PENDAHULUAN
Chronic Liver Disease merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan
fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, serta regenerasi nodul
hepatosit. Penyakit tahap akhir dari penyakit hati kronis yang akan menyebabkan
penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya
penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang
akhirnya menyebabkan hipertensi portal.Penyakit hati kronis menyebabkan sekitar
35.000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat dan disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti konsumsi alcohol atau infeksi virus hepatitis B dan C..(1,2,3)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Sirosis mengacu pada kondisi terbentuknya fibrosis dan nodul progresif yang
mengganggu keseluruhan struktur dan fungsi normal hati. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit ini
merupakan stadium terakhir dari CLD dan menyebabkan penurunan fungsi hati dan
bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh
darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan
hipertensi portal.(12)
2
Gambar 2. Jaringan dan sel hati yang mengalami fibrosis.11
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dan memiliki berbagai fungsi. Tiga
fungsi dasar hati yaitu produksi dan sekresi empedu, yang dilewatkan ke system
intestinal; keterlibatan dalam berbagai kegiatan metabolik untuk metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein; dan filtrasi darah, menghilangkan bakteri dan partikel
asing lainnya yang telah masuk ke darah dari lumen usus. Hati mensintesis heparin,
zat antikoagulan,dan memiliki fungsi penting dalam detoksikasi. Hati yang lembut
dan lentur menempati bagian atas rongga perut tepat di bawah diafragma. Sebagian
besar dari hati tertutup di bawah dari iga kanan, dan hemidiafragma kanan
memisahkan hati dari pleura, paru-paru, perikardium, dan jantung. Hati meluas ke kiri
untuk mencapai hemidiafragma kiri. Permukaan cembung atas hati dibentuk dari
kubah diafragma. Bagian posteroinferior, atau permukaan visceral, dibentuk dari
jaringan yang berdekatan dan oleh karena itu tidak teratur bentuknya; bagian ini
berkontak dengan bagian adomen dari esofagus, lambung, duodenum, fleksura kolik
kanan, ginjal kanan, glandula suprarenal kanan, dan kantong empedu.Secara
anatomis, hati dibagi menjadi 4 lobus, yaitu;
3
Gambar 3. Anatomi Hati.16
Secara fungsional dan surgikal, hati dibagi menjadi kanan dan kiri (lobus
kuadratus dan kaudatus merupakan bagian dari lobus kiri.). Hali bedah sering
membagi hati lebih lanjut ke delapan segmen vaskular independen berdasarkan
pembuluh darah, dengan masing-masing segmen menerima cabang utama dari arteri
hepatika,vena portal, vena hepatika (mengalirkan darah hati ke dalam vena cava
inferior), dan drainase bilier. Demarkasi eksternal kedua bagian hati berada pada
bidang imajiner sagital melewati kantong empedu dan vena cava inverior.Porta
hepatik, atau hilus hati, ditemukan di permukaan posteroinferior dan terletak di antara
lobus kaudatus dan lobus kuadratus.(2)
II.3 Fisiologi
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir
setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500
aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya
dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan kehidupan.
Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan kematian dalam 10 jam. Hati
memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada sebagian besar kasus,
pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan diganti
dengan jaringan hati yang baru.(13)
4
Tabel 1. Fungsi utama hati.(20)
Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi empedu Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak di usus.
Metabolisme garam empedu
Metabolisme pigmen empedu Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir
metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua;
proses konjugasinya.
Glukoneogenesis
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta
α dan β globulin (γ globulin tidak).
Sintesis protein
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah
fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX,
dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis
semua faktor ini kecuali faktor V.
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang
kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
Penyimpanan protein (asam
amino) NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri
usus terhadap asam amino.
Ketogenesis
Penyimpana lemak
Penyimpanan vitamin dan mineral Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati;
juga vitamin B12, tembaga dan besi.
Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali
penyaring dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel
Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.
