Anda di halaman 1dari 9

Musik Stimulus Kecerdasan

1. PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang


Semua bangsa maju di dunia seperti Jerman, Amerika, Jepang, Inggris, Australia dan
negara Eropa pada umumnya adalah bangsa yang musikal. Pengertian musikal yang
dimaksud disini adalah pertama dapat memainkan instrumen musik atau menyanyi
dengan baik, pengertian kedua tidak dapat bermain musik atau menyanyi dengan baik,
tetapi dapat mengapresiasikan musik.
Siswa-siswa setingkat kelas 1 – 4 SD di Amerika Serikat mendapatkan pelajaran musik
75 menit setiap minggu, sejak kelas 5 mereka memperoleh pelajaran musik selama 80
menit. Oleh karena itu, mereka sudah dapat membuat koor dengan aransemen-aransemen
yang sulit untuk tiga suara dan dapat memainkan beberapa instrumen musik. Di tingkat
SLTP mereka memperdalam pelajaran musik pilihan dan mengadakan pertunjukan-
pertunjukan. Tingkat SLTA mereka sudah melangkah dengan penekanan pada bentuk
konser-konser. Oleh karena itu, mereka sudah mampu menyusun program-program musik
yang sangat maju dengan membuat satu atau dua koor gabungan. Sebagian besar sekolah-
sekolah di sana memiliki ruangan khusus musik, demikian juga di Australia.
Di Inggris anak usia TK yang berkemampuan membaca di bawah rata-rata, dapat
mengejar teman-teman mereka yang di kelompok rata-rata sesudah mereka diperkaya
dengan pelajaran musik tambahan, mereka belajar bernyanyi dalam sebuah kelompok
melalui latihan ketepatan nada dan irama disertai dengan latihan kepekaan emosi, sebuah
program yang sangat berstruktur dan dapat dinikmati anak-anak.
Universitas-universitas di Jepang banyak yang mempunyai orkes Symphony sebagai
kelanjutan dari pelajaran musik yang mereka terima di tingkat SD, SLTP dan SLTA.
Begitu pun semua sekolah unggulan memasukkan mata pelajaran musik sebagai materi
wajib intrakurikuler dan diperkaya dengan kegiatan ekstrakurikuler, dimana materi
pelajaran musik yang diajarkan meliputi musik universal dan musik tradisional,
nampaknya hasil pembelajaran siswa-siswa sekolah unggulan pun rata-rata sangat baik.
Kurikulum nasional di Indonesia, hanya menekankan perkembangan intelektual semata
dan kurang memperhatikan perkembangan kecerdasan emosi. Hal ini tampak dengan
banyaknya tawuran pelajaran di tingkat sekolah menengah dan tingkat lanjutan pertama,
siswa sekolah dasar terbebani dengan padatnya mata pelajaran yang harus dihafal dan
yang harus dikerjakan sehingga pembelajaran menghapus keceriaan anak pada masa
perkembangannya.
Tampaknya pada kurikulum (1994) yang berlaku, aspek keseimbangan tersebut belum
terpenuhi. Kurikulum pendidikan formal di Indonesia hanya menekankan perkembangan
intelektual semata dan tidak memperhatikan perkembangan kecerdasan emosi. Melihat
alokasi waktu mata pelajaran musik setiap minggu hanya waktu 2 x 45 menit, (GBPP
kurikulum mata pelajaran kesenian 1994) yang masih terbagi dengan mata pelajaran seni
tari, seni rupa, dan kerajinan tangan.

1.2. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk menginformasikan ilmu pengetahuan tentang teori peran
pendidikan musik esensial diberikan dalam pendidikan integral agar peserta didik dapat
memperoleh keseimbangan fungsi otak kiri dan kanan yang merupakan pendidikan
humanis. Mencari solusi dalam rangka untuk memperbaiki penyimpangan krisis moral
yang terjadi pada siswa-siswa sekolah. Memberikan sumbangan pemikiran kepada
penentu kebijakan kurikulum Depdiknas agar memasukkan pendidikan musik ke dalam
kurikulum nasional di tingkat pendidikan dasar.

