Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan tekanan darah persisten dengan tekanan darah


sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90 mmHg. Hipertensi atau
darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan
suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan
tubuh yang membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan
menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.1

Lebih dari 60 tahun arah pembangunan di bidang kesehatan menekankan


pengendalian terhadap penyakit menular, kondisi yang ada ternyata belum dapat
tertanggulangi, tetapi pada satu sisi lain penyakit tidak menular (PTM) datanya
menunjukkan peningkatan sehingga akan terjadi masalah baru bagi kesehatan
masyarakat di Indonesia.1 Penyakit hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak
menular (PTM) yang mengganggu kesehatan dan menjadi masalah kesehatan
yang sangat serius dan masalah penting di seluruh dunia karena prevalensinya
yang tinggi sebesar 22% pada kelompok usia ≥18 tahun pada tahun 2014 dan terus
meningkat, serta hubungannya dengan penyakit kardiovaskuler, stroke, retinopati,
dan penyakit ginjal.
Hipertensi juga menjadi faktor risiko ketiga terbesar penyebab kematian
dini. Prevalensi penyakit hipertensi ini tahun demi tahun terus mengalami
peningkatan. Dampak dari hipertensi dan resikonya selain berpengaruh pada
ketahanan hidup manusia dan penurunan produktivitas kerja juga menambah
beban biaya pelayanan kesehatan.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hipertensi, diantaranya faktor


keturunan, karakteristik seseorang seperti usia, jenis kelamin, dan ras, serta gaya
hidup. Karakteristik seseorang yang mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah
usia, jenis kelamin, serta ras. Semakin bertambah usia, kemungkinan terjadinya
hipertensi semakin besar.

1
Gaya hidup sering menjadi faktor risiko penting bagi timbulnya hipertensi
pada seseorang. Beberapa diantaranya adalah faktor kebiasaan makan seperti
konsumsi lemak dan garam tinggi, kegemukan atau makan secara berlebihan.
Gaya hidup yang tidak sehat seperti minum-minuman mengandung alkohol,
merokok, stres emosional dan kurangnya aktifitas fisik yang dapat meningkatkan
risiko kelebihan berat badan juga menjadi penyebab hipertensi yang lebih banyak
kasus terjadinya.

Perilaku makan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,


stres, serta minimnya aktivitas fisik merupakan faktor-faktor risiko penyakit
degeneratif, disamping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis kelamin dan
keturunan. Tentang perilaku makan, penduduk terutama pedesaan telah berubah
dari pola tradisional ke pola modern dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan
dan minuman berisiko seperti makanan dengan kandungan lemak, gula, garam
yang tinggi.

Upaya pengendalian penyakit ini tidak mungkin dilakukan hanya oleh


sektor kesehatan saja akan tetapi harus melibatkan sektor lain dan keterlibatan
masyarakat secara aktif. Puskesmas sebagai salah satu unit kerja dari
pengorganisasian dalam pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan faktor
resiko penyakit hipertensi berperan untuk melakukan upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Kegiatan promotif dan preventif masih terabaikan
sehingga angka prevalensi penyakit hipertensi masih cukup tinggi. Oleh karena
itu, promosi kesehatan yang merupakan salah satu peran puskesmas sangat
berperan penting dalam pencegahan penyakit hipertensi di masyarakat.1,2
Hipertensi sebenarnya merupakan penyakit yang lebih banyak dicetuskan
karena gaya hidup. Perubahan gaya hidup tidak mudah untuk dilakukan,
karenanya memerlukan pendekatan komprehensif yang secara terus menerus
harus dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Fokus program
pengendalian hipertensi secara terintegrasi mencakup pelayanan yang
komprehensif.1,2

2
Menurut data WHO tahun 2011, satu miliyar orang di dunia menderita
hipertensi, dua pertiga diantaranya berada di negara berkembang yang
berpenghasilan sedang sampai rendah. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat
tajam sehingga diperkirakan pada tahun 2025 29% orang dewasa di dunia
menderita hipertensi. Itulah sebanya hipertensi telah menjadi masalah global yang
perlu mendapat perhatian yang serius.2
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi hipertensi
di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar
25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di
Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar
9,4%, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5%.
Jadi 0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan
darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0,7%. Jadi prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (25,8% + 0,7%). Prevalensi ini
dimungkinkan karena perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia.3
Di Kalimantan Tengah sendiri, hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi
hipertensi yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 26,7%
prevalensi hipertensi di Kalimantan Tengah yang didapat melalui kuesioner
terdiagnosis tenaga kesehatan dasar 10,7%. Untuk prevalensi hipertensi yang
didapat melalui pengukuran pada umur 18 tahun angka yang menunjukkan bahwa
Kalimantan Tengah menempati posisi ke 9 tertinggi dibandingkan provinsi yang
lain.3
Di Puskesmas Tangkiling sendiri berdasarkan data 10 penyakit terbanyak
pada tahun 2017 Hipertensi merupakan penyakit terbanyak ke 5 dari 8607 jiwa
yang datang berobat ke puskesmas tangkiling, dengan posisi pertama ditempati
Infeksi akut pada saluran pernapasan atas sebanyak 3159 jiwa (36,7%),
dilanjutkan febris sebanyak 1446 jiwa (16,8%), common cold sebanyak 811 jiwa
(9,4%), gastritis sebanyak 809 jiwa (9,3%), hipertensi sebanyak 789 jiwa (9,1%),
dispepsia sebanyak 413 jiwa (5,5%), caries dentis sebanyak 411 jiwa (4,8%),
diare dan gastroenteritis non spesifik sebanyak 411 jiwa (4,7%), demam tifoid dan

3
paratifoid sebanyak 388 jiwa (4,5%), dan yang terakhir kecelakan transportasi
yang tidak ditentukan sebanyak 381 jiwa (4.4%).
Alasan kami sebagai peneliti tertarik untuk meneliti tentang hipertensi di
daerah wilayah kerja puskesmas tangkiling disebabkan penyakit hipertensi
menduduki posisi 5 besar penyakit tersering di puskesmas tangkiling dan
menduduki posisi 1 penyakit sistemik tidak menular. Teori faktor risiko terjadinya
hipertensi adalah usia lansia ≥ 55 tahun yang tidak dapat dikontrol, dan faktor life
style yang dapat dikontrol. Berdasarkan hasil survei 10 penyakit terbanyak di
puskesmas Tangkiling dan teori tersebut sehingga kami tertarik untuk melakukan
penelitian di panti sosial wilayah puskesmas tangkiling mengingat faktor usia
merupakan faktor yang tidak dapat dikontrol dan merupakan faktor yang berperan
penting terhadap kejadian hipertensi.

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan terhadap penyakit hipertensi di
Prolanis Puskesmas Tangkiling bulan September 2018 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan terhadap penyakit
hipertensi pada komunitas Prolanis Puskesmas Tangkiling.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan terhadap penyakit
hipertensi pada komunitas Prolanis Puskesmas Tangkiling.
2) Menganalisis gambaran tingkat pengetahuan terhadap penyakit
hipertensi pada komunitas Prolanis Puskesmas Tangkiling.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai referensi
untuk studi lebih lanjut bagi para peneliti yang tertarik untuk melakukan

4
penelitian yang berkaitan dengan gambaran tingkat pengetahuan terhadap
penyakit hipertensi pada peserta Prolanis di Puskesmas Tangkiling.
1.4.2. Manfaat Praktis
1) Bagi peserta Prolanis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan
lansia mengenai penyakit hipertensi.
2) Bagi institusi pendidikan, penelitian ini diharapkan menjadi penyediaan
data dasar yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut
khususnya mengenai penyakit hipertensi.
3) Bagi pihak Puskesmas untuk memberikan masukan perencanaan dan
pengembangan pelayanan kesehatan pada lansia dalam peningkatan
kualitas mutu pelayanan kesehatan pada lansia.
4) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk belajar
melakukan penelitian dan mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat
khususnya dalam bidang CRP (comunication research program).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana terjadinya peningkatan tekanan
darah yang dapat memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga
bisa menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan
berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada
kerusakan pembuluh darah jantung), dan penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri
(terjadi pada otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan
gagal ginjal, diabetes mellitus, dan lain-lain.5
Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik, tekanan diastolik,
atau kedua-duanya secara terus-menerus. Tekanan darah sistolik berkaitan dengan
tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan
darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan.5
The Joint National Community on Preventation, Detection,Evaluation and
Treatment of High Blood Preassure 7 (JNC-7), WHO dan European Society of
Hipertension mendefinisikan hipertensi sebagai kondisi dimana tekanan darah
sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari
90 mmHg.6

2.2 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder, dapat endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi
sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial.5

6
2.2.1 Hipertensi Primer (Essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin
berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun-temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan
timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya
mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.5
2.2.2 Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat
dilihat pada tabel 2.1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka
dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi
kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam
penanganan hipertensi sekunder.5

7
Tabel 2.1 Penyebab Hipertensi Yang Dapat Diidentifikasi
Penyakit Obat
Penyakit Ginjal Kronis Kortikosteroid, ACTH
Hiperaldosteronisme Primer Estrogen (Pil KB)
Penyakit Renovaskular NSAID, COX-2 Inhibitor
Sindroma Cushing Fenilpropanolamine dan Analog
Pheochromocytoma Cyclosporin dan Tacrolimus
Koarkasio Aorta Eritropoetin
Penyakit Tiroid atau Paratiroid Sibutramin
Antidepresan (terutama venlafaxine)

2.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi hingga saat ini belum diketahui secara
jelas. Teori yang berkembang menghubungkan kejadian hipertensi dengan
kenaikan resistensi vaskular. Peningkatan resistensi vaskular dapat dipicu oleh
beberapa agen vasokonstriktor seperti angiotensin II atau norepinephrin atau dapat
terjadi karena hasil dari keadaan hipovolemia relatif. Penelitian terhadap hewan
menunjukkan bahwa aktivasi dari renin-angiotensin-aldosteron merupakan bagian
yang penting dari proses terjadinya hipertensi.7,8
Selama terjadinya kenaikan tekanan darah, endothelium berkompensasi
dengan keadaan resistensi vaskular dengan meningkatkan pengeluaran dari
molekul vasodilator seperti nitric oxide. Hipertensi yang bertahan atau parah,
respon kompensasi dari vasodilator tidak lagi mampu mengatasi keadaan tersebut,
mengakibatkan terjadinya dekompensasi endothelial yang nantinya akan
menyebabkan peningkatan yang lebih lagi dari tekanan darah dan terjadinya
kerusakan endotel. Kejadian lanjutan yang terjadi adalah siklus kegagalan
homeostasis yang menyebabkan peingkatan resistensi vaskular dan kerusakan
endotel yang lebih jauh. Mekanisme pasti dari kerusakan fungsi endotel belum
dapat dijelaskan. Mekanisme yang dipertimbangkan adalah respon proinflamasi
yang dipicu oleh “mechanical stretching” seperti pengeluaran sitokin-sitokin dan
monocyte chemotatic protein 1, peningkatan konsentrasi endothelial cell cytosolic

8
calcium, pengeluaran vasokonstriktor endothelin 1 dan peningkatan ekspresi dari
endothelial adhesion molecule. Peningkatan ekspresi dari vaskular adhesion
molecule seperti P-selectin, E-selectine atau intracellular adhesion molecule 1
oleh sel endotel memicu inflamasi lokal dan menyebabkan kerusakan tambahan
dari fungsi endotel.7,8

Gambar 2.1 Patofisiologi Vaskular Hipertensi


A : Sel endothelium mengatur resistensi vaskular dengan mengeluarkan
Nitric Oxide(NO) dan Prostasiklin.
B : Perubahan akut resistensi vaskular karena produksi berlebihan dari
katekolamin, angiotensin II, vasopressin, aldosteron, tromboxan dan endotelin 1.
Atau produksi rendah dari vasodilator endogen seperti NO dan PGI2. Kenaikan
tekanan darah secara mendadak dapat memicu ekspresi dari Cellular Adhesion
Molecule(CAMs) oleh endothelium.
C : Keadaan hipertensi emergensi, sel endotel tidak dapat lagi mengontrol
tonus vaskular menyebabkan terjadinya hiperperfusi end-organ, nekrosis fibrioid
arterial dan peningkatan permeabilitas vaskular dengan edema perivaskular.

