Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok


penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik
normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta
regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang
panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen,
hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium
lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang
dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol.[1]
Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian.
Sementara di negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar
ketiga pada pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Penyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatitis C (26%), penyakit
hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik
(18%), hepatitis B yang bersamaan dengan hepatitis D (15%) dan penyebab lain
(5%). Data WHO (2008) menyebutkan bahwa diperkirakan 3-4 juta orang
terinfeksi dengan virus hepatitis C (VHC) setiap tahun. Sekitar 130-170 juta orang
terinfeksi kronis VHC dan berisiko menjadi sirosis hepatis dan/atau kanker hati.
Infeksi kronis VHC terjadi pada 70-80% pasien dan sekitar 20% pasien infeksi
kronis VHC akan berkembang menjadi sirosis dalam 20 tahun. Ko-infeksi virus
hepatitis B diduga dapat meningkatkan progresivitas infeksi kronis terkait VHC
sirosis.[1]
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata
yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis
dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan
melalui pemeriksaan biopsi hati.[2]

1
Untuk penangan pada prinsipnya adalah mengurangi progresifitas
penyakit, menghindarkan dari bahan-bahan yang merusak hati,pencegahan serta
penanganan komplikasi. Pengobatan pada sirosis hati dekompensata diberikan
sesuai dengan komplikasi yang terjadi.[13]
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit yang
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik untuk mendukung
kecurigaan dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat
digunakan untuk memprediksi angka kelangsunganhidup pasien sirosis tahap
lanjut.[12]

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hati


Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari
total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ
plastis lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. Permukaan superior
berbentuk cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian
kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal
kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan
kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.
Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa
ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati.
Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan
kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi
mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke
dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri
hepatika, dan saluran empedu.[4,5]

3
Gambar 2.1 Permukaan anterior hati[6]

Gambar 2.2 Permukaan posterior hati[6]

2.2 Histologi Hati


Setiap lobus hati
terbagi menjadi struktur-
struktur yang dinamakan
lobulus, yang merupakan
unit mikroskopis dan
fungsional organ. Setiap
lobulus merupakan badan
heksagonal dengan diameter
antara 0,8 – 2 mm yang
Gambar 2.3 Struktur dasar lobulus hati [4]
terdiri atas lempeng-lempeng

4
sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang
merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain,
sinosoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem
monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing
lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit-
makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati
merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan
organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang
melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran
empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang
dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang
dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk
saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus koledokus).[4,5]

Gambar 2.3 Pola lobular hati normal[6]

5
2.3 Vaskularisasi Hati
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah
yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena
porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan
dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava inferior.[4]
Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu
dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna.Saat mencapai hati, vena porta
bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini
kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-
lobulus.Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara
lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari
beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali
menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria
hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran
darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta.[4]
Peningkatan tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi
gangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh
darimana darah portal berasal. Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki
arti klinis yang penting.Pada obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke
sistem vena sistemik.[4]

2.4 Fisiologi Hati


Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada
hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas
lebih dari 500 aktivitas berbeda. Hati memiliki kapasitas cadangan yang besar,
dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan
kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan kematian dalam
10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada sebagian besar

6
kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan
diganti dengan jaringan hati yang baru.[4]
Tabel 2.1 Fungsi utama hati[4]
Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak
empedu dan vitamin yang larut dalam lemak di usus.
Metabolisme garam
empedu
Metabolisme pigmen empedu Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir
metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua;
proses konjugasinya.
Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar
Glikogenesis glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh.
Glikogenolisis Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.

Glukoneogenesis
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta
Sintesis protein α dan β globulin (γ globulin tidak).
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah
fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX,
dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis
semua faktor ini kecuali faktor V.
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH 3, yang
Penyimpanan protein (asam kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
amino) NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri
usus terhadap asam amino.
Metabolisme lemak Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein
(diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol.
Ketogenesis
Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol,
sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol
atau asam kolat.
Penyimpana lemak
Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati;
mineral juga vitamin B12, tembaga dan besi.
Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron,

7
glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.
Detoksifikasi Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya
menjadi zat-zat tidak berbahaya yang kemudian dieksresi
oleh ginjal (misalnya obat-obatan)
Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali
penyaring dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel
Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati; saluran


empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan
mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1
liter empedu kuning setiap hari.Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit,
garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu
(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan
absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka
sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi
ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu)
merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun
merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena
bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya.[4]
Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan
yang dikirimkan oeh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut
adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah
menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini,
glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan
untuk menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan
disimpan dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein
dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting
untuk kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin,
disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-

8
faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai
dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3).
Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi
oleh ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada
protein juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain
adalah metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi
dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat
endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh
enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang
dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.
Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada
asam amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital,
dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan cara demikian.[4]
Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan
karena letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada
sinusoid menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan
dengan cara fagositosis.[4]

2.5 Regenerasi Hati


Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai
kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah
terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-
duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan
sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi.[7,5]

Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari


tikus dapat mengalami pembelahan hingga ± 34 kali, atau memproduksi jumlah
sel yang mencukupi sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian
dapat dikatakan sengatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga
2/3 dari seluruh hati.[7,5]

2.6 Definisi

9
Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit
hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.
Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhus yang artinya warna orange atau
kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat autopsi.[3]
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang di tandai dengan distorsi
arsiktektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.[2] WHO memberi
batasan sirosis sebagai proses kelainan hati yangbersifat difus, ditandai fibrosis
dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul anormal.[3]

Gambar 2.5 Sirosis Hati.[11]

2.7 Etiologi Sirosis Hepatis


Secara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai
makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang
dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga
diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis.[2]
Sebagian besar jenis sirosis diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (postnekrotik),
biliaris, kardiak, dan metabolik, keturunan dan terkait obat[2]

10
Di negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan
di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan
hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non
B-non C). [2]

Tabel 2.2 Penyebab Sirosis Hepatis.[2]


Penyebab Sirosis Hepatis
Penyakit hati alkoholik (alkoholic liver disease/ALD)

Hepatitis C Kronik
Hepatitis B Kronik dengan atau tanpa hepatitis tipe ini dikaitkan
dengan DM, Malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri koroner.

Sirosis billier primer


Kolangitis Sklerosing primer
Hepatitis Autoimun
Hemokromatosis Herediter
Penyakit Wilson
Defisiensi Alpha 1-antritypsin
Sirosis kardiak
Galaktosemia
Fibrosis kistik
Hepatotoksik akibat obat atau toksin
Infeksi parasit tertentu.

