PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Gaya hidup sering menjadi faktor risiko penting bagi timbulnya hipertensi
pada seseorang. Beberapa diantaranya adalah faktor kebiasaan makan seperti
konsumsi lemak dan garam tinggi, kegemukan atau makan secara berlebihan.
Gaya hidup yang tidak sehat seperti minum-minuman mengandung alkohol,
merokok, stres emosional dan kurangnya aktifitas fisik yang dapat meningkatkan
risiko kelebihan berat badan juga menjadi penyebab hipertensi yang lebih banyak
kasus terjadinya.
2
Menurut data WHO tahun 2011, satu miliyar orang di dunia menderita
hipertensi, dua pertiga diantaranya berada di negara berkembang yang
berpenghasilan sedang sampai rendah. Prevalensi hipertensi akan terus meningkat
tajam sehingga diperkirakan pada tahun 2025 29% orang dewasa di dunia
menderita hipertensi. Itulah sebanya hipertensi telah menjadi masalah global yang
perlu mendapat perhatian yang serius.2
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi hipertensi
di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar
25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di
Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar
9,4%, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5%.
Jadi 0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan
darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0,7%. Jadi prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (25,8% + 0,7%). Prevalensi ini
dimungkinkan karena perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia.3
Di Kalimantan Tengah sendiri, hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi
hipertensi yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 26,7%
prevalensi hipertensi di Kalimantan Tengah yang didapat melalui kuesioner
terdiagnosis tenaga kesehatan dasar 10,7%. Untuk prevalensi hipertensi yang
didapat melalui pengukuran pada umur 18 tahun angka yang menunjukkan bahwa
Kalimantan Tengah menempati posisi ke 9 tertinggi dibandingkan provinsi yang
lain.3
Di Puskesmas Tangkiling sendiri berdasarkan data 10 penyakit terbanyak
pada tahun 2017 Hipertensi merupakan penyakit terbanyak ke 5 dari 8607 jiwa
yang datang berobat ke puskesmas tangkiling, dengan posisi pertama ditempati
Infeksi akut pada saluran pernapasan atas sebanyak 3159 jiwa (36,7%),
dilanjutkan febris sebanyak 1446 jiwa (16,8%), common cold sebanyak 811 jiwa
(9,4%), gastritis sebanyak 809 jiwa (9,3%), hipertensi sebanyak 789 jiwa (9,1%),
dispepsia sebanyak 413 jiwa (5,5%), caries dentis sebanyak 411 jiwa (4,8%),
diare dan gastroenteritis non spesifik sebanyak 411 jiwa (4,7%), demam tifoid dan
3
paratifoid sebanyak 388 jiwa (4,5%), dan yang terakhir kecelakan transportasi
yang tidak ditentukan sebanyak 381 jiwa (4.4%).
Alasan kami sebagai peneliti tertarik untuk meneliti tentang hipertensi di
daerah wilayah kerja puskesmas tangkiling disebabkan penyakit hipertensi
menduduki posisi 5 besar penyakit tersering di puskesmas tangkiling dan
menduduki posisi 1 penyakit sistemik tidak menular. Teori faktor risiko terjadinya
hipertensi adalah usia lansia ≥ 55 tahun yang tidak dapat dikontrol, dan faktor life
style yang dapat dikontrol. Berdasarkan hasil survei 10 penyakit terbanyak di
puskesmas Tangkiling dan teori tersebut sehingga kami tertarik untuk melakukan
penelitian di panti sosial wilayah puskesmas tangkiling mengingat faktor usia
merupakan faktor yang tidak dapat dikontrol dan merupakan faktor yang berperan
penting terhadap kejadian hipertensi.
4
penelitian yang berkaitan dengan gambaran tingkat pengetahuan terhadap
penyakit hipertensi pada peserta Prolanis di Puskesmas Tangkiling.
1.4.2. Manfaat Praktis
1) Bagi peserta Prolanis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan
lansia mengenai penyakit hipertensi.
