Disusun oleh:
Nabila Maudy Salma
030.13.131
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan atas segala nikmat yang selalu tercurah dan segala
keberkahan dan kemudahan yang selalu diberikan kepada penulis.
Dalam kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua
orang tua penulis, serta dokter pembimbing penyusunan referat dr. Rosida Sihombing, SpA
dan seluruh dokter bagian Ilmu Kesehatan Anak serta teman teman kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan laporan
kasus ini. Akhir kata, penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dalam
laporan kasus ini dan penulis menerima masukan positif apapun demi menjadikan laporan
kasus ini lebih baik lagi.
Nabila Maudy
030.13.131
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
KASUS I
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N Jenis Kelamin : Laki - Laki
Umur : 17 Tahun 10 Bulan Suku Bangsa : Betawi
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 14/04/2016 Agama : Islam
Alamat : Jl. Prumpung Barat No.23,
Jakarta Timur
ORANG TUA / WALI
Ayah: Ibu :
Nama : Tn. J Nama: Ny. E
Umur : 42 tahun Umur : 39 tahun
Alamat : Jl. Prumpung Barat No.23, Alamat : Jl. Prumpung Barat No.23,
Jakarta Timur Jakarta Timur
Pekerjaan : Supir Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan: 1.500.000 Penghasilan: -
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Betawi Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam Agama : Islam
5
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. E (Ibu Pasien)
Lokasi : Bangsal lantai VI Dahlia Timur
Tanggal / waktu : 09 April 2018 pukul 14.00
Tanggal masuk : 09 April 2018 pukul 12:00
Keluhan utama : Batuk berdahak disertai darah sejak 1 hari SMRS
6
Riwayat Penyakit yang pernah diderita
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit ginjal (-)
Penyakit
Cacingan (-) Diare (-) (-)
jantung
Kejang
DBD (-) (-) Radang paru (-)
Demam
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien tidak pernah memiliki
riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
b. Riwayat Kehamilan / Kelahiran
7
Langsung menangis (+)
Merah (+)
Pucat (-)
Biru (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: Pasien lahir cukup bulan dari ibu yang
melahirkan secara spontan
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
c. Riwayat Makanan
Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI + + -
8 – 10 ASI + + +
10 -12 ASI + + +
8
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Sayur 1x / hari
Daging 2x/minggu
Telur 4x/minggu
Ikan 3x/hari
Lain – lain -
Kesan: Pasien mendapatkan ASI ekslusif, kuantitas dan kualitas makanan kurang
baik, pasien jarang mengkonsumsi sayur - sayuran.
d. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 2 bulan
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Polio 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai usia
9
e. Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1 17 Tahun 10 bulan Laki - laki + - - Pasien
Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. J Ny. E
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 26 29
Pendidikan terakhir SMA SMA
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi, Indonesia Betawi, Indonesia
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Penyakit, bila ada Tidak ada Tidak ada
10
mandi berjumlah 1, terdapat dapur, ruang makan, ruang tamu, serta teras yang
berjumlah 1 di depan rumah.Ventilasi dan pencahayaan baik. Namun pada kamar
tidur pasien ventilasi dan pencahayaan sangat kurang. Sumber air bersih dari sumur.
Peralatan makan dicuci menggunakan air biasa, tidak selalu direndam di air
mendidihSampah dibuang ke tempat sampah dan setiap hari dikumpulkan di tempat
sampah depan rumah. Bak mandi tidak dikuras setiap minggu, tidak ada kolam ikan
di sekitar rumah, terdapat penumpukan barang bekas di sekitar rumah pasien, tidak
banyak nyamuk di dalam rumah.