11
2.8 Patogenesis Sirosis Hepatis
Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan
lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran
nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.[2]
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan
adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata
mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka
fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal
akan digantikan oleh jaringan ikat.[10]
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan
antara produksi matriks ekstraseluler dan proses degredasinya. Matriks
ekstraseluler yang merupakan tempat perancah (scaffolding) normal untuk
hepatosit, terdiri dari jaringan kolagen (terutama tipe I,III dan V), glikoprotein dan
proteglikan. Sel-sel stelata, yang berbeda dalam ruang perisinusoid, merupakan
sel penting untuk memproduksi matriks ekstraseluler. Sel-sel stelata dapat mulai
teraktivasi menjadi sel pembentuk kolagen oleh berbagai factor parakrin.
Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel- sel hepatosit, sel-sel
kuppfer dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati.[3]

Peningkatan kadar transforming growth factor β1 (TFG-β-1) dijumpai


pada pasien hepatitis C kronik dan sirosis. TFG-β-1, selanjutnya akan merangsang
sel-sel stelata yang aktif untuk memproduksi kolagen tipe 1. [3] Peningkatan

12
deposisi kolagen dalam ruang disse ( ruang antara hepatosit dan sinusoid ) dan
pengurangan ukuran fenestra endotel akan menimbulkan kapilarisassi sinusoid.
Sel- sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat konstriksi. Kapilarisassi dan
konstriksi sinusoid oleh sel-sel selata dapat memicu hipertensi portal.[3]
Gambar 2.6 Patogenesis Sirosis Hepatis.[11]
2.9 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis
Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis)
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata)
meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah
lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi [2]

13
Gambar 2.7 Manifestasi klinis dari sirosis hepatis[1]

14
Gambar 2.8 Manifestasi kegagalan fungsi hati[8]

Gambar 2.9 Manifestasi hipertensi portal[8]

2.10 Diagnosis

2.10.1 Anamnesis
Perlu ditanyakan konsumsi alcohol jangka panjang, penggunaan narkotik
suntik dan adanya penyakit hati menahun. Pasien dengan hepatitis virus B atau C
mempunyai kemungkinan tertinggi untuk terjadi sirosis.[3]

2.10.2 Pemeriksaan Fisis


Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau
spider telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena
kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan

15
rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang
sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.[2]
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan,
arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.[2]
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.[2]
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati
hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri.[2]
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik
berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus,
distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.[2]
Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan
glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion.Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada
laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminism.Kebalikannya
pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga diduga fase menopause.[2]
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda
ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.[2]
Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau
mengecil.Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.[2]
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta.[2]
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi
porta dan hipoalbuminemia.Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.[2]

16
Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
[2]

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia.Bila


konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat.Warna urin terlihat gelap,
seperti air teh.[2]
Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-
ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.[2]

Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya:[2]


 Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar
 Batu pada vesika felea akibat hemolisis
 Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini
akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas.[2]

2.10.3 Pemeriksaan Penunjang


Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin.[2]
a. Pemeriksaan laboratorium
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil
oksaloasetattransaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT)
atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) menunjukkan
peningkatan abnormal. Pada pemeriksaan rutin dapat menjadi salah
satu tandaadanya peradangan atau kerusakan hati akibat berbagai
penyebab, termasuk sirosis. Sirosis yang lanjut dapat disertai
penurunan kadar albumin dan faktor pembekuan darah.[2]

17
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas
normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien
kolangitis sklerosis primer dan sirosis billier primer.[2]
Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti
halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada
penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT
mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.[2]
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata,
tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya
terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis.[2]
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder
dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid,
selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin.[2]
Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi
sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang.[2]
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkan dengan ketidakmampuan eksresi air bebas.[2]
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,
anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom
makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan
neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi
porta sehingga terjadi hipersplenisme.[2]

18
Gambar 2.10 Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal[8]

b. Pemeriksaan Endoskopi
Varises Esofagus dapat ditemukan pada pemeriksaan endoskopi.
Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi
pasien sirosis tidak ditemukan varises dianjurkan pemeriksaan
endoskopi ulang dalam dua tahun. Sebaliknya bila ditemukan varises
besar, harus segera dikerjakan dengan terapi prevensi untuk mencegah
perdarahan pertama.[3]

c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta.
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin
digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan.
Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,

19
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan
noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas
parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali,
thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma
hati pada pasien sirosis.[2]
Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam
mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya.[2]
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak
rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.[2]
Pungsi asites dilakukan bila terdapat penumpukan cairan dalam
perut, dapat dilakukan. Dengan pemeriksaan khusus, dapat dipastikan
bahwa penyebab asites, apakah akibat sirosis atau akibat penyakit lain.
[3]

2.11 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis


Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus
tanpa dapat dibendung.
2.11.1 Terapi non Farmakologi
Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk mencegah
timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan
menghindari obat-obat hepatotoksik, menghindari obat-obat non steroid, pasien
sirosis dapat mengalami kemunduran fungsi hati dan ginjal akibat OAINS.
Konsumsi diet seimbang, pemberian diet lunak tinggi protein ditujukan untuk
menjaga keadaan umum pasien tetap baik, dimana terjadi gangguan pembentukan
protein pada penderita sirosis hati. bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet
yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.[2]
Diet rendah garam sangat penting karena kadar Na pada penderita sirosis
cukup tinggi. Dimana pada penderita sirosis hati terjadi aktivasi sistem aldosteron
yang menyebabkan retensi garam dan terjadi angiotensin yang menyebabkan
penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan reabsorbsi garam pada
tubulus proksimal, yang pada akhirnya menyebabkan retensi garam.[11]

20
2.11.2 Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik
dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen,
kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa
diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan
berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.[2]
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg
secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-
12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.[2]
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU
tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6
bulan.[2]
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,
menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa
merupakan salah satu pilihan.Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti
peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam
penelitian.[2]

21
2.11.3 Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam dan air, Jumlah diet
garam dianjurkan sekitar 2 gram per hari dan cairan sekitar 1 liter per hari. Diet
rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari. Respon diuretic bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki
atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak
adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal
dosisnya 160 mg/hari.[2] Bila pemakaian diuretic tidak berhasil (asites refrakter),
dapat dilakukan parasentesis abdomen untuk mengambil cairan asites secara
langsung dari rongga perut. Pengeluaran asites bisa hingga 5 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.pengeluaran lain untuk asites refrakter adalah
transjugular intravenosus portosystemik shunting (TIPS) dan transplantasi hati[3]
Ensefalopati hepatik, diet rendah protein dan Laktulosa membantu pasien
untuk mengeluarkan ammonia. Bila gejala ensefalopati masih tetap ada, antibiotik
oral seperti neomisin atau metronidazole bisa digunakan untuk mengurangi
bakteri usus penghasil ammonia, Pada pasien ensefalopati yang semakin jelas ada
tiga tindakan yang harus segera diberikan :
1. Singkirkan penyebab
2. Perbaiki dan singkirkan faktor pencetus
3. Segera mulai pengobatan empiric yang dapat berlangsung lama
seperti klisma, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan
per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang,
laktulosa, antibiotic (neomisin atau metronidazole), preparat zink.
Bila gejala tetapi ada dapat dipertimbangan terapi empiric
transplantasi hati[2]
Varises esophagus, Pengobatan ditujukan untuk pencegahan perdarahan
pertama maupun pencegahan berulang. Pencegahan ditujukan dengan
menurunkan tekanan vena porta maupun prosedur untuk merusak atau

