Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa tujuan

pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat

bagi penduduk agar dapat memujudkan derajat kesehatan masyarakat yang

optimal sebagai unsur kesejahteraan umum dan tujuan nasional

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan

dan sumber dayanya harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan

guna mencapai hasil yang optimal. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan

yang menyangkut upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif), harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan (Depkes RI, 2005)

Kinerja atau performance adalah hasil karya yang dapat dicapai oleh

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya

mencapai tujuan organisasi. Sehingga dapat dikatakan kinerja suatu

organisasi guna mencapai tujuan sangat dipengaruhi oleh kinerja anggotanya.

Namun sebaliknya jika kinerja organisasi tidak optimal, maka tujuan

organisasi tidak akan tercapai (Marni,2015)

Puskesmas sebagai suatu kesatuan organisasi fungsional yang

langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada


2

masyarakat dalam satu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha

kesehatan pokok. Pelayanan kesehatan yang diberikan di puskesmas adalah

pelayanan kesehatan menyeluruh (Ilyas, 2014)

Namun pelayanan di puskesmas terkadang tidak sesuai dengan standar

kompetensi yang dibutuhkan serta tidak memberikan kepuasan pada

pasiennya apalagi jika diperparah dengan suasana lingkungan yang tidak

kondusif, maka mutu pelayanan perawat dan kinerja perawat menjadi rendah

tidak berkualitas sehigga akan sulit mencapai tujuan pelayanan perawatan

yang diharapkan (Lismidar 1990 dalam Mansyur, 2011).

Seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan dan memberikan

pelayanan keperawatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi dan

pendidikan yang diperolehnya mulai dari dokter, bidan, tenaga apoteker,

asisten apoteker, perawat, pekarya dan lain-lain sehingga kompetensi

tersebut menunjukkan kemampuan profesional yang baku dan merupakan

standar profesi untuk tenaga kesehatan (Priharjo,2013).

Pusat Informasi Kesehatan (PIK) melakukan survei dan diperoleh hasil

bahwa rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga

kesehatan khususnya tenaga keperawatan disebabkan karena kurangnya

motivasi kerja. Tenaga kesehatan merasa tingkat kebutuhan individu dan

secara kelompok kurang mendapat perhatian dari pemerintah (PIK, 2002

dalam Hasnawati,2012)

Kurangnya motivasi kerja dapat mempengaruhi kualitas kerja

seseorang dan kualitas kerja berkurang, maka kepuasan orang yang menerima
3

jasa juga akan berkurang. Untuk meningkatkan kualitas kerja tenaga

kesehatan, sebaiknya pemberian motivasi kerja juga diperhatikan, misalnya

pemberian insentif bagi tenaga kesehatan yang memuaskan. Berdasarkan data

dari pusat Jakarta (2000) diperoleh informasi bahwa dari sekitar 150.000

orang petugas kesehatan 87.459 orang mengeluhkan tentang rendahnya

insentif yang diterima dari institusi tempat mereka bekerja (Marni, 2015)

Dari pengamatan diatas, maka peneliti terdorong untuk melakukan

penelitian mengenai motivasi Petugas tenaga Kesehatan Di Puskesmasa

Namrole Kabupaten Namrole .

B. Rumusan Masalah

Berbagai masalah uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian berikut : Bagaimana motivasi Petugas Tenaga Kesehatan Di

Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole tahun 2017 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran motivasi Petugas Tenaga Kesehatan

Di Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole tahun 2017

2. Tujuan Khusus

a. Untuk memperoleh gambaran motivasi Petugas Tenaga Kesehatan Di

Puskesmas Namrole Kabupaten Namrle berdasarkan pemberian

insentif Tahun 2017

b. Untuk memperoleh gambaran motivasi Petugas Tenaga Kesehatan Di

Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole tahun 2017.


4

c. Untuk memperoleh gambaran motivasi Petugas Tenaga Kesehatan Di

Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi bagi pihak puskesmas dalam memotivai

tenaga Kesehatan dalam peningkatan produktivitas kerja

2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dan sebagai bahan

pustaka bagi masyarakat yang mebutuhkan

3. Memperluas wawasan, menambah pengetahuan dan pengalaman berharga

bagi peneliti khususnya yang berhuungan dengan pelayanan kesehatan


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Motivasi

1. Defenisi Motivasi

Motivasi berasal dari kata motif (motive) yang berarti adalah

rangsangan, dorongan, ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki

seseorang sehingga orang tersebut memperlihatkan perilaku tertentu

(Azwar,2011).

Menurut Hasibuan (2014) adalah pemberian daya penggerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama,

bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk

mencapai kepuasan.

Sedangkan motivasi kerja menurut Ilyas (2014) diartikan sebagai

kondisi internal, kejiwaan dan mental yang mendorong individu untuk

beperilaku kerja untuk mencapai kepuasaan atau mengurangi

ketidakseimbangan.

Kartono K (2012) mengemukakan bahwa motif atau motivasi

adalah :

a. Gambaran penyebab menimbulkan tingkah laku menuju sasaran tertentu

b. Alasan dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat

c. Ide pokok yang sementara berpengaruh besar terhadap tingkah laku

manusia, biasanya merupakan satu peristiwa masa lampau, ingatan,

gambaran fantasi dan persaan – perasaan.


