Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh
darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah,
yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon.
Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan
mudah pecah. Sebenarnya aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana
saja di tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada,
beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang menetap, dan
kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada
pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di
belakang lutut. Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak,
gejalanya dapat berupa sakit kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat
disertai atau tidak disertai dengan muntah. Komplikasi dari aneurisma dapat
menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh darah di otak, yang juga dikenal
dengan stroke. Sayangnya, kasus ini belum banyak diketahui di Indonesia dan
data tentang penyakit ini masih sangat sedikit.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya.
Bila aneurisma itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila
berdekatan dengan tenggorokan, maka bagian akan tertekan dan saluran napas
tersumbat. Di dalam rongga aneurisma, mudah terbentuk gumpalan darah
yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan mudah menyerpih.
Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di berbagai tempat.
Normalnya, pembuluh darah mempunyai tiga lapisan utama yaitu:
1. Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel.
2. Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang
elastis.
3. Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat
longgar dan lemak.
Delapan puluh lima sampai sembilan puluh persen aneurisma berasal dari
bagian depan atau pembuluh darah karotis, dan sisanya berasal dari bagian
belakang atau pembuluh vertebralis. Aneurisma dikatakan hampir tidak pemah
menimbulkan gejala kecuali terjadi pembesaran dan menekan salah satu saraf

1
otak sehingga memberikan gejala sebagai kelainan saraf otak yang tertekan
seperti pada trigeminal neuralgia.
Aneurisma intrakranial sering ditemukan ketika terjadi ruptur yang dapat
menyebabkan perdarahan dalam otak atau pada ruang subarahnoid, sehingga
menyebabkan perdarahan subarahnoid. Perdarahan subarahnoid dari suatu
ruptur atau aneurisma otak dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik,
kerusakan dan kematian otak.
Orang yang menderita aneurisma di otak, tidak diperbolehkan
berolahraga berat seperti angkat besi. Bahaya perdarahan otak mudah terjadi
dan bisa berakibat fatal. Aneurisma sering baru diketahui setelah dilakukan
foto rontgen angiografi untuk keperluan lain. Penyebab aneurisma ini bisa
karena infeksi, aterosklerosis, rudapaksa, atau kelemahan bawaan pada
dinding pembuluh darah.
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika
Serikat, misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus,
tergolong paling tinggi dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak
lainnya. Kasus ini di banyak negara ditemui pada pasien berusia 3 - 50 tahun.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini meliputi :
1. Apakah pengertian dari aneurisma serebral?
2. Apa sajakah klasifikasi dari aneurisma serebral?
3. Apakah ethiologi dari aneurisma serebral?
4. Bagaimana patofisiologi dari aneurisma serebral?
5. Bagaimana pathway dari aneurisma serebral?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari aneurisma serebral?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk penyakit
aneurisma serebral?
8. Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit aneurisma serebral?
9. Apakah komplikasi dari aneurisma serebral?
10. Bagaimana asuhan keperawatan teori dari aneurisma serebral?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari aneurisma serebral.

2
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari aneurisma serebral.
3. Untuk mengetahui ethiologi dari aneurisma serebral.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari aneurisma serebral.
5. Untuk mengetahui pathway dari aneurisma serebral.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari aneurisma serebral.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk penyakit
aneurisma serebral.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk penyakit aneurisma serebral.
9. Untuk mengetahui komplikasi dari aneurisma serebral.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori dari aneurisma serebral.

