Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu
unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai
sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan
periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian
bayi (Safrina, 2011).
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup.
Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal,
setiap lima menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Adapun penyebab
kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia yang merupakan
penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) (Depkes RI, 2008).
Faktor yang menyebabkan kejadian Asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia
ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (DepKes RI, 2009).
Kehamilan pada usia yang terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria
kehamilan risiko tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan
morbiditasdan mortalitas pada ibu maupun janin (Widiprianita, 2010).
Bayi baru lahir dengan asfiksia merupakan salah salah satu faktor risiko
yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap kematian bayi
khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi baru lahir yang asfiksi sangat
rentan terpengaruh bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi,
kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan
dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit
kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan
persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat
memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar

1
diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam
menanganan kondisi kegawatdaruratan.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk
membahas mengenai aspiksia secara lebih lanjut meliputi konsep dasar
aspiksia hingga askep pada bayi dengan aspiksia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi aspiksia?
2. Sebutkan Klasifikasi Asfiksia ?
3. Apa saja Tanda dan Gejala Aspiksia?
4. Bagaimana Etiologi Aspiksia?
5. Bagaiamana Patofisiologi Aspiksia?
6. Bagaimana Komplikasi pada Aspiksia?
7. Bagaimana Penatalaksanaan pada Aspiksia?
8. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik pada Aspiksia?
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada Asfiksia ?
10. Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada Asfiksia?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah, untuk :
1. Untuk mengetahui Definisi Aspiksia.
2. Untuk mengetahui Klasifikasi Asfiksia.
3. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Aspiksia.
4. Untuk mengetahui Etiologi Aspiksia.
5. Untuk mengetahui Patofisiologi Aspiksia.
6. Untuk mengetahui Komplikasi pada Aspiksia.
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan pada Aspiksia.
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Aspiksia.
9. Untuk mengetahui konsep dasar teori Asfiksia.
10. Untuk mengetahui aplikasi asuhan keperawatan Asfiksia.

2
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi penulis, dapat mengetahui dan memahami konsep dasar teori dari
Asfiksia yang meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala, cara
menilai serta cara mencegah asfiksia pada neonatus.
2. Bagi pembaca, dapat menambah wawasan mengenai materi keperawatan
anak mengenai asfiksia dan dapat menjadikan makalah ini sebagai acuan
dalam pembelajaran baik disekolah ataupun penambahan pengetahuan
umum.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi aspiksia neonatorum


Menurut Hidayat (2008) asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi
dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir dan keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea, sampai asidosis
Menurut Broker (2008) asfiksia adalah kurangnya oksigen yang
mencapai otak sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran dan jika tidak di
lakukan penanganan yang efektif, pada akhirnya menyebabkan kematian.
Berdasarkan Depkes RI (2005) asfiksia neonatorum adalah kegagalan
bernapas secara spontan dan teratur segera atau beberapa saat setelah lahir.
Secara klinik ditandai dengan sianosis, bradikardi, hipotonia, dan tidak ada
respon terhadap rangsangan, yang secara objektif dapat dinilai dengan skor
APGAR. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan
asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama terjadi pada bayi dengan
asfiksia adalah depresi susunan saraf pusat dengan kriteria menurut WHO
tahun 2008 didapatkan adanya gangguan neurologis berupa Hypoxic
Ischaemic Enchepalopaty (HIE), akan tetapi kelainan ini tidak dapat
diketahui dengan segera.
Menurut Nurarif (2013) asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau
persalinan. Asfixia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh penyakit infeksi
akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia
berat, cacat bawaan, atau trauma. Sementara itu, asfiksia dalam persalinan
disebabkan oleh partus yang lama, ruptura uteri, tekanan terlalu kuat kepala
anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius yang terlalu banyak dan
pada saat yang tidak tepat, plasenta previa, solusia plasenta, serta plasenta tua
/serotinus.
Kesimpulannya bahwa asfiksia adalah kurangnya suplai oksigen yang
mencapai otak, sehingga bayi tidak dapat bernapas dengan spontan dan tidak
teratur segera setelah lahir.