5
II.4 Epidemiologi
Pada sebuah penelitian dari seluruh sampel yang diidentifikasi sebanyak 2.353
pasien yang didiagnosa mengalami CLD (63,9 kasus / 100.000 penduduk) dimana
1.225 diantaranya mengalami hepatitis C (33,2 kasus / 100.000). Pria berusia 45-54
tahun memiliki tingkat kejadian hepatitis C paling tinggi yaitu 111,3 / 100.000. Di
antara 1.040 pasien yang terdaftar, usia rata-rata adalah 48 tahun (kisaran 19-86 th).
Hepatitis C, baik sendiri (442 [42%]) atau dikombinasikan dengan penyakit hati
terkait alkohol (ALD) (228 [22%]), menyumbang dua pertiga dari kejadian kasus
sirosis pada CLD. Etiologi lainnya termasuk penyakit hati berlemak nonalkohol
(NAFLD, 95 [9%]), ALD (82 [8%]), dan hepatitis B (36 [3%]). Etiologi lain yang
diidentifikasi masing-masing menyumbang <3% kasus.Lebih dari 40% pasien sirosis
asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan
atau pada waktu autopsy. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360
per 100.000 penduduk.(14)
6
II.5 Etiologi
7
Predisposisi genetik dipikirkan untuk digabungkan dengan
pemicu lingkungan yang tidak diketahui untuk
menonaktifkannya
7. Obat-obatan
8. Vaskuler : Budd-Chiari
9. Idiopatik/kriptogenik
II.6 Diagnosis
II.6.1 Anamnesis
CLD merupakan penyakit dengan sebagian besar pasien tetap
asimtomatik sampai dekompensasi terjadi, yaitu apabila sudah terjadi
kehilangan 80% - 90% fungsi hati yang mana sudah terjadi sirosis yang cukup
berat. Dokter harus menanyakan tentang faktor risiko yang menyebabkan
pasien mengalami masalah ini. Jumlah danstadium awal sirosis pada CLD
sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis) sehingga kadang ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena
kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) pada CLD meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, malabsorbsi terutama vitamin D yang
akhirnya menyebabkan osteoporosis, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila
sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena akibat
pecahnya varises esofagus, asites, spontaneous bacterial peritonitis serta
perubahan mental sebagai manifestasi dari ensefalopati meliputi mudah lupa,
sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Mungkin disertai hilangnya
rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi.(11)
8
II.6.2Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:(16)
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis. Timbulnya ikterus
(penguningan) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika
liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60
% penderita selama perjalanan penyakit.
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis.Ketika liver
kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air. Hati yang membesar Pembesaran hati dapat ke
atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm,
dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
c. Hipertensi portal. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah
vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi
portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
d. Spider angioma-spiderangiomata (atau spider telangiektasis), suatu lesi
vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya belum
diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada
orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.
e. Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar
telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme
hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan
pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan
keganasan hematologi.
f. Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui,
diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan
pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.
9
g. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati
hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri.
h. Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak
secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada
pasien diabetes mellitus, distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang
juga mengkonsumsi alkohol.
i. Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
feminism. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti
sehingga diduga fase menopause.
j. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda
ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
k. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.
l. Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik
yang berat.
m. Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-
ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.