9
Berkurangnya aktivitas fibrinolitik ditambah dengan aktivasi koagulasi dan
trombosit menyebabkan terjadinya disseminated intravaskular coagulation
(DIC).7,8
Semua kejadian molekular ini pada akhirnya akan memicu terjadinya
peningkatan permeabilitas endotel, menghambat fibrinolitik lokal dari endothel
dan mengaktifkan jalur koagulasi. Agregasi trombosit, dan degranulasi pada
endothelium yang telah rusak, dapat memicu terjadinya inflamasi yang lebih
parah, trombosis dan vasokonstriksi.7,8

2.4 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation,
and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat
1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health Organization (WHO) dan
International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG).6,9

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7


Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Tekanan Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

10
Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal tinggi / 130 – 139 Atau 85 – 89
pra hipertensi
Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109
Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110

2.5 Faktor Resiko


2.5.1 Faktor Yang Tidak Dapat Diubah/Dikontrol
Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40% dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri
kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika 50an dan
60an. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai
pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah
sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan
alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.5,10
Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat

11
18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta
(Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.5,10
Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat
yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan
penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang
tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut
60%.5,10
Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala.5,10
2.5.2 Faktor Yang Dapat Diubah/Dikontrol
Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.Selain dari
lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.Zat-zat kimia beracun, seperti
nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.5,10
Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan

12
asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam
antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %.
Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.Garam menyebabkan
penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak
keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia
yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata
rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata
lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara
dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.Menurut Alison Hull, penelitian
menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada
beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh
meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.5,10
Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi.Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.5,10
Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu
banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum
atau minum sedikit.Menurut Ali Khomsan, konsumsi alkohol harus diwaspadai
karena survei menunjukkan bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume

13
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan
darah.5,10
Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.Berat badan
dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah,
terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya
normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat
badan lebih.5,10
Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan
sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada
arteri.5,10
Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila
stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.5,10
Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum
ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen

14
dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen.MN Bustan
menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun
berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.5,10

2.6 Tanda dan Gejala


Emergensi Neurologis
Hipertensi neurologis merupakan hipertensi emergensi yang disertai
kerusakan pada sistem saraf. Manifestasi yang sering terjadi adalah ensefalopati
hipertensi, stroke iskemik akut, pendarahan intrakranial, emboli otak dan
pendarahan subaraknoid. Emergensi neurologis sangat susah dibedakan satu sama
lain. Ensefalopati hipertensi dapat ditegakkan setelah yang lain dapat
disingkirkan. Stroke baik yang disebabkan oleh trombosis atau pendarahan dapat
didiagnosis dengan melihat adanya defisit neurologis fokal atau dengan
menggunakan pemeriksaan penunjang seperti Magnetic Resonance Imaging
(MRI). Pendarahan subaracnoid dapat didiagnosis dengan pungsi lumbar.5,10
Hipertensi Kardiak
Manifestasi hipertensi emergensi yang pada sistem kardiak yang paling
sering terjadi adalah infark atau iskemi miokard akut, edema paru dan diseksi
aorta. Pasien dengan kenaikan tekanan darah yang signifikan seharusnya
dilakukan pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi adanya iskemia kardiak,
auskultasi pada paru dan pemeriksaan lain untuk mencari apakah ada gagal
jantung. Pemeriksaan lainnya adalah dilakukan foto thoraks untuk melihat
vaskularisasi pada paru-paru dan diameter dari aorta.5,10
Hipertensi Vaskular
Hipertensi vaskular meskipun jarang terjadi, tetap harus diwaspadai.
Manifestasi dari hipertensi emergensi di vaskular adalah epistaksis yang parah
yang tidak responsive dengan pemberian tampon anterior maupun posterior.5,10
Hipertensi Renal
Pasien dengan hipertensi sering mengalami hematuria mikroskopik atau
penurunan fungsi ginjal akut. Pemeriksaan urinalisis dan penilaian kadar serum
kratinin seharusnya dilakukan pada semua pasien dengan tekanan darah yang

15
tinggi. Riwayat sebelumnya harus digali apakah kadar kreatinin serum yang tinggi
sekarang merupakan keadaan yang disebabkan oleh penyakit ginjal terdahulu.
Keadaan ginjal pada pasien dengan hipertensi dengan gangguan ginjal biasanya
mengalami fungsi ginjal yang lebih buruk meskipun tekanan darah telah
diturunkan dengan benar. Teori yang berkembang yang dapat menjelaskan hal
tersebut adalah karena tekanan darah yang tinggi merupakan respon tubuh untuk
menjaga perfusi yang tepat ke ginjal, dengan penurunan tekanan darah,
memperburuk keadaan dari ginjal. Beberapa kejadian membutuhkan hemodialisis
karena disebabkan oleh penurunan tekanan darah tersebut.5,10
Hipertensi Kehamilan
Hipertensi kehamilan biasa terjadi pada keadaan tekanan darah yang lebih
rendah dibandingkan dengan keadaan tidak hamil karena pada saat hamil, tekanan
darah biasanya menurun. Masalah terbesar dari hipertensi emergensi dalam
kehamilan adalah karena banyak obat-obatan untuk hipertensi yang
penggunaannya kontraindikasi pada masa kehamilan. Contoh obat-obatan tersebut
adalah Nitroprusside yang dimetabolisme menjadi sianida yang toksik pada janin.
ACE inhibitor dan angiotensin II reseptor bloker juga kontraindikasi pada
trimester kedua dan ketiga dari kehamilan karena sifatnya yang nefrotoksik dan
efek sampingnya pada janin.5,10

2.7 Diagnosis
Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan :10
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya

16
tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang
akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.11
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,
perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat
dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam
pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan
jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolateral.11
Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang harus
ditanggungnya. Hipertensi dikatakan sebagai kondisi dimana tekanan darah
sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari
90 mmHg.Alat untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Ada
beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari sebuah
manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata
tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset
karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan
manset karet tersebut dan menekan ekstremitas dan pembuluh darah yang ada
didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang
mengandung air raksa sehingga tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai
skala yang ada.11
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan
dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan
yang lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai suatu tekanan, dimana
denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut
arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada manset karet diturunkan
perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan diturunkan, mula-mula
tidak terdengar suara, namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar

17
suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu
tinggi air raksa didalam namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset
diturunkan, suara semakin keras sampai saat tekanan darah diastolik tercapai,
karakter bunyi tersebut berubah dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan
tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan bunyi menghilang sama sekali
(Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter
bunyi tersebut.11
Dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :11
1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun
berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan
santai.
2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang
agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya
relatif kecil.
3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang
bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah
yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka
yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau minum kopi
karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan darah sedikit
naik.
4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali
berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai
dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang
terendah.
5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang
harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan
atas.

18
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini
berhubungan dengan kerusakan organ target (misalnya kejadian kardiovaskular
atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi resiko
merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi
secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko.
a. Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.
- Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
- Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
- Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
b. Target nilai tekanan darah menurut JNC VIII
- Pada populasi umum usia ≥60 tahun terapi farmakologi dimulai pada
SBP>150 dan DBP>90 mmHg dengan target tekanan darah
<150/90mmHg (Grade A)
- Pada populasi umum usia ≥60 tahun jika terapi farmakologi berhasil
mencapai SBP <140mmHg dan dapat ditoleransi secara baik tanpa efek
samping maka terapi tidak perlu diubah (Grade E)
- Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologi dimulai untuk
mencapai target DBP <90mmHg (Grade A untuk usia 30-59 tahun, grade
E untuk usia 18-29 tahun) dan SBP <140mmHg (Grade E)
- Pada populasi usia ≥18 tahun dengan CKD atau diabetes terapi
farmakologi bertujuan mencapai SBP <140 dan diastolik <90mmHg
(grade E)
c. Target nilai tekanan darah menurut ESH 2013
- Tekanan darah <140/90 untuk pasien hipertensi dengan faktor resiko CVD
rendah dan <130/80 pada pasien dengan resiko CVD tinggi (diabetes,
penyakit cerebrovaskular, kardiovaskular, ginjal)
- Pada orang tua <80 tahun target SBP 140-150mmHg dan pada kondisi fit
dapat <140mmHg atau disesuaikan dengan toleransi individual
- Pada orang tua <80tahun target SBP 140-150mmg

19
- Pada pasien diabetes melitus target DBP <85mmHg
- Pada kehamilan terapi diberikan pada TD >160/110mmHg6,12
Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum
dijumpai, tetapi kontrol tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien dengan
hipertensi tekanan darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik
masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang diobati tetapi
belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≤ 90 mmHg. Pada kebanyakan pasien, tekanan darah
diastolik yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang
diiginkan sudah tercapai. Karena kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan
dengan resiko kardiovaskular dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan
darah sistolik harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan
penyakit pada hipertensi.6,12
Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan
prehipertensi, tetapi tidak cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau untuk
pasien-pasien dengan target tekanan darah ≤ 130/80 mmHg (DM dan penyakit
ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan adanya
indikasi khusus. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tingkat 1 harus diobati
pertama-tama dengan diuretik tiazid. Pada kebanyakan pasien dengan tekanan
darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan kombinasi terapi obat, dengan
salah satunya diuretik tipe tiazid. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan
dengan : Terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi.6,12

20
Gambar 2.2 Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC 8

21
2.8.1 Terapi Nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus
melakukan perubahan gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan darah pada
pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi
berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah
prehipertensi.Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan
tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau
gemuk, mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)
yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik; dan
mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan
tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi, dapat
mengurangi garam dan berat badan sehingga membebaskan pasien dari
menggunakan obat.Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk
menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan
obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini
diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.6,12
Tabel 2.4 Rekomendasi Diet pada Pasien Hipertensi

22
Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal :
1. Menurunkan faktor resiko yang menyebabkan aterosklerosis
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka
panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu
pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.Penderita
hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol.
Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg
berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3
mmHg per kg berat badan.6,12
2. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik
teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.
Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.
Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian
dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu
turun.Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan
perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan
sebagai pengobatan hipertensi.Beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi
sebelum memutuskan berolahraga, antara lain :6,12
a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau dengan
obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak
melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melebihi 100 mmHg.
b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat informasi
mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan
beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta
perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas
fisik.

