Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Ukuran populasi umumnya bervariasi dari waktu, biasanya mengikuti dua pola.
Beberapa populasi mempertahankan ukuran poulasi mempertahankan ukuran populasi, yang
relatif konstan sedangkan pupolasi lain berfluktasi cukup besar. Perbedaan lingkungan yang
pokok adalah suatu eksperimen yang dirangsang untuk meningkatkan populasi grouse itu.
Penyelidikan tentang dinamika populasi, pada hakikatnya dengan keseimbangan antara
kelahiran dan kematian dalam populasi dalam upaya untuk memahami pada tersebut di alam.

Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam dalam
bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau
persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung
produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas lainnya
parameter ini tidak begitu tepat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relatif. Kepadatan
relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua
jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk
persentase.

Populasi ditafsirkan sebagai kumpulan kelompok makhluk yang sama jenis (atau
kelompok lain yang individunya mampu bertukar informasi genetik) yang mendiami suatu
ruangan khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang walaupun paling baik
digambarkan secara statistik, unik sebagai milik kelompok dan bukan karakteristik individu
dalam kelompok itu. Suatu populasi dapat juga ditafsirkan sabagai suatu kelompok yang
sama. Suatu populasi dapat pula ditafsirkan sebagai suatu kolompok makhuk yang sama
spesiesnya dan mendiami suatu ruang khusus pada waktu yang khusus.

I.2. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini :

1. Mengoleksi sampling hewan dari lapangan pada suatu populasi dengan menggunakan
metode teknik sampling
2. Membandingkan populasi hewan pada daerah gelap dan daerah terang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Pengertian ini
dikemukakan untuk menjelaskan bahwa individu- individu suatu jenis organisme dapat
tersebar luas di muka bumi, namun tidak semuanya dapat saling berhubungan untuk
mengadakan perkawinan atau pertukaran informasi genetik, karena tempatnya terpisah.

Populasi terdiri dari banyak individu yang tersebar pada rentangan goegrafis. Tetapi
individu itu tidak selalu tersebar merata. Ada pola penyebaran, yaitu menggerombol, acak
dan tersebar. Pola distribusi ini disebabkan oleh tipe tingkah laku individu yang berbeda.
Disatu pihak, menggerombol sebagai akibat dari tertariknya individu-individu pada tempat
yang sama, apakah karna lingkungan yang cocok atau tempat berkumpul untuk fungsi sosial.
Misalnya perkawinan, dipihak lain tersebar sebagai interaksi antagonis antar individu. Dalam
hal tidak adanya daya tarik bersama/penyebaran sosial individu-individu lain dalam
populasi. Contoh pertumbuhan potensial populasi manusia yang terdiri dari banyak wanita
umur 15-35 tahun adalah lebih besar pada populasi yang terdiri dari kebanyakan laki-laki
tua/anak-anak. Tingkat pertumbuhan populasi yaitu sebagai hasil akhir dari kelahiran dan
kematian, juga mempengaruhi struktur umur dan populasi. (Hadisubroto, 1989)
Populasi memiliki beberapa karakteristik berupa pengukuran statistik yang tidak dapat
diterapkan pada individu anggota populasi. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi
atau kerapatan. Kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi yang berhubungan dengan
satuan ruang, yang umumnya diteliti dan dinyatakan sabagai cacah individu atau biomassa
per satuan luas per satuan isi. Kadang kala penting untuk membedakan kerapatan kasar dari
kerapatan ekologik (kerapatan spesifik). Kerapatan kasar adalah cacah atau biomassa
persatuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah individu biomassa
persatuan ruang habitat. Dalam kejadian yang tidak praktis untuk menerapkan kerapatan
mutklak suatu populasi. Dalam pada itu ternyata dianggap telah cukup bila diketahui kerapan
nisbi suatu populasi ). (Suin,1989).

