Anda di halaman 1dari 31

ASKEP SEROSIS HEPATIS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati
diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul
kekacauan dalam susunan parenkim hati. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian
terbesar pada pasien yang berusia 45 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering
ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar
kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan
saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial
peritonitis serta hepatosellular carcinoma.
1.2 Rumusan Masalah
1.

Bagaimana anatomi dan fisiologi dari hati?

2.

Apa definisi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?

3.

Bagaimana etiologi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?

4.

Apa manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?

5.

Bagaimana patofisiologi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?

6.

Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik?

7.

Bagaimana penatalaksanaan dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?

8.

Apa saja komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?

9.

Bagaimana prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?

10. Bagaimana woc (web of caution) dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
11. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Menjelaskan anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis.

2.

Menjelaskan definisi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.

3.

Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.

4.

Menjelaskan manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.

5.

Menjelaskan patofisiologi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.

6.

Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma


hepatik.

7.

Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma


hepatik.

8.

Menjelaskan komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.

9.

Menjelaskan prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.

10. Menjelaskan WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.


11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
1.4 Manfaat
1.

Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis.

2.

Mengetahui dan memahami definisi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.

3.

Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.

4.

Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.

5.

Mengetahui dan memahami patofisiologi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma


hepatik.

6.

Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.

7.

Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.

8.

Mengetahui dan memahami komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.

9.

Mengetahui dan memahami prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.

10. Mengetahui dan memahami WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Hati
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada
bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar
terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di
bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar
difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah

posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan
diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligament
(Guyton, 2000).
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1
sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan
memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut
glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,
selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa.
Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida,
nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam
piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1.

Senyawa 4 karbon KETON BODIES

2.

Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

3.

Pembentukan cholesterol

4.

Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana
serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi,
hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg
membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end
product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan
sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung 584 asam amino
dengan BM 66.000
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing
menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan
katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan
ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun, obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai imun livers
mechanism.
8.
Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500
cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam
v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis,

pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,
shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah (Guyton, 2000).
2.2 Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan
proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit
hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat,
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer
dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita
jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak
berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson, 2001:445).
2.3 Etiologi Sirosis Hepatis
Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang di
timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi saluran
empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera
hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:
1.

Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol.
Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati.
Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang
sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan
peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.

2.

Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi, misalnya


untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan kerusakan hati yang
progresif dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati.

3.

Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur


beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi
besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada
hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi
yang berlebihan dari makanan.

4.

Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan
dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan imunitas pada PBC
menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu
dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu
menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung
unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus serta
produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah
hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua).

5.

Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali
ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu
yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran
empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang
menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.

6.

Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem
imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis
autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang
progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.

7.

Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) kekurangan


enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan
sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat
menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).

8.

Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum
pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung
kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian
utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum
dari penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).

2.4 Klasifikasi Sirosis Hepatis


Terdiri atas:
1.

Etiologi (dibahas di etiologi sirosis hepatis)

2.

Morfologi

Secara makroskopik sirosis dibagi atas:


Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul
halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm,
sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi
makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an makronodular.
Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya
juga bervariasi ada nodul besar di dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkim.
Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
Fungsional
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas:
1.

Kompensasi baik (laten, sirosis dini)

2.

Dekompensasi (aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)

Kegagalan hati/ hepatoselular


Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, gembung, mual, dll.
1)
Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas
2)
Eritema Palmaris
3)
Asites
4)
Pertumbuhan rambut berkurang
5)
Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
Sebagai tambahan dapat timbul:
6)
Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan factor hepatic
7)
Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor akibat ammonia dan produksi
nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
8)
Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/ defisiensi protombin
Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik karena mengurangnya
sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan
arteri hepatic ke system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa disebabkan satu factor saja misalnya
peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya. Biasa yang dominan adalah peningkatan
resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa:

1) Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik meningkat
tetapi tekanan portal intra hepatic normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan
meningkatnya aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfa.
2) Intrahepatik
a) Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
b) Sinusoidal (sirosis hati)
c) Post-sinusoidal (veno oklusif)
Biasa terdapat lokasi obstruksi campuran
3) Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufiensi trikuspidal (Sjaifoellah, 2000).
Dalam buku Mary Baradero 2008, sirosis hepatis diklasifikasikan menjadi 4, antara lain:
Sirosis Laennec :
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada awal tahap ini, hepar membesar dan
mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan nodular.
Sirosis Pascanekrotik:
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal dari hepatitis virus.
Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
Sirosis Bilier:
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koleduktus komunis (duktus sitikus).
Sirosis Cardiac:
Penyebabnya adalh gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).
2.5 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis
Pembesaran Hati ( hepatomegali ):
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati
tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen
dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada
selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan
berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
Obstruksi Portal dan Asites:
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh
obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif akan berkumpul dalam vena portal
dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan
asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Jarringjaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan,
yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh tubuh.
Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting)
darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin
plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia:
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama
vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai
fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati akan
menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta
kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang mencakup perilaku umum pasien,
kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1.

Mual-mual dan nafsu makan menurun

2.

Cepat lelah

3.

Kelemahan otot

4.

Penurunan berat badan

5.

Air kencing berwarna gelap

6.

Kadang-kadang hati teraba keras

7.

Ikterus, spider navi, erytema palmaris

8.

Hematemesis, melena

2.6 Patofisiologi Sirosis Hepatis


Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam
waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang
terjadi pada peminum alcohol aktif. Hal ini kemudian membauat hati merespon kerusakan sel tersebut
dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans,
dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut
sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memicu timbulnya jaringan
parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan
pada hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel
hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam
memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal.
Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak
vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati.
Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak
sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan menyebabkan
hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis (Sujono,
2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua factor
ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk bersamasama yang menghasilkan beban berlebihan pada system portal. Pembebasan system portal ini
merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular sehingga perfusi ginjal pun
mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat.
Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan
aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan lama-lama
menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati.
Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas
yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono, 2002).
2.7 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis
Pemeriksaan Diagnostik
1.

Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati

2.

Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin sebagai


factor predisposisi.

3.

Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus

4.

Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena portal

Pemeriksaan Laboratorium
1.

Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia.

2.

Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak
meningkat pada sirosis inaktif.

3.

Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.

4.

Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.

5.

masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.

6.

pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati
membentuk glikogen.

7.

Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti
HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.

8.

Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah
terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan
radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi
untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography
(ERCP) (Sjaifoellah, 2000).
2.8 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh, antasid
diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan
gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel
hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang
mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi asites dan
meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik
lainnya (Sjaifoellah, 2000).
Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1.

Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.

2.

Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000 kalori). Bila ada ascites
diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif,
diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).

Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet
hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh.
Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein
dalam darah visceral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein
yang cukup perlu diperhatikan.
1.

Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tiak
hepatotoksik.

2.

Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma amino esensial berantai cabang
dan glukosa.

3.

Roboransia. Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makan-makanan yang mengandung


alkohol.
Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:

1.

Istirahat dan diet rendah garam.

2.

Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila
setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.

3.

Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.

4.

Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau
keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan
dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :


1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah
dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
a) kombinasi IFN dengan ribavirin
b) terapi induksi IFN
c) terapi dosis IFN tiap hari
1) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg
perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untukjangka waktu 24-48 minggu.
2) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit
setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48
minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
3) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap
hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti ;
1. Asites
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic (Brunner & Suddarth, 2008).
2.9 Komplikasi Sirosis Hepatis
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul
varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul
perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis
biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna
kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita
Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED
pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62%
disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum

Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum.
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum
primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan
elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya
pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada
keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh
sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak
yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea
lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan
dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi
pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 %
penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis
terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita
sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang sering timbul pada penderita
sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,
glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi
(Sujono, 2002).
2.10 Prognosis Sirosis Hepatis
Sampai sat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hepatis revesible. Sirosis yang disebabkan
hemokromatosis dan penyakit Wilsons ternyata pada proses penyembuhan timbul regresi jaringan
ikat. Sirosis karena alcohol prognosisnya baik bila pasien berhenti minum alcohol.
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal penyakit ini
dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Secara klasifikasi child yang dikembangkan maka
keadaan di bawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis.
1.

Ikterus yang menetap atau bilirubin daerah > 1,5 mg%.

2.

Asites refrakter atau memerlukan diuretic dosis besar.

3.

Kadar albumin rendah (<2,5 g%)

4.

Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatic spontan tanpa factor pencetus luar. Gagal hati
tanpa factor pencetus luar mempunyai prognosis lebih jelek dari pada yang jelas factor
pencetusnya.

5.

Hati mengecil

6.

Pendarahan akibat pecahnya varises esophagus.

7.

Komplikasi

8.

Kadar protombin rendah.

9.