23
d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan
sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.
e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
tidak menambah peningkatan darah.
f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.
i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan darah
sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi.
j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya
dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat
fisik dilakukan pula olahraga pengendalian emosi, artinya berusaha mengatasi
ketegangan emosional yang ada.
k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka dosis/takaran
obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian (pengurangan).
3. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan
berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat
pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien,
dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung
garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak
menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari
makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam.
Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan
garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara
drastis.6,12
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan

24
konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-
bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan
darah.6,12
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat
mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan
tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu,
mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan
darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak
mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-
kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu
mengandung banyak kalsium.6,12
4. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan
sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan
stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan
rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.6,12
2.8.2 Terapi Farmakologi
Diuretik
Menambah kecepatan pembentukan urin/ meningkatkan ekskresi air, Na,
Cl  menurunkan volume darah  TD menurun akibat berkurangnya curah
jantung.6,12
Tabel 2.5 Jenis obat-obatan Diuretik

Obat Dosis
Bendrofluazid 1,25-2,5 mg/hari
Klortiazid 500-100 mg/hari
Klortalidon 25-50mg/hari
Hidroklortiazid 12,5-25mg/hari

25
Beta blocker
1. Menghambat reseptor beta adrenergik  penurunan frekuensi denyut jantung
dan kontraktilitas miokard.
2. Menghambat sekresi renin, mempengaruhi saraf simpatis.
3. Atenolol (bersifat kardioselektif), Labetolol, Karvedilol.
4. Efek samping : Bronkospasme, gangguan sirkulasi perifer, depresi, halusinasi,
gangguan fungsi seksual.6,12
Tabel 2.6 Jenis obat-obatan Beta blocker

Obat Dosis
Asebutolol 400 mg 1-2x/hari
Atenolol 50 mg 1x/hari
Bisoprolol 10-20 mg 1x/hari
Celiprolol 200-400 mg 1x/hari
Metoprolol 100-2000mg 1x/hari
Oksprenolol 180-120 mg 2x/hari

Antagonis Calcium/Calcium Channel Blocker


1. Menghambat masuknya ion Ca melewati slow channel yang terdapat pada
membran sel
2. Dilatasi arteriol perifer dan koroner  menurunkan tahanan perifer
3. Menghambat kontraksi otot jantung
4. Verapamil, Diltiazem, Nifedipin
5. Efek samping : Konstipasi, mual, muntah, sakit kepala, hipotensi, edema6,12
Tabel 2.7 Jenis obat-obatan Calcium Channel Blocker

Obat Dosis
Amlodipin 5-10mg1x/hari
Diltiazem 200mg1x/hari
Nifedipin 30-60 mg 1x/hari
Verapamil 120-240 mg2x/hari

26
ACE Inhibitor
1. Menghambat enzim ACE yang bertugas mengaktifkan angiotensin I menjadi
angiotensin II
2. Menghambat degradasi bradikinin
3. Menghambat pembentukan angiotensin II secara lokal di endotel pembuluh
darah
4. Efek samping : Batuk kering, angioedema, hiperkalemia, rash, leukopeni,
gangguan pengecapan.6,12
Tabel 2.8 Jenis obat-obatan ACE Inhibitor

Obat Dosis
Captopril 6.25-50mg 3x/hari
Lisinopril 2.5-40 mg 1x/hari
Perindropil 2-8 mg1x/hari
Quinapril 2.5-40 mg 1x/hari
Ramipril 1.25-10mg1x/hari

Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)


1. Menghambat Efek Angiotensin II Pada Reseptor AT 1
2. Efek Yang Dihambat: Vasokonstriksi, Sekresi Aldosteron, Rangsangan Saraf
Simpatis, Sekresi Vasopresin, Rangsang Haus, Stimulasi Jantung, Hipertrofi
Otot Pembuluh Darah Dan Miokard.
3. Losartan, Valsartan, Irbesartan.
4. Efek samping : Hipotensi Dan Hiperkalemia.6,12
Tabel 2.9 Jenis obat-obatan ARB

Obat Dosis
Losartan 50 mg 1x/hari
Valsartan 80- 320 mg 1x/hari
Irbesartan 150-300 mg1x/hari

27
Alfa Blocker
1. Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula
sehingga menurunkan resistensi perifer.
2. Termasuk ke dalam golongan ini adalah prazosin, terazosin, bunazosin, dan
doksazosin.
3. α-blocker memiliki keunggulan yaitu efek positif terhadap lipid darah dan
mengurangi resistensi perifer.
4. Efek samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi ortostatik, sakit kepala,
palpitasi, edema perifer, mual dll.6,12
Tabel 2.10 Jenis obat-obatan Alfa Blocker

Obat Dosis
Doksazosin 1-16 mg1x/hari
Prazosin 0,5-10 mg 2x/hari

2.9 Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke, transientischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut
Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal
jantung.5

28
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

3.1 Daftar Permasalahan Kesehatan yang Ada (Berdasar Data Sekunder)


Tabel 3.1 Daftar Permasalahan Wilayah Kerja Puskesmas Tangkiling Tahun
2017
NO. Nama Penyakit Jumlah Kasus Persentase

Infeksi akut pada saluran pernapasan


1 3159 36,7 %
atas

2 Febris 1446 16,8%

3 Common cold 811 9,4 %

4. Gastritis 809 9,3%

5 Hipertensi 789 9.1 %

6 Dispepsia 479 5,5%

7 Caries dentis 413 4,8%

8 Diare dan gastroenterisit non spesifik 411 4,7 %

9 Demam tifoid dan paratifoid 388 4,5%

Kecelakaan transport yang tidak 4,4%


10 381
ditentukan

TOTAL KASUS 8607

3.2 Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah di Kecamatan Bukit Batu dengan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Untuk keperluan ini digunakan
empat kelompok kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah

29
2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D : PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap
propriety, economic, acceptability, resources availability, legality.
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas
masalah di Puskesmas Tangkiling adalah sebagai berikut :

3.2.1 Kriteria A (Besarnya Masalah)


Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung. Hal tersebut tertuang dalam tabel
berikut ini :
Tabel 3.2 Daftar Masalah Kesehatan Puskesmas Tangkiling Tahun 2017

Besarnya Masalah dari Data Sekunder Puskesmas


Masalah
(8) Nilai
Kesehatan (1) (2) (4) (6) (10)
100-
<5 5-9 10-49 50-99 >500
499
Infeksi akut pada
saluran pernapasan × 10
atas

Febris × 10

Common cold × 10

Gastritis × 10

Hipertensi × 10

Dispepsia × 8

Caries dentis × 8

30
Diare dan
gastroenterisit non × 8

spesifik
Demam tifoid dan
× 8
paratifoid

Kecelakaan
transport yang × 8

tidak ditentukan

3.2.2 Kriteria B (Kegawatan Masalah)


Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematian)
1. Tidak gawat
2. Kurang gawat
3. Cukup gawat
4. Gawat
5. Sangat gawat
Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian)
1. Tidak urgen
2. Kurang urgen
3. Cukup urgen
4. Urgen
5. Sangat urgen
Biaya: (biaya penanggulangan)
1. Sangat mahal
2. Mahal
3. Cukup mahal
4. Murah
5. Sangat murah

31
Tabel 3.3 Tabel Kegawatan Masalah Berdasarkan Penyakit Terbanyak di
Puskesmas Tangkiling tahun 2017

Masalah Kesehatan Kegawatan Urgensi Biaya Nilai


Infeksi Akut pada
Saluran Pernapasan 2 2 4 8
Atas

Febris 2 2 3 7
Common Cold 2 3 3 8
Gastritis 2 2 3 7
Hipertensi 3 3 4 10
Dispepsia 2 2 3 7
Caries Dentis 1 1 3 5
Diare dan
Gastroenteritis non 2 2 3 7
spesifik
Demam Tifoid dan
3 3 3 9
paratifoid
Kecelakaan transport
4 4 3 11
yang tidak ditentukan

3.2.3 Kriteria C (Penanggulangan Masalah)


Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
1. Sangat sulit ditanggulangi
2. Sulit ditanggulangi
3. Cukup bisa ditanggulangi

32
4. Mudah ditanggulangi
5. Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 4 (empat) orang
yang kemudian dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi
merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi.
Adapun hasil konsensus tersebut adalah sebagai berikut :
1. Infeksi Akut pada Saluran Pernapasan Atas
(4+4+4+4+4)/5 = 4

2. Febris
(4+3+4+4+3)/5 = 3,6
3. Common cold
(4+4+5+4+4)/5 = 4,2

4. Gastritis
(4+3+3+3+3)/5 = 3,2

5. Hipertensi
(4+4+4+4+3)/5 = 3,8

6. Dispepsia
(4+4+3+4+4)/5 = 3,8

7. Caries dentis
(5+4+4+5+5)/5 = 3,8

8. Diare dan gastroenteritis non spesifik


(3+4+4+3+4)/5 = 3,6

9. Demam tifoid dan paratifoid


(3+2+2+3+3)/5 = 2,6

10. Kecelakaan transport yang tidak ditentukan


(3+3+3+3+3)/5= 3

33
3.2.4 Kriteria D (PEARL Faktor)
― Propriety : Kesesuaian (1/0)
― Economic : Ekonomi murah (1/0)
― Acceptability : Dapat diterima (1/0)
― Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0)
― Legality : Legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.4 Tabel PEARL Faktor Berdasarkan Penyakit Terbanyak di
Puskesmas Tangkiling Tahun 2017
Daftar Masalah P E A R L Hasil Perkalian

Infeksi Akut pada Saluran


1 1 1 1 1 1
Pernapasan Atas

Febris 1 1 1 1 1 1

Common cold 1 1 1 1 1 1

Gastritis 1 1 1 1 1 1

Hipertensi 1 1 1 1 1 1

Dispepsia 1 1 1 1 1 1

Caries dentis 1 1 1 1 1 1

Diare dan gastroenteritis


1 1 1 1 1 1
non spesifik
Demam tifoid dan para
1 1 1 1 1 1
tifoid
Kecelakaan transport yang
1 1 1 1 1 1
tidak ditentukan

3.2.5 PENETAPAN NILAI


Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
― Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
― Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

34
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut :

D Urutan
Masalah A B C NPD NPT
P E A R L prioritas
Infeksi Akut
pada Saluran 10 8 4 1 1 1 1 1 72 72 3
Pernapasan Atas

Febris 10 7 3,6 1 1 1 1 1 61,2 61,2 4


Common cold 10 8 4,2 1 1 1 1 1 75,6 75,6 2
Gastritis 10 7 3,2 1 1 1 1 1 54,4 54,4 7
Hipertensi 10 10 3,8 1 1 1 1 1 76 76 1
Dispepsia 8 7 3,8 1 1 1 1 1 57 57 5
Caries dentis 8 5 3,8 1 1 1 1 1 49,4 49,4 9
Diare dan
Gastroenteritis 8 7 3,6 1 1 1 1 1 54 54 8
non spesifik
Demam tifoid
8 9 2,6 1 1 1 1 1 44,2 44,2 10
dan paratifoid
Kecelakaan
transport yang 8 11 3 1 1 1 1 1 57 57 6
tidak ditentukan

35
KESIMPULAN

Perumusan masalah dilakukan untuk menentukan berbagai masalah


kesehatan yang ada di Kecamatan Bukit Batu dengan menggunakan metode
Hanlon Kuantitatif. Dilakukan penilaian untuk menentukan prioritas masalah dari
berbagai masalah yang ditemukan. Hasil perhitungan menunjukan bahwa
Hipertensi berada di posisi pertama dari urutan prioritas dengan nilai NPT yakni
76. Oleh sebab itulah kami akan mengambil topik hipertensi dalam penelitian ini.

36
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif sederhana dengan jenis penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode pendekatan survey deskriptif yaitu jenis penelitian yang
diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan didalam suatu
komunitas atau masyarakat. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel
yang lain. Data yang diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis sesuai
dengan metode statistik yang digunakan kemudian diinterprestasikan.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


 Tempat penelitan : Penelitian ini akan dilaksanakan di Panti Sosial Tresna
Werdha Sinta Rangkang.
 Waktu penelitian : Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret tahun
2018.