Dalam penyebaran makrofauna tanah lingkungan merupakan suatu sistem kompleks


yang berada diluar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme
yang hidup dalam lingkungan masing-masing. Begitu pula jumlah dan kualitas organisme
penghuni di setiap habitat tidak sama. Perbedaan yang paling mencolok adalah pada ukuran
tumbuhan hijau, karena akan mempengaruhi penyebaran makrofauna disekitarnya.
Lingkungan juga merupakan salah satu bagiannya.
Metode yang digunakan adalah Pitfall trap merupakan metode yang umum digunakan
dalam mengetahui keberadaan makrofauna tanah. Pitfall trap digunakan karena sangat
sederhana dan cukup efektif dimana memasang perangkap di titik yang telh ditentukan.
(Resosoedarmo,1990).
Makrofauna tanah merupakan kelompok hewan- hewan besar penghuni tanah
yang merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam memperbaiki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dalam dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah
lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi serta memberikan fasilitas lingkungan yang
baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mikrofauna tanah
serta berbagai jenis bakteri dan fungi. Peran makrofauna lainnya adalah dalam perombakan
materi tumbuhan dan hewan mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke tanah,
perbaikan struktur tanah dan proses pembentukan tanah. Proses dekomposisi dalam tanah
tidak akan mampu berjalan cepat bila di tunjang oleh kegiatan makro fauna tanah.
Keberadaan makro fauna tanah di dalam tanah sangat tergantung pada kegiatan energi dan
sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup
yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan
energi dan unsur hara bagi makro fauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas
makro fauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak
positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit
dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring- jaring makanan dalam
tanah (Soegianto,1994).

Dilapangan hewan tanah juga dapat dikumpulkan dengan cara memasang perangkap
jebak (pit fall-trap). Pengumpulan hewan permukaan tanah dengan memasang perangkap
jebak juga tergolong pada pengumpulan hewan tanah secara dinamik.

Perangkap jebak sangat sederhana, yang mana hanya berupa bejana yang ditanam di
tanah. Agar air hujan tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap diberi atap dan agar
air yang mengalir di permukaan tanah tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap
dipasang pada tanah yang datar dan agak sedikit tinggi. Jarak antar perangkap sebaliknya
minimal 5 m.
Pada perangkap tanpa umpan, hewan tanah yang berkeliaran di permukaan tanah akan
jatuh terjebak, yaitu hewan tanah yang kebetulan menuju ke perangkap itu, sedangkan
perangkap dengan umpan, hewan yang terperangkap adalah hewan yang tertarik oleh bau
umpan yang diletakkan di dalam perangkap, hewan yang jatuh dalam perangkap akan
terawat oleh formalin atau zat kimia lainnya yang diletakkan dalam perangkap tersebut.
(Tarumingkeng,1994).
BAB III

METODE PRCOBAAN

III.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Teknik Sampling Populasi Hewan dilaksanakan pada Hari Kamis, 27


Oktober 2016 pukul 10:00 – 12:00 WIB dan bertempat di Laboratorium Biologi FMIPA
Universitas Bengkulu.

III.2. Alat dan Bahan

1. Corong barlese tulgrene (pitfoll trap)


2. Karton manila hitam 2 lembar
3. 1 buah selotip
4. Lampu pijar 25 watt
5. 1 buah pitting
6. 1 buah steker
7. 1,5m kabel
8. 1 buah gelas akua kosong

III.3. Langkah Kerja

1. Membuat pitfoll trap untuk setiap kelompok


2. Setiap kelompok mengoleksi sampling populasi hewan dari lokasi yang berbeda
(lokasi terang dan lokasi gelap)
3. Membandingkan populasi hewan pada lokasi yang berbeda
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

a. LOKASI TERANG

PITFOL
NO TAKSON 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jangkrik
1 Orange 1
Jangkrik
2 Cokelat 1 3 4 5 1 3 3
3 Semut Hitam 3 3 2 1 1 2 3
4 Semut Orange 1 1 1
5 Laba2 Hitam 1 1 1
6 Laba2 Belang 1 2 1 1
7 Undur-Undur 1 4 1 2
Kumbang
8 Hitam 1 2 1 1 1 1
9 Belalang
10 Cacing 1
11 Nyamuk 1 1
12 Kecoa 1
13 Lebah
Kumbang
14 Cokelat 1