4
2.2 Klasifikasi Asfiksia Neonatorum
Menurut Zahiyyah (2016) berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse,
Grimace, Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
A. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
Nilai apgar 0-3 memerlukan resusitasi segera secara aktif dan
terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung
fetus menghilang tidak lebih dari 20 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang. Pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
B. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
Nilai apgar 4-6 memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen
sampai bayi dapat bernafas normal kembali. Pada pemeriksaan fisik
akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang
baik atau baik, sianosis.
C. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
D. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Tabel 1.1 Nilai APGAR
Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut Jantung Tidak ada <100 >100
Warna Kulit Biru atau Pucat Tabuh merah Merah jambu
jambu dan
kaki, tangan
biru
Gerakan/tonus Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
otot
Refleks Tidak ada Lemah/lambat Kuat

Nilai apgar mempunyai hubungan erat dengan beratnya asfiksia dan


biasanya dinilai satu menit dan lima menit setelah bayi lahir. Angka

5
ini penting artinya dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk
menentukan cara resusitasi yang akan dikerjakan.
Observasi dan periksa :
A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan
stetoskop atau palpasi denyut jantung dengan jari.
G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua
tumit kaki bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau
perhatikan reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan
reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan
kaki dan tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan
bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap
rangsangan tersebut.
R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi.
Perhatikan pernapasannya.

2.3 Tanda dan Gejala


Rahmaharyanti (2014), tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari
saat kehamilan hingga kelahiran bayi yang berupa :
A. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari
100x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang
asfiksia
3. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam
gawat
B. Pada bayi setelah lahir
1. Bayi pucat dan kebiru-biruan
2. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3. Hipoksia

6
4. Asidosis metabolik atau respiratori
5. Perubahan fungsi jantung
6. Kegagalan sistem multiorgan
7. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologik, kejang, nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada
mata yang terdiri dari tremor kecil yang cepat ke satu arah dan
yang lebih besar, lebih lambat, berulang-ulang ke arah yang
berlawanan) dan menangis kurang baik/tidak baik.

2.4 Etiologi
Berdasarkan Nurarif (2013) Asfiksia dapat terjadi karena beberapa
faktor yaitu :
A. Faktor ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu
melalui plasenta berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga
berkurang dan dapat menyebabkan gawat janin dan akhirnya
terjadilah asfiksia. Berikut merupakan keadaan-keadaan yang dapat
menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir.
1. Preeklamsia dan eklamsia
2. Demam selama persalinan
3. Kehamilan postmatur
4. Hipoksia ibu
5. Gangguan aliran darah fetus, meliputi :
a. gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani
uteri
b. hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c. hipertensi pada penyakit toksemia
6. Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini
B. Faktor plasenta
Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan
oksigen melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami
asfiksia.

7
1. Abruptio plasenta
2. Solutio plasenta
3. Plasenta previa
C. Faktor fetus
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun
tanpa didahului tanda gawat janin.
1. Air ketuban bercampur dengan mekonium
2. Lilitan tali pusat
3. Tali pusat pendek atau layu
4. Prolapsus tali pusat
D. Faktor persalinan
Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu :
1. Persalinan kala II lama
2. Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang
berlebihan sehingga menyebabkan depresi pernapasan pada bayi.
E. Faktor neonatus
Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia
yaitu:
1. Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi
posterm
2. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, forsep)
3. Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis
saluran pernapasan, hipoplasi paru, dll.
4. Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial.