Kadar natrium darah yang rendah (<120 meq/l), tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg.

10. CHE rendah, sedian biopsy yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit peradangan.

Peradangan tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatosesular, beratnya hipertensi


portal dan timbulnya komplikasi lain. Penyebab kematian 500 kasus sirosis hati (heterogen,
Kopenhagen) adalah sebagai berikut
43% Penyebab kematian di luar hati
22% oleh kardiovaskuler
9% keganasan ekstra hepatik
7% infeksi
5% di luar hati lainnya
57% penyebab kematian pada hati.
13% kegagalan hati disertai pendarahan saluran cerna
14% pendarahan saja
4% kanker hati primer/hepatoma
2% hati lainnya (Marry, 2008)
2.12 Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Identitas Klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
Riwayat Sakit dan Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang:
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan
prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan
dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai
pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam
status jasmani serta rohani pasien. Selain itu apakah pasien memiliki penyakit hepatitis, obstruksi
empedu, atau bahkan pernah mengalami gagal jantung kanan.
Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau
yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi,ginjal yang ada dalam
keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
Riwayat Tumbuh Kembang:
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat
mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir
premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan
dengan riwayat tumbuh kembang.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit
hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu
peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan
psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,karena pada pasien
dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil,
menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya.
Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema,gangguan integument, dan terpasangnya
alat-alat invasive (seperti infuse, kateter).Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan
tanggungjawab keluarga, danperubahan status financial
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kakiTD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang
merupakan tolak ukur dari keadaan umumpasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dan lebihfocus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan
menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan
BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi
cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi,
sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.

1.

Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis,
tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati
tumpul dan ada nyeri tekan padaperabaan hati.

2.

Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :-Schuffner, hati membesar ke
medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.

3.

Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites,
manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher,
dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya
eritema palmaris, ginekomastiadan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid

Metabolism steroid seks pria (esterogen, progesterone, testoteron) menurun, akibatnya sifat-sifat
kepriaan menurun diganti sifat-sifat kewanitaan karena estrogen meningkat. Pada wanita, sifat-sifat
kewanitaan menurun karena testoteron meningkat.
4. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1.

B1 (Breathing) : sesak, keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan asites.


1.

B2 (Blood)
: pendarahan, anemia, menstruari menghilang. Obstruksi pengeluaran
empedu mengakibatkan absorpsi lemak menurun, sehingga absorpsi vitamin K
menurun. Akibatnya, factor-faktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan
pendarahan. Produksi pembekuan darah menurun yang mengakibatkan gangguan
pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami pendarahan dan mengakibatkan
anemia. produksi albumin menurun mengakibatkan penurunan tekanan osmotic koloid,
yang akhirnya menimbulkan edema dan asites. Gangguan system imun : sistesis
protein secara umum menurun, sehingga menggangu system imun, akhirnya
penyembuhan melambat.

2.

B3 (Brain)
: Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat kesadaran
pasien dari sadar tidak sadar (composmentis coma) untuk mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya
membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya
dengan adanya anemia menyebabkan pasokanO2 ke jaringan kurang termasuk pada
otak.

3.

B4 (Bladder)
: urine berwarna kuning tua dan berbuih. Bilirubin tak-terkonjugasi
meningkat bilirubin dalam urine dan ikterik serta pruritus

4.

B5 (Bowel)
: anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Vena-vena gastrointestinal
menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi gastrointestinal terganggu. Sintetisb asam
lemak dan trigliserida meningkat yang mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya
menjadi hepatomegali : oksidasi asam lemak menurun yang menyebabkan penurunan
produksi tenaga. Akibatnya, berat badan menurun.

5.

f.
B6 (Bone)
: keletihan, metabolism tubuh meningkat produksi energy
kurang. Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan glikoneogenesis meningkat yang
menyebabkan gangguan metabolisme glukosa. Akibatnya terjadi penurunan tenaga
(Marry, 2008).

Masalah Keperawatan yang Muncul


Data subjektif
1.

Keluahan : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen.

2.

Kulit, selaput lender, sclera : kekuning-kuningan, gatal, urine berwarna kuning tua dan berbuih.

3.

Kebiasaan : merokok, minum alcohol, obat-obatan terlarang, dan sebagainya.

4.

Seksualitas : impoten, libido menurun, menstruasi menghilang.

Data objektif
1.

Tanda vital tekanan darah menunjukkan tekanan darah ortostatik.

2.

Kulit dan skelra : ikterik, petekie, hematoma, luka bekas garukan, spider angioma, eritema
palmar, edema, ginekomastia.

3.

Abdomen : gerakan paristaltik (auskultasi), distensi abdomen, nyeri tekan, pembesaran hepar
dan limpa, asites, dilatasi vena pada abdomen (kaput medusea).

4.

Neuromuscular : pengecilan otot-otot, koorsinasi berkurang, tremor, perubahan orientasi.

Diagnosa Keperawatan
1.

Ketidakefektifan pola nafas berbubungan dengan keterbatasan ekspansi dada karena


hidrotoraks dan ascites.

2.

Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).

3.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan karena aldosteron menigkat, dan
tekanan osmotic koloid menurun.

4.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti ikterik, asites, edema,
ginekomastia.

5.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus.

6.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia akibat hipoventilasi.

7.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan metabolisme tubuh meningkat sehingga


produksi energi kurang, anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

8.

Perdarahan berhubungan dengan penurunan absorbsi vit. K dan terjadinya hemoroid.

9.

Anemi berhubungan dengan perdarahan dan gangguan produksi sel darah merah akibat
splenomegali.

10. Perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan kadar amonia serum.
11. Nyeri berhubungan dengan peningkatan trigliserida yang mengakibatkan hepatomegali.
12. Potensial infeksi berhubungan dengan perubahan metabolism protein, fungsi fagosit hepar
lumpuh, kurangnya leukosit (akibat splenomegali).
13. Gangguan harga diri berhubungan dengan terjadinya amenore.

Intervensi Keperawatan
1.

Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas berbubungan dengan keterbatasan


ekspansi dada karena hidrotoraks dan asites.

Tujuan
: Pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil
: Bebas dispnea dan sianosis, GDA dalam rentang normal, pola nafas efektif,
kapasitas vital alam rentang normal.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.
Mungkin perlu mengobati/mencegah hipoksia. Bila
pernapasan/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi
mekanik sesuai kebutuhan.
Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat
Penanganan ascites; istirahat dan diet rendah
mengatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa
garam.
spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4
hari tidak terdapat perubahan.
Mandiri
Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi
miring.
Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya
pernafasan.
Selidiki perubahan tingkat kesadaran

Memudahkan pernafasan dengan menurunkan


takanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran
aspirasi secret.
Pernafasan dangkal cepat/dispnea mungkin ada
sehubungan dengan hipoksia dan atau akumulasi
cairan dalam abdomen.
Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia
dan gagal pernafasan yang sering disertai koma
hepatik.

2.Diagnosa keperawatan : Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil
: Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut (mata tidak cowong, turgor kulit
baik, tidak terjadi anemia), menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan
nilai laboratorium normal.
Intervensi
Kolaborasi
Konsul denga ahli diet untuk emberikan diet tinggi
dalam kalori dan karbohidrat sederhana, rendah
lemak dan tinggi protein sedang; batasi natrium
bila perlu. Berikan tambahan cairan sesuai indikasi.

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa


serum, albumin, total protein, amonia

Berikan obat sesuai dengan indikasi: Tambahan


vitamin, thiamin, besi, asam folat

Rasional
Kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang
pemasukannya dibatasi, karbohidrat memberi
ennergi siap pakai. Lemak sulit diserap. Protein
diperlukan untuk menurunkan edema dan
meningkatkan regenerasi sel hati. Catatan: Protein
dan makanan tinggi ammonia dibatasi bila kadar
ammonia meninggi atau pasien mempunyai tanda
klinis ensefalopati hepatic.
Glukosa menuurn karena gangguan glikogenesis,
penurunan simpanan glikogen, atau masukan tak
adekuat. Protein menurun karena gangguan
metabolism, penurunan sintesis hepatic, atau
ascites. Peningkatan kadar ammonia perlu
pembatasan masukan protein untuk mencegah
komplikasi serius.
Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin
A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan
besi dan asam folat yang menimbulkan anemia.

dan Enzimpencernaan

Dan meningkatkan pencernaan lemak dan dapat


menurunkan diare.
Untuk menghilangkan mual atau muntah dan
dapat meningkatkan pemasukan oral.

Pemberian antiemetik
Mandiri
Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan
diet.
Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Bantu dan dorong pasien untuk makan; jelaskan
alasan tipe diet. Beri pasien makan bila pasien
mudah lelah, atau biarkan orang terdekat
membantu pasien. Pertimbangkan makanan yang
disukai.
Dorong pasien untuk makan semua makanan atau
makanan tambahan.
Berikan makanan halus, hindari makanan kasar
sesuai indikasi.

