faktor tidak langsung yang berhubungan dengan

karies, disebut sebagai faktor risiko. Yang dimaksud dengan faktor risiko

karies adalah faktor – faktoryang memiliki hubungan sebab akibat terjadinya

karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman

karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva dan pola makan

(Widyastuti, 2010).

Gambar 7.Empat Lingkaran Yang


Menggambarkan Faktor Penyebab Karies.
26

a. Faktor Host Atau Tuan Rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah

terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi),

struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi

posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa – sisamakanan mudah

menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu,

permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat

dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan

tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral

(kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar

enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung

banyak fluor, fosfat, sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel

sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung

mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin

resisten. Gigi desidui lebih mudah terserang karies dari pada gigi permanen.

Hal ini disebabkan karena enamel gigi desidui mengandung lebih banyak

bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari pada

gigi permanen. Selain itu, secara kristalografis Kristal – Kristal gigi susu

tidak sepadat gigi tetap dan email orang muda lebih lunak dibandingkan

orang tua. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya

prevalensi karies pada anak – anak. Daerah yang mudah diserang karies

adalah pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal

molar dan pit palatal insisif, permukaan halus di daerah aproksimal sedikit
27

di bawah titik kontak, Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas

tepi gingival, tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper

(Ramayanti dan Purnakarya, 2013).

b. Faktor Agen Atau Mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya

karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan

mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk

dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Pada awal

pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak

dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus

mitis, dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu,

ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi.

Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104

– 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui

sebagai penyebab utama karies (Wardani, 2016).

c. Substrat

Faktor subtrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena

membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada

pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme

bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan – bahan yang diperlukan

untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyababkan

timbulnya karies. Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan

karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu
28

mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat

untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel.

Orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung

mengalami kerusakan gigi, sebaliknya pada orang dengan diet banyak

mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak

memliki karies gigi (Karmawati, (2011). Dalam penelitian para ahli,

diperoleh beberapa resume mengenai hubungan karies dengan karbohidrat,

yaitu:

1. Mengonsumsi gula dapat memperhebat aktivitas karies gigi.

2. Kemungkinan terjadi karies dengan mengonsumsi gula diperbesar lagi

jika gula tersebut dimakan dalam bentuk mudah melekat pada gigi.

3. Kemungkinan terjadi karies diperbesar lagi bila gula tersebut dimakan

tidak pada waktu makan.

4. Bila makanan yang dikonsumsi tidak mengandung gula, aktivitas karies

berkurang (Wardani, dkk., 2016).

d. Waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia

yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Adanya

kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama

berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut

terdiri atas perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Adanya saliva di

dalam lingkungan gigi mengakibatkan karies tidak menghancurkan gigi


29

dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun

(Ramayanti dan Purnakarya, 2013).

D. Anak Usia 11 – 12 Tahun

Umumnya anak – anakmemasuki usia sekolah mempunyai risiko karies yang

tinggi, karena pada usia sekolah ini anak – anakbiasanya suka jajan makanan dan

minuman sesuai keinginannya. Akan tetapi anak – anak tersebut kurang

mengetahui pengaruh atau dampak memakan makanan yang manis dan lengket,

selain itu minimnya pengetahuan anak tentang waktu menggosok gigi yang benar

menjadikan sisa makanan terakumulasi dalam waktu yang lama di rongga mulut,

hal ini akan memudahkan terjadinya karies (Sulendra, dkk., 2013).

Anak – anak pada usia 11 – 12 tahun rentan terhadap pertumbuhan dan

perkembangan karies gigi karena memiliki kebiasaan jajan makanan dan

minuman baik di sekolah maupun di rumah. WHO merekomendasikan kelompok

umur tertentu untuk diperiksa yaitu kelompok umur. Kelompok umur ini penting

untuk diperiksa karena umumnya anak – anakmeninggalkan bangku sekolah pada

umur 12 tahun. Selain itu, semua gigi permanen diperkirakan sudah erupsi pada

kelompok umur ini kecuali gigi molar tiga. Beradasarkan ini, umur 12 tahun

ditetapkan sebagai umur pemantauan global (Global Monitoring Age) untuk

karies (Indry dkk., 2013).


BABA 3

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

Anak Usia 11– 12 ↓ = Menurun


A. Gambar Kerangka Konseptual Tahun Keterangan :
Pemeriksaan Kualitas Saliva ↑ = Meningkat

Kecepatan pH
Kapasitas
Sekresi Saliva Saliva
Buffer
Saliva
Laju Aliran Volume
Rendah Sedang Tinggi
Saliva Saliva
Rendah Sedang Tinggi
Deminer Deminera Deminer
Rendah Sedang Tinggi
↑ lisasi Kontrol Kontrol Kontrol

Akumulasi Akumulasi Akumulasi


alisasi
Sedang lisasi ↓ pH ↑ pH
pH↓
Sedang
Debris↑ DebrisSed
ang
Debris ↓

Risiko Karies Rendah Risiko Karies Sedang Risiko Karies Tinggi

30
B. Keterangan Peta Kerangka Konseptual

Siswa/i pada usia 11 – 12 tahun rentan terhadap pertumbuhan dan

perkembangan karies gigi karena memiliki kebiasaan jajan makanan dan

minuman baik di sekolah maupun di rumah, karena makanan dan minuman yang

banyak mengandung gula sangat cepat menurunkan pH plak ke tingkat yang dapat

menyebabkan demineralisasi gigi. WHO merekomendasikan kelompok umur

tertentu untuk diperiksa yaitu kelompok umur. Kelompok umur ini penting untuk

diperiksa karena umumnya anak-anak meninggalkan bangku sekolah pada umur

12 tahun. Selain itu, semua gigi permanen diperkirakan sudah erupsi pada

kelompok umur ini kecuali gigi molar tiga. Beradasarkan ini, umur 12 tahun

ditetapkan sebagai umur pemantauan global (Global Monitoring Age) untuk

karies (Indry dkk., 2013).

Pada umunya fungsi saliva adalah fungsi protektif, yaitu menjaga kesehatan

gigi dan mulut. Welton menyatakan bahwa saliva berperan sebagai cairan

lubrikasi, cadangan ion, fungsi buffer, pembersih, anti mikroba, aglutina,

pembentukan pelikel, pencernaan, perasa, ekskresi, dan menjaga keseimbangan

air. Sebagai cairan lubrikasi adalah karena saliva melapisi mukosa dan

melindunginya terhadap iritasi mekanik, termal dan kimia. Juga membantu

kelancaran udara, percakapan serta menelan(Kusuma, 2013).

Menurut pada penelitian Parsetya (2008) menyatakan pemeriksaan saliva untuk

mendeteksi faktor risiko karies, karena fungsi saliva yang pada umumnya

protektif, terutama proteksi terhadap karies. Macam pemeriksaan yang umum

untuk deteksi faktor – faktor risiko tersebut adalah kecepatan sekresi saliva (laju

1
32

aliran saliva dan volume saliva), pH dan kapasitas buffer terhadap karies, sebagai

berikut ini yaitu:

Pengukuran sekresi saliva sangat mudah dilakukan. Subyek duduk dengan

kepala menunduk dan saliva menampung ke dalam gelas ukur (Collection Cup)

selama 5 menit. Aliran saliva rata – rata dihitung berdasarkan jumlah saliva yang

terkumpul bagi waktu yang digunakan untuk mengumpul saliva. Apabila sekresi

saliva sedikit, saliva menjadi kurang efektif untuk membersihkan gigi dan mulut

sehingga menyebabkan pH mulut turun dan lingkungan menjadi asam, dengan

demikian kondisi ini dapat memicu terjadinya karies (Juliatri, 2015).

Laju aliran saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Laju aliran

saliva akan meningkat karena adanya rangsangan seperti rangsangan pengecapan,

rangsangan psikologi, ataupun rangsangan akibat perawatan gigi (misalnya karena

peralatan dokter gigi). Bila aliran saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan

frekuensi karies gigi. Jika laju aliran saliva meningkat, akan menyebabkan

konsentrasi sodium, kalsium, klorida, bikarbonat dan protein meningkat, tetapi

konsentrasi fosfat, magnesium dan urea akan menurun. Salah satu faktor yang

penting dalam remineralisasi enamel gigi adalah aliran saliva.Dengan

meningkatkannya komponen bikarbonat saliva, maka hasil metabolik bakteri dan

zat-zat toksik bakteri akan larut dan tertelan sehingga keseimbangan lingkungan

rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies gigi akan menurun (juliatri dkk.,

2015).

Volume saliva adalah yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1.0 –

1.5 Liter. Sekresi saliva yang berkurang akan mengakibatkan mulut kering,
33

penurunan pengecapan, kesukaran mengunyah dan menelan makanan, timbulnya

keluhan rasa sakit pada lidah dan mukosa, juga dapat menyebabkan karies dan

kehilangan gigi.Rendahnya sekresi saliva menyebabkan berkurangnya

kemampuan membersihkan sisa makanan dan mematikan mikroorganisme,

kemampuan menetralisasi asam, serta kemampuan menimbulkan demineralisasi

email (Putri, 2013).