8
2.5 Patofisiologi

Paralisis pusat pernapasan Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain : obat-obatan
pusat, presentasi janin
abnormal

ASFIKSIA

Paru-paru terisi cairan

Janin kekurangan
O2 dan kadar CO2 Bersihan Jalan Napas
meningkat Tidak Efektif

Napas cepat Suplai O2 dalam Suplai O2 dalam Gangguan metabolisme dan


darsh menurun paru menurun perubahan asam basa

Apneu
Pola Nafas Asidosis respiratorik
Tidak
Efektif Kerusakan otak Resiko
DJJ dan TD ketidakseimbang Gangguan perfusi-ventilasi
menurun an suhu tubuh

Gangguan Pertukaran Gas


Kematian bayi
Janin tidak bereaksi
terhadap rangsangan

Gambar 1. Bagan Patofisiologi Asfiksia

9
2.6 Komplikasi
Berdasarkan Nurkhasanah (2015) komplikasi yang muncul pada asfiksia
neonatus antara lain :
A. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang
telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah
ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.
B. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini
curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti
mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
C. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
D. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.

10
2.7 Penatalaksanaan
Asfiksia merupakan kejadian kegawatan pada janin sehingga
memerlukan tindakan yang cepat. Adapun prosedur pertolongan bayi dengan
asfiksia adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005):

PENILAIAN :
Bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap-megap

LANGKAH AWAL (dilakukan dalam 30 detik) :


1). Jaga bayi tetap hangat, 2). Atur posisi bayi : leher agak ekstensi, 3). Isap lendir,
4). Keringkan dan rangsang taktil, 5). Reposisi
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

Ya Tidak

VENTILASI :
1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan
2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi
3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20
cm air dalam 30 detik
------------------------------------------------------------------------------------------
Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

Ya Tidak

Lanjutkan ventilasi, hentikan tiap 30 detik


--------------------------------------------------------------------------
Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan
teratur

Ya Tidak

ASUHAN PASCA RESUSITASI : Setelah ventilasi selama 2 menit tidak berhasil, siapkan
1. Jaga bayi agar tetap hangat rujukan
2. Lakukan pemantauan
3. Konseling
4. Pencatatan Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernapas,
hentikan ventilasi setelah 20 menit

Konseling dukungan emosional dan pencatatan bayi


meninggal

11
Pada pertolongan persalinan, setiap petugas perlu mengetahui apakah
bayi mempunyai resiko mengalami asfiksia. Pada keadaan tersebut, bicarakan
dengan ibu dan keluarganya kemungkinan diperlukannya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, pada keadaan tanpa faktor resiko pun beberapa bayi dapat
mengalami asfiksia. Oleh karena itu, petugas harus siap melakukan resusitasi
bayi setiap melakukan pertolongan persalinan (Depkes RI, 2005).
Tahap persiapan meliputi (Depkes RI, 2005):
A. Persiapan keluarga
Bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi pada ibu dan bayi sebelum menolong persalinan.
B. Persiapan tempat
Tempat untuk resusitasi harus hangat, terang, rata, keras, bersih, kering,
sebaiknya dekat pemancar panas, dan tidak berangin.
C. Persiapan alat resusitasi
Alat yang digunakan meliputi :
1. Kain ke 1 : untuk mengeringkan bayi
2. Kain ke 2 : untuk membungkus bayi
3. Kain ke 3 : untuk mengganjal bahu bayi
4. Alat pengisap lendir DeLee
5. Tabung dan sungkup
6. Kotak alat resusitasi
7. Handscun
8. Stopwatch atau jam tangan
D. Persiapan diri
Penolong harus mencuci tangan dan menggunakan APD sebelum
menolong persalinan.
Keputusan melakukan resusitasi dinilai dari kondisi bayi tidak
bernapas atau bernapas megap-megap. Selain itu, resusitasi juga
dilakukan jika air ketuban bercampur dengan mekonium. Dalam
manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan
keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan hanya satu kali.
Pada setiap tahapan manajemen asfiksia senantiasa dilakukan penilaian