10
Gambar 4. Alur diagnosis CLD.11
11
sirosis. Bila terdapat dugaan adanya kelainan hati maka pemeriksaan panel
hati, jumlah darah lengkap (CBC) dengan trombosit, dan tes waktu protrombin
harus dilakukan. Tes umum pada panel hati standar meliputi pemeriksaan
enzim serum aspartat transaminase (AST), alanine transaminase (ALT),
alkaline phosphatase, dan g-glutamyltransferase; totalbilirubin serum, bilirubin
direct dan indirect; dan albumin serum. ALT dianggap sebagai tes skrining
paling murah untuk mengidentifikasi cedera hati akibat proses metabolik atau
obat, namun seperti tes fungsi hati lainnya, penggunaan tes ini terbatas dalam
memprediksi tingkat peradangan dan tidak berguna dalam memperkirakan
tingkat keparahan fibrosis. Satu studi menemukan bahwa jumlah trombosit
kurang dari 160.000 per mm3 memiliki sensitivitas 80% untuk mendeteksi
sirosis pada pasien dengan hepatitis C kronis. Sebuah studi prospektif
menunjukkan korelasi kuat antara peningkatan hasil tes fungsi hati lebih dari
dua kali batas atas normal selama setidaknya enam bulan dengan terjadinya
suatu penyakit hati, hasil penelitian ini dibuktikan dengan temuan kelainan
pada biopsi hati. Pemeriksaan serologis tambahan harus dilakukan untuk
mengevaluasi berbagai etiologi sirosis. Jika kecurigaan klinis terhadap
penyakit hati tinggi, maka diperlukan pemeriksaan serologis lebih lanjut dalam
enam bulan. Jika pasien memiliki tingkat ALT yang terus meningkat, serologi
hepatitis virus harus dikerjakan. Jika negatif, pemeriksaan serologi hepatits
yang lain, mencakup antinuclear antibodies testatau anti–smooth muscle
antibody test atau keduanya, untuk mengevaluasi hepatitis autoimun; dan
fasting transferrin saturation level atauunsaturated iron-binding capacity dan
ferritin level untuk mengevaluasi hemochromatosis herediter harus dikerjakan.
(11)
12
cedera hati. Ultrasonografi atau biopsi diperlukan untuk menegakkan
diagnosis NAFLD.(11)
II.6.3.2 Radiologi
13
Keempat, membantu perencanaan terapi-medis, radiologi intervensi, atau
bedah.(4)
A. Hepatitis Kronis
Ultrasonografi
Deskripsi meliputi (9)
Hepatomegali (tanda paling sensitif) > 15,5 cm pada garis
midclavicular
Jika telah ditemukan "penampilan langit berbintang (starry sky)"
merupakan tanda sensitivitas danspesifisitas yang buruk
Penebalan dinding kandung empedu
Edema periportal
Menonjolkan kecerahan dinding radial vena porta
Warna / spektral Doppler: normal
Keseluruhan echotexture sering menurun
CT-Scan
Temuan meliputi:(10)
Hepatomegali > 15,5 cm pada garis midclavicular
Penurunan atenuasi terjadi di sekitar sistem portal dan pada hilum
hepar (edema periportal)
Atenuasi parenkim difus yang mungkin berkurang pada CT
nonkontras
Perubahan edema yang menyebar
14
Steatosis hati bisa menjadi penyebab (steatohepatitis) atau hasil
hepatitis akut
Kemungkinan limfadenopati periportal / hepatoduodenal
MRI
Temuan pada MRI tidak spesifik dan MRI sering digunakan untuk
menyingkirkan etiologi lain dari kelainan fungsi tes hati serum.(10)
T2:Peningkatan sinyal T2 di sekitar sistem portal (edema periportal)
Kemungkinan peningkatan generalisata ringan pada intensitas
sinyal parenkim
T1 C + (Gd):Tertunda, peningkatan periportal bertahap
15
IP/OP:steatosis hati mungkin tampak jelas
Hepatitis autoimun biasanya tidak hadir dengan limfadenopati.