Penurunan pH di dalam rongga mulut dapat menyebabkan demineralisasi

elemen gigi dengan cepat. Demineralisasi merupakan keadaan hilangnya ion

kalsium, fosfat dan hidroksil dari kristal hidroksiapatit, dimana disolusi

hidroksiapatit dapat terjadi pada pH di bawah 5.5 (pH kritis). Namun, pH kritis

berbeda pada masing – masing individu, dimana pada keadaan saliva dengan

konsentrasi kalsium dan fosfat rendah, pH kritis berada pada nilai sekitar 6.5,

sedangkan pada saliva dengan keadaan Ca2+ dan PO43- tinggi, pH kritis berada

antara nilai 5.5 Demineralisasi dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu jumlah bakteri (Streptococcus mutans), komposisi dan aliran saliva,

aksi buffer saliva, diet, struktur gigi, pengaruh obat-obatan dan kekasaran

permukaan gigi terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya peningkatan

kelarutan enamel dalam pH asam yaitu pada keadaan asam, ion H+

menghilangkan ion OH- untuk membentuk air dan juga semakin rendah pH,

maka semakin rendah konsentrasi PO43-. Remineralisasi merupakan proses alami

dimana mineral inorganik dalam saliva terakumulasi pada daerah yang mengalami

disolusi enamel dan menggantikan mineral yang hilang dari gigi (Kartika, dkk.,

2013).
34

Kapasitas buffer merupakan kemampuan saliva dalam menetralisir asam dan

hal ini tergantung pada konsentrasi bikarbonat dalam saliva. pH dan kapasitas

buffer saliva memiliki hubungan yang signifikan. Hubungan ini dilihat dari

adanya hubungan secara statistik antara kapasitas buffer saliva yang tinggi pada

saliva yang tidak distimulasi dan tingkat karies rendah (Nugroho, 2016).Derajat

keasaman saliva yang rendah akan dinetralisir oleh buffer agar tetap dalam

keadaan konstan di dalam rongga mulut. Kapasitas buffer saliva bergantung pada

konsentrasi bikarbonat dan berhubungan dengan flow saliva. Laju sekresi saliva

yang tinggi akan menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH

saliva pun akan meningkat (Merinda, et al, 2013).

Risiko karies terbagi atas tiga yaitu risiko tinggi, sedang dan rendah. Risiko

karies tinggi didefinisikan sebagai suatu individu yang berada pada risiko yang

mudah terkena karies,risiko karies sedang didefinisikan sebagai suatu individu

yang berada pada risiko yang rentan terkena karies, dan risiko rendah merupakan

individu yang berada pada risiko yang tidak mudah terserang karies (Karpanan,

2016).
35

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan

cross – sectionalyaitu untuk mendeteksi faktor – faktor risiko karies berdasarkan

pemeriksaan kualitas laju aliran, volume, pH dan kapasitas dapar saliva pada

siswa/i usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota

Kediripada suatu saat (Point Time Approach) (Notoatmodjo, 2010).

B. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat Penelitian

Di SDN 2 Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah pada bulan desember

2017.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah 78 orang padaanak usia 11 – 12

tahun di SDN 2 Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.

2. Besar sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu anak usia 11 – 12 tahun SDN 2 Bandar

Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Pengambilan sampel secara acak

sederhana adalah bahwa setiap anggota atau unit populasi mempunyai


36

kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. (Notoatmodjo, 2010,

Hal.120 – 121).

D. Teknik sampling

Teknik Pengambilan sampel secara acak sederhana (Notoadmodjo, 2010, Hal.

120 – 121). untuk menghitung besar sampel yang dibutuhkan bagi ketepatan

(Acuray) penelitian ini menggunakan rumus untuk populasi kecil atau lebih kecil

dari 100 (Notoatmodjo, 2010) adalah jumlah sampel berdasarkan rumus slovin:

N 78 78
n = 1+N(d)2 n = 1+78(0.1)2 𝑛 = 1+78(0.1)2

78 78 78
𝑛= 𝑛= n=
1 + 78(0.01) 1 + (0.78) 1 + 0.78

78
n = 1.78 n = (43.82)dibulatkan menjadi 44 orang.

Keterangan:

N= besar populasi

n= besar sampel risiko karies pada usia 11 – 12 tahun

d= tingkat kepercayaan/ketepatan yang dinginkan (0.1)


37

E. Kriteria Sampel

1. Kriteria Inklusif

Kriteria Inklusif yaitu karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012).

Kriteria inklusi sampel penelitian adalah :

a. Siswa/i usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor.

b. Anak kooperatif dan bersedia diikutkan dalam penelitian, dibuktikan

dengan menandatangani informed consent.

2. Kriteria Ekslusif

Kriteria eksklusif adalah menghilangkan subjek yang memenuhi kriteria

inklusi dari suatu studi karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah:

a. Subjek menyatakan mundur dari penelitian.

b. Anak tidak kooperatif.

c. Tidak sedang dalam pengobatan

F. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah jenis kelamin, usia 11 – 12 tahun, Laju aliran saliva,

volume saliva, pH saliva dan kapasitas buffer saliva.


38

G. Variabel dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Kategori risiko karies

1 Volume Banyaknya saliva yang a. < 3.5 mL = Risiko tinggi


saliva dikumpulkan selama 5 b. 3.5 – 5.0 mL = Risiko Sedang
menit. c. > 5.0 mL = Risiko rendah
2 pH saliva Angka derajat keasaman a. 5.0 – 5.8 = Risiko tinggi
saliva yang diperoleh b. 6.0 – 6.6 = Risiko Sedang
denganmenggunakan c. 6.8 – 7.8= Risiko rendah
kertas lakmus pH (In
Vitro pH Test Stripe)
3 Laju Kecepatan aliran saliva a. < 0.7 mL/menit= Risiko tinggi
aliran yangdinyatakan dalam b. 0.7 – 1 mL/menit = Risiko Sedang

saliva mL/menit. c. >1 mL/menit = Risiko rendah

4 Kapasita Pengukuran kapasitas


s buffer buffer

saliva saliva dilakukan dengan Saliva Check Buffer Kit merek GC


menggunakan Saliva - America:
Check Buffer Kit. Untuk a. 0 – 5= Risiko tinggi
Saliva Check Buffer Kit b. 6 – 9= Risiko Sedang
merek GC America. c.10 – 12 = Risiko rendah
Skor:
Hijau = 4 poin
Biru kehijauan = 3 poin
Biru = 2 poin
Merah kebiruan = 1 poin
Merah = 0 poin
39

H. Bahan Dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian:

a. Saliva Check Buffer Kitmerek GCAmerica d.Aquades

b. Kertas lakmus pH (In Vitro pH Test Stripe) e.Alcohol

c. Buffer Test Stripe f.Tissue

d. Parafin wax g. Informed Consent

2. Alat Penelitian :

a. Kertas Blangko Formulir Data Sampel e. Stop Watch

b. Alat Tulis f. Pipet Ukur

c. pH Indikator g. Indikator Buffer Saliva

d. Alat Dokumentasi h. Masker dan Handscool

I. Etika Penelitian

Ethical clearance diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)

Fakultas Kedokteran Gigi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiayata Kediri (IIK),

kemudian subjek penelitian diberi penjelasan mengenai maksud, tujuan, dan

manfaat penelitian dan meminta izin melakukan penelitian kepada subjek yang

memenuhi kriteria penelitian. Subjek diminta kesediaannya untuk menjadi subjek

penelitian dengan menandatangani informed consent. Identitas subjek penelitian

dirahasiakan.

J. Cara Pengambilan Saliva

1. Cara pengambilan data pada penelitian

Dalam penelitian ini digunakan sampel sebanyak 44 orang diuji dengan

Saliva – Check Buffer Kit yang merupakan produk dari GC America.


40

Langkah – langkah pengukuran saliva adalah sebagai berikut:

a. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu tiap subjekdiinstruksikan

untuk tidak mengkonsumsi makanan dan minuman, juga tidak menyikat gigi

selama 2 jam sebelum diteliti.Pemeriksaandilakukan antara jam 8.30 – 10.30

pagi.

b. Mengukur pH saliva dengan kertas lakmus tanpa stimulasi:

1) Kumpulkan sampel tanpa stimulasi (Unstimulated) saliva gelas ukur

(collection cup)selama 2 menit.

2) Rendam kertas lakmus pH (In Vitro pH Test Stripe) selama 10 detik.

3) Cocokkan warna yang terbentuk dengan menggunakan pH indicator

(Juliatri, dkk., 2015).

c. Mengukur laju aliran dan volume saliva terstimulasi:

1) Subjek duduk tegak lurus

2) Minta subjek untuk mengunyah lilin parafin (Parafin wax)

3) Keluaran saliva pertama setelah 30 detik

4) Atur waktu untuk 5 menit kemudian biarkan subjek terus mengunyah.

5) Subjek harus tetap mengunyah Selama 5 menit dan mengeluarkan

salivanya dalam gelas ukur (saliva collection cup).

6) Setelah 5 menit, ukur volume saliva yang telah dikumpulkan,

Kemudian aliran saliva rata – rata diukur dengan cara menghitung jumlah

saliva yang terkumpul dibagi waktu yang digunakan untuk mengumpulkan

saliva (Sundoro, 2015).


41

d. Test kapasitas buffer saliva:

1) Sampel yang digunakan adalah saliva yang dikumpulkan pada tes

kuantitas saliva.

2) Gunakan pipet untuk mengambil saliva, kemudiam tetesi test strip pada

ketiga garis.

3) Kelebihan saliva dibuang dengan memiringkan strip sebesar 900 untuk

memastikan volume konstan.

4) Setelah 5 menit, warna pada strip test dibandingkan dengan buffer

indikator (Nugroho, 2016).