11
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada pasien dilakukan di bangsal lantai 6 Dahlia Timur, pada tanggal
09 April 2018 Pukul 15.00
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Gizi : Gizi lebih
Keadaan lain : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 65 kg
Tingi Badan : 167 cm
Status Gizi
- BB / U = 65/65 x 100% = 100% (P25 - P50 berdasarkan kurva CDC)
- TB / U = 167/176 x 100% = 95% (P5 - P10 berdasarkan kurva CDC)
- BB / TB = 65/55 x 100% = 118%
Didapatkan Gizi lebih berdasarkan Kurva CDC
Tanda Vital
Status Generalis
KEPALA : Normocephali, tidak terdapat deformitas, hematoma (-)
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, tebal
WAJAH : Wajah simetris, pembengkakan (-), luka (-), jaringan parut (-)
MATA :Alis mata merata, Bulu mata hitam, merata, konjungtiva
anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+)
12
Visus : Kesan baik
HIDUNG :
Bentuk : Simetris
Napas cuping hidung : Tidak terdapat napas cuping hidung
Sekret : Tidak terdapat sekret
13
Deviasi septum : Tidak terdapat deviasi septum
Mukosa hiperemis : Tidak terdapat mukosa hiperemis
Konka eutrofi : Sulit dinilai
PARU
Inspeksi
- Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang
tertinggal, tipe pernapasan abdomino-torakal.
Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,.
Perkusi
- Sonor di kedua lapang paru.
14
- Batas paru dan hepar di ICS VI linea midklavikularis dextra.
Auskultasi
- Suara napas vesikuler, reguler, tidak terdapat rhonki atau wheezing
ABDOMEN :
Inspeksi : Perut datar, tidak dijumpai adaya efloresensi pada kulit perut maupun
benjolan seperti roseola spot, kulit keriput, gerakan peristaltik, ruam makulopapular.
Palpasi : Supel, turgor kulit baik.
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
15
Refleks patologis - -
Edema - -
Biseps N N
Triceps N N
Patella N N
Achiles N N
Rangsang meningeal
Kaku kuduk -
Kanan Kiri
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -
16
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah
Jenis Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI LENGKAP
Leukosit 8,970 /L
Hemoglobin 12,1 g/dL
Hematokrit 39 %
Trombosit 584 ribu/L
Eritrosit 5,74 juta/L
MCV 68 fL
MCH 21 pg
MCHC 31 g/dL
RDW 15,6 g/dL
LED 20 mm/jam
Basofil 1%
Eosinofil 3%
Neutrofil Batang 3%
Neutrofil Segmen 68%
Limfosit 20%
Monosit 8%
17
B. Foto Thoraks PA
Deskripsi:
- CTR < 50%
- Tampak trakea berada di tengah
- Tampak bercak infiltrat pada lobus superior paru sinistra
- Corakan bronkovaskular baik
- Sela iga baik dan diafragma tidak mendatar
- Sudut kostofrenikus kanan dan kiri tajam
18
IV. RESUME
Pasien seorang anak laki - laki usia 17 tahun 10 bulan datang ke IGD RSUD
Budhi Asih dengan keluhan batuk berdahak disertai dengan darah sejak 1 hari SMRS.
Batuk dirasa semakin hari semakin memberat dan bertambah. Batuk dengan darah
segar, sebanyak kurang lebih 1/4 gelas aqua. Batuk disertai dengan demam sumer -
sumer sejak kurang lebih 1 bulan SMRS. Pasien juga sering mengalami keringat
malam. Ibu pasien mengatakan bahwa tetangga dekat rumah pasien ada yang
mengalami penyakit TBC dan sedang dalam pengobatan. Tetangga pasien berusia 35
tahun. Pasien belakangan ini juga mengalami buang air besar yang disertai dengan
darah menetes setelahnya. Pasien memang sulit untuk buang air besar dan jarang
mengkonsumsi sayur serta buah - buahan. Pasien memiliki kebiasaan berada
dikamarnya yang dimana kamar pasien pencahayaan dan ventilasi sangat kurang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital suhu 37,6o C (Subfebris).
Pemeriksaan status generalisata lain tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 12,1 gr/dL,
Trombositosis, penurunan nilai indeks eritrosit dan LED memanjang. Pada
pemeriksaan foto thoraks didapatkan bercak infiltrat pada lobus superior sinistra.