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Aneurisma intrakranial/serebral adalah pelebaran atau
menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas

3
rusaknya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan
tunika intima, yang menjadi elastis mengakibatkan kelemahan pada
pembuluh darah di daerah tersebut sehingga membentuk tonjolan akibat
tekanan pembuluh darah.
Aneurisma intracranial (serebral) adalah dilatasi dinding arteri
serebral yang berkembang sebagai hasil dari kelemahan dinding arteri
(Brunner & Suddarth, 2001).
Aneurisma serebral (aneurisma otak) adalah kelainan di mana terjadi
kelemahan pada dinding pembuluh darah otak, baik pembuluh darah nadi
maupun pembuluh darah balik (tunika media dan tunika intima dari arteri
maupun vena) yang menyebabkan penggelembungan pembuluh darah otak
tersebut secara terlokalisir. Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis
jaringan di dekatnya. Di dalam rongga aneurisma, mudah terbentuk
gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan
mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah
di berbagai tempat.

2. Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan:
a. Aneurisma tipe fusiform (5–9%)
b. Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan dinding melingkari
pembuluh darah setempat sehingga menyerupai badan botol.
c. Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong (90–95%)
d. Pada aneurisma ini, kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh
darah sehingga dapat berbentuk seperti kantong dan mempunyai
tangkai atau leher. Dari seluruh aneurisma dasar tengkorak, kurang
lebih 90% merupakan aneurisma sakuler.
Berdasarkan diametemya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:
1) Aneurisma sakuler kecil dengan diameter < 1 cm.
2) Aneurisma sakuler besar dengan diameter antara 1- 2.5 cm
3) Aneurisma sakuler raksasa dengan diameter > 2.5 cm
4) Aneurisma tipe disekting ( < 1% ).

3. Ethiologi
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu:
a. Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan
kasus yang paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh

4
darah ini menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu
menahan tekanan darah yang relatif tinggi sehingga akan
menggelembung.
b. Hipertensi (tekanan darah tinggi).
c. Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah
arteri) dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya
aneurisma.
d. Beberapa infeksi dalam darah.
e. Bersifat genetic.
f. Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil,
dengan bertambahnya usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat
menjadi semakin besar hingga akhirnya pecah.
g. Cedera kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan
pada penderita perdarahan intrakranial yang berusia dibawah 50
tahun.

Penyebab lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan


anatomis di dalam arteri atau vena di dalam atau di sekitar otak.
Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan bawaan, tetapi baru
diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan gejala. Perdarahan dari
malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan pingsan dan
kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa muda. Kadang
dinding pembuluh darah menjadi lemah dan menonjol, yang disebut
dengan aneurisma. Dinding aneurisma yang tipis bisa pecah dan
menyebabkan perdarahan.

4. Patofisiologi
Dinding pembuluh darah dalam tubuh kita umumnya terdiri dari 3
lapisan:
a. Lapisan paling dalam yang di sebut tunika intima yang terdiri dari
lapisan sel endotel
b. Lapisan tengah yang di sebut tunika media yang berisi lapisan sel otot
elastis
c. Lapisan paling luar yang di sebut tunika adventisia yang terdiri dari
lapisan ikat longgar dan lemak.