K. Data Penelitian

1. Data Primer

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang

dikumpulkan sendiri oleh peneliti selama penelitian berlangsung. Data yang

dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang ditentukan dari hasil

pemeriksaan: laju aliran, volume, pH dan kapasitas dapar saliva pada siswa/i

usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.

L. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Pada penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS

for Windows versi 16.0.


42

2. Analisis Data

Analisis deskriptif dengan membuat tabel distribusi frekuensi risiko karies

berdasarkan pemeriksaan laju aliran, volume, pH dan kapasitas dapar saliva

(Capacity Of Buffer Saliva) untuk mengetahui nilai rata – rata pengukuran

saliva dihitung secara manual. Selanjutnya ditabulasi silangantara jenis

kelamin dan usia dengan volume saliva laju aliran saliva pH saliva dan buffer

saliva terhadap risiko karies karies gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di SDN 2

Bandar Lor.
43

M. Alur Penelitian

Sampel

Mendata subjek sesuai dengan kriteria Inklusif dan Eksluif

mengisi informed consent

Pemeriksaan saliva

Saliva

Metode Pasif droll Tanpa stimulasi

pH saliva Terstimulasi dengan parafin


wax

In Vitro pH Metode spiting


Test Stripe

Volume Laju aliran Kapasitas


Saliva Saliva Buffer

Collection Buffer Test Sripe


Cup

pengolahan dan analisa data

Hasil
44

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Saliva umumnya adalah cairan dalam rongga mulut yang dihasilkan oleh tiga

pasangan kelenjar saliva, yaitu parotis, submandibular dan sublingualis, kelenjar

minor dan cairan gingiva. Pemeriksaan saliva untuk mendeteksi faktor risiko

karies, karena fungsi saliva yang pada umumnya protektif, terutama proteksi

terhadap karies. Pemanfaatan Kualitas Saliva Dalam Mendeteksi Faktor Risiko

Terhadap Karies Pada Siswa/i Usia 11 – 12 Tahun di SDN 2 Bandar Lor,

Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri”. Karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin disajikan pada tabel V.1 di bawah ini.

A. Tabel distribusi frekuensi jenis kelamin dan usia di SDN 2 Bandar Lor

Kecamatan Mojoroto Kota Kediri

Tabel V.1.1 Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persen


Laki – Laki 18 40,9%
Perempuan 26 59,1%
Total 44 100%

Total responden dalam penelitian ini berjumlah 44 anak. Dari total tersebut,

responden yang berjenis kelamin laki – lakisebanyak 18 responden, dan yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 26 anak atau responden.


45

Tabel V.2.2Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persen


11 32 72,7%
12 12 27,3%
Total 44 100%

Tabel V.2.2 memberikan informasi tentang karakteristik responden

berdasarkan usia. Dalam penelitian ini, 32 anak atau sekitar memiliki usia 11

tahun dan 12 anak sisanya berusia 12 tahun.

B. Tabel V.3 Pengukuran Kategori Risiki Karies Berdasarkan Volume Saliva

Laju Aliran Saliva pH Saliva Dan Buffer Saliva gigi pada anak usia 11 – 12

tahun di SDN 2 Bandar Lor Kecamatan Mojoroto Kota Kediri

Tabel V.3.1 Pengukuran Risiko Karies Berdasarkan Volume Saliva

Kategori Risiko Karies Volume Jumlah Rata – Rata Persen


Saliva (n)
Risiko karies Tinggi < 3.5 mL 4 3,175 9,13%
Risiko karies Sedang 3.5 – 5.0 mL 6 3,75 13,64%
Risiko karies Rendah > 5.0 mL 34 9,797 77,26%
Total 44 100%

Tabel V.3.1 memberikan informasi tentang kategori risiko karies berdasarkan

kategori volume saliva. Hasil analisis tabel rata – rata memberikan informasi

bahwa sebanyak 4 responden (9,13%) yang masuk kategori risiko karies tinggi

berdasarkan memiliki volume saliva rendah < 3.5 mL, sebanyak 6 responden

(13,64%) memiliki volume saliva 3.5 – 5.0 mL sedang dengan risiko karies

sedang, sedangkan yang masuk dalam kategori risiko karies rendah sebanyak 34

responden (77,26%) memiliki volume saliva> 5.0 mLtinggi. Secara rata – rata

volume saliva responden tergolong tinggi dengan rata – rata risiko karies rendah.
46

Tabel V.3.2Pengukuran Risiko Karies Berdasarkan laju aliran saliva

Kategori Risiko Karies Laju Aliran Saliva Jumlah (n) Rata - Persen
Rata
Risiko karies tinggi < 0.7 mL/menit 5 0,58 11,36%
Risiko karies Sedang 0.7 – 1 mL/menit 7 0,742 15,90%
Risiko karies Rendah >1 mL/menit 32 1,779 72,72%
Total 44 100%
Tabel V.3.2 memberikan informasi tentang kategori risiko karies berdasarkan

laju aliran saliva. Hasil analisis tabel rata – rata memberikan informasi bahwa

sebanyak 5 responden (11,36%) yang masuk kategori risiko karies tinggi

berdasarkan laju aliran saliva rendah < 0.7 mL/menit, sebanyak 7 responden

responden (15,90%) yang masuk dalam kategori risiko karies sedang dengan

memiliki laju aliran saliva 0.7 – 1 mL/menitsedang, sebanyak 32 responden

(72,72%) berdasarkan laju aliran saliva tingggi >1 mL/menit dengan kategori

risiko karies rendah.

Tabel V.3.3 Pengukuran Kategori Risiko Karies Responden Berdasarkan pH

Saliva

Kategori Risik pH saliva Jumlah (n) Rata – Rata Persen


Karies
Risiko karies tinggi 5.0 – 5.8 5 4,16 11,36%
Risiko karies Sedang 6.0 – 6.6 4 6,2 9,09%
Risiko karies Rendah 6.8 – 7.8 35 6,645 79,54%
Total 44 100%

Tabel V.3.3 memberikan informasi tentang kategori risiko karies berdasarkan

kategori pH saliva. Hasil analisis tabel rata – rata memberikan informasi bahwa 5

responden (11,36%) yang masuk kategori risiko karies tinggi dengan pH saliva

5.0 – 5.8 rendah, berdasarkan pH saliva sedang 6.0 – 6.6 sebanyak 4 responden
47

(9,09%) dengan risiko karies sedang, dan sebanyak 35 responden (6,64%)

memilki kategori pH tinggi 6.8 – 7.8 yang masuk dalam kategori risiko rendah.

Tabel V.3.4 Pengukuran Kategori Risiko Karies Responden Berdasarkan Buffer

Saliva

Kategori Risiko Karies Buffer Jumlah (n) Rata – Rata Persen


Saliva
Risiko karies tinggi 0–5 4 4,75 9,09%
Risiko kariesSedang 6–9 8 7,625 18,18%
Risiko karies Rendah 10 – 12 32 11,28 72,72%
Total 44 100%

Tabel V.3.4 memberikan informasi tentang kategori risiko karies berdasarkan

buffer saliva. Hasil analisis tabel rata – rata memberikan informasi bahwa

responden yang masuk kategori risiko karies tingggi berdasarkankapasitas buffer

saliva rendah 0 – 5 sebanyak 4 responden (9,09%) yang masuk dalam kategori

kapasitas buffer saliva sedang 6 – 9 sebanyak 8 responden (18,18%). Sedangkan

anak yang memiliki buffer saliva tinggi 10 – 12 yaitu masuk dalam kategori

risiko rendah sebanyak 32 responden (72,72%).

C. Tabel V.7 Tabulasi Silang Jenis Kelamin Dengan Volume Saliva Laju

Aliran pH Saliva Dan Buffer Saliva Terhadap Risiko Karies gigi pada anak

usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor Kecamatan Mojoroto Kota Kediri

Tabel V.7.1 Tabulasi silang antara jenis kelamin denganvolume Saliva

terhadap risiko karies gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor

Kecamatan Mojoroto Kota Kediri

Jenis VolumeSaliva Jumlah


Kelamin Risiko karies Risiko karies Risiko
rendah sedang karies tinggi
48

Laki – laki 14(31.8%) 3(6.8%) 1(2.3%) 18(100%)


Perempuan 20(45.5%) 3(6.8%) 3(6.8%) 26(100%)
Jumlah 34(77.3%) 6(13.6%) 4(9.1%) 44(100%)

Pada tabel V.7.1 Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa pemanfaatan kualitas

saliva terhadap jenis kelamin dengan volume saliva menunjukkan bahwa yang

berjeniskelamin laki – laki berisiko karies rendah sebanyak 14 responden dengan

14(31.8%), berisiko sedang 3 responden dengan pesentase (6.8%) dan berisiko

tinggi 1 responden dengan 1(2.3%).Sedangkan berjenis kelamin perempuan

berisiko rendah sebanyak 20(45.5%) berisiko sedang 3(6.8%) dan berisiko tinggi

terhadap karies sebanyak 3 resonden dengan (6.8%).

