Anda di halaman 1dari 15

REFLEKSI KASUS AGUSTUS, 2018

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Disusun Oleh :
Nama : Riestantya Utami Ningrum
NIM : N 111 18 038

PEMBIMBING KLINIK
dr. Seniwaty Ismail, Sp.KK, FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK
KEGIATAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien : Ny. H B
2. Umur : 53 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jl. Vetran III
6. Pekerjaan : URT
7. Tanggal pemeriksaan : 27 agustus 2018

II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama:
Terdapat bintik-bintik merah pada telapak tangan dan punggung
tangan sebelah kanan, bernanah, agak gatal, nyeri (+)

2. Riwayat penyakit sekarang:


Pasien perempuan usia 53 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
Undata Palu dengan keluhan terdapat bintik-bintik merah berisi nanah
pada telapak tangan dan punggung tangan sebelah kanan. Keluhan ini
sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Awal muncul pertama pada sela-
sela jari tangan dengan bintik kemerahan yang dirasakan sangat gatal sejak
6 bulan yang lalu kemudian pasien mengobatinya dengan obat yang dibeli
diapotik setelah itu sembuh. Kemudian 1 bulan ini keluhan gatal muncul
kembali lalu pasien pergi berobat ke dokter dan diberi obat yang diracik.

2
Kemudian 3 hari yang lalu mulai muncul bintik-bintik yang berisi nanah.
Pasien juga kadang mengeluh gatal (+) ,nyeri (+), riwayat pemakaian
obat-obatan (+).

3. Riwayat penyakit terdahulu:

Riwayat alergi obat disangkal, makanan (-), HT (-), DM (-),


kolestrol (-)

4. Riwayat penyakit keluarga:


Hipertensi (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status generalis:
Kondisi umum : Sakit sedang
Status gizi : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
2. Tanda vital:
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Suhu : 36,80 C
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 92 x/menit
3. Hygiene: Baik
4. Status dermatologis:
Kepala : Tidak terdapat UKK
Wajah : Tidak terdapat UKK
Leher : Tidak terdapat UKK
Ketiak : Tidak terdapat UKK
Perut punggung : Tidak terdapat UKK

3
Bokong : Tidak terdapat UKK
Genitalia : Tidak terdapat UKK
Ekstremitas atas kanan : Terdapat pustul eritematous dengan krusta
dan ekskoriasi dengan bentuk bulat, ukuran
miliar dan disertai edem dan skuama
psoriasiformis
Ekstremitas atas kiri : Terdapat skuama pitiriasiformis
Ekstremitas bawah : Tidak terdapat UKK
Kel. limfa : Tidak dilakukan pemeriksaan.

4
IV. GAMBAR

Gambar 1. Pustul eritematous dengan krusta dan ekskoriasi ukuran miliar dan
berbentuk bulat disertai edem dan skuama psoriasiformis pada telapak tangan
kanan

5
Gambar 2. Terdapat pustule eritematous dan krusta dengan ukuran miliar dan
berbentuk bulat pada punggung tangan kanan

6
Gambar 3. Terdapat skuama pitiriasiformis pada tangan sebelah kiri

V. RESUME
Pasien perempuan usia 53 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
Undata Palu dengan keluhan terdapat bintik-bintik merah berisi nanah
pada telapak tangan dan punggung tangan sebelah kanan. Keluhan ini
sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Awal muncul pertama pada sela-
sela jari tangan dengan bintik kemerahan yang dirasakan sangat gatal sejak
6 bulan yang lalu kemudian pasien mengobatinya dengan obat yang dibeli

7
diapotik setelah itu sembuh. . Kemudian 1 bulan ini keluhan gatal muncul
kembali sehingga pasien pergi berobat ke dokter dan diberi obat yang
diracik. Kemudian 3 hari yang lalu mulai muncul bintik-bintik yang berisi
nanah. Pasien juga kadang mengeluh gatal (+) ,nyeri (+), riwayat
pemakaian obat-obatan (+). riwayat penyakit yang sama (-), riwayat alergi
makanan dan obat (-). Pasien datang dengan keadaan umum sakit sedang,
status gizi baik, kesadaran kompos mentis. Pasien tidak memiliki riwayat
HT (-), DM (-), kolestrol (-). Hasil pemeriksaan dermatologis didapatkan
pustule eritematous disertai krusta dan ekskoriasi bentuk bulat ukuran
miliar disertai skuama psoriasiformis dan pitiriasiformis. Terdapat nyeri
tekan pada lesi. Penyebaran dan lokalisasi dari lesi tersebar secara
regional.