12
untuk membuat keputusan, tindakan apa yang tepat untuk dilakukan
(Depkes RI, 2005).
Setelah dilakukan resusitasi, maka bayi baru lahir dengan asfiksia
diberikan asuhan pasca resusitasi. Asuhan pasca resusitasi merupakan
perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai
dengan hasil resusitasi, meliputi (Depkes RI, 2005):
A. Bila resusitasi berhasil
Hal yang pertama kali dilakukan setelah resusitasi berhasil yaitu
memindahkan bayi ke ruangan bayi dan menjaga bayi agar tetap hangat.
Kemudian lakukan monitoring tanda-tanda vital secara berkala. Lakukan
juga pemeriksaan analisa gas darah, kadar gula darah, hematokrit, dan
kadar kalsium.
Sementara itu, berikan konseling kepada ibu terkait pemberian ASI,
menjaga kehangatan bayi dengan teknik Kangoroo Mother Care, dan
jelaskan kepada ibu bagaimana tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir.
Selain itu, selalu monitor warna kulit, suhu, dan respirasi rate minimal
pada dua jam pertama, serta lakukan pencatatan atau dokumentasi.
B. Bila perlu rujukan
Bayi perlu rujukan jika :
1. RR < 30x per menit, atau > 60x per menit
2. Adanya tarikan dinding dada
3. Bayi merintih (ada bunyi napas saat ekspirasi) atau megap-megap (ada
bunyi napas saat inspirasi)
4. Tubuh bayi pucat atau kebiruan
5. Bayi lemas
Siapkan surat rujukan dan lakukan pencatatan atau dokumentasi setiap
kali selesai melakukan tindakan.
C. Bila resusitasi tidak berhasil
1. Lakukan konseling berupa pemberian dukungan moral kepada
keluarga yang kehilangan. Ibu akan merasa sedih, bahkan menangis.
Perubahan hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan

13
perasaan ibu sangat sensitif. Jelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa
ibu memerlukan istirahat, dukungan moral, dan makanan bergizi.
2. Berikan asuhan tindak lanjut berupa kunjungan nifas.
3. Lakukan pencatatan atau dokumentasi
Berdasarkan Depkes RI (2001) ada beberapa hal yang tidak dianjurkan
dilakukan terhadap bayi dengan asfiksia. Berikut adalah tindakan-tindakan
yang sebaiknya dihindari saat melakukan pertolongan kepada bayi dengan
asfiksia beserta akibat yang ditimbulkannya:
Tabel 3. Tindakan yang Tidak Dianjurkan dan Akibat yang Mungkin
Ditimbulkannya
TINDAKAN AKIBAT
Menepuk bokong Trauma dan melukai
Menekan rongga dada Fraktur, pneumototaks, gawat
napas, kematian
Menekankan paha ke perut bayi Ruptura hepar atau lien,
perdarahan
Mendilatasi sfingter ani Robek atau luka pada sfingter
Kompres dingin atau panas Hipotermi, luka bakar
Meniupkan oksigen atau udara dingin Hipotermi
ke muka atau tubuh bayi
Berdasarkan Berglund dkk (2008) dinyatakan bahwa kepatuhan
terhadap protap penatalaksanaan atau manajemen asfiksia bayi baru lahir
masih rendah dan harus ditingkatkan, terutama menyangkut tindakan
ventilasi. Pendokumentasian juga harus diperbaiki agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan.
Berdasarkan Depkes RI (2005) penatalaksanaan dari sisi
medikamentosa dapat dilakukan dengan :
A. Cairan penambah volume darah
Cairan diberikan jika bayi terlihat pucat, kehilangan darah, dan atau tidak
memberikan respon yang memuaskan terhadap resusitasi. Cairan yang
dipakai dapat berupa garam fisiologis (dianjurkan), ringer laktat, dan