B. Sirosis Hepatis
Terlepas dari etiologi, perubahan morfologi sirosis dapat dikenali
dengan berbagai teknik pencitraan. Pembesaran lobus kiri dan lobus kaudatus,
diyakini hasil dari regenerasi relatif lobus daripada fibrosis, sekunder akibat
kesalahan pasokan vaskular, dapat dikenali oleh teknik cross-sectional, seperti
computed tomography (CT) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
ultrasonografi (USG). Terdapat beberapa cara untuk mendiagnosis sirosis
hepatis pada:
a. Radiografi
Radiografi merupakan pemeriksaan paling sederhana dalam diagnosis dan
manajemen pasien dengan sirosis, digunakan misalnya, dalam skrining untuk
ascites, mencari bukti perforasi usus pada pasien dengan dugaan peritonitis
bakteri, dan pemantauan distensi usus pada pasien untuk pengobatan
dekompensasi atau perdarahan varises. Radiografi dada rutin pada pasien
dengan sirosis dapat menunjukkan elevasi diafragma dari asites. Ginekomastia
dapat muncul. Vena azygos dapat membesar karena aliran kolateral dan efusi
pleura, mungkin terjadi dari adanya fistula pleuroperitoneal.(5)
16
Gambar 7. Seorang laki-laki 51 tahun penderita sirosis dengan asites masif. Pada
ginjal, ureter, kandung kemih, putaran usus halus terlihat terutama di regio
midabdomen. abdomen tampak kabur.(5)
Gambar 8. Pirau dapat terjadi melalui jaluir retroperitoneum dan azygos. Sebuah
rontgen dada pada seorang pasien dengan konfigurasi menunjukkan sebuah
pembesaran vena azygos pada arkus azygos (panah). Pencitraan ini dikonfirmasi
dengan MRI potongan sagital.(5)
17
Gambar 9. Seorang laki-laki 48 tahun dengan sirosis akibat hepatitis C dengan ascites dan
efusi pleura. Rontgen dada diperoleh 1 hari sebelum scintigrafi menunjukkan efusi pleura sisi
kanan.Terkadang, varises esofagus raksasa dapat dijumpai sebagai massa jaringan lunak di
gastroesophageal junction.(5)
Gambar 10. Densitas jaringan lunak abnormal terlihat di mediastinum bawah (panah),
tumpang tintih di atas bayangan aorta desenden. Densitas ini merupakan dilatasi varises
esofagus masif dan dikonfirmasi dengan CT scan (panah), tepat di atas hemidiafragma kiri,
berbatasan langsung dengan aorta. (5)
18
b. Ultrasonografi
USG Real-time, dalam kombinasi dengan USG Doppler, saat ini yang
paling sering digunakan sebagai modalitas pencitraan diagnostik di seluruh
dunia dalam skrining dan evaluasi pasien dengan sirosis. Selain menunjukkan
karakteristik morfologi sirosis, termasuk kontur hati, tekstur, dan adanya
munculnya kolateral portal, USG Doppler memberikan informasi yang
berguna tentang hemodinamik Portal.USG real-time dapat digunakan untuk
mendeteksi asites dan splenomegali, untuk membedakan penyebab ikterus
intrahepatik atau ekstrahepatik, dan mendeteksi trombosis vena porta pada
pasien dekompensasi.(5)
Gambar 11. Pasien wanita dengan sirosis menunjukkan tekstur echo "kasar" dan lobus kiri
yang membesar. (5)
Gambar 12. Tampilan melintang, USG real-time menunjukkan kontur eksternal yang tidak
teratur dari lobus kiri (panah). (5)
19
Gambar 13. Perkembangan dari trombus vena portal pada sirosis lanjut, dengan defisit sinyal
USG Doppler (panah). Tampak ascites. (5)
Gambar 14. Skrining USG real-time. Sebuah CT Scan mendapatkan hasil negatif.
Ultrasonografi biposi terpandu menunjukkan karsinoma hepatoseluler di lobus kanan hati.
