Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran pada hakikatnya tidak hanya sekedar menyampaikan pesan


kepada peserta didik, akan tetapi merupakan aktifitas professional yang
menuntut guru untuk dapat menggunakan keterampilan dasar mengajar secara
terpadu, serta menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan peserta didik
dapat belajar secara efektif dan efisien. Sistem lingkungan (pembelajaran) ini
terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, antara lain: tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, guru dan siswa, jenis kegiatan yang
dilakukan, sarana/prasarana belajar yang tersedia, dan penilaian. Komponen-
komponen ini saling bergantung, saling berkaitan, dan saling mempengaruhi
dalam kerangka proses pembelajaran, dan berfungsi secara terpadu kea rah
tercapainya tujuan pembelajaran.

Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat akan dihadapi pada berbagai


pertanyaan mengenai masalah kesehatan. Maka dari itu perawat harus bisa
memberikan penyuluhan kesehatan pada pasien.

Pendidikan kesehatan pada dasarnya untuk meningkatan derajat kesehatan


(kesejahteraan) menurunkan ketergantungan dan memberikan kesempatan pada
individu, keluarga, kelompok, dan komunitas untuk mengaktualisasikan dirinya
dalam mempertahankan keadaan sehat yang optimal.

Pendidikan kesehatan merupakan tindakan mandiri keperawatan dalam


membantu klien (individu, kelompok, masyarakat) dalam mengatasi masalah
kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat sebagai
pendidik.

Perawat mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pembentukan sikap


selama pembelajaran yang berfokus pada pasien.Pendidikan kesehatan bukan

1
hanya berhubungan dengan komunikasi informasi, tetapi juga berhubungan
dengan adopsi motivasi, keterampilan, dan kepercayaan diri untuk melakukan
tindakan memperbaiki kesehatan.

B. Rumusan Masalah
1. apa yang dimaksud dengan pendidikan kesehatan?
2. Bagaimana pengkajian pada rancangan pembelajaran dengan sasaran
individu?
3. Bagaimana diagnosis keperawatan pada rancangan pembelajaran dengan
sasaran individu?
4. Bagaimana perencanaan keperawatan pada rancangan pembelajaran dengan
sasaran individu?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tentang pendidikan kesehatan
2. Untuk mengetahui tentang pengkajian pada rancangan pembelajaran dengan
sasaran individu.
3. Untuk mengetahui tentang diagnosis keperawatan pada rancangan
pembelajaran dengan sasaran individu.
4. Untuk mengetahui tentang perencanaan keperawatan pada rancangan
pembelajaran dengan sasaran individu.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pegertian Pendidikan Kesehatan


1. Menurut Wood (1926) dalam definisi yang dikemukakannya (Hanlon,
halaman. 578 yang dikutip Tafal, 1984), mengemukakan bahwa pendidikan
kesehatan sebagai sekumpulan pengalaman yang mendukung kebiasaan,
sikap, dan pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan individu,
masyarakat, dan ras.
2. Menurut Stuart (1968) dalam definisi yang dikemukakan, (dikutif oleh staf
jurusan PK-IP FKMUI 1984) mengatakan bahwa pendidikan kesehatan
adalah komponen program kesehatan dan kedokteran yang terdiri atas upaya
terencana untuk mengubah perilaku individu, kelompok maupun masyarakat
yang merupakan perubahan cara berpikir, bersikap, dan berbuat dengan tujuan
membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit, dan promosi hidup
sehat.
3. Menurut Nyswander (1947) yang dikutif Notoatmodjo (1997)
mengatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku
yang dinamis, bukan proses pemindahan materi dari seseorang ke orang lain
dan bukan pula seperangkat prosedur. Hal itu dapat dilihat dari definisiyang
dikemukakan yaitu :

“Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri


seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu,
dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang
oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur yang dilaksanakan atau suatu
produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses
perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang
menerima atau menolak, informasi, sikap maupun praktik baru, yang
berhubungan dengan tujuan hidup sehat “