2) Bagi institusi pendidikan, penelitian ini diharapkan menjadi penyediaan
data dasar yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut
khususnya mengenai penyakit hipertensi.
3) Bagi pihak Puskesmas untuk memberikan masukan perencanaan dan
pengembangan pelayanan kesehatan pada lansia dalam peningkatan
kualitas mutu pelayanan kesehatan pada lansia.
4) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk belajar
melakukan penelitian dan mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat
khususnya dalam bidang CRP (comunication research program).
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana terjadinya peningkatan tekanan
darah yang dapat memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga
bisa menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan
berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada
kerusakan pembuluh darah jantung), dan penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri
(terjadi pada otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan
gagal ginjal, diabetes mellitus, dan lain-lain.5
Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik, tekanan diastolik,
atau kedua-duanya secara terus-menerus. Tekanan darah sistolik berkaitan dengan
tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan
darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan.5
The Joint National Community on Preventation, Detection,Evaluation and
Treatment of High Blood Preassure 7 (JNC-7), WHO dan European Society of
Hipertension mendefinisikan hipertensi sebagai kondisi dimana tekanan darah
sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari
90 mmHg.6
2.2 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder, dapat endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi
sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial.5
6
2.2.1 Hipertensi Primer (Essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin
berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun-temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan
timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya
mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.5
2.2.2 Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat
dilihat pada tabel 2.1. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka
dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi
kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam
penanganan hipertensi sekunder.5
7
Tabel 2.1 Penyebab Hipertensi Yang Dapat Diidentifikasi
Penyakit Obat
Penyakit Ginjal Kronis Kortikosteroid, ACTH
Hiperaldosteronisme Primer Estrogen (Pil KB)
Penyakit Renovaskular NSAID, COX-2 Inhibitor
Sindroma Cushing Fenilpropanolamine dan Analog
Pheochromocytoma Cyclosporin dan Tacrolimus
Koarkasio Aorta Eritropoetin
Penyakit Tiroid atau Paratiroid Sibutramin
Antidepresan (terutama venlafaxine)
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi hingga saat ini belum diketahui secara
jelas. Teori yang berkembang menghubungkan kejadian hipertensi dengan
kenaikan resistensi vaskular. Peningkatan resistensi vaskular dapat dipicu oleh
beberapa agen vasokonstriktor seperti angiotensin II atau norepinephrin atau dapat
terjadi karena hasil dari keadaan hipovolemia relatif. Penelitian terhadap hewan
menunjukkan bahwa aktivasi dari renin-angiotensin-aldosteron merupakan bagian
yang penting dari proses terjadinya hipertensi.7,8
Selama terjadinya kenaikan tekanan darah, endothelium berkompensasi
dengan keadaan resistensi vaskular dengan meningkatkan pengeluaran dari
molekul vasodilator seperti nitric oxide. Hipertensi yang bertahan atau parah,
respon kompensasi dari vasodilator tidak lagi mampu mengatasi keadaan tersebut,
mengakibatkan terjadinya dekompensasi endothelial yang nantinya akan
menyebabkan peningkatan yang lebih lagi dari tekanan darah dan terjadinya
kerusakan endotel. Kejadian lanjutan yang terjadi adalah siklus kegagalan
homeostasis yang menyebabkan peingkatan resistensi vaskular dan kerusakan
endotel yang lebih jauh. Mekanisme pasti dari kerusakan fungsi endotel belum
dapat dijelaskan. Mekanisme yang dipertimbangkan adalah respon proinflamasi
yang dipicu oleh “mechanical stretching” seperti pengeluaran sitokin-sitokin dan
monocyte chemotatic protein 1, peningkatan konsentrasi endothelial cell cytosolic
8
calcium, pengeluaran vasokonstriktor endothelin 1 dan peningkatan ekspresi dari
endothelial adhesion molecule. Peningkatan ekspresi dari vaskular adhesion
molecule seperti P-selectin, E-selectine atau intracellular adhesion molecule 1
oleh sel endotel memicu inflamasi lokal dan menyebabkan kerusakan tambahan
dari fungsi endotel.7,8
9
Berkurangnya aktivitas fibrinolitik ditambah dengan aktivasi koagulasi dan
trombosit menyebabkan terjadinya disseminated intravaskular coagulation
(DIC).7,8
Semua kejadian molekular ini pada akhirnya akan memicu terjadinya
peningkatan permeabilitas endotel, menghambat fibrinolitik lokal dari endothel
dan mengaktifkan jalur koagulasi. Agregasi trombosit, dan degranulasi pada
endothelium yang telah rusak, dapat memicu terjadinya inflamasi yang lebih
parah, trombosis dan vasokonstriksi.7,8
2.4 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation,
and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat
1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health Organization (WHO) dan
International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG).6,9
10
Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal tinggi / 130 – 139 Atau 85 – 89
pra hipertensi
Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109
Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110
11
18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta
(Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.5,10
Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat
yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan
penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang
tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut
60%.5,10
Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala.5,10
2.5.2 Faktor Yang Dapat Diubah/Dikontrol
Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.Selain dari
lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.Zat-zat kimia beracun, seperti
nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.5,10
Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan
12
asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam
antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %.
Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.Garam menyebabkan
penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak
keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia
yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata
rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata
lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara
dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.Menurut Alison Hull, penelitian
menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada
beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh
meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.5,10
Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi.Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.5,10
Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu
banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum
atau minum sedikit.Menurut Ali Khomsan, konsumsi alkohol harus diwaspadai
karena survei menunjukkan bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
13
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan
darah.5,10
Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.Berat badan
dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah,
terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya
normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat
badan lebih.5,10
Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan
sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada
arteri.5,10
Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila
stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.5,10
Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum
ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen
14
dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen.MN Bustan
menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun
berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.5,10
15
tinggi. Riwayat sebelumnya harus digali apakah kadar kreatinin serum yang tinggi
sekarang merupakan keadaan yang disebabkan oleh penyakit ginjal terdahulu.
Keadaan ginjal pada pasien dengan hipertensi dengan gangguan ginjal biasanya
mengalami fungsi ginjal yang lebih buruk meskipun tekanan darah telah
diturunkan dengan benar. Teori yang berkembang yang dapat menjelaskan hal
tersebut adalah karena tekanan darah yang tinggi merupakan respon tubuh untuk
menjaga perfusi yang tepat ke ginjal, dengan penurunan tekanan darah,
memperburuk keadaan dari ginjal. Beberapa kejadian membutuhkan hemodialisis
karena disebabkan oleh penurunan tekanan darah tersebut.5,10
Hipertensi Kehamilan
Hipertensi kehamilan biasa terjadi pada keadaan tekanan darah yang lebih
rendah dibandingkan dengan keadaan tidak hamil karena pada saat hamil, tekanan
darah biasanya menurun. Masalah terbesar dari hipertensi emergensi dalam
kehamilan adalah karena banyak obat-obatan untuk hipertensi yang
penggunaannya kontraindikasi pada masa kehamilan. Contoh obat-obatan tersebut
adalah Nitroprusside yang dimetabolisme menjadi sianida yang toksik pada janin.
ACE inhibitor dan angiotensin II reseptor bloker juga kontraindikasi pada
trimester kedua dan ketiga dari kehamilan karena sifatnya yang nefrotoksik dan
efek sampingnya pada janin.5,10
2.7 Diagnosis
Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan :10
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya
16
tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang
akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.11
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,
perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat
dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam
pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan
jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolateral.11
Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang harus
ditanggungnya. Hipertensi dikatakan sebagai kondisi dimana tekanan darah
sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari
90 mmHg.Alat untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Ada
beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari sebuah
manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata
tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset
karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan
manset karet tersebut dan menekan ekstremitas dan pembuluh darah yang ada
didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang
mengandung air raksa sehingga tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai
skala yang ada.11
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan
dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan
yang lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai suatu tekanan, dimana
denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut
arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada manset karet diturunkan
perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan diturunkan, mula-mula
tidak terdengar suara, namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar
17
suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu
tinggi air raksa didalam namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset
diturunkan, suara semakin keras sampai saat tekanan darah diastolik tercapai,
karakter bunyi tersebut berubah dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan
tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan bunyi menghilang sama sekali
(Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter
bunyi tersebut.11
Dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :11
1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun
berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan
santai.