4.3 Profil Puskesmas Tangkiling


Data Puskesmas Tangkiling
1. Latar Belakang
Puskesmas Tangkiling mulai didirikan pada tahun 1974 diatas tanah seluas
2423,6m2. Berawal dari Balai pengobatan. Tahun 1976 ditingkatkan menjadi
puskesmas pembantu, dengan puskesmas induk di Puskesmas Pahandut.
Mengalami renovasi pada tahun 1978 dan menjadi puskesmas induk. Pada tahun
1999 dibangun tambahan bangunan untuk menjadi gedung unit gawat darurat dan
rawat inap.4

37
Bangunan puskesmas induk mengalami renovasi total tahun 2006, berupa
bangunan 2 lantai dengan luas bangunan 260 m2. Sehingga luas bangunan
seluruhnya menjadi 460 m2.4
Berdasarkan peraturan Walikota Palangka Raya nomor 48 tahun 2011,
pada 1 juli taahun 2012. Puskesmas Tangkiling dirubah nama menjadi Unit
Pelaksana Teknis Dinas Puskesmas Tangkiling.4
2. Keadaan Geografis
Puskesmas Tangkiling merupakan satu-satunya puskesmas yang ada di
kecamatan Bukit Batu. Kecamatan Bukit Batu secara geografis terletak 113°30’ -
133° 50’ Bujur Timur dan 1°35’ - 1°40’ lintang selatan.4
Kecamatan Bukit Batu merupakan salah satu kecamatan yang berada
dalam wilayah Kota Palangka Raya, dan secara administrativ berbatasan dengan :4
 Sebelah Utara : Kecamatan Rakumpit, Kota Palangka Raya
 Sebelah Selatan : Kecamatan Kahayan Tengah, Kab. Gunung Mas
 Sebelah Timur : Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya
 Sebelah Barat : Kecamatan Tasik Payawan, Kab. Katingan
Puskesmas Tangkiling berlokasi :4
 Jl. Tjilik Riwut Km. 34 No. 13 Kelurahan Tangkiling Kec. Bukit Batu
Kota Palangka Raya
 Telpon : 0536-420211
 Faks : 0536-420211
 Status : Puskesmas milik pemerintah Kota Palangka Raya
 Email : pkmtangkiling@gmail.com
 Blog : puskesmastangkiling.blogspot.com
3. Demografi
Jumlah penduduk Kecamatan Bukit Batu berjumlah 12.350 jiwa, terdiri
dari laki-laki 6.462 jiwa dan perempuan 5.888 jiwa dengan perincian 7 kelurahan
wilayah kerja.4
 UPT puskesmas Tangkiling dalam pelayanannya dibantu 9 pustu yaitu :4
- Pustu Banturung

38
- Pustu Habaring Hurung’
- Pustu Trans UPT 38
- Pustu Kanarakan
- Pustu Marang
- Pustu Tumbang Tahai
- Pustu Sei Gohong
- Pustu Nyaru Menteng
- Pustu adulam Km. 18
 Polindes 2 yaitu :4
- Polindes Trans 38
- Polindes Tumbang Tahai
4. Unit Kesehatan Masyarakat (UKM)
Sarana UKM yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tangkiling :4
 Posyandu balita : 17 buah
- Jumlah kader : 85 kader
 Posyandu lansia : 1 buah
- Jumlah kader : 5 kader
 Posmaldes : 16 buah
- Jumlah kader : 16 kader
 Sekolah dengan UKS/ UKGS : 17 SD
: 3 SMP
: 3 SMU
 TK binaan Sikat masal : 9 TK
5. Kegiataan Pelayanan
 Dalam gedung :4
- Loket
- Poli dewasa
- Poli anak
- Poli KIA/KB
- Poli gigi
- Konsultasi Gizi

39
- Konsultasi sanitasi
- Konsultasi PKPR
- Imunisasi
- Laboratorium
- Apotik
- P2M
- Tata usaha
- Gudang obat
- Inventaris barang
- UGD dan Rawat inap
 Luar gedung :4
- Posyandu
- Penyuluhan kesehatan di masyarakat
- Perkesmas
- Pusling DAS kanarakan
- UKS/UKGS
- Gerakan sayang ibu
- Rumah tunggu kelahiran
6. Ketenagaan4
Tabel 4.1 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tangkiling
No. Profesi Jumlah
1. Dokter Umum PNS 2
2. Dokter Umum PTT 1
3. Dokter Gigi PTT 2
4. Apoteker 0
5. SKM 2
6. S.Kep 1
7. Akper 10
8. SPK 8
9. Akzi 1

40
10. Analis kesehatan 1
11. Asisten apoteker 1
12. DI sanitasi 1
13. Akbid 17
14. PPB 5
15. DI gizi 1
16. SPRG 3
SMA (pakarya) 3

Total 62

7. Keadaan Penduduk
 Kepadatan penduduk
Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan, dan juga
merupakan beban dalam pembangunan, oleh karena itu pembangunan diarahkan
kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sejak tahun 2012. Puskesmas
Tangkiling ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya untuk melayani
penduduk yang berada di wilayah kerja puskesmas. Jumlah penduduk pada tahun
2017 adalah 12.350 jiwa dan jumlah KK sebanyak 3.296 KK. Dimana sekitar
4.509 jiwa diantaranya tergolong masyarakat miskin (peserta BPJS Bantuan
pemerintah).4
 Sex Ratio
Sex Ratio adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan jenis
kelamin. Ratio ini merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki
dan perempuan di suatu daerah tertentu.4
Dari data penduduk Wilayah Kecamatan Bukit Batu yang terdiri dari 7
kelurahan dengan jumlah penduduk 12.959 Jiwa, terlihat bahwa laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan, dengan jumlah penduduk perempuan adalah 6.350
Jiwa sedangkan laki-laki sebanyak 6.609 jiwa.4
Pembangunan kesehatan di Puskesmas Tangkiling4
A. Visi, Misi dan Strategi UPTD Puskesmas Tangkiling

41
a. Visi
 Pelayanan kesehatan prima bagi masyarakat
b. Misi
 Sumber daya kesehatan yang berkualitas
 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
 Menjalin kerja sama lintas sektoral
 Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
seluruh lapisan masyarakat
c. Strategi
 Meningkatkan pelayanan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif) di
Puskesmas induk
 Meningkatkan pelayanan promotif dan preventif dalam bentuk
penyuluhan, advokasi dan klinik sehat
 Meningkatkan pelayanan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif) di
Puskesmas pembantu dan Puskesmas keliling
 Memperkuat jaringan komunikasi dan koordinasi dengan stake holder
 Memperkuat jaringan peran serta masyarakat di bidang kesehatan.
d. Indikator pencapaian Kesehatan Sehat
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan
e. Nilai-nilai organisasi
 Melaksanakan disiplin yang tinggi dengan penuh rasa tanggung jawab
 Ikhlas dalam menjalankan tugas dan tanpa pamrih
 Kreatif, inovatif, proaktif dan bekerja secara profesional
 Saling menghormati mencintai dan menghargai sesama karyawan
 Setia dan loyal kepada aturan yang berlaku
 Hadapi pelanggan dengan ramah, sabar, simpati, penuh pengabdian dan
kasih sayang

42
 Hari ini lebih baik dari hari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini
 Memiliki rasa bangga menjadi petugas Puskesmas Tangkiling
 Bekerja adalah ibadah
 Menjadi insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
B. Bentuk Kegiatan
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan (kuratif dan
rehabilitatif) di Puskesmas Induk.
 Mengoptimalkan bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan fasilitas dan
kemampuan yang tersedia yang terdiri dari :
1. Pelayanan registrasi / loket
2. Pelayanan poli umum / anak
3. Pelayanan UGD dan rawat inap
4. Pelayanan gizi
5. Pelayanan farmasi
6. Pelayanan imunasi
7. Pelayanan KIA / KB
8. Promosi kesehatan / klinik sanitasi
9. Klinik akupressur
 Revitalisasi gerakan sayang ibu, suatu gerakan yang dilaksanakan oleh
masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan kualtas
hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap
upaya penurunan ANGKA KEMATIAN IBU karena hamil, melahirkan dan
nifas serta penurunan ANGKA KEMATIAN BAYI.
 Membuat pelayanan inovatif yaitu pelayanan kesehatan bagi para lanjut usia
yaitu Program Lansia Prioritas yaitu suatu pelayanan kesehatan bagi para lanjut
usia yang berumur diatas 60 tahun, dimana mereka mendapatkan pelayanan
terlebih dahulu (diprioritaskan) mulai dari mengambil pendaftaran / registrasi
di loket akan dilayani.
 Mengoptimalkan peran SDM sesuai dengan tupoksi pelayanan yang ada
 Melengkapi fasilitas penunjang pelayanan medis secara bertahap

43
 Mengoptimalkan pelayanan : secara tepat waktu, standar mutu, efisien dan
dengan keramah tamahan
 Mengoptimalkan pelayanan rujukan terutama rujukan horisontal (antar lini
pelayanan di puskesmas) dalam rangka mendorong optimalisasi pelayanan
klinik sehat, dengan tetap mengoptimalkan pelayanan rujukan vertikal
 Mengoptimalkan kordinasi pada semua lini pelayanan puskesmas
 Meningkatkan pelayanan promotif dan preventif dalam bentuk klinik sehat
o Mengoptimalkan petugas jaga layanan Huma Konsultasi meliputi :
1. Konsultasi gizi
2. Konsultasi sanitasi
3. Konsultasi PHBS
4. Konsultasi remaja (PKPR)
o Mengoptimalkan petugas jaga layanan Kosultasi Sehat meliputi :
1. Konsultasi medis
2. Konsultasi gigi
3. Konsultasi KIA dan KB dll.
 Mengupayakan dan mengoptimalkan rujukan kasus dari klinik poli
dewasa, anak, KIA / KB dan gigi.
 Melengkapi fasilitas penunjang pelayanan klinik sanitasi
 Meningkatkan pelayanan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif) di
puskesmas pembantu dan puskesmas keliling
o Mengoptimalkan bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan fasilitas dan
kemampuan yang tersedia di pustu
 Pelayanan registrasi
 Pelayanan balai pengobatan
 Pelayanan KIA-KB
o Mengoptimalkan peranan SDM sesuai dengan tupoksi pelayanan yang ada
o Mengoptimalkan pelayanan di pustu secara tepat waktu, peningkatan mutu,
efisien dan dengan keramah tamahan.

44
o Mengoptimalkan pelayanan puskesmas keliling terutama pada kelurahan jalur
sungai yang kesulitan mengakses pelayanan kesehatan ke puskesmas induk/
pustu
 Memperkuat jaringan komunikasi dan koordinasi dengan stake holder
o Mengoptimalkan koordinasi lintas sektoral tingkat kecamatan, secara aktif
maupun pasif
o Membangun komunikasi dengan aparat dan lembaga tingkat Kelurahan dalam
rangka memperoleh dukungan untuk implementasi program kesehatan di
tingkat Kelurahan.
o Membangun dan meningkatkan tingkat kepercayaan pelayanan puskesmas
pada masyarakat melalui tokoh masyarakat.
 Memperkuat jaringan peran serta masyarakat di bidang kesehatan
o Membangun komunikasi dan koordinasi dengan kader sebagai jaringan
program dan layanan kesehatan pada masyarakat
o Mengoptimalkan pembinaan petugas puskesmas ke posyandu
o Mengoptimalkan peran petugas pembina wilayah desa
o Mengoptimalkan kerja sama lintas program dalam memberdayakan masyarakat
o Mengoptimalkan jaringan komunikasi dan koordinasi serta pelayanan
kesehatan pada institusi pendidikan dan panti.