5
Otak adalah organ yang memakai 25% dari seluruh peredaran darah
dalam tubuh kita. Otak terus meneerus membutuhkan aliran darah yang
konstan dalam jumlah besar dalam menjalankan tugasnya yang komplex.
Aliran peredaran darah otak itu sendiri di perdarahi oleh 4 cabang aliran
utama yang akan bercabang semakin komplex ke dalam parenkim otak.
Aneurisma itu sendiri terjadi pada percabangan pembuluh darah yang
merupakan titik terlemah di karenakan tekanan dan turbulensi yang besar
pada titik tersebut.
Menurut teori, aneurisma sendiri terjadi karena adanya destruksi fokal
di mebran elastik interna yang menyebabkan penurunan produksi elastin,
kolagen dan matrix extraseluler yang menyebabkan terjadinya kelemahan
pada dinding pembuluh darah. Salah satu faktor terbesar adalah adanya
proses inflamasi yang terjadi di dalam pembuluh darah itu sendiri, baik
dari infeksi, auto imun, trauma, maupun tingkat oksidasi yang tinggi akibat
stress sel. Sel radang yang di keluarkan akan mengaktifkan matrix
metalloprotein dalam pembuluh darah yang akan menghancurkan serat
elastin dan kolagen yang akan menyebabkan hilangnya atau menipisnya
tunika media sehingga akan memperbesar tingkat terjadinya aneurisma.
Faktor lain yang akan menghancurkan serat elastin dan kolagen adalah
plasminogen aktivator , serin elastase dan katepsin.
Penipisan dari dinding pembuluh darah tersebut akan terus menerus di
lewati aliran darah yang memiliki tekanan pompa hemodinamik dari
jantung yang berguna untuk mengalirkan darah secara merata keseluruh
tubuh. Pada titik penipisan dinding pembuluh darah tersebut akibat dari
tekanan hemodinamik tersebut, bagian lapisan tunika intima akan
menonjol keluar dan hanya bertahan akibat lindungan lapisan pembuluh
darah terluar yaitu tunika adventitia sehingga akan membentuk kantung
(sakulasi). Aliran darah yang melewati dari sakulasi tersebut akan
mengalami turbulensi balik yang kuat sehinggga akan menyebabkan
terjadinya deposit trombosit, fibrin dan sel radang, yang lama kelamaan
akan membentuk trombus. Lama kelamaan lapisan trombus akan semakin

6
bertambah karena terjadi proses yang sama berulang ulang dan akan
mengisi penuh dari ruang dari pembuluh darah itu sendiri.
Di dalam pembuluh darah juga tergantung pada diameter pembuluh
darah, semakin lebar dari pembuluh darah tersebut, maka tekanan di dalam
pembuluh darah akan semakin tinggi sehingga tingkat progresifitas dari
aneurisma itu sendiri juga semakin tinggi.
Aneurisma serebri 90-95% terjadi pada sirkulasi wilisi bagian anterior,
30-40 % di arteri komunikans anterior bagian proximal dan proximal arteri
komunikans posterior cabang dari arteri carotis interna, 20-30% berada di
percabangan utama dari arteri serebri media serta percabangan arteri
carotis interna ke arteri serebri media dan arteri serebri anterior, 10-15 %
sisanya terjadi pada sister vertebero-basiler.
Aneurisma serebri sendiri terjadi dalam bentuk sakulasi (berry’s
aneurysm) , mycotic, fusiformis, diffuse dan disekting. Aneurisma serebri
yang paling sering terjadi adalah bentuk berry yang di sebabkan oleh
penipisan atau hilangnya lapisan elastika dari pembuluh darah itu sendiri,
yang paling sering terjadi pada percabangan atau pertemuan arteri
sehingga turbulensi dan tekanan dari intra pembuluh darah paling besar.
Akibat dari turbulensi dan tekanan intra pembuluh dan adanya kelemahan
pembuluh darah di beberapa tempat, maka kantung yang terbentuk akan
bertambah banyak sehingga penampakannya akan terlihat seperti buah
berry yang bergerombol.
Sedangkan aneurisma tipe mycotic terjadi akibat emboli septik yang
mengaktifkan faktor peradangan sehingga dapat melemakan dinding
pembuluh darah, dan emboli tersebut juga menetap di 1 tempat lesi, tempat
lesi tersering nya adalah di pembuluh serebri bagian distal.
Tipe Fusiformis / diffuse dari aneurisma serebri sendiri dahulu di
sebut sebagai arterosklerotik aneurisma, karena menunjukan deposisi
artheromatous yang besar pada seluruh dinding pembuluh darah sendiri
sehingga menyebabkan bentuknya seperti botol. Tipe ini sendiri biasnya
terbentuk pada arteri yang berliku-liku terutama pada sistem arteri
vertebrobasiler. Pada aneurisma disekting, aneurisma ini terjadi

7
kebanyakan akibat adanya trauma pada pembuluh darah mupun adanya
kecurigaan neoplasma.