Perhatikan pseudo-kapsul disekitar lesi (pada tampilan diperbesar lebih terlihat).(5)
20
Gambar 15. Ultrasonografi Doppler pada seorang pasien dengan sirosis yang memiliki massa
hipoechoik, seperti yang terdeteksi pada USG. Kursor ditempatkan di tepi lesi menunjukkan
pirau vaskular dengan kecepatan maksimum lebih dari 50 cm / detik. (5)
21
c. CT Scan
CT scan berguna untuk menunjukkan bukti morfologi sirosis hepatis
dan dalam menunjukkan kelainan mesenterika dan Gastrointestinal, serta
perkembangan pembuluh darah kolateral pada hipertensi portal.(5)
Gambar 16. Pasien dengan sirosis menunjukkan arteri hepatika berliku-liku di samping lobus
kiri dan kaudatus (C) yang membesar.(5)
Gambar 17. Pada sirosis stadium lanjut, CT scan dengan gambar vena Portal menunjukkan
lobus kiri (L) dan kaudatus (C) yang membesar, dengan area fibrosis fokal dan atrofi pada
lobus kanan posterior, dan deformasi kontur (panah). Tampak secara insidental kolateral yang
menonjol pada regio kurvatura (panah putih). (5)
22
Gambar 18. CT Scan menunjukkan edema kolon pada pasien dengan sirosis. Perhatikan
adanya ascites. (5)
Gambar 19. CT Scan fase vena porta menunjukkan penebalan dinding kandung empedu,
splenomegali, kolateral dalam omentum (panah), dan ditandai ascites (A). Hati telah atrofi
dan tidak teratur. (5)
23
CT scan umumnya digunakan untuk mengevaluasi pasien
stadium dekompensasi akut yang diduga mengalami peritonitis bakteri
subakut, dengan tujuan untuk menyingkirkan penyebab inflamasi
lainnya. CT scan sangat penting dalam menggambarkan lesi yang
ditunjukkan oleh ultrasonografi atau dalam mengevaluasi pasien
dekompensasi. Selain itu, CT scan semakin banyak dimasukkan ke
dalam manajemen pasien stabil yang menjalani skrining untuk
mengidentifikasi lesi neoplastik.(5)
Dengan kemajuan teknologi, yang memungkinkan pemindaian
dinamis secara cepat menggunakan multi-slice CT scanner, scanning
hati dalam beberapa tahapan peningkatan kontras kini rutin
direkomendasikan sebagai metode yang paling sensitif untuk
mendeteksi Space Occupying Lesions (SOL) dan mengevaluasi
struktur vaskular. Namun, keterbatasan substansial tetap dalam
menggambarkan lesi kecil (<2 cm), terutama pada pasien dengan
sirosis lanjut.(5)
Bentuk yang paling khas dari karsinoma hepatoseluler (HCCA)
adalah nodul hiperdens yang ditemukan pada pencitraan fase arteri,
dengan hiperdens dan/atau hipodenspada pencitraan fase vena porta.
Pada CT scan, hiperdens dalam fase arteri sudah cukup karakteristik
untuk meyakinkan diagnosis. Karakterisasi nodul hati sulit ketika
temuan tidak "khas" dari HCCA, dan klasifikasi Liver Imaging
Reporting and Data (LI-RAD) baru-baru ini telah diperkenalkan untuk
meningkatkan konsistensi dan bantuan dalam keputusan
manajemen.Lima fitur utama telah dipilih, yang, dalam kombinasi,
mendukung diagnosis HCCA: (1) konfigurasi seperti massa, (2)
hyperenhancement fase arteri, (3) hypoenhancement fase vena portal
atau selanjutnya, (4) peningkatan diameter 10 mm atau lebih dalam 1
tahun, dan (5) tumor dalam lumen vena. Skala kategorisasi 5-poin ini
berdasarkan tingkat kepastian dari jinak, lesi intermediet, atau
diagnosis HCCA.(5)
24
Gambar 20. Karakteristik hepatocellular carcinoma unifokal pada laki-laki dengan sirosis
akibat komsumsi alkohol. Scan Precontrast menunjukkan lesi hipodens diatemeter 4,7-cm di
lobus kiri hati. (5)
Gambar 21. Fase arteri CT scan (pasien yang sama seperti pada gambar sebelumnya).