14
dapat juga berupa darah O-negatif dengan dosis 10 ml/kgBB/5-10 menit
melalui jalur vena umbilikalis.
B. Epinefrin
Epinefrin diberikan setelah VTP (ventilasi tekanan positif) 30 detik dan
VTP+kompresi dada selama 30 detik tidak memberikan hasil positif
sehingga frekuensi jantung tetap > 60 kali per menit. Dosis yang
diberikan sebanyak 0,1 s.d. 0,3 ml/kgBB melalui rute IV dengan
pengenceran 1 : 10.000 dan diberikan secepat mungkin.
C. Natrium bikarbonat
Hanya diberikan jika dicurigai terjadinya asidosis metabolik atau terbukti
sudah terjadi asidosis metabolik. Dosis pemberian yaitu sebanyak 2
mEq/kgBB (larutan 4,2%) melalui jalur vena umbilikus dengan
kecepatan < 1 mEq/kgBB/menit. Natrium bikarbonat tidak boleh
diberikan jika ventilasi masih belum adekuat.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Berdasarkan William (2004) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
diantaranya yaitu:
A. Analisa Gas Darah (AGD) : pH kurang dari 7,20
B. Penialaian APGAR score, meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha
napas, tonus otot, dan reflek
C. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) dan CT-Scan jika sudah timbul
komplikasi
D. Pengkajian spesifik

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor

15
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan,
data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
2. Keluhan utama
Merupakan dorongan penyebab pasien dirawat. Keluhan utama pada
penderita yaitu tidak langsung menangis dan tidak segera bernapas
spontan dan teratur
3. Riwayat penyakit sekarang
Kaji apakah bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung bayi
dan tekanan darah menurun, bayi nampak sianosis dan gerakan
ekstremitas fleksi sedikit dan gerakan reflexs sedikit segera setelah bayi
tersebut dilahirkan.
4. Riwayat Kesehatan masa lalu:
a. Prenatal care
1) Pemeriksaan kehamilan
2) Keluhan selama hamil
3) Kenaikan BB selama hamil
b. Natal
1) Tempat melahirkan
2) Jenis persalinan
3) Penolong persalinan
4) Kesulitan lahir normal
c. Post natal
1) Kondisi bayi
2) Bayi mengalami nafas lambat, denyut jantung bayi menurun
3) Bayi tidak mengalami kemerahan dan nampak pucat.
4) Gerakan reflex sedikit dan tonus otot bayi menurun.

16
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan Fisik
a. Berat Badan Lahir
b. Tinggi Badan
c. Lingkar kepala
d. Lingkar dada
e. Lingkar lengan atas
f. Lingkar perut
6. Reaksi Hospitalisasi
Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
a. Orang tua mengatakan merasa cemas dan kawatir mengenai keadaan
bayinya.
b. Orang tua selalu menanyakan apakah sakit bayinya dapat sembuh.
c. Orang tua berharap agar anaknya cepat sembuh.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110-180 kali per menit. Tekanan
darah 60-80 mmHg sistolik dan 40-45 mmHg diastolik
1) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediasternum pada ruang intercostae
III/IV
2) Mur-mur biasanya terjadi pada selama beberapa jam pertama
kehidupan
3) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena
b. Eleminasi
Dapat berkemih saat lahir
c. Makanan atau cairan (status nutrisi)
1) Berat badan : 2500-4000 gram
2) Panjang badan : 44-45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai dengan gestasi).
d. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas

17
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma)
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemia, atau efek
nekrotik)
e. Pernapasan
1) APGAR score optimal : antara 7 s.d. 10
2) Rentang RR normal dari 30-60 kali per menit, pola periodik dapat
terlihat
3) Bunyi napas bilateral, kadang-kadang krekels umum awalnya
silidrik thorax : kertilago xifoid menonjol umum terjadi.
f. Keamanan
Suhu normal pada 36,5-37,5 0C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi
g. Kulit
Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan kulit pada tangan atau kakai
dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-
belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan
forseps), atau perubahan warna herliquin, petekie pada kepala atau
wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal), bercak portuine, telengiektasis (
kelopak mata, antara alis dan mata, atau pada nukhal), atau bercak
mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat.
Abrasi kulit kepala mungkin ada (penampakan elektroda internal).
B. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
4. Hipotermi b.d terpapar suhu lingkungan rendah.