2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang
agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya
relatif kecil.
3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang
bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah
yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka
yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau minum kopi
karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan darah sedikit
naik.
4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali
berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai
dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang
terendah.
5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang
harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan
atas.
18
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini
berhubungan dengan kerusakan organ target (misalnya kejadian kardiovaskular
atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi resiko
merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan terapi obat dipengaruhi
secara bermakna oleh bukti yang menunjukkan pengurangan resiko.
a. Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII.
- Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
- Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
- Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
b. Target nilai tekanan darah menurut JNC VIII
- Pada populasi umum usia ≥60 tahun terapi farmakologi dimulai pada
SBP>150 dan DBP>90 mmHg dengan target tekanan darah
<150/90mmHg (Grade A)
- Pada populasi umum usia ≥60 tahun jika terapi farmakologi berhasil
mencapai SBP <140mmHg dan dapat ditoleransi secara baik tanpa efek
samping maka terapi tidak perlu diubah (Grade E)
- Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakologi dimulai untuk
mencapai target DBP <90mmHg (Grade A untuk usia 30-59 tahun, grade
E untuk usia 18-29 tahun) dan SBP <140mmHg (Grade E)
- Pada populasi usia ≥18 tahun dengan CKD atau diabetes terapi
farmakologi bertujuan mencapai SBP <140 dan diastolik <90mmHg
(grade E)
c. Target nilai tekanan darah menurut ESH 2013
- Tekanan darah <140/90 untuk pasien hipertensi dengan faktor resiko CVD
rendah dan <130/80 pada pasien dengan resiko CVD tinggi (diabetes,
penyakit cerebrovaskular, kardiovaskular, ginjal)
- Pada orang tua <80 tahun target SBP 140-150mmHg dan pada kondisi fit
dapat <140mmHg atau disesuaikan dengan toleransi individual
- Pada orang tua <80tahun target SBP 140-150mmg
19
- Pada pasien diabetes melitus target DBP <85mmHg
- Pada kehamilan terapi diberikan pada TD >160/110mmHg6,12
Walaupun hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum
dijumpai, tetapi kontrol tekanan darah masih buruk. Kebanyakan pasien dengan
hipertensi tekanan darah diastoliknya sudah tercapai tetapi tekanan darah sistolik
masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang diobati tetapi
belum terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≤ 90 mmHg. Pada kebanyakan pasien, tekanan darah
diastolik yang diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang
diiginkan sudah tercapai. Karena kenyataannya tekanan darah sistolik berkaitan
dengan resiko kardiovaskular dibanding tekanan darah diastolik, maka tekanan
darah sistolik harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan
penyakit pada hipertensi.6,12
Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan
prehipertensi, tetapi tidak cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau untuk
pasien-pasien dengan target tekanan darah ≤ 130/80 mmHg (DM dan penyakit
ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan adanya
indikasi khusus. Kebanyakan pasien dengan hipertensi tingkat 1 harus diobati
pertama-tama dengan diuretik tiazid. Pada kebanyakan pasien dengan tekanan
darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan kombinasi terapi obat, dengan
salah satunya diuretik tipe tiazid. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan
dengan : Terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi.6,12
20
Gambar 2.2 Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC 8
21
2.8.1 Terapi Nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus
melakukan perubahan gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan darah pada
pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi
berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah
prehipertensi.Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan
tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau
gemuk, mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)
yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik; dan
mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan
tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi, dapat
mengurangi garam dan berat badan sehingga membebaskan pasien dari
menggunakan obat.Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk
menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan
obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini
diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.6,12
Tabel 2.4 Rekomendasi Diet pada Pasien Hipertensi
22
Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal :
1. Menurunkan faktor resiko yang menyebabkan aterosklerosis
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka
panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu
pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.Penderita
hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol.
Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg
berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3
mmHg per kg berat badan.6,12
2. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik
teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.
Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.
Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian
dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu
turun.Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan
perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan
sebagai pengobatan hipertensi.Beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi
sebelum memutuskan berolahraga, antara lain :6,12
a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau dengan
obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak
melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melebihi 100 mmHg.
b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat informasi
mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan
beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta
perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas
fisik.
23
d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan
sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.
e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
tidak menambah peningkatan darah.
f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.
i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan darah
sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi.
j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya
dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat
fisik dilakukan pula olahraga pengendalian emosi, artinya berusaha mengatasi
ketegangan emosional yang ada.
k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka dosis/takaran
obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian (pengurangan).
3. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan
berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat
pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien,
dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung
garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak
menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari
makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam.
Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan
garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara
drastis.6,12
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan
24
konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-
bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan
darah.6,12
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat
mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan
tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu,
mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan
darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak
mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-
kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu
mengandung banyak kalsium.6,12
4. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan
sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan
stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan
rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.6,12
2.8.2 Terapi Farmakologi
Diuretik
Menambah kecepatan pembentukan urin/ meningkatkan ekskresi air, Na,
Cl menurunkan volume darah TD menurun akibat berkurangnya curah
jantung.6,12
Tabel 2.5 Jenis obat-obatan Diuretik
Obat Dosis
Bendrofluazid 1,25-2,5 mg/hari
Klortiazid 500-100 mg/hari
Klortalidon 25-50mg/hari
Hidroklortiazid 12,5-25mg/hari
25
Beta blocker
1. Menghambat reseptor beta adrenergik penurunan frekuensi denyut jantung
dan kontraktilitas miokard.
2. Menghambat sekresi renin, mempengaruhi saraf simpatis.
3. Atenolol (bersifat kardioselektif), Labetolol, Karvedilol.
4. Efek samping : Bronkospasme, gangguan sirkulasi perifer, depresi, halusinasi,
gangguan fungsi seksual.6,12
Tabel 2.6 Jenis obat-obatan Beta blocker
Obat Dosis
Asebutolol 400 mg 1-2x/hari
Atenolol 50 mg 1x/hari
Bisoprolol 10-20 mg 1x/hari
Celiprolol 200-400 mg 1x/hari
Metoprolol 100-2000mg 1x/hari
Oksprenolol 180-120 mg 2x/hari
Obat Dosis
Amlodipin 5-10mg1x/hari
Diltiazem 200mg1x/hari
Nifedipin 30-60 mg 1x/hari
Verapamil 120-240 mg2x/hari
26
ACE Inhibitor
1. Menghambat enzim ACE yang bertugas mengaktifkan angiotensin I menjadi
angiotensin II
2. Menghambat degradasi bradikinin
3. Menghambat pembentukan angiotensin II secara lokal di endotel pembuluh
darah
4. Efek samping : Batuk kering, angioedema, hiperkalemia, rash, leukopeni,
gangguan pengecapan.6,12
Tabel 2.8 Jenis obat-obatan ACE Inhibitor
Obat Dosis
Captopril 6.25-50mg 3x/hari
Lisinopril 2.5-40 mg 1x/hari
Perindropil 2-8 mg1x/hari
Quinapril 2.5-40 mg 1x/hari
Ramipril 1.25-10mg1x/hari
Obat Dosis
Losartan 50 mg 1x/hari
Valsartan 80- 320 mg 1x/hari
Irbesartan 150-300 mg1x/hari
27
Alfa Blocker
1. Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula
sehingga menurunkan resistensi perifer.
2. Termasuk ke dalam golongan ini adalah prazosin, terazosin, bunazosin, dan
doksazosin.