Tampak peningkatan densitas pada lesi. (5)
25
Gambar 22.Fase vena porta CT scan. Enhancement parenkim hati meningkat
dan daerah lesi telah tercampur antara hyperattenuated dan hipoattenuated,
dengan hipodens pada daerah central. (5)
26
Gambar 23.Nodul regeneratif pada pasien dengan sirosis. Tampak beberapa
lesi hiperdens subsentimeter pada pencitraan fase arteri. Sulit untuk
membedakan nodul ini dari lesi ganas. Nodul mewakili spektrum kontinu dari
respon terhadap cedera hati, dengan meningkatnya tingkat displasia
berpuncak pada karsinoma hepatoseluler.
27
hepatika, fokus lesi hati hiperdens pada sirosis biasanya HCCA.
Dugaan tumor hipervaskular ini tentu saja lebih tinggi jika ditemukan
pencitraan suatu daerah hipodens relatif pada fase vena portal.THAD
juga dapat terjadi dalam kondisi tumor lain, seperti
cholangiocarcinoma perifer, dan neoplasma nonmalignan, seperti
hemangioma kecil. THAD dikaitkan dengan perubahan dalam suplai
darah ke hati, yang dapat terjadi dengan perkembangan pirau
arterioportal; perubahan perfusi berhubungan dengan trombosis vena,
kongesti, atau infiltrasi lemak pasca ablasi radiofrequency; dan di
lokasi di mana suplai darah tambahan hadir seperti segmen IV atau
fossa kandung empedu. Jika lesi memiliki bentuk wedge, memiliki
margin lurus, atau jika pembuluh yang normal dapat dilihat melewati
lesi, kemungkinan THAD nontumor menjadi lebih besar.Pembesaran
lobus kaudatus pada sirosis, dengan retraksi daerah lain, dapat meniru
pada pasien dengan karsinoma payudara metastatis ke hati yang sedang
menjalani kemoterapi.(5,6)
28
d. MRI
Magnetic Resonance Imaging menawarkan metode alternatif
pencitraan hati non-invasif berdasarkan karakteristik spesifik jaringan. MRI
juga memiliki kelebihan dalam pencitraan jaringan. Selain menunjukkan
perubahan morfologi pada sirosis, MRI cocok untuk evaluasi struktur
vaskular untuk patensi atau invasi tumor. gambar T1-weighted penting dalam
memberikan detil anatomi, dan gambar T2-weighted lebih sensitif dalam
mendeteksi lesi massa, karakteristik kista, dan hemangiomata. Teknologi
MRI terus berkembang pesat, dengan perkembangan teknik, seperti
penggunaan gradien-echo spin-echo (SE) cepat, dan urutan difusi-weighted,
yang memungkinkan akuisisi cepat dari gambar yang diperlukan dalam
hubungannya dengan penggunaan kontras paramagnetik. Pola tumor pasca
pemberian agen kontras gadolinium dimasukkan ke dalam kriteria LI-
RAD.(5,6)
29
setelah memasuki hati, terdistribusikan dari intravaskular ke ruang interstitial.
