Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (2016), sejak awal epidemiologi HIV/AIDS (Human

Immmunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency syndrome) lebih dari 70

juta orang telah terinveksi virus HIV (Human Immmunodeficiency Virus) dan

sekitas 35 juta orang telah meninggal Karena HIV/AIDS (Human

Immmunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency syndrome). secara global,

36,7 juta orang hidup diseluruh dunia pada akhir tahun 2016. Diperkirakan 0,8%

(0,7 - 0,9) orang dewasa berusia 15-46 tahun di seluruh dunia hidup dengan

HIV/AIDS (Human Immmunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency

syndrome), meskipun beban epidemiologi HIV/AIDS (Human

Immmunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency syndrome) terus bervariasi

antara Negara dan wilayah. Sub-Sahara Afrika tetap sangat berpengaruh karena 1

dari 25 orang dewasa (4,2%) hidup dengan HIV/AIDS (Human

Immmunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency syndrome). (

UNAIDS,2017)
Sejarah HIV/AIDS (Human Immmunodeficiency Virus/Acquired

Immunodeficiency syndrome) dimulai ketika tahun 1979 di Amerika Serikat

ditemukan seorang gay muda dengan Pneumocytis Carinii dan dua orang gay

muda dengan Sarcoma Kaposi. Pada tahun 1981 ditemukan seorang gay muda

dengan sistem kekebalan tubuh. Pada tahun 1980 WHO mengadakan pertemuan

yang pertama tentang HIV/AIDS (Human Immmunodeficiency Virus/Acquired

Immunodeficiency syndrome). ( UNAIDS,2017)

1|Konsep Penyakit HIV AIDS pada Anak Dan Remaja


Gay, biseksual, dan lelaki yang melakukan kegiatan senggama dengan lelaki,

mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk memperoleh penularan HIV (Human

Immmunodeficiency Virus), baik di negara miskin, berkembang, dan negara maju

berdasarkan penelitian tahun 2016 (Beyrer, et al, 2016).

Acquired Immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala atau

penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi

Human Immmunodeficiency Virus (HIV). Infeksi oportunistik adalah infeksi yang

muncul akibat penurunan kekebalan tubuh (Saktina & Satriasa, 2017).

Permasalahan yang rumit mengenai HIV/AIDS (Human Immmunodeficiency

Virus/Acquired Immunodeficiency syndrome) telah menyulitkan penelitian di

bidang biomedik daripada penyakit tersebut. Sangat banyak tantangan yang

diperoleh seperti permasalahan sosial dan perilaku(kesadaran masyarakat

mengenai penyakit, resiko penilaian buruk, perilaku yang mengancam, keinginan

untuk mencoba, stigma sosial, dan persoalan ketaatan pengobatan). Infeksi alami

daripada penyakit juga memperluas kerumitan permasalahan sosial dan pola

infeksinya. Telah banyak multidisplin ilmu yang mengadakan penelitian untuk

mengatasi masalah sosiol-perilaku dari penyakit HIV/AIDS (Human


Immmunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency syndrome) ini (Arash &

Ghaffarzadegan, 2017).

Kemudian Dampak dari pergaulan bebas dikalangan remaja yang terkait

dengan perilaku seksual juga menyebabkan meningkatnya kasus penyakit Human

Immunodeficiency Virus / Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)

yang pada kelompok usia remaja faktor perilaku seks bebas merupakan faktor

paling dominan (Azinar, 2013).

2|Konsep Penyakit HIV AIDS pada Anak Dan Remaja


Kasus kejadian HIV/AIDS (Human Immmunodeficiency Virus/Acquired

Immunodeficiency syndrome) di Indonesia pun terus meningkat secara signifikan,

berdasarkan data Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

(Ditjen P2P) jumlah kasus baru HIV(Human Immmunodeficiency Virus) positif

hingga 2015 yaitu 21.511 kasus pada tahun 2012, 29.037 kasus pada tahun 2013,

32.711 kasus pada tahun 2014, dan 30.935 kasus pada tahun 2015 (Kemenkes RI,

2016)

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana konsep anak & remaja ?