22
mengeredikasi varises. Propanolol yang merupakan obat penyekat reseptor beta
non selektif. Efektif menurunkan tekanan porta dan dapat dipakai untuk mencegah
perdarahan maupun perdarahan berulang pada pasien sirosis.Waktu perdarahan
akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan
tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Keduanyya efektif untuk
menimbulkan obliterasi varises, baik menghentikan perdarahan varises aktif
maupunmencegah perdarahan berulang dan minimal efek samping. Transjugular
Intrahepatik porto- systemic shunt (TIPS) dapat digunakan untuk pasien gagal
pengobatan penyekat beta, skleroterapi maupun ligasi varises, pasien asites
refekter dan mencegah perdarahan varises sambil menunggu transplantasi hati.
Efek samping yang paling sering yaitu ensefalopati hepatik.[2]
Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena dengan dosis 2 gram IV selama 5 hari), antibiotic lain yang dapat
diberikan amoksilin, atau aminoglikosida. Pada pasien sirosis dengan perdarahan
varises esophagus dan kadar protein cairan asites rendah dapat diberikan antibiotic
sedini mungkin.[2]
Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur
keseimbangan garam dan air.[2]
Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata.
Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu.Rata-rata 80% pasien yang ditransplantasi hati dapat hidup
Selama 5 tahun.[2]

2.12 Komplikasi Sirosis Hepatis


Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya.Kualitas
hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial
spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen.[2]
1. Edema dan Asites

23
Makin beratnya sirosis, terjadi pengiriman sinyal ke ginjal untuk
melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Akhirnya, cairan akan
mengumpul dalam rongga abdomen antara dinding perut dan organ
dalam perut.[3]
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis
SBP merupakan komplikasi yang mengancam jiwa pasien. Pada
sirosis, cairan yang mengumpul dalam perut tidak mampu lagi untuk
menghambat invasi bakteri secara normal.[3]
3. Perdarahan Varises Esofagus
Pada sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran darah dari
usus yang kembali ke jantung. Kejadian ini mengakibatkan
meningkatnya tekanan dalam vena porta (hipertensi portal). Sebagai
hasil peningkatan aliran darah dan peningkatan tekanan vena porta ini,
vena-vena dibagian bawah esophagus dan bagian atas lambung akan
melebar sehingga timbul varises esophagus. Makin tingginya tekanan
portalnya, makin besar varisesnya, dan makin besar kemungkinan
pasien mengalami perdarahan esophagus.[3]
4. Ensefalopati hepatik
Dalam keadaan normal, bahan- bahan toksik dibawa dari usus lewat
vena porta masuk ke dalam hati untuk detoksifikasi. Pada Sirosis sel-
sel hati tidak berfungsi normal, baik akibat kerusakan maupun akibat
hilangnya hubungan normal sel-sel ini dengan darah. Beberapa bagia
darah dalam vena porta tidak dapat masuk kedalam hati, tetapi
langsung masuk ke vena lain ( bypass). Akibatnya, bahan-bahan toksik
ini terkumpul cukup banyak, fungsi otak akan terganggu. Kondisi ini
disebut ensefalopati hepatik. Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan
neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur
dimana tidur lebih banyak pada siang hari dibandingkan malam hari
(perubahan pola tidur), keluhan lain dapat berupa mudah tersinggung,
tidak mampu berkonsentrasi atau menghitung, kehilangan memori,
binggung dan penurunan kesadaran secara bertahap. Akhirnya,

24
ensefalopati hepatic yang berat dapat menimbulkan koma dna
kematian.[3]
Ada tiga tipe ensefalopati hepatic berdasarkan penyakit yang
mendasari :
Tabel 2.3 Tipe ensefalopati berdasar penyakit yang mendasari[3]
Tipe A Akibat gagal hati akut
Tipe B Akibat pintasan porto-sistemik tanpa sirosis
Tipe C Akibat penyakit hati kronik atau sirosis
dengan atau tanpa pintas porto-sistemik

Tabel 1.4 Grade ensefalopati hepatik[8]

5. Sindrom Hepatorenal
Sindrom ini merupakan komplikasi serius karena terdapat penurunan
fungsi ginjal, namun ginjal secara fisik tidak mengalami kerusakan.
Penurunan fungsi ini disebabkan perubahan aliran darah ke dalam
ginjal. Batasan sindrom hepatorenal adalah kegagalan ginjal secara
progresif untuk membersihkan bahan-bahan toksik dari darah dan
kegagalan mempreoduksi urine dalam jumlah adekuat meskipun fungsi
lain ginjal tidak terganggu.[3]
6. Hipersplenisme
Akibat peningkatan tekanan vena porta karena sirosis, terjadi
peningkatan blokade aliran darah dari limpa. Akibatnya, terjadi aliran
darah kembali ke dalam limpa dan limpa membesar.[3]
7. Kanker hati (Hepatocelluler carcinoma)

25
Sirosis dapat meningkatkan risiko penyakit hati primer. Kanker hati
sekunder merupakan kanker hati yang berasal dari penyebaran kanker
tempat lain dalam tubuh (metastasis). Keluhan tersering kanker hati
primer adalah nyeri perut, pembengkakan, pembesaran hati, penurunan
berat badan dan demam.[3]

2.13 Prognosis Sirosis Hepatis


Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.[2]
Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis.
Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan
dengan angka kelangsungan hidup selama satu tahun pada pasien. Angka
kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A,
B, dan C diperkirakan masing-masing 100, 80, dan 45%[2]
Tabel 2.5 Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis[8]a
Faktor Unit 1 2 3
Serum µmol/L < 34 34−51 > 51
bilirubin mg/dL < 2,0 2,0−3,0 > 3,0
Serum albumin g/L > 35 30−35 < 30
g/dL > 3,5 3,0−3,5 < 3,0
Prothrombin Detik pemanjangan 0−4 4−6 >6
time INR < 1,7 1,7-2,3 > 2,3
Ascites Tidak ada Dapat Tidak dapat
dikontrol dikontrol
Hepatic Tidak ada Minimal Berat
encephalopathy

a
Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15.
Klasifikasi Child-Pugh kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis
dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [8]

26
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Status Pasien


Nama : Nelson Sinaga
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 48 tahun 8 bulan
No.RM : 063212
Tgl masuk : 26 Februari 2018
Pekerjaan : Petani

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Perut membesar
Telaah : Pasien laki-laki berusia 48 tahun, datang ke RS.Royal Prima
dengan keluhan perut membesar dan terasa tidak nyaman yang
sudah dialami sejak 3 bulan yang lalu. OS merasakan perutnya
penuh berisi cairan dan mengganggu aktivitasnya. OS
mengatakan cairan di perutnya sudah pernah disedot 2 tahun yang
lalu sebanyak ±5 liter di praktek dokter, dan 1 tahun yang lalu
sebanyak 2 liter di RS Murni Teguh. OS merasa badan lemas dan
tidak nafsu makan 1 minggu ini. OS mengalami mual dan 5 hari
yang lalu muntah lebih dari 5 kali dalam satu hari berisi makanan
yang dimakan. OS mengeluhkan nafasnya sesak, terutama bila
berbaring ke arah kiri. Rasa sesak muncul sejak dilakukan
endoskopi pada Desember 2017 lalu. OS juga mengeluhkan
adanya nyeri pada ulu hati dan nyeri pada perut bagian tengah di
sekitar pusar yang hilang timbul sejak 3 tahun terakhir dan
memberat 3 hari ini. OS mengakui tidak ada riwayat jatuh
sebelum gejala muncul. OS mengeluhkan oyong seperti berputar
sudah 2 hari ini. Os juga mengeluhkan mata kuning ± 1 bulan ini.
Dikatakan keluarga OS sering mengonsumsi makanan pedas.