Daftar 10 Penyakit berdasarkan Jumlah Kunjungan Terbanyak


Pelayanan kesehatan di UPTD Puskesmas Tangkiling pada dasarnya tidak
hanya dalam penanganan penyakit, namun juga menyangkut pencegahan, hal ini
sejalan dengan prinsip dalam dunia kesehatan yaitu promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Sehubungan dengan hal ini, perlu ditabulasi jumlah kunjungan
terbanyak 10 penyakit yang menjadi masalah di masyarakat sehingga
permasalahan yang ada bisa diantisipasi dengan langkah-langkah strategis.
Adapun 10 penyakit terbanyak tahun 2017 di UPTD Puskesmas Tangkiling
adalah:4

45
Tabel 4.2 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Tangkiling

NO. Nama Penyakit Jumlah Kasus Persentase

Infeksi akut pada saluran pernapasan


1 3159 36,7 %
atas
2 Febris 1446 16,8%
3 Common cold 811 9,4 %
4. Gastritis 809 9,3%
5 Hipertensi 789 9.1 %
6 Dispepsia 479 5,5%
7 Caries dentis 413 4,8%
8 Diare dan gastroenterisit non spesifik 411 4,7 %
9 Demam tifoid dan paratifoid 388 4,5%
Kecelakaan transport yang tidak
10 381 4,4%
ditentukan
TOTAL KASUS 8607
Tampak Hipertensi merupakan penyakit sistemik terbesar pertama yang
terjadi di Puskesmas Tangkiling.

4.4 Profil Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sinta Rangkang


A. Sejarah singkat PSTW Sinta Rangkang
Sebelum diserahkan/dialihkan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan
Tengah, Panti Sosial Tresna Werdha Sinta Rangkang merupakan Unit
Pelaksana Teknis Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Kalimantan
Tengah di bawah Departemen Sosial RI yang berdiri Tahun anggaran 1980
– 1981 di atas Lahan Tanah 19.950 m2 dengan nama Sasana Tresna
Werdha Sinta Rangkang yang terletak di Kel. Banturung Kec. Bukit Batu
Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah.
Pada tahun 1994 dengan adanya SK Menteri Sosial RI Nomor:
14/HUK/1994 Tentang Pembekuan Penamaan Sasana Tresna Werdha
Sinta Rangkang, maka berubah menjadi PANTI SOSIAL TRESNA

46
WERDHA SINTA RANGKANG, untuk lokasinya tetap berada di Kel.
Banturung Kec. Bukit Batu Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan
Tengah.
Pada tahun 2000 dengan terjadinya likuidasi terhadap Departemen
Sosial RI dan diberlakukannya Otonomi Daerah maka Kakanwil Dep.
Sosial Prov. Kalimantan Tengah dan seluruh aset dan perangkatnya
termasuk UPTD diambil alih dan diserahkan ke Pemerintah Daerah
Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu dengan diterbitkannya SK Gubernur
Provinsi Kalimantan Tengah Nomor : 71 tahun 2001 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Kalimantan Tengah.
Untuk unit pelaksana Teknis sesuai keputusan Gubernur provinsi
Kalimantan Tengah nomor: 224 tahun 2001 Tgl. 29 November 2001
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna
Werdha Sinta Rangkang.
Tahun 2007 terbit peraturan pemerintah nomor: 41 tahun 2007
tentang organisasi perangkat daerah (lembaran Negara RI tahun 2007 no.
89 tambahan lembaran Negara RI 4741). Maka dasar pelaksanaan tugas
juga mengalami perubahan yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Daerah
no. 6 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja dinas daerah provinsi
Kalimantan Tengah dan peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah
nomor: 60 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja UPTD PSTW
Sinta Rangkang, PSBRKW pada Dinas Sosial Provinsi Kalimantan
Tengah.
Pembangunan PSTW Sinta Rangkang dilaksanakan secara
bertahap sebagai berikut :
 Tahap I tahun 1980/1981, dibangun 2 buahn wisma, 1 buah dapur
umum, pagar dan jalan.
 Tahap II tahun 1981/1982, dibangun 3 buah wisma, kantor, aula,
dan unit rumah dinas petugas.
 Tahap III tahun 1982/1983, dibangun 3 buah wisma, 1 buah
poliklinik, 1 buah runag ketrampilan

47
 Tahap IV tahun 1983/1984, dibangun 2 buah wisma
 Tahap V tahun 1993/1994, dibangun 1 buah garasi mobil dan 1
buah musholla
 Tahap VI tahun 1997/1998, dibangun 1 buah ruang isolasi, jalan
dan pagar
 Tahap VII tahun 2001/2002, dibangun 1 buah wisma
B. Dasar Hukum
1. UUD 1945 pasal 27 ayat 2, pasal 34
2. UU RI no. 4 tahun 1965 Tentang Pemberian Bantuan Penghidupan
Bagi Orang Jompo Terlantar
3. UU RI No. 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
4. UU RI No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
5. UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
6. UU RI No. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan Sosial
7. Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1994 Tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil
8. Keputudsan Menteri Sosial RI no. 23/HUK/1996 tentang Pola Dasar
Pembanguna Kesejahteraan Sosial Usia Lanjut
9. Keputusan Menteri Sosial RI no. 30/HUK/1997 Tentang Pelayanan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
10. Keputusan Menteri Sosial RI no. 4/PRS-3/KPTS/2007 Tentang
Pedoman Pelayanan Sosial Dalam Panti
11. Peraturan Daerah Provinsi Klimantan Tengah No. 6 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Kalimantan
Tengah
12. Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah no. 60 tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja UPTD Panti Sosial BRKW Pada
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah
C. Visi dan Misi
1. Visi

48
Memperpanjang Usia Harapan Hidup yang Produktif dan Berkualitas.
2. Misi
a. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesejahteraan Lanjut Usia
terlantar.
b. Memberikan perlindungan hukum bagi Lanjut usia sehingga
mereka merasa amana dan tenteram.
c. Pengasramaan kepada Lanjut Usia terlantar.
d. Pengembangan keterampilan sesuai kemampuan yang dimiliki.
D. Tugas Pokok dan Fungsi
1. Tugas pokok :
Penyelenggaraan pelayanan sosial dengan menempatkan Lanjut
Usia dalam Panti untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak dan
wajar.
2. Fungsi :
a. Pengasramaan / pemberian tempat tinggal yang layak
b. Pelaksanaan pemenuhan kebutuhan hidup klien LU
c. Pelaksanaan pengisian waktu luang dan rekreasi
d. Melaksanakan bimbingan mental, sosial dan keagamaan /
kerohanian
e. Melaksanakan terminasi (pengurusan pemakaman)
E. Sasaran Pelayanan
1. Lanjut usia (LU) yaitu seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun
keatas.
2. Keluarga, yaitu keluarga yang karena sesuatu hal tidak dapat
memelihara orang tuanya yang sudah lanjut usia.
3. Masyarakat yaitu masyarakat yang mampu dan mau berpartisipasi
dalam pembinaan kesejahteraan sosial LU.
4. Instansi terkait yang dapat membantu dalam rangka memberikan
penanganan dan pelayanan kepada LU.
F. Jenis Pelayanan
1. Pelayanan Kebutuhan Makan.

49
2. Pemmeliharaan Kesehatan dan Kebersihan.
3. Pemberian bimbingan keterampilan, fisik, sosial, dan keagamaan.
G. Tahap pelayanan sosial
1. Tahap pendekatan awal
a. Sosialisasi
b. Identifikasi dan seleksi
c. Penerimaan dan registrasi
2. Tahap pengungkapan dan Pemahaman Masalah
a. Pengumpulan data
b. Pengolahan dan Verifikasi data
c. Analisis Data
3. Tahap Perencanaan Program Layanan
a. Penetapan tujuan pelayanan
b. Penetapan jenis pelayanan yang dibutuhkan klien
c. Penetapan potensi dan sumber yang dibutuhkan
d. Penetapan waktu pelaksanaan
4. Tahap pelaksanaan Pelayanan
a. Pemenuhan kebutuhan fisik
b. Bimbingan sosial
c. Bimbingan fisik dan kesehatan
d. Bimbingan psikososial
e. Bimbingan mental spritual dan kerohanian
f. Bimbingan ketramplian
5. Tahap Pasca Pelayanan
a. Evaluasi
b. Terminasi dan Rujukan
c. Pembinaan Lanjut (setelah kembali ke pihak Keluarga, ketika
klien sudah dimakamkan, karena klien tidak memiliki keluarga)
H. Sarana dan Prasarana
1. Kantor = 1 buah 12. Musholla = 1 buah
2. Aula = 1 buah 13. Pos Jaga = 1 buah

50
3. Wisma = 11 buah 14. Gudang = 1 buah
4. R. Ketrampilan = 1 buah 15. Selasar = 3 unit
5. R. Poliklinik = 1 buah 16. Tower air = 3 unit
6. R. Isolasi = 1 buah 17. Papan Nama = 1 buah
7. Rumah Dinas = 10 buah 18. Pagar = 607,5 m2
8. R. Konsutasi = 1 buah 19. Jln. Komplek = 400 m
9. Wisma Tamu = 1 buah 20. Drainase = 900 m
10. Garasi = 1 buah 21. Taman = 400 m
11. Dapur Umum = 1 buah
I. Personalia
1. Tanaga Administrasi = 5 orang
2. Tenaga Teknis
a. Tenaga Fungsional tertentu:
- Pekerja Sosial = 6 orang
- Tenaga Psikologi/klinis = 1 orang
- Dokter = 1 orang
- Perawat = 2 orang
b. Tenaga Fungsional/Umum :
- Pramusaji / Tkg Masak = 4 orang
- Tukang cuci = 1 orang
- Sopir = 1 orang
- Satpam = 3 orang
c. Tenaga kontrak
- Keamanan/satpam = 1 orang
- Cleaning Service = 4 orang
- Tukang Kebun = 2 orang
- Tenaga Medis/Perawat = 1 orang
J. Prosedur Masuk Panti
1. Kriteria :
a. Berusia 60 tahun keatas
b. Terlantar, karena tidak berdayaa mencari nafkah sendiri

51
c. Sehat jasmani dan rohani (tidak lumpuh, tidak buta dan tidak
terganggu kesehatan jiwanya).
2. Persyaratan :
a. Membawa surat rekomendasi dari Dinas Sosial Kab/Kota
setempat
b. Membawa foto Uk. 3x4 sebanyak 3 lembar
c. Surat Keterangan berbadan sehat dari dokter
d. Mengisi formulir yang disediakan pihak Panti.

4.5 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh lansia yang tinggal di Panti
Sosial Tresna Werdha Sinta Rangkang.

4.6 Sampel, Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Sampling


4.6.1 Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan
tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan pada suatu ciri atau sifat-
sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
4.4.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah :
1) Lansia yang ditetapkan umurnya disini yaitu > 60 tahun.
2) Lansia yang tinggal di panti sosial tresna werdha sinta rangkang.
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi
dalam penelitian ini meliputi :
1) Lansia yang mengalami gangguan kesadaran

52
2) Lansia yang mengalami gangguan komunikasi
3) Lansia yang kebetulan sedang tidak berada di tempat

4.7 Tata Urutan Kerja


1. Pencarian responden yang sesuai dengan kriteria ekslusi dan inklusi
2. Pengumpulan data dengan melakukan pemberian angket kuesioner
3. Pengolahan data yang akan disajikan ke dalam grafik dan tabel
4. Menyusun alternatif pemecahan masalah sesuai hasil pengolahan data
5. Melakukan pemecahan masalah
6. Penyusunan laporan diagnosis komunitas

4.8 Pengumpulan Data


Data yang digunakan adalah data primer. Data dikumpulkan dengan cara
pemberian angket atau kuesioner kepada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Sinta Rangkang. Dari 80 penghuni panti sosial, didapatkan 75 responden yang
sesuai dengan kriteria penelitian.

4.9 Analisis Data


Analisis data dihitung kemudian disajikan dalam bentuk grafik.