8
5. Pathway

Ethiologi : Faktor Resiko :


Genetik, Ateroskelrosis, Infeksi dlm Usia > 50 thn, Wanita, Perokok,
darah, Hipertensi, Idiopatik Alkoholik, Kokain

Kelainan lapisan pembuluh


darah

Pembuluh darah mnjd elastic & lemah


KOMPLIKASI :
Stroke Hemoragic Tonjolan
Perdarahan intra serebral
Perdarahan subarachnoid
Aneurisma Defisit Pengetahuan

Tipis dan mudah pecah Pelebaran pembuluh darah IK Ansietas

Trjd Ruptur Penekanan jaringan sekitar

Perdarahan IK Perubahan syaraf kranial Nervus Optikus

TIK Nervus vagus G3. Persepsi sensori


pengelihatan
Cefalgia Respon mual-muntah
Resti cidera
G3. Nyaman Nyeri Anorexia

Pemenuhan nutrisi kurang dr


kebutuhan

Perdarahan Cerebral Kebutuhan O2 Meningkat

Perubahan perfusi Sesak nafas


cerebral
G3. Pola Nafas

9
6. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul tergantung dari lokasi dan ukuran aneurisma
tersebut. Beberapa gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala,
penglihatan kabur/ganda, mual, kaku leher dan kesulitan berjalan. Tetapi
beberapa gejala dapat menjadi peringatan (warning sign) adanya
aneurisma, yaitu: kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan,
gangguan penglihatan, kelopak mata tidak bisa membuka secara tiba-tiba,
nyeri pada daerah wajah, nyeri kepala sebelah ataupun gejala menyerupai
gejala stroke. Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun,
kadang disertai dengan kejang, koma, sampai kematian. Pertanda awal bisa
terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma
pecah.
Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah:
a. Tingkat I: Sefalgia ringan dan sedikit tanda perangsangan selaput otak
atau tanpa gejala.
b. Tingkat II: Sefalgia agak hebat atau ditambah kelumpuhan saraf otak.
c. Tingkat III: Kesadaran somnolent, bingung atau adanya kelainan
neurologik fokal sedikit.
d. Tingkat IV: Stupor, hemiparese sampai berat, mungkin adanya
permulaan deserebrasi dan gangguan sistim saraf otonom.
e. Tingkat V: Koma dalam, tanda rigiditas desebrasi dan stadium
paralisis cerebral vasomotor.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT scan
Menunjukkan lokasi aneurisma, menunjukkan pecahnya aneurisma,
bila aneurisma belum pecah, bila cukup besar, dapat dilihat sebagai
nodul bulat dalam ruang subarachnoid basal, kadang-kadang dengan
dinding berkapur.
b. Angiography
Bertujuan mengenali aneurisma, lokasi yang tepat, dan ukuran
aneurisma. Untuk mencapai tujuan ini prosedur yang ideal adalah
angiografi rotasi dengan rekonstruksi tiga dimensi. Hal ini berguna
jika prosedur occlusive endovascular direncanakan.
c. MRI

10
Berguna hanya dalam aneurisma besar dan raksasa untuk lebih
mengevaluasi komponen thrombosis dan hubungan dengan struktur
saraf yang berdekatan.

8. Penatalaksanaan
a. Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah
agar aneurisma tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi
penggelembungan lebih lanjut dari aneurisma tersebut.
b. Untuk aneurisma yang sudah pecah, tujuan terapi adalah untuk
mencegah perdarahan lebih lanjut dan untuk mencegah atau
membatasi terjadinya vasospasme. Penderita harus segera dirawat dan
tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri diberikan
untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase
di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
c. Terapi pembedahan
Aneurisma biasanya diatasi dengan operasi kraniotomi terbuka, yang
dilakukan dengan membedah otak, memasang klip logam kecil di
dasar aneurisma, sehingga bagian dari pembuluh darah yang
menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui oleh darah. Terapi
lain adalah dengan operasi endovaskuler, yaitu memasukkan kateter
dari pembuluh darah arteri di kaki, dimasukkan terus sampai ke
pembuluh darah di otak yang terkena aneurisma, dan dengan bantuan
sinar X, dipasang koil logam di tempat aneurisma pembuluh darah
otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil logam tersebut,
dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku dan
menutupi seluruh aneurisma tersebut.