18
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah diberikan Air Way 1. Sebagai
nafas tidak asuhan Management: indicator
efektif b.d keperawatan 1. Kaji tanda adanya
sekresi yang selama ...x 24 jam vital- gangguan dlm
tertahan diharapkan klien pernafasan, system
memperlihatkan nadi, tekanan pernafasan.
bersihan jalan darah. 2. Berguna
nafasnya efektif, 2. Kaji dalam evaluasi
dengan kriteria : frekuensi, derajat distress
1. menunjukan kedalaman pernafasan
kemampuan pernafasan adan/atau
mengeluarkan dan tanda- kronisnya
secret. tanda proses
2. menunjukan sianosis penyakit.
frekuensi setiap 2 jam. Sianosis
irama 3. Dorong mungkin
pernapasan pengeluaran perifer
normal. sputum, (terlihat pada
3. tidak pengisapan kuku) atau
menunjukan (suction) bila sentral
suara napas diindikasikan (terlihat
tambahan dan . sekitar bibir
penggunaan 4. Observasi dan atau
otot bantu tingkat telinga).
napas. kesadaran, Keabu-abuan
selidiki dan sianosis
adanya sentral
perubahan. mengindikasik
5. Kolaborasi an beratnya

19
dengan tim hipoksemia.
medis 3. Kental, tebal
pemberian dan banyaknya
O2 sesuai sekresi adalah
dengan sumber utama
indikasi gangguan
pertukaran gas
pada jalan
nafas kecil,
pengisapan
dibutuhkan
bila batuk
tidak efektif.
4. Gelisah dan
ansietas adalah
manifestasi
umum pada
hipoksia,
GDA
memburuk
disertai
bingung/somn
olen
menunjukkan
disfungsi
serebral yang
berhubungan
dengan
hipoksemia.
5. Dapat
memperbaiki
/mencegah

20
memburuknya
hipoksia.
2 Pola nafas Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Kecepatan
tidak efektif tindakan frekuensi, biasanya
b.d keperawatan kedalaman meningkat
hipoventilasi selama…X 24 pernafasan apabila
jam, diharapkan dan ekspansi terjadi
pola napas bayi dada. peningkatan
efektif dengan 2. Catat upaya kerja nafas
kriteria: pernafasan, 2. Penggunaan
1. Pernapasan termasuk otot bantu
pasien 30-60 penggunaan pernafasan
x/menit. otot bantu sebagai
2. Pengembanga pernafasan akibat dari
n dada 3. Auskultasi penigkatan
simetris. bunyi nafas kerja nafas
3. Irama dan catat 3. Bunyi nafas
pernapasan adanya bunyi menurun/tak
teratur. nafas seperti ada bila jalan
4. Tidak ada mengi, nafas
retraksi dada krekels,dll obstruksi dan
saat bernapas. 4. Tinggikan adanya bunyi
5. Inspirasi kepala bayi nafas ronki
dalam tidak dan bantu dan mengi
ditemukan mengubah menandakan
6. Saat bernapas posisi adanya
tidak memakai 5. Berikan kegagalan
otot napas oksigen pernafasan
tambahan. tambahan 4. Untuk
7. Bernapas memungkink
mudah tidak an ekspansi
ada suara paru dan