27
Dalam 1 tahun ini berat badan OS menurun ± 15 kg dari 70 kg
menjadi 55 kg.
3 tahun yang lalu OS mengalami muntah darah berwarna hitam
dengan volume setengah aqua gelas (±180 cc) dan setelah muntah
pasien tidak sadarkan diri, kemudian dibawa ke rumah sakit.
Pasien juga mengaku BAB berwarna hitam seperti aspal dengan
konsistensi lunak dengan frekuensi 2 kali sehari dan volumenya
±100 cc tiap buang air besar. Rasa nyeri buang air besar
disangkal pasien.
Awal Februari 2018 yang lalu pasien kembali muntah darah
berwarna kehitaman dengan volume lebih dari 1 botol aqua besar
(±1500 cc).
1 tahun yang lalu, OS dirawat inap di RS Murni Teguh dengan
varises esophagus, sudah dilakukan 2 kali tindakan ligasi varises.
Riwayat kedua kaki bengkak 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat asam lambung
b. Riwayat sakit asma disangkal.
c. Riwayat sakit kuning disangkal.
d. Riwayat kencing manis disangkal.
e. Riwayat Hipertensi disangkal.
f. Riwayat Hepatitis disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal
b. Riwayat penyakit dengan gejala yang sama dalam keluarga disangkal
Habitualis
a. Riwayat perokok (sejak usia 18 tahun dan berhenti 2015).
b. Riwayat peminum alkohol (sejak usia 20 tahun dan berhenti 2015).
c. Riwayat peminum tuak 10 tahun terakhir karena istri pasien penjual tuak.
d. Riwayat suka makan pedas.

28
3.2.1 Anamnesa Organ
Tabel 3.1 Hasil Anamnesa Organ
No Anamnesa Keterangan
1 Jantung Sesak Nafas :+
Angina Pektoris :-
Palpitasi :-
2 Saluran Pernafasan Batuk :-
Asma,bronchitis :-
Dahak :-
3 Saluran Pencernaan Nafsu Makan :Menurun
Keluhan Defekasi :BAB berdarah
Keluhan perut : Perut membesar
Keluhan menelan :-
4 Saluran Urogenital Sakit BAK :-
BAK tersendat :-
Batu saluran kemih :-
Sendi dan Tulang Sakit pinggang :-
Keterbatasan Gerak :-
Keluhan Persendiaan :-
6 Endokrin Haus/Polidipsi :-
Gugup :-
Poliuri :-
Perubahan suara :-
Polifagi :-
7 Saraf Pusat Sakit Kepala :-
Oyong :+
8 Darah dan Pembuluh darah Pucat : +/+
Perdarahan :-
Petechiae :-
Purpura :-
9 Sirkulasi Perifer Claudicatio Intermitten : -

29
3.3 Pemeriksaan Fisik
KU : Sedang Temperatur : 370C
Kesadaran : Compos Mentis Tinggi badan : 165 cm
GCS : E4 ; V5 ; M6 Berat badan : 59 kg
TD : 100/60 mmHg IMT : 21,2 kg/m2
RR : 26 x/menit Status gizi : Overweight
Nadi : 88 x/menit

Status Generalisata
1. Kepala
Simetris, Normocephali, rambut hitam dan distribusi tidak merata, tidak terdapat
jejas maupun hematom.
2. Mata
Bentuk normal, simetris, konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik(+/+), Pupil
bulat isokor, Refleks Cahaya (+/+), Strabismus (-/-), edema palpebra (-),
pergerakan mata ke segala arah baik.
3. Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak ada massa, tidak ada benda asing, serumen prop
(+/-), pendengaran baik, nyeri tekan processus mastoideus (-).
4. Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum nasi simetris, discharge(-/-),
mukosa kering, pernafasan cuping hidung (-), tidak ada massa.
5. Mulut
Mukosa bibir kering, bibir sianosis(-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-),
lidah pucat (+), atrofi papil (-), stomatitis (-).
6. Kelenjar
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.
7. Leher
Inspeksi : Jejas (-), Oedem (-)
Palpasi : Deviasi trakhea (-), Nyeri tekan (-), TVJ(-). Pembesaran
kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-).

30
8. Thorax Depan
Inspeksi: bentuk dada simetris fusiform, retraksi sela iga (-), spider nevi(-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Tabel 3.2 Palpasi Thorax
Lokasi Stem Fremitus
Atas Kanan = Kiri
Tengah Kanan = Kiri
Bawah Kanan < Kiri

Tabel 3.3 Perkusi Thorax


Lokasi Kanan Kiri
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Bawah Redup Sonor

Tabel 3.4 Auskultasi Thorax


Lokasi Kanan Kiri
Atas SP: Vesikuler, ST: (-) SP: Vesikuler, ST: (-)
Tengah SP: Vesikuler, ST: (-) SP: Vesikuler, ST: (-)
Bawah Ronkhi basah (+) SP: Vesikuler, ST: (-)

9. Thorax Belakang
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan < kiri
Perkusi :Redup pada lapangan paru kanan bawah dan sonor pada
lapangan paru kiri.
Auskultasi : Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : Ronki Basah lapangan paru kanan bawah
10. Abdomen
Inspeksi : membesar, pusar menonjol
Gerakan Lambung/usus: Tidak terlihat
Vena kolateral (-) Caput medusa (-)

31
Palpasi
Dinding abdomen : Soepel, Hepar tidak teraba, lien teraba.
HATI
Pembesaran : tidak teraba
Nyeri Tekan : tidak ada
LIMFA
Pembesaran : Schuffner (-) , Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan
Perkusi
Bunyi timpani pada bagian tengah, pada kedua daerah samping kiri dan kanan
pekak (Shiffting dullnes (+)).
Auskultasi
Peristaltik usus : (-)

11. Ekstremitas Atas dan Bawah


Tabel 3.5 Pemeriksaan Ekstremitas Atas
NO Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kanan Kiri
1 Deformitas sendi - -
2 Jari tabuh - -
3 Tremor ujung jari - -
4 Edema - -
5 Sianosis - -
6 Eritema Palmaris + +
7 Luka - -

Tabel 3.6 Pemeriksaan Ekstremitas Bawah


N Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
O Kanan Kiri
1 Edema - -
2 Kekakuan sendi - -

32
3 Keterbatasan Gerak - -
4 Luka - -

3.4 Pemeriksaan Penunjang


a) Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 26 Februari 2018
HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
1 Hemoglobin 9.4 mg/dl 13.5 - 15.5
2 Leukosit 5170 /mm3 5.000 -
11.000
3 Laju Endap Darah 42 mm/jam 0 - 20 .
4 Trombosit 108000 /mm3 150000 - -
450000
5 Hematocrit 27,6 % 30.5 - 45.0 -
6 Eritrosit 3 10^6/mm3 4.50 - 6.50 -
7 MCV 92,2 fL 75.0 - 95.0 -
8 MCH 31,2 Pg 27.0 - 31.0 .
9 MCHC 33,9 g/dl 33.0 - 37.0 .
10 RDW 19,5 % 11.50 - .
14.50
11 PDW 52,6 fL 12.0 - 55.0 .
12 MPV 9,6 fL 6.50 - 9.50 .
13 PCT 0,10 % 0.100 - .
0.500
14 Hitung Eosinofil 17,7 % 1-3 .
Jenis Basofil 0,4 % 0-1 .
Lekosit Monosit 9,7 % 2-8 .
Neutrofil 53,3 % 50 - 70 .
Limfosit 14,9 % 20-40 .
LUC 4 % 0-4

b) Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 26 Februari 2018


RENAL FUNCTION
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
1 Ureum Darah 29 mg/dl 15-38

33
2 Kreatinin 1,92 mg/dl 0,55-1,30

c) Pemeriksaan Foto Thoraks pada tanggal 26 Februati 2018

34
Foto Thoraks :

Cor, sinus dan diafragma kiri normal.