3
Ketiga definisi tersebut diatas menunjukkan bahwa pendidikan
kesehatan merupaka suatu proses perubahan perilaku yang dinamis dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang meliputi
komponen pengetahuan, sikap ataupun praktik yang berhubungan dengan
tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok maupun masyarakat, serta
merupakan komponen dari program kesehatan.
Sedangkan menurut ahli lain, yaitu Green (1972) yang dikutif oleh
Notoatmodjo (1997), mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan adalah
istilah yang diterapkan pada penggunaan proses pendidikan secara terencana
untuk mencapai tujuan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi dan
kesempatan pembelajaran.
Menurut Committee President on Health Education (1977) yang
dikutif Soekidjo Notoatmodjo (1997), mengatakan bahwa pendidikan
kesehatan adalah proses yang menjebatani kesenjangan antara informasi
kesehatan dan praktik kesehatan, yang memotivasi seseorang untuk
memperoleh informasi dan berbuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya
menjadi lebih sehat dengan menghindari kebiasaan yang buruk dan
membentuk kebiasaan yang menguntungkan kesehatan.
Menurut Craven dan Hirnle (1996), mengatakan bahwa pendidikan
kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang
melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat
fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberikan dorongan terhadap
pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau
ide baru.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas, maka kesimpulan
yang dapat ditarik bahwa pendidikan kesehatan adalah merupan proses
perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok,
atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari

4
tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri. Dengan
demikian pendidikan kesehatan merupakan usaha/kegiatan untuk membantu
individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara
optimal.
Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk
intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu,
kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat berperan sebagai
perawat pendidik. Pelaksanaan pendidikan kesehatan dalam keperawatan
merupakan kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pengkajian kebutuhan belajar klien.
b. Penegakan diagnosa keperawatan.
c. Perencanaan pendidikan kesehatan
d. Implementasi pendidikan kesehatan.
e. Evaluasi pendidikan kesehatan, dan dokumentasi pendidikan kesehatan.
Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan perilaku
sehat individu maupun masyarakat. Mencegah timbulnya penyakit dan
bertambahnya masalah kesehatan. Mempertahankan derajat kesehatan dan
menurunkan ketergantungan serta memberikan kesempatan pada individu,
keluarga, kelompok, dan komunitas untuk mengatualisasikan dirinya dalam
mempertahankan keadaan sehat yang optimal. Pendidikan kesehatan tidak
hanya memberikan informasi saja, tetapi yang penting adalah menciptakan
kegiatan yang dapat memandirikan seseorang untuk mengambil keputusan
terhadap masalah kesehatan yang dihadapi.

B. Pengkajian
Pengkajian yang komprehensif tentang kebutuhan belajar dapat digali dari
riwayat keperawatan dan hasil pengkajian fisik serta melalui informasi dari orang
yang dekat dengan klien. Pengkajian juga mencakup karakteristik klien yang

5
mungkin akan mempengaruhi proses belajar, misalnya kesiapan belajar, motivasi
untuk belajar, dan tingkat kemampuan membaca. Selain penggalian data melalui
wawancara, perawat juga harus melakukan observasi terhadap kemampuan dan
kebutuhan-kebutuhan klien. Kebutuhan belajar dapat juga diidentifikasi dari
pertanyaan klien terhadap perawat tentang sesuatu hal yang tidak mereka ketahui
atau tidak terampil dalam melakukannya.

1. Pengkajian Faktor Predisposisi


a. Pengkajian riwayat keperawatan
Informasi tentang usia akan memberi petunjuk mengenai status
perkembangan seseorang, sehingga dapat memberikan arah mengenai isi
pendidikan kesehatan dan pendekatan yang harus digunakan. Pertanyaan yang
diajukan hendaknya sederhana. Pada klien lanjut usia (lansia), pertanyaan
diajukan dengan perlahan dan diulang. Status perkembangan, terutama pada
klien anak, dapat dikaji melalui observasi ketika anak melakukan aktivitas
atau bermain, sehingga perawat mendapat data tentang kemampuan motorik
dan perkembangan intektualnya.
Persepsi klien tentang keadaan masalah kesehatannya saat ini dan
bagaimana mereka menaruh perhatian terhadap masalahnya dapat
memberikan informasi kepada perawat tentang seberapa jauh pengetahuan
mereka mengenai masalahnya dan pengaruhnya terhadap kebiasaan aktivitas
sehari-hari. Informasi ini dapat memberi petunjuk kepada perawat untuk
memberi arahan yang tepat serta sumber-sumber lain yang dapat digunakan
oleh klien.
Kepercayaan klien tentang kesehatan, kepercayaan tentang agama yang
dianut, dan peran gender merupakan faktor penting dalam mengembangkan
rencana pendidikan kesehatan. Kepercayaan yang penting digali pada klien,
contohnya adalah kepercayaan tidak boleh menerima tranfusi darah, tidak
boleh menjadi donor organ tubuh, dan tidak boleh menggunakan alat
kontrasepsi.

6
Berbagai daerah mempunyai kepercayaan dan praktik-praktik tersendiri.
Kepercayaan dalam budaya tersebut dapat berhubungan dengan kebiasaan
makan, kebiasaan mempertahankan kesehatan, kebiasaan menangani keadaan
sakit, serta gaya hidup. Perawat sangat penting mengetahui hal tersebut,
namun demikian tidak boleh menarik asumsi bahwa setiap individu dalam
suatu etnik dengan kultur tertentu mempunyai kebiasaan yang sama, karena
hal ini tidak selalu terjadi. Oleh karena itu, perawat tetap harus mengkaji dan
menilai klien secara individual.
Keadaan ekonomi klien dapat berpengaruh terhadap proses belajar klien.
Bagaimanapun, perawat harus mengkaji hal ini dengan baik, karena
perencanaan pendidikan kesehatan dirancang sesuai dengan sumber-sumber
yang ada pada klien agar tujuan tercapai. Jika tidak, rancangan tidak akan
sesuai dan sulit untuk dilaksanakan. Bagaimana cara klien belajar adalah hal
yang sangat penting untuk diketahui. Cara belajar yang terbaik bagi setiap
individu bervariasi. Cara terbaik seseorang dalam belajar mungkin dengan
melihat atau menonton untuk memahami sesuatu dengan baik. Dilain pihak,
yang lain mungkin belajar tidak dengan cara melihat, tetapi dengan cara
melakukan secara actual dan menemukan bagaimana cara-cara mengerjakan
sesuatu hal. Yang lain mungkin dapat belajar dengan baik dengan membaca
sesuatu yang dipresentasikan oleh orang lain. Perawat perlu meluangkan
waktu dan memupuk keterampilan untuk mengkaji klien dan mengidentifikasi
gaya belajar, untuk kemudian mengadaptasi pendidikan kesehatan yang sesuai
dengan cara-cara klien belajar. Menggunakan variasi teknik mengajar dan
variasi aktivitas selama mengajar adalah jalan yang baik untuk memenuhi
kebutuhan gaya belajar klien. Sebuah teknik akan sangat efektif untuk
beberapa klien, sebaliknya teknik lain akan cocok untuk klien dengan gaya
belajar yang berbeda.
Perawat perlu mengkaji system pendukung klien untuk menentukan siapa
saja sasaran pendidikan yang mungkin dapat mempertinggi dan mendorong
proses belajar klien. Anggota keluarga atau teman dekat mungkin dapat

7
membantu klien dalam mengembangkan keterampilan di rumah dan
mempertahankan perubahan gaya hidup yang diperlukan klien.
b. Pengkajian fisik

Pengkajian fisik secara umum dapat memberikan petunjuk terhadap


kebutuhan belajar klien. Contohnya: status mental, kekuatan fisik, status
nutrisi. Hal lain yang mencakup pengkajian fisik adalah pernyataan klien
tentang kapasitas fisik untuk belajar dan untuk aktivitas perawatan diri
sendiri. Kemampuan melihat dan mendengar memberi pengaruh besar
terhadap pemilihan substansi dan pendekatan dalam mengajar. Fungsi system
muskuloskelet mempengaruhi kemampuan keterampilan psikomotor dan
perawatan diri. Toleransi aktivitas juga dapat mempengaruhi kapasitas klien
untuk melakukan aktivitas.

c. Pengkajian Kesiapan Klien untuk Belajar

Klien yang siap untuk belajar sering dapat dibedakan dengan klien
yang tidak siap. Seorang klien yang siap belajar mungkin mencari informasi,
misalnya melalui bertanya, membaca buku atau artikel, tukar pendapat dengan
sesama klien yang pada umumnya menunjukkan ketertarikan. Dilain pihak,
klien yang tidak siap belajar biasanya lebih suka untuk menghindari masalah
atau situasi. Kesiapan fisik penting di kaji oleh perawat apakah klien dapat
memfokuskan perhatian atau lebih berfokus status fisiknya, misalnya terhadap
nyeri, pusing, lelah, mengantuk, atau lain hal.

