Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

PEMERIKSAAN BIAKAN HIV DARI DARAH

OLEH :

Kelompok 2 &4
IKP REGULER VII A
ANGGOTA:

1.Heriyanto 9. Catherine n. balukh


2.Fransisca Cabrina E.C.K 10. Adelia T. penuam
3.Ari Agustina 11. Beatriks Y. suni
4.Ayu Dwi Pratitis 12. Margareta K. elu
5.Fitroh Ayu Wulan 13. Fatima G. leite
6.Endah Dwi Astuti 14. Ronaltus timo
7.Diah Ratih Ekasari
8.Tita Lubri W.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PRODI PENDIDIKAN NERS SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI TAHUN 2014-2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Makalah Seminar yang
berjudul “Pemeriksaan Biakan HIV dari Darah” tepat pada waktunya. Dalam penulisan
makalah ini penulis ingin mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan siapa saja yang membacanya.

Kediri, 18 September 2014

Kelompok 2 dan 4

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Tantangan dalam mendiagnostik HIV pada bayi.


B. Pendekatan klinis pada orang yang terjangkit HIV
C. Test yang ideal bagi penderita HIV
D. Pemeriksaan yang lazim untuk penderita HIV saat ini

BAB III KESIMPULAN


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

HIV/AIDS saat ini merupakan penyakit yang dianggap paling menakutkan. WHO
(World Health Organization), badan PBB untuk kesehatan dunia, memperkirakan AIDS telah
membunuh lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Pada
tahun 2005 saja, AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta
jiwa; lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian
ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan
menghancurkan persediaan sumber daya manusia di sana. Oleh karena itu, penyakit ini
merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah.
Selain itu, sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penderita
dari penyakit ini. Obat yang ada hanya berfungsi untuk menghambat pertumbuhan virus dan
memperpanjang masa hidup penderita. Oleh karena itu, sangat penting untuk dilakukan
diagnosa dini terhadap penyakit ini karena penyakit ini merupakan penyakit yang tidak
menunjukkan gejala pada bulan-bulan pertama padahal pada masa tersebut penderita sudah
dapat menularkan penyakit HIV/AIDS ini kepada orang lain.

B. RUMUSAN MASALAH
E. Apa tantangan dalam mendiagnostik HIV pada bayi?
F. Bagaimana pendekatan klinis pada orang yang terjangkit HIV?
G. Bagaimana test yang ideal bagi penderita HIV?
H. Apakah pemeriksaan yang lazim untuk penderita HIV saat ini?

C. TUJUAN
1. Agar pembaca mengetahui tantangan dalam mendiagnostik HIV.
2. Agar pembaca mengetahui pendekatan klinis pada orang yang terjangkit HIV.
3. Agar pembaca mengetahui test yang ideal bagi penderita HIV.
4. Agar pembaca mengetahui pemeriksaan yang lazim untuk penderita HIV saat
ini
BAB II
ISI