Sinus dan diafragma kanan berselubung.
Pulmo : Hilli normal.
Corakan bronkovaskuler dalam batas normal.
Tidak tampak infiltrat.
Tampak perselubungan opak homogeny dihemithorax kanan.
Skeletal dan soft tissue tidak tampak kelainan.

Concl:
Efusi Pleura kanan.
Cor dan pulmo saat ini tidak tampak kelainan

d) Pemeriksaan Elektrokardiografi pada tanggal 26 Februati 2018

Kesimpulan :
SR + Iskemik Anterolateral

35
e) Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 27 Februari 2018

LIVER FUNCTION
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1 Albumin 1.8 g/dL 3.0 - 5.0

f) Pemeriksaan USG Abdomen pada tanggal 24 Desember 2017


Keterangan klinis :

Liver : Permukaan tidak rata, parenkim heterogen kasar, pinggir tu,pul


Vena hepatic bizarre
Asites (+)
Gall Bledder : Dinding tipis
Echostone (-)
Spleen : Ukuran normal
Vena lienalis tidak melebar
Pankreas : Normal
Ginjal Kanan : Ukuran normal, pinggir rata, batas korteks medulla tegas
PCS tidak melebar
Echostone (-)
Ginjal Kiri : Ukuran normal, pinggir rata, batas korteks medulla tegas
PCS tidak melebar

36
Echostone (-)
Prostat :Dinding tipis
Echostone (-), massa (-)
Kesimpulan : Liver Cirrhosis
Kedua ginjal, limpa dan kandung kemih normal scan

g) Pemeriksaan Endoscopy pada tanggal 26 Desember 2017


Hasil Pemeriksaan Gastroscopy

37
HASIL
Scope masuk ke esophagus lancar, EGJ 38 cm, mucosa baik, tampak varises dari 30-38
cm, L1,CRS,CRB. Mosaic pattern pada seluruh dinding lambung, pyloric ring normal,
first part dan second part duodenum, scope ditarik keluar dan dilakukan inverse
KESIMPULAN
Varises Esofagus
Pan Gastropathy

Hasil Pemeriksaan Ligasi

HASIL
Scope masuk ke esophagus lancar, EGJ 35 cm, dilakukan ligasi pada 2 tempat scope
ditarik keluar….
KESIMPULAN
Ligasi ke 2 Varises Esofagus

a) Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 27 Februari 2018

38
HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
1 GolonganDarah B Rhesus Positive - A/B/AB/O -

3.5 Diagnosa Banding


1. Sirosis Hati
2. Chronic Kidney Disease (CKD)
3. Sindrom Nefrotik

3.6 Diagnosa Sementara


Asites ec Sirosis Hati Stadium Decompensata + Varises Esofagus + Pneumonia

3.7 Penatalaksanaan
a) Aktivitas : Tirah baring
b) Diet : Diet Hati III
c) Tindakan Suportif : IVFD RL 10 gtt/i
d) Medikamentosa :
Instalasi Gawat Darurat :
1. Injeksi Ondansetron 4 mg/8 jam
2. Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
3. Ketorolac 3% injeksi
Ruangan :
1. Furosemide 1 ampul/8 jam
2. Propanolol 10 mg 2x1
3. Spironolactone 100 mg 1x1
4. Omeprazole 2x1
5. Curcuma 3x1
6. Ventolin + Flexotide/ 8 jam
7. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam
8. Camidryl 3 x IC

3.8 Follow Up

39
Tanggal S O A P
27/02/ Perut TD: 100/60 mmHg Sirosis  Beri posisi Nyaman
2018 membesar, HR : 80 x/menit Hepatis (semifowler)
Mata kuning, RR: 24 x/menit stadium  Ukur Vital Sign
Oyong T: 36,4 C Decompen  EKG
seperti LP : 95,6 cm sata  Cek lab, foto thoraks
berputar, BB:59 kg  Anjuran USG
BAK sedikit, Laboratorium : Abdomen dan Ligasi
Nafsu makan  Hb : 9,4 Varises Esofagus
berkurang mg/dl
 Cek albumin
 Trombosit
 Ukur lingkar perut
108000
 Memasang IV line
mm3
Diet Hati III
 Eosinofil :
 IVFD RL 10 gtt/i
17,7%
 Inj Ondansetron 4mg
Albumin : 1,8 g/dL
 Furosemide 1 ampul/8
Foto Thoraks :
jam
 Efusi Pleura
 Spironolactone 100
kanan
mg tab 1x1
Perkusi abdomen:
Bunyi timpani pada  Propanolol 10 mg tab

bagian tengah, 2x1

pada daerah  Omeprazole 2x1

sampingnya pekak  Curcuma 3x1

(Shiffting dullnes
(+)).
Auskultasi Paru:
Ronki Basah Paru
Kanan

28/02/ Perut TD: 90/60 mmHg Sirosis  Beri posisi Nyaman

40
2018 membesar, HR : 72 x/menit Hepatis (semifowler)
Mata kuning, RR: 22 x/menit stadium  Ukur Vital Sign
Oyong T: 36,2 C Decompen  Anjuran Ligasi
seperti LP : 95,4 cm sata+ Varises Esofagus
berputar, Kg : 59 kg Varises  Memasang IV line
batuk, lemas, Perkusi abdomen: Esofagus +  Diet Hati III
sudah 2 hari Bunyi timpani pada Pneumonia  IVFD RL 20 gtt/i
belum BAB bagian tengah,
 Inj Ondansetron
Nafsu makan pada daerah
4mg/8 jam
berkurang, sampingnya pekak
 Furosemide 1 ampul/8
(Shiffting dullnes
jam
(+)).
 Spironolactone 100
Auskultasi Paru:
mg tab 1x1
Ronki Basah Paru
 Propanolol 10 mg tab
Kanan
2x1
 Omeprazole 2x1
 Curcuma 3x1
 Cefotaxime 1 gr/12
jam
 Camidryl 3 x 1C
1/03/ Perut TD: 100/60 mmHg Sirosis  Beri posisi Nyaman
2018 membesar HR : 78 x/menit Hepatis  Ukur Vital Sign
terasa RR : 20 x/menit stadium  Diet Hati III
kembung, T : 36,2 C Decompen  Berikan diet dalam
Mata LP : 95,3 cm sata+ keadaan hangat
kuning,oyong Kg : 58,8 kg Varises  Anjurkan makan
sudah Perkusi abdomen: Esofagus sedikit tetapi sering
berkurang, Bunyi timpani pada +
 IVFD RL 20 gtt/i
Nafsu makan bagian tengah, Pneumoni
 Inj Ondansetron
berkurang. pada daerah a
4mg/8 jam
sampingnya pekak
 Furosemide 1 ampul/8
(Shiffting dullnes