- Kesiapan emosi. Apakah secara emosi klien siap untuk belajar? Klien
dalam keadaan cemas, depresi, atau dalam keadaan berduka karena
keadaan kesehatannya atau keadaan keluarganya biasanya tidak siap untuk
belajar. Perawat tidak dapat memaksakan, tetapi harus menunggu sampai
keadaan klien memungkinkan dapat menerima proses pembelajaran.
- Kesiapan kognitif. Dapatkah klien berpikirsecara jernih? apakah klien
dalam keadaan sadar penuh, apakah klien tidak dalam pengaruh zat yang

8
mengganggu tingkat kesadaran? Pertanyaan itu sangat penting untuk
dikaji.
- Kesiapan berkomunikasi. Sudahkah klien dapat berhubungan dengan
rasa saling percaya dengan perawat? Ataukah klien belum mau menjalin
komunikasi karena masih belum menaruh rasa percaya. Hubungan saling
percaya antara perawat dank lien menentukan komunikasi dua arah yang
diperlukan dalam proses belajar mengajar.
d. Pengkajian Motivasi

Secara umum dapat diterima bahwa seseorang harus mempunyai


keinginan belajar demi keefektifan pembelajaran. Motivasi dan memberi
rangsangan atau jalan untuk belajar merupakan faktor penentu yang sangat
kuat untuk kesuksesan dalam mendidik klien dan berhubungan erat dengan
pemenuhan kebutuhan klien. Motivasi seseorang dapat dipengaruhi oleh
masalah keuangan, penolakan terhadao status kesehatan, kurangnya dorongan
dari lingkungan social, pengingkaran terhadap penyakit, kecemasan,
ketakutan,rasa malu atau adanya konsep diri yang negatif. Motivasi juga
dipengaruhi oleh sikap dan kepercayaan. Contohnya, motivasi belajar seorang
pria setengah baya yang dinyatakan hipertensi dan mulai mendapat
pengobatan anti hipertensi untuk mengendalikan tekanan darahnya mungkin
akan rendah jika teman dekatnya menceritakan bahwa ia impotent setelah
mendapat pengobatan yang sama.

Pengkajian tentang motivasi belajar sering merupakan bagian dari


pengkajian kesehatan secara umum atau diangkat sebagai msalah yang
spesifik. Seorang perawat ketika mengkaji motivasi dan kemampuan klien
harus betul-betul mengerti sepenuhnya tentang subjek belajar. Motivasi
memang sulit untuk dikaji, mungkin dapat ditunjukka secara verbal atau juga
secara nonverbal.

e. Pengkajian Kemampuan Membaca

9
Ketidakmampuan membaca dan menulis dapat ditemukan pada setiap
langkah kehidupan, pada semua suku dan pada setiap tingkat sosial ekonomi.
Penampilan seseorang dan penggunaan bahasa tidak mengindikasikan bahwa
ia mampu membaca dan menulis.

Banyak orang dengan kemampuan membaca dan menulis rendah


memiliki intelegensi rata-rata dan berbicara dengan baik.

Bagaimana seorang perawat dapat menentukan tingkat kemampuan


membaca klien? Melakukan pengujian secara langsung adalah cara yang
terbaik, tetapi sering sulit dipraktikkan. Berikut ini dijelaskan cara mengkaji
tingkat kemampuan membaca klien.

a) Mengkaji tingkat kesenangan membaca klien; Berikan sesuatu untuk


dibaca dan kemudian minta klien menjelaskan apa yang dibacanya dengan
menggunakan bahasanya sendiri. Jika memungkinkan, tawarkan kepada
klien beberapa pilihan cara belajar (membaca, menonton/melihat atau
mendengarkan). Jika ragu-ragu, gunakan materi bacaan yang mudah dan
jika seseorang dalam keadaan stress sebaiknya dimulai dengan materi
sederhana, baru kemudian ditambahkan yang lebih kompleks.
b) Menggunakan indeks SMOG untuk mengkaji tingkat kemampuan
membaca klien terhadap materi pendidikan kesehatan sehingga kemudian
dapat ditentukan kesesuaian materi untuk populasi yang akan
membacanya. Berikut ini disajikan cara menentukan Tingkat Kesiapan
dari pada Materi Tertulis dengan menggunakan indeks SMOG.

