Anda di halaman 1dari 22

REFERAT/ CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

*Program Studi Profesi Dokter/ G1A217007/ Mei 2018


** Pembimbing/ dr. Hendra Herman, Sp.U

SIFILIS

Disusun Oleh :

Andre Dwita Putera

G1A217007

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION

SIFILIS

Oleh:

Andre Dwita Putera


G1A217007

Program Studi Profesi Dokter


Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi
2018

Jambi, Mei 2018


Pembimbing

dr. Hendra Herman, Sp.U


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Clinical Science Session yang berjudul “Sifilis” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hendra Herman, Sp.U yang
telah meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Mei 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema Pallidum,


sangat kronik dan bersifat sistemik. Sifilis Biasanya menular melalui hubungan
seksual atau dari ibu kepada bayi, akan tetapi sifilis juga dapat menular tanpa
hubungan seksual pada daerah yang mempunyai kebersihan lingkungan yang
buruk. Treponema Pallidum juga dapat menular melalui transfusi darah. Pada
perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak
penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.1
Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan,
karena merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat diserang,
termasuk sistem kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita
sifilis juga dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis
kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan kematian.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
2.1.1. Genitalia Pria
Penis mempunyai radix penis yang terfiksasi dan corpus yang tergantung
bebas. Radix penis dibentuk oleh tiga massa jaringan erektil yang dinamakan
bulbus penis dan crus penis dextra dan sinistra. Bulbus penis terletak di garis tengah
dan melekat pada permukaan bawah diafragma urogenital. Bulbus penis ditembus
oleh uretra dan permukaan luarnya dibungkus oleh musculus bulbospongiosus.
Masing-masing crus penis melekat pada pinggir arcus pubicus dan permukaan
luarnya diliputi oleh musculuc ischiocavernosus. Bulbus melanjutkan diri ke depan
sebagai corpus penis dan membentuk corpus spongiosum penis. Di anterior crus
penis saling mendekati dan di bagian dorsal corpus penis terletak berdampingan
membentuk corpus cavernosum penis.2
Corpus penis terdiri atas tiga jaringan erektil yang diliputi sarung fascia
berbentuk tubular (Fascia Buck). Jaringan erektil dibentuk dari dua corpora
cavernosa penis yang terletak di dorsal dan satu corpus spongiosum penis yang
terletak pada permukaan ventralnya. Pada bagian distal corpus spongiosum penis
melebar membentuk glans penis yang meliputi ujung distal corpora cavernosa
panis. Pada ujung glans penis terdapat celah yang merupakan muara uretra disebut
ostium urethrae externum. Preputium Penis merupakan lipatan kulit seperti
kerudung yang menutupi glans penis yang dihubungkan dengan glans penis oleh
lipatan yang terdapat tepat di bawah muara uretra, disebut frenulum preputii.2
Scrotum merupakan kantong kulit yang terletak di bagian bawah dinding
anterior abdomen dan berisi testis, epididymis, dan ujung bawah funiculus
spermaticus. Dinding scrotum terdiri atas lapisan kulit, fascia superficialis, fascia
Colles, fascia spermatica externa yang berasal dari aponeurosis musculus obliqus
abdomina abdominis externus, fascia cremasterica yang berasal dari aponeurosis
musculus obliqus internus, fascia spermatica interna yang berasal dari fascia
transversalis, dan tunica vaginalis.2
Urethra masculina panjangnya sekitar 8 inchi (20 cm) dan terbentang sari
colllum vesicae urinaria sampai ostium urethra externum pada glans penis. Urethra
masculina dibagi menjadi tiga bagian yaitu pars prostatica, pars membranacea, dan
pars cavernosa. Urethra pars prostatica panjangnya 1 ¼ inchi (3 cm) dan berjalan
melalui prostat dari basis sampai apexnya. Bagian ini merupakan bagian yang
paling lebar dan paling dapat dilebarkan dari urethra. Urethra pars membranacea
panjangnya sekitar ½ inchi (1,25 cm), terletak di dalam diafragma urogenitale, dan
dikelilingi oleh musculus sphincter urethrae. Bagian ini merupakan bagian urethra
yang paling tidak bisa dilebarkan. Urethra pars spongiosa panjangnya sekitar 6
inchi (15,75 cm) dan dibungkus di dalam bulbus dan corpus spongiosum penis.
Ostium urethrae externum merupakan bagian yang tersempit dari seluruh urethra.
Bagian urethra yang terletak di dalam glans penis melebar membentuk fossa
navicularis (fossa terminalis). Glandula bulbourethralis bermuara ke dalam urethra
pars spongiosa distal dari diafragma urogenitale.2

2.1.2. Genitalia Wanita


Istilah vulva merupakan istilah kolektif untuk genitalia externa perempuan,
tediri dari mons pubis, labium majus pudendi dan labium minus pudendi, clitoris,
vestibulum vaginae, bulbus vestibuli, dan glandulae vestibulares majores.2
Clitoris, yang sesuai dengan penis pada laki-laki, terletak di anterior pada
apex vestibulum vaginae. Strukturnya sama dengan penis. Glans clitoridis sebagian
tertutup oleh preputium clitoridis. Radix clitoridis terbentuk dari tiga masa jaringan
erektil yang dinamakan bulbus vestibuli dan crus clitoridis dextra dan sinistra.
Bulbus vestibuli sesuai dengan bulbus penis, tetapi karena adanya vagina bulbus
vestibuli terbagi menjadi dua belahan. Bulbus vestibuli melekat pada permukaan
bawah diafragma urogenitale dan diliputi oleh musculus bulbospongiosus. Crura
clitoridis sesuai dengan crura penis dan di anterior menjadi corpora cavernosa
clitoridis. Masing-masing tetap terpisah dan diliputi oleh musculus
ischiocavernosus. Corpus clitoridis terdiri atas dua buah corpora cavernosa
clitoridis yang diliputi oleh musculus ischiocavernosus. Corpus spongiosum pada
perempuan mempunyai oleh sedikit jaringan erektil yang terletak dari bulbus
vestibuli ke glans clitoridis. Glans clitoridis merupakan jaringan erektil kecil yang
memayungi corpus clitoridis. Glans ini mempunyai banyak ujung serabut sensorik.
Glans clitoridis sebagian ditutupi oleh preputium clitoridis.2
Vagina pada perempuan tidak hanya merupakan saluran genitalia, tetapi
juga berfungsi sebagai saluran keluar untuk menstruasi dan sebagai bagian dari
jalan lahir. Saluran otot ini tergabung ke atas dan belakang di antara vulva dan uteru.
Panjang vagina kurang lebih 3 inchi (8 cm). Cervix uteri menembus dinding
anterior vagina. Orificium vagina pada gadis mempunyai lipatan mucosa tipis,
disebut hymen, yang mempunyai lubang di bagian tengahnya. Setengah bagian atas
vagina terletak di atas dasar pelvis di antara vesica urinaria di anterior dan rectum
di posterior; setengah bagian bawah vagina terletak di dalam perineum di antara
urethra di anterior dan canalis di posterior.2
Panjang urethra feminina kurang lebih 1 ½ inchi (3,8 cm). Urethra
terbentang dari collum vesicae urinaria sampai ostium urethra externum yang
bermuara ke dalam vestibulum sekitar 1 inchi (2,5 cm) distal dari clitoris. Urethra
menembus musculus sphincter urethrae dan terletak tepat di depan vagina. Di
samping ostium urethrae externum terdapat muara kecil dari ductus glandula
paraurethralis. Urethra dapat dilebarkan sengan mudah. Glandula paraurethrales
yang sesuai dengan prostat pada laki-laki bermuara ke dalam vestibulum melalui
saluran-saluran kecil yang terdapat pada kedua sisi ostium urethra externum.
Glandulae vesribulares majores (Bartholini) adalah sepasang kelenjar mucosa kecil
yang letaknya tertutup oleh bagian posterior bulbus vestibuli dan labium majus
pudendi. Setiap kelenjar mengalirkan sekretnya ke dalam vestibulum melalui
saluran kecil yang bermuara pada alur antara hymen dan bagian posterior labium
minus pudendi. Glandulae vestibulares majores menghasilkan cairan pelumas
selama hubungan seksual.2

2.2. Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi menahun dengan remisi dan eksaserbasi yang
disebabkan oleh Treponema Pallidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada
perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak
penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.1,3

2.3. Epidemiologi
Treponema pallidum merupakan bakteri patogen pada manusia.
Kebanyakan kasus infeksi didapat dari kontak seksual langsung dengan orang yang
menderita sifilis aktif baik primer ataupun sekunder. Penelitian mengenai penyakit
ini mengatakan bahwa lebih dari 50% penularan sifilis melalui kontak seksual.
Biasanya hanya sedikit penularan melalui kontak nongenital (contohnya bibir),
pemakaian jarum suntik intravena, atau penularan melalui transplasenta dari ibu
yang mengidap sifilis tiga tahun pertama ke janinnya. Prosedur skrining transfusi
darah yang modern telah mencegah terjadinya penularan sifilis.4
Angka sifilis di Amerika Serikat terus menurun sejak tahun 1990,
jumlahnya dibawah 40.000 kasus per-tahun. Sekitar 20% kasus adalah sifilis primer
atau sekunder dan sisanya adalah laten dan tertier. Center for Disease Control
(CDC) melaporkan hanya 11,2 kasus sifilis per 100.000 populasi pada tahun 2000
dan kasus-kasus ini terpusat di kota-kota besar dan wilayah tertentu. Angka
kejadian ini merupakan hasil laporan terendah sejak pelaporan kasus sifilis dimulai
(1941). Terjadi peningkatan kasus setiap tahun dari 2001-2009, meskipun angka
sifilis di Amerika Serikat menurun 89,7% dari tahun 1990-2000, kemudian terjadi
penurunan kasus pada tahun 2010. Angka kejadian sifilis tidak banyak berubah
ditahun 2011. Terjadi peningkatan kasus sifilis pada pria dari 3,0 menjadi 8,2 kasus
per 100.000 populasi (2001-2011), sedangkan pada perempuan terjadi peningkatan
kasus dari 0,8 menjadi 1,5 kasus per 100.000 populasi (2004-2008), menurun
menjadi 1,1 kasus per 100.000 populasi pada tahun 2010 dan 1,0 kasus per 100.000
populasi di tahun 2011. Berdasarkan umur, angka kejadian tertinggi terjadi pada
usia 20-24 tahun yaitu 13,8 kasus per 100.000 populasi dan 25-29 tahun dengan
12,1 kasus per 100.000 populasi pada tahun 2011.4
Penyebaran sifilis didunia telah menjadi masalah kesehatan yang besar dan
umum, dengan jumlah kasus 12 juta per-tahun. Hasil penelitian Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, 24 lapas dan rutan di Indonesia
dari 900 narapidana laki-laki dan 402 narapidana perempuan di tahun 2010,
didapatkan prevalensi sifilis 8,5% pada responden perempuan dan 5,1% pada
responden laki-laki.4

2.4. Etiologi
Penyebab penyakit sifilis adalah Treponema pallidum, 90% penularan
melalui hubungan seksual, penularan melalui hubungan non-seksual jarang. Sifilis
diklasifikasikan sebagai bawaan atau didapat. Masa inkubasi berkisar antara 10- 90
hari. Sifilis juga dapat diperoleh melalui transmisi bawaan pada bayi baru lahir dan
melalui transfusi darah, tetapi ini lebih jarang terjadi. Treponema pallidum
merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat
empat subspesies, yaitu Treponema pallidum pallidum, yang menyebabkan sifilis,
Treponema pallidum pertenue, yang menyebabkan yaws, Treponema pallidum
carateum,yang menyebabkan pinta dan Treponema pallidum endemicum yang
menyebabkan sifilis endemik (juga disebut bejel). Klasifikasi bakteri penyebab
sifilis adalah; Kingdom: Eubacteria, Filum: Spirochaetes, Kelas: Spirochaetes,
Ordo: Spirochaetales, Familia: Treponemataceae, Genus: Treponema, Spesies:
Treponema pallidum, Subspesies: Treponema pallidum pallidum.1,4,5

2.5. Klasifikasi
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita (didapat). Sifilis
kongenital dibagi menjadi stadium dini (sebelum dua tahun), stadium lanjut
(sesudah dua tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut dua cara,
yaitu secara klinis dan epidemiologis. Secara klinis dibagi menjadi tiga stadium,
yaitu Stadium I (SI), Stadium II (SII), dan Stadium III (SIII). Secara epidemiologis
menurut WHO dapat dibagi menjadi :1
- Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri dari SI, SII,
stadium rekuren, dan stadium laten dini.
- Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri atas
stadium laten lanjut dan SIII.
2.6. Patogenesis
Penularan sifilis biasanya melalui hubungan seksual (membran mukosa
vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu
yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan.
Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh dan
kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk aliran darah,
kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak masuk keruang intersisial
jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti membuka tutup botol). Beberapa
jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun gejala klinis dan serologi
belum kelihatan pada saat itu. Darah dari pasien yang baru terkena sifilis ataupun
yang masih dalam masa inkubasi bersifat infeksius. Waktu berkembangbiak
Treponema pallidum selama masa aktif penyakit secara in vivo 30-33 jam. Lesi
primer muncul di tempat kuman pertama kali masuk, biasa-nya bertahan selama 4-
6 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman
mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang
terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat
sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya
kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum berada diantara
endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang
dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans). Kerusakan
vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut berkurang
sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini disebut chancre.4
Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum belum dipahami
selengkapnya, tidak ada tanda-tanda bahwa kuman ini bersifat toksigenik karena
didalam dinding selnya tidak ditemukan eksotoksin ataupun endotoksin. Meskipun
didalam lesi primer dijumpai banyak kuman namun tidak ditemukan kerusakan
jaringan yang cukup luas karena kebanyakan kuman yang berada diluar sel akan
terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah kecil Treponema yang dapat tetap dapat
bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel lainya yang bukan fagosit misalnya
sel endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat menjadi petunjuk mengapa
Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang
lama, yaitu selama masa asimtomatik yang merupakan ciri khas dari penyakit sifilis.
Sifat invasif Treponema sangat membantu memperpanjang daya tahan kuman di
dalam tubuh manusia.4

2.7. Manifestasi Klinis


Perjalanan penyakit sifilis bervariasi dan biasanya dibagi menjadi sifilis
stadium awal dan lanjut. Stadium awal lebih infeksius dibandingkan dengan
stadium lanjut. Sifilis stadium awal terbagi menjadi sifilis primer, sekunder dan
laten awal. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier (gumatous, sifilis
kardiovaskular, neurosifilis) dan sifilis laten lanjut.4
Manifestasi klinis awal sifilis adalah papul kecil soliter, kemudian dalam
satu sampai beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus. Lesi klasik dari
sifilis primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras dengan dasar yang bersih,
tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas tegas, dipenuhi oleh spirokaeta dan berlokasi
pada sisi Treponema pallidum pertama kali masuk. Chancre dapat ditemukan
dimana saja tetapi paling sering di penis, servik, dinding vagina rektum dan anus.
Dasar chancre banyak mengandung spirokaeta yang dapat dilihat dengan
mikroskop lapangan gelap atau imunofluresen pada sediaan kerokan chancre.
Namun chancre mungkin dapat multipel, nyeri, purulen, destruktif, ekstragenital
(paling sering oral) dan dapat menyebabkan syphilitic balanitis of Follman. Ukuran
chancre bervariasi dari 0,3-3,0 cm. Pada sifilis primer sering dijumpai
limfadenopati regional, tidak nyeri dan ipsilateral terhadap chancre, muncul pada
80% pasien dan sering berhubungan dengan lesi genital. Chancre ekstragenital
paling sering ditemukan di rongga mulut, jari tangan dan payudara. Masa inkubasi
chancre bervariasi dari 3-90 hari dan sembuh spontan dalam 4 sampai 6 minggu.
Chancres mungkin dapat multipel, nyeri, purulen, destruktif, ekstragenital (paling
sering oral) dan dapat menyebabkan syphilitic balanitis of Follman.1,4
Apabila tidak diobati, gejala sifilis sekunder akan mulai timbul dalam 2
sampai 6 bulan setelah pajanan, 2 sampai 8 minggu setelah chancre muncul. Sifilis
sekunder adalah penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar dari chancre
dan kelenjar limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh, dan menimbulkan
beragam gejala yang jauh dari lokasi infeksi semula. Sistem yang paling sering
terkena adalah kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan susunan saraf
pusat. Tanda tersering pada sifilis sekunder adalah ruam kulit makulopapula yang
terjadi pada 50% - 70% kasus, papula 12% kasus, makula 10% kasus, dan papula
anula 6% - 14% kasus. Lesi biasanya simetrik, tidak gatal dan mungkin meluas.1,4
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis sifilis
sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul. Sifilis laten
dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten awal dan lanjut. Pembagian
berdasarkan waktu relaps infeksi mukokutaneus secara spontan pada pasien yang
tidak diobati. Sekitar 90% infeksi berulang muncul dalam satu tahun, 94% muncul
dalam dua tahun dan dorman selama empat tahun. Sifilis laten awal terjadi kurang
satu tahun setelah infeksi sifilis sekunder, 25% diantaranya mengalami relaps sifilis
sekunder yang menular, sedangkan sifilis laten lanjut muncul setelah satu tahun.
Relaps ini dapat terus timbul sampai 5 tahun. Pasien dengan sifilis laten dini
dianggap lebih menular dari sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan serologi pada stadium
laten lanjut adalah positif, tetapi penularan secara seksual tidak.1,4
Sifilis tersier dapat muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal dan dapat
dibagi dalam tiga bentuk yaitu; sifilis gumatous sebanyak 15%, neurosifilis lanjut
(6,5%) dan sifilis kardiovaskular sebanyak 10%. Sepertiga pasien berkembang
menjadi sifilis tersier tanpa pengobatan. Pasien dengan sifilis tersier tidak menular.
Sifilis gumatous atau sifilis benigna lanjut biasanya muncul 1-46 tahun setelah
infeksi awal, dengan rerata 15 tahun. Karakteristik pada stadium ini ditandai dengan
adanya guma kronik, lembut, seperti tumor yang inflamasi dengan ukuran yang
berbeda-beda. Guma ini biasanya mengenai kulit, tulang dan hati tetapi dapat juga
muncul dibahagian lain. Guma merupakan lesi yang granulomatous, nodular
dengan nekrosis sentral, muncul paling cepat setelah dua tahun infeksi awal,
meskipun guma bisa juga muncul lebih lambat. Lesi ini bersifat merusak biasanya
mengenai kulit dan tulang, meskipun bisa juga muncul di hati, jantung, otak,
lambung dan traktus respiratorius atas. Lesi jarang yang sembuh spontan tetapi
dapat sembuh secara cepat dengan terapi antibiotik yang tepat. Guma biasanya tidak
menyebab-kan komplikasi yang serius, disebut dengan sifilis benigna lanjut (late
benign syphilis). Neurosifilis merupakan infeksi yang melibatkan sistem saraf
sentral, dapat muncul lebih awal, asimtomatik atau dalam bentuk sifilis meningitis,
lebih lanjut sifilis meningovaskular, general paresis, atau tabes dorsalis. Sifilis
meningovaskular muncul 5-10 tahun setelah infeksi awal. Sifilis meningovaskular
ditandai dengan apati, seizure dan general paresis dengan dimensia dan tabes
dorsalis. General paresis biasanya muncul 15-20 tahun setelah infeksi awal,
sedangkan tabes dorsalis 25-30 tahun.1,4

2.8. Penegakan Diagnosis


Sifilis primer didiagnosis berdasarkan gejala klinis ditemukannya satu atau
lebih chancre (ulser). Pemeriksaan Treponema pallidum dengan mikroskop
lapangan gelap dan DFA-TP positif. Sifilis sekunder ditandai dengan ditemukannya
lesi mukokutaneus yang terlokalisir atau difus dengan limfadenopati. Terkadang
chancre masih ditemukan. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan DFA-TP
positif. Sifilis laten tanpa gejala klinis sifilis dengan pemeriksaan nontreponemal
dan treponemal reaktif (tanpa diagnosis sifilis sebelumnya), riwayat terapi sifilis
dengan titer uji nontreponemal yang meningkat dibandingkan dengan hasil titer
nontreponemal sebelumnya. Sifilis tersier ditemukan guma dengan pemeriksaan
treponemal reaktif, sekitar 30% dengan uji nontreponemal yang tidak reaktif.1
Untuk mendiagnosis sifilis kongenital rumit karena lebih dari setengah dari
semua bayi tidak menunjukkan gejala pada saat lahir, dan tanda-tanda pada bayi
yang memiliki gejala mungkin halus dan tidak spesifik. Temuan yang paling khas
dari sifilis kongenital stadium dini (pada bayi berusia kurang dari 2 tahun) adalah
prematuritas dan berat badan lahir rendah (10-40% bayi), hepatomegali dengan atau
tanpa splenomegali (33-100%), ruam kulit melepuh (40%), dan perubahan tulang
terlihat pada X-ray (75-100%). Tanda-tanda dini lainnya pseudoparalysis (12%
neonatus, 36% bayi), gangguan pernapasan (34% neonatus, 57% bayi), perdarahan
(10%) dan demam (16%). Tidak ada tanda-tanda patognomonik sifilis dan terlihat
pada infeksi kongenital lainnya.1
Gold standar untuk diagnosis sifilis adalah kultur secara invivo dengan
menginokulasikan sampel pada testis kelinci. Prosedur ini butuh biaya besar dan
waktu yang lama sampai beberapa bulan, sehingga kultur hanya dipakai dalam hal
penelitian saja. Meskipun Treponema pallidum tidak dapat di kultur secara invitro,
ada banyak tes untuk mendiagnosis sifilis secara langsung dan tidak langsung.
Belum ada uji tunggal yang optimal. Metode diagnostik langsung termasuk
pemeriksaan mikroskop dan amplifikasi asam nukleat dengan polymerase chain
reaction (PCR). Cara pemeriksaan langsung adalah dengan mengambil serum dari
lesi kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap.
Treponema akan tampak berwarna putih pada latar gelap, pergerakannya memutar
terhadap sumbunya, bergerak perlahan melintasi lapangan pandang.4
Diagnosis secara tidak langsung berdasarkan uji serologi untuk mendeteksi
antibodi. Uji serologi dibagi dalam dua kategori yaitu uji nontreponemal untuk
skrining dan uji treponemal untuk konfirmasi. Pemeriksaan serologi biasanya
dilakukan pada pasien sifilis laten dan sifilis stadium tersier, karena pada keadaan
tersebut lesi pada kulit dan mukosa tidak ditemukan lagi. Pemeriksaan serologi ini
berguna untuk mendeteksi antibodi terhadap Treponema pallidum. Ada dua jenis
pemeriksaan serologi pada Treponema pallidum yaitu; uji nontreponemal dan
treponemal. Uji nontreponemal biasanya digunakan untuk skrining karena
biayanya murah dan mudah dilakukan. Uji treponemal digunakan untuk konfirmasi
diagnosis.4,5
Uji nontreponemal yang paling sering dilakukan adalah uji VDRL dan RPR.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen yang terdiri
dari kardiolipin, kolesterol, dan lesitin yang sudah terstandardisasi. Uji serologi
nontreponemal ini merupakan uji yang dianjurkan untuk memonitor perjalanan
penyakit selama dan setelah pengobatan, karena pemeriksaannya mudah, cepat dan
tidak mahal. Pemeriksaan sifilis dengan metode VDRL mudah dilakukan, cepat dan
sangat baik untuk skrining. Uji VDRL dilakukan untuk mengukur antibodi IgM dan
IgG terhadap materi lipoidal (bahan yang dihasilkan dari sel host yang rusak) sama
halnya seperti lipoprotein, dan mungkin kardiolipin berasal dari treponema.
Antibodi antilipoidal adalah antibodi yang tidak hanya berasal dari sifilis atau
penyakit yang disebabkan oleh treponema lainnya, tetapi dapat juga berasal dari
hasil respons terhadap penyakit nontreponemal, baik akut ataupun kronik yang
menimbulkan kerusakan jaringan. Uji venereal disease research laboratory
(VDRL) merupakan pemeriksaan slide microflocculation untuk sifilis yang
menggunakan antigen yang terdiri dari kardiolipin, lesitin, dan kolesterol. Antigen
tersebut disuspensikan dalam cairan bufer salin, membentuk flocculates ketika
digabungkan dengan antibodi lipoidal pada serum atau cairan serebrospinal pasien
sifilis. Hasilnya dapat berupa :4,5
- Gumpalan medium atau besar: reaktif (R)
- Gumpalan kecil: reaktif lemah (W)
- Tidak ada gumpalan/sedikit butiran: tidak reaktif (N)
Untuk mendiagnosis sifilis, hasil pemeriksaan VDRL reaktif harus
digabung dengan pemeriksaan treponema reaktif lainya seperti fluorescent
treponemal antibody absorption danmicrohemagglutination assay for antibodies to
Treponema pallidum. Hasil VDRL reaktif dapat bermakna infeksi baru atau lama
dengan treponema patogen, meskipun hasil reaksi positif palsu dapat juga terjadi.
Hasil reaksi positif palsu dapat disebabkan oleh kesalahan laboratorium dan serum
antibodi yang tidak ada hubungannya dengan sifilis. Hasil VDRL nonreaktif tanpa
gejala klinik sifilis dapat berarti tidak terinfeksi sifilis dan pengobatan yang efektif.
Apabila hasil VDRL nonreaktif disertai dengan gejala klinik sifilis, dapat berarti
sifilis primer dini, reaksi prozone pada sifilis sekunder. Inkubasi dari infeksi sifilis
tidak dapat disingkirkan dari hasil VDRL nonreaktif.4,5
Uji rapid plasma reagin (RPR) 18-mm circle card merupakan pemeriksaan
makroskopis, menggunakan kartu flocculation nontreponemal. Antigen dibuat dari
modifikasi suspensi antigen VDRL yang terdiri dari choline chloride, EDTA dan
partikel charcoal. Antigen RPR dicampur dengan serum yang dipanaskan atau tidak
dipanaskan atau plasma yang tidak dipanaskan diatas kartu yang dilapisi plastik.
Pemeriksaan RPR mengukur antibodi IgM dan IgG terhadap materi lipoidal,
dihasilkan dari kerusakan sel host sama seperti lipoprotein, dan mungkin
kardiolipin dihasilkan dari treponema. Antibodi antilipoidal merupakan antibodi
yang diproduksi tidak hanya dari pasien sifilis dan penyakit treponemal lainya,
tetapi juga sebagai respons terhadap penyakit nontreponemal akut dan kronik yang
menyebabkan kehancuran jaringan. Jika di dalam sampel ditemukan antibodi, maka
akan berikatan dengan partikel lipid dari antigen membentuk gumpalan. Partikel
charcoal beraglutinasi dengan antibodi dan kelihatan seperti gumpalan di atas kartu
putih. Apabila antibodi tidak ditemukan didalam sampel, maka akan kelihatan
campuran berwarna abu-abu.4,5
Untuk Mendiagnosis sifilis, hasil pemeriksaan RPR harus ditunjang dengan
gejala klinis, pemeriksaan serologi yang lain, mikroskop lapangan gelap dan faktor
risiko. Tanpa gabungan tersebut, hasil RPR tidak berhubungan dengan infeksi
Treponema pallidum. Hasil RPR reaktif dapat bermakna infeksi baru atau lama
dengan treponema patogen, meskipun hasil reaksi positif palsu dapat juga terjadi.
Hasil reaksi positif palsu dapat disebabkan oleh kesalahan laboratorium dan serum
antibodi yang tidak ada hubungannya dengan sifilis. Hasil RPR nonreaktif tanpa
gejala klinik sifilis dapat berarti tidak terinfeksi sifilis atau pengobatan yang tidak
efektif. Apabila hasil RPR nonreaktif disertai dengan gejala klinik sifilis, dapat
berarti sifilis primer dini, reaksi prozone pada sifilis sekunder. Inkubasi dari infeksi
sifilis tidak dapat disingkirkan dari hasil RPR nonreaktif.4,5
Uji serologi treponemal termasuk pemeriksaan serum dengan
metodeFluorescent treponemal antibody absorption (FTA-ABS) dan Treponema
pallidum particle agglutination (TP-PA) terhadap Treponema pallidum.
Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi terhadap antigen treponemal dan memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji nontreponemal, terutama
sifilis lanjut.4
Pemeriksaan FTA-ABS menggunakan teknik antibodi flouresens secara
tidak langsung, sebagai pemeriksaan konfirmasi terhadap sifilis. Pemeriksaan ini
menggunakan antigen Treponema pallidum subsp. Pallidum (strain Nichols).
Serum pasien yang telah diencerkan 1:5 dengan sorbent (ekstrak dari kultur
Treponema phagedenis, Reiter treponema), untuk menghilangkan beberapa
antibodi treponema yang ditemukan pada sebahagian pasien, dalam hal merespons
treponema nonpatogenik. Selanjutnya ditempelkan di atas slide yang sebelumnya
telah difiksasi dengan Treponema pallidum. Jika serum pasien mengandung
antibodi, maka antibodi tersebut akan melapisi treponema. Fluorescein
isothiocyanate (FITC)-labeled antihuman immunoglobulin ditambah-kan,
kemudian akan terbentuk ikatan dengan antibodi IgG dan IgM pasien yang melekat
pada Treponema pallidum. Ikatan ini akan terlihat dan diperiksa dibawah
mikroskop fluoresens.4,5
Pemeriksaan FTA-ABS tidak dilakukan sebagai pemeriksaan rutin atau
skrining. Sangat penting membedakan hasil positif nontreponemal dengan positif
palsu nontreponemal, dan untuk mendiagnosis sifilis late atau late laten. Hasil
pemeriksaan FTA-ABS reaktif, berarti infeksi treponema patogenik baru atau lama.
Hasil FTA-ABS nonreaktif mengandung arti pemeriksaan nontreponemal reaktif
adalah reaksi positif palsu.4
Pemeriksaan TP-PA merupakan pemeriksaan serologi, mendeteksi antibodi
beberapa spesies dan subspesies treponema patogenik penyebab sifilis, yaws, pinta,
bejel. Pemeriksaan dengan metode ini digunakan sebagai pemeriksaan konfirmasi,
pengganti pemeriksaan dengan microhemagglutination assay for antibodies to
Treponema pallidum (MHA-TP). Prosedur pemeriksaan adalah aglutinasi pasif
berdasarkan aglutinasi partikel gel yang disensitisasi dengan antigen Treponema
pallidum oleh antibodi serum pasien. Serum yang mengandung antibodi terhadap
treponema patogen bereaksi dengan partikel gel yang disensitisasi dengan sonicated
Treponema pallidum, Nichols strain (antigen), untuk membentuk anyaman
aglutinasi partikel gel yang halus didalam microtiter tray well. Jika antibodi tidak
ada, maka partikel akan berada pada bahagian bawah tray well, membentuk
tonjolan padat yang tidak beraglutinasi.4,5
Pembacaan dan Pelaporan Hasil:
- Pola pengendapan partikel gelatin dibaca dengan skor aglutinasi yaitu skala
– sampai 2+ seperti pada tabel.
- Pengenceran terakhir dari kontrol reaktif adalah 1+ (pembacaan pengenceran
terakhir). Pengenceran serum akhir didapatkan setelah penambahan semua
reagen.
- Serum kontrol nonreaktif tidak akan bereaksi pada pengenceran 1:80 dengan
sel yang disensitisasi.

2.9. Tatalaksana
a. Sifilis Stadium Dini (Primer, Sekunder, dan Laten Dini, yang diperoleh < 1
tahun sebelumnya)

Opsi Terapi Lini Pertama:


 Benzatin penisilin G (BPG) 2,4 juta unit intramuskuler (IM) (satu suntikan
dari 2,4 juta unit atau 1,2 juta unit di setiap pantat) pada hari 1 [Ib; A]
Mengganti bagian (yaitu 0,5 sampai 1cc) pelarut dengan larutan lidocaine
1% tanpa epinefrin dapat mengurangi ketidaknyamanan yang terkait
dengan injeksi. Pasien harus dijaga selama 30 menit pengawasan klinisnya
setelah injeksi.1

Opsi Terapi Lini Kedua:


 Prokain penisilin 600.000 unit IM setiap hari selama 10-14 hari, yaitu jika
BPG tidak tersedia1

Alergi Penisilin atau Menolak Pengobatan Parenteral:1


 Doxycycline 200 mg per hari (baik 100 mg dua kali sehari atau sebagai
dosis tunggal 200 mg) secara oral selama 14 hari
 Azitromisin 2 g secara oral dosis tunggal

b. Stadium Laten Akhir (yaitu diperoleh > 1 tahun sebelumnya atau durasi yang
tidak diketahui), Sifilis Kardiovakuler dan Gummatous

Opsi Terapi Lini Pertama:


 Benzatin penisilin G (BPG) 2,4 juta unit IM (satu suntikan 2,4 juta unit
dosis tunggal atau 1,2 juta unit di setiap pantat) mingguan pada hari 1, 8
dan 15 [III; B] Mengganti bagian (yaitu 0,5 sampai 1cc) dari pelarut
dengan larutan lidocaine 1% tanpa epinefrin dapat mengurangi
ketidaknyamanan yang terkait dengan injeksi. Pasien harus dijaga selama
30 menit pengawasan klinisnya setelah injeksi.1

Alergi Penisilin atau Menolak Pengobatan Parenteral:


 Doxycycline 200 mg sehari (baik 100 mg dua kali sehari atau sebagai dosis
tunggal 200 mg) secara oral selama 21-28 hari1

Opsi Terapi Lini Kedua:


 Prokain penisilin 600.000 unit IM setiap hari selama 17-21 hari, yaitu jika
BPG tidak tersedia1
c. Kehamilan
Pada wanita hamil dengan sifilis stadium dini yang tidak diobati, 70-100% bayi
akan terinfeksi, dengan lahir mati sampai dengan sepertiga kasus. Wanita
dengan hasil NTT terus-menerus negatif sangat tidak mungkin untuk
mengirimkan sifilis selama kehamilan. Kebanyakan transmisi ke janin terjadi
setelah 20 minggu dan pengobatan sebelum periode ini biasanya akan
mencegah fitur bawaan. Pengobatan standar telah digunakan dengan hasil yang
baik, tetapi karena beberapa laporan dari respon cukup pada ibu dan bayi,
pengobatan lebih agresif telah dianjurkan.1

Opsi Terapi Lini Pertama untuk Pengobatan Sifilis Stadium Dini (yaitu
diperoleh < 1 tahun sebelumnya):
 Benzatin penisilin G (BPG) 2,4 juta unit IM dosis tunggal (atau 1,2 juta
unit di setiap pantat) Catatan: beberapa ahli merekomendasikan 2 dosis
BPG 2,4 juta unit (hari 1 dan 8) tapi ini tidak cukup bukti yang mendasari.
Pasien harus dijaga selama 30 menit pengamatan klinisnya setelah injeksi.1

Opsi Terapi Lini Kedua:


 Prokain penisilin 600.000 unit IM setiap hari selama 10-14 hari, yaitu jika
BPG tidak tersedia1

d. Sifilis Kongenital
Opsi Terapi Lini Pertama:
 Benzyl penicillin 150.000 unit / kg IV setiap hari (diberikan dalam dosis 6
setiap 4 jam) selama 10-14 hari1
 Jika CSF normal: memeriksa usia1
1. Terapi lini pertama: BPG 50.000 unit / kg IM (dosis tunggal) sampai
dengan dosis dewasa 2,4 juta unit
2. Terapi lini kedua: penisilin Prokain 50.000 unit / kg IM setiap hari
selama 10-14 hari, yaitu jika BPG tidak tersedia.
BAB III
KESIMPULAN

Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual yang kompleks, progresif
dengan banyak stadium disebabkan oleh infeksi bakteri spirochete Treponema
pallidum subspesies Pallidum. Penyebaran sifilis terutama disebabkan oleh
hubungan seksual, kontak lansung dengan lesi yang terinfeksi. Treponema pallidum
masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh dan kulit yang lecet,
kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk aliran darah, kemudian menyebar
ke seluruh organ tubuh.1,4
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua
alat tubuh dapat diserang. Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer,
sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit
yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula.4
Ada banyak pemeriksaan untuk mendiag-nosis sifilis secara langsung dan
tidak langsung. Belum ada uji tunggal yang optimal. Metode diagnostik langsung
termasuk pemeriksaan mikroskop dan amplifikasi asam nukleat dengan polymerase
chain reaction (PCR). Diagnosis secara tidak langsung berdasarkan uji serologi
untuk mendeteksi antibodi. Uji serologi dibagi dalam dua kategori yaitu uji
nontreponemal untuk skrining dan uji treponemal untuk konfirmasi. Uji
nontreponemal yang sering dilakukan dilaboratorium ialah uji VDRL dan RPR.4
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Sifilis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VII. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2015.
2. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi VI. Jakarta:
EGC; 2006.
3. Siregar RS. Atlas Berwarna Satipati Kulit Edisi II. Jakarta: EGC; 2004.
4. Efrida, Elvinawaty. Imunopatogenesis Treponema Pallidum dan Pemeriksaan
Serologi. Jurnal Kesehatan Andalas 2014; 3 (3): pg. 547-87.
5. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipoccrates; 2000.

Anda mungkin juga menyukai