9. Komplikasi
Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan:
a. Stroke hemoragik
b. Perdarahan subarachnoid saja.
c. Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
d. Infark serebri (50%).
e. Perdarahan subarachnoid dan subdural.

11
f. Perdarahan subarachnoid dan hidrosephalus yang sebagian kecil
menjadi hidrosephalus normotensif (30%).
g. Aneurisma arteri carotis interna dapat menjadi fistula
caroticocavernosum.
h. Masuk ke sinus sphenoid bisa timbul epistaksis.
i. Perdarahan subdural saja.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
yaitu: mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin,
pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas
keluarga, dll.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien mengalami sakit kepala yang mendadak
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh sakit kepala berdenyut yang mendadak dan
berat, mual dan muntah, gangguan penglihatan (pandangan

12
kabur/ganda, kelopak mata tidak membuka), kaku leher, nyeri daerah
wajah, kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan, denyut
jantung dan laju pernapasan naik turun, hilang kesadaran (kejang,
koma, kematian).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan klien sering mengkonsumsi makanan yangberlemak
tinggi, kolesterol tinggi, klien mempunyai riwayat hipertensi, penyakit
DM, klien suka mengkonsumsi garam meja berlebihan, klien
mempunyai kebiasaan merokok, pengguna kokain, klien pernah
mengalami trauma kepala.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya keluarga memiliki penyakit keturunan seperti DM,
hipertensi, stroke, atau penyakit lainnya.
f. Riwayat Psiko-Sosial
Pada klien dengan aneurisma intracranial biasanya klien akan camas
dengan prognosis penyakitnya, klien akan tidak bisa atau sulit untuk
beraktifitas, maka klien akan merasa tidak berharga, Produktifitas
klien akan menurun.

g. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Biasanya klien mengalami sesak napas, bentuk dada simetris,
ekspansi dada meningkat
2) B2 (Blood)
Biasanya klien mengalami peningkatan pada tekanan darah
3) B3 (Brain)
Biasanya klien mengalami kejang, nyeri kepala, kesadaran
menurun
4) B4 (Bladder)
Biasanya klien pada penyakit ini tidak mengalami gangguan pada
sistem perkemihan
5) B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual muntah, penurunan nutrisi, anoreksia,
penurunan BB
6) B6 (Bone)
Biasanya terjadi kelemahan otot, gangguan mobilitas fisik,
melemahnya otot-otot bicara

13
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan pendarahan serebral
b. Gangguan pola napas berhubungan dengan sesak napas
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan syaraf
optikus
f. Resti cidera berhubungan dengan gangguan penglihatan
g. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
dan pengobatan.

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa 1
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi
serebral kembali normal
Kriteria Hasil: pasien mampu mempertahankan tingkat
kesadaran/tingkat kesadaran membaik, TTV dalam batas normal, tidak
ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi:
1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan
perfusi jaringan serebral
R/ untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Observasi status neurologi secara teratur
R/: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK
3) Observasi TTV (tekanan darah, nadi, RR)
R/: peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti penurunan
tekanan darah diastolic merupakan tanda terjadinya peningkatan
TIK, napas yang tidak teratur menentukan lokasi adanya
gangguan serebral, demam menentukan letak kerusakan pada
hipotalamus.
4) Observasi perubahan pada penglihatan, misalnya penglihatan
kabur atau ganda
R/: untuk menentukan intervensi