41
(+)). jam
Auskultasi Paru:  Spironolactone 100
Ronki Basah Paru mg tab 1x1
Kanan  Propanolol 10 mg tab
2x1
 Omeprazole 2x1
 Curcuma 3x1
 Cefotaxime 1 gr/12
jam
 Camidryl 3 x 1C
02/03/ Perut TD : 100/70 mmHg Sirosis  Beri posisi Nyaman
2018 membesar HR : 81 x/menit Hepatis  Ukur Vital Sign
terasa RR : 20 x/menit stadium  Diet Hati II rendah
kembung, T : 36,8 C Decompen garam
Mata kuning, LP : 95,3 cm sata+  Cek Laboratorium
Nafsu makan Kg : 58,8 kg Varises  IVFD Aminoleban
berkurang. Perkusi abdomen: Esofagus
 Inj Ondansetron
Bunyi timpani pada +
4mg/8 jam
bagian tengah, Pneumoni
 Furosemide 1 ampul/8
pada daerah a
jam
sampingnya pekak
 Spironolactone 100
(Shiffting dullnes
mg tab 1x1
(+)).
 Propanolol 10 mg tab
Auskultasi Paru:
2x1
Ronki Basah Paru
 Omeprazole 2x1
Kanan
 Curcuma 3x1
 Cefotaxime 1 gr/12
jam
 Camidryl 3 x 1C
 Ventolin+Flexotide/ 8
jam

42
03/03/ Mata kuning, TD : 100/65 mmHg Sirosis  Beri posisi Nyaman
2018 Nafsu makan HR : 78 x/menit Hepatis (semifowler)
berkurang. RR : 20 x/menit stadium  Ukur Vital Sign
T : 36,1 C Decompen  Diet Hati II rendah
LP : 95,2 cm sata+ garam
Kg : 58,8 kg Varises  IVFD RL 20 gtt/i
Perkusi abdomen: Esofagus +  Inj Ondansetron
Bunyi timpani pada Pneumonia 4mg/8 jam
bagian tengah,
 Furosemide 1 ampul/8
pada daerah
jam
sampingnya pekak
 Spironolactone 100
(Shiffting dullnes
mg tab 1x1
(+)).
 Propanolol 10 mg tab
Auskultasi Paru:
2x1
Ronki Basah Paru
 Omeprazole 2x1
Kanan
 Curcuma 3x1
 Cefotaxime 1 gr/12
jam
 Camidryl 3 x 1C
 Ventolin+Flexotide/ 8
jam
04/03/ Mata kuning, TD : 120/70 mmHg Sirosis  Beri posisi Nyaman
2018 HR : 74 x/menit Hepatis Ukur Vital Sign
RR : 22 x/menit stadium  Diet Hati II rendah
T : 36,2 C Decompen garam
LP : 95 cm sata+  Anjuran aspirasi
Kg : 58,5 kg Varises  IVFD RL 20 gtt/i
Esofagus +  Inj Ondansetron
Pneumonia 4mg/8 jam
 Furosemide 1 ampul/8
jam

43
 Spironolactone 100
mg tab 1x1
 Propanolol 10 mg tab
2x1
 Omeprazole 2x1
 Curcuma 3x1
 Cefotaxime 1 gr/12
jam
 Camidryl 3 x 1C
 Ventolin+Flexotide/ 8
jam

05/02/ Sudah TD : 110/70 mmHg Sirosis  Beri posisi Nyaman


2018 dilakukan HR : 77 x/menit Hepatis (semi fowler)
aspirasi ± RR : 22 x/menit stadium  Ukur Vital Sign
150 cc T : 36,2 C Decompen  Diet Hati III
LP : 94,5 cm sata+  IVFD RL 20 gtt/i
Kg : 58,6 kg Varises  Inj Ondansetron
Perkusi abdomen: Esofagus + 4mg/8 jam
Bunyi timpani pada Pneumonia
 Furosemide 1 ampul/8
bagian tengah,
jam
pada daerah
 Spironolactone 100
sampingnya pekak
mg tab 1x1
(Shiffting dullnes
 Propanolol 10 mg tab
(+)).
2x1
Auskultasi Paru:
 Omeprazole 2x1
vesikuler
 Curcuma 3x1
 Cefotaxime 1 gr/12

44
jam
 Camidryl 3 x 1C
 Ventolin+Flexotide/ 8
jam
06/02/ Os mengeluh TD : 100/70 mmHg Sirosis  Beri posisi Nyaman
2018 sakit di HR : 72 x/menit Hepatis Ukur Vital Sign
daerah RR : 20 x/menit stadium  Diet Hati II rendah
aspirasi. T : 36,2 C Decompen garam
LP: 94,4 cm sata+  Inj Ondansetron
BB : 58,6 Kg Varises 4mg/8 jam
Esofagus +  Furosemide 1 ampul/8
Pneumonia jam
 Spironolactone 100
mg tab 1x1
 Propanolol 10 mg tab
2x1
 Omeprazole 2x1
 Curcuma 3x1
 Cefotaxime 1 gr/12
jam
 Camidryl 3 x 1C
Ventolin+Flexotide/ 8
jam
07/02/ Tidak ada TD : 110/70 mmHg Sirosis  Beri posisi Nyaman
2018 keluhan HR : 68 x/menit Hepatis Ukur Vital Sign
RR : 22 x/menit stadium  Diet Hati II rendah
T : 36,2 C Decompen garam
LP : 94 cm sata+  Inj Ondansetron
BB: 57,5 Kg Varises 4mg/8 jam
Esofagus +  Furosemide tab 3x1
Pneumonia  Spironolactone 100

45
mg tab 1x1
 Propanolol 10 mg tab
2x1
 Omeprazole 2x1
 Curcuma 3x1
 Camidryl 3 x 1C
 Ventolin+Flexotide/ 8
jam

Obat Pulang :
- Furosemide
- Spironolakton
- Propanolol
- KSR
- Curcuma

BAB IV
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Epidemiologi
Di negara barat, penyebab sirosis Nama : Nelson Sinaga
yang utama adalah alkoholik, sedangkan Usia : 48 tahun 8 bulan
di Indonesia terutama akibat infeksi virus JK : Laki-laki
hepatitis B maupun C. Berdasarkan hasil Pekerjaan : Petani
penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa
Riwayat Penyakit Terdahulu : asam
virus hepatitis B menyebabkan sirosis
lambung
sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-
Riwayat Habitualis :
40%, sedangkan 10-20% penyebabnya
e. Riwayat perokok (sejak usia 18
tidak diketahui dan termasuk kelompok
tahun dan berhenti 2015). (1-2
virus bukan B dan C (non B-non C).

46
Sebagian besar jenis sirosis bungkus/hari)
diklasifikasikan secara etiologis dan f. Riwayat peminum alkohol
morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik (sejak usia 20 tahun dan berhenti
dan post hepatitis (postnekrotik), biliaris, 2015).
kardiak, dan metabolik, keturunan dan g. Riwayat peminum tuak 10 tahun
terkait obat terakhir.
h. Riwayat suka makan pedas.
Gejala dan Tanda
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi Pasien laki-laki berusia 48 tahun, datang
perasaan mudah lelah dan lemas, selera ke RS.Royal Prima dengan keluhan perut
makan berkurang, perasaan perut membesar dan terasa tidak nyaman
kembung, mual, berat badan menurun, yang sudah dialami sejak 3 bulan yang
pada laki-laki dapat timbul impotensi, lalu. OS merasakan perutnya penuh berisi
testis mengecil, buah dada membesar, cairan dan mengganggu aktivitasnya. OS
hilangnya dorongan seksualitas. Bila mengatakan cairan di perutnya sudah
sudah lanjut (sirosis dekompensata), pernah disedot 2 tahun yang lalu
gejala-gejala lebih menonjol terutama bila sebanyak ±5 liter di praktek dokter, dan 1
timbul komplikasi kegagalan hati dan tahun yang lalu sebanyak 2 liter di RS
hipertensi porta, meliputi gangguan Murni Teguh. OS merasa badan lemas
pembekuan darah, perdarahan gusi, dan tidak nafsu makan 1 minggu ini. OS
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus mengalami mual dan 5 hari yang lalu
dengan air kemih seperti teh pekat, muntah lebih dari 5 kali dalam satu hari
muntah darah dan/atau melena, serta berisi makanan yang dimakan. OS
perubahan mental, meliputi sukar mengeluhkan nafasnya sesak, terutama
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai bila berbaring ke arah kiri. Rasa sesak
koma.. Mungkin disertai hilangnya rambut muncul sejak dilakukan endoskopi pada
badan, gangguan tidur, demam tidak Desember 2017 lalu. OS juga
begitu tinggi mengeluhkan adanya nyeri pada ulu hati
dan nyeri pada perut bagian tengah di
sekitar pusar yang hilang timbul sejak 3
tahun terakhir dan memberat 3 hari ini.
OS mengakui tidak ada riwayat jatuh