3. α-blocker memiliki keunggulan yaitu efek positif terhadap lipid darah dan
mengurangi resistensi perifer.
4. Efek samping yang ditimbulkan antara lain hipotensi ortostatik, sakit kepala,
palpitasi, edema perifer, mual dll.6,12
Tabel 2.10 Jenis obat-obatan Alfa Blocker
Obat Dosis
Doksazosin 1-16 mg1x/hari
Prazosin 0,5-10 mg 2x/hari
2.9 Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke, transientischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut
Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal
jantung.5
28
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
29
2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D : PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap
propriety, economic, acceptability, resources availability, legality.
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas
masalah di Puskesmas Tangkiling adalah sebagai berikut :
Febris × 10
Common cold × 10
Gastritis × 10
Hipertensi × 10
Dispepsia × 8
Caries dentis × 8
30
Diare dan
gastroenterisit non × 8
spesifik
Demam tifoid dan
× 8
paratifoid
Kecelakaan
transport yang × 8
tidak ditentukan
31
Tabel 3.3 Tabel Kegawatan Masalah Berdasarkan Penyakit Terbanyak di
Puskesmas Tangkiling tahun 2017
Febris 2 2 3 7
Common Cold 2 3 3 8
Gastritis 2 2 3 7
Hipertensi 3 3 4 10
Dispepsia 2 2 3 7
Caries Dentis 1 1 3 5
Diare dan
Gastroenteritis non 2 2 3 7
spesifik
Demam Tifoid dan
3 3 3 9
paratifoid
Kecelakaan transport
4 4 3 11
yang tidak ditentukan
32
4. Mudah ditanggulangi
5. Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 4 (empat) orang
yang kemudian dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi
merupakan masalah yang paling mudah ditanggulangi.
Adapun hasil konsensus tersebut adalah sebagai berikut :
1. Infeksi Akut pada Saluran Pernapasan Atas
(4+4+4+4+4)/5 = 4
2. Febris
(4+3+4+4+3)/5 = 3,6
3. Common cold
(4+4+5+4+4)/5 = 4,2
4. Gastritis
(4+3+3+3+3)/5 = 3,2
5. Hipertensi
(4+4+4+4+3)/5 = 3,8
6. Dispepsia
(4+4+3+4+4)/5 = 3,8
7. Caries dentis
(5+4+4+5+5)/5 = 3,8
33
3.2.4 Kriteria D (PEARL Faktor)
― Propriety : Kesesuaian (1/0)
― Economic : Ekonomi murah (1/0)
― Acceptability : Dapat diterima (1/0)
― Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0)
― Legality : Legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.4 Tabel PEARL Faktor Berdasarkan Penyakit Terbanyak di
Puskesmas Tangkiling Tahun 2017
Daftar Masalah P E A R L Hasil Perkalian
Febris 1 1 1 1 1 1
Common cold 1 1 1 1 1 1
Gastritis 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Caries dentis 1 1 1 1 1 1
34
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut :
D Urutan
Masalah A B C NPD NPT
P E A R L prioritas
Infeksi Akut
pada Saluran 10 8 4 1 1 1 1 1 72 72 3
Pernapasan Atas
35
KESIMPULAN
36
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
37
Bangunan puskesmas induk mengalami renovasi total tahun 2006, berupa
bangunan 2 lantai dengan luas bangunan 260 m2. Sehingga luas bangunan
seluruhnya menjadi 460 m2.4
Berdasarkan peraturan Walikota Palangka Raya nomor 48 tahun 2011,
pada 1 juli taahun 2012. Puskesmas Tangkiling dirubah nama menjadi Unit
Pelaksana Teknis Dinas Puskesmas Tangkiling.4
2. Keadaan Geografis
Puskesmas Tangkiling merupakan satu-satunya puskesmas yang ada di
kecamatan Bukit Batu. Kecamatan Bukit Batu secara geografis terletak 113°30’ -