2. KAJIAN TEORI

Penelitian menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan-rangsangan yang


kaya untuk segala aspek perkembangan secara kognitif dan kecerdasan emosional (EQ).
Roger Sperry (1992) dalam Siegel (1999) penemu teori Neuron mengatakan bahwa
neuron baru akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik sehingga neuron yang
terpisah-pisah itu bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak, sehingga terjadi
perpautan antara neuron otak kanan dan otak kiri itu.
Siegel, 1999 mengatakan bahwa musik klasik menghasilkan gelombang Alfa yang
menenangkan yang dapat merangsang sistem limbik jaringan neuron otak.

2.1. Musik Memberikan Rangsangan Terhadap Aspek Kognitif (Matematik)


Hal yang sama dikemukakan Campbell 2001 dalam bukunya Efek Mozart) mengatakan
musik Barok (Bach, Handel dan Vivaldi) dapat menciptakan suasana yang merangsang
pikiran dalam belajar. Musik klasik (Haydn dan Mozart) mampu memperbaiki
konsentrasi ingatan dan persepsi spasial. Masih banyak lagi jenis-jenis musik lain mulai
dari Jazz, New Age, Latin, Pop, lagu-lagu, Gregorian bahkan gamelan yang dapat
mempertajam pikiran dan meningkatkan kreativitas.
Kognitif merupakan semua proses dan produk pikiran untuk mencapai pengetahuan yang
berupa aktivitas mental seperti mengingat, mensimbolkan, mengkategorikan,
memecahkan masalah, menciptakan dan berfantasi.
Mengacu pada perkembangan kognitif dari Piaget (1969) dalam teori belajar yang
didasari oleh perkembangan motorik, maka salah satu yang penting yang perlu
distimulasi adalah keterampilan bergerak. Melalui keterampilan motorik anak mengenal
dunianya secara konkrit. Dengan bergerak ini juga meningkatkan kepekaan sensori, dan
dengan kepekaan sensori ini juga meningkatkan perkiraan yang tepat terhadap ruang
(spatial), arah dan waktu. Perkembangan dari struktur ini merupakan dasar dari
berfungsinya efisiensi pada area lain. Kesadaran anak akan tempo dapat bertambah
melalui aktivitas bergerak dan bermain yang menekankan sinkronis, ritme dan urutan dari
pergerakan. Kemampuan-kemampuan visual, auditif dan sentuhan juga diperkuat melalui
aktivitas gerak.
Gallahue, (1998) mengatakan, kemampuan-kemampuan seperti ini makin dioptimalkan
melalui stimulasi dengan memperdengarkan musik klasik. Rithme, melodi, dan harmoni
dari musik klasik dapat merupakan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan belajar
anak. Melalui musik klasik anak mudah menangkap hubungan antara waktu, jarak dan
urutan (rangkaian) yang merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk kecakapan
dalam logika berpikir, matematika dan penyelesaian masalah.
Hasil penelitian Herry Chunagi (1996) Siegel (1999), yang didasarkan atas teori neuron
(sel kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika
ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara mengakibatkan
neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin
banyak rangsangan musik diberikan akan semakin kompleks jalinan antarneuron itu.
Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan matematika, logika, bahasa, musik, dan
emosi pada anak.
Selanjutnya, Gordon Shaw (1996) dalam newsweek (1996) mengatakan kecakapan dalam
bidang yakni matematika, logika, bahasa, musik dan emosi bisa dilatih sejak kanak-kanak
melalui musik. Dengan melakukan penelitian membagi 2 kelompok yaitu kelas kontrol
dan kelas eksperimen melalui pendidikan musik sehingga sirkuit pengatur kemampuan
matematika menguat.
Musik berhasil merangsang pola pikir dan menjadi jembatan bagi pemikiran-pemikiran
yang lebih kompleks. Didukung pula oleh Martin Gardiner (1996) dalam Goleman (1995)
dari hasil penelitiannya mengatakan seni dan musik dapat membuat para siswa lebih
pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang dipelajari. Jadi, ada
hubungan logis antara musik dan matematika, karena keduanya menyangkut skala yang
naik turun, yaitu ketukan dalam musik dan angka dalam matematika.
Daryono Sutoyo, Guru Besar Biologi UNS Solo, melakukan penelitian (1981) tentang
kontribusi musik yaitu menstimulasi otak, mengatakan bawha pendidikan kesenian
penting diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) agar peserta didik sejak dini
memperoleh stimulasi yang seimbang antara belahan otak kiri dan belahan otak
kanannya. Bila mereka mampu menggunakan fungsi kedua belahan otaknya secara
seimbang, maka apabila mereka dewasa akan menjadi manusia yang berpikir logis dan
intutif, sekaligus cerdas, kreatif, jujur, dan tajam perasaannya.
Implementasi dari penelitian tersebut, pendidikan kesenian sewaktu di SD mempengaruhi
keberhasilan studi pada pendidikan berikutnya. Dengan demikian, diasumsikan bahwa
pendidikan kesenian di SD termasuk faktor penentu dalam peningkatan kualitas sumber
daya manusia.