53
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Analisis Univariat


Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis univariat.
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti. Analisis univariat dalam penelitian ini menggambarkan
frekuensi dari variabel yang diteliti yaitu karakteristik lansia dan tingkat
pengetahuan lansia terhadap hipertensi.

5.2 Karakteristik Responden

USIA
60-74 75-90 >90

2%

29%

69%

Gambar 5.1 Usia Responden


Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa mayoritas responden yang
berada di kelompok lanjut usia yang (elderly) berkisar 60-74 tahun, yakni
sebanyak 69%. Hal ini dikarenakan lansia yang berada dalam rentang umur yang
demikian, masih dapat berkomunikasi dengan jelas sehingga data yang diperoleh
juga akurat. Usia responden yang berada di kelompok lanjut usia tua (old)
berkisar 75-90 tahun dan kelompok usia sangat tua (very old) yakni > 90 tahun,
berturut-turut sebagai berikut 29% dan 2%. Jadi dapat disimpulkan bahwa lebih
dari setengah responden berusia 60-74 tahun. Usia lansia yang termasuk didalam
kelompok lanjut usia (elderly) tersebut masih dapat memahami materi dalam

54
komunikasi dengan jelas sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dengan
jelas juga.

Jenis Kelamin

44%

56% Laki-laki
Perempuan

Gambar 5.2 Jenis Kelamin Responden


Jumlah responden laki-laki lebih banyak jumlahnya daripada responden
perempuan. Jumlah responden laki-laki sebanyak 42 orang (56%) sedangkan
jumlah responden perempuan sebanyak 33 orang (44%). Hal tersebut menandakan
bahwa mayoritas penduduk di panti sosial adalah laki-laki.

Pendidikan Terakhir
1%
11%
SD
11%
SMP
13%
64% SMA
S1
Lain-lain

Gambar 5.3 Pendidikan Terakhir Responden

55
Sebagian besar lansia penghuni panti sosial Tresna Werdha Sinta
Rangkang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, hal tersebut dapat dilihat
pada tingginya tingkat pendidikan terakhir yang dimaksud adalah SD sebanyak 48
responden (64%) yang menempati tempat tertitinggi. Kemudian diikuti oleh
tingkat pendidikan terakhir SMP sebanyak 10 responden (13%) , SMA sebanyak 8
responden (11%), S1 sebanyak 1 responden (1%) dan lain-lain sebanyak 8
responden (11%). Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kualitas
hidup penduduk lanjut usia umumnya masih rendah.

5.3 Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Hipertensi

TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA


TERHADAP TEKANAN DARAH TINGGI

40% Ya Tidak
60%

Gambar 5.4 Tingkat Pengetahuan Lansia terhadap Tekanan Darah Tinggi


Tingkat pengetahuan lansia terhadap tekanan darah tinggi di Panti Sosial
Tresna Werdha Sinta Rangkang secara umum terlihat mengetahui apa itu tekanan
darah tinggi, hal tersebut dapat terlihat pada hasil jawaban ya responden yaitu
(60%) dan hasil jawaban tidak responden yaitu (40%). Hal tersebut menunjukkan
bahwa pengetahuan lansia terhadap tekanan darah tinggi memiliki pengetahuan
yang cukup baik.

56
DISITRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN TERHADAP
PENGETAHUAN ISTILAH HIPERTENSI

21%

Ya
Tidak
79%

Gambar 5.5 Distribusi Frekuensi Responden terhadap Pengetahuan istilah


Hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.5 Distribusi frekuensi responden terhadap
pengetahuan apa itu hipertensi menunjukkan hasil ya sebanyak 16 responden
(21%) dan hasil menjawab tidak sebanyak 59 responden (79%). Hal tersebut dapat
dikarenakan umumnya pada masyarakat tidak mengetahui apa itu hipertensi
namun hanya mengetahui tekanan darah tinggi.

DISTRIBUSI PENGETAHUAN MENGENAI


PENTINGNYA MEMERIKSAKAN TEKANAN DARAH
KE PELAYANAN KESEHATAN

37,3%
Ya
62,7%
Tidak

Gambar 5.6 Distribusi Pengetahuan Mengenai Pentingnya Memeriksakan


Tekanan Darah Ke Pelayanan Kesehatan

57
Berdasarkan Gambar 5.6 Distribusi pengetahuan mengenai pentingnya
memeriksakan tekanan darah ke pelayanan kesehatan menunjukkan hasil ya
sebanyak 47 responden (62,7%) dan hasil menjawab tidak sebanyak 28 responden
(37,3%). Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata lansia mengetahui pentingnya
memeriksakan kesehatan di pelayanan kesehatan. Terlebih di panti sosial ini
terdapat klinik yang dapat digunakan sebagai wadah untuk memeriksa kesehatan
lansia.

DISTRIBUSI PENGETAHUAN MENGENAI KONSUMSI


MAKANAN BERLEMAK SEHINGGA MENYEBABKAN
HIPERTENSI

45,3% 54,7%
Ya
Tidak

Gambar 5.7 Distribusi Pengetahuan Mengenai Konsumsi Makanan


Berlemak Sehingga Menyebabkan Hipertensi

Berdasarkan Gambar 5.7 distribusi pengetahuan mengenai konsumsi


makanan berlemak sehingga menyebabkan hipertensi menunjukkan hasil ya
sebanyak 41 responden (54,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 27
responden (45,3%).

58
DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN MENGENAI KONSUMSI
MAKANAN DENGAN GARAM BERLEBIH SEHINGGA
MENYEBABKAN HIPERTENSI

34,7%
Ya
Tidak
65,3%

Gambar 5.8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mengenai Konsumsi


Makanan Dengan Garam Berlebih Sehingga Menyebabkan Hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.8 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai
konsumsi makanan dengan garam berlebih sehingga menyebabkan hipertensi
menunjukkan hasil ya sebanyak 49 responden (65,3%) dan hasil yang menjawab
tidak sebanyak 21 responden (34,7%).

DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN MENGENAI KONSUMSI


BUAH-BUAHAN SEGAR, USAHA LAIN UNTUK MENCEGAH
TEKANAN DARAH TINGGI ADALAH OLAHRAGA SECARA
TERATUR

30,7

69,3% Ya
Tidak

Gambar 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mengenai konsumsi buah –


buahan segar, usaha lain untuk mencegah tekanan darah tinggi adalah
olahraga secara teratur

59
Berdasarkan Gambar 5.9 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai
konsumsi buah-buahan sebagai usaha pencegahan hipertensi menunjukan hasil
yang menjawab ya sebanyak 52 responden (69,3%) dan hasil yang menjawab
tidak sebanyak 23 responden (30,7%).

DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN MENGENAI


KEBIASAAN MEROKOK DAN MEMINUM MINUMAN
BERALKOHOL SEHINGGA MENYEBABKAN HIPERTENSI

42,7% Ya
Tidak
57,3%

Gambar 5.10 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mengenai Kebiasaan


Merokok Dan Meminum Minuman Beralkohol Sehingga Menyebabkan
Hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.10 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai
kebiasaan merokok dan meminum minuman beralkohol sehingga menyebabkan
hipertensi menunjukkan hasil ya sebanyak 43 responden (57,3%) dan hasil yang
menjawab tidak sebanyak 32 responden 32 (42,7%)

60
DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN MENGENAI STRESS
SEHINGGA MENYEBABKAN HIPERTENSI

41,3%

58,7%
Ya
Tidak

Gambar 5.11 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mengenai Stress Sehingga


Menyebabkan Hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.11 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai
stress sehingga menyebabkan hipertensi menunjukkan hasil ya sebanyak 44
responden (58,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 31 responden
(41,3%).

DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN MENGENAI DUKUNGAN


KELUARGA ATAU ORANG TERDEKAT UNTUK MEMOTIVASI
PENDERITA HIPERTENSI DALAM MENJALANKAN PERUBAHAN
GAYA HIDUP

25,3%

Ya
74,7% Tidak

Gambar 5.12 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Mengenai Dukungan


Keluarga Atau Orang Terdekat Untuk Memotivasi Penderita Hipertensi
Dalam Menjalankan Perubahan Gaya Hidup

61
Berdasarkan Gambar 5.12 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai
dukungan keluarga atau orang terdekat untuk memotivasi penderita hipertensi
dalam menjalankan perubahan gaya hidup menunjukkan hasil yang menjawab ya
sebanyak 56 responden (74,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 19
responden (25,3%).

DISTRIBUSI PENGETAHUAN MENGENAI MEMINUM OBAT


HIPERTENSI SECARA TERATUR DAN MENGONTROL POLA
MAKAN SEBAGAI USAHA MENCEGAH KEKAMBUHAN
HIPERTENSI

32%

Ya
86%
Tidak

Gambar 5.13 Distribusi Pengetahuan Mengenai Meminum Obat Hipertensi


Secara Teratur Dan Mengontrol Pola Makan Sebagai Usaha Mencegah
Kekambuhan Hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.13 Distribusi pengetahuan mengenai meminum
obat hipertensi secara teratur dan mengontrol pola makan sebagai usaha mencegah
kekambuhan hipertensi menunjukkan hasil yang menjawab ya sebanyak 51
responden (86%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 24 responden (32%).

62
DISTRIBUSI FREKUENSI MENGENAI BERAT BADAN BERLEBIH
MENYEBABKAN HIPERTENSI

45,3%
54,7% Ya
Tidak

Gambar 5.14 Distribusi Frekuensi Mengenai Berat Badan Berlebih


Menyebabkan Hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.14 Distribusi frekuensi mengenai berat badan
berlebih menyebabkan hipertensi menunjukkan hasil yang menjawab ya sebanyak
41 responden (54,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 34 responden
(45,3%).

63
5.4 Pembahasan
Pengetahuan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah definisi, faktor
resiko dan pencegahan dan tatalaksana hipertensi dalam pandangan masyarakat
umum. Dari data yang didapatkan dari kuesioner, sebagian responden mengetahui
apa definisi dari hipertensi yaitu sebanyak 16 responden (21,3%) dan yang tidak
mengetahui sebanyak 59 responden (78,7%). Responden yang dapat menjawab
tentang definisi tersebut rata-rata adalah pasien hipertensi, sedangkan responden
yang tidak dapat menjawab dengan benar dapat dikarenakan pada masyarakat
umumnya tidak mengetahui istilah hipertensi namun hanya mengetahui definisi
tekanan darah tinggi.
Pengetahuan mengenai faktor resiko terjadi hipertensi tergambar dari
pertanyaan mengenai mengkonsumsi alkohol, kebiasaan merokok, konsumsi
garam berlebih, faktor stres dan berat badan berlebih dapat menyebabkan
hipertensi. Pengetahuan lansia mengenai faktor resiko terhadap terjadinya
hipertensi berdasarkan hasil lebih banyak yang mengetahui daripada yang tidak
mengetahui. Tergambar dari pertanyaan mengenai konsumsi makanan berlemak
dapat menyebabkan hipertensi menunjukkan hasil ya sebanyak 41 responden
(54,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 27 responden (45,3%),
pengetahuan mengenai konsumsi makanan dengan garam berlebih sehingga
menyebabkan hipertensi menunjukkan hasil ya sebanyak 49 responden (65,3%)
dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 21 responden (34,7%), pengetahuan
mengenai stress sehingga menyebabkan hipertensi menunjukkan hasil ya
sebanyak 44 responden (58,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 31
responden (41,3%) dan pengetahuan mengenai berat badan berlebih menyebabkan
hipertensi menunjukkan hasil yang menjawab ya sebanyak 41 responden (54,7%)
dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 34 responden (45,3%).
Pengetahuan lansia mengenai pencegahan dan tatalaksana secara umum
terjadinya hipertensi cukup baik hal ini tergambar dari pertanyaan mengenai
dukungan keluarga atau orang terdekat untuk memotivasi penderita hipertensi
dalam menjalankan perubahan gaya hidup menunjukkan hasil yang menjawab ya
sebanyak 56 responden (74,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 19