2. Bagaimana konsep dasar HIV/AIDS pada anak & remaja ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui konsep anak & remaja.

2. Untuk mengetahui konsep dasar HIV/AIDS.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.


1. Sebagai wahana untuk menambah pengetahuan.

2. Sebagai bahan referensi.

3|Konsep Penyakit HIV AIDS pada Anak Dan Remaja


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anak & Remaja

1. Konsep Anak

a. Pengertian Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan

bahwa, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk

anak yang masih didalam kandungan, yang berarti segala kepentingan

akan pengupayaan perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak anak

tersebut berada didalam kandungan hingga berusia 18 tahun

(Damayanti,2008)

b. Kebutuhan Dasar Anak

Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum

digolongkan menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh) yang meliputi,

pangan atau gizi, perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yang layak,
sanitasi, sandang, kesegaran jasmani atau rekreasi. Kebutuhan emosi atau

kasih saying (Asih), pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang

erat, mesra dan selaras antara ibu atau pengganti ibu dengan anak

merupakansyarat yang mutlakuntuk menjamin tumbuh kembang yang

selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Kebutuhan akan stimulasi

mental (Asah), stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses

belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini

mengembangkan perkembangan mental psikososial diantaranya

4|Konsep Penyakit HIV AIDS pada Anak Dan Remaja


kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreaktivitas, agama, kepribadian

dan sebagainya. (Damayanti, 2008)

2. Konsep Remaja

a. Pengertian remaja

Istilah remaja sering disamakan dengan istilah adolesence, yaitu suatu

keadaan yang menggambarakan suatu periode perubahan psikososial yang

menyertai pubertas (Soetjiningsih, 2007). Adolesence merupakan istilah

dalam bahasa Latin yang menggambarkan remaja, yang artinya “tumbuh

atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Adolescence sebenarnya

merupakan istilah yang memiliki arti yang luas yang mencakup

kematangan mental, sosial, emosional, dan fisik (Hurlock, 2010).

Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin

“adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang

dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga

kematangan sosial dan psikologi. (Soetjiningsih, 2007)

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya

perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19
tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia,

dan sering disebut masa pupertas. Masa remaja adalah periode peralihan

dan masa anak ke masa dewasa. (Yani Widyastuti, dkk, 2009).

WHO (2017) mendefinisikan remaja sebagai masa tumbuh kembang

manusia setelah masa anak-anak dan sebelum masa dewasa dalam rentang

usia 10-19 tahun. Berbeda dengan pendapat Efendi dan Makhfudli (2009)

yang menyatakan bahwa remaja tidak diukur berdasarkan usia, namun

berdasarkan status pernikahan dan tingkat ketergantungannya terhadap

5|Konsep Penyakit HIV AIDS pada Anak Dan Remaja


orang tua. Jika seseorang menikah pada usia remaja, maka ia sudah

termasuk dewasa, tidak lagi dikatakan sebagai remaja. Sebaliknya jika

seseorang tersebut belum menikah, masih bergantung pada orang tua

(tidak mandiri), namun usianya sudah bukan lagi remaja maka tetap

masuk dalam kategori remaja. Secara umum, definisi remaja berdasarkan

penjelasan tersebut yaitu seseorang dengan usia antara 10 – 19 tahun yang

sedang dalam proses pematangan baik itu kematangan mental, emosional,

sosial, maupun kematangan secara fisik. (Efendi dan Makhfudli, 2009)

b. Tahap perkembangan remaja

Menurut Soetjiningsih (2007), didasarkan pada kematangan

psikososial dan seksual dalam tumbuh kembangnya menuju kedewasaan,

setiap remaja akan melalui tahapan berikut.