2.2. Musik Sebagai Pendekatan Belajar


Berbagai sirkuit pada otak mempunyai waktu perkembangan yang berbeda-beda.
Merangsang anak pada waktu masa perkembangan yang tepat bisa memaksimalkan
kemampuannya. Kemampuan matematika dan logika ada dalam korteks otak yang
berdekatan dengan kemampuan musik dengan masa pembentukan 0 – 4 tahun. Untuk itu
perlu dilakukan bermain hitungan sederhana bersama anak melalui media musik dalam
mengajarkan berhitung, misalnya satu piring, satu garpu, satu sendok, saat bersantap di
meja makan.

Persamaan lambang notasi musik dan matematika


Untuk menulis bunyi dan tanda diam dengan bermacam-macam lama waktu atau panjang
pendeknya bunyi dan tanda diam digunakan notasi irama dengan bentuk dan nilai
tertentu:
= not penuh nilainya 1 atau 2/2 atau 4/4
= not tengahan nilainya ½ atau 2/4
= not perempat nilainya ¼ atau 2/8
= not perdelapan nilainya 1/8 atau 2/16
= not perenambelas nilainya 1/16
= tanda diam penuh nilainya 1 atau 2/2 atau 4/4
= tanda diam tengahan nilainya ½ atau 2/4
= tanda diam perempat nilainya ¼ atau 2/8
= tanda diam perdelapan nilainya 1/8 atau 2/16
= tanda diam perenambelas nilainya 1/16
Titik di belakang not atau tanda diam menambahkan nilai not atau tanda diam itu dengan
setengah dari nilainya:
4/4 + 2/4 = 6/4
2/4 + 1/4 = 3/4
1/4 + 1/B = 3/B
1/B + 1/16 = 3/16
1/6 + 2/4 = 6/4
2/4 + 1/4 = 3/4
1/4 + 1/B = 3/4
1/8 + 1/16 = 3/16

Tiap not dapat bernilai dengan perbandingan 3 : 1, jika diberi tanda trial
Tanda legatura menghubungkan dua buah not atau lebih ( ) memperpanjang nilai not
yang pertama menjadi jumlah nilai not-not yang dihubungkannya.
2213
Jika = ----, maka = ----- + ----- = -----
4444
2235
Jika = ----, maka = ----- + ----- = -----
4444
4437
Jika = ----, maka = ----- + ----- = -----
4444