6

2. Pendekatan Pada Motivasi

Menurut Strauss dan Sayles dalam Azwar (2011), pendekatan pada

motivasi dibedakan atas 5 (lima) macam yakni :

a. Pendekatan yang Keras (Be Strong)

Yang dimaksud dengan pendekatan ini adalah pendekatan dimana

kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dipergunakan dalam melakukan

motivasi.

b. Pendekatan Untuk Memperbaiki (Be Good)

Yang dimaksud dengan pendekatan ini adalah pendekatan yang

dilakukan oleh administrator untuk memperbaiki tenaga kerja melalui

pemenuhan kebutuhan yang miliki.

c. Pendekatan Dengan Tawar Menawar (Implicit Bergaining)

Yang dimaksud dengan pendekatan ini adalah pendekatan yang

dilakukan oleh administrator melalui tawar menawar dengan tenaga

kerja tentang kebutuhan yang akan dipenuhi.

d. Pendekatan Melalui Persaingan Efektif (Effective Competition)

Yang dimaksud dengan pendekatan ini adalah pendekatan yang

dilakukan oleh administrator dengan memberikan kesempatan

timbulnya persaingan yang sehat antar karyawan untuk mencapai

kemajuan.
7

e. Pendekatan Dengan Proses Internalisasi (Intenalization Proces)

Yang dimaksud dengan pendekatan ini adalah pendekatan yang

dilakukan oleh administrator melalui jalan menimbulkan kesadaran diri

masing-masing tenaga kerja.

3. Perangsang Pada Motivasi

Dalam motivasi perangsang ini dibedakan atas 2 (dua) macam

yaitu :

a. Perangsang Positif

Yang dimaksud dengan perangsang positif adalah imbalan yang

menyenangkan yang disediakan untuk tenaga kerja yang berprestasi

seperti hadiah, pengakuan, promosi atau melibatkann karyawan

tersebut pada kegiatan yang bernilai gengsi yang lebih tinggi

b. Perangsang Negatif

Yang dimaksud dengan perangsang negatif adalah imbalan yang tidak

menyenangkan berupa hukuman bagi tenaga kerja yang tidak

berprestasi ataupun yang berbuat tidak seperti yang diharapkan.

Perangsang yang negatif ini, banyak pula jenisnya, antara lain denga,

teguran, pemindahan kerja, mutasi atau pemberhentian.

4. Jenis – Jenis Motivasi

a. Motivasi Positif

Adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar

menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan

kemungkinan untuk mendapatkan hadiah


8

b. Motivasi Negatif

Adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan

sesuatu yang kita inginkan tetapi teknik dasar yang digunakan adalah

lewat kekuatan ketakutan (Erichinko, 2014)

5. Hasil Dari Motivasi

Pekerjaan motivasi pada dasarnya adalah melakukan penyesuaian

kebutuhan – kebutuhan organisasi dengan kebutuhan karyawan,

penyesuaian kegiatan yang dimiliki oleh organisasi dengan kegoiatan

karyawan serta penyesuaian tujuan yang dimiliki oleh organisasi dengan

tujuan karyawan.

Kebutuhan karyawan pada dasarnya adalah identik dengan

meredakan ketegangan (tension), maka haruslah diupayakan kegiatan yang

diharapkan untuk dilakukan oleh karyawan adalah kegiatan yang tidak

meningkatkan ketegangan. Hanya apabila kedua hal ini dapat dilakukan

dengan baik, akan dapat dijamin keberhasilan pekerjaan administrasi.

Sebaliknya jika ketegangan tersebut tidak berhasil dikurangi, dalam diri

karyawan akan timbul dua keadaan yang tidak menguntungkan, yakni :

Frustasi (Frustation), yang pada gilirannya dapat menghambat tercapainya

tujuan dan pertentangan (Conflict) yang dapat menimbulkan keadaan yang

lebih parah yakni gagalnya segala upaya yang dilakukan (Azwar,2011)


9

B. Tinjauan Umum Tentang Kinerja

1. Defenisi Kinerja

Kinerja adalah penampilan hasil karya pesonil naik kuantitas

maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan

penampilan personel maupun individu. Penampilan hasil karya tidak

terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun

struktural, tetapi juga keseluruhan jajaran personil di organisasi (Ilyas,

2014 dalam Lamban, 2006)

Menurut John Witmore dalam Coaching for Performace (1997)

kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang atau

suatu perbuatan, suatu prestasi suatu pameran umum keterampilan.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

a. Faktor Psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan

kejiwaan pegawai yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja

sikap terhadap kerja bakat dan aketerampilan.

b. Faktor sosial , merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi

sosial baik antara sesama karyaan dengan atasanya maupun sesama

yang berbeda jenis pekerjaannya.

c. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik

pegawai, meliputi jenis pekerjaan, keadaan ruangan, suhu, penerangan,

pertukaran udara dan kondisi kesehatan pegawai itu sendiri.


10

d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan

serta kesejahteraan pegawai meliputi gaji, jaminan sosial,

macam-macam tunjangan promosi dan sebagainya (Rahmat, 2000).

3. Penilaian Kinerja

Penilaian kerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang

sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang

atau suatu kelompok.

Penilaian kinerja mencakup antara faktor-faktor antara lain :

a. Pengamatan yaitu merupakan proses menilai yang memiliki perilaku

yang ditentukan sistem pekerjaan.

b. Ukuran yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seseorang personil

di bandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk

personil tersebut.

c. Pengembangan yang bertujuan memotivasi personil mengatasi

kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk

mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

4. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai 2 tujuan antara lain :

a. Penilaian Kemampuan Personel

Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personel

secara individual yang dapat digunakan sebagai informasi untuk

penilaian efektifitas manajemen sumber daya manusia.

b. Pengembangan Personel
11

Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan

personel .

Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan untuk :

a. Mengnali SDM yang perlu dilakukan pembinaan

b. Menentukan kriteria tingkat pemberian pekerjaan

c. Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan

d. Bahan perencanaan manejemen program SDM masa datang

e. Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel

C. Tinjauan Tentang Tenaga Perawat

1. Defenisi Tenaga Perawat

Tenaga Perawat adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya

dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Kep.

MenKes, 2004).

Tenaga kesehatan adalah seseorang yang telah menyelesaikan

pendidikan formal dan diberi wewenang untuk melaksanakan peran dan

fungsinya.