Agen-agen kini telah dikembangkan dengan karakteristik agen kontras
ekstraseluler dikombinasikan dengan karakteristik hepatosit-selektif. Agen
gabungan, seperti gadobenate dimeglumine dan asam gadoxetic, dapat
digunakan untuk pencitraan fase dinamis untuk deteksi lesi hati dan
karakterisasi dengan sensitivitas mirip dengan agen kontras ekstraseluler.(5)
Gambar 26. Seorang laki-laki 48 tahun dengan sirosis akibat infeksi hepatitis C dan
splenomegali. Sebuah scan MRI pregadolinium menunjukkan sebuah tumor isointense
5-cm x 6-cm dengan kapsul. Gambar fase arteri (b) menunjukkan peningkatan
kapsuler. Sebuah computed tomography (CT) scan (d-f) dari pasien yang sama
menunjukkan lesi dari dengan densitas sedikit lebih tinggi dari parenkim hati pada
gambar precontrast, diikuti oleh peningkatan minimal pada fase arteri (e) dan menjadi
lebih isodens dengan hati pada gambar fase vena Portal (f). Kedua, lesi yang lebih kecil
(lobus kanan, posterior) tidak jelas pada gambar pra atau fase arteri tetapi menjadi lebih
hipodens pada fase vena porta. (5)
30
gambar hati dari 33 pasien secara segmen demi segmen. Sebanyak 261 segmen,
termasuk 39 HCCA dan 21 metastasis, secara independen ditinjau oleh 3 ahli
radiologi. Agen hati yang lebih spesifik seperti gadobenate dimeglumine,
ferucarbotran, dan asam gadoxetic telah meningkatkan akurasi, kini dilaporkan
memiliki spesifisitas melebihi 95%.Namun, MRI masih memiliki keterbatasan
yang signifikan dalam spesifisitas deteksi tumor kecil, yang dengan
pengembangan lebih lanjut dari agen kontras spesifik jaringan mungkin dapat
diatasi.(5)
e. Pencitraan Nuklir
99m
Teknik pencitraan fungsional menggunakan koloid sulfur berlabel Tc
memberikan beberapa pencitraan dari fungsi hati. Agen diambil oleh sel
reticuloepithelial (RE), dan pergeseran koloid ke organ RE lainnya (sumsum
tulang, limpa) memberikan bukti langsung dari adanya hipertensi portal.
Selain itu, serapan heterogen memungkinkan pengenalan disfungsi hati yang
mendasari. Estimasi volumetrik hati dapat dibuat tetapi telah digantikan oleh
teknik pencitraan lain.(5)
Gambar 27. Seorang laki-laki berusia 56 tahun dengan sirosis sekunder akibat
penyalahgunaan alkohol. Koloid sulfur Technetium-99m (99mTc) (6 millicuries)
diberikan secara intravena. Gambar planar menunjukkan splenomegali tanpa defek
fokal. Sebuah Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
31
menunjukkan pergeseran radiokoloid ringan sampai limpa dan sumsum tulang, yang
mengindikasikan keberadaan "ringan" dari hipertensi portal. (5)
f. Angiografi
Angiography telah berevolusi dari modalitas invasif yang digunakan
dalam evaluasi diagnostik tumor dan komplikasi lain sirosis (dalam dekade
sebelum pengenalan modalitas pencitraan non invafsif) menjadi metode
pencitraan dengan intervensi dan terapeutik yang jauh lebih canggih.
Karakteristik angiografi dari sirkulasi hati pada sirosis dan vaskularisasi tumor,
termasuk demonstrasi dari karateristik pirau AV HCCA, didesripsikan beberapa
dekade yang lalu, dan pengetahuan tentang karakteristik ini sekarang
membentuk pondasi dari pemahaman kita tentang pencitraan hati dinamis
menggunakan USG, CT scan, dan MRI.Saat ini peranan diagnostic dari
angiografi telah disingkirkan oleh USG dan CT scan.(5)
32
Gambar 23. Penampilan khas sirosis (pada perempuan berusia 22 tahun) pada
angiografi. Injeksi trunkus celiaca menunjukkan arteri hepatika yang membesar,
cabang intrahepatik yang berliku-liku, dengan konfigurasi "pembuka botol".(3)
33
Gambar 28. Visualisasi indirek dari sistem vena porta dapat diperoleh dengan
injeksi arteri mesenterika superior dengan pencitraan tertunda. angiogram fase
vena ini menunjukkan kolateral menonjol dan opasitas samar (panah) dari vena
portal.(5)
Gambar 29. Tekanan wedge vena hepatika dapat diukur setelah kateterisasi
langsung dari vena hepatika, dengan penyumbatan sementara vena dengan balon.