VI. DIAGNOSA KERJA


Dermatitis Kontak Alergi

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Dermatitis Kontak Alergi
- Dermatitis Kontak Iritan
- Skabies

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


Patch test atau uji tempel

IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
- Kompres dengan menggunakan NaCl 0,9% + Kalium permanganat
- Sistemik : - Cefadroxil tab 2x500 mg

8
- Paracetamol tab. 3x500mg

- Topikal : Desoximetasone 0,25% krim, Mupirocin 2% krim

Non Medikamentosa:
- Menghindari kontak dengan bahan yang membuat alergi
- Menjaga higienitas kulit
- Makan makanan yang bergizi yang bebas dari bahan yang membuat alergi

X. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : bonam
2. Quo ad fungtionam : bonam
3. Quo ad sanationam : bonam
4. Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam

9
PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 53 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD
Undata Palu dengan keluhan terdapat bintik-bintik merah berisi nanah pada
telapak tangan dan punggung tangan sebelah kanan. Keluhan ini sudah dirasakan
sejak 3 hari yang lalu. Awal muncul pertama pada sela-sela jari tangan dengan
bintik kemerahan yang dirasakan sangat gatal sejak 6 bulan yang lalu kemudian
pasien mengobatinya dengan obat yang dibeli diapotik setelah itu sembuh.
Kemudian 3 hari yang lalu keluhan gatal muncul kembali sehingga pasien pergi
berobat ke dokter dan diberi obat salep setelah mulai muncul bintik-bintik yang
berisi nanah. Pasien juga kadang mengeluh gatal (+) ,nyeri (+), riwayat
pemakaian obat-obatan (+). Riwayat penyakit yang sama (-), riwayat alergi
makanan dan obat (-). Pasien datang dengan keadaan umum sakit sedang, status
gizi baik, kesadaran kompos mentis. Pasien tidak memiliki riwayat HT (-), DM (-
), kolestrol (-). Hasil pemeriksaan dermatologis didapatkan pustule eritematous
disertai krusta dan ekskoriasi bentuk bulat ukuran miliar disertai skuama
psoriasiformis dan pitiriasiformis. Terdapat nyeri tekan pada lesi. Penyebaran dan
lokalisasi dari lesi tersebar secara regional. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik maka pasien didiagnosis dengan Dermatitis Kontak Alergi.
Dermatitis kontak alergi (DKA) merupakan dermatitis yang terjadi akibat
pajanan dengan bahan alergen dari luar tubuh. Dermatits kontak alergi ialah suatu
peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses
sensitisasi. Peradangan dan edema pada kulit diperantai olek reaksi imun tipe IV.
Penyebab DKA pada umumnya adalah bahan kimia yang terkandung dalam
alatalat yang dikenakan oleh penderita (asesoris, pakaian, sepatu, kosmetika,
obatobat topikal) atau yang berhubungan dengan pekerjaan (semen, sabun cuci,
pestisida, bahan pelarut, bahan cat atau polutan yang lain). Disamping bahan