2.3. Musik dan Kecerdasan Emosi


Para ilmuwan sering membicarakan bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu
korteks, (kadang-kadang disebut neokorteks) sebagai bagian yang berbeda dari bagian
otak yang mengurangi emosi yaitu sistem limbik. Padahal keduanya mempunyai
hubungan. Interaksi yang disebabkan rangsangan bunyi musik yang menentukan
kecerdasan emosional.
Di bawah ini gambar sistem interaksi otak:
Gambar 2. Sistem Interaksi Otak (dalam Shapiro)
Korteks adalah bagian berpikir otak dan berfungsi mengendalikan emosi melalui
pemecahan masalah, bahasa, daya cipta, dan proses kognitif lainnya. Sistem limbik
merupakan bagian emosional otak. Sistem meliputi ini thalamus, yang mengirimkan
pesan-pesan ke korteks; hippocampus, yang berperan dalam ingatan dan penafsiran
persepsi; dan amigdala, pusat pengendalian emosi.
Menurut peneliti Siegel (1999) ahli perkembangan otak, mengatakan bahwa musik dapat
berperan dalam proses pematangan hemisfer kanan otak, walaupun dapat berpengaruh ke
hemisfer sebelah kiri, oleh karena adanya cross-over dari kanan ke kiri dan sebaliknya
yang sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak.
Efek atau suasana perasaan dan emosi baik persepsi, ekspresi, maupun kesadaran
pengalaman emosional, secara predominan diperantarai oleh hemisfer otak kanan.
Artinya, hemisfer ini memainkan peran besar dalam proses perkembangan emosi, yang
sangat penting bagi perkembangan sifat-sifat manusia yang manusiawi.
Kehalusan dan kepekaan seseorang untuk dapat ikut merasakan perasaan orang lain,
menghayati pengalaman kehidupan dengan "perasaan", adalah fungsi otak kanan, sedang
kemampuan mengerti perasaan orang lain, mengerti pengalaman dengan rasio adalah
fungsi otak kiri. Kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan
manusiawi dengan orang lain merupakan percampuran (blending antara otak kanan dan
kiri itu).
Proses mendengar musik merupakan salah satu bentuk komunikasi afektif dan
memberikan pengalaman emosional. Emosi yang merupakan suatu pengalaman subjektif
yang inherent terdapat pada setiap manusia. Untuk dapat merasakan dan menghayati serta
mengevaluasi makna dari interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan
dioptimalkan perkembangannya melalui musik sejak masa dini.
Campbell 2001 dalam bukunya efek Mozart mengatakan musik romantik (Schubert,
Schuman, Chopin, dan Tchaikovsky) dapat digunakan untuk meningkatkan kasih sayang
dan simpati.
Musik digambarkan sebagai salah satu "bentuk murni" ekspresi emosi. Musik
mengandung berbagai contour, spacing, variasi intensitas dan modulasi bunyi yang luas,
sesuai dengan komponen-komponen emosi manusia.
Suzuki (1987) dalam Utami Munandar mengatakan bila anak dibesarkan dalam suasana
musik Mozart sejak dini, jiwa Mozart yang penuh kasih sayang dan disiplin akan tumbuh
dalam dirinya. Inilah keajaiban musik.