NO TAKSON KI KR FR
Jangkrik
1 Orange 0,08 1,10% 8,30%
Jangkrik
2 Cokelat 1,67 0,24% 1,7%
3 Semut Hitam 1,25 0,18% 1,25%
4 Semut Orange 0,25 3% 0,25%
5 Laba2 Hitam 0,25 3% 0,25%
6 Laba2 Belang 0,42 0,06% 0,42%
7 Undur-Undur 0,6 0,09% 0,67%
Kumbang
8 Hitam 0,6 0,09% 0,67%
9 Belalang 0,08 1,10% 8.3%
10 Cacing 0,08 1,10% 8.3%

b. LOKASI GELAP

PITFOL
NO TAKSON
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Semut
1 3 3 4 3 2 2 1
Hitam
2 Kutu Daun 1
Belalang
3 1 2
Kayu
4 Ulat (SP1) 2
5 Laba-Laba 1
Semut
6 2 2 4 2
Merah
7 Nyamuk 3 1
8 SP 2 1
9 SP 3 2

NO TAKSON KI KR FR
Semut
1 1,8 42,80% 70,00%
Hitam
2 Kutu Daun 0,1 2,30% 10%
Belalang
3 0,3 7,14% 20%
Kayu
4 Ulat (SP1) 0,2 9,52% 10%
5 Laba-Laba 0,1 2,38% 10%
Semut
6 1 23,80% 40%
Merah
7 Nyamuk 0,4 9,52% 20%
8 SP 2 0,1 2,38% 10%
9 SP 3 0,2 4,76% 10%

IV.2. Perhitungan

a. Lokasi Terang
 KI
1. Jangkrik Orange KI = 1/12 = 0,08 individu/pitfol
2. Jangkrik Cokelat KI = 20/12 = 1,67 individu/pitfol
3. Semut Hitam KI = 15/12 =1,25 individu/pitfol
4. Semut Orange KI = 3/12 = 0,25 individu/pitfol
5. Laba-laba Hitam KI = 3/12 =0,25 individu/pitfol
6. Laba-laba Belang KI = 5/12 = 0,42 individu/pitfol
7. Undur-undur KI = 8/12 = 0,6 individu/pitfol
8. Kumbang Hitam KI = 8/12 = 0,6 individu/pitfol
9. Belalang KI = 1/12 = 0,08 individu/pitfol
10. Cacing KI = 1/12 = 0,08 individu/pitfol
 KR
1. KR = 1/84 x 100% = 1,1 % 8. KR = 8/84 x 100% == 0,09%
2. KR = 20/84 x 100% = 0,24% 9. KR = 1/84 x 100/% = 1,1 %
3. KR = 15/84 x 100% = 0,18% 10. KR = 1/84 x 100% = 1,1%
4. KR = 3/84 x 100% = 3%
5. KR = 3/84 x 100% = 3%
6. KR = 5/84 x 100% = 0,06%
7. KR = 8/84 x 100% = 0,09%
 FR
1. FR = 1/12 x 100% = 8,3% 8. FR = 8/12 x 100% = 0,67%
2. FR = 20/12 x 100% = 1,7% 9. FR = 1/12 x 100% = 8,3%
3. FR = 15/12 x 100% = 1,25% 10. FR = 1/12 x 100% = 8,3%
4. FR = 3/12 x 100% = 0,25%
5. FR = 3/12 x 100% = 0,25%
6. FR = 5/12 x 100% = 0,42%
7. FR = 8/12 x 100% = 0,67%
b. Lokasi Gelap
 KI
1. Semut Hitam KI = 18/12 = 1,8 individu/pitfol
2. Kutu Daun KI = 1/12 = 0,1 individu/pitfol
3. Belalang Kayu KI = 3/12 = 0,3 individu/pitfol
4. Ulat KI =2/12 =0,2 individu/pitfol
5. Laba-laba KI =1/12 = 0,1 individu/pitfol
6. Semut Merah KI = 10/12 =1 individu/pitfol
7. Nyamuk KI =4/12 =0,4 individu/pitfol
8. SP 2 KI = 1/12 = 0,1 individu/pitfol
9. SP3 KI = 2/12 =0,2 individu/pitfol
 KR
1. KR = 18/84 x 100% = 42,8 % 6. KR = 10/84 x 100% = 23,8%
2. KR= 1/84 x 100% = 2,3% 7. KR = 4/84 x 100% = 9,52%
3. KR = 3/84 x 100% = 7,14 % 8. KR = 1/84 x 100% = 2,38%
4. KR = 2/84 x 100% = 9,52% 9. KR = 2/84 x 100% = 4,76%
5. KR = 1/84 x 100% = 2,38%
 FR
1. FR = 18/12 x 100% = 70 % 6. FR = 10/12 x 100% = 40%
2. FR= 1/12 x 100% = 10% 7. FR = 4/12 x 100% = 920%
3. FR = 3/12 x 100% = 20 % 8. FR = 1/12 x 100% = 10%
4. FR = 212 x 100% = 10% 9.FR = 2/12 x 100% = 10 %
5. FR = 1/12 x 100% = 10%
IV.4. Pembahasan