64
responden (25,3%). Hal ini sesuai dengan teori, bahwa keluarga seringkali
berpengaruh pada tindakan seseorang. Meskipun lansia tidak memiliki
pengetahuan yang baik tentang hipertensi tetapi memiliki keluarga yang
mendukung untuk melakukan tindakan tersebut maka lansia tersebut akan
melakukan tindakan pengendalian terhadap hipertensi. Hal ini berkaitan dengan
beban tanggungan, lansia termasuk dalam kelompok orang yang tidak produktif.
Kelompok tidak produktif akan ditanggung oleh kelompok produktif. Sesuai
dengan pernyataan bahwa angka beban tanggungan Indonesia sebesar 48,63%
artinya setiap 100 orang penduduk yang masih produktif akan menanggung 48
orang yang tidak produktif di Indonesia. Pengetahuan mengenai pentingnya
memeriksakan tekanan darah ke pelayanan kesehatan menunjukkan hasil ya
sebanyak 47 responden (62,7%) dan hasil menjawab tidak sebanyak 28 responden
(37,3%) dan pengetahuan mengenai meminum obat hipertensi secara teratur serta
mengontrol pola makan sebagai usaha mencegah kekambuhan hipertensi
menunjukkan hasil yang menjawab ya sebanyak 51 responden (86%) dan hasil
yang menjawab tidak sebanyak 24 responden (32%).
Berdasarkan data tersebut lansia yang berada di panti sosial Tresna
Werdha Sinta Rangkang mempunyai pengetahuan yang baik mengenai faktor
resiko dan pencegahan hipertensi. Hal ini dikarenakan diantara lansia tersebut
mempunyai pengalaman memeriksakan tekanan darah dan dokter yang bertugas
memberikan pengetahuan kepada lansia tersebut. Dari pengalaman tersebut lansia
memperoleh pengetahuan, karena pengalaman merupakan sumber pengetahuan,
pengalaman juga bisa menjadi suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan.
Untuk lebih jelasnya, maka pembahasan dari hasil penelitian kami akan
kami uraikan satu persatu seperti di bawah ini.
5.4.1 Distribusi frekuensi pengetahuan tentang hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.5 Distribusi frekuensi responden terhadap
pengetahuan istilah hipertensi menunjukkan hasil ya sebanyak 16 responden
(21%) dan hasil menjawab tidak sebanyak 59 responden (79%). Hal tersebut dapat
dikarenakan umumnya pada masyarakat tidak mengetahui istilah hipertensi

65
namun hanya mengetahui tekanan darah tinggi. Responden yang dapat menjawab
tentang definisi dari istilah hipertensi tersebut rata-rata adalah pasien hipertensi.
Hal ini dikarenakan diantara lansia tersebut mempunyai pengalaman
memeriksakan tekanan darah dan dokter yang bertugas memberikan pengetahuan
kepada lansia tersebut. Dari pengalaman tersebut lansia memperoleh pengetahuan,
karena pengalaman merupakan sumber pengetahuan, pengalaman juga bisa
menjadi suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Sedangkan
responden yang tidak dapat menjawab dengan benar/tidak mengetahui istilah
hipertensi dapat dikarenakan pada masyarakat umumnya tidak mengetahui istilah
apa itu hipertensi namun hanya mengetahui tekanan darah tinggi ketika sudah
dijelaskan.
Tingkat pengetahuan pada tiap individu berbeda-beda, ada yang memiliki
pengetahuan baik namun ada juga yang memiliki pengetahuan kurang.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah oang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan
seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :13
a. Pengalaman, dimana dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun
orang lain. Misalnya jika seseorang pernah merawat anggota keluarga yang sakit
hipertensi pada umumnya menjadi lebih tahu tindakan yang harus dilakukan jika
terkena hipertensi.
b. Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau
pengetahuan seseorang. Secara umum, orang yang memiliki pengetahuan yang
tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Jadi, semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka semakin tinggi juga tingkat pengetahuan serta
wawasan yang dimilikinya.
c. Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi
tingkat pengetahuannya dan wawasannya. Sumber informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya televisi, radio, koran, buku,
majalah dan internet.

66
5.4.2 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai pentingnya
memeriksakan tekanan darah ke pelayanan kesehatan
Berdasarkan Gambar 5.6 Distribusi pengetahuan mengenai pentingnya
memeriksakan tekanan darah ke pelayanan kesehatan menunjukkan hasil ya
sebanyak 47 responden (62,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 28
responden (37,3%). Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata lansia mengetahui
pentingnya memeriksakan kesehatan di pelayanan kesehatan. Terlebih di panti
sosial ini terdapat klinik yang dapat digunakan sebagai wadah untuk memeriksa
kesehatan lansia.
Sebenarnya, tingkat usia seseorang tidak mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang terhadap hipertensi. Semakin tua seseorang, tidak
membuat kehidupan seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang
hipertensi. Namun, umumnya lansia mengalami peningkatan tekanan darah
dimana hal ini disebabkan pembuluh darah yang tersumbat oleh penimbunan
lemak atau pembuluh darahnya menjadi kaku karena proses penuaan. Oleh karena
itu penting bagi individu yang semakin tua usianya untuk menyadari hal tersebut
dan meningkatkan tingkat pengetahuannya agar dapat mencegah terjadinya
hipertensi dan penyakit lain yang biasanya muncul saat usia seseorang semakin
tua.13
Lanjut usia atau yang biasa kita kenal dengan Lansia, merupakan istilah
tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut
usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang
perlu dipertimbangkan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek biologis.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk
yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan

67
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Salah satu penyakit
yang paling sering dialami oleh lansia adalah hipertensi.14,15
5.4.3 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai konsumsi makanan
berlemak sehingga menyebabkan hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.7 distribusi pengetahuan mengenai konsumsi
makanan berlemak sehingga menyebabkan hipertensi pada 75 responden
didapatkan responden yang menjawab ya sebanyak 41 responden (54,7%) dan
responden yang menjawab tidak sebanyak 27 responden (45,3%). Hal ini
menunjukan bahwa gambaran tingkat pengetahuan dari 75 responden rata-rata
hampir setengah dari populasi tidak mengetahui bahwa makanan berlemak /
lemak jenuh dapat menyebabkan hipertensi. Kemungkinan besar hal ini terjadi
akibat rendahnya tingkat pendidikan pada responden yang rata-rata mayoritas
responden memiliki tingkat pendidikan lulus SD, hal ini sesui dengan penelitian
yang dilakukan pada lansia di Desa Makamhaja Kartasura Sukoharjo (Widyasari
D.F, 2010) bahwa tingkat pendidikan yang rendah pada lansia 54% dari
responden mereka dengan 51% berpendidikan lulusan SD tidak mengetahui atau
salah menginterpretasikan tentang apa itu hipertensi atau tekanan darah tinggi.16
Padahal berdasarkan teori konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi, dimana lemak jenuh
seperti produk-produk daging, telur dan minyak jelantah yang digunakan berkali-
kali yang dikonsumsi secara jangka panjang tanpa di imbangi pola hidup sehat
dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan berat badan dan terbentuknya plaque
di pembuluh darah. Konsumsi lemak yang berlebihan ini akan meningkatkan
kadar kolesterol dalam darah terutama kolesterol LDL (kolesterol jahat) yang
akan tertimbun dalam tubuh terus menerus dalam jangka lama yang menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah dalam jangka waktu panjang dari terbentuknya
plaque hingga terbentuknya aterosklerosis. Pembuluh darah yang mengalami
aterosklerosis akan mengakibatkan resistensi dinding pembuluh darah meningkat
yang dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
Meningkatnya tekanan darah secara terus-menerus akan mengakibatkan
hipertensi. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan

68
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh
secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang
bersumber dari tanaman terbukti dapat menurunkan tekanan darah.5,10

5.4.4 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai konsumsi makanan


dengan garam berlebih sehingga menyebabkan hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.8 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai
konsumsi makanan dengan garam berlebih menyebabkan hipertensi pada 75
responden memberikan jawaban ya sebanyak 49 responden (65,3%) dan yang
memberikan menjawab tidak sebanyak 21 responden (34,7%). Dimana
berdasarkan data tersebut menunjukan pengetahuan 75 responden mengenai
konsumsi garam berlebih menyebabkan hipertensi tergolong baik. Faktor
pengalam berperan besar dalam pengetahuan ini karena saat diajukan pertanyaan
tersbut responden rata-rata mengatakan berdasarkan pengalaman kalau makan-
makanan yang terlalu asin menyebabkan sakit kepala pada bagian leher belakang
dan kepala terasa cenat-cenut.
Berdasarkan teori, asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam
antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %.
Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.Garam menyebabkan
penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak
keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia
yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata
rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata
lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara
dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.Menurut Alison Hull, penelitian
menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada
beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh
meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.5,10

69
5.4.5 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai konsumsi buah – buahan
segar, usaha lain untuk mencegah tekanan darah tinggi adalah
olahraga secara teratur
Pada Gambar 5.9. didapatkan hasil 69,3% responden mengetahui bahwa
olahraga secara teratur dapat menjadi salah satu usaha dalam mencegah hipertensi.
Hal ini mengartikan bahwa pengetahuan pada Lansia di Panti Sosial ini mengenai
salah satu pencegahan hipertensi cukup baik, yang mana sesuai teori mengatakan
bahwa latihan olahraga dapat menurunkan tekanan sistolik maupun diastolik pada
usia lanjut yang sehat dan juga mereka yang mempunyai tekanan darah tinggi
ringan.17

5.4.6 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai kebiasaan merokok dan


minum-minuman beralkohol sehingga menyebabkan hipertensi
Para lansia juga cukup banyak yang mengetahui bahwa kebiasaan
merokok dan minum minuman beralkohol adalah salah satu penyebab dari
terjadinya hipertensi, terbukti dari hasil jawaban pada kuesioner yang menjawab
“Ya” sebanyak 57,3% (Gambar 5.10). Hal ini membuktikan, pengetahuan pada
lansia masih cukup bagus, dimana secara literatur mengatakan bahwa rokok dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi karena didalam rokok itu mengandung 4000
zat kimia yang dapat memicu terjadinya hipertensi beberapa di antaranya tar,
nikotin dan karbon dioksida. Ketika tar masuk didalam tubuh kita tar ini akan
langsung menyerang dan merusak sel dan jaringan yang ada didalam tubuh kita,
kemudian nikotin ketika sudah masuk didalam tubuh makan nikotin ini akan
memengaruhi sistim kerja otak sehingga membuat para perokok ketergantung atau
ketagihan, dan karbon dioksida dapat mempengaruhi kemampuan hemoglobin
darah, sebagai mana kita ketahui bahwa fungsi hemaglobin untuk mengikat sari-
sari makanan dan oksigen yang diprlukan oleh sel dan jaringan, ketika fungsi ini
terganggu maka jantung akan bekerja kerja keras untuk memompa darah untuk
memenuhi apa yang dibutuhkan oleh sel dan jaringan maka disinilah mulai terjadi
hipertensi. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mengurangi kebiasaan
merokok tersebut sehingga angka kejadian hipertensi berkurang.2 selain itu,

70
minuman berlakohol juga menjadi salah satu penyebab dari terjadinya hipertensi
karena didalam alkohol terdapat senyawa kimia yang dapat menyebabkan atau
dapat meningkatkan tekanan darah salah satunya Hidroginium memiliki pengaruh
terhadap kejadian hipertensi dan secara keseluruhan semakin banyak alkohol yang
dikonsumsi semakin tinggi tekanan darahnya. Alkohol juga bisa meningkatkan
keasaman darah sehingga menjadi lebih kental. Kekentalan darah ini memaksa
jantung memompa darah lebih kuat lagi, agar darah dapat sampai ke jaringan yang
membutuhkan dengan cukup. Ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan darah/hipertensi.18