2.4. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi


Peter Salovey dan John Mayer (1990) dalam Shapiro (1997) menerangkan kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan kualitas ini adalah kemampuan
mengenali emosi diri. Sternberg dan Salovery dalam Shapiro (1997) mengatakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri merupakan kemampuan
seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul,
dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas
perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan
secara mantap. Dalam hal ini, sikap yang diambil dalam menentukan berbagai pilihan
seperti memilih sekolah, sahabat, profesi sampai kepada pemilihan pasangan hidup.
Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan
perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi
perilakunya secara wajar. Misalnya seseorang yang sedang marah maka kemarahan itu
tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya
disesali di kemudian hari.
Kepekaan akan rasa indah timbul melalui pengalaman yang dapat diperoleh dari
menghayati musik. Kepekaan adalah unsur yang penting guna mengerahkan kepribadian
dan meningkatkan kualitas hidup. Seseorang memiliki kepekaan yang tinggi atas
perasaan mereka maka ia akan dapat mengambil keputusan-keputusan secara mantap dan
membentuk kepribadian yang tangguh. Kemampuan motivasi adalah kemampuan untuk
memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan
bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan dan optimisme yang tinggi,
sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, misalnya
dalam hal belajar. Seperti apa yang kita cita-citakan dapat diraih dan mengisyaratkan
adanya suatu "perjalanan" yang harus ditempuh dari suatu posisi di mana kita berada
(Point of Departure, POD) ke suatu titik tiba (Point of Arrival, POA) dalam kurun waktu
tertentu.
Kemampuan membina hubungan bersosialisasi sama artinya dengan kemampuan
mengelola emosi orang lain. Evelyn Pitcer dalam Kartini (1982) mengatakan musik
membantu anak-anak untuk mengerti orang lain dan memberikan kesempatan dalam
pergaulan sosial dan perkembangan terhadap emosional mereka.
Kemampuan untuk mengelola emosi orang lain sehingga tercipta keterampilan sosial
yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas. Anak-anak dengan
kemampuan ini cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul. Melalui belajar
kelompok (group) dituntut untuk bekerjasama, mengerti orang lain.
Anak merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang
lain untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin dicintai, ingin diakui, dan dihargai.
Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya. Jelas
bahwa individualitas dan sosialitas merupakan unsur-unsur yang komplementer, saling
mengisi dan melengkapi dalam eksistensi anak.
Kecerdasan emosional perlu dikembangkan karena hal inilah yang mendasari
keterampilan seseorang di tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh
potensi anak dapat berkembang secara lebih optimal.
Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan sosial
emosional. Daniel Goleman (1995) melalui bukunya yang terkenal "Emotional
Intelligences (EQ)", memberikan gambaran spectrum kecerdasan, dengan demikian anak
akan cakap dalam bidang masing-masing namun juga menjadi amat ahli. Sebagaimana
dikatakan oleh para ahli, perkembangan kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh
rangsangan musik seperti yang dikatakan Gordon Shaw (1996).

2.5 Penyusunan Kurikulum yang Ideal


Sprinthall dan Sprinthall (1974) dalam Teori Belajar mengemukakan bahwa
perkembangan kognitif tidak datang dengan sendirinya. Untuk mendorong pertumbuhan,
kurikulum yang disusun berdasarkan atas taraf perkembangan anak, harus dapat
memberikan pengalaman pendidikan yang spesifik yaitu melalui pendidikan musik di
sekolah.

2.6. Siklus Pengembangan Kurikulum Analisis Kebutuhan:


Agar terjadi keseimbangan antara belahan otak kiri dan kanan, keajaiban musik dapat
menyehatkan jiwa, menciptakan kegembiraan sebagai pendekatan belajar untuk
mengajarkan berhitung, mengajarkan sopan santun dan lain sebagainya, dengan musik
siswa dapat menyalurkan emosinya secara positif sehingga dapat mencegah terjadinya
tawuran sesama pelajar.
Secara eksplisit dalam GBHN disebut bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah
membentuk pembangunan sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan
keterampilan dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab, dapat
mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai
bangsanya dan sesama manusia merupakan fokus kurikulum masa depan sebagaimana
yang dikerangkakan yaitu Ipteks Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni.
Dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya perlu ada keseimbangan antara
semua aspek perkembangan manusia yaitu perkembangan intelektual, perkembangan
sosial, perkembangan emosi dan perkembangan moral yang ikut menentukan
keberhasilan anak.
Pelajaran apa saja yang mengandung aspek-aspek tersebut yang dapat menjadikan siswa
pandai dan beriman melalui pelajaran agama, yang menjadikan siswa sehat raga melalui
pelajaran olah raga, sehat jiwa melalui pelajaran musik, yang menjadikan siswa
berbudaya serta cinta tanah air melalui pendidikan seni melalui ciri masing-masing
daerah dan lain sebagainya, semua aspek tersebut dapat menyeimbangkan belahan otak
kanan dan kiri yang akhirnya dapat membentuk manusia Indonesia seutuhnya, memang
hasil yang dirasakan/didapat bersifat abstrak, bukan bekal berupa keterampilan, tetapi
esensial untuk diberikan jika ingin memanusiakan manusia.