10
penyebab, ada faktor penunjang yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak
tersebut yaitu suhu, udara, kelembaban, dan gesekan. [1]
DKA dapat diderita oleh orang yang sebelumnya pernah tersensitisasi oleh
alergen dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. DKA lebih sering
ditemukan pada usia 41-60 tahun. Alergi terhadap nikel lebih banyak diderita oleh
perempuan karena perempuan lebih sering terpapar perhiasan. Data insiden dan
prevalensi DKA yang tercatat pada populasi umum masih minimal, sehingga
kasus sesungguhnya diperkirakan lebih besar dari data yang tersedia. Kisaran 7%
dari penduduk Amerika Serikat menderita DKA yang berhubungan dengan
perkerjaan, namun menurut data U.S Bereau of Labor Statistic insiden mencapai
10 sampai 50 kali lebih besar daripada data yang dilaporkan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Thyssen dan kawan-kawan dengan mengumpulkan data
dari semua kelompok umur di seluruh negara dari Amerika Utara dan Eropa Barat
dari tahun 1966 sampai 2007, didapatkan prevalensi DKA yang setidaknya positif
pada satu jenis alergen bervariasi dari 12,5% sampai 40,6%. Prevalensi alergen
yang paling tinggi adalah alergi terhadap nikel, thimerosal dan campuran aroma.
Prevalensi alergi terhadap nikel bervariasi dari dari 0,7% sampai 27,8%.
Prevalensi DKA yang datang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin (IKKK) divisi AlergoImunologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin (RSUPMH) Palembang pada tahun 2005 sebesar 12,87%,
tahun 2006 sebesar 13,28%, tahun 2007 sebesar 12,34% dan 2008 sebesar
13,42%. Seiring bertambahnya produk yang mengandung bahan kimia yang
dipakai oleh masyarakat, diperkirakan jumlah penderita dermatitis kontak alergi
akan semakin meningkat. [2]
Sekitar 3000 bahan kimia didokumentasikan dengan baik sebagai
penyebab spesifik dermatitis kontak alergi.. Senyawa harus kurang dari 500
dalton untuk penetrasi efisien melalui penghalang stratum korneum, yang
merupakan lapisan luar kulit yang kedap air. Molekul organik kecil yang secara

11
kimiawi reaktif (sensitizers kimia) mengikat dengan self-protein untuk
menghasilkan neoantigens imunogenik melalui proses yang disebut haptenization.
Meskipun haptens dapat menembus kulit utuh, pasien dengan penyakit tertentu
menyatakan bahwa gangguan fungsi penghalang (misalnya, ulkus tungkai,
dermatitis perianal) memiliki peningkatan risiko sensitisasi terhadap obat yang
diaplikasikan secara topikal dan komponen sarana mereka. Banyak pasien dengan
dermatitis atopik atau dermatitis kontak alergik dengan nikel menyimpan bentuk
cacat dari gen filaggrin. Filaggrin membantu agregat protein sitoskeletal yang
membentuk amplop sel kornifikasi. Jika tidak ada, penghalang rusak.[3]
Prehaptens adalah bahan kimia yang tidak diaktifkan oleh protein inang,
tetapi membutuhkan transformasi kimia oleh derivatisasi oksidatif oleh oksidasi
ambien atau udara untuk membentuk hidroperoksida. Contohnya termasuk bahan
pewangi dan pewarna tertentu yang digunakan dalam pewarnaan rambut, seperti
para-fenilendiamin. Haptens mengaktifkan Toll-like receptors (TLRs) dan
mengaktifkan imunitas bawaan. Pentingnya aktivasi imunitas bawaan yang
dimediasi oleh hapten disoroti oleh pengamatan klinis bahwa iritasi bahan kimia
(yaitu, kemampuan bahan kimia ini untuk menyebabkan peradangan kulit yang
sangat terlihat pada paparan utama) berkorelasi dengan kemampuan mereka untuk
bertindak sebagai sensitizer kontak dan menginduksi dermatitis kontak akut..
Haptens atau haptenated self-proteins diakui oleh mekanisme imun bawaan pada
kulit, dan ini mengarah pada elaborasi sejumlah mediator proinflamasi, termasuk
interleukin (IL) -1β. Akibatnya, sel dendritik kulit-penduduk (DCs) menjadi aktif.
Ada beberapa populasi DC. Sel Langerhans adalah satu-satunya subtipe DC di
epidermis. Seperti semua kulit penduduk DC, sel Langerhans secara efisien
memperoleh antigen di perifer dan bermigrasi ke kelenjar getah bening regional di
mana mereka menghadirkan antigen ke naïve dan sel T memori. DC ini, yang
mungkin telah secara langsung diserap atau dapat memperoleh protein yang
terhaptenasi dari sekitarnya, bermigrasi ke kelenjar getah bening yang menguras