2. Fungsi Tenaga Perawat

Dalam rangka pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan,

kerjasama lintas program dan kerjasama dengan kelompok profesi pada

umumnya masih terbatas. Pemberdayaan masyarakat termasuk swasta


12

dalam pengembangan tenaga kesehatan masih kurang terarah. Secara

umum dapat dikemukakan bahwa pengembangan tenaga kesehatan yaitu :

a. Meningkatkan pemerataan tenaga kesehatan yang bermutu secara

berhasil guna dan berdaya guna dengan pemekaran dan penciutan

jumlah dan jenis pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan kesehatan

sesuai keperluan.

b. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta jaminan

kesejahteraan tenaga kependidikan kesehatan sehingga tenaga

pendidikan dan pelatihan tersebut meningkatkan mutu pendidikan

tenaga kesehatan dan pelatihan kesehatan.

c. Memantapkan sistem pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan

kesehatan khususnya yang berkaitan dengan pemgutamaan substansi

mengenai upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya

kuratif dan rehabilitatif yaitu secara khusus mendukung tercapainya

pendekatan paradigma sehat.

D. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas

1. Definisi Puskesmas

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung

memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat

dalam satu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan

pokok. Pelayanan kesehatan yang diberikan di puskesmas adalah

pelayanan kesehatan menyeluruh meliputi pelayanan :

a. Kuratif (pengobatan).
13

b. Preventif (upaya pencegahan)

c. Promotif (peningkatan kesehatan).

d. Rehabilitasi (pemulihan kesehatan).

Pelayanan kesehatan tersebut ditujukan kepada semua penduduk

dan tidak dibedakan jenis kelamin dan golongan umum, sejak pembuahan

dalam kandungan sampai tutup usia.

2. Fungsi Pokok Puskesmas

a. Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat di wilayah

kerjanya.

b. Membina peran serta msyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka

meningkatkan kemampuan untuk sehat.

c. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruhdan tepat pada

masyarakat di wilayah kerjanya.

3. Wilayah Kerja Puskesmas

Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian

dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan

geografi dan keadaan infra struktur lainnya merupakan bahan

pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Puskesmas

merupakan perangkat pemerintah daerah kabupaten/kotamadya, sehingga

pembagian wilayah puskesmas ditetapkan oleh bupati/kotamadya dengan

saran teknis dari kepala dinas kabupaten.

Jumlah penduduk yang dilayani oleh puskesmas rata-rata 30.000

jiwa setiap puskesmas. Untuk memperluas jangkauan pelayanan, sebuah


14

puskesmas mempunyai unit pelayanan kesehatan yang lebih sederahana

yang disebut puskesmas pembantu dan puskesmas keliling.

Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk 1 juta atau

lebih, wilayah kerja puskesmas biasa meliputi ssatu kelurahan. Puskesmas

di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih

merupakan puskesmas pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi

puskesmas kelurahan dan yang mempunyai fungsi koordinasi.

4. Kegiatan Pokok Puskesmas

Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-

beda, kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh sebuah puskesmas akan

berbeda pula. Namun demikian, kegiatan pokok puskesmas yang

seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut :

a. Kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga berencana

b. Peningkatan gizi

c. Kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja

d. Pencegahan dan pemberantasan penyakit

e. Penyuluhan kesehatan

f. Kesehatan gigi dan mulut

g. Pemeriksaan laboratorium sederhana

h. Pembinaan pengobatan tradisional

i. Pencatatan dan pelaporan dalam menunjang informasi kesehatan

Pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas diarahkan kepada keluarga

sebagai satuan masyarakat kecil. Dengan perkataan lain, kegiatan pokok


15

puskesmas ditujukan untuk kepentingan keluarga sebagai bagian dari

masyarakat wilayah kerjanya. Setiap kegiatan pokok puskesmas

dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat

Desa (Ilyas, 2014).

E. Tinjauan Umum Tentang Insentif

Menurut P. Siagian dalam bukunya yang berjudul “ Bunga Rampai

Manajemen Modern” mengemukakan bahwa insentif merupakan daya tarik

orang yang datang dalam suatu organisasi artinya system pengkajian dan

pelaksanaannya perlu dikembangkan sedemikan rupa agar merupakan system

perangsang yang adil dan berbuat lebih baik/lebih banyak bukan sekedar upah

atas pekerjaan yang dilakukan (Marni, 2015)

Setiap manusia mempunyai dasar alasan mengapa seseorang bersedia

melakukan pekerjaan tertentu, mengapa orang satu bekerja lebih giat dan

serius sedang orang yang lainnya bekerja biasa saja. Tentulah semua ini ada

dasar alasannya yang mendorong seseorang bersedia seperti itu, atau dengan

kata lain pasti ada motivasinya.

Kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang

mengarah pada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi

ketidakseimbangan, bahwasanya dalam diri pribadi seseorang adanya motivasi

pribadi untuk bertindak adalah hasil interaksi dari beberapa hal yaitu ;

kekuatan diri sendiri atau kebutuhannya, keinginan untuk berhasil dan nilai

insentif yang melekat pada tujuan. (Moh. As’as, 2000).


16

Insentif dapat diartikan sebagai suatu daya dorong yang menyebabkan

orang berbuat sesuatu atau hal yang diperbuat karena takut akan sesuatu.