133° 50’ Bujur Timur dan 1°35’ - 1°40’ lintang selatan.4
Kecamatan Bukit Batu merupakan salah satu kecamatan yang berada
dalam wilayah Kota Palangka Raya, dan secara administrativ berbatasan dengan :4
Sebelah Utara : Kecamatan Rakumpit, Kota Palangka Raya
Sebelah Selatan : Kecamatan Kahayan Tengah, Kab. Gunung Mas
Sebelah Timur : Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya
Sebelah Barat : Kecamatan Tasik Payawan, Kab. Katingan
Puskesmas Tangkiling berlokasi :4
Jl. Tjilik Riwut Km. 34 No. 13 Kelurahan Tangkiling Kec. Bukit Batu
Kota Palangka Raya
Telpon : 0536-420211
Faks : 0536-420211
Status : Puskesmas milik pemerintah Kota Palangka Raya
Email : pkmtangkiling@gmail.com
Blog : puskesmastangkiling.blogspot.com
3. Demografi
Jumlah penduduk Kecamatan Bukit Batu berjumlah 12.350 jiwa, terdiri
dari laki-laki 6.462 jiwa dan perempuan 5.888 jiwa dengan perincian 7 kelurahan
wilayah kerja.4
UPT puskesmas Tangkiling dalam pelayanannya dibantu 9 pustu yaitu :4
- Pustu Banturung
38
- Pustu Habaring Hurung’
- Pustu Trans UPT 38
- Pustu Kanarakan
- Pustu Marang
- Pustu Tumbang Tahai
- Pustu Sei Gohong
- Pustu Nyaru Menteng
- Pustu adulam Km. 18
Polindes 2 yaitu :4
- Polindes Trans 38
- Polindes Tumbang Tahai
4. Unit Kesehatan Masyarakat (UKM)
Sarana UKM yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tangkiling :4
Posyandu balita : 17 buah
- Jumlah kader : 85 kader
Posyandu lansia : 1 buah
- Jumlah kader : 5 kader
Posmaldes : 16 buah
- Jumlah kader : 16 kader
Sekolah dengan UKS/ UKGS : 17 SD
: 3 SMP
: 3 SMU
TK binaan Sikat masal : 9 TK
5. Kegiataan Pelayanan
Dalam gedung :4
- Loket
- Poli dewasa
- Poli anak
- Poli KIA/KB
- Poli gigi
- Konsultasi Gizi
39
- Konsultasi sanitasi
- Konsultasi PKPR
- Imunisasi
- Laboratorium
- Apotik
- P2M
- Tata usaha
- Gudang obat
- Inventaris barang
- UGD dan Rawat inap
Luar gedung :4
- Posyandu
- Penyuluhan kesehatan di masyarakat
- Perkesmas
- Pusling DAS kanarakan
- UKS/UKGS
- Gerakan sayang ibu
- Rumah tunggu kelahiran
6. Ketenagaan4
Tabel 4.1 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tangkiling
No. Profesi Jumlah
1. Dokter Umum PNS 2
2. Dokter Umum PTT 1
3. Dokter Gigi PTT 2
4. Apoteker 0
5. SKM 2
6. S.Kep 1
7. Akper 10
8. SPK 8
9. Akzi 1
40
10. Analis kesehatan 1
11. Asisten apoteker 1
12. DI sanitasi 1
13. Akbid 17
14. PPB 5
15. DI gizi 1
16. SPRG 3
SMA (pakarya) 3
Total 62
7. Keadaan Penduduk
Kepadatan penduduk
Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan, dan juga
merupakan beban dalam pembangunan, oleh karena itu pembangunan diarahkan
kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sejak tahun 2012. Puskesmas
Tangkiling ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya untuk melayani
penduduk yang berada di wilayah kerja puskesmas. Jumlah penduduk pada tahun
2017 adalah 12.350 jiwa dan jumlah KK sebanyak 3.296 KK. Dimana sekitar
4.509 jiwa diantaranya tergolong masyarakat miskin (peserta BPJS Bantuan
pemerintah).4
Sex Ratio
Sex Ratio adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan jenis
kelamin. Ratio ini merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki
dan perempuan di suatu daerah tertentu.4
Dari data penduduk Wilayah Kecamatan Bukit Batu yang terdiri dari 7
kelurahan dengan jumlah penduduk 12.959 Jiwa, terlihat bahwa laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan, dengan jumlah penduduk perempuan adalah 6.350