14
5) Catat adanya refleks-refleks tertentu seperti reflex menelan,
batuk,dsb
R/: penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada otak
tengah atau betang otak
6) Pertahankan kepala pada posisi tengah atau pada posisi netral
R/: kepala yang miring akan meningkatkan TIK
b. Diagnosa 2
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas menjadi
efektif
Kriteria Hasil: pola napas normal, sesak berkurang atau hilang.
Intervensi:
1) Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan
R/ : perubahan pola napas dapat menandakan awitan komplikasi
pulmonal
2) Angkat kepala tempat tidur sesuai indikasi
R/ : untuk memudahkan ekspansi paru
3) Anjurkan pasien untuk napas dalam yang efektif
R/ : mencegah atelektasis
4) Kolaborasi pemberian oksigen
R/ : membantu dalam mencegah hipoksia.
c. Diagnosa 3
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil: nyeri berkurang/hilang, pasien tampak rileks
Intervensi:
1) Observasi karateristik nyeri
R/: untuk menetukan intervensi selanjutnya
2) Berikan lingkungan yang tenang
R/ : meningkatkan relaksasi
3) Tingkatkan tirah baring, bantu dalam pemenuhan kebutuhan
perawatan diri
R/ : menurunkan gerakan yang dpat meningkatkan nyeri
4) Posisikan yang nyaman sesuai indikasi
R/ : untuk mengurangi nyeri
5) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
R/ : agar nyeri dapat berkurang
6) Kolaborasi pemberian analgetik
R/: untuk menghilangkan rasa nyeri.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh
darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah,
yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon.
Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan
mudah pecah. Sebenarnya aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana
saja di tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada,
beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang menetap, dan
kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada
pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di
belakang lutut. Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak,
gejalanya dapat berupa sakit kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat
disertai atau tidak disertai dengan muntah. Komplikasi dari aneurisma dapat
menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh darah di otak, yang juga dikenal
dengan stroke. Sayangnya, kasus ini belum banyak diketahui di Indonesia dan
data tentang penyakit ini masih sangat sedikit.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya.
Bila aneurisma itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila
berdekatan dengan tenggorokan, maka bagian akan tertekan dan saluran
napas tersumbat. Di dalam rongga aneurisma, mudah terbentuk gumpalan
darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan mudah menyerpih.
Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di berbagai tempat.
Prognosis pada aneurisma bergantung pada jenis aneurisma (rupture atau
unruptur), bentuk aneurisma, lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien
saat dilakukan pengobatan (usia, gejala klinis, kesadaran dan adanya penyakit
lain). Prinsipnya semakin cepat ditemukan aneurisma mempunyai
kemungkinan kesembuhan yang baik, oleh karena itu pemeriksaan medis
rutin sangat dianjurkan.

16
B. Saran
Aneurisma Otak = Bom Waktu di Kepala, yang sewaktu-waktu pasti
akan pecah. Dan apabila pecah akan menimbulkan berbagai macam tanda dan
gejala yang sangat mengancam jiwa. Anuerisma serebral sangat potensial
untuk mendapatkan penyakit stroke.
Maka dari itu jagalah kesehatan kita, Setiap kita pasti mempunyai risiko
untuk mendapatkan aneurisma intracranial, siapa tau??? Marilah kita hindari
terlalu banyak makanan yang berlemak, kolesterol tinggi, konsumsi
berlebihan konsumsi garam meja/dapur, hindari emosi, olah raga teratur dan
pastinya pola hidup sehat.
Dan dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan
dapat memahami bagaimana tentang penyakit aneurisama serebral ini, dapat
membuat laporan kasus nantinya dan dapat menerapkan asuhan keperawatan
yang efektif dan efisien bagi klien aneurisma serebral.

DAFTAR PUSTAKA

17
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.
EGC: Jakarta
Chang, Ester. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. EGC:
Jakarta
R. Sjamsuhidajat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta
Soeparman & Sarwono waspadji. 1999 . Ilmu Penyakit dalam. Gaya Baru.
Jakarta .

18

Anda mungkin juga menyukai