Tabel V.7.2 Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan laju aliran saliva

terhadap risiko karies gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor

Kecamatan Mojoroto Kota Kediri

Jenis Laju Aliran Saliva Jumlah


Kelamin risiko karies risiko karies risiko karies
rendah sedang tinggi
Laki – laki 12(27.3%) 5(11.4%) 1(2.3%) 18(100%)
Perempuan 20(45.5%) 2(4.5%) 4(9.1%) 26(100%)
Jumlah 32(72.7%) 7(15.9%) 5(11.4%) 44(100%)

Dari hasil tabel V.7.2 tabulasi silang bisa diketahui bahwa pemanfaatan

kualitas saliva terhadap jenis kelamin dengan laju aliran saliva dapat disimpulkan

bahwa responden yang berjenis kelamin laki – laki sebanyak 12(27.3%) berisiko

rendah terhadap karies, berisiko sedang 5(11.4%) dan yang berisiko tinggi

1(2.3%). Sedangkan respondeng yang berjenis kelamin perempuan sebanyak

20(45.5%), berisiko sedang 2(4.5%) dan yang berisiko tinggi 4(9.1%).


49

Tabel V.7.3 Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan pH saliva terhadap

risiko karies gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor Kecamatan

Mojoroto Kota Kediri

Jenis pH Saliva Jumlah


Kelamin risiko karies risiko karies risiko karies
rendah sedang tinggi
Laki – laki 14(31.8%) 3(6.8%) 1(2.3%) 18(100%)
perempuan 21(47.7%) 2(4.5%) 3(6.8%) 25(100%)
Jumlah 35(79.5%) 5(11.4%) 4(9.1%) 44(100%)

Pada Tabel V.7.3 dapat dilihat bahwa pemanfaatan kualitas saliva terhadap

jenis kelamin dengan pH saliva menunjukkan responden yang berjenis kelamin

laki – laki berisiko karies rendah sebanyak 14 responden dengan (31.8%) berisiko

sedang terhadap karies sebanyak 3 responden (6.8%) dan berisiko tinggi 1

responden dengan (2.3%). Sedangkan berjenis kelamin perempuan berisiko

rendah sebanyak 21(47.7%) berisiko sedang 2(4.5%) dan berisiko tinggi terhadap

karies sebanyak 3(6.8%).

Tabel V.7.4 Tabulasi silang antara jenis kelamin dengan Buffer salivaterhadap

risiko karies gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor Kecamatan

Mojoroto Kota Kediri.

Jeniskelamin BufferSaliva Jumlah


risiko karies risiko karies risiko karies
rendah sedang tinggi
laki laki 12 (27.3%) 5(11.4%) 1(2.3%) 18(100%)
perempuan 20(45.5%) 3(6.8%) 3(6.8%) 26(100%)
Jumlah 32(72.7%) 7(18.2%) 4(9.1%) 44(100%)

Hasil tabulasi silang bisa diketahui jika pemanfaatan kualitas saliva terhadap

jenis kelamin dengan buffer saliva dapat dijelaskan bahwa responden yang
50

berjenis kelamin laki – laki sebanyak 12(27.3%) berisiko rendah terhadap karies,

berisiko sedang 5(11.4%) dan yang berisiko tinggi 1(2.3%). Sedangkan responden

yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 20(45.5%) berisiko sedang 3(6.8%)

dan yang berisiko tinggi terhadap karies sebanyak 3(6.8%).

D. Tabel V.8 Tabulasi Silang Usia Dengan Volume Laju Aliran pH dan

Buffer Saliva Terhadap Risiko Karies gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di

SDN 2 Bandar Lor Kecamatan Mojoroto Kota Kediri

Tabel V.8.1 Tabulasi silang antara usia dengan volume salivaterhadap

risikokaries gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor Kecamatan

Mojoroto Kota Kediri.

Usia Volume saliva Jumlah


risiko karies risiko karies risiko karies
rendah sedang tinggi
11 tahun 25 (56.8%) 3(6.8%) 4(9.1%) 32(100%)
12 tahun 9(20.5%) 3(6.8%) 0(0%) 12(100%)
Jumlah 34(77.3%) 6(13.6%) 4(9.1%) 44(100%)

Hasil tabulasi silang bisa diketahui pemanfaatan kualitas saliva terhadap usia

dengan volume saliva dapat disimpulkan bahwa responden yang usia11tahun

sebanyak 25(56.8%) berisiko rendah terhadap karies, berisiko sedang terhadap

karies 3(6.8%) dan yang berisiko tinggi 4(9.1%). Sedangkan respondeng yang

usia 12 tahun sebanyak 9(20.5%) berisiko rendah terhadap karies dan berisiko

sedang terhadap karies 3(6.8%) dan risiko karies tinggi hasil analisis menunjukan

bahwa anak usia 12 tahun (0%).


51

Tabel V.8.2 Tabulasi silang antara usia dengan Laju aliran saliva terhadap

risiko karies gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor Kecamatan

Mojoroto Kota Kediri.

Usia Laju aliran saliva Jumlah


risiko karies risiko karies risiko karies
rendah sedang tinggi
11 tahun 24 (54.5%) 3(6.8%) 5(11.4%) 32(100%)
12 tahun 8(18.2%) 4(18.2%) 0(0%) 12(100%)
Jumlah 72.7% 15.9% 11.4% 44(100%)

Hasil tabulasi tabel V.8.3 silang bisa diketahui pemanfaatan kualitas saliva

terhadap usia dengan volume saliva dapat disimpulkan bahwa responden yang

usia11 tahun sebanyak 24(54.5%) berisiko rendah terhadap karies, berisiko

sedang terhadap karies 3(6.8%) dan yang berisiko tinggi 5(11.4%). Sedangkan

respondeng yang usia 12 tahun sebanyak 8(18.2%) berisiko rendah terhadap

karies dan berisiko sedang terhadap karies 8(18.2%) dan risiko karies tinggi (0%).

Tabel V.8.3 Tabulasi silang antara usiadengan pH salivaterhadap risikokaries

gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor Kecamatan Mojoroto

Kota Kediri.

Usia pH saliva Jumlah


risiko karies risiko karies risiko
rendah sedang karies
tinggi
11 tahun 26(59.1%) 2(4.5%) 4(9.1%) 32(100%)
12 tahun 9(20.5%) 3(6.8%) 0(0%) 12(100%)
Jumlah 35(79.5%) 5(11.4%) 4(9.1%) 44(100%)

Pada Tabel V.8.3 Tabulasi silang antara usia dengan pH saliva terhadap risiko

karies menunjukan bahwa responden usia 11 tahun sebanyak 26(59.1%) berisiko


52

karies rendah terhadap karies, berisiko sedang terhadap karies 2(4.5%) dan hasil

menunjukan bahwa berisiko tinggi 4(9.1%) Sedangkan responden usia 12 tahun

sebanyak 9(20.5%) risiko rendah terhadap karies, berisiko sedang terhadap karies

3(6.8%) dan hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada risiko karies tinggi atau

(0%).

Tabel V.8.4 Tabulasi silang antara usia dengan Buffer saliva terhadap risiko

karies gigi pada anak usia 11 – 12 tahun di SDN 2 Bandar Lor Kecamatan

Mojoroto Kota Kediri.

Usia Buffer saliva Jumlah


risiko karies risiko karies risiko karies
rendah sedang tinggi
11 tahun 24(54.5%) 4(9.1%) 4(9.1%) 28(100%)
12 tahun 8(18.2%) 4(9.1%) 0(0%) 12(100%)
Jumlah 32(72.7%) 8(18.2%) 4(9.1%) 44(100%)

Berasarkan tabel V.8.4 hasil analisis tabulasi silang antara usia dengan buffer

saliva memberikan informasi tentang responden berusia 11 tahun bahwa sebanyak

24 dengan (54.5%) memiliki risiko rendah terhadap karies, sebanyak 4(9.1%)

berisiko sedang terhadap karies dan berisiko tinggi 4(9.1%). Sedangkan

responden usia 12 tahun sebanyak 8(18.2%) risiko rendah terhadap karies dan

berisiko sedang terhadap karies 4(9.1%) dan risiko karies tinggi dalam penelitian

ini menunjukan tidak ada atau (0%).


53

BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur kualitas saliva dalam mendektesi

faktor risiko terhadap karies gigi pada anak – anak usia 11 – 12 tahunpada bulan

Januari 2018, dengan jumlah sampel 44 siswa/i di SDN Bandar Lor, Kecamatan

Mojoroto, Kota Kediri.

Saliva merupakan cairan mukosa mulut yang sangat berperan dalam

kehidupan manusia. Sejak erupsi gigi, keadaan tersebut langsung berhubungan

dengan saliva, saliva juga berfungsi dalam menjaga keseimbangan keadaan

rongga mulut, menjaga keutuhan enamel gigi, dengan demikian saliva merupakan

faktor yang juga sangat berpengaruh dalam proses karies gigi. Karakteristik

kualitas saliva yang digunakan untuk melihat faktor risiko karies seseorang antara

lain volume saliva, laju aliran saliva, pH saliva dan kapasitas buffer saliva

(Muhamad, 2015).

Berdasarkan tabel V.3.1 pengukuran risiko karies berdasarkan volume saliva

terstimulasi (Stimulated) dengan lilin parafin (Parafin Wax). Hasil analisis

tabelmenunujukan 77,26% responden risiko karies rendah, sedangkan risiko

karies sedang yaitu sbesar 13,64%. Volume saliva (Quantity saliva) saliva

stimulasi (Stimulated) sebesar < 1.0 mL dianggap sebagai ambang, dimana

volume di bawah batas tersebut menunjukkan peningkatan risiko terjadinya

karies. Volume saliva yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1.0 – 1.5

mL. Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva disekresi oleh kelenjar parotis,

submandibularis, sublingualis dan kelenjar minor. Pada malam hari, kelenjar


54

parotis sama sekali tidak berproduksi. Jadi, sekresi saliva berasal dari kelenjar

submandibularis, yaitu lebih kurang 70% dan sisanya (30%) disekresikan oleh

kelenjar sublingualis dan kelenjar ludah minor. Sekresi saliva dapat dipengaruhi

oleh rangsangan yang diterima oleh kelenjar saliva nilai diukur berdasarkan

indikator saliva – check buffer kit merek GC America dengan melihat volume

saliva (mL) yang diperoleh selama 5 menit (Pradanta, dkk., 2016).