“Untuk menentukan tingkat materi bacaan, untuk belajar klien,


pilihlah 30 kalimat dalam bacaan. Ambillah 10 kalimat dari bagian awal, 10
kalimat dari tengah dan 10 kalimat dari bagian akhir bacaan. Hitunglah semua
kata yang mengandung 3 atau lebih suku kata (Syllabes), kemudian
jumlahkan. Kemudian temukan jumlah tersebut didalam daftar dibawah ini
dan baca menyilang untuk menemukan tingkat/grade bacaan/materi belajar.”

10
Untuk menurunkan tingkat bacaan dan menyederhanakan materi
pendidikan kesehatan untuk klien, maka lakukanlah:

- Gunakanlah kata-kata yang lebih pendek


- Hindari kata-kata dengan beberapa suku kata
- Tulis kalimat-kalimat pendek
- Jelaskan peristilahan-peristilahan yang digunakan
- Gunakan kata-kata yang mudah dan sering digunakan

Tebel Indeks SMOG

Jumlah kata-kata yang mengandung 3


Tingkat bacaan
atau lebih suku kata

0–2 4

3–6 5

7 – 12 6

13 – 20 7

21 – 30 8

31 – 42 9

43 – 56 10

57 – 72 11

73 – 90 12

2. Pengkajian Faktor Pemungkin


Faktor pemungkin mencakup keterampilan serta sumber daya yang penting
untuk menampilkan perilaku yang sehat. Sumber daya dimaksud meliputi fasilitas

11
yang ada, personalia yang tersedia, ruangan yang ada, atau sumber-sumber lain
yang serupa. Faktor ini juga menyangkut keterjangkauan sumber tersebut oleh
klien: apakah biaya, jarak, waktu dapat dijangkau? Bagaimana keterampilan klien
untuk melakukan perubahan perilaku perlu diketahui, karena dengan mengetahui
sejauh mana klien memiliki keterampilan pemungkin, wawasan yang bernilai bagi
perencana pendidikan kesehatan dapat diperoleh.
3. Pengkajian Faktor Penguat
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tersebut bergantung kepada
tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan kesehatan klien di rumah sakit,
misalnya, penguat diberikan oleh perawat, dokter, ahli gizi, atau klien lain dan
keluarga. Di dalam pendidikan kesehatan di sekolah penguat mungkin berasal dari
guru, teman sebaya, pimpinan sekolah, dan keluarga. Apakah faktor penguat itu
positif atau negative tergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang
berpengaruh. Pengaruh itu tidak sama, mungkin sebagian mempunyai pengaruh
yang sangat kuat dibandingkan dengan yang lainnya dalam mempengaruhi
perubahan perilaku.
Perawat perlu mengkaji secara cermat faktor penguat ini, untuk menjamin
bahwa sasaran pendidikan kesehatan mempunyai kesempatan yang maksimum
untuk mendapat umpan balik yang mendukung selama berlangsungnya proses
perubahan perilaku.

C. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan kebutuhan belajar
dikelompokkan di bawah kategori. Kurang Pengetahuan. Defenisi Kurang
Pengetahuan adalah: pernyataan pada saat individu, keluarga, atau komunitas
tidak dapat memahami, tidak dapat belajar, dan tidak dapat menunjukkan
pengetahuannya tentang tindakan-tindakan keperawatan kesehatan yang penting
untuk mempertahankan kesehatan (NANDA). Karakteristik definisi tersebut
adalah: adanya pengungkapan secara verbal tentang masalah; ketakakuratan