Misal seseorang ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan

menunjang pencapaian keinginan tersebut. Insentif yang dimaksud adalah

kekuatan yang ditimbulkan oleh faktor eksternal yang muncul dari pihak

pengelola sehingga dapat mengkibatkan meningkatnya persentasi kerja tenaga

perawat (Marni, 2015)

Menurut Entjang (2013), Insentif adalah tambahan penghasilan (uang,

barang dan sebagainya) yag diberikan untuk memperbesar gairah atau sebagai

uang perangsang. Sedangkan menurut Carey L (2010), Insentif adalah

penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pegawai

agar produktivitasnya tinggi dan sifatnya tidak tetap atau sewaktu – waktu

Pemberian insentif, motivasi serta produktivitas kerja sangat erat

kaitannya dimana diantaranya ada hubungannya yang positif, dimana tanpa

adanya insentif maka sulit untuk memotivasi pegawai dan tanpa motivasi yang

tinggi dari pegawai untuk bekerja maka mungkin tidak terwujud suatu

produktivitas kerja yang tinggi dari seorang pegawai. Berbagai upaya

dilakukan seorang pemimpin dalam upaya memotivasi pegawainya, baik

melalui pemberian insentif dan cara lainnya. Dengan melihat kenyataan jika

seorang pegawai diberi daya perangsang (insentif) akan lebih termotivasi

bekerja lebih giat, maka perusahaan atau organisasi tersebut telah maju satu

langkah dalam meningkatkan produktivitas kerja pegawainya


17

Sementara insentif yang sering dilakukan oleh pihak puskesmas adalah

insentif berdasarkan jumlah pasien yang jelas menimbulkan kinerja tenaga

kesehatan dalam melaksanakan tugas tugasnya. Ini menunjukkan bahwa

insentif atau imbalan akan mempengaruhi peningkatan motivasi kerja yang

pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan produktivitas kerjanya.

F. Tinjauan Umum Tentang Kondisi Kerja

Kondisi kerjaadalah semua aspek fisik kerja, psikologi kerja yang

dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Kondisi kerja berhubungan erat dengan

kepuasan kerja yang mana kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi manusia

dengan lingkungan kerjanya. Disamping itu, perasaan orang terhadap

pekerjaan tentulah merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan

(Depkes RI, 2000)

Howell dan Dipboye (1986) dalam Muhaimin (2015), memandang

kepuasan kerja sebagai hasil dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga

kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaan. Selanjutnya dibahas tiga model

yang mencerminkan hubungan – hubungan yang berbeda antara sikap dan

motivasi untuk performance secara efektif, yakni :

1. Model A, kondisi erja mempengaruhi sikap tenaga kerja terhadap

pekerjaan dan organisasi, dan sikap ini secara langsung mempengaruhi

besarnya upaya untuk melakukan pekerjaan

2. Model B, sikap kerja merupakan akibat dari, dan bukan yang menentukan

motivasi kerja dan untuk kerja


18

3. Model C, bahwa tidak ada hubungan kausal langsung antara sikap kerja

dan untuk kerja. Sikap tidak menyebabkan timbulnya untuk kerja tertentu

Dampak dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja menurut Wahjosumidgo

(2012) yaitu :

1. Dampak terhadap produktivitas

Produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor – faktor moderator di

samping kepuasan kerja. Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas

yang tinggi menyebbakan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika

tenaga kerja mempersiapkan bahwa ganjaran intrinsik dan ganjaran

ekstrinsik yang diterima kedua – duanya adil dan wajar dan diasosiasikan

dengan unjuk kerja yang unggul

2. Dampak terhadap ketidakhadiran dan keluar tenaga kerja

Porter dan Steers berkesimpulan bahwa ketidakhadiran dan

berhenti bekerja merupakan jenis jawaban – jawaban yang secara kualitatif

berbeda. Dari penelitian ditemukan tidak adanya hubungan antara

ketidakhadirang dengan kerja. Steers dan Rhodes mengembangkan model

dari pengaruh terhadap ketidakhadiran, mereka melihat adanya dua faktor

pada perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk

hadir

Sedangkan model meninggalkan pekerjaan dari Mobley, Horner

dan Hollingworth, mereka menemukan bukti yang menunjukkan bahwa

tingkat dari kepuasan kerja berkolerasi dengan pemikiran – pemikiran

untuk meninggalkan pekerjaan, dan bahwa niat untuk meninggalkan kerja


19

berkolerasi dengan meninggalkan pekerjaan secara aktual. Ketidakpuasan

diungkapkan kedalam berbagai macam cara selain meninggalkan

pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, menghindar dari

tanggungjawab dan lain - lain

3. Dampak terhadap kesehatan

Salah satu temuan yang penting dari kajian yang dilakukan oleh

Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepauas kerja. Meskipun jelas

bahwa kepauasn berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausal masih

tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi

fisik dan mental dan kepauas semdiri merupakan tanda dari kesehatan.

Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan saling berkesinambungan

peningkatan dari yang satudapat mempengaruhi yang lain, begitupun

sebaliknya jika terjadi penurunan.

G. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Dengan Rekan Kerja

Menurut Depkes RI (2000), hubungan dengan rekan kerja adalah

keadaan dimana rekan sekerja menunjukkan sikap bersahabat dan mendorong

sereta dapat memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas – tugas dalam

suatu organisasi.

Dalam menjalankan tugas, petugas diharapkan mempunyai teman

dalam ruang kerja. Hubungan dengan rekan sekerja merupakan hal yang tidak

dapat dipisahkan dalam realita pekerjaan

Tanpa adanya hubungan itu akan menjadikan pemicu yang dahsyat

bagi penurunan motivasi kerja yang dapat dijasikan sebagai alasan yang
20

sangat tepat dan akurat untuk meningkatkan produktivitas petugas. Begitupun

sebaliknya tidak adanya hubungan teman sekerja yang baik akan

menimbulkan berbagai permasalah lain, selai itu juga terjadi permasalahan

penurunan motivasi kerja.


21

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Motivasi serta produktivitas kerja sangat erat kaitannya dimana

diantaranya ada hubungannya yang positif, dimana tanpa adanya insentif maka

sulit untuk memotivasi pegawai dan tanpa motivasi yang tinggi dari pegawai

untuk bekerja maka mungkin tidak terwujud suatu produktivitas kerja yang

tinggi dari seorang pegawai. Berbagai upaya dilakukan seorang pemimpin

dalam upaya memotivasi pegawainya, baik melalui pemberian insentif dan

cara lainnya. Dengan melihat kenyataan jika seorang pegawai diberi daya

perangsang (insentif) akan lebih termotivasi bekerja lebih giat, maka

perusahaan atau organisasi tersebut telah maju satu langkah dalam

meningkatkan produktivitas kerja pegawainya

Sebagaimana yang tercantum dalam tinjauan kepustakaan serta tujuan

penelitian, maka dapat ditentukan variabel yang diteliti yaitu mengenai

motivasi kerja tenaga kesehatan yang meliputi :

1. Insentif

Adalah penghasilan tambahan berupa uang, barang dan sebagainya

yang diberikan untuk meningkatkan motivasi kerja

2. Kondisi Kerja

Adalah kondisi psikologis yang dialami oleh petugas dalam

melaksanakan tugas ditempat kerjanya termasuk mengenai perasaan, rasa


22

bosan/jenuh dalam bekerja karena adanya faktor – faktor lingkungan yang

meliputi ; ruangan, rasa nyaman, peralatan dalam melaksanakan tugas.

3. Hubungan Dengan Rekan Kerja

Adalah keadaan dimana rekan sekerja menunjukkan sikap

bersahabat dan mendorong serta dapat memberikan motivasi untuk

melaksanakan tugas – tugas dalam suatu organisasi

4. Motivasi Kerja

Motivasi dalam penelitian ini adalah ekstrinsik yang meliputi pemberian

insentif, kondisi kerja, hubungan dengan rekan sekerja. Faktor ini

merupakan persyaratan bagi motivasi yang efektif dan dapat membangun

landasan bagi demangat kerja yang pada akhirnya akan mencegah

kemerosotan semangat kerja

B. Kerangka Konsep Penelitian

INSENTIF

MOTIVASI
KONDISI KERJA
PETUGAS TENAGA
KESEHATAN
HUBUNGAN DENGAN
REKAN KERJA

KEBIJAKSANAAAN
DAN PERUBAHAN

Keterangan :
= Variabel Yang Diteliti
= Variabel Yang Tidak Diteliti
23

C. Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif

1. Motivasi petugas

Adalah faktor yang mendorong seorang petugas dalam melaksanakan atau

melakukan aktivitas kerja, diukur dengan melihat motivasi berupa

pemberian insentif, kondisi kerja dan hubungan dengan rekan sekerja

Kriteria Objektif :

Baik : Jika total skor jawaban responden ≥ 60%

Kurang : Jika total skor jawaban responden < 60%

2. Insentif

Adalah imbalan yang diberikan berupa tambahan gaji yang diterima oleh

tenaga kesehatan baik berupa uang maupun barang untuk meperbesar

gairah kerja atau semangat kerja

Kriteria Objektif :

Baik : Jika total skor jawaban responden ≥ 60%

Kurang : Jika total skor jawaban responden < 60%

3. Kondisi Kerja

Adalah suatu psikologis yang dialami oleh responden didalam

melaksanakan tugas ditempat kerjanya. Kondisi kerja yang dimaksud

disini adalah pandangan responden mengenai perasaan bosan/jenuh dalam

bekerja karena faktor – faktor tertentu seperti keadaan lingkungan,

ruangan, rasa nyaman dan peralatan dalam bekerja selama melaksanakan

tugas
24

Kriteria Objektif :

Baik : Jika total skor jawaban responden ≥ 60%

Kurang : Jika total skor jawaban responden < 60%

4. Hubungan dengan rekan sekerja

Adalah hubungan kerjasama dilingkungan tempat kerja dalam bentuk

komunikasi, interaksi, dukungan serta saling menghargai yang dapat

diberikan dorongan dalam melaksanakan tugas – tugasnya.

Kriteria Objektif :

Baik : Jika total skor jawaban responden ≥ 60%

Kurang : Jika total skor jawaban responden < 60%


25

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian survey dengan pendekatan

deskriptif untuk mendapatkan gambaran motivasi Petugas tenaga Kesehatan

di Puskesmas Namrole Kecamatan Namrole Kabupaten Namrole

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Di Puskesmas Namrole Kecamatan

Namrole Kabupaten Namrole pada bulan Desember 2016 s.d Januari 2017

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga Kesehatan Di

Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole sebanyak 96

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah tenaga Kesehatan yang bertugas Di

Puskesmas Namrole Kecamatan Namrole Kabupaten Namrole dengan

pengambilan sampel secara Exhaustive sampling yaitu seluruh tenaga

kesehatan yang bertugas Di Puskesmas Namrole sebanyak 96 orang

D. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan responden

menggunakan kuesioner.
26

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kantor atau instansi yang berkaitan dengan

penelitian ini.

E. Pengolahan Dan Penyajian Data

Data yang telah diperoleh diolah menggunakan komputer dengan

program SPSS for Windows dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan

disertai penjelasan dalam bentuk narasi.