Pada tabel V.3.2 pengukuran risiko karies berdasarkan laju aliran saliva

terstimulasi (Stimulated) Lilin parafin (Parafin Wax). Hasil pengukuran laju aliran

saliva terstimulasi (Stimulated) total 3,09 mL/menit, diketahui bahwa 72,72%

responden paling yang memiliki risiko karies rendah. Sedangkan 15,90%

responden berisiko karies sedang. Bila aliran saliva menurun, maka akan terjadi

peningkatan frekuensi karies gigi. Jika laju aliran saliva meningkat, akan

menyebabkan konsentrasi sodium, kalsium, klorida, bikarbonat dan protein

meningkat, tetapi konsentrasi fosfat, magnesium dan urea akan menurun. Dengan

meningkatkannya komponen bikarbonat saliva, maka hasil metabolik bakteri dan

zat – zat toksik bakteri akan larut dan tertelan sehingga keseimbangan lingkungan

rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies gigi akan menurun (Carolin,

2009).

Berdasarkan tabel V.3.3 memberikan informasi tentang pengukuran risiko

karies berdasarkan pH saliva tanpa stimulasi, hasil menunjukan bahwa 79,54%

responden risiko karies rendah sedangkan 11,36% risiko karies tinggi. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa anak dengan tingkat risiko karies rendah banyak

memiliki pH saliva netral, karena anak tersebut mampu menjaga kondisi


55

kebersihan mulut. Sedangkan anak dengan tingkat risiko karies tingggi sedikit

yang mempunyai pH saliva rendah, karena anak tersebut kurang mampu menjaga

kesehatan gigi dan mulut.

pH berasal dari singkatan power of hydrogen. pH merupakan ukuran

konsentrasi ion hydrogen yang menunjukan keasaman atau kebasaan suatu zat.

Variasi pH (derajat keasaman) di dalam plak demikian besar, ini dapat

mempengaruhi kelarutan kalsium dan fosfor dari email. Bila asam banyak

dihasilkan maka akan membuat nilai pH menjadi rendah dan mencapai satu angka

kritis diantara 5.2 – 5.5 yang menyebabkan kalsium dan fosfor email akan mulai

larut sehingga karies tidak akan terkendali (Nugroho, 2016).

Tabel V.3.4 memberikan informasi tentang pengukuran risiko karies

berdasakan buffer saliva setelah terstimulasi total 36,65. Dari hasil analisis

memberikan informasi bahwa paling banyak responden yang memiliki kapasitas

buffer saliva tinggi dengan risiko karies rendah yaitu 72,72%. Menurut penelitian

Limeback (2012) menyatakan bahwa individu memiliki risiko karies rendah

(peluang yang besar terhindar dari risiko karies) tetapi dengan catatan bahwa

keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies gigi

akan menurun. Sedangkan 18,18% responden yang berisiko karies sedang maka

dapat disimpulkan bahwa risiko seseorang masuk dalam kategori sedang

(moderate risk caries) apabila faktor risiko lebih tinggi daripada faktor protektif

terhadap karies. Sesudah distimulasi, diperoleh bahwa kapasitas buffer saliva

menunjukkan ada responden yang berisiko karies rendah. Hal ini menunjukkan

bahwa kapasitas buffer saliva tinggi sehingga memiliki kemampuan untuk


56

mencegah timbulnya suasana asam dalam rongga mulut karena adanya ion sodium

bikarbonat yang berfungsi sebagai buffer asam dalam saliva yang jumlahnya

meningkat sesudah distimulasi. Nilai diukur berdasarkan indikator GC Saliva –

Check buffer dengan membandingkan warna pada kertas strip (Merinda, et al,

2013).

Analisis data selanjutnya tabulasi silang jenis kelamin dan usia dengan

pemanfaatan kulitas volume saliva, laju aliran saliva, pH saliva dan buffer saliva

terhadap risiko karies. Hasil analisis faktor risiko berdasarkan pemeriksaan

pemanfaatan kualitas saliva dengan menggunakan saliva – check buffer untuk

mengetahui keempat variabel yaitu volume saliva, laju aliran saliva, pH saliva dan

buffer saliva. Keempat variabel tersebut akan menghasilkan 3 kelompok yaitu

kelompok dengan tingkat risiko rendah (merupakan kelompok yang berada pada

risiko yang tidak mudah terserang karies), kelompok dengan tingkat risiko sedang

(sebagai suatu kelompok yang berada pada risiko yang rentan terkena karies) dan

kelompok dengan tingkat risiko tinggi (sebagai suatu kelompok yang berada pada

risiko yang mudah terkena karies).

Pada tabel V.7.1 hasil dapat dilihat bahwa paling banyak responden yang

berjenis perempuan dengan risiko karies rendah yaitu sebesar 45,5%. Sedangkan

responden yang berjenis kelamin laki – laki sedikit dengan risiko karies rendah

yaitu 31,8%. Menurut hasil penilitian Diana (2016) menyatakan bahwa ada

perbedaan kebersihan gigi dan mulut anak perempuan dengan anak laki – laki.

kebersihan gigi dan mulut anak perempuan diduga disebabkan oleh anak
57

perempuan memiliki kecenderung untuk menjaga kebersihan kesehatan gigi dan

mulut sehingga risiko tidak mudah terserang karies.

Berdasarkan tabel V .7 2 hasil diketahui bahwa pengukuran risiko karies

antara laki – laki dan perempuan dengan laju aliran saliva menunjukan bahwa

sebagian besar responden adalah perempuan yang memiliki risiko karies rendah

yaitu 45.5%, dibandingkan laki – laki yaitu 27.3%. Penelitian ini terlihat banyak

hasil yang lebih rendah risiko karies pada siswa perempuan daripada siswa laki –

laki oleh karena siswa perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah siswa laki –

laki dan pada anak laki – laki biasanya jarang memperhatikan kebersihan

mulutnya dan malas menggosok gigi dibandingkan siswa perempuan, dan

mungkin untuk siswa perempuan terkadang lebih menghindari makanan yang

manis – manis dan minuman bersoda dibandingkan siswa laki – laki. Oleh karena

makanan dan minuman yang menggandung kariogenik menyebabkan aliran saliva

menurun sehingga meningkat risiko terjadinya karies gigi (Kiswaluyo, 2010).

Pada tabel V.7.3 hasil diketahui bahwa pengukuran risiko karies antara jenis

kelamin dengan pH saliva. Hasil menunjukan bahwa paling banyak reponden

adalah perempuan yang memiliki risiko karies rendah yaitu 47,7% dibandingkan

anak laki – laki yaitu 31.8%. Hal ini didukung dengan penelitian Randy (2015)

pada anak – anak SDN 1 Malang, yang menyatakan anak perempuan memiliki

status kebersihan rongga mulut yang lebih baik daripada anak laki – laki.

Berdasarkan penelitian Sumini (2014) menunjukan bahwa tingkat keasaman

saliva atau pH saliva pada rongga mulut biasanya dipengaruhi oleh konsumsi

makanan anak. Anak perempuan yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi


58

cenderung lebih berhati – hati dalam mengkonsumsi makanan, terutama makan

yang mengandung sukrosa. Makanan manis dan lengket yang mengandung

banyak sukrosa akan mempengaruhi pH saliva rongga mulut, karena pH saliva

turun menjadi 5,5 sehingga meningkatkan risiko karies, hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan dimana dengan pH saliva anak perempuan meningkat

sehingga terhindar dari risiko terkena karies.

Berdasarkan tabel V.7.4 data hasil penelitian antar jenis kelamin dengan

buffer saliva terhadap risiko karies menunjukan bahwa banyak responden

perempuan memiliki kapasitas buffer saliva tinggi dengan risiko karies rendah

sebesar 47,7% dibandingkan siswa laki – laki 27.3%. Penelitian ini didukung oleh

penelitian Babu et al tahun (2011) di India menyatakan bahwa kebersihan mulut

pada anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki – laki dikarenakan anak

perempuan lebih baik mempraktikan perilaku menjaga kebersihan mulut

dibandingkan laki – laki. Penulis berasumsi kapasitas buffer meningkat berasal

dari makanan yang dikonsumsi mengandung protein seperti sayur – sayuran,

sedangkan makanan yang mengandung karbohidrat dapat menurunkan kapasitas

buffer. Hasil penelitian Muhamad (2015) juga menyatakan bahwa paling banyak

responden yang memiliki kapasitas saliva tinggi menyebabkan risiko terkena

karies lebih rendah dari pada responden dengan kapasitas buffer lebih rendah.

Kapasitas Buffer saliva larut yang dapat mempertahankan pH saliva supaya tetap

konstan, jika saliva berhenti melindungi gigi maka akan terjadi hal buruk antara

lain berkurangnya aktivitas pembersihan bakteri dan bekas makanan dimulut,


59

berkurangnya buffer karena perubahan asam mulut, sehingga mulut aktivitas

menjadi semakin asam atau peningkatan risiko karies (Melisa, 2010).