1) Masa remaja dini/awal (early adolescent) 11-13 tahun

2) Masa remaja menengah (middle adolescent) 14-16 tahun

3) Masa remaja tingkat lanjut/akhir (late adolescent) 17-21 tahun

Gunarsa (2008) mengkategorikan masa remaja berdasarkan tahapan

perkembangannya, yaitu:
1) Pra-pubertas (12-15 tahun)

Masa pra-pubertas ini merupakan masa peralihan dari masa anak-

anak ke masa pubertas. Seorang anak, pada masa ini telah tumbuh atau

mengalami puber (menjadi besar) dan melai memilki keinginan untuk

berlaku seperti orang dewasa, kematangan seksual pun sudah terjadi,

sejalan dengan perkembangan fungsi psikologisnya.

6|Konsep Penyakit HIV AIDS pada Anak Dan Remaja


2) Pubertas (15-18 tahun)

Masa pubertas merupakan masa dimana perkembangan psikososial

lebih dominan. Seorang anak tidak lagi reaktif namun juga sudah

mulai aktif dalam melakukan aktivitas dalam rangka menemukan jati

diri serta pedoman hidupnya. Mereka mulai idealis, dan mulai

memikirkan masa depan.

3) Adolesen (18-21 tahun)

Anak atau remaja pada masa adolesen secara psikologis mulai

stabil dibandingkan sebelumnya. Mereka mulai mengenal dirinya,

mulai berpikir secara visioner, sudah mulai membuat rencana

kehidupannya, serta mulai memikirkan, memilih hingga menentukan

jalan hidup yang akan mereka tempuh.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas pada remaja

Menurut Soetjiningsih (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku seksual pada remaja secara umum yaitu kurangnya pengetahuan

mengenai pubertas, status ekonomi, perubahan fisik dan fisiologis akibat

pubertas seperti peningkatan hormone reproduksi / seksual yang dapat


meningkatkan rangsangan seksual, hingga terpaparnya informasi yang

kurang tepat baik dari teman, buku tentang seks, maupun media informasi

lainnya.

Menurut Hurlock (2010) beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku

seksual remaja diantaranya:

1) Faktor perkembangan.

Faktor perkembangan yang terjadi pada remaja berasal dari

keluarga yang mengasuh anak terutama selama proses tumbuh

7|Konsep Penyakit HIV AIDS pada Anak Dan Remaja


kembangnya. Penelitian Rokhmah (2015) menunjukkan bahwa

keluarga, terutama pola asuh orang tua terhadap anaknya akan

mempengaruhi perilaku seksual pada remaja.

2) Faktor luar

Faktor luar yang mempengaruhi perilaku seksual remaja

diantaranya adalah sekolah. Sekolah memberi pengaruh yang cukup

besar dalam proses perkembangan remaja mencapai kedewasaannya

selain faktor pola asuh orang tua. Faktor sekolah ini luas, mencakup

karakter guru, sistem pembelajaran, hingga teman belajar. Penelitian

Gunawan (2016) menunjukkan bahwa sistem pembelajaran dengan

matrikulasi pendidikan seks dan kesadaran tentang bahaya pornografi

yang optimal dapat berpengaruh dalam pembentukan karakter peserta

didik menjadi baik.

3) Faktor masyarakat

Faktor masyarakat yang mempengaruhi perilaku seksual remaja

mencakup adat kebiasaan atau budaya, pergaulan dan perkembangan

di segala bidang, baik itu perkembangan ilmu pengetahuan maupun


teknologi, namun hal yang cukup dominan memberi pengaruh yaitu

teknologi yang dicapai manusia seperti sosial media.

B. Konsep Dasar HIV/AIDS

1. Devinisi HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat

menurunkan kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008)

menyatakan bahwa HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang

system kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah singkatan dari Acquired

8|Konsep Penyakit HIV AIDS pada Anak Dan Remaja


Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat

akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV.