47
sebelum gejala muncul. OS mengeluhkan
oyong seperti berputar sudah 2 hari ini.
Os juga mengeluhkan mata kuning ± 1
bulan ini. Dikatakan keluarga OS sering
mengonsumsi makanan pedas. Dalam 1
tahun ini berat badan OS menurun ± 15
kg dari 70 kg menjadi 55 kg.
3 tahun yang lalu OS mengalami muntah
darah berwarna hitam dengan volume
setengah aqua gelas (±180 cc) dan setelah
muntah pasien tidak sadarkan diri,
kemudian dibawa ke rumah sakit. Pasien
juga mengaku BAB berwarna hitam
seperti aspal dengan konsistensi lunak
dengan frekuensi 2 kali sehari dan
volumenya ±100 cc tiap buang air besar.
Rasa nyeri buang air besar disangkal
pasien.
Awal Februari 2018 yang lalu pasien
kembali muntah darah berwarna
kehitaman dengan volume lebih dari 1
botol aqua besar (±1500 cc).
1 tahun yang lalu, OS dirawat inap di RS
Murni Teguh dengan varises esophagus,
sudah dilakukan 2 kali tindakan ligasi
varises. Riwayat kedua kaki bengkak 1
tahun yang lalu.

Anamnesis
Perlu ditanyakan konsumsi alkohol jangka OS memiliki riwayat OS juga memiliki
panjang, penggunaan narkotik suntik dan Riwayat peminum alkohol (sejak usia
adanya penyakit hati menahun. Pasien 20 tahun dan berhenti 2015). Riwayat

48
dengan hepatitis virus B atau C peminum tuak 10 tahun terakhir.
mempunyai kemungkinan tertinggi untuk Riwayat perokok (sejak usia 18 tahun dan
terjadi sirosis.[3] berhenti 2015) (1-2 bungkus/hari).

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum pasien TD : 100/60 mmHg
yang diduga sirosis hepstis dapat RR : 26 x/menit
dilakukan melalui evaluasi apakah Nadi : 88 x/menit
terdapat gejala-gejala seperti
1. Asites dan edema  Mata : konjungtiva anemis (+/+),
2. spider Sklera ikterik(+/+)
3. Ikterus  Thorax
4. Eritema Palmaris Palpasi : Stem fremitus kanan <
5. Ginekomastia kiri
6. Atrofi testis hipogonadisme Perkusi : redup pada lapangan paru
7. Hepatomegali kanan bawah dan sonor pada
8. Splenomegali lapangan paru kiri.
9. Perubahan kuku-kuku Muchrche Auskultasi:
Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : Ronki Basah
pada lapangan paru kanan bawah
 Abdomen
Inspeksi : membesar, pusar menonjol
Perkusi : Bunyi timpani pada bagian
tengah, pada kedua daerah samping
kiri dan kanan pekak (Shiffting dullnes
(+)).
 Ekstremitas Superior: Eritema
Palmaris
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan Laboratorium

49
Aspartat aminotransferase (AST)  Hemoglobin 9.4 g/dl
atau serum glumatil  Leukosit 4700/mm3
oksaloasetattransaminase (SGOT)  Trombosit 108000 /mm3
dan alanin aminotransferase (ALT)  Laju Endap Darah : 42 mm/jam
atau serum glutamil piruvat
 Hematokrit : 27,6 %
transaminase (SGPT) menunjukkan
 Eritrosit : 3 10^6/mm3
peningkatan abnormal.
 MCH : 31,2 pg
Kelainan hematologi anemia,
 RDW: 19,5 %
penyebabnya bisa bermacam-
 Eosinofil : 17,7 %
macam, anemia normokrom,
 Monosit : 9,7 %
normositer, hipokrom mikrositer atau
 Limfosit : 14,9 %
hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, leukopenia,  Kreatinin 1.92 mg/dl

dan neutropenia akibat splenomegali  Albumin 1,8 g/dl

kongestif berkaitan dengan


hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme.
Bilirubin, konsentrasinya bisa
normal pada sirosis hati kompensata,
tapi bisa meningkat pada sirosis yang
lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi
di jaringan hati, konsentrasinya
menurun sesuai dengan perburukan
sirosis.
Prothrombin time mencerminkan
derajat/ tingkatan disfungsi sintesis
hati, sehingga pada sirosis
memanjang.
Natrium serum menurun terutama
pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan eksresi air
bebas.[2]

50
2. Pemeriksaan Endoskopi 2. Pemeriksaan Endoskopi
Varises Esofagus dapat ditemukan Hasil Pemeriksaan Gastroscopy
pada pemeriksaan endoskopi. Sesuai - Varises Esofagus
dengan konsensus Baveno IV, bila Hasil Pemeriksaan Ligasi
pada pemeriksaan endoskopi pasien - Ligasi ke-2 Varises Esofagus
sirosis tidak ditemukan varises
dianjurkan pemeriksaan endoskopi
ulang dalam dua tahun. Sebaliknya
bila ditemukan varises besar, harus
segera dikerjakan dengan terapi
prevensi untuk mencegah perdarahan
pertama.
3. Radiologi 3. Radiologi
Pemeriksaan radiologis seperti USG - Pemeriksaan USG Abdomen
Abdomen, sudah secara rutin Liver : Permukaan tidak rata,
digunakan karena pemeriksaannya parenkim heterogen kasar, pinggir tumpul
noninvasif dan mudah dilakukan. Vena hepatic bizarre, Asites (+)
Pemeriksaan USG meliputi sudut Gall Bledder :Dinding tipis, Echostone (-)
hati, permukaan hati, ukuran, Spleen : Ukuran normal, Vena lienalis
homogenitas, dan adanya massa. tidak melebar
Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan Pankreas: Normal
noduler, permukaan irreguler, dan Ginjal Kanan:Ukuran normal, pinggir
ada peningkatan ekogenitas rata, batas korteks medulla tegas, PCS
parenkim hati. Selain itu USG juga tidak melebar, Echostone (-)
dapat menilai asites, splenomegali, Ginjal Kiri: Ukuran normal, pinggir rata,
thrombosis vena porta, pelebaran batas korteks medulla tegas,PCS tidak
vena porta, dan skrining karsinoma melebar,Echostone (-)
hati pada pasien sirosis. Prostat :Dinding tipis, Echostone (-),
Magnetic Resonance Imaging, massa (-)
peranannya tidak jelas dalam Kesimpulan :Liver Cirrhosis, Kedua
mendiagnosis sirosis selain mahal ginjal, limpa dan kandung kemih
biayanya normal scan