Berdasarkan tabel V.8.1 hasil diketahui pemanfaatan kualitas saliva terhadap

usia dengan volume saliva menunjukan bahwa responden yang berusia 11 tahun

memiliki nilai volume saliva tinggi sebesar 56,8% sehingga masuk dalam kategori

risiko karies rendah dan anak usia 12 tahun juga menunjukkan berisiko karies

rendah dengan nilai sebesar 20,5%. Hasil penelitian pada siswa/i usia 11 – 12

tahun di SDN 2 Bandar Lor menunjukan bahwa volume saliva tinggi pada

kategori risiko karies rendah. Hal ini dapat dilihat di sekolah dengan adanya UKS

namun kemungkinan sebagian sudah bisa menjaga kebersihan mulutnya, tetapi

perlu ditingkatkan kesadaran dan tindakan pemiliharaan kebersihan mulut siswa

agar kesehatan diri sendiri lebih baik. Penelitian ini didukung oleh Hansen tahun

2013 juga menyatakan bahwa usia 11 – 12 tahun merupakan masa peralihan dari

kanak – kanak menjadi remaja sehingga memiliki kepedulian terhadap kebersihan

diri khususnya kesehatan gigi dan mulut anak tersebut. Usia seseorang merupakan

salah satu ciri kedewasaan fisik dan kematangan psikologis berkaitan dalam

memberikan tanggapan atau respon terhadap objek yang disekitarnya.

Pada tabel V.8.2 diketahui bahwa pemanfaatan kualitas saliva terhadap usia

dengan laju aliran saliva dapat disimpulkan bahwa responden yang usia11 tahun

54.5% dan usia 12 tahun 18,2% menunjukan bahwa anak usia 11 dan 12 tahun

risiko rendah terhadap karies. Menurut penelitian Juliatri dkk (2015) menyatakan

bahwa laju aliran saliva berperan dalam kemampuan saliva membersikan sisa –

sisa makanan atau debris dari dalam rongga mulut. Sebaliknya aliran saliva
60

berkurang akan menyebabkan terjadinya retensi sisa makanan pada pada

permukaan gigi, sehingga meningkatkan risiko karies.

Pada tabel V.8.3 berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui antara usia

dengan pH saliva menunjukan bahwa responden berusia 11 tahun yang

mempunyai nilai pH saliva paling tinggi dengan risiko karies sangat rendah

sebesar 59,1%. Sedangkan usia 12 tahun sedikit responden yang memilki risiko

karies rendah yaitu 20,5%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gudkina dan

Brinkmane pada tahun (2008) menunjukan pH saliva akan mengalami penurunan

seiring meningkatnya jumlah Streptococus Mutans pada anak usia 11 – 12 tahun

dengan risiko karies tinggi, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di

SDN 2 Bandar Lor yang hasilnya menunjukan bahwa responden pada anak usia

11 – 12 tahun yang memilki pH saliva paling tinggi dibandingkan dari volume

saliva, aliran saliva dan buffer saliva.

Berdasarkan tabel V.8.4 antara usia dengan buffer saliva memberikan

informasi tentang responden berusia 11 tahun sebesar 54.5% memiliki risiko

rendah terhadap karies dan 20,5% responden usia 12 tahun berisiko karies rendah

juga. Menurut penelitian Sundoro (2015) menyatakan bahwa responden dengan

buffer saliva tinggi maka risiko karies rendah, hal ini sesuai dengan penelitian

yang telah dilakukan dari hasilnya menunjukan bahwa paling banyak responden

adalah anak usia 11 tahun yang memiliki risiko karies rendah dibandingkan usia

12 tahun.

Menurut Welton menyatakan bahwa saliva berperan sebagai cairan pelumas

(Lukrikasi), cadandang ion, fungsi buffer, anti mikroba, alglutinasi,


61

mempertahankan integritas gigi (Tooth Integrity), pembentukan pelikel (Pellicle),

pembentuk penceranaan, ekskresi, dan menjaga keseimbagan air.

Sebagai cairan pelumas (Lukrikasi), i adalah karena saliva melapisi mukosa

dan melindungi terhadap iritasi mekanik, termal, dan kimia, membantu kelancaran

udara, membantu percakapan dan penelanan makanan. Dikatakan pula bahwa

saliva menjadi cadangan ion karena saliva adalah cairan jenuh terutaman dengan

ion kalsium akan manifestasi proses remineralisasi. Berperan sebagai buffer yang

membantu menetral pH plak sesudah makan, sehingga mengurangi waktu

terjadinya demineralisasi. Sebagai antimikroba dan juga mengontrol

mikroorganisme mulut secara spesifik misalnya dengan sIgA dan non spesifik

misalnya dengan lisosom, laktoferin dan sialoperoksidase. Selanjutnya

kemampuan algluntisi dengan adanya agregasi dan mempercepat pembersihan sel

– sel bakteri.saliva berperan untuk mempertahankan integritas gigi (Tooth

Integrity) yaitu mengandung ion – ion kalsium dan fosfat. Kelarutan dari ion – ion

ini dipertahankan oleh beberapa protein penigkat kalsium (Calcium Binding

Proteins), terutama acidic prolonerich proteins dan stathaerin. Konsentrasi yang

tinggi dari kalsium dan fosfat pada permukaan gigi menyebabkan pematangan

post erupsi dari enamel yang menyebabkan kekerasan permukaan resistensi

terhadap demineralisasi. Saliva Pembentuk pelikel yaitu protein saliva banyak

meningkat pada permukaan gigi dan mukosa oral, membentuk film tipis yang

disebut pelikel saliva (Salivary Pellicle) dan juga pembentuk pelikel yang

berfungsi sebagai barier mislnya terhadap asam hasil fermentasi sisa – sisa

makanan. Berperan dalam pengecapan rasa, karena kandungan protein yang


62

berperan dalam interaksi antara makanan dengan kuncup perasa ada sel indera

pengecap rasa terutama pada dorum lidah. Ekskresi meningkat ronggga mulut

secara teknis langsung berhubung dengan bagian luar tubuh substansi yang

disekresi akan dibuang. Dan kesimbangan air dalam keadaan dehidrasi, aliran

saliva akan menurun dan rongga mulut akan terasa sehingga orang akan merasa

haus (Dwi, 2014).


63

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa : pemanfaatan kulaitas saliva dipengaruhi oleh

beberapa hal, yaitu volume saliva, aliran saliva, pH saliva, dan buffer saliva

terhadap risiko karies.

Secara keseluruhan keempat variabel yaitu volume saliva, laju aliran saliva, pH
saliva dan buffer saliva memiliki nilai rata – rata tinggi sehingga dapat
disimpulkan bahwa risiko karies rendah pada siswa/i usia 11 – 12 tahun di SDN 2
Bandar Lor Kecamatan Mojoroto Kota Kediri.

B. Saran

Saran yang dapat peneliti berikan adalah :

1. Kepada siswa/i di SDN 2 Bandar Lor semoga dapat memberi manfaat

dalam meningkatkan pengetahuan tentang kualitas air liur (Saliva)

dengan tujuannya untuk mengukur risiko karies gigi.

2. Siswa/i hendaknya menjaga kesehatan gigi dan mulut sejak dini untuk

mencegah risiko terjadinya karies.

3. Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat

mengenaipengukuran risiko karies dengan menggunakan saliva.

4. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk dapat melakukan deteksi

dini risiko karies gigi dengan menggunakan saliva secara keseluruhan

yaitu bisa ditambah dehidrasi dan kekentalan saliva.


64

DAFTAR PUSTAKA

Amalia AR., 2015. Pencegahan karies dan penilaian resiko terjadinya karies dini

pada anak usia 3-5 tahun menggunakan Caries Management By Risk

Assessment (CAMBRA). Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia.

Athiyah, dkk., 2015. Aplikasi klinik gigi pencegahan Caries Risk Assessment

(CRA) - American Dental Association. Program Studi Ilmu Keperawatan

Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.

Chitharanjan Shetty et al. Correlation between dental caries with salivary flow,

pH, and buffering capacity in adult south India population: an in-vivo

study. Ayurveda Pharm. 2013; 4(2): 219-223.

Christopher. (2010). Anatomi , function, anf evaluation of the salivary glands,

chapter 1. (online) ww.spinger.com/cda.../9873540470700-c1.pdf Akses 13

agustus 2017.

Carolin M. K. S., 2009 hubungan keadaan saliva dengan risiko karies pada siswa

kelas x smk negeri 9 medan. Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu

Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat. Universitas Sumatera

Utara.

Chitharanjan Shetty et al. Correlation between dental caries with salivary flow,

pH, and buffering capacity in adult south India population: an in-vivo

study. Ayurveda Pharm. 2013; 4(2): 219-223.


65

Donut Irene, 2012. Simulator Risiko Karies, Kementerian Pendidikan Nasional,

CHAMPS – FKM – Universitas Indonesia, Jakarta.

Dwi, B., 2014. Pengertian dan fungsi saliva, http://ww.cribd.com/doc/134567688/

diakses: 19 maret 2017.

Felizardo et al., 2010. An evaluation of the expression profiles of salivary

proteins lactoferrin and lysozyme and their association with caries

experience and activity. Rev. odonto ciênc. 2010 ; 25(4):343 – 349.

Fatmawati DWA. 2011. Hubungan biofilm streptococcus mutans terhadap resiko

terjadinya karies gigi. Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 8 No. 3, 2011: 127

– 130. Korespondensi (correspondence): dwi warna aju f. Bagian

konservasi gigi, fakultas kedokteran gigi, universitas jember. Jl

kalimantan 37 jember.

