Komunikasi
Komunikasi
PENGERTIAN
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar
(Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja
akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah
legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan
citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting
adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of
self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi
hubungan dari komunikasi terapeutik.
2. Komponen Komunikasi
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa
berlangsung dengan baik.Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah:
1. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada
pihak lain.
2. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada
pihak lain.
3. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam
komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan
getaran nada/suara.
4. Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak
lain.
5. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan.
3. Hambatan komunikasi
Gangguan atau hambatan itu secara umum dapat dikelompokkan menjadi hambatan
internal dan hambatan eksternal , yaitu:
a. Hambatan internal, adalah hambatan yang berasal dari dalam diri individu yang
terkait kondisi fisik dan psikologis. Contohnya, jika seorang mengalami
gangguan pendengaran maka ia akan mengalami hambatan komunikasi.
Demikian pula seseorang yang sedang tertekan (depresi) tidak akan dapat
melakukan komunikasi dengan baik.
b. Hambatan eksternal, adalah hambatan yang berasal dari luar individu yang terkait
dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Contohnya, suara gaduh
dari lingkungan sekitar dapat menyebabkan komunikasi tidak berjalan lancar.
Contoh lainnya, perbedaan latar belakang sosial budaya dapat menyebabkan salah
pengertian.
Menurut Prof. Onong Uchjana Effendy, MA dalam bukunya Ilmu, Teori, dan
Filasafat Komunikasi. Ada 4 jenis hambatan komunikasi, yaitu:
a. Gangguan
Ada 2 jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya dapat
diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan semantic.
- Gangguan mekanik : Gangguan yang disebabkan oleh saluran komunikasi atau
kegaduhan yang bersifat fisik.
- Gangguan semantic : Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang
pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantic tersaring ke dalam pesan melalui
penggunaan bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah atau
konsep yang terdapat pada komunikator, akan lebih banyak gangguan semantic dalam
pesannya. Gangguan ini terjadi dalam salah pengertian.
b. Kepentingan
Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu
pesan.
c. Motivasi terpendam
Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan
keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi
seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh
pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi
yang tak sesuai dengan motivasinya.
d. Prasangka
Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan
komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah
bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi.
4. Proses komunikasi
Berdasarkan paradigma Laswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses
komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:
a. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau
perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media.
Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa),
dan pesan nonverbal.
Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang
diterima oleh komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama komunikator menyandi
(encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator
memformulasikan pikiran atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang
diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian, komunikan menterjemahkan
(decode) pesan dari komunikator. Ini berarti komunikan menafsirkan lambang yang
mengandung perasaan dan pikiran komunikator.
Menurut Wilbur Schramm (dalam Effendy,1994) menyatakan bahwa komunikasi
akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka
acuan (frame of reference), yakni perpaduan pengalaman dan pengertian yang diperoleh
komunikan. Kemudian Schramm juga menambahkan, bahwa komunikasi akan berjalan
lancara apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan dengan bidang
pengalaman komunikan. Sebagai contoh: si A seorang mahasiswa ingin berbincang-
bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan
ekonomi. Bagi si A tentunya akan sangat mudah dan lancaraapabila pembicaraan
mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahsiswa.
Seandainya si A membicarakan hal tersebut dengan si C yang yang seorang pemuda desa
tamatan SD tentunya proses komunikasi tidak akan berjalan lancar.
1. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasidapat diterima secara akurat,
salah satu caranya bertanya / mengulangi pesan yang telah disampaikan.
2. Menjadi pendengar yang baik, menerima semua informasi yang disampaikan orang lain
dan menunjukkan rasa menghargai dan ingin tahu terhadap pesan yang disampaikan.
6. Model komunikasi
1.Komunikasi tertulis
- Manajer selalu mengadakan komunikasi verbal kepada atasan dan bawahan baik secara
formal maupun informal.
- Tujuan assertiveness. Perilaku asertif adalah suatu cara komunikasi yang memberikan
kesempatan individu untuk mengekspresikan perasaannya secara langsung,jujur dan cara
yang sesuai tanpa menyinggung perasaan orang lain yang diajak komunikasi.