12
mengikuti suatu instruksi; ketakakuratan penampilan dalam suatu uji;
ketaksesuaian perilaku atau adanya perilaku berlebihan, misalnya hysteria,
permusuhan, agitasi, atau apatis. Faktor-faktor yang berhubungan atau menjadi
penyebab dari kurangnya pengetahuan mencakup kurangnya keterpaparan
informasi; kurang mengulang pelajaran, adanya kesalahpenafsiran; keterbatasan
pengetahuan; kurangnya ketertarikan dalam belajar; tidak familiarnya klien
dengan sumber informasi.
Sebagai contoh diagnosis keperawatan yang dikemukakan oleh North
Americans Nursing Diagnosis Assosiation (NANDA) adalah sebagai berikut :
1. Kurang pengetahuan: diet rendah kalori berhubungan dengan tidak punya
pengalaman.
2. Kurang pengetahuan: diet Diabetes Mellitus berhubungan dengan tidak
familiarnya diri dengan program yang harus diikuti.
3. Kurang pengetahuan: perawatan pra operasi berhubungan dengan belum
adanya pengalaman menghadapi prosedur pembedahan.
4. Kurang pengetahuan: efek pengobatan berhubungan dengan adanya perbedaan
bahasa dan kesalahan penafsiran informasi.
5. Kurangnya pengetahuan: Bahaya keamanan di rumah berhubungan dengan
adanya penolakan terhadap penurunan kesehatan dan kurangnya ketertarikan
untuk belajar.
6. Kurangnya pengetahuan: penyalahgunaan zat berhubungan dengan kurangnya
ketertarikan dalam mempelajari informasi.

Cara lain untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar klien adalah


menuliskan Kurang Pengetahuan sebagai etiologi atau bagian kedua dari
pernyataan diagnosis keperawatan. Sebagai contoh:

1. Risiko tinggi terjadinya gangguan proses menjadi orang tua berhubungan


dengan kurangnya pengetahuan dalam merawat bayi dan menyusui.

13
2. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan
dalam hal penyakit menular seksual dan pencegahannya.
3. Risiko tinggi terjadinya injuri/rudapaksa berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan dalam teknik penggunaan tongkat untuk berjalan.
4. Risiko tinggi terjadinya penularan tuberculosis paru pada anggota keluarga
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dalam hal cara-cara dan
pencegahan penularan.

D. Perencanaan Tindakan Keperawatan


Mengembangkan perencanaan pengajaran adalah menyelesaikan sejumlah
langkah. Melibatkan klien saat perencanaan dapat meningkatkan terciptanya
perencanaan yang berguna dan merangsang motivasi klien. Klien yang membantu
merumuskan perencanaan pengajaran akan lebih mudah untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan.
1. Menentukan Prioritas Pengajaran
Kebutuhan belajar klien harus diurut berdasarkan prioritas. Perawat dan
klien hendaknya melakukannya secara bersama-sama. Salah satu yang
menjadi criteria yang diprioritaskan adalah motivasi klien untuk
berkonsentrasi pada kebutuhan belajar kebutuhan belajar yang telah
diidentifikasikan sebagai contoh seseorang yang ingin mengetahui segala
sesuatu tentang penyakit jantung koroner mungkin tidak siap untuk
memepelajari bagaimana mengubah gaya hidupnya sampai pada saat ia
menemukan kebutuhannya untuk belajar tentang penyakit tersebut: atau,
contoh lain, seseorang yang baru dinyatakan mengidap penyakit Diabetes
Mellitus akan mau mengatur diet sesuai dengan yang dianjurkan sebelum ia
tahu bagaimana pengaruh diet tersebut terhadap status gula darah dan
kesehatannya.
Perawat juga dapat menggunakan kerangka pikir lain, seperti hierarki
kebutuhan menurut teori Maslow untuk menetapkan prioritas belajar. Jika
klien adalah sebuah keluarga, kelompok, atau komunitas yang lebih besar,