Hira GP., 2012. Buffering capacity of saliva, salivary flow rates and cortisol

levels in patients with active caries. A research report submitted to the

school of oral health sciences, faculty of health sciences, university of the

witwatersrand, johannesburg.

Indriana, T. 2011. Perbedan Laju Alir Saliva dan pH karena Pengaruh Stimulus

Kimiawi dan Mekanis. Jurnal Kedokteran Meditek. 17 (44)

Juliatri, dkk., 2015. Penilaian Risiko Karies Melalui Pemeriksaan Aliran Dan

Kekentalan Saliva Pada Pengguna Kontrasepsi Suntik Di Kelurahan

BanjerKecamatan Tikala. Jurnal e – GiGi (eG), Volume 3, Nomor 1,

Januari-Juni 2015.
66

Karmawati, IA., dkk. (2011). Perbedaan risiko terjadinya karies baru pada anak

usia 12 tahun murid SD UKGS dan SD non UKGS di wilayah Kecamatan

Cilanda Jakarta Selatan. Jurnal Health Quality Vol. 2 (no 4), 228- 231,

Available from: http://www.scribd.com/doc/157761429/314 -Ita-Astit-233,

(Acces 8 maret 2017).

Karpanan L., 2016. Pengukuran saliva menggunakan saliva- check buffer kit dan

pengalaman karies pada siswa SLB-A Di Tanjung Morawa, Medan.

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi

Pencegahan/Kesehatan Masyarakat. x + 41 halaman. Universitas

Sumatera Utara Medan.

Kuswandar S., dkk., 2012. Faktor risiko terjadinya karies baru dengan

pendekatan pada pasien anak diklinik kedokteran gigi anak RSGM

PROF. SOEDOMO YOGYAKARTA. Maj ked Gi, Desember 2012;

19(2):107 – 109. ISSN:1978 – 0206 .

Kusuma N., 2015 fisiologi dan patofisiologi saliva. Dicetak dan terbitkan oleh:

Andalas university press.ISBN:978-602-8821-69-8. (Online)

www.spinger.com/cda.../9873540470700-c1.pdf Akses 13 agustus 2017.

Mawadara PA., 2013 saliva sebagai cairan diagnostik resiko terjadinya karies.

Program studi kedokteran gigi fakultas kedokteran universitas sriwijaya.

serial online]. 2012 [cited 20117 maret 03].Available from:

URL:http://www. Ebookpangan.com. h.11.


67

Merinda, et al., 2010. Hubungan pH dan Kapasitas Buffer Saliva terhadap Indeks

Karies Siswa SLB-A Bintoro . Children: An In Vivo Study. Indian J Clin

Biochem. 2010. 25(4): 425–428.

Multazam A., 2013. Analisis kadar kalsium dalam saliva pada penyalahguna

narkoba. Penelitian di Balai Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional

Baddoka Makassar. Universitas Hasanuddin.

Nasution SDA., 2015. Peran perokok terhadap kadar protein saliva dengan

Bradford Assay. Program studi pendidikan dokter. Fakultas kedokteran

dan ilmu kesehatan. Universitas islam Negeri syarif hidayatullah jakarta.

Mustika MD. Dkk., 2014. Insidensi karies gigi pada anak usia prasekolah di tk

merah mandiangin martapura periode 2012 – 2013. Dentino jurnal

kedokteran gigi vol 2. No (2). September 2014. Program Studi

Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung

Mangkurat, Banjarmasin.

Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT

Rineka Cipta

Nugroho C., 2016. Pengaruh Mengkonsumsi Buah Nanas Terhadap pH Saliva

Pada Santriwati Usia 12-16 Tahun Pesantren Perguruan Sukahideng

Kabupaten Tasikmalaya. Journal ARSA (Actual Research Science

Academic) 2016 November; 11(1): 10-15 ISSN 2548-3986.

Pardede R. 2016. Peranan saliva dalam melindungi gigi terhadap karies. Medan:

Universitas Sumatera Utara. [online] 2016 [cited 2017 maret 19];


68

Availablefrom:URL:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/823

4\/1/000600087.pdf

Parsetyo CR. 2008. Perbandingan jumlah koloni bakteri saliva pada anak-anak

karies dan non karies setelah mengkonsumsi minuman berkarbonasi.

Indonesian Journal of Dentistry 2008;15 (1): 65 – 70. Fakultas

Kedokteran Gigi http//www.fkg.ui.edu Universitas Indonesia ISSN

1693 – 9697.

Pradanta, dkk., 2016. Hubungan Kadar pH Dan Volume Saliva Terhadap Indeks

Karies Masyarakat Menginang Kecamatan Lokpaikat Kabupaten Tapin

(Studi Observasional Dengan Pengumpulan Saliva Metode Spitting).

Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol I. No 2. September 2016 : 158 – 163. Thai

Dental Association June 2009 Int dent j 2000;50:1-12.

Putri, dkk. 2011. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan

pendukung gigi.jakarta: EGC.

Sri Ramayanti S.dan Purnakarya I.,2013. Peran makanan terhadap Kejadian

karies Gigi. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas

(ii_84@yahoo.com) Jl. Perintis Kemerdekaan No. 77 Padang Staf

Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. Jurnal

Kesehatan Masyarakat, Maret 2013 - September 2013, Vol. 7, No. 2.

Sulendra, dkk., 2013. Hubungan pH dan Viskositas Saliva terhadap Indeks

DMFT pada Siswa-siswi Sekolah Dasar Baletbaru I dan Baletbaru II

Sukowono Jember.
69

Sundoro EH., 2015. Pemanfaatan saliva dalam mendeteksi faktor – faktor risiko

terhadap karies .JK UI 2000. 7 (Edisi Khusus) 430 – 434. Diterbitkan

dijakarta. ISSN 0854 – 364X. Bagian ilmu konservasi gigi fakultas

kedokteran gigi. Universitas indonesia .

Santoso, dkk., 2014. Pengaruh Konsumsi Keju Cheddar 10 Gram Terhadap pH

Saliva - Studi Terhadap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Islam Sultan Agung Semarang. Odonto Dental Journal.Volume

1.Nomor 1.Mei 2014.

Sumintono B dan Widhiarso W, 2013. aplikasi Model Rash untuk Peneltian Ilmu–

Ilmu Sosial. Jogjakart : Trim Komunikata Publishing House.

Tyas Anusavice, et al., 2009. Minimum interventiion dentiistry – essentiial

concepts. Professor and Head, Restorative Dentistry Melbourne Dental

School The University of Melbourne Australia. Thai Dental Association.

Widyastuti T. 2010. Kejadian Karies Aktif pada anak usia 3 – 5 Tahun yang

tercatat di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Mohammad Ramdan Kota

Bandung Tahun 2010 dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya.

Wardani, dkk., 2016. Uji bufer saliva dan streptococcus mutans pada anak resiko

tinggi terhadap karies oklusal. laporan akhir penelitian unggulan

perguruan tinggi. Bidang unggulan :kemandirian dalam penanganan

penyakit gigi dan mulut secara komprehensif kode /nama rumpun ilmu :

333/ ilmu kedokteran gigi komunitas.


70

Wejdan M., Wesal A. Severity of dental caries in relation to salivary parameters

and inorganic compositions among a group of 22-23 years old adults in

Baghdad city. J Bagh Coll Dentistry 2010 ; 22(2): 118-122.

Young D. A., 2013. Featherstone JDB. Caries management by risk assessment.

Community dentistry and oral epidemiology. 2013;41(1):e53–63.

Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24916678. Accessed

March 22, 2017.


71

PEMANFAATAN KUALITAS SALIVA DALAM MENDETEKSI


FAKTOR – FAKTOR RISIKO TERHADAP KARIES GIGI PADA ANAK
USIA 11 – 12 TAHUN DI SDN 2 BANDAR LOR KECAMATAN
MOJOROTO KOTA KEDIRI TAHUN 2018
No Nama Jenis kelamin Kode Usia Volume Laju pH Buffer
Saliva aliran saliva Saliva
saliva
1. x Perempuan 2 11 7 1,4 7,6 10
2. x Laki – laki 1 11 6 1,2 7,4 12
3. x Laki – laki 1 11 5 1 7,8 11
4. x Laki – laki 1 11 7 1,4 7,4 6
5. x Perempuan 2 12 5,4 1,08 7 10
6. x Perempuan 2 11 3,2 0,6 5 5
7. x Perempuan 2 11 3,2 0,6 5,1 5
8. x Perempuan 2 11 3,3 0,6 5,4 5
9. x Laki – laki 1 11 3 0,6 5,3 4
10. x Perempuan 2 11 4 0,5 6 7
11. x Perempuan 2 11 5,3 1,2 7,2 12
12. x Laki – laki 1 12 6 1,2 7,2 12
13. x Laki - laki 1 11 5 1 7,2 12
14. x Laki – laki 1 11 8 0,7 7,4 10
15. x Laki – laki 1 12 20 0,7 7,6 12
16. x Laki – laki 1 12 4 0,9 6,2 7
17. x Laki – laki 1 12 4 0,8 6,4 8
18. x Perempuan 2 11 20 5 7,4 12
19. x Laki –laki 1 12 3,5 0,7 6,2 9
20. x Perempuan 2 12 5 1 7,2 12
21. x Perempuan 2 11 5 1 7,4 10
22. x Perempuan 2 11 3,5 0,7 7,4 9
23. x Perempuan 2 11 3,5 0,7 6,2 6
24. x Laki – laki 1 11 5,4 1,08 7,8 12
72