HIV/AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan

hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Wilson, 2008).

Gambar: Struktur virus HIV

Sumber: Persatuan Dokter Penyalit HIV AIDS Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan

kekebalan tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV.

Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai

jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan pirus tertentu yang bersipat

oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan,

khususnya sarkoma Kaposi dan limpoma yang hanya menyerang otak

(Djuanda, 2007).

9|Konsep Penyakit HIV AIDS pada Anak Dan Remaja


Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah HIV/AIDS adalah suatu

syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan dan

kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV.

2. Etiologi HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui

dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar

disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat.

Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-

1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi sejak mulai infeksi sampai

timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2006).

HIV yang dahulu disebut virus limpotrofik sel T manusia atau virus

limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari family

lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam

deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel penjamu. HIV-1 dan

HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama

AIDS di seluruh dunia (Sylvia & Wilson, 2005). Insiden HIV/AIDS lebih

sering pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Sering terjadi pada
kelompok usia produktif (20-49 tahun), dimana penularan lebih banyak

melalui hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan dengan rendahnya

pemakain kondom dan pemakaian jarum suntik di kalangan pemakai narkoba

(Martono, 2006).

3. Penularan HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

Ada tiga proses penularan yang dapat terjadi pada anak & remaja :

a. Penularan melalui hubungan seksual

10 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
Hubungan seksual antara laki-laki dengan perempuan yang salah

satunya membawa virus ini, atau hubungan seksual menyimang antara

sejenis. Hal yang dapat menambah bahaya penularan penyakit ini adalah

tradisi berganti-ganti pasangan atau penyakit kelamin lainnya seperti

sipilis atau gonorrhea. Pada anak hubungan seksual berupa pelecehan

seksual pada anak (Nadiah Thayyarah, 2014)

b. Penularan melalui darah

Melalui transfusi darah dari seorang yang terjangkit virus HIV/AIDS

kepada orang yang sehat. Penggunaan jarum suntik yang terus menerus

tampa disterilkan terlebih dahulu dengan baik, dapat menularkan virus

ini.hal ini dibuktikan tingginya kasus AIDS yang terjadi dikalangan para

pecandu narkoba. Demikian pula dengan penggunaan jarum atau alat-alat

tindik telinga atau lain yang tidak disterilkan terlebih dahulu. (Nadiah

Thayyarah, 2014).

c. Penularan melalui ibu kepada janin

Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan

melalui darah, penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual


pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang

menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun),

sehingga terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan

(in uteri). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV

dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV

dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20%

sampai 35%, sedangkan jika sudah ada gejala pada ibu kemungkinan

mencapai 50%.penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui

11 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mucosa bayi

dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan . semakin lama proses

kelahiran, semakin besar pula risiko penularan, sehingga lama

persalinanbisa dicegah dengan operasi sectio caecaria. Transmisi lain juga

terjadi selama periode postpartum melalui ASI, risiko bayi tertular melaui

ASI dari ibu yang positif sekitar 10% (Nurs dan Kurniawan, 2013).

4. Patofisiologi HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

Didalam tubuh kita terdapat sel darah putih yang disebut sel CD4.

Fungsinya seperti sakelar yang menghidupkan dan memadamkan kegiatan

sistem kekebalan tubuh, tergantung ada tidaknya kuman yang harus di lawan.

(Murni S, 2009)

HIV yang masuk ketubuh menularkan sel ini, ‘membajak’ sel tersebut,

dan kemudian menjadikannya ‘pabrik’ yang membuat miliaran tiruan virus.

Ketika proses tersebut selesai, tiruan HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke

sel CD4 yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak atau mati. Jika sel-sel

ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk

melindungi tubuh kita dari serangan penyakit. Keadaan ini membuat kita
mudah terserang berbagai penyakit. (Murni S, 2009)

5. Pengkajian HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

Pengkajian HIV/AIDS pada anak & remaja meliputi :

a. Data Subjektif, mencakup:

1. Pengetahuan klien tentang AIDS

2. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun

3. Dispneu (serangan)

4. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)

12 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
b. Data Objektif, meliputi:

1. Kulit, lesi, integritas terganggu

2. Bunyi nafas

3. Kondisi mulut dan genetalia

4. BAB (frekuensi dan karakternya)

5. Gejala cemas

c. Pemeriksaan Fisik

1. Pengukuran TTV

2. Pengkajian Kardiovaskuler

3. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal

jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.

4. Pengkajian Respiratori

5. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea,

hipoksia, nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.

6. Pengkajian Neurologik

7. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri

otot, kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan


kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.

8. Pengkajian Gastrointestinal

9. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan,

bercak putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis

esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran

hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.

10. Pengkajain Renal

11. Pengkajaian Muskuloskeletal

13 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
12. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)

13. Pengkajian Hematologik

14. Pengkajian Endokrin

d. Kaji status nutrisi

1. Kaji adanya infeksi oportunistik

2. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

e. Dapatkan riwayat imunisasi

1. Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap

aids pada anak-anak: exposure in utero to HIV-infected mother,

pemajanan terhadap produk darah, khususnya anak dengan

hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi.

2. Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh,

limfadenopati, hepatosplenomegali

3. Infeksi bakteri berulang

4. Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii

(pneumonitys inter interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid

paru).
5. Diare kronis

6. Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di

capai sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis

abnormal

7. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody

serum. (Doengoes, 2010)

6. Diagnosis HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

14 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan

pada anak dengan HIV antara lain:

1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret

sekunder terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi

2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus

sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)

3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

penurunan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan

nafsu makan dan diare

4. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan

motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaan

5. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis

seboroik dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system

integument

6. Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh,

adanya organisme infeksius dan imobilisasi

7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral

8. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik,

hospitalisasi, stigma sosial terhadap HIV

9. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit

(misal: ensefalopati, pengobatan).

10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak

dengan penyakit yang mengancam hidup.

7. Pemeriksaan Laboratorium HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

15 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
a. Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) –

mendeteksi antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk

skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).

b. Western blot (uji konfirmasi yang umum) – mendeteksi adanya antibodi

terhadap beberapa protein spesifik HIV.

c. Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.

d. Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) – mendeteksi

asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk

mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.

e. Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV.

f. HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara

eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).

Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak

mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat

ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.

1) Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak

yang terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.


2) Limfopenia.

3) Anemia, trombositopenia.

4) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).

5) Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).

6) Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )

7) Haemophilus influenzae tipe B

8) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.

9) Penurunan persentase CD4+.

16 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18 bulan

dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2 determinasi

terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau antigen HIV,

maka dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-

positif, berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji

tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu

terinfeksi HIV yang ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti

laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia

dikatakan “Seroreverter”. ( Cecily L. B, 2002, 212 )

8. Penatalaksanaan HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

a. Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS

Prinsip pemberian ART pada anak hampir sama dengan dewasa, tetapi

pemberian ART pada anak memerlukan perhatian khusus tentang dosisi

dan toksisitasnya. Pada bayi, sistem kekebalannya mulai dibentuk dan

berkembang selama beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan

anak juga akan berbeda dengan orang dewasa (Huriati, 2014). Pedoman

pengobatan HIV/AIDS pada Anak menurut (Departemen Kesehatan


Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen Lini pertama yang

direkomendasikan adalah 2 Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor

(NRTI) + 1 Non Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI):

17 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
Gambar: perkembangan ALT setelah 3 bulan pemberian ART

Sumber: jurnal Kedokteran Alexandria

b. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS

1) Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS

Pemberian Nutrisi pada bayi dan anakdengan HIV/AIDS tidak

berbeda dengan anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan

proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan

multivitamin, dan antioksidan untuk mempertahankan kekebalan


tubuh dan menghambat replikasi virus HIV. sebaiknya dipilih bahan

makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak dengan baik untuk

mencegah infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus

dicuci dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum diberikan kepada

anak. Pemberian (Huriati, 2014).

2) Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS

Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi

yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi

18 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan

sebagainya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak.

Orang tua memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok,

kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai

perasaan lain. Anak perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan dan

perubahan mencakup :

a) Memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan keluarga

untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan

perasaan keluarga,

b) Membangkitkan harga diri anak serta keluarganya dengan melihat

keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah,

c) Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya,

d) Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat

mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain

(Huriati, 2014).

9. Pencegahan HIV/AIDS Pada Anak dan Remaja

a. Pencegahan HIV/AIDS pada anak :


Penularan HIV dari dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4 cara,

mulai saat hamil, saat melahirkan dan setelah lahir yaitu: penggunaan

antiretroviral selama kehamilan, penggunaan antiretroviral saat

persalinan dan bayi yang baru dilahirkan, penggunaan obstetrik selama

persalinan, penatalksanaan selama menyusui. Pemberian antiretroviral

bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada di

dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.

Persalinan sebaiknya dipilih dengan metode sectio caecaria karena

19 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
terbukti mengurangi resiko risiko penularan HIV dari ibu ke bayi

sampai 80%.walaupuncaesaria. demikian bedah caesar juga memiliki

risiko penularan HIV dari ibu kebayi sampai 80%. Bila bedah caesar

selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral, maka risiko dapat

ditirinkan sampai 87%. Walaupun demikian bedah caesar juga

mempunyai risiko karena imunitas ibuyang rendah sehingga bisa

terjadi keterlambatan penyembuhan luka, bahkan bisa terjadi kematian

saat operasi oleh karena itu persalinan pervaginam dan sectio caecaria

harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.

Namun jika melahirkan dengan pervaginam maka beberapa tindakan

harus dihindari untuk meminimalisir risiko, seperti terlalu sering

melakukan pemeriksaan dalam atau memecahkan ketuban sebelum

pembukaan lengkap (Huriati. 2014).

b. Pencegaha HIV/AIDS pada remaja

Bekali informasi untuk menyelamatkan hidup generasi muda

Lebih dari 20 tahun sejak HIV dan AIDS pertama kali muncul di

wilayah Asia Pasifik, banyak anak muda masih belum pernah


mendengar tentang hal ini. Beberapa di antaranya masih juga salah

paham dan percaya tentang mitos HIV. Di banyak negara banyak

wanita muda kurang tahu tentang HIV dibanding pria muda. Padahal

mereka termasuk rentan atau berisiko tinggi untuk terinfeksi HIV.

Untuk melindungi diri mereka sendiri, mereka membutuhkan

kejujuran dan informasi yang benar. Langkah utama yang paling

penting untuk melindungi generasi muda adalah dengan memberikan

pendidikan seks melalui pendekatan berbasis kecakapan hidup.

20 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
Masalah seksualitas dan pendidikan seks harus diarahkan pada

pencegahan HIV, kesehatan reproduksi dan stereotip gender. Generasi

muda berhak tahu dan mengerti tentang isu HIV dan AIDS karena

mereka dapat terkena langsung dampaknya. Mereka juga berhak tahu

mengenai status HIV-nya. Mereka butuh informasi yang benar di

mana mereka dapat memperoleh konseling yang tertutup dan

melakukan tes darah termasuk mendapatkan pelayanan kesehatan

reproduksi dan dukungan lainnya. (Sinaga, 2009)

10. Stadium HIV/AIDS Pada Anak dan Remaja

a. Stadium klinis pada bayi & anak menurut WHO (Kurniati, 2014) :

Stadium klinis 1

1) Asimtomatik

2) Limfadenopati generalisata persisten

Stadium klinis 2

1) Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan

2) Erupsi pruritik popular

3) Infeksi virus wart luas


4) Angular cheilitis

5) Moluskum kontagiosum luas

6) Ulserasi oral berulang

7) Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan

8) Eritema ginggival lineal

9) Herpes zoster

10) Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media,
otorrhoea, sinusitis, tonsillitis )

21 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
11) Infeksi kuku oleh fungus

Stadium klinis 3

1) Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara

adekuat terhadap terapi standar

2) Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih )

3) Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37,5o C

intermiten atau konstan, >1 bulan)

4) Kandidosis oral persisten (di luar saat 6-8 minggu pertama kehidupan)

5) Oral hairy leukoplakia

6) Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut

7) TB kelenjar

8) TB Paru

9) Pneumonia bakterial yang berat dan berulang

10) Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik

11) Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk

bronkiektasis

12) Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl ), neutropenia


(<500/mm3) atau trombositopenia (<50 000/ mm3)

Stadium klinis 4

1) Malnutrisi, wasting, dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan

tidak berespons terhadap terapi standar

2) Pneumonia pneumosistis

3) Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema, piomiositis,


infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali pneumonia)

22 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
4) Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus >1 bulan atau

viseralis di lokasi manapun)

5) TB ekstrapulmonar

6) Sarkoma Kaposi

7) Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru)

8) Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masaneonatus)

9) Ensefalopati HIV Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi

CMV pada organ lain, dengan onset umur >1 bulan

10) Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis

11) Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)

12) Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea)

13) Isosporiasis kronik

14) Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata

15) Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang

simtomatik

16) Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral

17) Progressive multifocal leukoencephalopathy

Selain berdasarkan kriteria klinis dilakukan juga penilaian laboratorium,

yaitu pemeriksaan antibody HIV untuk anak usia diatas 18 bulan dan dengan

pemeriksaan virologi HIV berupa PCR RNA (viral load) untuk anak berusia

kurang dari 18 bulan. Tanda yang mengarahkan kemungkinan infeksi HIV

adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur atau

protozoa, yang lazim tidak menyebabkan penyakit pada anak normal. Karena

gangguan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi

23 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
sakit apabila terpajan pada organisme tersebut, lebih lama, lebih berat, serta

sering berulang.

b. Stadium klinis pada remaja

Klasifikasi Infeksi HIV Menurut WHO 2006 (Perry & Potter) :

Stadium Klinis I Asimtomatik Total CD4 : >500/ml

1) Asimtomatik

2) Limfadenopati generalisata persisten

Stadium Klinis II Sakit Ringan Total CD4 : 200-499/ml

1) Penurunan berat badan 10%

2) Ispa berulang (sinusitis, tonsillitis, otitismedia dan faringitis

3) Herpes zoster

4) Kelitis angularis

Stadium Klinis III Sakit sedang Penurunan berat badan >10%

1) Diare kronis > 1 bulan

2) Kandidiasis oral
3) TB Paru

4) Limfadenopati generalisata persisten

Stadium Klinis IV Sakit berat (AIDS) Total CD4 : < 200/ml

1) HIV wasting syndrome

2) Pneumonia pneu mosistis

3) Herpes simpleks > 1 bulan

4) Kandidiasis esophagus

24 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
5) TB ekstra paru

6) Sarkoma Kaposi

7) Retinitis CMV

8) Toksoplasmosis

9) Ensefalopati HIV

10) Meningitis kriptokus

11) Infeksi mykobakterium non TB iseminata

12) Progresssivemultifocal

13) Mikosis profunda

14) Limfoma

15) Karsinoma

16) Isoproriasis kronis

17) Nefropati dan kardiomiopati terkait HIV

Berdasarkan klasifikasi tersebut diatas, maka makin kronis suatu

penyakit terutama pada pasien HIV/AIDS dapat mengganggu kemampuan

untuk terlibat dalam aktivitas yang menunjang perasaan berharga atau

berhasil, makin besar pengaruhnya pada peningkatan harga diri. Penyakit


HIV/AIDS yang mengubah pola hidup dapat juga menurunkan perasaan

nilai diri. Sedangkan harga diri pada pasien HIV/AIDS adalah rasa ingin

dihormati, diterima, kompeten, dan bernilai. Orang dengan harga diri

rendah, sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan

ansietas (Perry & Potter, 2005).

25 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
Gambar: Pelaksana utama dalam Penanggulangan HIV AIDS tahun 2018-2022.

Sumber: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM

26 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak. Sedangkan remaja atau “adolescence”

berarti seseorang yang tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang

dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga

kematangan sosial dan psikologi. (Soetjiningsih, 2007)

2. HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang system kekebalan

tubuh manusia. SedangkanAIDS adalah singkatan dari Acquired

Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat

akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus

HIV. Ada tiga proses penularan yang dapat terjadi pada anak & remaja :

penularan melalui hubungan seksual, penularan melalui darah, dan

penularan melalui ibu kepada janin.

B. Saran
1. Sebaiknya dosen memberikan tips dan trik bagaimana caranya untuk

melakukan upaya penyuluhan kepada masyarakat awa mengenai cara agar

para ODHA tidak lagi didiskriminasi.

2. Pemerintah seharusnya memberlakukan aturan perundangan untuk

membela hak ODHA yang sering kali terbaikan dan mendapatkan

tindakan diskriminasi.

3. Mahasiswa baiknya belajar untuk menguasai materi secara utuh.

27 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
DAFTAR PUSTAKA

Arash & Ghaffarzadegan, 2017. Global Trends and Regional Variations in

Studies of HIV/AIDS. www.nature.com/scientificreports. Diakses tanggal 28 Mei

2018.

Betz, Cecily L. 2002. Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Beyrer, et al, 2016. The global response to HIV in men who have sex with

men. www.thelancet.com Vol 388 July 9, 2016. Diakses tanggal 26 Mei 2018.

Damayanti, M. 2008. Komunukasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan.

Bandung : PT Refika Adama

Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI

Doengoes, Marilynn, Dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman

untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3rd ed.). Jakarta:

EGC.

Donna L. Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatri, Edisi 4.

Jakarta : EGC

Effendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori


Dan Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Huriati. 2014. HIV/AIDS Pada Anak. Artikel Ilmiah Vol 9 No 2. Diakses pada

tanggal 30 Mei 2018 pukul : 22.24

Hurlock, E. B. 2010. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Seanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga

Kurniati, Nia. 2014. Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak. Jakarta :

Kementrian kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014

28 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a
Martono, 2006. Pencegahan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba

Berbasis Sekolah. Jakarta : Balai Pustaka

Murni S, 2009. Hidup Dengan HIV/AIDS. Jakarta, Yayasan Spiritia

Sinaga, Ratna T. 2009. Pendidikan Pencegahan HIV Kit Informasi Guru.

Jakarta : Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO

Perrry,A.G & A Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,

Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume 2. Jakarta : EGC

Saktina & Satriasa, 2017. Karakteristik penderita AIDS dan infeksi

Oportunistik di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Juli 2013

sampai Juni 2014. E-Jurnal Medika,Vol 6 No 3, Maret 2017. Diakses pada tanggal

26 Mei 2018.

Soetjiningsih. 2007. Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja Dan

Permasalahnnya. Jakarta : Sagung Seto

Thayyarah N, 2014. Buku Pintar SAINS Dalam Al-Qur’an. Jakarta.

Widyastuti, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya

United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). Core epidemiology

slide. 2013. Diunduh dari : URL :http://www.unaids.org/. Diakses pada tanggal 26


Mei 2018.

29 | K o n s e p P e n y a k i t H I V A I D S p a d a A n a k D a n R e m a j a

Anda mungkin juga menyukai