1.

Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan


dengan status uremik.
Memberikan informasi tentang kebutuhan
pemasukan atau defisiensi.
Diet yang tepat penting untuk penyembuhan.
Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga
terlibat dan makanan yang disuka sebanyak
mungkin.
Pasien mungkinmencungkil atau hanya makan
sedikit gigitan karena kehilangan minat pada
makanan dan mengalami mual, kelemahan
umum, malaise.
Perdarahan dari varises esophagus dapat terjadi
pada sirosis berat.

Diagnosa keperawatan : Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan retensi cairan
karena aldosteron menigkat, dan tekanan osmotic koloid menurun.

Tujuan

: Mengurangi retensi cairan dalam area ekstravaskuler


Kriteria hasil
: Volume cairan stabil, keseimbangan pemasukan dan pengeluatan, tidak
ada edema, berat badan stabil, tanda vital dalam raentang normal.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Berikan albumin bebas garam atau plasma
Albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan
ekpander sesuai indikasi.
tekanan osmotic koloid dalam kompartemen
vaskuler, sehingga meningkatkan volume sirkulasi
efektif dan penurunan terjadinya asites.
Berikan obat sesuai indikasi : diuretic, contok
(aldakton) : furosemid (lasix)

Mandiri
Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan
positif (pemasukan melebihi pengeluaran).
Timbang berat badan tiap hari, dan catat
peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
Ukur lingkar abdomen.

Digunakan untuk mengontrol edema dan asites.


Menghambat efek aldosteron, meningkatkan
ekskresi air sambil menghemat kalium, bila terapi
konservatif dengan tirah baring dan pembatasan
natrium tidak mengatasi.
Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya
perbaikan pindahan cairan, dan respon terhadap
terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat
badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
Menunjukkan akumulasi secret (asites) diakibatkan
oleh kehilangn protein plasma/cairan kedalam area
peritoneal.
Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk
diuresis.

Dorong untuk tirah baring bila ada asites.

4. Diagnosa keperawatan : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti
ikterik, asites, edema, ginekomastia.
Tujuan
: Mempertahankan koping yang efektif.
Kriteria hasil
: Pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada,
mengidentifikasi perasaan dan metode koping persepsi diri negatif.

Intervensi
Kolaborasi
Rujuk ke pelayanan pendukung, contoh konselor,
psikiatrik, pelayanan social, pendeta, atau
program pengobatan alcohol.

Rasional
Peningkatan kerentanan atau maslah sehubungan
dengan penyakit ini memerlukan sumber
professional pelayanan tambahan.

Mandiri
Diskusiskan situasi/dorong pernyataan
takut/masalah. Jelaskan hubungan antar gejala
dengan asal penyakit.

Pasien sangat sensitive terhadap perubahan tubuh


dan juga mengalami perasaan bersalah bila
penyebab berhubungan dengan alcohol 80% atau
penggunaan obat lain.
Pemberi perawatan kadang-kadang memungkinkan
penilaian perasaan untuk mempengaruhi
Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan
perawatan pasien dan kebutuhan untuk membuat
dengan positif, perilaku bersahabat.
upaya untuk membantu pasien merasakan nilai
pribadi.
Pasien dapat menunjukkan penampilan kurang
Bantu pasien atau orang terdekat untuk
menarik sehubungan dengan ikterik ascites, area
mengatasi perubaha pada penampilan; anjurkan ekimosis. Memberikan dukungan dapat
memakai baju yang tidak menonjolkan gangguan meningkatkan harga diri dan rasa kontrol.
penampilan contoh menggunakan pakaian merah,
biru, hitam.
5. Diagnosa keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus.
Tujuan
: Mengurangi kerusakan kulit.
Kriteria hasil
: Mempertahnkan Integritas kulit, menunjukkan perilaku/teknik untuk
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Batasi natrium seperti yang diresepkan
Meminimalkan pembentukan edema.
Berikan perhatian dan perawatan yang cermat
Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu
pada kulit.
suplai nutrien dan sangat rentanterhadap tekanan
serta trauma.
Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
Meminimalkan tekanan yang lama dan
meningkatkan mobilisasi edema.
Tinggikan ekstremitas bawah.
Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
edema pada ekstremitas.
Lakukan latihan gerak secara pasif atau aktif
Meningkatkan sirkulasi dan perbaikan atau
Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, mempertahankan mobilitas sendi.
maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan
trauma jika dilakukan dengan benar.
Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara melakukan
evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita
jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak
berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).
Ensefalopati hepatic merupakan sindrom neuropsikiatrrik pada penderita penyakit hati berat. Sindrom
ini ditandai dengan keekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis
(Price et al, 1995).
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot.Dengan demikian, diharapkan
cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah
jatuh pada keadaan koma.
4.2 Saran

Dari kedua kasus diatas yaitu sirosis hepatis dan enselopati hepatic merupakan suatu keadaan
masalah kesehatan yang sangat kompleks. Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu menerapkan
pola suhan keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, mary. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Penerbit buku kedocteran egc.
Jakarta.
Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive outcome. St.Louis :
Elvier Saunders
Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition. Philadelpia:
Lippincott William & Wilkins
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana
asuhankeperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:
PenerbitBuku Kedokteran (EGC
Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby
McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). USA: Mosby
Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic encephalopahaty and
chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses pada tanggal 3 OKTOBER 2011
dari : http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestiveKrenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3 Oktober 2011.
Dari: http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis prose

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Serosis Hepatis Pada Tn.MS di Ruang IR


Sumber : Studi Kasus Pasien di RSCM Jakarta
Ditulis oleh : SUNARDI
I. RIWAYAT SINGKAT PASIEN
Nama: Tn.MS, Umur: 41 Tahun, Alamat : Jl.Cidodol No.34-Grogol selatan Kebayoran lama-Jaksel, Agama:
Islam, Pendidikan: SMP, Pekerjaan: Buruh, Status perkawinan : Kawin, Suku: Jawa barat, Tanggal MRS: 22
Desember 2006 (Jam 03.00), Pengkajian: 22 Desember 2006 (Jam 09.00), Diagnosa masuk: Hematomesis Melena
Gangguan fungsi hati (serosis hati).
Sehari sebelum masuk rumah sakit pasien muntah darah (100cc), pusing disertai mual dan nyeri
perut dan sudah beberapa hari Bab warna kehitaman. Pasien mengatakan punya riwayat penyakit
kuning 6 bulan yang lalu dan dirawat di RS cilegon dan diajurkan untuk dirawat lebih lanjut ke
RSCM tetapi pasien belum mau dan saat itu bab juga kehitaman, pasien mempunyai riwayat
penyakit kuning dan Hepatitis B satu tahun lalu, Hipertensi tidak ada, DM tidak ada. Pasien
mengatakan sering minum jamu dan obat-obatan dari warung dan ada riwayat minum-minuman keras (alkohol).
Pada saat pengkajian pasien masih mengeluh nyeri, mual, perut masih terasa begah, muntah masih ada 2 x,
terpasang NGT keluar cairan kehitaman 500 cc, Bab masih kehitaman, nyeri tekan pada daerah epigastrum. TD:
100/80, Suhu: 37.5,RR: 24 x/mnt, Nadi 100 x/mnt ireguler, Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: SGOT/SGPT
meningkat, Hipoalbumin, Trombositopenia, anemia, ECG kesan AF rapid respon ireguler, RO thorak CTR > 50%.
Hasil USG Hepar: Kesan Serosis hati dengan hipertensi portal, Acites (+).saat ini BB: 69 Kg, TB: 167 Cm, LLA:27
cm.
Terapy: IVFD NaCl 0,9%/8 jam, TE 1000/12 jam, Sementara puasa sampai spooling hasil jernih, Klisma, Omeprazol
inj 2x40 mg, Vit K inj 3x1 ampl, Lactolac 3x CI, Sucralent 3 x CI. (Hasil Pengkajian terlampir).
II. PATOFISIOLOGI
Sirosis hati
Sirosis hati adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distori arsitektur hati yang normal, penyakit ini ditandai
oleh adanya peradangan difus dan manahun pada hati, dikuti oleh proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Walaupun etiologi dari berbagai
bentuk sirosis tidak dimengerti dengan baik, ada tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus yaitu sirosis
Laennec, postnekrotik dan biliaris, dan ada beberapa penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis
antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatitis, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika,
penyakit Wilson, hemokromatosis, zat toksik dan lainnya.
Bila melihat manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Tn.MS bahwa sirosis
hati yang terjadi dapat digolongkan sirosis Laennec (postal). Sirosis ini juga disebut dengan sirosis alkoholik, portal,
dan sirosis gizi merupakan pola sirosis yang berbeda yang dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol kronik,
efek toksik alkohol pada hepar menyebabkan perubahan yang sangat bermakna pada struktur dan fungsi sel-sel
hepar. Perubahan ini ditandai dengan inflamasi dan nekrosis sel hepar dapat secara lokal maupun menyebar.
Simpanan lemak dalam sel-sel parenkim dapat terlihat pada fase awal. Penyebab perubahan lemak ini tidak jelas
dimungkinkan ada perubahan fungsi enzim yang berhubungan dengan metabolisme lemak secara normal.
Pelebaran sel-sel lemak menyebabkan tekanan pada lobus hepar, yang mengarah pada peningkatan tekanan aliran
darah. Terjadi hipertensi sistem portal, dengan tekanan balik yang cukup pada sistem portal, terjadi sirkulasi kolateral
dan memungkinkan darah mengalir dari intestin langsung ke vena kava. Peningkatan aliran darah ke vena esovagus;
vena lambung, varises lambung; pada limpa, splenomegali dan pada vena hemoroid.
Nekrosis diikuti oleh regenerasi dan jaringan fibrosa yang terbentuk merusak bentuk normal lobus hepar. Perubahan
fibrotik ini tidak dapat kembali normal dan mengakibatkan disfungsi hepar kronis dan akhirnya gagal hepar.
Pengkajian
Untuk pengkajian di ruang IRNA B Lt. IV kanan menggunakan format pengkajian yang telah disediakan, dengan
memberikan cek list pada hasil pengkajian yang sesuai.(hasil pengkajian terlampir)
Dibawah ini merupakan ringkasan dari pengkajian yang dilakukan pada Tn.MS.
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: pasien mengeluh perut terasa mual dan muntah darah 1 hari SMRS.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Sehari sebelum masuk RS pasien muntah darah 1x keluar muntah sebanyak 100cc,
pusing, mual dan nyeri perut, bab warna kehitaman
c. Riwayat kesehatan yang lalu dan keluarga: pasien mengatakan punya riwayat penyakit kuning 6 bln yang lalu dan
dirawat di RS Cilegon dan dianjurkan ke RSCM tetapi pasien belum mau saat itu, pasien mengatakan pernah sakit

hepatitis, riwayat minum jamu tradional (bungkusan) dan obat warung , juga minum alkohol (minum-minuman keras),
riwayat kesehatan keluarga: menurut pasien keluarga tidak ada yang sakit seperti pasien, HT, DM ataupun penyakit
lain.
d. Riwayat Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas

Sebelum MRS

MRS

Makan 3 kali sehari


Jenis nasi biasa 1/2 - 1
piring / makan
1. Pemenuhan Nutrisi
- Cairan

Kesulitan tidak ada


Minum : 2000 - 2500 cc / hari

Pasang NGT - puasakan sampai hasil


spooling jernih

Jenis : air putih, teh, kopi,


ramuan jamu
Volume tidak teridentifikasi
Warna kuning jernih
2. Pemenuhan
eliminasi

Frekwensi 15-17/24 jam,


kesulitan tidak ada
BAB : Frekwensi 1 hari

1000 cc / jam warna kuning kemerahan,


kesulitan tidak ada
Belum BAB, kehitaman lunak, tidak ada
kesulitan dan rasa sakit saat BAB.

Warna : kuning, konsistensi


lunak, Kesulitan tidak ada
Jumlah 6-7 Jam
Siang jarang tidur
3. Tidur - istirahat

Malam 6-7 jam

7-8 jam, siang 1-2 jam


malam : 6 - 7 jam sering bangun karena perut
terasa tidak enak (begah)

Kesulitan : Tidak
4. Aktivitas

Duduk-duduk di rumah bila


tidak ada kerjaan

Ku lemah, bedrest TT

Kebiasaan merokok +
5. Ketergantungan

Penggunaan obat bebas +


Jamu +, olahraga/gerak
badan - , sangat kurang

Tidak ada masalah yang bertentangan,


pasien dapat mengikuti asuhan keperawatan
dengan baik

e. Data Psikologis, sosiologi dan spiritual

Saat pengkajian belum semua terkaji dengan lengkap, yang hanya bida dilihat yaitu pasien terlihat gelisah.

Tingkat ketergantungan pasien hanya sebagian pasien dapat melakukan pemenuhan sehari-hari yang
ringan.(minum, makan)

2. Pemeriksaan Fisik

a. Status kesehatan umum , Ku lemah, kesadaran CM, TTV: tekanan darah 100/60 mmHg, suhu tubuh 3750C,
pernapasan 24X/menit, nadi 100X/menit (regular), BB: 69, TB: 167, LILA : 27 cm.
b. Kepala, Normo cephalic, simetris, pusing, benjolan tidak ada. Rambut tumbuh merata dan tidak botak, rambut
berminyak Tidak rontok
c. Muka, Simetris, odema , otot muka dan rahang kekuatan normal, sianosis tidak ada
d. Mata, Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor sclera agak ikterus (-/ -), reflek cahaya
positif. Tajam penglihatan menurun.
e. Telinga, Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal, pasien tuli sejak 3 tahun lalu
karena kecelakaan, suara terdengar samar-samar, pasien memakaialat Bantu dengar.
f. Hidung, Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada.
g. Mulut, Bau mulut , stomatitis (-), lidah merah merah mudah, kelainan lidah tidak ada. Terpasang NGT, bibir
tampak kering dan pucat.
h. Leher, Simetris, kaku kuduk tidak ada, pembesaran vena jugularis 5-3 cm H2O.
i. Thoraks, Paru: Gerakan simitris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi resonan, rhonchi -/-,
wheezing -/-, vocal fremitus dalam batas normal. Jantung: Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-),
mumur (-). capillary refill 2 3 detik
j. Abdomen, Bising usus +, tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepar tidak teraba,
asites (+). Mengeluh perut terasa mual dan begah., nyeri tekan daerah epigastrum.
k. Inguinal - Genitalia - Anus , Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembulu limfe tidak ada,
tidak ada hemoroid, tidak ada keluhan saat bak maupun bab.
l. Ekstrimitas , Akral hangat, kekuatan 5/5, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-, capillary refill 2 detik, abses tidak
ada, reflek patella N/N, achiles N/N. pembuluh darah perifer : radialis (+/+), femoralis (+/+), poplitea (+/+), tibialis
posterior (+/+), dorsalis pediss (+/+).
m. Sistem integument , Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, rambut hitam dan berminyak ,
tidak botak, perubahan warna kulit tidak ada, edema tidak ada
3. Pemeriksaan Penunjang
DARAH
RUTIN (20/12/2006)
Hb
: 9.0
Hematokrit : 27
Leukosit : 10.100
Trombosit : 117.000
MCV
: 84
MCH
: 26
MCHC
: 34
PT
: 18.0
PT Kontrol : 11.7
APTT
: 42.5
APTT control : 36.3

KIMIA DARAH (20/12/2006)


Ureum darah : 57
Kreatinin : 0.8
SGOT : 57
SGPT : 57
Protein total : 4,6
Albumin : 3,2
Globulin : 1,4
Bilirubin total : 2,7
Bilirubin direk : 0,6
Bilirubin indirek : 2,1
GDS : 157
Elektrolit
Na : 142
K : 4.1

Cl : 110
RUTIN (21/12/2006)
Hb :8.8
Hematokrit : 26
Leukosit : 9.200
Trombosit : 101.000
MCV : 85
MCH : 29
MCHC : 34
ECG (21/12/2006)
Kesan: tachikardia, AF, ireguler

KIMIA DARAH (22/12/2006)


Hb : 9.2
Hematokrit : 27
Leukosit : 6.700
Trombosit : 70.000
MCV : 85
MCH : 28
MCHC : 34
RO THORAX (21/12/2006)
Kesan: CTR > 50%,infiltrate tidak ada

Semua data penunjang dari tanggal 20 sampai 22 dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan diagnosa, walupun
pada saat pengkajian yaitu tanggal 22 desember 2006 ada beberapa hasil laboratorium darah sudah menunjukan
perbaikan disamping juga masih ada yang dibawah normal.
4. Terapi
IVFD NaCl 0,9%/8 jam, TE 1000/12 jam, Sementara puasa sampai spooling hasil jernih, Klisma, Omeprazol inj 2x40
mg, Vit K inj 3x1 ampl, Lactolac 3x CI, Sucralent 3 x CI.
Pada saat melakukan pengkajian semua hal yang menjadi fokus pengkajian dapat dilakukan dengan baik, tetapi
masih terdapat beberapa hambatan.
1. Hambatan
Dalam menggunakan format tersebut untuk mengkaji pasien Tn.MS dengan Sirosis Hepatis dan Hemetamisis
melena perawat mengalami kesulitan, hal ini disebabkan karena;

Format pengkajian sangat umum, tidak spesifik pada gangguan sistem pencernaan dan hepatologi terutama
untuk mengkaji pasien dengan sirosis hati dengan hematomisis melena.

Format pengkajian yang tidak menyediakan ruang untuk menjelaskan spesifikasi hasil pengkajian.

Format pengkajian telah memuat hasil pemeriksaan penunjang tetapi ruang yang disediakan sangat sempit
sehingga tidak memadai pada kasus Tn.MS, dimana hasil pemeriksaan penunjang cukup banyak. Dan
dapat berpengaruh pada penentuan Diagnosa keperawatan.

2. Rasional Pengkajian
Pengkajian yang seharusnya dilakukan pada Tn.MS dengan Sirosis hati adalah sebagai berikut:
Riwayat keperawatan :
Beberapa riawayat yang berhubungan dengan riwayat keperawatan dan kesehatan sangat perlu dikaji untuk
mengetahui perjalanan penyakit dan bagaimana penanganan yang telah dilakukan keluarga. Riwayat-riwayat
keperawatan tersebut, meliputi:
a. Riwayat kesehatan masa lalu dan riwayat saat ini.
Perlu dikaji karena sangat berhubungan pada kesehatan pasien saat ini, apakah pasien pernah dirawat dengan
penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga
menyebabkan/berhubungan dengan penyakit cirosis hepatis, karena cirosis hepatis merupakan penyakit kelainan
hati dari komplikasi pada sakit hati primer yang sebelumnya telah ada. Sedangkan riwayat kesehatan saat ini
merupakan keluhan utama pasien saat ini, mengapa pasien masuk Rumah sakit dan apa keluahan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang

menyebabkan cirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting
dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
c. Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat menjadi
mempengaruhi keadaan penyakit seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature,
kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh
kembang.
d. Riwayat Sosial
Keadaan sosial dan ekonomi berpengaruh, apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah
mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi prilaku pasien yaitu
peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat
e. Riwayat Psikologi dan riwayat sehari-hari
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis
berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hati
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan
letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari
edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan
gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, &
Dirksen, 2000). Walaupun dalam format pengkajian ceklist yang ada terbatas isinya, paling tidak memberi peluang
untuk dapat menanyakan halhal yang berkaitan dengan psikologis dan kebiasaan sehari-hari.
Pada pasien Tn.MS tidak ditemukan adanya data-data gangguan psikologis, pasien menyadari dirinya sedang sakit
dan membutuhkan perawatan. Pasien belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang penyakit yang diderita saat
ini, pasien mengakui sering minum-minuman keras (alcohol), minum obat warung dan jamu. Prilaku sehari-hari yang
tidak sehat ini dapat menjadi pemicu timbulnya masalah pada pasien.
Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran umum dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar tidak sadar (compos mentis coma) untuk mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak
langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke
jaringan kurang termasuk pada otak.
b. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan
termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen,
limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan
BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam
tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan
Nutrisi yang dibutuhkan.
1). Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati
mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal/firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada
perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan
menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
2). Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara : - Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah
menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII) - Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah
saja. Pada pasien Tn.MS ditemukan pembesaran limpa (USG) hal ini menunjukkan adanya kelainan pada sistem
asesori pencernaan.
3). Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar
perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan
tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias
juga ditemukan hemoroid. Manifestasi klinis yang ada pada Tn.MS tidak banyak nampak seperti tanda diatas hanya
ada acites walaupun minimal (USG).
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1.

Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer/hipokrom makrositer,


anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang
selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik. Sedangkan pada pasien Tn.MS semua kondisi

tersebut dapat ditemui (hasil laboratorium terlampir). Sebagai indikasi adanya kelainan fungsi hepar.
2.

Kenaikan kadar enzim transaminase SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan
paremkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan
bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif. Pada pasien Tn.MS didapatkan
peningkatan SGOT/SGPT hal ini menjelaskan adanya adanya kelainan atau kekacaun fungsi hati yang
actual.

3.

Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang kurang/berkurang, dan juga globulin yang naik
merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress. Hal ini juga ditemukan pada
kasus Tn.MS.

4.

Pemeriksaan CHE (kolinesterase) Ini penting karena bila kadar CHE turun kemampuan sel hati turun,
tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek

5.

Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati,
kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.

6.

Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik
untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis. Pada kasus
Tn.MS terdapat pemanjangan pada nilai PT dan APTTnya sehingga hal ini dimungkinkan terjadi injuri atau
perdarahan baik disengaja/tidak.

7.

Peningggian kadar gula darah hati tidak mampu membentuk glikogen bila terus meninggi prognosis
jelek, pada kasus tidak ditemukan.

8.

Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk
menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah
telah terjadi transpormasi kearah keganasan. Pada kasus Tn.MS, pemeriksaan ini sudah dilakukan hasil
belum ada sampai tgl 28 desember 2006.

b. Pemeriksaan lainnya
1.

Radiologi dengan barium swallow dapat dilihat varises esophagus untuk konfirmasi adanya hipertensi
portal

2.

Esofaguskopi varises esophagus sebagai akibat komplikasi cirosis hati.

3.

Ultra sonografi mengetahui secara lengkap fisik hati dan bentuk permukaan dan lain-lain.pada kasus
Tn.MS jelas kesan adanya sirosis hati dengan hipertensi portal dan beberapa gambaran yang nampak pada
hasil USG hepar (terlampir)

4.

Radiografi Gastro intestinal bagian atas dilakukan pemeriksaan secara berseri pada esofagus atau gaster
atau ulserasi duodenum.

5.

Pemeriksaan angiografi untuk mengidentifikasi tempat perdarahan arteri yang nyata.

6.

CT scan untuk membantu mendeteksi ascites kecil yang memberikan informasi tentang volume dan
karakter dari kumpulan cairan.

7.

Radio isotof hati mengidentifikasi adanya massa pada hati.

8.

Biopsi jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan fibrosis sel hati,mengidentifikasikan adanya
sirosis.Pemeriksaan ini juga untuk mendiagnosa adanya tumor ganas dan infeksi pada hati.

Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan diatas dapat dijadikan rekomendasikan dalam berkolaborasi dengan
medis dalam menentukan tindakan dan prosedur apa yang tepat dan bermanfaat dalam penegakan diagnosa, agar
informasi/data yang didapat lebih valid.
Tetapi perlu juga dipertimbangan bahwa dalam memberikan rekomendasi dalam pemeriksaan penunjang harus
melihat kemanfaatan dan efektifitas dari perlunya pemeriksaan penunjang.
C. RENCANA ASUH KEPERAWATAN
Di ruang IRNA B IV kanan untuk pembuatan renpra sudah ada, dengan menggunakan cek list. Pada pasien sudah
dirumuskan rencana asuhan keperawatan dengan memunculkan empat diagnosa keperawatan. Renpra yang
digunakan pada Tn.MS telah sesuai dengan kasus yaitu Sirosis hepatic, sehingga masalah-masalah yang dapat
muncul pada pasien telah tercatat dalam renpra tersebut dan menjadi prioritas masalah keperawatan yang ditangani
pada saat itu, yaitu:

1.

Gangguan volume cairan; lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terganggunya mekanisme
pengaturan (penurunan plasma protein)

2.

Resiko gangguan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
(anoreksia,nausea/vomitus)

3.

Resiko tinggi injuri (perdarahan) berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah dan gangguan absorsi
vit K

4.

Terbatasnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai proses penyakit, prognosis dan


penatalaksanaannya berhubungan dengan terbatasnya informasi

Walaupun demikian masih terdapat beberapa hambatan:


1. Hambatan
a. Form renpra diruangan sudah ada berupa cheklist tetapi belum semua masalah ada dan sesuai dengan kasus,
masih terbatas.
b. Tidak tersedia form kosong renpra sehingga bila ada lembar renpra chek list yang tidak lengkap dapat
ditambahkan pada renpra berikutnya