14
penentuan prioritas belajar hendaknya secara lebih luas mempertimbangkan
faktor lain yang telah dikaji yakni, faktor predisposisi, pemungkin, dan
penguat. Khusus untuk memprioritaskan pengajaran dikeluarga, skala
prioritas yang dikembangkan oleh Bailon dan Maglaya (1988) dapat
dipergunakan. Kriteria untuk memprioritaskan pengajaran di dalam komunitas
antara lain adalah: kesadaran komunitas terhadap masalah; motivasi
komunitas memecahkan masalah; kemampuan perawat untuk mempengaruhi
pemecahan masalah; berat serta konsekwensi jika masalah tidak terpecahkan
(Goeppinger and Shuster, 1988).
2. Menetapkan Tujuan Belajar
Tujuan belajar yang ditetapkan dapat disamakan dengan tujuan pada
proses asuhan keperawatan. Ketika menetapkan hal ini baik sekali diingat
mengenai tiga ranah belajar yaitu kognitif; afektif; dan psikomotor. Tujuan
belajar yang dirancang dengan baik akan menuntun perencanaan tentang isi
atau substansi, metode, strategi, aktivitas, dan perencanaan metode evaluasi
belajar.
Beberapa ketentuan umum dalam merumuskan tujuan belajar adalah
sebagai berikut:
a. Tujuan belajar dinyatakan di dalam perilaku atau penampilan yang
dikehendaki, contohnya: klien dapat menunjukkan atau
mendemonstrasikan teknik pemberian ASI dengan benar (psikomotor),
klien dapat menjelaskan alas an ia harus makan dalam porsi sedikit, tetapi
frekuensinya sering (kognitif), klien dapat menguraikan perasaan
meningkatnya rasa nyaman setelah pemberian obat (afektif). Tujuan tidak
dinyatakan dalam perilaku perawat, misalnya: perawat tidak mengajari
klien tentang diet.
b. Tujuan belajar dapat diobservasi, sementara aktivitasnya dapat diukur.
Misalnya, hal yang dapat dilihat, klien dapat berjalan di sekitar tempat
tidur. Perhatikan kata-kata yang digunakan dalam membuat tujuan pada
tabel berikut.

15
DOMAIN

KOGNITIF AFEKTIF PSIKOMOTOR

Membandingkan Merubah Beradaptasi

Membedakan Menjawab Memulai

Menguraikan Menentukan Merangkai

Menggambarkan Memilih Menghitung

Menjelaskan Melengkapi Mengalikan

Mengidentifikasi Menyepakati Merubah

Memberi tanda Menuruti/mengikuti Membangun

Mengurutkan Mempertahankan Menciptakan

Menjodohkan Mendiskusikan Mendemonstrasikan

Menamakan Membantu Memanipulasi

Menyiapkan Bekerjasama Mengukur

Merencanakan Berpartisipasi Menggerakkan

Meletakkan kembali Merespon Mengorganisir

Menyatakan kembali Memperbaiki Bereaksi

Memecahkan Memverifikasi Menunjukkan

Merangkum Mengerjakan

Menggaris bawahi

16
Menulis

c. Dalam tujuan harus terkandung kondisi yang diinginkan untuk


mengklarifikasi dimana, kapan, atau bagaimana perilaku ditampilkan.
Contohnya klien dapat berjalan dari ujung tempat tidur ke ujung lainnya
tanpa menggunakan tongkat pembantu.
d. Dalam tujuan harus tercakup criteria waktu yang spesifik. Contohnya:
Klien akan menyebutkan tiga hal yang mempengaruhi kadar gula darah.
Pada akhir diskusi kedua, klien dapat mendemonstrasikan injeksi insulin
sendiri dalam dosis dan cara yang benar sebelum pasien dipulangkan.
3. Memilih Substansi (Isi Materi)
Isi pembelajaran sangat ditentukan oleh tujuan belajar yang hendak
dicapai, atau dengan kata lain, informasi yang dibutuhkan mencapai tujuan
dengan baik harus diseleksi dari berbagai sumber informasi. Pengetahuan
yang dibutuhkan perawat dapat diperoleh melalui pendidikan, buku, jurnal
keperawatan, dan perawat lain atau dokter atau anggota tim pelayanan
kesehatan lain. Sumber yang dipilih hendaknya: akurat, terbaru, didasarkan
atas tujuan belajar, disesuaikan dengan usia klien, budaya, dan kemampuan,
konsistensi, serta dipilih dengan mempertimbangkan waktu dan sumber daya
yang kungkin untuk mengajar.
4. Memilih Strategi Belajar
Memilih metode mengajar hendaknya cocok untuk individu, cocok
dengan materi yang dipelajari, dan cocok dengan pengajar dan berbagai faktor
lain perlu dipertimbangkan. Beberapa tujuan belajar mungkin dapat dicapai
dengan mudah melalui tatap muka satu persatu antara perawat dengan klien,
tetapi yang lain dapat dengan mudah dicapai dengan diskusi kelompok.
Sebagai contoh, jika tujuan belajarnya adalah: “Klien dapat mengganti balutan
pada kakinya dengan teknik steril”, diskusi kelompok tidak mungkin
diadakan. Metode yang cocok untuk itu adalah metode privat yang disarankan