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, dimana masing-masing kelompok


membuat pitfall trap di lokasi terang yang terkena sinar matahari dan lokasi gelap dimana
kurangnya sinar matahari dan lembab. Didapatkan pada lokasi terang yaitu jangkrik orange,
jangkrik cokelat, semut hitam, semut orange, laba-laba hitam, laba-laba belang, undur-undur,
kumbang hitam, belalang, cacing, nyamuk, kecoa, lebah, kumbang cokelat. Dan pada lokasi
gelap yaitu semut hitam, kutu daun, belalang kayu, ulat (SP 1), laba-laba, semut merah,
nyamuk, SP 2, SP 3. Ternyata jumlah takson di lokasi terang lebih banyak daripada jumlah
takson di lokasi gelap. Ini mungkin dikarenakan lokasi yang terkena sinar matahari lebih
subur ekosistemnya, dibandingkan pada lokasi yang gelap. Sebab tidak semua hewan yang
tinggal dihabitat yang lembab. Semut merupakan hewan yang paling banyak dijumpai.
Karena semut rentang dan penyebarannya paling luas dan dapat dijumpai dihampir setiap
habitat, kecuali perairan.

Pitfall trap yang dibuat perkelompoknya yaitu ada 15 pitfall pada lokasi terang dan 15
pitfall pada lokasi gelap. Akan tetapi data yang di dapatkan hanya 10 pitfall pada masing-
masing lokasi. Ini dikarenakan pada pitfall trap tersebut kosong, dan tidak ada hewan yang
terperangkap didalamnya. Ini mungkin disebabkan oleh hujan, sehingga alkohol yang ada di
dalam akua tersebut beserta isinya meluap kembali keluar.

Perbedaan jumlah takson pada lokasi terang dan lokasi gelap terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhinya yaitu :

1. setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang


merupakan batas bawah dan atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi
faktor lingkungannya.
2. Penyebaran temporal dapat berkaitan dengan perubahan hari dari terang dan gelap.
Sementara itu penyebaran temporal hewan lainnya dapat dikarenakan karena
perubahan suhu dan kelemban, musim.

Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena sebagai sumber
energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari suatu ekosistem sangat
ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik
dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme
tertentu. Protoplasma yang terbuka langsung kena cahaya menyebabkan kematian cahaya
adalah sumber energi, cahaya bukan hanya faktor yang vital, tetapi juga suatu pembatas pada
kedua tingkat maksimum dan minimum. Oleh karena itu cahaya sebagai faktor pembatas dan
pengontrol. Radiasi terdiri atas gelombang-gelombang elektromagnetik.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Dapat mengoleksi sampling hewan dari lapangan pada suatu populasi dengan
menggunakan metode teknik sampling yaitu dengan menggunakan alat pitfall trap.
2. Dapat membandingkan populasi hewan pada daerah gelap dan daerah terang, yang
ternyata jumlah hewan pada daerah gelap lebih sedikit daripada jumlah hewan pada
daerah terang.

V.2. Saran

Mungkin hanya karena pada kendala cuaca. Sehingga pada saat hujan pitfall trap ada
yang tidak terisi apa-apa dikarenakan meluap oleh air hujan. Sehingga pitfall trap tercapur
alkohol dengan air hujan.
DAFTAR PUSTAKA

Hadisubroto, Tisno (1989). 2011. Azas-azas dan Konsep mengenai Organisasi pada Tingkat

Populasi. Padang : Universitas Negeri Padang

Resosoedarmo, Soedjiran. 1990. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya : Jakarta.

Suin, N. M. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara : Jakarta

Soegianto, Agoes. 1994. Ekologi Kuantitatif. Penerbit Usaha Nasional : Surabaya

Tarumingkeng, R. C. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar

Harapan : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai