Polewali
Mandar, disimpulkan, pengertian dari K1 Kehamilan telah berubah, dulu tepatnya diawal tahun 1990an ketika penulis
mempelajari program KIA, Pengertian K1 Kehamilan adalah pemeriksaan kesehatan seorang ibu hamil sesuai standar
untuk pertama kalinya pada tiga bulan (triwulan) pertama kehamilan.
Tetapi sekarang, dan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompotensi (bidan) diberbagai unit
pelayanan kesehatan (Puskesmas) di Polewali Mandar, pengertian dari K1 Kehamilan adalah Cakupan ibu hamil yang
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang pertama kali pada masa kehamilan —— tidak tergantung usia
smester kehamilan——- di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Tulisan ini mencoba memberikan gambaran bahwa penyelenggaraan program KIA dengan pengertian indikator K1
telah salah dan tidak mendukung peningkatan mutu kehamilan dan persalinan yang aman dan sehat.
Pemeriksaan Pertama Kehamilan….
Pemeriksaan kesehatan (termasuk gizi) pertama pada smester pertama kehamilan sebagaimana yang penulis tahu dan
dalami dalam pendekatan epidemiologi dan ilmu gizi adalah sudah sangat jelas yaitu ibu hamil sejak ditahu
kehamilan atau kurang lebih usia kehamilan 6 minggu –sampai 12 minggu kehamilan (1-3 bulan kehamilan), sudah
harus memeriksakan kehamilannya, apabila sang ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada masa kehamilan
ini (1-3 bulan kehamilan) itu artinya sang ibu hamil tersebut telah mangkir/lalai (default) atau dulunya disebut dengan
istilah DO (Drop Out) pada smester pertama kehamilan, tetapi istilah DO ini kurang tepat digunakan karena ada
kecenderungan sang ibu hamil tidak akan dilayani lagi untuk bulan-bulan kehamilan berikutnya, sehingga istilah default
(mangkir) lebih tepat digunakan.
Sementara itu pengertian pemeriksaan kesehatan pertama (K1) semasa kehamilan dalam pengertian selama
kehamilan (usia kehamilan 1-9 bulan/atau mendekati lahir) walaupun sesuai standar pemeriksaan kehamilan, sangatlah
sulit untuk dimengerti, karena standar pemeriksaan kesehatan (termasuk gizi) pada smester pertama, kedua dan ketiga
pada prinsipnya berbeda, keadaan hamil pada smester pertama jelas berbeda pada smester kedua dan juga ketiga,
walaupun standar yang dipakai adalah 5T tetapi pada pemeriksaannya tetap berbeda, berat badan ibu hamil pada
smester pertama kehamilan jelas berbeda pada berat badan pada smester ketiga kehamilan.
Standar 5 T adalah standar pemeriksaan /perawatan kehamilan (ANC = Antenatal Care) yang dimaksud adalah:
1. Pemeriksaan/pengukuran TINGGI DAN BERAT BADAN
2. Pemeriksaan/pengukuran TEKANAN DARAH
3. Pemeriksaan/pengukuran TINGGI FUNDUS
4. Pemberian imunisasi TETANUS TOXOID
5. Pemberian TABLET BESI/TABLET TAMBAH DARAH
Setiap kali pemeriksaan /perawatan kehamilan selalu berbeda setiap smesternya, misalnya berat badan ibu hamil,
pada triwulan pertama pasti beda dengan triwulan kedua.
Atau Pengertian terbaru sebagaimana yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam bentuk
Standar Pelayanan Minimal (SPM), Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah 7T pelayanan yang mencakup minimal
:
1. Timbang badan dan ukur tinggi badan,
2. Tekanan darah diukur
3. Tetanus Toxoid yaitu Skrining status imunisasi tetanus (dan pemberian Tetanus Toxoid),
4. Tinggi fundus uteri diukur
5. Tablet besi ( diberikan 90 tablet selama kehamilan),
6. Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling),
7. Test laboratorium sederhana (Hb, Protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Sifilis, HIV, Malaria,
TBC).
Namun dalam prakteknya standar baku masih tetap menggunakan prinsip 5 T standar pemeriksaan /perawatan
kehamilan (ANC = Antenatal Care).
Jadi Karena adanya istilah K4 berarti ada istilah K1, K2 dan K3 serta tentunya K4. Dari pengertian K4 diatas, maka
pengertian K1 sudah sangat jelas yaitu Pemeriksaan kehamilan sesuai standar pada smester pertama, K2 dalam
pengertian K(1+1=2) adalah pemeriksaan kehamilan sesuai standar pada smester pertama dan kedua kehamilan, K3
adalah pemgertian K(1+1+1=3) adalah pemeriksaan kehamilan sesuai standar pada smester pertama, kedua dan
ketiga kehamilan. Dan K4 itu sendiri K3 tambah pemeriksaan ketika mendekati persalinan. Penjelasan ini menunjukkan
pelayanan pemeriksaan ibu hamil dalam ilmu epidemiologi menggunakan pendekatan prospektif atau biasa dikenal
dengan istilah kohor atau dalam program pencatatan dan pelaporan program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) tercatat
dalam buku register kohor ibu.
Buku Register Kohor Ibu
Buku register kohor ibu ini maksudnya adalah buku pencatatan dan pelaporan seorang bidan yang
menyelenggarakan pelayanan ANC dan merupakan suatu skill dan keterampilan yang harus dikuasai bukan saja
keahlian melakukan persalinan, tetapi juga keahlian membuat prospektif hasil pencatatan dan pelaporan dalam
register kohor untuk dapat melihat dan memantau faktor-faktor resiko dan non resiko selama proses kehamilan
normal maupun tidak normal dalam melakukan intervensi segera.
Ketika seorang ibu telah hamil maka ibu hamil ini harus datang atau didatangi untuk dicatat dan dipantau serta
diperiksa selama masa kehamilannya selesai, sebagai induvidu yang beresiko, dan melakukan intervensi segera, itu
sedikit inti dari pencatatan kohor, penjelasanya adalah
1. Jika sang ibu hamil datang-didatangi pada smester pertama kehamilan maka ia diperiksa dan dicatat pada kolom
smester pertama dan selanjutnya disarankan (diupayakan) datang-didatangi untuk diperiksa dan dicatat pada
smester-smester berikutnya. Ingat! Ibu hamil adalah induvidu yang beresiko, Inilah yang diharapkan sesuai
dengan standar cakupan pelayanan minimal K1 dan K4
2. Jika ibu hamil tersebut untuk pertama kalinya datang-didatangi pada smester kedua kehamilan (tidak datang-
didatangi pada smester pertama) tetap diperiksa dan dicatat pada kolom smester kedua buku register kohor, dan
selanjutnya tetap disarankan (diupayakan) datang-didatangi untuk diperiksa dan dicatat pada smester-smester
berikutnya. Ingat! Ibu hamil adalah induvidu yang beresiko. Inilah yang tidak diharapkan karena telah lalai atau
mangkir tidak masuk dalam standar cakupan pelayanan minimal K1 maupun K4.
3. Jika ibu hamil tersebut untuk pertama kalinya datang-didatangi pada smester ke tiga kehamilan (tidak datang-
didatangi pada smester pertama dan kedua) tetap diperiksa dan dicatat pada kolom smester ketiga buku register
kohor, dan selanjutnya tetap disarankan (diupayakan) datang-didatangi untuk diperiksa dan dicatat pada saat
mendekati persalinan sebagai pemeriksaan yang terakhir kalinya. Ini juga tidak masuk dalam standar cakupan
pelayanan minimal K1 dan K4.
Konsep PWS ini biasa diistilahkan dengan liputan program yaitu sejauhmana program dapat meliput atau menjangkau
sasarannya (red, men-AKSES). Ibu yang hamil merupakan sasaran program, targetnya menggunakan formula, faktor
1.1 x CBR x jumlah Penduduk disuatu wilayah dan waktu tertentu. Wilayah biasanya Kabupaten, kemudian dibagi
perkecamatan dan desa. Waktu tertentu biasa dimulai pertahun kemudian dibagi-bagi perbulannnya.
Contoh dari hasil formula didapat 120 sasaran bumil dalam setahun berarti dalam satu bulan harus ditargetkan 10
bumil harus dicakup dengan tidak mengenal usia kehamilan, yang penting ibu hamil tersebut diperiksa tetap masuk
dalam hitungan K1.
Jadi kalau sekarang yang dimaksud K1 adalah demikian, berarti K1 pada sistem PWS tidaklah sama dengan K1 pada
sistem Kohor. K1 pada sistem PWS belum tentu K1 pada sistem Kohor, sebaliknya K1 pada sistem kohor sudah pasti
K1 pada sistem PWS. Tetapi yang berkembang sekarang adalah K1 pada sistem PWS, bukan K1 pada sistem
Kohor, ini artinya cakupan pelayanan ANC telah salah dan karena mengabaikan pendekatan sprospektif (kohor) yang
berarti pelaksanaan program ANC sudah tidak terkendali sesuai dengan proses tumbuh kembang rahim dan janin dari
seorang ibu hamil sampai usia melahirkan sebagai seorang induvidu yang beresiko alias tidak mendukung peningkatan
mutu kehamilan dan persalinan yang aman dan sehat, yang sementara di gembor-gemborkan untuk mempercepat
pencapaian MDGs 2015. Wallahu a’lam
Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk
mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan pelayanan kesehatan trimester I dimana usia
kehamilan 1 sampai 12 minggu, meliputi identitas/ biodata, riwayat kehamilan, riwayat
kebidanan, riwayat kesehatan, riwayat sosial ekonomi, pemeriksaan kehamilan dan pelayanan
kesehatan, penyuluhan dan konsultasi.
Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan
untuk mendapatkan pemerisaan kehamilan dan pelayanan kesehatan pada trimester III, usia
kehamilan >32 minggu, meliputi anamnese, pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan,
pemeriksaan psikologis, pemeriksaan laboratorium bila ada indikasi/diperlukan, diagnosis akhir
(kehamilan normal, terdapat penyakit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan risiko tinggi),
sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan
paling sedikit 4 kali selaman masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:
Pelaksanaa pelayana antenatal adalah dokter, bidan (bidan puskesmas, bidan di desa, bidan di
praktek swasta), pembantu bidan, perawat yang sudah dilatih dalam pemeriksaan kehamilan
(Depkes RI, 2002).
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional untuk ibu hamil
selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan.
Pelayanan antenatal merupakan upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan
sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal (Manuaba,
1998).
a. Tujuan Pelayanan Antenatal Care
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) tujuan pelayanan antenatal adalah :
1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang
janin.
2) Meningkatkan serta mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan janin.
3) mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayi
dengan trauma seminimal mungkin.
5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal.
Salah satu upaya pokok Puskesmas adalah Program Kesehatan Ibu dan Anak,
dimana pelayanan antenatal merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program
tersebut. Pelayanan atenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu
selama masa kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.
b. Standar Pelayanan Antenatal
Unsur penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi
adalah memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan sewaktu hamil secara
memadai serta sedini mungkin. Menurut Departemen Kesehatan (1990), standar
pelayanan antenatal adalah sebagai berikut :
1) Kunjungan Pertama
Anamnese, riwayat kehamilan, penyakit yang diderita pada kehamilan
sekarang, riwayat kesehatan anggota keluarga, pemeriksaan umum, pemeriksaan
khusus kebidanan, pemeriksaan laboratorium terutama haemoglobin (Hb), pemberian
imunisasi TT, pemberian obat dan vitamin, perawatan payudara, penyuluhan tentang :
a) Gizi dan KB Postpartum,
b) Kebersihan perorangan
c) Imunisasi TT, kunjungan ulang dan lain-lain.
2) Kunjungan Ulang
Anamnese, pemeriksaan umum, kebidanan dan laboratorium, pemberian
imunisasi TT, pemberian vitamin dan obat, penyuluhan kesehatan sehubungan dengan
kesehatan kehamilan.
c. Pelayanan Antenatal di Puskesmas
1) Konsep Pemeriksaan Antenatal
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) pemeriksaan antenatal di tingkat
puskesmas dilakukan sesuai dengan standar pelayanan antenatal di tingkat puskesmas
dimulai dengan urutan sebagai berikut :
a) Anamnese, meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan
sebelumnya dan kehamilan sekarang.
b) Pemeriksaan umum, meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan,
c) Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa.
d) Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT), dan tablet besi (Fe).
e) Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku sehari-hari,
perawatan payudara dan Air Susu Ibu (ASI), tanda-tanda risiko, pentingnya
pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan oleh tenaga terlatih,
KB setelah melahirkan, serta pentingnya untuk melakukankunjungan
pemeriksaan ulang.
2) Kunjungan Ibu Hamil
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), kunjungan ibu hamil adalah
kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan
antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan di
sini dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan, atau
sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau
posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi
beberapa tahap, seperti :
a) Kunjungan ibu hamil yang pertama (K1)
Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan
kesehatan pada trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu.
b) Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4).
Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih
dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksan kehamilan dan
pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal
sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi
kontak sebagai yaitu minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1 – 12
minggu, minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13 – 24 minggu, dan
minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24 minggu.
3) Jadwal Pemeriksaan
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) pemeriksaan kehamilan
berdasarkan kunjungan antenatal dibagi atas :
a) Kunjungan Pertama
(K1) Meliputi : (1) Identitas/biodata, (2) Riwayat kehamilan, (3) Riwayat
kebidanan, (4) Riwayat kesehatan, (5) Riwayat sosial ekonomi, (6) Pemeriksaan
kehamilan dan pelayanan kesehatan, (7) Penyuluhan dan konsultasi.
b) Kunjungan keempat (K4).
Meliputi : (1) Anamnese (keluhan/masalah), (2) Pemeriksaan kehamilan
dan pelayanan kesehatan, (3) Pemeriksaan psikologis, (4) Pemeriksaan
laboratorium bila ada indikasi/diperlukan, (5) Diagnosa akhir (kehamilan normal,
terdapat penyulit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan Risiko
Tinggi/Resti), (6) Sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan).
Menurut Mochtar (2000) Jadwal pemeriksaan antenatal yang dianjurkan
adalah :
a) Pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika haid terlambat
satu bulan.
b) Periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan
c) Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan
d) Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan
e) Periksa khusus bila ada keluhan/masalah.
4) Pelaksana Pelayanan Antenatal
Pelaksana pelayanan antenatal adalah dokter, bidan (bidan di puskesmas, bidan di
desa, bidan praktek swasta), pembantu bidan, perawat bidan dan perawat yang sudah
dilatih dalam pemeriksaan kehamilan. Pelayanan antenatal di desa dapat dilakukan di
polindes, posyandu atau kunjungan ke rumah (Departemen Kesehatan RI, 2002).
d. Cakupan Pelayanan Antenatal Care
Cakupan pelayanan antenatal care adalah persentase ibu hamil yang telah
mendapat pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja.
Cakupan kunjungan baru/pertama ibu hamil (K1) dipakaisebagai indikator
jangkauan (aksesibilitas) pelayanan, angka cakupan K1 diperoleh dari jumlah K1 dalam 1
tahun dibagi jumlah ibu hamil di wilayah kerja dalam 1 tahun.
Dalam pengelolaan program KIA disepakati bahwa cakupan ibu hamil adalah
cakupan kunjungan ibu hamil yang keempat (K4), yang dipakai sebagai indikator tingkat
perlindungan ibu hamil. Angka cakupan K4 diperoleh dari jumlah K4 dalam 1 tahun
dibagi jumlah ibu hamil di wilayah kerja dalam 1 tahun.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA adalah alat manajemen untuk
memantau cakupan, antara lain : kunjungan K1, kunjungan K4, deteksi dini Risiko Tinggi
(Resti) ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, serta kunjungan neonatal
(KN) di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2002). Menurut
Direktorat Bina Kesehatan Keluarga (1990), penyelenggaraan pelayanan antenatal di
wilayah kerja puskesmas mencakup kebijaksanaan umum dan kebijaksanaan operasional.
2. Kebijaksanaan
a. Kebijaksanaan Umum meliputi :
1) Memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan jenjang pelayanan yang telah ditetapkan.
2) Meningkatkan peran serta masyarakat (suami, keluarga, kader) dalam menunjang
penyelenggaraan pelayanan atenatal dengan pendidikan dan penyuluhan.
3) Meningkatkan mutu dan jumlah tenaga pelaksana maupun fasilitas pelayanan antenatal.
4) Mengintegrasikan cakupan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan menurunkan Missed
Opportunity.
b. Kebijakan Operasional meliputi ;
1) Menemukan kehamilan dengan risiko tinggi sedini mungkin
2) Menanggulangi adanya kelainan risiko tinggi sedini mungkin
3) Melakukan upaya pencegahan neonatal tetanus dengan pemberian imunisasi TT sebanyak 2
(dua) kali selama kehamilan dengan selang waktu minimal 4 (empat) minggu
4) Pemberian tablet tambah darah pada setiap ibu hamil
5) Melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 (empat) kali pada trimester pertama 1 (satu)
kali, trimester kedua 1 (satu) kali pada trimester 3 (ketiga) 2 (dua) kali.
6) Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan atas indikasi
7) Menyediakan sarana pelayanan antenatal sesuai dengan jenjang pelayanan.
8) Memberi penyuluhan kepada ibu hamil, keluarga dan suami tentang cara hidup sehat.
Perawatan payudara, gizi ibu hamil, perawatan bayi dan tali pusat, pentingnya
pemeriksaan kehamilan ke Puskesmas, Puskesmas pembantu maupun posyandu.
9) Memberikan pelayanan antenatal di Puskesmas pada setiap hari kerja
10) Melakukan rujukan intern Puskesmas di bagian KIA untuk menjaring ibu hamil yang
datang dengan keluhan lain.
3. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal
Mayers (1996) mengemukakan bahwa dalam pelayanan kesehatan yang baik terdapat 4
(empat) elemen pokok yaitu aksesibilitas, kualitas, kesinambungan dan efesiensi dari pelayanan.
a. AksesibilitasPelayanan
Pelayanan harus dapat digunakan oleh individu-individu pada tempat dan waktu yang ia
butuhkan. Pengguna pelayanan harus mempunyai akses terhadap berbagai jenis pelayanan,
peralatan, obat-obatan, dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
b. Kualitas
Suatu pelayanan yang berkualitas tinggi, mengimplementasikan pengetahuan dan tehnik
paling mutakhir dengan tujuan untuk memperoleh efek yang paling baik. Kualitas pelayanan
berhubungan dengan kompetensi profesional dan provider.
c. Kesinambungan
Pelayanan kesehatan yang baik, disamping mempunyai akses dan kualitas yang baik juga
harus memiliki kesinambungan pelayanan, berarti proses pelayanan harus memperlakukan
pasien sebagai manusia secara utuh melalui kontak yang terus menerus antara individu
dengan provider.
d. Efisiensi
Elemen pokok lain dari pelayanan kesehatan yang bermutu adalah efesiensi yang
menyangkut aspek ekonomi dan pembiayaan pelayanan kesehatan baik bagi pasien, provider
maupun bagi organisasi/institusi penyelenggaraan pelayanan.
Donabedian (1986) mengemukakan bahwa keberhasilan pelayanan kesehatan dapat
dilihat dari 3 faktor, yaitu pemberi pelayanan dimana ketiga faktor tersebut menjadi saling
berinteraksi. Dengan demikian kualitas suatu pelayanan kesehatan dapat diukur dari
penampilan pemberipelayanan dan kualitas pelayanan yang diperoleh pemakai jasa
pelayanan.
Dalam pelayanan antenatal aksesibilitas dan kesinambungan secara kuantitas dapat dilihat
dari jumlah dan frekuensi kunjungan ibu hamil untuk pemeriksaan kesehatannya. Untuk
kepentingan pemantauan teknis, Departemen Kesehatan mengembangkan indikator akses
yaitu ratio (%) jumlah kunjungan ibu hamil baru terhadap jumlah semua ibu hamil dalam satu
tahun, dan indikator cakupan yaitu rasio dari jumlah kunjungan ibu hamil baru yang ke-4 atau
lebih, terhadap jumlah semua ibu hamil dalam satu tahun.
Indikator-indikator yang dapat menggambarkan kualitas pelayanan antenatal masih terus
dicari dan dikembangkan. Dalam rangka meningkatkan efektifitas program KIA, Departemen
Kesehatan dalam kebijaksanaannya menentukan bahwa seorang ibu hamil perlu sedini
mungkin mendapat pemeriksaan kehamilan.
Kunjungan pertama (K-1) ibu hamil ke tempat pelayanan harus dilakukan dalam umur
kehamilan tiga bulan pertama (trimester), dan minimal mendapat 1 kali pemeriksaan dalam
trimester tersebut. Pada trimester II (umur kehamilan 4-6 bulan), ibu hamil minimal diperiksa
1 kali dan dalam trimester III (umur kehamilan 7-9 bulan) minimal 2 kali, K-4 adalah
kunjungan ibu hamil mendapat pelayanan antenatal yang ke-4 atau lebih pada trimester III
dengan kunjungan pertama pada trimester I dalam hal jenis pelayanan yang diberikan oleh
petugas antenatal, Departemen Kesehatan menetukan paket minimal ’5T’ yang terdiri dari
(T)imbang Berat Badan, ukur (T)ensi, ukur (T)inggi fundus, beri (T)ablet tambah darah dan
imunisasi (T)T.
Pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil diukur kearah kualitas pemanfaatan
pelayanan dengan melihat kecukupan (adekuasi) dan kesinambungan kunjungan ibu hamil ke
sarana pelayanan. Adekuasi pemanfaatan pelayanan antenatal diukur dengan
memperhitungkan kunjungan pertama kali memeriksakan kehamilan ke petugas kesehatan
dan kunjungan berikutnya sampai pada trimester III. Pemanfaatan pelayanan antenatal
dikatakan adekuat bila kunjungan pertama untuk pemeriksaan hamil dilakukan pada trimester
I, diperiksa paling sedikit 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Hal ini
mengacu pada standar Departemen Kesehatan bahwa seorang ibu hamil harus diperiksa
paling sedikit 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, 2 kali pada trimester III dan total
pemeriksaan selama kehamilan paling sedikit 4 kali. Dengan penentuan adekuasi pemanfaatan
pelayanan antenatal seperti di atas, maka segi kualitas dilihat dari kesinambungan
pemeriksaan maupun segi kuantitas dilihat dari total kunjungan dapat dipenuhi.
Sebagaimana yang telah dikemukakan, kualitas pelayanan kesehatan disamping dapat
dilihat dari sudut pemanfaatan jasa pelayanan, juga dapat diukur dari kualitas pemberi
pelayanan. Kesehatan pelayanan antenatal yang diberikan oleh petugas yang dijabarkan dalam
jenis-jenis pemeriksaan atau pelayanan yang diperoleh ibu hamil selama memanfaatkan
pelayanan antenatal, dipandang oleh penulis merupakan salah satu faktor diluar faktor risiko
kehamilan namun dapat memhubungkan adekuasi pemanfaatan pelayanan antenatal tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan
menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2011.
Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis
profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam
SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan hampir mencapai 90% (SDKI, 2007).
Sedikitnya 18.000 ibu meninggal setiap tahun di Indonesia karena kehamilan atau
persalinan. Hal itu berarti setiap setengah jam seorang perempuan meninggal karena
kehamilan atau persalinan. Akibatnya, setiap tahun 36.000 balita menjadi anak yatim.
Tingginya angka kematian ibu itu menempatkan Indonesia pada urutan teratas di Assocition
South East Asia Nation (ASEAN) dalam hal tersebut. Survei Kesehatan Rumah Tangga
2007 menyebutkan angka kematian ibu di Indonesia 143 per 100.000 kelahiran hidup.
Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan hasil survei 2006, yaitu 133 per 100.000
kelahiran hidup (Siswono, 2003).
Sedangkan menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian bayi di
Indonesia pada tahun 2002-2003 sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup, Kemudian menjadi 248 per 1000
kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan AKI cenderung terus menerus menurun tetapi bila dibandingkan dengan
target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2015 yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup. Maka
apabila penurunannya masih seperti tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan target tersebut dimasa mendatang
Upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat
Pilar Safe Motherhood”, dimana salah satunya yaitu akses terhadap pelayanan pemeriksaan
kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan terus. Pemeriksaan kehamilan yang baik
dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian
ibu. Petugas kesehatan seyogyanya dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang
berhubungan dengan usia, paritas, riwayat kehamilan yang buruk, dan perdarahan selama
kehamilan. Kematian ibu juga diwarnai oleh hal-hal nonteknis yang masuk kategori
penyebab mendasar, seperti taraf pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu hamil yang masih
rendah, serta melewati pentingnya pemeriksaan kehamilan dengan melihat angka
kunjungan pemeriksaan kehamilan (K4) yang masih kurang dari standar acuan nasional
(Prawirohardjo, 2002).
Dari studi pendahuluan berdasarkan profil kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan tahun
2011 didapatkan pencapaian cakupan K4 sebesar 83 %, sedangkan targetnya 87 %, untuk
Kota Makassar pencapaian cakupan K4 sebesar 80 % dan targetnya sebesar 86 %, dan
pencapaian cakupan untuk Puskesmas Layang Kota Makassarpada tahun 2011 pencapaian
cakupan K4 sebesar 84 % dengan target K4 sebesar 90 %. Dengan demikian target untuk
cakupan K4 di Puskesmas Layang masih belum tercapai (Dinkes Propinsi Sulsel, 2011).
Keberhasilan upaya antenatal care selain tergantung pada petugas kesehatan juga
perlu partisipasi ibu hamil itu sendiri. Oleh karena itu perlu adanya penyuluhan yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilannya, dengan
demikian diharapkan dengan memperbaiki pengetahuan ibu khususnya ibu hamil terhadap
perawatan kehamilan sehingga akan dapat merubah sikap serta kepatuhan
melaksanakan antenatal care.
Bertolak dari uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kurangnya pengetahuan
dan informasi serta pelayanan kesehatan yang memadai semakin memperburuk
kondisi antenatal care. Berdasarkan kenyataan ini, maka penulis tertarik mengadakan
penelitian tentang Distribusi Kunjungan K1 dan Kunjungan K4 pada Ibu Hamil di Puskesmas
Layang Kota Makassar tahun 2011.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana distribusi kunjungan K1 dan kunjungan K4 pada ibu Hamil berdasarkan umur ibu
di Puskesmas Layang tahun 2011 ?
2. Bagaimana distribusi kunjungan K1 dan kunjungan K4 pada ibu Hamil berdasarkan paritas
ibu di Puskesmas Layang tahun 2011 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui distribusi kunjungan K1 dan
kunjungan K4 pada ibu Hamil di Puskesmas Layang tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi kunjungan K1 dan kunjungan K4 pada ibu Hamil berdasarkan umur
ibu di Puskesmas Layang tahun 2011.
b. Diketahuinya distribusi kunjungan K1 dan kunjungan K4 pada ibu Hamil berdasarkan paritas
di Puskesmas Layang tahun 2011
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi untuk menambah pengetahuan tentang pentingnnya antenatal care bagi
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak.
Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM tenaga kesehatan khususnya
bidan dalam pelayanan antenatal care.
Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Dinas KesehatanKota Makassar dan Instansi
terkait Lainnya dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kebidanan pada ibu hamil.
4. Bagi Peneliti
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kehamilan
a. Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali
dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan (Wikipedia, 2008)
b. Kehamilan adalah sebuah perjalanan selama 9 bulan menuju ke status menjadi ibu. Kehamilan menimbulkan
perubahan emosi baik yang berlangung perlahan-lahan maupun seketika. (Cony Marshall, 2000)
c. Kehamilan merupakan proses alami yang normal. Masa ini merupakan salah satu fase dalam kehidupan wanita
pada masa reproduksi (Mary Noland, 2003).
d. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai
permulaan persalinan (Manuaba, 2002).
e.
8
Kehamilan membutuhkan waktu 9 bulan kalender atau 40 minggu. Kehamilan dibagi menjadi
tiga periode, yaitu trimester I dari minggu ke-1 sampai 13, trimester II dari minggu ke-14
sampai 26, trimester III dari minggu ke-27 sampai 39-40 (akhir kehamilan) (Salmah, 2006).
f. Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2000) Kehamilan matur (cukup bulan) berlangsung kira-
kira 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang
berlangsung antara 28 dan 36 minggu di sebut kehamilan premature, sedangkan bila lebih
dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur. Menurut usia kehamilan, kehamilan dibagi
menjadi:
Selama kehamilan ada beberapa hal penting yang perlu di ketahui oleh ibu hamil
maupun keluarganya, antara lain: tanda-tanda kehamilan, tanda bahaya kehamilan, dan
cara memelihara kehamilan (Depkes, Unicef, 2000).
Beberapa perubahan fisiologis yang timbul selama masa hamil dikenal sebagai tanda
kehamilan. Ada tiga kategori yaitu: presumsi, yaitu perubahan yang dirasakan wanita
(misalnyaamenorea, keletihan, perubahan payudara, morning sicknes,queckening);
kemungkinan, yaitu perubahan yang diobservasi oleh pemeriksa (misalnya, tanda
hegar, ballottoment, tes kehamilan; dan pasti (misalnya, ultrasonografi, bunyi denyut jantung
janin) (Bobak, 2004).
Gejala kehamilan tidak pasti (Arif Mansjoer, 2000) adalah sebagai berikut:
Penting diketahui tanggal hari pertama haid terakhir untuk menentukan usia kehamilan dan
taksiran partus. Rumus taksiran partus menurut Naegele bila siklus haid ± 28 hari adalah:
tanggal + 7, bulan – 3.
Sering terjadi pagi hari pada bulan-bulan pertama kehamilan, disebut morning sicknes.
d. Konstipasi/obstipasi.
Disebabkan penurunan peristaltik usus oleh hormone steroid.
e. Sering kencing.
Terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama kehamilan tertekan oleh uterus
yang mulai membesar. Gejala ini akan berkurang perlahan-lahan, lalu timbul lagi pada akhir
kehamilan.
Pingsan sering dijumpai bila berada di tempat ramai pada bulan-bulan pertama kehamilan,
lalu hilang setelah kehamilan 18 minggu.
a. Pigmentasi kulit.
Terjadi kira-kira minggu ke-12 atau lebih. Timbul di pipi, hidung, dan dahi, dikenal sebagai
kloasma gravidarum. Terjadi karena pengaruh hormon plasenta yang merangsang
melanafor dan kulit.
b. Leukore.
d. Perubahan payudara.
Payudara menjadi tegang dan membesar karena pengaruh estrogen dan progesteron yang
merangsang duktuli dan alveoli payudara. Daerah areola menjadi lebih hitam karena deposit
pigmen berlebihan. Terdapat kolostrum bila kehamilan lebih dari 12 minggu.
4) Tanda Braxton-Hicks: uterus berkontraksi bila dirangsang. Tanda ini khas untuk uterus pada
masa kehamilan.
a. Pada palpasi dirasakan bagian janin dan balotemen serta gerak janin.
b. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetokop Laennec BJJ baru
terdengar pada kehamilan 18-20 minggu. Dengan alat Doppler BJJ terdengar pada
kehamilan 12 minggu.
d. Pada pemeriksaan sinar X tampak kerangka janin. Tidak dilakukan lagi sekarang karena
dampak radiasi terhadap janin.
Tanda bahaya pada masa kehamilan perlu diketahui oleh ibu hamil terutama yang
mengancam keselamatan ibu maupun janin yang dikandungnya. Sesuai dengan program di
puskesmas, minimal yang perlu diketahui klien di masyarakat untuk, mengenal tanda
bahaya kehamilan yaitu perdarahan yang keluar dari jalan lahir, hiperemis, pre-eklampsia
dan eklampsia, ketuban pecah dini, dan gerakan janin yang tidak dirasakan (Salmah, 2006).
c. Keluar banyak cairan dari jalan lahir sebelum waktu melahirkan tiba
g. Pembengkakan di bagian tubuh terutama di kaki, pandangan kabur, dan sering sakit kepala
b. Minum tablet tambah darah untuk mencegah kurang darah, paling sedikit 1 kali selama 90
hari selama kehamilan, dan melaksanakan secepatnya mungkin setelah kehamilan
diketahui.
c. Mendapat imunisasi tetanus toksoid (TT) 2 kali sebelum umur kehamilan 8 bulan.
d. Menggosok gigi 2 kali sehari sesudah sarapan pagi dan sebelum tidur malam dengan
menggunakan pasta gigi.
e. Merawat dan memijat payudara setelah usia kehamilan 7 bulan, agar ASI-nya banyak.
g. Untuk ibu hamil di daerah endemik gondok, ibu hamil perlu minum 1 kapsul minyak
beryodium menurut petunjuk petugas kesehatan.
h. Makan 1-2 porsi tambahan setiap harinya, diusahakan makanan terdiri dari lauk-pauk,
sayuran, buah-buahan, dan gunakan garam beryodium.
i. Ibu hamil yang sehat bertambah berat badannya minimal 8 kg selama kehamilan. Pada saat
usia kehamilan di atas 7 bulan, pertambahan berat badan paling tidak 3 kg.
B. Tinjauan Umum Tentang Antenatal Care
a. Membantu kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang
bayi.
c. Menganalisa secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama kehamilan termasuk riwayat penyakit secara umum yaitu pembedahan dan
kebidanan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat baik ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar tumbuh dan
berkembang secara normal.
Tujuan dari antenatal care menurut Manuaba (2010), adalah sebagai berikut:
a. Mengenal sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, persalinan, dan nifas.
b. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai kehamilan, persalinan, dan nifas.
c. Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas,
laktasi, dan aspek keluarga berencana.
d. Menurunkan angka kesakitan dan kematian serta perinatal.
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan laboratorium
c. Intervensi dasar
g. Mempersiapkan persalinannya.
Menurut Sarwono (2002), bahwa dalam penerapan praktek sering dipakai standar
minimal perawatan antenatal care yang disebut ”7T”, yaitu:
normal dapat dideteksi secara dini dan diberikan penanganan yang tepat. Oleh karena itu ibu hamil diharuskan
memeriksakan diri secara berkala selama kehamilannya. Menurut Manuaba (2002), berdasarkan Standar
Pelayanan Kebidanan pemeriksaan kehamilan harus segera dilaksanakan begitu diduga terjadi kehamilan, dan
dilaksanakan terus secara berkala selama kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Ibu harus melaksanakan pemeriksaan antenatal paling sedikit 4 kali.
1. Kunjungan K1 dan K4
K1 adalah kunjungan baru ibu hamil dengan pelayanan 7T dan K4 adalah kunjungan
ibu hamil yang dimulai dari triwulan pertama 1 kali, triwulan kedua 1 kali dan triwulan ketiga
2 kali, jadi pelajaran pelayanan yang tidak memenuhi standar 7T tersebut belum dapat
dianggap suatu pelayanan antenatal (Depkes RI, 2002: 14)
Standar waktu perawatan kehamilan (ANC) tersebut ditentukan untuk menjamin waktu
pelayanan khususnya dalam memberikan kesempatan yang cukup dalam menangani kasus
resiko tinggi yang ditemukan
1) Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan memberikan
pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.
1) Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haidnya terlambat satu
bulan.
1) Tujuan Umum
Adalah menyampaikan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam
kehamilan, persalinan dan nifas, sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.
2) Tujuan Khusus
d) Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari dan KB, keamilan, pesalinan,
nifas dan laktasi.
Pelayanan terkait dengan antenatal hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan
profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi, oleh karena itu setiap wanita hamil
memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama periode antenatal yaitu :
c. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara 28-36 minggu dan sesudah minggu ke
36)
Pada setiap kunjungan antenatal tersebut perlu didapatkan informasi yang sangat
penting, yaitu :
1) Membangun hubungan saling percaya antara bidan dan ibu agar supaya hubungan
penyelamat jiwa bisa dibina bilamana perlu.
2) Mendeteksi masalah yang bisa diobati sebelum menjadi atau bersifat mengancam jiwa ibu.
3) Mencegah masalah seperti neonatal tetanus (imunisasi TT), anemia kekurangan zat besi,
penggunaan praktik tradisional yang merugikan.
5) Mendorong perilaku yang sehat (gizi yang cukup dan sesuai, latihan, personal hygiene,
istirahat dll)
2) Membangun hubungan saling percaya antara bidan dan ibu agar supaya hubungan
penyelamat jiwa bisa dibina bilamana perlu.
3) Mendeteksi masalah yang bisa diobati sebelum menjadi atau bersifat mengancam jiwa ibu.
4) Mencegah masalah seperti neonatal tetanus (imunisasi TT), anemia kekurangan zat besi,
penggunaan praktik tradisional yang merugikan.
2) Mendeteksi masalah yang bisa diobati sebelum menjadi atau bersifat mengancam jiwa ibu.
3) Mencegah masalah seperti neonatal tetanus (imunisasi TT), anemia kekurangan zat besi,
penggunaan praktik tradisional yang merugikan.
5) Mendorong perilaku yang sehat (gizi yang cukup dan sesuai, latihan, personal hygiene,
istirahat dll)
7) Palpasi abdomen untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda atau tidak.
1) Membangun hubungan saling percaya antara bidan dan ibu agar supaya hubungan
penyelamat jiwa bisa dibina bilamana perlu.
2) Mendeteksi masalah yang bisa diobati sebelum menjadi atau bersifat mengancam jiwa ibu.
3) Mencegah masalah seperti neonatal tetanus (imunisasi TT), anemia kekurangan zat besi,
penggunaan praktik tradisional yang merugikan.
5) Mendorong perilaku yang sehat (gizi yang cukup dan sesuai, latihan, personal hygiene,
istirahat dll)
7) Palpasi abdomen untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda atau tidak.
8) Deteksi dini bayi yang tidak normal atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di Rumah
Sakit dan persiapan rujukan.
Ibu hamil tersebut harus lebih sering dikunjungi jika terdapat masalah dan ibu hamil
hendaknya disarankan untuk menghubungi petugas kesehatan bilamana ibu hamil
merasakan tanda-tanda bahaya atau merasa khawatir (Kusmiyati, 2009: 168).
2. Umur ibu
Menurut Bambang M dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Tahun 1999) umur
adalah keadaan lamnya manusia. Dimana umur merupakan salah satu factor yang berkaitan
dengan unsure-unsur manusia yang turut berperan terhadap kondisi ibu maupun
masyaraka tertentu. Berkaitan dengan masalah kesejahteraan ibu dan anak terutama wanita
dalam masa persalinan. Karena secara psikologis menurut Edi Sulaeman dalam buku
bacaan kesehatan reproduksi (2002) usia seorang wanita yang masih terlalu muda untuk
hamil mengakibatkan uterus tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik sebaliknya
seorang wanita dalam usianya yang semakin tua akan mengakibatkan suatu proses
penurunan fungsi fisiologis tubuh termasuk organ-organ reproduksi antara lain akan memicu
terjadinya penurunan elastisitas serta kontraksi otot rahim.
Usia ibu hamil terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai
risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini dikarenakan pada umur
dibawah 20 tahun, dari segi biologis fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang
dengan sempurna untuk menerima keadaan janin dan segi psikis belum matang dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35
tahun dan sering melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
kemunduran atau degenerasi dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan lebih
besar. Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil
yang melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan
post partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan post partum meningkat kembali
setelah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro H, 2008 : 233).
3. Paritas
Menurut Helen Varney dalam buku saku bidan ( 2001) paritas adalah jumlah kehamilan
yang diakhiri dengan kelahiran janin yang memenuhi syarat untuk melangsungkan
kehidupan atau pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu dan berat badan janin mencapai
lebih dari 1000 gram. Frekuensi melahirkan yang sering dialami oleh ibu merupaka suatu
keadaan yang dapat mengakibatkan endometrium menjadi cacat dan sebagai akibatnya
dapat terjadi komplikasi dalam persalinan.
Paritas 2 sampai 3 kali merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.
Resiko pada paritas 1 sampai 3 dapat ditangani dengan asuhan obstetric yang lebih baik,
sedangkan resiko tinggi (lebih dari 4 kali) dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan
(Wiknjosastro H, 2008 hal 233).
4. Pendidikan
a. Pengertian
Dalam kamus bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik)
yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai ahlak dan kecerdasan
pikiran, sedangkan pendidikan mempuyai pengertian proses mengubah sikap dan tingkah
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perbuatan dan cara mendidik. Ki Hajar Dewantara
mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta
jasmani, agar dapat memajukan kesempatan hidup (Poerwardarminta, 2001).
b. Jalur pendidikan
1) Pendidikan formal
3) Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri.
c. Jenjang Pendidikan
d. Sistem Pendidikan
Dalam pengertian umum, yang dimaksud dengan sistem adalah jumlah keseluruhan
dari bagian-bagiannya yang saling bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan
berdasarkan kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai tujuan dan
semua kegiatan dari semua komponen atau bagian-bagiannya diarahkan dari tercapainya
tujuan tersebut. Karena itu proses pendidikan merupakan sebuah sistem yang disebut
sebagai sistem pendidikan.
1) Tujuan
Tujuan disebut juga cita-cita pendidikan yang berfungsi untuk memberi arah terhadap
semua kegiatan dalam proses pendidikan.
2) Peserta Didik
Fungsinya adalah sebagai obyek yang sekaligus sebagai subyek pendidikan. Sebagai
obyek peserta didik tersebut menerima perlakuan-perlakuan tertentu, tetapi dalam
pandangan pendidikan moderm peserta didik lebih dekat dikatakan sebagai subyek atau
pelaksanaan pendidikan.
3) Pendidik
4) Alat Pendidikan
Maksudnya adalah sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang berfungsi untuk mempermudah atau mempercepat tercapainya tujuan
pendidikan.
5) Lingkungan
Maksudnya lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses
pendidikan. Lingkungan berfungsi sebagai wadah atau lapangan terlaksanaya proses
pendidikan (Hasbullah, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Rekan Medik, 2010. Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas Layang Kota Makassar.
Makassar
Bambang M. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Balai Pustaka, Jakarta
Bobak, Lowdermilk. (2004). Buku Ajaran Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta: EGC.
Depkes RI, 2010. Cakupan Pelayanan Kesehatan Antenatal dan Imunisasi Tetanus Toxoid Kepada
Ibu. http: //www.depkes.go.id/downloads Online, diakses tanggal 8 September 2011.
Eko Budiarto.2002. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta
Manuaba, I, Gde, Bagus, 2002. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri, Ginekologi dan
KB. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.