17
oleh perawat. Di lain pihak jika tujuan belajarnya adalah “Klien dapat
mendiskusikan perasaannya tentang bagaimana kembali ke rumah sesudah
mengalami serangan jantung”, tujuan akan lebih mudah dicapai dengan
diskusi kelompok dengan klien lain yang mempunyai perasaan yang sama.
5. Memilih Alat Bantu Mengajar
Alat bantu mengajar telah dibahas pada bab sebelumnya. Alat Bantu
mengajar membantu belajar, tetapi bukan suatu pengganti untuk berhubungan
dengan manusia. Alat ini baik sekali digunakan untuk menambah atau
menguatkan mengajar dengan strategi tatap muka. Alat Bantu mengajar
sangat ditentukan oleh tujuan belajar yang hendak dicapai. Oleh karena itu, itu
pilihlah alat Bantu secara hati-hati, lihat kembali kegunaan dan kecocokan
penggunaan alat bantu pada pembahasan sebelumnya.
6. Membuat Rencana Evaluasi
Rencana evaluasi harus disebutkan dalam perencanaan kegiatan
pendidikan kesehatan, misalnya waktu dan sasaran yang akan dievaluasi, dan
indikator apa yang akan dipakai dalam evaluasi itu. Evaluasi dapat dibedakan:
a. Evaluasi pendidikan kesehatan, yakni menilai langkah-langkah yang telah
dijadwalkan dalam perencanaan, apakah sesuai atau terjadi perubahan
dalam pelaksanaannya. Misalnya tentang jadwal waktu, tempat, dan alat
bantu peraga.
b. Evaluasi hasil kegiatan, yakni sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
dengan pendidikan kesehatan yang dimaksud. Misalnya terjadinya
perubahan pengetahuan, sikap, dan tindakannya.

18
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Pendidikan kesehatan adalah merupan proses perubahan perilaku secara
terencana pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih
mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Pendidikan kesehatan merupakan
proses belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang
nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan
sendiri menjadi mandiri. Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan
usaha/kegiatan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat dalam
meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk
mencapai hidup sehat secara optimal.
Pengkajian yang komprehensif tentang kebutuhan belajar dapat digali dari
riwayat keperawatan dan hasil pengkajian fisik serta melalui informasi dari orang
yang dekat dengan klien. Pengkajian juga mencakup karakteristik klien yang
mungkin akan mempengaruhi proses belajar, misalnya kesiapan belajar, motivasi
untuk belajar, dan tingkat kemampuan membaca.
Mengembangkan perencanaan pengajaran adalah menyelesaikan sejumlah
langkah. Melibatkan klien saat perencanaan dapat meningkatkan terciptanya
perencanaan yang berguna dan merangsang motivasi klien. Klien yang membantu
merumuskan perencanaan pengajaran akan lebih mudah untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan.
B. Saran
Saran kami kepada seluruh pembaca agar dapat lebih memahami tentang
rancangan pembelajaran dengan sasaran individu dan dapat memeberikan kritik
dan saran yang membangun untuk kedepannya dapat lebih baik lagi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aswan Z, Syaiful BD., 2002. StrategiBelajarMengajar. Jakarta : RinekaCipta

Ari. 2014. Strategi Rancangan Pembelajaran Dengan Sasaran Individu. (online)


Available: https://id.scribd.com/doc/304968702/strategi-rancangan-
pembelajaran-dengan-sasaran-individu (Diakses pada Minggu, 19 November
2017 pukul 10. 38 WITA)

Maulana, Heri D.J. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC

NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Wahit Iqbal Mubarak, dkk. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

20

Anda mungkin juga menyukai