3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Musik memberikan rangsangan terhadap jalinan antara neuron, sehingga neuron yang
bertautan akan meningkatkan kemampuan matematika dan emosi.
2. Musik merangsang pikiran.
3. Musik memperbaiki konsentrasi dan ingatan.
4. Musik membuat siswa lebih pintar.
5. Musik meningkatkan aspek kognitif.
6. Musik membangun kecerdasan emosional.
7. Siswa yang mendapat pendidikan musik jika kelak dewasa akan menjadi manusia yang
berpikiran logis, sekaligus cerdas, kreatif dan mampu mengambil keputusan dan
mempunyai empati.
8. Dengan pendidikan musik, anak memperoleh stimulasi yang seimbang antara belahan
otak kiri dan belahan otak kanan, artinya terdapat keseimbangan antara aspek kognitif
dan aspek emosi.

3.2. Saran
1. Kepada para pengambil keputusan agar pendidikan musik menjadi bagian integral
materi pelajaran intrakurikuler dari tingkat SD dan SLTP, dan mendapatkan alokasi waktu
yang sama dengan mata pelajaran matematika.
2. Seharusnya kurikulum nasional memasukan mata pelajaran musik dalam materi
intrakurikuler dilengkapi dengan kegiatan ekstrakurikuler dan tidak terintegrated dengan
mata pelajaran kesenian lainnya. Hal ini dimaksudkan agar terjadi keseimbangan antara
aspek intelektual dan emosi yang dapat menghasilkan generasi yang pintar, berbudi luhur
dan berbudaya yaitu manusia sehat jasmani dan rohani, mencintai bangsanya dan sesama
manusia seperti yang termaktub di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Don. 2001. Efek Mozart, Memanfaatkan Kekuatan Musik untuk Mempertajam
Pikiran, Meningkatkan Kreativitas, dan Menyehatkan Tubuh. Penerjemah T. Hermaya.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Cetakan I Januari.
Gallahue, DL & Ozmun J.C. 1998. Understanding Motor Development, Infant Children,
Adolescents Adults. Hill Boston : Mc Graw.
Goleman, Daniel. 1995. Emotional Intelligences. New York : Bantam Books.
Kartono, Kartini. 1982. Psikologi Anak. Bandung : Alumni.
Kurikulum Pendidikan Dasar 1994. 1993. GBPP Mata Pelajaran Kesenian dan Kerajinan
Tangan, Departemen Pendidikan Nasional.
Mudhoffir. 1987. Teknologi Instruksional. Jakarta : Remaja Karya.
Munandar, Utami. 1996. Metode Mendengar Musik Klasik Membuat Bayi Cerdas Sejak
Dikandungan.

News Week. 19 Februari 1996. Stimulating Neuron With Musik Increase Child
Competence.

Shapiro, Laurence E. 1997. Mengajarkan Emotional Intelligensi Pada Anak. Jakarta:


Gramedia.
Siegel, Daniel J. 1999. The Developing Mind, Toward a Neurobiology of Interpersonal
Experience, New York: The Guilford Press.
Sukamto, Tuti dan Udin Saripudin Winata Putra. 1994. Teori Belajar dan Model-model
Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Sutoyo, Daryono. 1981. "Pendidikan Kesenian di SD dapat Menstimulasi Keseimbangan
Fungsi Otak" Disertasi. Universitas Negeri Solo.

Diposting oleh ayiwahyudin di 00:18 0 komentar

Selasa, 2008 Februari 19


Bakteri

Anda mungkin juga menyukai