1 Riwayat Kontak 3
2 Uji Tuberkulin -
3 Berat Badan 0
4 Demam 1
5 Batuk 0
6 Pembesaran KGB 0
7 Pembengkakan sendi 0
8 Foto Thoraks PA 1
Skor Total 5
19
V. DIAGNOSIS KERJA
- Hemoptisis e.c Susp. TB Paru
- Hematochezia e. c Susp hemorrhoid interna
- Anemia mikrositik hipokrom
- Gizi lebih
VI. DIAGNOSIS BANDING
- Hemoptisis e.c Pneumonia
- Hemoptisis e.c Bronkiektasis
- Hemoptisis e.c Abses paru
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Sputum BTA
- Xpert MTB/RIF
- Fesces Rutin
VIII. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan
pasien.
2. Pengobatan pasien direncakan selama 6 bulan dan akan dievaluasi pada akhir
pengobatan
3. Obat harus diminumkan secara rutin setiap pagi hari saat perut masih kosong dan
harus segera kontrol sebelum obat habis
4. Gaya hidup sehat
Medikamentosa
- IVFD KAEN 1B 3 cc/kgBB/jam
- Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr
- Inj. gentamicin 2 x 120 mg
- Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
- Vit K. 1 x 10 mg
- Ambroxol tab. 3 x 1
- Paracetamol 3 x 500 mg bila suhu 38oC
IX. PROGNOSIS
- Ad Vitam : Dubia ad Bonam
- Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
- Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
20
Follow up
Tanggal S O A P
Ekstremitas: hangat(-
), CRT <2 detik,
anemis (-), ikterik (-)
Rectal Tussae:
Tonus sfingter ani
baik, mukosa licin,
teraba massa,
konsistensi kenya d=
2cm, nyeri (-), darah
(-), lendir (-)
Feses Rutin
Makroskopik
Warna: hijau |
Konsistensi : lunak |
Lendir : Negatif |
Darah: negatif
Mikroskopik
Leukosit: negatif |
Eritrosit: positif |
Amoeba Coli:
Negatif Amoeba
histolitica: negatif |
Telur cacing:
negatif
Pencernaan
Lemak: Positif |
Amilum: Positif |
Serat: negatif | Sel
Ragi: negatif
Darah samar:
21
positif
Ekstremitas: hangat(-
), CRT <2 detik,
anemis (-), ikterik (-)
Ekstremitas: hangat(-
), CRT <2 detik,
anemis (-), ikterik (-)
22
13/ 04 / Batuk berdahak K/U TSS -TB Paru - Venflon
2018 disertai dengan darah TD 110/70 - Inj. Cefotaxime 3x1
(+), demam (-), HR 82x/m - Hemorrhoid gr
Hari-4 Keringat malam (-), RR 20x/m interna grade I - Inj.Gentamicin
Muntah (-). T 36.5oC 2x120 mg
BAB dan BAK tidak Saturasi 98% - Anemia - Inj. Ranitidin 2x50
ada kelainan. mikrositik mg
Ka-/- SI -/-, mulut hipokrom - Vit K. 1x10 mg
kering (-), bibir pucat - Ambroxol Tab. 3x1
- Gizi lebih
(-) - Ardium Tab. 3x1
- PCT 3x500 mg bila
SNV +/+ Rh -/- Wh - suhu 38oC
/- - Diet tinggi serat
BJ1&2 reg M(-) G(-)
Obat untuk pulang:
Abd supel (+) BU
(+)turgor kembali - Rifampicin 1
cepat,hepatospleno- x 600 mg
megali (-)
- INH 1 x 300
Ekstremitas: hangat(- mg
), CRT <2 detik,
anemis (-), ikterik (-) - PZA 1 x
1500 mg
Xpert MTB-RIF
Assay G4 MTB - Etambutol 1
Detected, RIF x 1500 mg
Resistence Not
Detected - Sucralfat syr
3xCI
- Curcuma
Tab. 1x1
23
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14
tahun.(4)
3.2 Etiologi
Mikroorganisme penyebab tuberkulosis pada manusia adalah Mycobacterium
tuberculosis. Kuman Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri pleomorfik, batang
gram positif lemah dengan panjang 2 sampai 4 m. Mikrobakakteria bersifat tahan asam,
yaitu mampu membentuk kompleks mikolat yang stabil dengan pewarna arylmethane. Istilah
basil tahan asam digunakan sebagai nama lain mikobakteria. Mikobakteria tumbuh bersifat
lambat dan waktu yang dibutuhkan untuk menumbuhkan kuman ini di media sintesis
biasanya 3 sampai 6 minggu. Tes sensitivitas obat membutuhkan waktu tambahan 4 minggu.