27

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Di Puskesmas Namrole Kecamatan Namrole

pada bulan Desember 2016 s.d Januari 2017 dimana yang menjadi responden

adalah tenaga kesehatan yang bekerja Di Puskesmas Namrole Kecamatan

Namrole sebanyak 96 orang. Hasil selengkapnya dari penelitian ini akan

disajikan dalam bentuk tabel dan narasi sebagai berikut :

b. Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka distribusi responden

menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut :

1. Karakteristik Responden

a. Umur

Dari hasil Penelitian yang di lakukan, maka distribusi responden

Menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1

Distribusi Responden Menurut kelompok umur di Puskesmas Namrole


Kabupaten Namrole Tahun 2017
Umur responden N %

20-30 55 57,3

31-40 26 27,1

41-50 15 15,6
28

Total 96 100,0

Sumber : Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi Responden menurut

kelompok umur tertinggi yaitu 20-30 tahun sebanyak 55 responden (57,3%) dan

kelompok umur sedang 31-40 tahun sebanyak 26 responden (27,1%),sedangkan

kelompok umur terendah yaitu 41-50 tahun sebanyak 15 responden (15,6%) .

b. Jenis Kelamin

Dari hasil Penelitian yang dilakukan,maka distribusi respnden

Menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Puskesmas Namrole
Kabupaten Namrole Tahun 2017
Jenis kelamin N %
Laki-laki 23 24,0
Perempuan 73 76,0

Total 96 100,0

Sumber : Data Primer 2017

Berdasarkan table 5.2 menunjukkan bahwa distribusi Responden berjenis

kelamin Perempuan lebih banyak yaitu 73 Responden (76,0) sedangkan laki-laki

sebanyak 23 responden (24,0%).


29

c. Tingkat Pendidikan

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan terakhir dapat

Dilihat pada tabel berikut

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Puskesmas
Namrole Kabupaten Namrole Tahun 2017

Pendidikan N %
Kedokteran Umum 1 1,0
Kedokteran Gigi 1 1,0
S1 Perawat 12 12,5
S1 + Ns 4 4,2
D3 78 81,2
Total 96 100,0

Sumber : data primer, 2017

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden tingkat pendidikan tertinggi

yaitu D3 sebenyak 78 responden (81,2%) sedangkan paling rendah Kedokteran

Umum 1 (1,0%) Kedokteran Gigi 1 (1,0) responden. S1+Ns sebanyak 4 (4,2%)

responden.S1 Perawat sebanyak (12,5) responden.

d. Masa Kerja

Dari hasil Penerlitian yang di lakukan, maka distribusi responden

Menurut masa kerja dapat dilihat pada tabel berikut :


30

Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pegawai Di Puskesmas
Namrole Kabupaten Namrole Tahun 2017

Pekerjaan N %

Tata Usaha 9 9,4

Loket 5 5,2

Gizi 9 9,4

Kesling 6 6,2

Promkes 8 8,3

UGD 5 5,2

Imunisasi 5 5,2

Jiwa 6 6,2

PTM & Lansia 5 5,2

Apotik 4 4,2

Program P2M 16 16,7

Petugas KIA 18 18,8

Total 96 100,0

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa pekerjaan tertinggi adalah sebagai

Petugas KIA sebanyak 18 responden (18,8%) Program P2M 16 responden

(16,7%) Gizi 9 responden (9,4%) Tata Usaha 9 responden (9,4%) Promkes 8

responden (8,3%) Kesling 6 responden (6,2%) Jiwa 6 responden (6,2%) PTM &

Lansia 5 responden (5,2%) Imunisasi 5 responden (5,2%) UGD 5 responden

(5,5%) Sedangkan untuk pekerjaan terendah adalah Apotik 4 responden (4,2%)

responden.
31

2. Jawaban Responden Tentang Motivasi Kerja

a. Pemberian Insentif

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka distribusi respnden

Menurut pemberian insentif dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5
Distribusi Responden Menurut Pemberian Insentif Di Puskesmas Namrole
Kabupaten Namrole Tahun 2017

Pemberian N %
Insentif
Tinggi 13 13,5
Rendah 83 86,5

Total 96 100,0

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa pemberian insentif Di Puskesmas

Namrole Kabupaten Namrole Memperlihatkan masih rendah pemberian

insentif sebanyak 83 (86,5%) responden sedangkan yang menyatakan tingginya

pemberian insentif sebanyak 13 responden (13,5%).

b. Kondisi Kerja

Dari hasil Penelitian yang dilakukan,maka distribusi responden

Menurut kondisi kerja dapat dilihat pada tabel berikut :


32

Tabel 5.6
Distribusi Responden Menurut Kondisi Kerja Di Puskesmas Namrole Kabupaten
Namrole Tahun 2017

Kondisi Kerja N %
Tinggi 11 11,5
Rendah 85 88,5
Total 96 100,0
Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari responden yang menyatakan kondisi

kerja Di Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole memperlihatkan sebnyak 85

responden (88,5%) kondisi kerja dinyatakan masih kurang .sedankan 11

responden (11,5%) menyatakan bahwa kondisi kerja baik.

c. Hubungan Dengan Rekan Kerja

Dari hasil Penelitian yang dilakukan, maka distribusi responden


Menurut hubungan dengan rekan kerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.7
Distribusi Responden Menurut Hubungan Dengan Rekan Kerja Di
Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole Tahun 2017

Hubungan Dengan N %
Rekan Kerja
Tinggi 13 13,5
Rendah 83 86,5
Total 96 100,0

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.7 menunjukan bahwa hubungan dengan rekan kerja Di Puskesmas

Namrole Kabupaten Namrole memperlihatkan sbanyak 83 responden (86,5%)


33

menyatakan bahwa hubungan dengan rekan kerja masih sangat kurang .dan

sebanyak 13 responden (13,5%)

d. Motivasi Kerja

Dari hasil Penelitian yang dilakukan, maka distribusi responden


menurut motivasi kerja dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.8
Distribusi Responden menurut Motivasi Kerja Di Puskesmas Namrole
Kabupaten Namrole Tahun 2017

Motivasi Kerja N %
Tinggi 10 10,4
Rendah 86 89,6
Total 96 100,0
Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.8 menunjukan bahwa responden Motivasi Kerja Di Puskesmas

Namrole Kecamatan Namrole Kabupaten Namrole memperlihatkan sebanyak 86

responden (89,6%) yang menyatakan motivasi kerja sangat rendah . Dan sebanyak

10 responden (10,4%) menyatakan bahwa motivasi kerja sangat tinggi.