21
napas memudahkan
tambahan. pernafasan.
5. Memaksimal
kan bernafas
dan
menurunkan
kerja nafas
3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Berguna
pertukaran gas tindakan frekuensi, dalam
b/d keperawatan kedalaman evaluasi
ketidakseimba selama ..x24 jam pernapasan. derajat
ngan ventilasi- diharapkan 2. letakkan bayi distress
perfusi. pertukaran gas terlentang pernapasan
teratasi. Kriteria dengan alas dan
hasil : yang datar, kronisnya
1. Tidak sesak kepala lurus, proses
napas. dan leher penyakit.
2. Fungsi paru sedikit 2. Pengiriman
dalam batas tengadah/eks oksigen
normal. tensi dengan dapat
meletakkan diperbaiki
bantal atau dengan
selimut di posisi duduk
atas bahu tinggi dan
sehingga latihan napas
bahu untuk
terangkat 2-3 menurunkan
cm. kolaps jalan
3. Kaji/awasi napas,
secara rutin dispnea, dan
kulit dan kerja napas.
warna 3. Sianosis

22
membrane mungkin
mukosa.. perifer
4. Dorong (terlihat pada
mengeluarka kuku) atau
n sputum : sentral
penghisapan (terlihat
bila sekitar
diindikasikan bibir/atau
. daun
5. Auskultasi telinga),
bunyi napas, keabu-abuan
catat area dan
penurunan diagnosis
aliran udara sentral
dan/atau mengindikasi
bunyi napas kan beratnya
tambahan. hipoksemia.
6. Awasi 4. Kental.
tingkat Tebal, dan
kesadaran/sta banyaknya
tus mental, sekresi
selidiki adalah
adanya sumber
perubahan. utama
7. Awasi tanda- gangguan
tanda vital pertukaran
dan irama gas pada
jantung. jalan napas
kecil.
5. Bunyi napas
mungkin
reduk karena

23
penurunan
aliran udara
atau
konsolidas.
6. Gelisah dan
ansietas
adalah
manifestasi
klinis umum
pada
hipoksemia,
GDA
memburuk
disertai
bingung.
7. Takikardia,
disritmia,
dan
perubahan
TD dapat
menunjukkan
efek
hipoksemia,
disritmia dan
perubahan
TD dapat
menunjukkan
efek
hipoksemia
sistemik
pada fungsi
jantung

24
4. Hipotermi b.d Setelah dilakukan Fever 1. Mengurangi
terpapar suhu tindakan Treatment: kehilangan
lingkungan keperawatan 1. Pindahkan panas pada
rendah. selama…X 24 bayi dari suhu
jam hipotermi lingkungan lingkungan
teratasi kriteria yang dingin sehingga
hasil: ke tempat meletakkan
1. Suhu axila 36- yang hangat bayi menjadi
37˚ C (di dalam hangat.
2. RR : 30-60 incubator 2. mencegah
X/menit. atau di kehilangan
3. Warna kulit bawah lampu panas tubuh
merah muda sorot). melalui
4. Tidak ada 2. Bila basah konduksi.
distress segera ganti 3. perubahan
respirasi. pakaian bayi suhu tubuh
5. Tidak dengan yang dan warna
menggigil. hangat dan kulit bayi
6. Bayi tidak kering, beri dapat
gelisah selimut. menentukan
7. Bayi tidak 3. Monitor suhu tingkat
letargi bayi dan hipotermia.
perubahan 4. Mencegah
warna kulit. terjadinya
4. Kolaborasi hipoglikemi.
dengan tim
medis untuk
pemberian
infus glukosa
5%bila asi
tidak

25
mungkin
diberikan.