Pertumbuhan kuman dapat terdeteksi dalam 1 hingga 3 minggu dalam media cair tertentu
menggunakan radiolabeled nutrients. Metode polymerase chain reaction (PCR) dari
spesimen klinis digunakan berbagai laboratorium untuk diagnosis cepat.(5)
24
3.4 Klasifikasi TB Pada Anak
Beberapa istilah dalam definisi kasus TB anak:
Terduga pasien TB anak: setiap anak dengan gejala atau tanda mengarah ke TB Anak
Pasien TB anak berdasarkan diagnosis klinis: pasien TB anak yang TB yang tidak
memenuhi kriteria bakteriologis dan mendapat pengobatan TB berdasarkan kelainan
radiologi dan histopatologi sesuai gambaran TB. Termasuk dalam kelompok pasien
ini adalah Pasien TB Paru BTA negatif,
a. Baru
Kasus TB anak yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan ( 28 dosis) dengan hasil
pemeriksaan bakteriologis sesuai definisi di atas, lokasi penyakit bisa paru atau
ekstra paru.
b.Pengobatanulang
Kasus TB Anak yang pernah mendapat pengobatan dengan OAT lebih dari 1
bulan ( 28 dosis) dengan hasil pemeriksaan bakteriologis sesuai definisi di atas,
lokasi penyakit bisa paru atau ekstra paru. Berdasarkan hasil pengobatan
sebelumnya, anak dapat diklasifikasikan sebagai kambuh, gagal atau pasien yang
diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).(3)
• Berat dan ringannya penyakit
TB ringan: tidak berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian,
misalnya TB primer tanpa komplikasi, TB kulit, TB kelenjar dll
TB berat: TB pada anak yang berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian,
misalnya TB meningitis, TB milier, TB tulang dan sendi, TB abdomen, termasuk TB
hepar, TB usu, TB paru BTA positif, TB resisten obat, TB HIV.(3,4)
25
3.5 Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam
percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan terhirup dan dapat
mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan
tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus
primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer (primary complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12 minggu,
biasanya berlangsung selama 4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui
dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif.
Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan
sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam
26
alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity,
CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini,
tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis
atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan
mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi
di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat
menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke
dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal,
27
dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif
(tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan
fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru
saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata
akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.
Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya
penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi
berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem
imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun
(balita) terutama di bawah dua tahun.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.
Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah dan
menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar di
dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan
acute generalized hematogenic spread.(4,5)
28
Gambar 1. Patogenesis Infeksi Tuberkulosis
*Catatan:
29
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB
(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh
kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe
dewasa (adult type TB)
1) Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik.
2) Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3) Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
5) Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6) Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan
baku diare.(4)
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan,
sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender
terjadinya TB di berbagai organ seberi pada gambar d bawah ini.
30
Gambar 2. Kalender perjalanan penyakit tuberkulosis primer
31
Tabel 2. Resiko sakit tuberkulosis pada anak yang terinfeksi Tuberkulosis
Resiko Sakit
Umur saat infeksi
TB Diseminata
Primer (tahun) Tidak Sakit TB Paru (milier, meningitis)
32
Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya
mendapatkan spesimen. Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau
pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas tersedia.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran yang
khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis
perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans
dan atau kuman TB.(6)
1) Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, terutama bagi anak yang
mampu mengeluarkan dahak. Kemungkinan mendapatkan hasil positif lebih
tinggi pada anak >5 tahun.
33
2) Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan
pada anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen
dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari.
3) Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak
semua umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama
apabila menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan secara
rawat jalan, tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang memadai untuk
melaksanakan metode ini.