A. Tantangan mendiagnosis infeksi HIV pada bayi

Kebanyakan infeksi HIV pada anak akibat penularan HIV dari ibu-ke-bayi (mother-
to-child transmission/MTCT), yang dapat terjadi selama kehamilan dan persalinan, atau
selama menyusui. Walau sudah banyak kemajuan dan penerapan intervensi pencegahan
penularan HIV dari ibu-ke-bayi yang efektif di negara berkembang, hampir 2.000 bayi
terinfeksi HIV setiap hari melalui MTCT di negara miskin sumber daya.1 Pada 2006, ada
kurang lebih 2,3 juta anak terinfeksi HIV di seluruh dunia. Jumlah ini diduga tetap akan
meningkat dalam waktu dekat karena beberapa alasan. Saat ini, kurang dari 10% ibu hamil
yang terinfeksi HIV di negara miskin sumber daya menerima profilaksis antiretroviral (ARV)
untuk pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi (prevention of mother-to-child
transmission/PMTCT). Walaupun layanan profilaksis ARV ditingkatkan secara luar biasa,
infeksi HIV pada anak akan terus meningkat kecuali ada peningkatan layanan pencegahan
infeksi HIV baru pada perempuan secara bersamaan, perbaikan akses pada keluarga
berencana (KB), dan perluasan ketersediaan pengobatan antiretroviral (ART) untuk ibu yang
membutuhkannya.
Serupa dengan orang dewasa, anak yang terinfeksi HIV menanggapi ART dengan
baik. Tetapi, pengobatan semacam ini paling efektif apabila dimulai sebelum anak jatuh sakit
(artinya, sebelum pengembangan penyakit lanjut). Tanpa ART, pengembangan infeksi HIV
sangat cepat pada bayi dan anak. Di rangkaian miskin sumber daya, kurang lebih 30% anak
terinfeksi HIV yang tidak diobati meninggal sebelum ulang tahunnya yang pertama dan lebih
dari 50% meninggal sebelum mereka mencapai usia dua tahun.4 Infeksi HIV pada anak yang
tidak diobati juga mengakibatkan pertumbuhan yang tertunda dan keterbelakangan mental
yang tidak dapat disembuhkan oleh ART. Oleh karena itu penting untuk mendiagnosis bayi
yang terpajan HIV sedini mungkin untuk mencegah kematian, penyakit dan penundaan
pertumbuhan dan pengembangan mental. Karena biayanya yang murah, kemudahan untuk
memakainya, dan kemampuan untuk menyediakan hasil secara cepat, tes antibodi cepat
adalah yang paling umum dipakai untuk mendiagnosis infeksi HIV di negara miskin sumber
daya. Tetapi, karena antibodi HIV melewati plasenta selama kehamilan, semua bayi yang
terlahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan menerima antibodi dari ibu saat di rahim dan hasil
tes antibodi akan positif saat lahir tidak tergantung pada status infeksi HIV-nya sendiri.
Antibodi dari ibu baru hilang seluruhnya 12-18 bulan setelah kelahiran, oleh karena itu semua
tes antibodi pada bayi terpajan HIV yang dilakukan sebelumnya tidak dapat diandalkan.5,6
Kesulitan lain untuk mendiagnosis infeksi HIV pediatrik pada bayi di negara miskin sumber
daya adalah pajanan HIV secara terus-menerus pada bayi yang disusui, sehingga menyulitkan
untuk mengecualikan infeksi HIV sampai penyusuan sudah dihentikan secara menyeluruh.
Karena komplikasi ini, kebanyakan tes HIV pada bayi di negara miskin sumber daya
dilakukan dengan memakai tes antibodi cepat pada usia 18 bulan. Tetapi, pada usia ini,
banyak bayi yang terinfeksi sudah meninggal dan lebih banyak lagi yang mungkin sudah
hilang. Sebuah tes HIV yang murah dan mudah dipakai dan dapat diandalkan untuk bayi
terpajan HIV yang berusia kurang dari 18 bulan dibutuhkan secara mendesak. Tes semacam
ini dapat mencegah jutaan kematian dini terkait HIV.

B. Pendekatan klinis pada diagnosis

Para dokter di negara miskin sumber daya yang tidak mempunyai kemampuan untuk
mendiagnosis bayi di bawah usia 18 bulan yang terinfeksi HIV dengan kepastian dapat
memakai pendekatan klinis, misalnya algoritme yang diuraikan dalam Integrated
Management of Childhood Illnesses (IMCI) untuk memandu keputusan perawatan dan
pengobatan mereka.7,8 Algoritme ini melatih petugas kesehatan untuk mengenali tanda-tanda
umum infeksi HIV pada anak, contohnya pembengkakan parotis atau pneumonia.
Ada keraguan mengenai manfaat algoritme ini, terutama karena bayi yang terinfeksi
HIV mungkin tidak bergejala untuk jangka waktu yang cukup lama. Dalam “surat pembaca”
yang mengkritik algoritme IMCI, kelompok dokter dari Afrika Selatan membahas
pengalaman mereka waktu menerapkan pedoman IMCI secara retrospektif di Afrika Selatan
pada bayi yang terlibat dalam penelitian PMTCT.9 Mereka menemukan bahwa hanya 17%
bayi yang terinfeksi akan didiagnosis saat berusia enam minggu, dan hanya 50% saat berusia
12 bulan, secara bermakna lebih rendah dibandingkan angka 70% yang ditemukan pada
penelitian sebelumnya yang mempromosikan penggunaan algoritme.10 Alternatif pada
diagnosis adalah menunggu sampai bayi menunjukkan tanda-tanda infeksi HIV lanjut, tetapi
ART lebih mungkin gagal bila dimulai pada pasien dengan penyakit HIV lanjut dibandingkan
bila dimulai pada pasien yang tidak bergejala.