- Hal yang harus dihindari pasif,agresif.
a. Komunikasi dengan menggunakan ekspresi wajah, pergerakan tubuh, dan sikap tubuh
(body language)
b. Komunikasi non verbal mengandung arti yang lebih signifikan dibandingkan dengan
komunikasi verbal komunikasi non verbal meliputi komponen emosi terhadap pesan
yang diterima atau disampaikan, tetapi akan menjadi sesuatu yang membahayakan jika
komunikasi non verbal diartikan salah tanpa adanya penjelasan secara verbal.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi non verbal:
1) Lingkungan tempat dimana komunikasi dilaksanakan
2) Penampilan sesuatu yang menarik (pakaian, kosmetik)
3) Kontak mata memberikan makna kesediaan seseorang untuk berkomunikasi
4) Postur tubuh (gesture) bobot suatu pesan bisa ditunjukkan dengan menunjukan
telunjuknya, berdiri atau duduk
5) Ekspresi wajah komunikasi yang efektif memerlukan suatu respon wajah yang setuju
tehadap pesan yang disampaikan
Manajer yang efektif akan melakukan komunikasi verbal dan non verbal, agar individu
(atasan dan bawahan) dapat menerima pesan secara jelas.
- Diperlukan komunikasi yang jelas tentang kebutuhan klien, intervensi yang sudah
dilakukan dan yang belum, serta respon pasien
- Perawat melakukan timbang terima dengan berjalan bersama dengan perawat lainnya
dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat di dekat pasien
2.Interview / Anamnesa
- Suatu komunikasi dengan tujuan tertentu untuk memperoleh data tentang keadaan
pasien dan melaksanakan tindakan yang akurat
- Merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh perawat kepada pasien pada saat
pelaksanaan asuhan keperawatan
Prinsip yang perlu diterapkan perawat dalam komunikasi ini adalah:
1) Hindari komunikasi yang terlalu formal atau tudak tepat. Ciptakan suasana yang
hangat, kekeluargaan
2) Hindari interupsi / gangguan yang timbul akibat lingkungan yang gaduh
3) Hindari respon dengan kata hanya “ya dan tidak “ mengakibatkan komunikasi tidak
berjalan dengan baik, perawat kelihatan kurang tertarik dengan topik yang dibicarakan
dan enggan berkomunikasi
4) Jangan memonopoli pembicaraan
5) Hindari hambatan personal. Jika sebelum komunikasi perawat menunjukan rasa tidak
senang kepada pasien, maka akan berdampak pada hasil komunikasi.
Perawat sering dihadapkan pada suatu dilema dalam menyimpan rahasia pasien, disatu
sisi perawat membutuhkan informasi dengan menghubungkan apa yang dikatakan pasien
dengan orang lain, di lain pihak perawat harus memegang janji untuk tidak
menyampaikan rahasia pasien kepada orang lain.
A. KOMUNIKASI VERBAL
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakitadalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau
simbolyang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan
arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam
tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi
Verbal yang efektif harus:
1. Jelas dan ringkas Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin
sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan
dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian
yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa,
mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata
yang mengekspresikan ide secara sederhana. Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri
anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda
rasakan tidak enak.”
2.Perbendaharaan Kata Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan
dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak
mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan
istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan
mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya
mendengarkan paru-paru anda”.
3. Arti denotatif dan konotatif Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata
yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian,
tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati
kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata
sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan
tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4. Selaan dan kesempatan berbicara Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok
pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang
menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat
sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu,
memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan
yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum
mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan.
Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau
terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
5. Waktu dan relevansi Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien
sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun
pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi
penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan
waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan
yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
6. Humor Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan
rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan
bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan
sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi
relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau
menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
B. KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan
cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu
menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap
pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:
1. Metakomunikasi Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada
hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar
terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam
pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh:
tersenyum ketika sedang marah.
2. Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama
komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama.
Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli
Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias
menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat
yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang
positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan
keperawatan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya
penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan
kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa
percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.
3. Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan,
karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus
menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk
menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
4. Ekspresi wajah Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang
tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi
wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal.
Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan
kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan
memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke
bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya
duduk sehingga perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan
dalam keadaan sejajar.
5. Sikap tubuh dan langkah Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep
diri dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan
mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik
seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.
6. Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan
merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus
mnemperhatikan norma sosial. Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh
klien, seperti ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan
pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat untuk
melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley &
Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak
bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan
dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan
hati-hati.