Berbagai penelitian menunjukkan organ yang paling sering berperan
sebagai tempat masuknya kuman TB adalah paru karena penularan TB
sebagai akibat terhirupnya kuman M.tuberculosis melalui saluran nafas
(inhalasi). Atas dasar hal tersebut maka baku emas cara pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosis TB adalah dengan cara menemukan kuman dalam
sputum. Namun upaya untuk menemukan kuman penyebab TB pada anak
melalui pemeriksaan sputum sulit dilakukan oleh karena sedikitnya jumlah
kuman dan sulitnya pengambilan spesimen sputum.
Guna mengatasi kesulitan menemukan kuman penyebab TB anak
dapat dilakukan penegakan diagnosis TB anak dengan memadukan gejala
klinis dan pemeriksaan penunjang lain yang sesuai. Adanya riwayat kontak
erat dengan pasien TB menular merupakan salah satu informasi penting
untuk mengetahui adanya sumber penularan. Selanjutnya, perlu dibuktikan
apakah anak telah tertular oleh kuman TB dengan melakukan uji tuberkulin.
Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi hipersensitifitas
terhadap antigen (tuberkuloprotein) yang diberikan. Hal ini secara tidak
langsung menandakan bahwa pernah ada kuman yang masuk ke dalam
tubuh anak atau anak sudah tertular. Anak yang tertular (hasil uji tuberkulin
positif) belum tentu menderita TB oleh karena tubuh pasien memiliki daya
tahan tubuh atau imunitas yang cukup untuk melawan kuman TB. Bila daya
tahan tubuh anak cukup baik maka pasien tersebut secara klinis akan
tampak sehat dan keadaan ini yang disebut sebagai infeksi TB laten. Namun
apabila daya tahan tubuh anak lemah dan tidak mampu mengendalikan
34
kuman, maka anak akan menjadi menderita TB serta menunjukkan gejala
klinis maupun radiologis. Gejala klinis dan radiologis TB anak sangat tidak
spesifik, karena gambarannya dapat menyerupai gejala akibat penyakit lain.
Oleh karena itulah diperlukan ketelitian dalam menilai gejala klinis pada
pasien maupun hasil foto toraks.
Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan
diagnosis TB pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan
melakukan uji tuberkulin/mantoux test. Tuberkulin yang tersedia di
Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2 TU dari Staten Serum Institute
Denmark produksi dari Biofarma. Namun uji tuberkulin belum tersedia di
semua fasilitas pelayanan kesehatan.(4,5)
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan
foto toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga
dapat dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto
toraks saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali
gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang
TB adalah sebagai berikut:
35
oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati
sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak
terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem skoring ini membantu
tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun
pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi
terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis TB.(1,4)
Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai
berikut:
36
Tabel 3. Sistem Skoring (Scoring System) Gejala dan Pemeriksaan
Penunjang TB
Parameter 0 1 2 3 Skor
Laporan
keluarga, BTA (-)
Kontak TB Tidak jelas - BTA (+)
/ BTA tidak jelas/
tidak tahu
Positif ≥10 mm
Uji tuberkulin
Negatif - - atau ≥5 mm pada
(Mantoux)
imunokompromais
Klinis gizi
BB/TB<90%
Berat Badan/ buruk atau
- atau -
Keadaan Gizi BB/TB<70%
BB/U<80%
atau BB/U<60%
Demam yang
tidak
- ≥2 minggu - -
diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥3 minggu - -
Pembesaran
≥1 cm, lebih
kelenjar limfe
- dari 1 KGB, - -
kolli, aksila,
tidak nyeri
inguinal
Pembengkaka
n tulang/sendi Ada
- - -
panggul, lutut, pembengkakan
falang
Gambaran
Normal/
sugestif
Foto toraks kelainan - -
(mendukung)
tidak jelas
TB
Skor Total
Catatan:
Parameter Sistem Skoring:
o Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti
tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh
dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
o Penentuan status gizi:
Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang
(moment opname).
Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi
untuk anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan
untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000.
37
Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1
bulan.
o Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
o Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa:
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis,
konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat,
tuberkuloma.(4)
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil
uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau
diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut. Foto toraks bukan
merupakan alat diagnostik utama pada TB anak.