5.4.7 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai stress sehingga


menyebabkan hipertensi
Stress merupakan reaksi atau respons tubuh terhadap stresor psikososial
yang dapat mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem
neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf
simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan
mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung
dan mendilatasi pupil. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawamelalui
aliran darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik
berperan dalam respons fight or flight. Ini akan menyebabkan sistem simpatik
bekerja. Aktivasi sistem simpatik akan menyebabkan vasokonstriksi supaya darah
dipam lebih banyak dalam masa sesaat, di mana stroke volumenya meningkat.
Stroke volume yang meningkat akan menyebabkan tekanan darah meningkat.19
Apabila stres berlanjut dan secara terus menerus, tekanan darah akan tetap
tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami hipertensi.20 Pada penelitian
didapatkan bahwa penderita lansia mengetahui stress merupakan salah satu faktor
resiko yang dapat menyebabkan hipertensi, hal tersebut dapat dilihat pada hasil
kuesioner yang mana responden yang menjawab ya sebanyak 44 responden
(58,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 31 responden (41,3%). Hal
tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Subramniam,

71
Hubungan antara stres dan tekanan darah tinggi pada mahasiswa.1 Pada kelompok
umur lansia sangat rentan terhadap stres yang dapat disebabkan oleh berbagai
permasalahan hidup, disertai juga karena dampak penurunan kemampuan dalam
mermpertahankan hidup, menyesuaikan diri dengan lingkungannya, fungsi badan
dan kejiwaan secara alami. Meningkatnya jumlah pelayanan tidak sebanding
dengan populasi Lanjut Usia yang meningkat tanpa bisa dihentikan. Kondisi
Lanjut Usia yang rentan secara psikis, membutuhkan lingkungan yang mengerti
dan memahami mereka. Lanjut Usia membutuhkan teman yang sabar, yang
mengerti dan memahami kondisinya. Mereka membutuhkan teman ngobrol,
membutuhkan dikunjungi kerabat, membutuhkan sapaan yang sejuk, dan sangat
senang jika didengarkan nasehatnya. Lanjut Usia juga butuh rekreasi, silaturahmi
kepada kerabat dan masyarakat , dengan demikian dapat menurunkan gejala stres
yang dialaminya.21

5.4.8 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai dukungan keluarga atau


orang terdekat untuk memotivasi penderita hipertensi dalam
menjalankan perubahan gaya hidup
Pengetahuan lansia mengenai pencegahan dan tatalaksana secara umum
terjadinya hipertensi cukup baik hal ini tergambar dari pertanyaan mengenai
dukungan keluarga atau orang terdekat untuk memotivasi penderita hipertensi
dalam menjalankan perubahan gaya hidup menunjukkan hasil yang menjawab ya
sebanyak 56 responden (74,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 19
responden (25,3%). Hal ini sesuai dengan teori, bahwa keluarga seringkali
berpengaruh pada tindakan seseorang. Meskipun lansia tidak memiliki
pengetahuan yang baik tentang hipertensi tetapi memiliki keluarga yang
mendukung untuk melakukan tindakan tersebut maka lansia tersebut akan
melakukan tindakan pengendalian. Hal ini berkaitan dengan beban tanggungan,
lansia termasuk dalam kelompok orang yang tidak produktif. Kelompok tidak
produktif akan ditanggung oleh kelompok produktif. Sesuai dengan pernyataan
bahwa angka beban tanggungan Indonesia sebesar 48,63% artinya setiap 100

72
orang penduduk yang masih produktif akan menanggung 48 orang yang tidak
produktif di Indonesia.22
Dukungan keluarga berperan dalam membantu lansia dalam melakukan
diet hipertensi. Adanya informasi dari anggota keluarga mengenai hipertensi
tentang apa yang disarankan tenaga kesehatan menjadikan modal bagi responden
untuk melakukanhal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah
pengetahuan keluarga maka peluang untuk terkena hipertensi semakin tinggi,
begitupun sebaliknya, ditunjang dengan kesadaran yang baik serta persepsi yang
benar juga akan berdampak terhadap upaya pencegahan yang baik pula. 22 Pada
kasus ini lansia tinggal di lingkungan panti sosial, sehingga perlu sekali untuk
adanya peran dukungan keluarga untuk membantu dalam kehidupan para lansia,
namun dalam hal ini peran keluarga dapat digantikan oleh para petugas yang ada
di panti baik itu petugas medis maupun non medis dapat menggantikan sebagai
orang terdekat untuk para lansia.

5.4.9 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai minum obat hipertensi


secara teratur dan mengontrol pola makan sebagai usaha mencegah
kekambuhan penyakit hipertensi
Pengetahuan mengenai meminum obat hipertensi secara teratur dan
mengontrol pola makan sebagai usaha mencegah kekambuhan hipertensi yang
dilakukan pada lansia menunjukan hasil lebih banyak mengetahui daripada yang
tidak mengethui, yang mengetahui sebanyak 86% sedangkan yang tidak
mengetahui sebanyak 32%.23
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eliza, dkk,
(2016) data yang didapatkan dari kuesioner mengenai pengobatan hipertensi,
responden menjawab bahwa orang yang mengalami hipertensi perlu diobati
yaitu 83,30%. Sebanyak 81,90% responden menjawab bahwa obat untuk
tekanan darah tinggi harus. diminum secara teratur setiap hari. Berdasarkan
penelitian tersebut, lansia yang mengetahui dikarenakan mereka telah mengetahui
cara konsumsi obat antihipertensi.23

73
5.4.10 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai berat badan berlebih
menyebabkan hipertensi
Pengetahuan mengenai kontrol pola makan dalam pencehagan hipertensi
yang dilakukan oleh Prasetiyo Tri Utomo, (2013)hasil menunjukan responden
masih banyak yang kurang mengetahui dalam upaya pencegahan kekambuhan
hipertensi sebesar 34 (43,6%), responden yang cukup mengetahui 24%
(30.8%), dan responden yang sudah mengetahui dengan baik sebanyak 20
(25,6%).Hal tersebut dikarenakan bagi responden makanan yang terpenting
adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup responden, terlepas apakah sudah
memenuhi asupan makanan tersebut baik bagi kesehatan dirinya atau tidak
setelah penyakit mulai menyerang, orang barusadar kalau ada yang salah
dengan gaya hidup terutama pola makan. Responden yang mempunyai
pengetahuan yang baik tentang hipertensi, tentunya mengetahui bagaimana
cara mencegah terjadinya penyakit hipertensi.24
Pengetahuan mengenai berat badan berlebih menyebabkan hipertensi
dapat menyebabkan hipertensi yang dilakukan pada lansia menunjukan hasil lebih
banyak mengetahui yaitu sebesar 54,7% dari pada yang tidak mengetahui yaitu
sebesar 45,3%. hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Arsenius A.A (2016) dimana pengetuan baik sebesar 59,7% dan kurang baik 40,
3%. Berdasarkan penelitian tersebut mengkonsumsi makan-makanan yang
berlemak tinggi, responden masih banyak yang menyukai meskipun responden
tersebut mengetahui risiko yang didapatkan. Dalam hal ini dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan mengenai obesitas dapat menyebabkan hipertensi masih
dalam kategori baik, namun menjalankan pola hidup agar terhindar dari obesitas
masih kurang.24

74
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
- Mayoritas responden yaitu pada usia 60-74 tahun sebanyak 67%
- Mayoritas responden yaitu pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 56%
- Mayoritas responden berpendidikan SD yaitu sebanyak 64%
- Secara umum tingkat pengetahuan lansia terhadap hipertensi adalah baik
yaitu sebanyak 60%

6.2 Saran
- Bagi petugas kesehatan, agar memberikan penyuluhan kesehatan tentang
hipertensi kepada lansia, baik dari faktor resiko, serta pencegahan yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan lansia terhadap
hipertensi.

75
DAFTAR PUSTAKA

1. Gondodiputro S. Perencanaan Promosi Kesehatan Penyakit Tidak Menular


di Puskesmas. Jakarta. 2007.
2. Notoadmojo S. Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas.
Jakarta. 2007.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI : Jakarta. 2013.
4. Profil UPTD Puskesmas Tangkiling. 2017.
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta : InternaPublishing. 2009.
6. Chobaniam AV. Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
JAMA. 2003.
7. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Human Physiology :
From Cells To Systems). Jakarta : EGC. 2011.
8. Oparil S. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern Med : 2003.
9. World Health Organization (WHO)/International Society of Hypertension
Statement on Management of Hypertension. J Hypertens. 2003.
10. Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And
Control Of Hypertension In The United States, 1998 – 2000. JAMA :
2003.
11. Dosh SA. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults.
J. Fam Pract : 2001.
12. James, Paul et al. 201 Evidence based guideline for the managementof
high blood presure in adults report from the panel members appointed to
the english joint national commitee (JNC 8). JAMA : 2014.
13. Sinaga DC. Gambaran tingkat pengetahuan tentang hipertensi pada
masyarakat yang merokok di RW 01 Kelurahan Pondok Cina, Beji,
Depok. [Skripsi]. Jakarta : Universitas Indonesia. 2012.

76
14. Putra IP, Agrina, Utami GT. Perbandingan kualitas hidup lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha dengan Lansia di Keluarga. [Skripsi]. Riau :
Universitas Riau. 2014.
15. Fattima ET, Wahyudo R, Setiawan G, dkk. Gambaran Pengetahuan Lansia
terhadap Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi di Puskesmas Cipayung
Kota Depok 2015. [Skripsi]. Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. 2016.
16. Widyasari DF, dkk. Pengaruh pendidikan tentang hipertensi terhadap
perubahan pengetahuan dan sikap lansia di desa Makamhaja Kartasura
Sukoharjo. Biomedika. Vol 02. 2010.
17. Prasetyo, Yudik. Olahraga Bagi Penderita Hipertensi. Yogyakarta: FIK
UNY. 2015
18. Kita, Hasanudin., Afrida., Semana, Akuilina. Pengaruh Kebiasaan
Merokok dan Konsumsi Alkohol terhadap Kejadian Hipertensi Di RSUD
Labuang Baji Makassar. Makassar: STIKES. 2016
19. Subramniam V. Hubungan antara stres dan tekanan darah tinggi pada
mahasiswa. ISM Vol 2 No 1 Januari – April. 2015.
20. Annaas BS, Risca SN, Rizki N, dkk. Gambaran Tingkat pengetahuan
tentang hipertensi dan tingkat stress pada klien hipertensi di klinik islamic
center samarinda. Jurnal Husada Mahakam Volume IV No.4. 2017.
21. Nur Hidaayah. Stress Pada lansia Menjadi Faktor Penyebab dan Akibat
Terjadinya Penyakit. Journal of Health Sciences Vol 6 No 2. 2013.
22. Eliza Techa Fattima, dkk.Gambaran Pengetahuan Lansia terhadap
Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi di Puskesmas Cipayung Kota
Depok Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung; 2015
23. Prasetiyo Tri Utomo . Hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi
dengan upaya pencegahan kekambuhan hipertensi pada lansia di desa
blulukan kecamatan colomadu kabupaten karanganyar, Fakultas kesehatan
UMS.2013.
24. Arsenius Agung Angkawijaya, dkk. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Masyarakat dengan Tindakan Pencegahan Hipertensi di Desa Motobol

77
Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan. FK Universitas Samratulangi,
2016.

78

Anda mungkin juga menyukai