C. Tes yang ideal


Tes diagnostik yang ideal untuk bayi yang terpajan HIV akan memenuhi kriteria sebagai
berikut:
• Mempunyai spesifitas >99% untuk semua subtipe HIV, dan sensitivitas >98%.
• Petugas kesehatan dapat melakukan tes pada darah kering (dried blood spot/DBS) yang
diteteskan
pada kertas filter.
• Tes harus murah, sederhana dan teknologi yang mudah dirawat, dengan peralatan dan suku
cadang
yang mudah diperoleh.
• Tes memakai reagen yang murah dan tidak perlu disimpan di kulkas.
• Metodologi tes mudah diajarkan dan dapat dilakukan tanpa pelatihan secara besar-besaran.
• Harga tes tidak lebih dari dua dolar AS.
• Hasil tes tidak dipengaruhi oleh ART yang dipakai oleh ibu untuk infeksi HIV selama
kehamilan atau profilaksis ARV pada ibu atau bayi untuk mencegah MTCT.
Saat ini, belum ada tes tunggal untuk diagnosis infeksi HIV yang memenuhi seluruh kriteria
tersebut. Sensitivitas tes adalah kemungkinannya untuk menyediakan hasil tes infeksi HIV
yang positif bila infeksi benar-benar ada. Semakin spesifik tes, proporsi hasil tes negatif palsu
berkurang. Spesitivitas tes adalah kemungkinannya untuk menyediakan hasil tes infeksi HIV
yang negatif bila infeksi HIV benar-benar tidak ada. Semakin spesifik tes, proporsi hasil tes
positif palsu berkurang.

1. Diagnostik klinik
Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV. Oleh karena
itu, darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa
kandungan HIV-nya. Tes HIV umum, termasuk imuno-assay enzim HIV dan pengujian
Western blot mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau
urin pasien. Namun demikian, window periode (periode antara infeksi dan perkembangan
antibodi yang dapat dideteksi melawan infeksi) dapat bervariasi. Hal ini menjelaskan
mengapa dapat membutuhkan waktu 3-6 bulan untuk serokonversi dan tes positif. Ada pula
tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA agar dapat
mendeteksi infeksi HIV sebelum perkembangan antibodi yang dapat dideteksi. Metode-
metode penetapan tersebut tidak secara spesifik disetujui untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi
telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.
Secara umum diagnosis HIV/AIDS terbagi atas dua, yaitu diagnosis dini infeksi HIV
dan diagnosis HIV menjadi AIDS. Keduanya akan dijelaskan sebagai berikut:

2. Diagnosis Dini Infeksi HIV


Kebanyakan infeksi HIV pada anak akibat penularan HIV dari ibu-ke-bayi (mother-
to-child transmission/MTCT), yang dapat terjadi selama kehamilan dan persalinan, atau
selama menyusui. Walau sudah banyak kemajuan dan penerapan intervensi pencegahan
penularan HIV dari ibu-ke-bayi yang efektif di negara berkembang, hampir 2.000 bayi
terinfeksi HIV setiap hari melalui MTCT di negara miskin sumber daya. Pada 2006, ada
kurang lebih 2,3 juta anak terinfeksi HIV di seluruh dunia. Jumlah ini diduga tetap akan
meningkat dalam waktu dekat karena beberapa alasan. Saat ini, kurang dari 10% ibu hamil
yang terinfeksi HIV di negara miskin sumber daya menerima profilaksis antiretroviral (ARV)
untuk pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi (prevention of mother-to-child
transmission/PMTCT). Walaupun layanan profilaksis ARV ditingkatkan secara luar biasa,
infeksi HIV pada anak akan terus meningkat kecuali ada peningkatan layanan pencegahan
infeksi HIV baru pada perempuan secara bersamaan, perbaikan akses pada keluarga
berencana (KB), dan perluasan ketersediaan pengobatan antiretroviral (ART) untuk ibu yang
membutuhkannya. Serupa dengan orang dewasa, anak yang terinfeksi HIV menanggapi ART
dengan baik. Tetapi, pengobatan semacam ini paling efektif apabila dimulai sebelum anak
jatuh sakit (artinya, sebelum pengembangan penyakit lanjut). Tanpa ART, pengembangan
infeksi HIV sangat cepat pada bayi dan anak. Di rangkaian miskin sumber daya, kurang lebih
30% anak terinfeksi HIV yang tidak diobati meninggal sebelum ulang tahunnya yang pertama
dan lebih dari 50% meninggal sebelum mereka mencapai usia dua tahun. Infeksi HIV pada
anak yang tidak diobati juga mengakibatkan pertumbuhan yang tertunda dan keterbelakangan
mental yang tidak dapat disembuhkan oleh ART. Oleh karena itu penting untuk mendiagnosis
bayi yang terpajan HIV sedini mungkin untuk mencegah kematian, penyakit dan penundaan
pertumbuhan dan pengembangan mental. Karena biayanya yang murah, kemudahan untuk
memakainya, dan kemampuan untuk menyediakan hasil secara cepat, tes antibodi cepat
adalah yang paling umum dipakai untuk mendiagnosis infeksi HIV di negara miskin sumber
daya. Tetapi, karena antibodi HIV melewati plasenta selama kehamilan, semua bayi yang
terlahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan menerima antibodi dari ibu saat di rahim dan hasil
tes antibodi akan positif saat lahir tidak tergantung pada status infeksi HIV-nya sendiri.
Antibodi dari ibu baru hilang seluruhnya 12-18 bulan setelah kelahiran, oleh karena itu semua
tes antibodi pada bayi terpajan HIV yang dilakukan sebelumnya tidak dapat diandalkan.
Kesulitan lain untuk mendiagnosis infeksi HIV pediatrik pada bayi di negara miskin sumber
daya adalah pajanan HIV secara terus-menerus pada bayi yang disusui, sehingga menyulitkan
untuk mengecualikan infeksi HIV sampai penyusuan sudah dihentikan secara menyeluruh.
Karena komplikasi ini, kebanyakan tes HIV pada bayi di negara miskin sumber daya
dilakukan dengan memakai tes antibodi cepat pada usia 18 bulan. Tetapi, pada usia ini,
banyak bayi yang terinfeksi sudah meninggal dan lebih banyak lagi yang mungkin sudah
hilang. Sebuah tes HIV yang murah dan mudah dipakai dan dapat diandalkan untuk bayi
terpajan HIV yang berusia kurang dari 18 bulan dibutuhkan secara mendesak. Tes semacam
ini dapat mencegah jutaan kematian dini terkait HIV. Tujuan deteksi dini HIV pada dasarnya
ada dua, yakni sebagai intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjang
dan untuk menghambat perjalanan penyakit ke arah AIDS.
Dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:
Langsung: biakan virus dari darah, isolasi virus dari sample, umumnya menggunakan
mikroskop elektron dan deteksi gen virus. Yang paling sering digunakan adalah PCR
(Polymerase Chain Reaction).
Tidak Langsung: dengan melihat respons zat anti yang spesifik, misalnya dengan tes ELISA,
Western Blot, Immunofluoren Assay (IFA), dan Radio Immunoprecipitation Assay (RIPA)
D. Berikut ini pemeriksaan/tes yang lazim dilakukan:
1. Biakan HIV dari darah
Di awal epidemi HIV, biakan HIV dalam darah dipakai untuk mendeteksi infeksi HIV
dan untuk mengukur jumlah virus dalam darah secara langsung. Biakan HIV juga dipakai
untuk mendiagnosis bayi dan sebagai cara untuk menentukan tingkat keparahan infeksi dan
tanggapan selanjutnya terhadap pengobatan pada orang dewasa dan anak. Walaupun tes ini
sensitif dan spesifik, serta dapat dipakai untuk menghitung viral load pasien, metode ini
belum pernah dipakai secara skala besar untuk mendiagnosis karena teknik tes yang rumit
dan membutuhkan reagen dan peralatan yang mahal, waktu tes laboratorium yang lama, dan
banyak darah. Sebagai tambahan, membutuhkan hampir tujuh hari untuk mendapatkan hasil
dan karena biakan virus mengandung HIV yang aktif diperlukan peralatan biohazard khusus.
 Biakan HIV dalam darah digunakan untuk:
1. mendeteksi infeksi HIV
2. mengukur jumlah virus dalam darah secara langsung
3. mendiagnosis bayi
4. menentukan tingkat keparahan infeksi dan tanggapan selanjutnya terhadap
pengobatan pada orang dewasa dan anak.

Metode ini belum pernah dipakai secara skala besar untuk mendiagnosis karena
teknik tes yang rumit dan membutuhkan reagen dan peralatan yang mahal, waktu tes
laboratorium yang lama, dan banyak darah.
2. Tes Antigen P24
3. Periksaan ELISA
4. Periksaan western bloat
5. PCR (Polymerace Chain Reaction)

BAB III
KESIMPULAN

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala


penyakit akibat adanya penurunan immunitas / zat kekebalan tubuh yg disebabkan
oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) dgn tanda/ gejala penderita mudah
terserang infeksi & kanker. Penularan virus HIV dapat terjadi melalui : tranfusi darah
yang mengandung HIV, jarum suntik atau alat tusuk lain (akupunktur, tato, tindik)
bekas dipakai oleh pengidap HIV,hubungan seksual dengan pengidap HIV , ibu hamil
pengidap HIV kepada janinnya .Pemeriksaan yang dilakukan untuk test HIV sebagai
berikut: Biakan HIV dari darah, Tes Antigen P24, Pemeriksaan ELISA,
Pemeriksaan western bloat, PCR (Polymerace Chain Reaction)

DAFTAR PUSTAKA
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: epidomologi, penularan, pencegahan. Dan
pemberantasannya. Jakarta: erlangga medica series.
Ermin, Tati.Penatalaksanaan Syok Septik pada anak. Dalam: Simposium Nasional
Perinatologi dan Pediatri Gawat Darurat. Banjarmasin: IDAI Kalimantan Selatan.
2005
Mansjoer, Sepsis dalam: Kapita Selecta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI, 2000.

Anda mungkin juga menyukai