e. Distribusi Responden Menurut Pemberian Insentif Dengan

Motivasi Kerja

Dari hasil Penelitian yang di lakukan, maka distribusi responden

Menurut pemberian insentif dengan motivasi kerja dapat dilihat pada tabel

berikut :
34

Tabel 5.9
Distribusi Responden Menurut Pemberian Insentif Dengan Motivasi Kerja Di
Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole Tahun 2017
Motivasi Kerja

Tingg Rendah
Insentif Jumlah

n % n % N %

Tinggi 3 23,1% 10 76,9% 13 100 %

Rendah 7 8,4% 76 91,6% 83 100 %

Jumlah 10 10,4% 86 10,4% 96 100,0

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.9 menunjukan bahwa pemberian insentif Di Puskesmas Namrole

Kabupaten Namrole merupakan pendorong utama dari motivasi

kerja,sebagaimana terlihat pada tabel 3 responden (23,1%) yang menganggap

insentif tinggi. dengan motivasi kerja rendah hanya 7 responden (8,4%)

f. Karakteristik Respnden Menurut Kondisi Kerja Dengan Motivasi

Kerja Di Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole Tahun


35

Tabel 5.10
Distribusi responden menurut kondisi kerja dengan motivasi kerja Di Puskesmas
Namrole Kabupaten Namrole Tahun 2017
Motivasi Kerja

Tinggi Rendah
Kondisi Kerja Jumlah

n % n % N %

Tinggi 3 27,3% 8 72,7% 11 100%

Rendah 7 8,2% 78 91,8% 85 100%

Jumlah 10 10,4% 86 89,6% 96 100 %

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.10 Menunjukan bahwa kondisi kerja Di Puskesmas Namrole

Kabupaten Namrole merupakan pendorong utama dari mtivasi kerja, tinggi

sebagaimana terlihat pada tabel, dari 3 responden (27,3%) sedankan pada kategori

kondisi kerja rendah terdapat 7 responden (8,2%) yang menyatakan bahwa

motivasi kondisi kerja rendah

g. Karakteristik Responden Menurut Hubungan Denagan Rekan

Kerja Denagan Motivasi Kerja

Tabel 5.1
36

Distribusi Responden Menurut Hubungan Dengan Rekan Kerja Dengan Motivasi


Kerja Di Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole Tahun 2017
Motivasi Kerja

Tinggi Rendah
Hubungan Jumlah

Denagan Rekan n % n % N %

Kerja

Tinggi 2 15,4% 11 84,6% 13 100%

Rendah 8 9,6% 75 90,4% 83 100%

Jumlah 10 10,4% 86 89,6% 96 100%

Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.11 menunjukan bahwa hubungan denggan rekan kerja Di

Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole merupakan pendorong utama dari

motivasi kerja, sebagaimana terlihat pada tabel, dari 2 responden (15,4%)

menyatakan bahwa tinggi kondisi kerja, sedangkan 8 responden ( 9,6%)

menyatakan bahwa masih rendah kondisi kerja Di Puskesmas Namrole.

B. Pembahasan

Berdasarkan pengolahan data mulai dari Motivasi Kerja,Insentif, Kondisi

Kerja, Hubungan Dengan Rekan Kerja, hasil penelitian yang dilakukan maka

dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. pemberian insentif berdasarkan motivasi kerja


37

Pencapaian motivasi kerja yang baik bagi sebagian organisasi

merupakan tujuan atau menjadi perhatian utama penting bagi suatu

instansi seperti puskesmas, dimana tenaga kesehatan yang bekerja

didalamnya memerlukan adanya rangsangan sebagai dorongan dalam

peningkatan kinerjanya.

Insentif yang diberikan bagi tenaga kesehatan tentunya akan

memacu semangat kerja dan memberikan dorongan untuk melaksanakan

setiap tugas dan fungsinya. Insentif penting di berikan karena sebagai

salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi dan keinginan untuk

berprestasi. Siagian (2000) menyatakan bahwa insentif merupakan bagian

yang sangat didambakan oleh setiap tenaga kerja, baik dalam lingkup

perusahaan maupun dalam lingkup meningkatkan produktifitas petugas

untuk lebih tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tabel 9 diperoleh

gambaran bahwa pemberian insentif di Puskesmas Namrole Kecamatan

Namrole merupakan pendorong utama motivasi kerja yaitu 3 responden

yang menganggap insentif baik dengan motivasi kerja kurang hanya 7

responden (8,4%). Hal ini menandakan bahwa di Puskesmas Namrole

Kabupaten Namrole dalam pemberian insentif sudah sesuai dengan kinerja

petugas

Hal diatas sudah sesuai dengan tujuan insentif menurut Carey. L

(2010), dimana tujuan insentif adalah untuk meningkatkan motivasi kerja

karyawan bergairah bekerja dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan


38

dengan menawarkan perangsang financial dan melebihi upaya dasar.

Selain untuk meningkatkan motivasi kerja, insentif juga untuk

meningkatkan produktifitas kerja dalm melaksanakan tugasnya, karena it

pemberian insentif hrus dilaksanakan tepat pada waktunya agr dapat

mendorong tiap karyawan untuk Secara lebih baik dari keadaan

sebelumnya dan meningkatkan produktivitasnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasl penelitian yang dilakukan

oleh Hasnawati (2012), dimana di Puskesmas Moti Kabupaten Bantaeng

terdapat 12 responden (92,3%) ada pada kategori baik dengan insentif

cukup. Hal ini menandakan bahwa dalam pemberian insentif sudah sesuai

dengan kerja petugas.

Sementara insentif yang sering dilakukan oleh puskesmas adalah

insentif berdasarkan jumlah pasien, yang jelas menimbulkan kinerja

tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Ini menunjukkan

bahwa insentif atau imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan

motivasi kerja yang pada akhirnyas secara langsung akan meningkatkan

produktivisasi kerja petugas kesehatan.