25. x Laki – laki 1 11 20 4 7,3 10


26. x Laki – laki 1 11 20 4 7,2 10
27. x Laki – laki 1 11 20 4 6,8 12
28. x Perempuan 2 12 5 1 7,8 12
29. x Perempuan 2 12 5 1 7,6 12
30. x Perempuan 2 11 20 1,2 7,8 12
31. x Perempuan 2 11 7 1,1 6,8 10
32. x Perempuan 2 11 5,4 1,08 7,2 10
33. x Perempuan 2 11 7 1,2 7,6 12
34. x Perempuan 2 11 10 1,1 7,8 12
35. x Perempuan 2 12 8 1,2 7,6 12
36. x Perempuan 2 11 5,4 1,08 7,5 12
37. x Perempuan 2 11 7 1,09 6,8 10
38. x Perempuan 2 11 7 1,08 7,6 12
39. x Laki – laki 1 11 5,4 1,08 7,8 12
40. x Laki – laki 1 11 5,4 1,08 7,8 10
41. x Perempuan 2 11 5,4 1,08 7,8 12
42. x Perempuan 2 11 20 4 7,6 10
43. x Perempuan 2 12 20 4 6,8 12
44. x Laki – laki 1 12 20 4 7,4 9
73

DATA LAMPIRAN SPSS

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis kelamin * Kategori Volume Saliva 44 100.0% 0 .0% 44 100.0%
jenis kelamin * Kategori Laju Aliran Saliva 44 100.0% 0 .0% 44 100.0%
jenis kelamin * Kategori pH Saliva 44 100.0% 0 .0% 44 100.0%
jenis kelamin * Kategori Buffer Saliva 44 100.0% 0 .0% 44 100.0%

Jenis Kelamin * Kategori Volume Saliva Crosstabulation


Kategori Volume Saliva Total
Risiko Risiko Risiko
Rendah Sedang Tinggi
jenis kelamin Laki-laki Count 14 3 1 18
% within jenis kelamin 77.8% 16.7% 5.6% 100.0
%
% within Kategori 41.2% 50.0% 25.0% 40.9%
Volume Saliva
% of Total 31.8% 6.8% 2.3% 40.9%
Perempuan Count 20 3 3 26
% within jenis kelamin 76.9% 11.5% 11.5% 100.0
%
% within Kategori 58.8% 50.0% 75.0% 59.1%
Volume Saliva
% of Total 45.5% 6.8% 6.8% 59.1%
Total Count 34 6 4 44
% within jenis kelamin 77.3% 13.6% 9.1% 100.0
%
% within Kategori 100.0% 100.0% 100.0% 100.0
Volume Saliva %
% of Total 77.3% 13.6% 9.1% 100.0
%
74

Jenis Kelamin * Kategori Laju Aliran Saliva Crosstabulation


Kategori Laju Aliran Saliva Total
Risiko Risiko Risiko
Rendah Sedang Tinggi
jenis Laki-laki Count 12 5 1 18
kelamin % within jenis kelamin 66.7% 27.8% 5.6% 100.0
%
% within Kategori Laju 37.5% 71.4% 20.0% 40.9%
Aliran Saliva
% of Total 27.3% 11.4% 2.3% 40.9%
Perempuan Count 20 2 4 26
% within jenis kelamin 76.9% 7.7% 15.4% 100.0
%
% within Kategori Laju 62.5% 28.6% 80.0% 59.1%
Aliran Saliva
% of Total 45.5% 4.5% 9.1% 59.1%
Total Count 32 7 5 44
% within jenis kelamin 72.7% 15.9% 11.4% 100.0
%
% within Kategori Laju 100.0% 100.0% 100.0% 100.0
Aliran Saliva %
% of Total 72.7% 15.9% 11.4% 100.0
%

Jenis Kelamin * Kategori pH Saliva Crosstabulation


Kategori pH Saliva Total
Risiko Risiko Risiko
Rendah Sedang Tinggi
jenis Laki-laki Count 14 3 1 18
kelamin % within jenis kelamin 77.8% 16.7% 5.6% 100.0
%
% within Kategori pH 40.0% 60.0% 25.0% 40.9%
Saliva
% of Total 31.8% 6.8% 2.3% 40.9%
Perempuan Count 21 2 3 26
% within jenis kelamin 80.8% 7.7% 11.5% 100.0
75

%
% within Kategori pH 60.0% 40.0% 75.0% 59.1%
Saliva
% of Total 47.7% 4.5% 6.8% 59.1%
Total Count 35 5 4 44
% within jenis kelamin 79.5% 11.4% 9.1% 100.0
%
% within Kategori pH 100.0% 100.0% 100.0% 100.0
Saliva %
% of Total 79.5% 11.4% 9.1% 100.0
%

Jenis Kelamin * Kategori Buffer saliva Crosstabulation


Kategori Buffer Saliva Total
Risiko Risiko Risiko
Rendah Sedang Tinggi
jenis Laki-laki Count 12 5 1 18
kelamin % within jenis kelamin 66.7% 27.8% 5.6% 100.0%
% within Kategori 37.5% 62.5% 25.0% 40.9%
BufferSaliva
% of Total 27.3% 11.4% 2.3% 40.9%
Perempuan Count 20 3 3 26
% within jenis kelamin 76.9% 11.5% 11.5% 100.0%
% within Kategori 62.5% 37.5% 75.0% 59.1%
BufferSaliva
% of Total 45.5% 6.8% 6.8% 59.1%
Total Count 32 8 4 44
% within jenis kelamin 72.7% 18.2% 9.1% 100.0%
% within Kategori 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
BufferSaliva
% of Total 72.7% 18.2% 9.1% 100.0%

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
usia * Kategori Volume Saliva 44 100.0% 0 .0% 44 100.0%
usia * Kategori Laju Aliran Saliva 44 100.0% 0 .0% 44 100.0%
usia * Kategori pH Saliva 44 100.0% 0 .0% 44 100.0%
76

usia * Kategori Buffer Saliva 44 100.0% 0 .0% 44 100.0%

Usia * Kategori Volume Saliva Crosstabulation


Kategori Volume Saliva Total
Risiko Risiko Risiko
Rendah Sedang Tinggi
usia 11 Count 25 3 4 32
% within usia 78.1% 9.4% 12.5% 100.0%
% within Kategori 73.5% 50.0% 100.0% 72.7%
Volume Saliva
% of Total 56.8% 6.8% 9.1% 72.7%
12 Count 9 3 0 12
% within usia 75.0% 25.0% .0% 100.0%
% within Kategori 26.5% 50.0% .0% 27.3%
Volume Saliva
% of Total 20.5% 6.8% .0% 27.3%
Total Count 34 6 4 44
% within usia 77.3% 13.6% 9.1% 100.0%
% within Kategori 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Volume Saliva
% of Total 77.3% 13.6% 9.1% 100.0%

Usia * Kategori Laju Aliran Saliva Crosstabulation


Kategori Laju Aliran Saliva Total
Risiko Risiko Risiko
Rendah Sedang Tinggi
usia 11 Count 24 3 5 32
% within usia 75.0% 9.4% 15.6% 100.0%
% within Kategori Laju 75.0% 42.9% 100.0% 72.7%
Aliran Saliva
% of Total 54.5% 6.8% 11.4% 72.7%
12 Count 8 4 0 12
% within usia 66.7% 33.3% .0% 100.0%
% within Kategori Laju 25.0% 57.1% .0% 27.3%
Aliran Saliva
% of Total 18.2% 9.1% .0% 27.3%
Total Count 32 7 5 44
77

% within usia 72.7% 15.9% 11.4% 100.0%


% within Kategori Laju 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Aliran Saliva
% of Total 72.7% 15.9% 11.4% 100.0%

Usia * Kategori pHSaliva Crosstabulation


Kategori pH Saliva Total
Risiko Risiko Risiko
Rendah Sedang Tinggi
usia 11 Count 26 2 4 32
% within usia 81.2% 6.2% 12.5% 100.0%
% within Kategori pH 74.3% 40.0% 100.0% 72.7%
Saliva
% of Total 59.1% 4.5% 9.1% 72.7%
12 Count 9 3 0 12
% within usia 75.0% 25.0% .0% 100.0%
% within Kategori pH 25.7% 60.0% .0% 27.3%
Saliva
% of Total 20.5% 6.8% .0% 27.3%
Total Count 35 5 4 44
% within usia 79.5% 11.4% 9.1% 100.0%
% within Kategori pH 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Saliva
% of Total 79.5% 11.4% 9.1% 100.0%

Usia * Kategori Buffersaliva Crosstabulation


Kategori BufferSaliva Total
Risiko Risiko Risiko
Rendah Sedang Tinggi
usia 11 Count 24 4 4 32
% within usia 75.0% 12.5% 12.5% 100.0%
% within Kategori 75.0% 50.0% 100.0% 72.7%
BufferSaliva
% of Total 54.5% 9.1% 9.1% 72.7%
12 Count 8 4 0 12
% within usia 66.7% 33.3% .0% 100.0%
% within Kategori 25.0% 50.0% .0% 27.3%
78

BufferSaliva
% of Total 18.2% 9.1% .0% 27.3%
Total Count 32 8 4 44
% within usia 72.7% 18.2% 9.1% 100.0%
% within Kategori 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
BufferSaliva
% of Total 72.7% 18.2% 9.1% 100.0%
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90

Anda mungkin juga menyukai