Dalam penelitian ini, tekanan wedge vena hepatika adalah 20 mmHg, tekanan
vena hepatika yang normal adalah 8 mmHg, tekanan atrium kanan adalah 4-8
mmHg, vena cava inferior pada tingkat hati adalah 8 mm Hg, dan vena cava
inferior di bawah hati adalah 9 mm Hg. Gradien tekanan adalah perbedaan antara
tekanan atrium kanan dan tekanan wedge vena hepatika.
34
II.7. Diagnosis Banding
Abses hati
Abses hati yang belum diobati dindingnya rata, bagian dalam abses
biasanya reolatif hypoechoic yang menunjukkan bahwa isinnya cair. Tetapi
mungkin terdapat abses yang isinya kelihatan hyperechoioc atau dengan
”multiple echo level” bila nanahnya masih kental yang sering dikelirukan
sebagai abses ganas. Untuk membedakan dengan tumor yang solid kita lihat
adanya acoustic enhancement yaitu warna keputihan dibawah massa yang
menunjukkan bahwa massa tersebut cair dan meneruskan suara dengan baik.
Sedangkan bila massa itu solid justru akan terlihat acoustic shadow yaitu warna
kehitaman dibawah massa. Abses yang isinya hyperechoic sering juga
dikelirukan sebagai massa padat dan didiagnosa sebagai hepatoma. Kadang-
kadang memang sulit dibedakan. Dalam hal ini seringkali kita memberi terapi
abses dengan anti amuba dan antibiotik dan setelah beberapa hari dilakukan
USG ulang. Bila memang abses isinya menjadi lebih hypoechoic karena
cairannya lebih encer.(18,19)
(18,19)
35
Lymphoma maligna pada hati :
Lymphoma maligna primer dihati relatif jarang dijumpai. Tetapi bila ada
gambaran yang khas yaitu gambaran hypoechoic yang uniforum jangan sampai
luput dari diagnosa, karena diagnosa itu sangat penting bagi klinisi terutama
untuk memutuskan dilakukan khemotherapi. Lymphoma maligna hati biasanya
multiple tetapi dapat juga single. Suatu hal yang khas pada lymphoma respon
terhadap khemotherapi cepat kelihatan.(18,19)
II.8. Tatalaksana
Usaha-usaha dalam manajemen CLD terutama adalah mengobati atau
mengendalikan penyebab dan mencegah timbulnya penyulit-penyulit.
Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan menghindari obat-obat dan
bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada
36
koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.(16)
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosisnya. Di masa datang,
menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik
akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata
bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik
yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki
efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A
juga dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang
dalam penlitian.(16)
37
Pada kodisi sirosis dekompensata, muncul keluhan asites, ensefalopati,
peritonitis dan lain-lain. Pada sirosis denganasites, tirah baring dan diawali diet
rendah garam merupakan terapi awalnya. Konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic.
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam
dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg
setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic
adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka
pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah,
serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari. Awal pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1
kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat
bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160
mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 liter dan harus dengan pemberian albumin.(16)
38
dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang berlebihan, penanganan
secara konservatif dapat dilakukan berupa ritriksi cairan, garam, potassium dan
protein serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoksik.(16)
II.9. Prognosis
39
BAB III
KESIMPULAN
40
DAFTAR PUSTAKA
41
16. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati
S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006. p. 443-6.
17. Oxvord Medical Education. Chronic Liver Disease. Availabel at
:www.oxfordmedicaleducation.com/gastroenterology/chronic-liver-disease-
cld-compensated/. Accessed on: December 15th, 2017
18. Zheng RQ, Wang QH, Lu MD, Xie SB, Ren J, Su ZZ, Cai YK, Yao JL. Liver
fibrosis in chronic viral hepatitis: An Ultrasonographic study. World J
Gastroenterol 2003; 9: 2484-2489.
19. Ong TZ, Tan HJ. Ultrasonography is not Realible in Diagnosing Liver
Cirrhosis in Clinical Practice. Singapore Med J 2003; 44: 293-295.
20. Sloane, E., 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku
Kedokteran (EGC). Jakarta.
42