D. Implementasi
Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan
meninjau kembali dari apa yang telah direncanakana atau intervensi
sebelumnya, dengan tujuan utama pada pasien dapat mencakup pola napas
yang efektif, peredaan nyeri, mempertahankan pola eliminasi yang baik,
pemenuhan istirahat tidur yang adekuat, pengurangan kecemasan,
peningkatan pengetahuan
E. Evaluasi
1. Evaluasi formatif
Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap pasien terhadap
respon langsung pada intervensi keperawatan
2. Evaluasi sumatif
Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis analisi mengenai status
kesehatan

26
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Asfiksia adalah kurangnya suplai oksigen yang mencapai otak,
sehingga bayi tidak dapat bernapas dengan spontan dan tidak teratur segera
setelah lahir. Berdasarkan nilai APGAR asfiksia diklasifikasikan menjadi 4,
yaitu: Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 , Asfiksia ringan sedang
dengan nilai APGAR 4-6, Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai
APGAR 7-9, Bayi normal dengan nilai APGAR 10.
Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan
hingga kelahiran bayi. Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu
Faktor ibu, Faktor plasenta, Faktor fetus, Faktor persalinan, Faktor neonatus.
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain yaiyu Edema otak
dan Perdarahan otak, Anuria atau oliguria, Kejang, Koma
Asfiksia merupakan kejadian kegawatan pada janin sehingga
memerlukan tindakan yang cepat. Pada pertolongan persalinan, setiap petugas
perlu mengetahui apakah bayi mempunyai resiko mengalami asfiksia. Oleh
karena itu, petugas harus siap melakukan resusitasi bayi setiap melakukan
pertolongan persalinan
Adapun penatalaksanaan dari sisi medikamentosa dapat dilakukan yaitu
dengan Cairan penambah volume darah, Epinefrin, Natrium bikarbonat.
Sedangkan pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan diantaranya yaitu
Analisa Gas Darah (AGD) : pH < 7,20, Penialaian APGAR score, meliputi
warna kulit, frekuensi jantung, usaha napas, tonus otot, dan reflek,
Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) dan CT-Scan jika sudah timbul
komplikasi dan pengkajian spesifik.
3.2 Saran
Dengan ditulisnya makalah ini nantinya dapat dimanfaatkan secara
optimal terkait dengan pengembangan mata kuliah Keperawatan Anak.
Penulis menyarankan materi-materi yang ada dalam tulisan ini dikembangkan
lebih lanjut agar dapat nantinya menghasilkan tulisan-tulisan yang bermutu.
Demikianlah makalah ini penulis persembahkan, semoga dapat bermanfaat.

27
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2001. Standar Pelayanan Kebidanan, Buku 1. Jakarta :
Depkes RI
Berglund S, dkk. 2008. Neonatal Resuscitation After Severe Asphyxia – A
Critical Evaluation of 177 Swedish Cases. Acta Pediatric : 97; 714-9.
Broker, C. (2008). Ensiklopedia keperawatan. Editor edisi bahasa Indonesia, Tiar,
E. Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk
Bidan. Jakarta : Depkes RI.
Hidayat, A.A.(2008). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan.
Jakarta : Salemba medika
https://www.scribd.com/document/321880874/Klasifikasi-Asfiksia-
Neonatorum. Diakses Rabu, 14 Februari 2018.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2012. Informasi Sesialite Obat Indonesia volume 47.
Jakarta : ISFI Penerbitan.
Karlsson M. 2008. On Evaluation of Organ Damage in Perinatal Asphyxia : an
Experimental and Clinical Studi. Stockholm : Departemen of Clinical
Science and Education Sodersjukhuset.
NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification
2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.
Nurarif AH, Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis, NANDA, dan NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.
Nurkhasanah, Ana. 2015. Askep Asfiksia Neonatus. (Online):
http://www.askepkeperawatan.com/2015/11/askep-asfiksia-
neonatorus.html. Diakses Rabu, 14 Februari 2018
Rahmaharyanti, Rizka. 2014. Lp Asfiksia Neonatorum. (Online):
https://www.scribd.com/document/251813732/Lp-Asfiksia-Neonatorum.
Diakses pada 13 Februari 2018
Zahiyyah. Hani. 2016. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum. (Online):
https://www.scribd.com/document/321880874/Klasifikasi-Asfiksia-Neonatorum.
Diakses pada 13 Februari 2018

28

Anda mungkin juga menyukai