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka
pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada
fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan
dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila
terdapat perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai telah
terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB.
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji tuberkulin
dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem skoring tetap
dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6 dari total skor 13.
Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis
sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya
kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun masalah
dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien
dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal
yang ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.(6,7)
38
3.8 Tatalaksana TB
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder).(8)
o Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
o Pemberian gizi yang adekuat.
o Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
o Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal
seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan.
o Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison)
dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone
adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis
penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian
steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan jaringan.
39
o Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah:
• Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
• Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
o Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi
Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
o OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.(7,8)
40
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksisitas hepar, artralgia, gangguan
gastrointestinal
TB milier
TB + destroyed
lung
41
kemudian tappering off
Skeletal TB -
Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
42
o OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
o Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
o Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
o Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.(8)
43
2) Efek Samping pengobatan TB Anak
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya: kesemutan) dan
asupan piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka
dapat diberikan vitamin B6 10 mg tiap 100 mg INH.
Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila tersedia piridoksin 10 mg/
hari direkomendasikan diberikan pada
o Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di
fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali
mulai dari awal.
o Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di
fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan
sampai selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan
risiko terjadinya TB kebal obat.
44
4.0 Pencegahan TB
A. Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan pada host, agent dan
lingkungan. Contohnya :
B. Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosa dini
dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah
proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran
pencegahan ini ditujukan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita
(suspect).Contohnya :
45
menular (diabetes mellitus, keganasan, penyakit kronis lain) program gizi dan
KIA (manajemen terpadu balita sakit (MTBS)), dan sebagainya.(1)
46
- Diagnosa TB pada anak berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang sesuai dengan algoritma diagnosis TB pada anak
- Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita tuberkulosa paru sesuai
dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau rifampizin.
47
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien seorang anak laki - laki usia 17 tahun 10 bulan datang ke IGD RSUD
Budhi Asih dengan keluhan batuk berdahak disertai dengan darah sejak 1 hari SMRS.
Batuk dirasa semakin hari semakin memberat dan bertambah. Batuk dengan darah
segar, sebanyak kurang lebih 1/4 gelas aqua. Batuk disertai dengan demam sumer -
sumer sejak kurang lebih 1 bulan SMRS. Batuk dahak yang disertai dengan darah
menunjukan adanya proses inflamasi pada parenkim paru yang cukup berat. Pasien
juga sering mengalami keringat malam. Ibu pasien mengatakan bahwa tetangga dekat
rumah pasien ada yang mengalami penyakit TBC dan sedang dalam pengobatan.
Tetangga pasien berusia 35 tahun. Riwayat adanya kontak dengan pasien TB dapat
menjadi faktor resioko pada pasien. Pasien belakangan ini juga mengalami buang air
besar yang disertai dengan darah menetes setelahnya. Pasien memang sulit untuk
buang air besar dan jarang mengkonsumsi sayur serta buah - buahan. Hal tersebut
bisa dikarenakan akibat pola makan pasien atau bisa dikarenakan peningkatan tekanan
intraabdominal akibat batuk. Pasien memiliki kebiasaan berada dikamarnya yang
dimana kamar pasien pencahayaan dan ventilasi sangat kurang, dimana ini dapat
mejadi resiko untuk terkena kuman TB.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital suhu 37,6o C (Subfebris).
Pemeriksaan status generalisata lain tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 12,1 gr/dL,
Trombositosis, penurunan nilai indeks eritrosit dan LED memanjang. Pada hasil
laboratorium darah didapatkan anemia dengan mikrositik hipokrom dan adanya LED
memanjang menungjukan adanya suatu inflamasi kronik yang dialami pasien. Pada
pemeriksaan foto thoraks didapatkan bercak infiltrat pada lobus superior sinistra.
Hasil pemeriksaan tersebut menunjukan kearah TB Paru, ditunjang dengan
pemeriksaan Xpert MTB-RIF Assay G4 MTB Detected.
48
BAB V
KESIMPULAN
49
DAFTAR PUSTAKA
50