2. Kondisi Kerja Berdasarkan Motivasi Kerja

Kondisi kerja adalah Semua aspek fisik, psikologi kerja yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja. Kondisi kerja berhubungan erat dengan

kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan


39

kerjanya. Disamping itu, perasaan orang terhadap pekerjaan tentulah

refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan (Depkes, 2000).

Berdasarkan hasil analisa pada tabel 10 diperoleh gambaran bahwa

kondisi kerja di Puskesmas Namrole Kabupaten Namrle merupakan

pendorong utama motivasi kerja, dari 8 responden pada kategori kondisi

kerja baik terdapat78 responden (91,8%) ada pada kategori motivasi kerja

baik

Menurut Pandji dalam Inaku (2001), mengemukakan bahwa

kondisi kerja yang baik akanmembawa pengaruh yang baik pula pada

segala pihak baik para Pekerja, pimpinan ataupun pada hasil pekerjaan.

Begitupun dengan Tiffin yang dikutip As’ad (2000) dalam Hasnawati

(2012), berpendapat bahwa kondisi kerja berhubungan erat dengan

kepuasan kerja, yang mana kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi

manusia dengan lingkungan kerjanya. Disamping itu perasaan orang

terhadap pekerjaan tentulah merupakan refleksi dari sikapnya terhadap

pekerjaannya.

Menurut Herzberg dalam Ilyas (2014) mengemukakan bahwa

faktor lain yang dapat memotivasi personil Pekerja dalam suatu organisasi

yaitu adanya kondisi yang konduktif dan iklim organisasi yang kondutif.

3. Hubungan dengan Rekan Kerja Berdasarkan Motivasi Kerja

Dalam menjalankan tugas, petugas diharapkan mempunyai teman

dalam ruang kerja. Hubungan dengan rekan kerja merupakan hal yang
40

tidak dapat dipisahkan dalam realita pekerjaan. Hubungan dengan rekan

kerja adalah hubungan kerjasama dilingkungan tempat kerja dalam bentuk

komonikasi, interaksi, dukungan serta serta saling menghargai yang dapat

memberikan dorongan dalam melaksanakan tugasnya-tugasnya.

Berdasarkan hasil analisa pada tabel 11 diperoleh gambaran bahwa

hubungan dengan rekan kerja di Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole

merupakan pendorong utama motivasi kerja, dari 11 responden pada

kategori kondisi kerja baik terdapat 75 responden (90,4%) ada pada

kategori motivasi kerja baik

Hal ini Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosmadewi

(2004) pada petugas Sistem Pencatatan dan Pelaporan terpadu (SP2TP)

pada puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu

diperoleh bahwa hubungan dengan rekan sekerja pada petugas SP2TP

dianggap penting dalam rangka mendukung motivasi kerja.

Seperti halnya teori yang ditemukan oleh Herzberg, dimana ada

serangkaian kondisi ekstrensik yang mempengaruhi seseorang dalam

bekerja seperti hubungan dengan rekan sekerja yang bila factor tersebut

tidak terpenuhi akan minimbulkan ketidakpuasan dan kejenuhan dalam

diri seseorang, sehingga mempengaruhi perilaku dalam bekerja yang pada

akhirnya akan berpengruh pada motivasi kerja mereka (Gibson, 1996).

Menurut Depkes RI (2000) menjelaskan bahwa tanpa adanya

hubungan yang baik dengan rekan kerja itu akan menjadi pemicu yang
41

dahsyat bagi peurunan motivasi kerja yang dapat dijadikan sebagi alasan

yang sangat tepat dan akurat untuk meningkatkan produktivitas petugas.

Begitupun sebaliknya, tidak adanya hubungan teman sekerja yang baik

akan menimbulkan berbagai permasalahan lain, selain itu juga terjadi

permasalahan penurunan motivasi kerja.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang motivasi

petugas tenaga kesehatan Di Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole 2017,

maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :


42

1. Motivasi kerja pada tenaga kesehatan berdasarkan Pemberian insentif pada

tenaga kesehatan Di Puskesmas Namrole Kabupaten Namrole baik dengan

jumlah 3 (23,1%) responden. dari 7 responden yang menganggap insentif

baik mendukung motivasi kerja yang baik

2. Motivasi kerja pada tenaga kesehatan berdasarkan Kondisi kerja pada

tenaga kesehatan Di Puskesmas Namrle Kabupaten Namrole baik dengan

jumlah 8 (72,7%) responden. dari 78 responden yang menganggap kondisi

kerja baik mendukung motivasi kerja yang baik

3. Motivasi kerja pada petugas tenaga kesehatan berdasarkan Hubungan

dengan rekan kerja pada tenaga kesehatan Di Puskesmas Namrole

Kabupaten Namrole baik dengan jumlah 11 (84,6%) responden dari 75

responden yang menganggap hubungan dengan rekan kerja baik

mendukung motivasi kerja yang baik

B. Saran

1. Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan lagi pemberian insentif

kondisi kerja hubungan denagan rekan kerja kepada petugas kesehatan

sesuai dengan prestasi kerja, sehingga lebih termotivasi untuk bekerja

2. Sebaiknya pemerintah setempat lebih meningkatkan upaya untuk

mengantisipasi kejenuhan dengan menatata ruang kerja, sehingga petugas

kesehatan tidak jenuh dan termotivasi dalam bekerja

3. Sebaiknya tenaga kesehatan menjaga lingkungan kerja yang memberikan

kenyamanan, yang diciptakan melalui hubungan yang saling mendukung


43

antara tenaga kesehatan lainnya dalam bentuk komuunikasi, interaksi dan

saling menghargai sehingga motivasi kerja dapat meningkat.

Anda mungkin juga menyukai