2. Rasional Rencana Asuhan Keperawatan


Dari beberapa masalah yang timbul, telah ditegakkan diagnosa masalah keperawatan prioritas. Sesuai Prioritas
masalah yang ada maka disusun rencana asuhan keperawatan yang tepat dan dibawah ini merupakan rencana
asuhan keperawatan pada Tn.MS dan rasionalisasinya:
a. Gangguan volume cairan; lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terganggunya mekanisme pengaturan
(penurunan plasma protein)
Ditandai dengan; distensi vena jugularis 5 2 cmH2O, asites, balance cairan - 500 ml/24 jam, Ht : 23 %, RR : 24
X/menit. TD;100/70 mmHg, protein total 4,6 mmol, Cl;110, ketidakseimbangan elektrolit, Pasien mengatakan
perutnya membesar dan terasa begah, badan terasa lelah/lemas.
Tujuan: Pasien dalam status hidrasi yang adekuat, volume cairan seimbang.
Kriteria Hasil: Output urin sesuai berat badan ( 1-1.5ml/kg BB/jam), Bj urin ; 1.003 1.030, edema (-), asites (-),
Suara nafas bersih tidak ada ronchi, RR : 16 20 X/menit, TD ; 100/70 140/90 mmHg, nadi : 60 100 X/menit,
toleran terhadap aktivitas.Alb; 4 5 mg/dl, elektolit dalam batas normal.
Intervensi :
Monitor intake dan output cairan. Ukur kehilangan gastrointestinal dan perkirakan kehilangan tak kasat mata,
contoh; keringat dll.
Rasional: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, dan menentukan kebutuhan penggantian cairan dan penurunan
resiko kelebihan cairan bertambah.
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan dan diet.
Rasional: Peningkatan pemahaman dapat meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam program perawatan.
Tingkatkan dan dorong oral hygiene dengan sering.
Rasional: Kebersihan mulut yang baik dapat mengurangi kekeringan membran mukosa mulut, sehingga dapat
mengurangi rasa haus pasien (Smletzer & Bare, 2005).
Monitor edema, dan asites.
Rasional: Pasien sirosis hati mengalami retensi cairan dalam intravaskuler mengakibatkan tekanan darah meningkat
hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler mengakibatkan cairan intravaskuler shift ke
dalam ruang intertisial sehingga edema dapat kita jumpai pada pasien sirosis hati ( Lewis, Heitkemper, Dirksen,
2000).
Monitor peningkatan JVP, auskultasi bunyi jantung dan paru.
Rasional: karena retensi cairan menyebabkan jumlah cairan esktrasel meningkat. Hal ini akan meningkatkan beban
kerja jantung dan menimbulkan payah jantung kongestif, dengan manifestasi sesak nafas, batas jantung pada
perkusi melebar dan distensi vena jugularis (Smletzer & Bare, 2005).
Monitor BB tiap hari, dengan alat, waktu dan pakaian yang sama. Jika memungkinkan.
Rasional: Penimbangan berat badab harian adalah pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan berat badan lebih
dari 0.5 kg tiap hari diduga adanya retensi cairan. Bila terjadi peningkatan berat badan secara cepat maka diduga
terjadi retensi cairan, tiap kenaikan berat badan 1 kg sama dengan kelebihan cairan 1 liter (Price & Wilson, 2002).
Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah
Rasional: Penurunan kesadaran dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidak
seimbangan elektrolit, dan terjadinya hipoksia.
Kolaborasi :
Berikan plasma albumin (TE 3x 500 cc/8 jam) sesuai terapi
Rasional: Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik dan dapat terjadi perpindahan cairan, maka
perlu ditambah/diberikan cairan plasma yang idial.
Monitor hasil pemeriksaan ureum & kreatinin serum.
Rasional: Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi ginjal, meskipun kedua nilai mungkin meningkat.
Kreatinin adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak
dipengaruhi oleh hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan (Moore, 1996).
Monitor hasil pemeriksaan natrium, kalium serum.
Rasional: Hiponatremi dapat diakibatkan dari kelebihan cairan (dilusi) atau ketidakmampuan ginjal untuk menyimpan
natrium. Hiponatremi menunjukkan defisit cairan tubuh total. Kekurangan ekskresi ginjal dan atau retensi selektif
kalium untuk mengeksresikan kelebihan ion hidrogen (memperbaiki asidosis) menimbulkan hiperkalemia (Lewis,
Heitkemper, Dirksen, 2000).
Berikan Diuretik (furosemid 1 X 40 mg intravena (sesuai terapi)
Rasional: Untuk melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia, dan meningkatkan volume urin
adekuat (Aschenbrenner, Cleveland, & Venable, 2002).
Berikan obat inotropik positif (digoxin 1 x 25 mg)
Rasional: Untuk mengatasi kontraktilitas jantung yang tidak teratur dan meningkatkan TD (Aschenbrenner,
Cleveland, & Venable, 2002).

b. Resiko gangguan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat anoreksia,nausea/vomitus)
Ditandai dengan: mual, tidak nafsu makan, muntah, TB: 167 cm, BB: 69 kg, Hb : 9,2 gr/dl, GDS : 157 gr/dl.
Tujuan : Pasien dalam status nutrisi yang adekuat
Kriteria Evaluasi :BB stabil, tonus otot baik, hasil lab: Hb 10 14 gr/dl, GDS: 80-160 gr/dl, albumin: 4 5.5 mg/dl,
tidak ada tandatanda malnutrisi.
Intervensi :
Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia,dan ganggguan rasa) dan
pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar
kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara
periodik.
Anjurkan pasien untuk istirahat/bedrest
Rasional: Dimungkinkan dapat mengurangi dan menstabilkan kebutuhan nutrisi dan mengurangi tingkat energi yang
tidak diperlukan karena pasien dalam kondisi meningkat energinya dalam mengalami proses penyakit.
Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dnegan status uremik.
Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen
karet, penyegar mulut diantara makan.
Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu
menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam
asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan cultural.
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat
meningkatkan nafsu makan pasien.
Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak
Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami
gangguan sistem pencernaan.
Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti
garam yang tepat
Kolaborasi
Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan
pengendalian kadar glukosa darah
Pemasangan NGT
Rasional: Mempertahankan intake yang adekuat, dan menghindarkan terjadinya reaksi muntah yang berlanjut.
Berikan obat sesuai dengan indikasi:Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan
Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan
asam folat yang menimbulkan anemi. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
Kolaborasi pemberian antiemetik
Rasional: untuk menghilangkan mual/muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
c. Resiko tinggi injuri (perdarahan) berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah dan gangguan absorsi vit K
Ditandai dengan: Trombosit: 70.000 /dl, PT: 18, HB: 9,2 gr/dl, pasien mengeluh perut terasa begah, mual, bab
kehitaman
Tujuan: Injuri (perdarahan) dapat dicegah
Kriteria Hasil: TD dalam batas normal (90/60 120/80), pasien tidak mengeluh begah, tidak mual, bab tidak
kehitaman (dalam batas normal), PT: 11-13 dtk (dbn), Trombosit dalam batas normal
Intervensi:
Kaji tanda-tanda dan gejala perdarahan GI (mis:periksa semua skret yang keluar, obs warna feses, muntahan dan
cairan yang keluar dari NGT).
Rasional: Traktus GI (esophagus dan rectum) paling sering sebagai sumber perdarahan, Rektal dan vena esophagus
paling rentan untuk robek. Hasil obs warna feses/muntahan bila berubah kemerahan/kehitaman ada indikasi adanya
pertahanan.
Observasi adanya petekie, ekimosis dan perdarahan dari satu/lebih sumber dan bagian lain
Rasional: Terjadinya perdarahan sekunder terhadap gangguan factor pembekuan darah.
Monitor/Awasi tanda-tanda vital (nadi, TD, CVP bila ada).
Rasional: Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi.
Perhatikan perubahan tingkat kesadaran (Catat perubahan mental/tingkat kesadaran).
Rasional: adanya perubahan keasadaran menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral, sekunder terhadap