51
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non - Farmakologi Penatalaksanaan Non-Farmakologi
1. Membatasi kerja fisik  Beri posisi nyaman
2. tidak minum alcohol  Diet Hati III
3. menghindariobat-obat hepatotoksik  IVFD RL 10gtt/i makro
4. diet yang mengandung protein
1g/KgBB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/hari.
5. Diet rendah garam
Penatalaksanaan Farmakologi Penatalaksanaan Farmakologi
1. Spironolakton dosis 100-200 mg  Furosemide 1 ampul/8 jam
sehari
 Propanolol 10 mg 2x1
2. Pemberian furosemid maksimal
 Spironolactone 100 mg 1x1
dosisnya 160 mg/hari
 Omeprazole 2x1
3. Bila pemakaian diuretic tidak
 Curcuma 3x1
berhasil (asites refrakter), dapat
 Ventolin + Flexotide/ 8 jam
dilakukan parasentesis abdomen
 Cefotaxime 1 gr/ 12 jam
untuk mengambil cairan asites
 Camidryl 3 x IC
secara langsung dari rongga perut.
Pengeluaran asites bisa hingga 5
liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.pengeluaran
lain untuk asites refrakter adalah
transjugular intravenosus
portosystemik shunting (TIPS)
4. Propanolol yang efektif
menurunkan tekanan porta dan
dapat dipakai untuk mencegah
perdarahan maupun perdarahan
berulang pada pasien sirosis.
Transjugular Intrahepatik porto-
systemic shunt (TIPS) dapat

52
digunakan untuk pasien gagal
pengobatan penyekat beta,
skleroterapi maupun ligasi varises,
pasien asites refekter dan
mencegah perdarahan varises.
5. transplantasi hati

BAB V
KESIMPULAN

Nelson umur 48 tahun pekerjaan petani Pasien laki-laki berusia 48 tahun,


datang ke RS.Royal Prima dengan keluhan perut membesar dan terasa tidak
nyaman yang sudah dialami sejak 3 bulan yang lalu. OS merasakan perutnya
penuh berisi cairan dan mengganggu aktivitasnya. OS mengatakan cairan di
perutnya sudah pernah disedot 2 tahun yang lalu sebanyak ±5 liter di praktek
dokter, dan 1 tahun yang lalu sebanyak 2 liter di RS Murni Teguh. OS merasa
badan lemas dan tidak nafsu makan 1 minggu ini. OS mengalami mual dan 5
hari yang lalu muntah lebih dari 5 kali dalam satu hari berisi makanan yang
dimakan. OS mengeluhkan nafasnya sesak, terutama bila berbaring ke arah kiri.
Rasa sesak muncul sejak dilakukan endoskopi pada Desember 2017 lalu. OS
juga mengeluhkan adanya nyeri pada ulu hati dan nyeri pada perut bagian tengah

53
di sekitar pusar yang hilang timbul sejak 3 tahun terakhir dan memberat 3 hari
ini. OS mengakui tidak ada riwayat jatuh sebelum gejala muncul. OS juga
mengeluhkan mata kuning ±1 bulan ini. Dikatakan keluarga OS sering
mengonsumsi makanan pedas. Dalam 1 tahun ini berat badan OS menurun ± 15
kg dari 70 kg menjadi 55 kg. Tiga tahun yang lalu OS mengalami muntah darah
berwarna hitam dengan volume setengah aqua gelas (±180 cc) dan setelah
muntah pasien tidak sadarkan diri, kemudian dibawa ke rumah sakit. Pasien juga
mengaku BAB berwarna hitam seperti aspal dengan konsistensi lunak dengan
frekuensi 2 kali sehari dan volumenya ±100 cc tiap buang air besar. Rasa nyeri
buang air besar disangkal pasien. Awal Februari 2018 yang lalu pasien kembali
muntah darah berwarna kehitaman dengan volume lebih dari 1 botol aqua besar
(±1500 cc). Satu tahun yang lalu, OS dirawat inap di RS Murni Teguh dengan
varises esophagus, sudah dilakukan 2 kali tindakan ligasi varises. Riwayat kedua
kaki bengkak 1 tahun yang lalu.

Berdasarkan anamnesis dijumpai perut membesar, mual, muntah, tidak


nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik dijumpai konjuntiva anemis
(+/+),pemeriksaan thoraks, palpasi : Stem fremitus kanan > kiri, Perkusi : Redup
pada lapangan paru kanan dan Sonor pada lapangan paru kiri, auskultasi : Suara
Pernafasan : Vesikuler, Suara tambahan : Ronki Basah pada lapangan paru
kanan bawah. Pemeriksaan abdomen pada inspeksi : perut membesar, perkusi:
bunyi timpani pada bagian tengah, pada daerah sampingnya pekak (Shiffting
dullnes (+)). Pemeriksaan penunjang dijumpai Hb: 7,9 mg/dl, Leukosit:
5170/mm3, Trombosit: 108000/mm3, LED: 42, Eritrosit : 310^6/mm3, MCH:
31,2 pg , Eosinofil: 17,7%, albumin 1,8 g/dL, endoskopi : varises esophagus.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis dengan Sirosis Hati Stadium Decompensata + Varises Esofagus +
Pneumonia.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien berupa tirah baring, Diet Hati
III, IVFD RL 10 gtt/i, dengan terapi medikamentosa injeksi ondansetron 4 mg/8
jam, injeksi ranitidin 50 mg/12 jam, ketorolac 3% injeksi furosemide 1 ampul/8

54
jam, propanolol 10 mg 2x1, spironolactone 100 mg 1x1, omeprazole 2x1,
curcuma 3x1, ventolin + Flexotide/ 8 jam, cefotaxime 1 gr/ 12 jam, camidryl 3 x
IC.

DAFTAR PUSTAKA

. 1. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In:


Kasper DL et.al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition.
USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62
2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati
S.2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jilid II.Edisi VI. Hal :1978-86
3. Sulaiman Ali, Nurul A, Laurentius A, Sjaifoellah Noer. 2012. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta : Sagung Seto. Hal : 347-82
4. Wilson LM, Lester LB. 1994.Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya
C, editor. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG.
Hal : 426-63.
5. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology.

55
11th ed.: Elsevier; 2006. p. 859-64.
6. Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic
Atlas].: Saunders/Elsevier; 2003.
7. Amiruddin R.2006. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal: 415-9.
8. Porth CM. Alterations in hepatobiliary function. In Essentials of
pathophysiology: concepts of altered health states. 2nd ed.: Lippincott
Williams & Wilkins; 2004. p. 494-516.
9. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper
DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.
Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p.
1808-13.
10. I Made Nasar, Santoso Cornain.2013. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9.
Elsevier. Hal: 595- 603
11. Stephen J, William F Ganong.2010. Patofisiologi Penyakit. Edisi 5.Jakarta:
EGC. Hal: 453-63
12. Dan L Longo, Antony S Fauci.2013. Harrison Gastroenterologi & Hepatologi.
Jakarta:EGC.Hal: 370- 391
13. Suharjo J B Cahyono.2014.Tatalaksana Klinis di Bidang Gatro dan
Hepatologi. Jakarta : Sagung Seto. Hal 429- 441

56

Anda mungkin juga menyukai