12
kulit di mana mereka menyajikan peptida dari protein yang terawat untuk
mengaktifkan sel T memory dan naïve.[3]
Pada langkah terakhir, inflamasi yang diinduksi oleh hapten merekrut sel
T efektor yang diaktifkan kembali ke tempat awal pertemuan antigen di kulit. Sel
T efektor melepaskan sitokin proinflamasi, seperti interferon-γ, dan
mempromosikan pembunuhan sel yang di-haptenasi, menghasilkan
perkembangan ruam inflamasi klasik yang terlihat pada dermatitis kontak alergi.
Keratinosit sangat penting untuk perkembangan dermatitis kontak alergi. Mereka
merupakan sebagian besar sel-sel di epidermis dan membentuk penghalang
anatomi kulit. Keratinocytes menyatakan sebagian besar TLRs, dan ini
memungkinkan mereka untuk menanggapi haptens yang memicu TLR4, seperti
nikel. Keratinosit juga merupakan sumber IL-10, sitokin imunosupresif yang
membatasi tingkat hipersensitivitas kontak.[3]
Gejala klinis DKA pada umumnya gatal. Kelainan kulit bergantung pada
tingkat keparahan dan lokasi dermatitisnya. Pada stadium akut didapatkan bercak
eritematosa, edema, papul vesikel, bula, erosi, eksudasi. Pada dermatitis kontak
alergi kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin
juga fisur, berbatas tidak tegas. Dermatitis kontak alergi dapat meluas ke tempat
lain,misalnya dengan cara autosensitisasi. Berbagai lokasi kejadian dermatitis
kontak alergi yaitu tangan, lengan, wajah, telinga, leher, badan, genitalia, tungkai
atas dan bawah. [1]
Pemeriksaan Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan
digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan
digunakan untuk mendiagnosis DKA. Patch test dilepas setelah 48 jam, hasilnya
dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali
dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam
kulit yang membaik (negatif) , maka dapat didiagnosis sebagai DKI.[4]

13
Pengujian patch penting untuk membedakan DKA dari DKI atau untuk
mendiagnosa secara bersamaan DKI dan DKA. Uji patch negatif dapat
mendukung diagnosis DKI "dengan mengeksklusi" DKA. Diagnosis DKA dapat
yang keliru pada hasil uji patch negatif palsu. Sebaliknya, pengujian patch dengan
iritasi yang jelas, atau bahan kimia atau campuran yang tidak standar dapat
menyebabkan hasil uji patch positif palsu. Reaksi iritan uji patch dapat hadir
sebagai eritema dengan atau tanpa papula dan sering tetap terbatas pada lokasi
penelitian dan merupakan batas tegas. [5]
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh dapat menghindari bahan
penyebabnya. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan
dengan dermatitis oleh factor endogen (dermatitis atopic, dermatitis numularis,
atau psoriasis), atau sulit menghindari allergen penyebab, misalnya berhubungan
dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan pasien.[4]

14
REFERENSI

1. Batasina T, et al. Profil dermatitis kontak alergi di poliklinik rsup prof. Dr.
R.D. Kandou Manado periode Januari – Desember 2013. Jurnal e-Clinic
(eCl), Volume 5, Nomor 1. Viewed 28 agustus 2018. From
<https://ejournal.unsrat.ac.id>.2017
2. Chairunisa T, et al. Angka Kejadian Dermatitis Kontak Alergi di Poliklinik
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Tahun 2009-2012. MKS, Th. 46, No. 4. Viewed 28 agustus 2018. From <
http://eprints.unsri.ac.id> . 2014
3. Helm T, et al. Allergic Contact Dermatitis. viewed 28 agustus 2018. From <
https://emedicine.medscape.com> .2018
4. Menaldi S, Bramono K, Indriatmi W, editors. Dermatitis Kontak Alergi. In :
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed rev. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2016.p.163-65.
5. Goldsmith L. A. et al. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine Eighth
Edition. New York: McGraw Hill. 2017.p.162

15

Anda mungkin juga menyukai