hivolemia, hipoksimia.
Hindari pengukuran suhu rectal, hati-hati memasukkan selang GI.
Rasional: Rektal dan esofagus paling rentan terjadi perdarahan karena mudahnya terjadi robek pada keduannya.
Dorong untuk menggunakan sikat gigi halus, hindari mengejan.
Rasional: Adanya gangguan factor pembekuan, trauma minimal dapat menyebabkan perdarahan mukosa.
Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama pada bagian bekas suntikan.
Rasional: Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan resiko perdarahan/hematom.
Hindarkan penggunaan produk yang menggunakan aspirin.
Rasional: Koagulasi memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan.
Kolaborasi :
Awasi Hb/Ht dan factor pembekuan darah.
Rasional: Indikator prdarahan aktif, anemia atau terjadinya komplikasi.
Berikan obat sesuai order (Vitamin K injeksi, Pelunak feses: lactural).
Rasional: Vit K dapat meningkatkan sintesis protrombin dan koagulasi bila hati berfungsi dan pelunak feses
mencegah mengejan dan resiko robekan vascular/perdarahan.
d. Terbatasnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai proses penyakit, prognosis dan penatalaksanaannya
berhubungan dengan terbatasnya informasi
Ditandai dengan: Pasien mengatakan masalahnya dan meminta informasi tentang penyakitnya, adanya pernyataan
miskomunikasi saat dirawat di RS sebelumnya, ekpresi wajah tampak kebingungan
Tujuan: setelah diberi asuhan keperawatan, pengetahuan pasien tentang proses penyakit, prognosis dan
penatalaksanaan meningkat
Kriteria hasil: Pasien dpat menguraikan ulang tentang proses penyakitnya, pasien dapat menghubungkan gejala
penyakit dan penyebabnya, pasien berinisiatif merubah gaya hidupnya yang tidak sehat, pasien berpartisipasi dalam
penatalaksanaan penyakitnya.
Intervensi:
Kaji ulang pengetahuan pasien tentang proses penyakit dan prognosisnya.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien terhadap proses penyakitnya dan agar pend-kes yang
diberikan dapat sesuai dengan kebutuhan pasien
Gali harapan masa depan pasien
Rasional: dengan mengetahui harapan masa depan pasien dapat memotivasi keinginan yang lenbih baik dari pasien
Tekankan pada pentingnya menjauhi alcohol
Rasional: Menghindarkan factor-faktor penyebab yang dapat memperparah penyakitnya
Tenkankan tentang pentingnya tidak minum obat-obatan warung/jamu jamuan
Rasional; Sebagai salah satu factor penyebab adalah meminum obat warung dan jamu-jamuan yang tidak terkontrol
dan terkendali, hal ini dapat menyebabkan dan memperparah kondisi pasien terutama hati, karena hati merupakan
salah satu organ dalam mendetoksifikasi obat-obatan.
Informasikan tentang pentingnya menggunakan obat hanya dengan resep dokter
Rasional: dapat mengendalikan konsumsi obat yang tidak pada tempatnya
Bantu pasien untuk mengidentifikasi sumber-sumber pendukung
Rasional: dapat teridentifikasi sumber-sumber pendukung yang dapat membantu dan memotivasi pasien dalam
proses penyembuhan
Sediakan intruksi diet yang tertulis dan tekankan tentang pentingnya nutrisi yang sehat.
Rasional: Membantu pasien dan keluarga mengetahui makanan apa saja yang dapat dikomsumsi dan aman dalam
proses penyakit pasien
Diskusikan tentang pentingnya pembatasan garam dan pembacaan label makanan serta obat-obatan sebelum
mengkonsumsinya
Rasional: Mengontrol dan mengendalikan faktor-faktor yang memperparah kondisi pasien
Jadwalkan aktifitas pasien dengan periode istirahat yang adekuat
Rasional: agar antara aktifitas dan istirahat seimbang dan proses penyembuhan tidak berlangsung lama
Ajarkan pasien agar menjauhi orang yang sedang terinfeksi
Rasional: menghindarkan infeksi sekunder pada pasien, karen pasien mengalami penurunan daya tahan tubuh dan
nutrisi yang bermasalah
Intruksikan pasien dan keluarga untuk memberitahukan tim kesehatan bila menemukan tanda gejala, seperti:
penambahan lingkar perut, adanya dispnea, deman, darah dalam tinja/urin, perdarahan dan kuning pada kulit tubuh.
Rasional: pasien dan keluarga dapat aktif dalam pementauan kondisinya dan dapat kooperatif pada semua prosedur
penatalaksanaan penyakitnya, sehingga keluarga dan pasien dapat partisipasi dengan baik
Intruksikan keluarga untuk segera menghubungi sarana kesehatan bila pasien mengalami: kejang, tremor,
perubahan lain(keperibadian).
Rasional: menghidarkan kejadian yang lebih lanjut dan dapat dipantau kelainan-kelainan secara dini.
D. IMPLEMENTASI

Pada pelaksanaan intervensi keperawatan ini digunakan format yang telah tersedia diruangan, walaupun masih
banyak keterbatasan untuk menuliskan semua tindakan yang ada. Tetapi beberapa intervensi keperawatan yang
telah dilakukan dan belum dilakukan dituliskan dalam laporan shif (catatan tindakan dan laporan shif terlampir).
Dari intervensi keperawatan yang direncanakan, terdapat beberapa intervensi yang lambat dilakukan karena
beberapa prosedur harus direncanakan jauh-jauh hari penjadwalannya seperti pemeriksaan USG hepar, dan
pemeriksaan EGD, tetapi secara umum 95 % intervensi keperawatan dapat dilaksanakan sesuai jadwal baik
intervensi mandiri maupun intervensi yang bersifat kolaborasi.
Intervensi keperawatan lain yang telah dilakukan berkaitan dengan pendidikan kesehatan dan bagaimana
mempersiapkan discaharge planing pada pasien, hal ini dilakukan sejak pasien masuk RS yaitu tanggal 22
desember 2006, diantara yaitu :

1.

Penjelasan tentang pengertian, penyebab, pengobatan dan komplikasi serosis hati.

2.

Cara tentang pemenuhan nutrisi. Terutama pembatasan masukan Natrium dan cairan lainnya.

3.

Cara pengukuran input dan out put cairan

4.

Menganjurkan pasien untuk mengikuti jadawal yang telah dibuat bersama perawat dan pasien terhadap
aktifitas dan istirahat yang dilakukan

E. EVALUASI
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan masing-masing diagnosa keperawatan dalam bentuk catatan perkembangan
pasien, format catatan perkembangan pasien mengikuti format yang ada diruangan dan sudah tersedia diruangan.
Penulisan catatan perkembangan dalam bentuk SOAP dilakukan setiap hari atau per 24 jam. SOAP ini mengacu
pada perkembangan kondisi pasien dan respon pasien secara terstruktur.
Catatan perkembangan dilakukan setiap hari, dimulai pada tgl 23 desember sehari setelah dilakukan pengkajian dan
penentuan diagnosa keperawatan, tetapi pada pelaksanaan di klinik tidak dapat dilakukan dengan baik karena pada
saat mahasiswa libur pada tgl 23,24 dan 25 desember tidak ada perawat ruangan yang melakukan SOAP pada
pasien. Oleh karena itu SOAP dilakukan mahasiswa pada tanggal 26,27 dan 28 desember 2006 (SOAP terlampir)
Dari beberapa masalah keperawatan yang muncul, keseluruhan masalah keperawatan tersebut 95% dapat teratasi
dengan baik sesuai tujuan yang diharapkan, adapun ringkasan evaluasi dari setiap masalah keperawatan adalah
sebagai berikut:
1. Gangguan volume cairan; lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terganggunya mekanisme pengaturan
(penurunan plasma protein) Masalah keperawatan timbul pada tanggal 22 Desember 2006 dan telah teratasi pada
tanggal 26 desember 2006, dan setelah itu intervensi yang berkaitan dengan hal tersebt dihentikan, tetapi ada
beberapa tindakan yang masih diteruskan yaitu pemantauan intake-out put cairan dan penhitungan balance cairan,
karena pada kasus-kasus seperti Tn.MS ini dengan sirosis hepatis perlu untuk terus memantau cairan yan masuk
dan keluar agar tidak terjadi gangguan yang lebih luas, atau pada masalah ini masalah gangguan diturunkan menjadi
masalah resiko ganggauan volume cairan sampai maslah utama yang menyebakan gangguan keseimbangan cairan
teratasi secara menyeluruh, pada kasus Tn.MS kami tidak trunkan menjadi resiko karena melihat perkembangan dan
kondisi pasien yang semakin baik.
2. Resiko gangguan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat (anoreksia,nausea/vomitus).
Masalah keperawatan timbul pada tanggal 22 desember 2006 dan telah teratasi pada tanggal 27 desember 2006,
kondisi nutrisi pasien semakin membaik, kebutuhan nutrisi terpenusi sesuai kebutuhan yaitu 1700 kcal, dan secara
umum tidak tampak adanya gangguan kebutuhan nutrisi, oleh karena itu intervensi dihentikan, setelah pasien
diyakini memahami pengetahuan yang telah disampaikan kepada pasien tentang kebutuhan nutrisi saat itu dan saat
dirumah nantinya.
3. Resiko tinggi injuri (perdarahan) berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah dan gangguan absorsi vit K
Masalah keperawatan timbul pada tanggal 22 desember 2006 dan pada tanggal 28 desember 2006 berdasarkan
hasil evaluasi masalah injuri tidak terjadi, tetapi pada kasus ini semua intervensi tetap dilakukan sampai kondisi
pasien dan semua hasil pemeriksaan darah terutama Trombosit dan PT dalam kondisi normal. Karena pada Tn.MS
masih belum menunjukan perbaikan dalam faktor pembekuan darah ditambah lagi hasil dari USG hepar bahwa
terdapat sirosis hati dan hipertensi portal.maka kewasdaan timbulnya perdarahan tetap dilakukan.

4. Terbatasnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai proses penyakit, prognosis dan penatalaksanaannya
berhubungan dengan terbatasnya informasi Masalah keperawatan ini muncul pada tanggal 22 desember 2006 dan
pada tanggal 27 desember telah teratasi, secara umum pasien dan keluarga sudah mengerti tentang penyebab,
proses pentakit saat ini dan pasien telah kooperatif
dalam tatalaksana pengobatan dan selama perawatan, oleh karen itu intervensi yang berkaitan dengan maslah
terebut dihentikan setelah diyakini pasien dan keluarga mampu aktif dan membantu dalam asuhan keperawatan dan
berjanji saat pulang akan mengikuti anjuran yang telah disampaikan.
Hasil terakhir pemeriksaan Darah rutin dan hasil USG Hepar (27/12/2006), sebagai berikut:
HEMATOLOGI (27/12/2006)
LED : 60.0
Hb :10.8
Hematokrit : 31.4
Eritrosit : 3.64
Leukosit : 4.500
Trombosit : 69.000
MCV : 86.3
MCH : 29.7
MCHC : 34.4

KIMIA (27/12/2006)
Kreatinin darah : 1.1
Kreatinin irune : 107.6
Volume urine : 700
Factor : 1.0
CCT : 47.55
SGPT : 57

USG (27/12/2006)
Kesan: Sirosis hepar dengan hipertensi portal,
ada asites minimal

ECG (27/12/2006)
Kesan: VES, Ireguler

Dari beberapa pemeriksaan tersebut masih terdapat gambaran hasil pemeriksaan darh yang menunjukan adanya;
Trombositopenia, leukopenia, anemia dalm kondisi perbaikan dari awal masuk dan setelah mendapat tambahan
tranfusi darah menunjukan peningkatan, tetapi karen masalah utama merupakan gangguan hepar maka sulit untuk
terpenuhi seperti kondisi normal, kondisi didukung juga oleh hasil USG hepar menunjukan hasil sirosis hepar dengan
hipertensi portal.
Hasil USG hepar juga menunjang terjadinya gangguan pada kontraktilitas jantung karena adanya kegagalan jantung
dalam memompa karen aliran balik ke jantung menjadi terhambat karena adanya hipertensi portal.
Disamping empat masalah prioritas yang ada, pada tanggal 27 desember 2006 muncul masalah keperawatan baru,
yaitu: Resiko penurunan Cardiak output berhubungan dengan gangguan kontraktilitas jantung, karena setelah
melihat hasil ECG secara berseri selama 3 hari masih terdapat ventrikel extra sistol, nadi lambat tidak teratur, TD
90/60 dan hasil RO thorak sejak awal tanggal 22 desember 2006 menunjukkan CTR > 50%, oleh karena itu
direncanakan intervensi lanjutan yang berkaitan dengan masalah tersebut dan pada tanggal 28 desember 2006
masalah ini masih mengamcam timbulnya masalah aktual, maka intervensi keperawatan tetap di programkan sampai
masalah tidak terjadi, diantaranya jadwal aktifitas dan istirahat adekuat termasuk rencana-rencana prosedur tindakan
medis dan juga pemberian obat digoxin tetap diteruskan sesuai order.
F. PROSEDUR YANG KURANG TEPAT
1.

Pasien tidak dipasang kateter dan harus dilakukan pengukuran balance cairan, tapi dalam pengukuran urin
tidak menggunakan gelas ukur sehingga hasilnya kurang valid.

2.

Monitoring intake dan output cairan, terutama dinas sore dan malam sering tidak dilakukan secara lengkap,
sehingga penghitungan balance cairan tidak dapat dilakukan dengan valid, kita hanya menanyakan kepada
pasien sesuai yang telah diajarkan pada pasien

3.

SOAP pada 3 hari saat kita tidak ada ditempat, tidak dapat dipantau karena perawat ruangan tidak
melakukan SOAP dengan baik.

G. ANALISA PENGALAMAN
1. Membuat kontak dengan pasien.

Pada kontak awalnya saya membina hubungan saling percaya dengan memperkenalkan diri : nama, asal,
pendidikan, tujuan. Bertanya identitas pasien dan nama panggilan yang disukai. Dalam berkomunikasi saya
menggunakan pertanyaan terbuka dengan sikap tubuh siap membantu pasien (tangan tidak dilipat, tidak ada
penghalang antara pasien dan perawat, tersenyum) dan mempertahankan kontak mata Selanjutnya saya membuat
kontak tentang waktu perawatan, lama merawat yaitu selama 1 minggu dari jam 8 pagi sampai jam 3 siang. pasien
menyepakati kontak yang dibuat. Hal ini dibuktikan dengan adanya peran aktif pasien dan keluarga dalam perawatan
pasien. Hambatan saat melakukan kontak yairu saat berkomunikasi, karena pasien mengalami tuli ki/kanan, pasien
menggunakan alat Bantu dengan tetapi malas memakainya karena berisik, maka yang kami lakukan adalah
berkomunikasi secara lebih dekat dengan pasien atau dengan keluarga pasien.
2. Melakukan tindakan keperawatan.
Dukungan terhadap pemberian perawatan pasien tidak hanya datang dari pasien dan keluarga tetapi dari teman
teman perawat di ruangan terutama kerjasama yang baik dari PN ruanagan yang sepenuhnya mendukung kami.
Saya diberikan kebebasan oleh kepala ruang dan ketua tim untuk melakukan implementasi pada pasien, cukup
dengan menuliskan dalam lembar implementasi. Implementasi yang dilakukan selalu dicatat di lembaran
implementasi yang terdiri dari apa yang dilakukan dan jam, tetapi ada beberapa implementasi yang tidak dicatat
karena tidak ada dalam lembar format. Satu hal yang masih kurang adalah kadang-kadang lupa mencantumkan
paraf pada lembaran implementasi. Hal ini penting sebagai aspek legalitas pemberian asuhan keperawatan.
Obat-obatan berada di stasium ners sehingga memudahkan saya dalam memberikannya dan mengontrol pemberian
obat-obatan, tinggal disesuaikan dengan terapi yang ada dilembar observasi pasien, yang berada di sisi tempat tidur
pasien.
3. Melakukan terminasi.
Terminasi akhir dilakukan jam 14.00 WIB, tanggal 28 Desember 2006 karena pada tanggal 29 desember sudah
berakhir, dan kami mengoverkan semua kegiatan kepada perawat ruangan terutama PN yang bertanggung jawab
terhadap Tn.MS. Pasien mengatakan senang telah dirawat, serta berjanji akan mematuhi program perawatan.
Masalah keperawatan sebagian besar telah dapat diatasi dengan baik, adapun masalah yang eblum teratasi dan
harus mendapat perhatian adalah resiko injuri (perdarahan) dan resiko penurunan kardiak out-put jangan menjadi
masalah yang actual (terjadi)
H. EVIDENCE UNTUK PENELITIAN LEBIH LANJUT
1.

Perlu dilakukan riset tentang pengaruh pemberian makanan saat terjadi perdarahan Gastro intestinal dan
kapan pemberian nutrisi dini yang harus diberikan pada pasien-pasien post perdarahan gastrointestinal dan
bagaimana pengaruhnya pemeberian nutrisi dini pada pasien dengan post perdarahan GI.

2.

Perlu dilakukan pengkajian yang mendalam efektifitas penhitungan balance cairan yang lebih efektif yang
dapat dilakukan oleh pasien atau keluarga secara mandiri

3.

Pengaruh retresi/pembatasan cairan terhadap prosuksi urine yang berkaitan dengan gangguan fungsi hati

KEPUSTAKAAN

1.

Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. (2002). Drug Therapy in Nursing. Philadelphia :
Lippincot.

2.

Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home the Adult, Second edition,
Toronto. Churchill Livingstone.

3.

Bullock, Barbara (2000). Focus on pathophysiology. Philadelphia.

4.

Barkaukass, et.al (1994), Health & Physical Assessment.Missouri : Mosby

5.

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical management for positive
outcomes. 7th Edition. Elsevier. Inc : St. Louis

6.

Doenges, M. E, (1993/2000), Nursing Care Plans. Guidelines For Planning And Documenting Patient Care.
(Terjemahan oleh I Made Karias, dkk). Jakarta : EGC.

7.

Guyton (2001), Human Physiology and Deseases Mechanism, 3rd ed, (Terjemahan oleh Petrus Andrianto,
2001). Jakarta : EGC.

8.

Luckman Sorensen,(1995).Medical Surgical Nursing, A PhsycoPhysiologic Approach, 4th Ed,WB Saunders


Company, Phyladelpia.

9.

Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000). Medical Surgical Nursing;
assessment and management of clinical problem. Fifth edition. St. Louis : Cv. Mosby.

10. Munro, J. F & Ford, M. J, (1993/2001), Introduction to Clinical Examination 6/E. (diterjemahkan oleh Rusdan
Djamil), Jakarta:EGC.
11. Moore, S., Breanndan. (1996). Medikal test : pemeriksaan medis. Buku 2. Jakarta : Gramedia.
12. Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarths: Textbook of Medical Surgical Nursing.9th. Philadelphia:
Lippincott.
13. University of Utah Hospital (2006), Nutrition for Renal Disorder. Dari www.drugfacts.com. Diambil tanggal 14
November 2006.
14. www.clevelandclinic.org. Edema. Diambil pada tanggal 14 November 2006.
15. www.plcw.org. Edema (Fluid Retention). Diambil pada tanggal 14 November 2006.

T de Almeida Pereira, RP Witek, WK Syn - Laboratory , 2010 - nature.com


http://www.budilukmanto.org/index.php/sirosis-hepatis/41-sirosis-hepatis/144-seputar-hepatitis

Anda mungkin juga menyukai