Jiwa sedangkan laki-laki sebanyak 6.609 jiwa.4
Pembangunan kesehatan di Puskesmas Tangkiling4
A. Visi, Misi dan Strategi UPTD Puskesmas Tangkiling
41
a. Visi
Pelayanan kesehatan prima bagi masyarakat
b. Misi
Sumber daya kesehatan yang berkualitas
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
Menjalin kerja sama lintas sektoral
Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
seluruh lapisan masyarakat
c. Strategi
Meningkatkan pelayanan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif) di
Puskesmas induk
Meningkatkan pelayanan promotif dan preventif dalam bentuk
penyuluhan, advokasi dan klinik sehat
Meningkatkan pelayanan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif) di
Puskesmas pembantu dan Puskesmas keliling
Memperkuat jaringan komunikasi dan koordinasi dengan stake holder
Memperkuat jaringan peran serta masyarakat di bidang kesehatan.
d. Indikator pencapaian Kesehatan Sehat
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan
e. Nilai-nilai organisasi
Melaksanakan disiplin yang tinggi dengan penuh rasa tanggung jawab
Ikhlas dalam menjalankan tugas dan tanpa pamrih
Kreatif, inovatif, proaktif dan bekerja secara profesional
Saling menghormati mencintai dan menghargai sesama karyawan
Setia dan loyal kepada aturan yang berlaku
Hadapi pelanggan dengan ramah, sabar, simpati, penuh pengabdian dan
kasih sayang
42
Hari ini lebih baik dari hari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini
Memiliki rasa bangga menjadi petugas Puskesmas Tangkiling
Bekerja adalah ibadah
Menjadi insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
B. Bentuk Kegiatan
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan (kuratif dan
rehabilitatif) di Puskesmas Induk.
Mengoptimalkan bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan fasilitas dan
kemampuan yang tersedia yang terdiri dari :
1. Pelayanan registrasi / loket
2. Pelayanan poli umum / anak
3. Pelayanan UGD dan rawat inap
4. Pelayanan gizi
5. Pelayanan farmasi
6. Pelayanan imunasi
7. Pelayanan KIA / KB
8. Promosi kesehatan / klinik sanitasi
9. Klinik akupressur
Revitalisasi gerakan sayang ibu, suatu gerakan yang dilaksanakan oleh
masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan kualtas
hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap
upaya penurunan ANGKA KEMATIAN IBU karena hamil, melahirkan dan
nifas serta penurunan ANGKA KEMATIAN BAYI.
Membuat pelayanan inovatif yaitu pelayanan kesehatan bagi para lanjut usia
yaitu Program Lansia Prioritas yaitu suatu pelayanan kesehatan bagi para lanjut
usia yang berumur diatas 60 tahun, dimana mereka mendapatkan pelayanan
terlebih dahulu (diprioritaskan) mulai dari mengambil pendaftaran / registrasi
di loket akan dilayani.
Mengoptimalkan peran SDM sesuai dengan tupoksi pelayanan yang ada
Melengkapi fasilitas penunjang pelayanan medis secara bertahap
43
Mengoptimalkan pelayanan : secara tepat waktu, standar mutu, efisien dan
dengan keramah tamahan
Mengoptimalkan pelayanan rujukan terutama rujukan horisontal (antar lini
pelayanan di puskesmas) dalam rangka mendorong optimalisasi pelayanan
klinik sehat, dengan tetap mengoptimalkan pelayanan rujukan vertikal
Mengoptimalkan kordinasi pada semua lini pelayanan puskesmas
Meningkatkan pelayanan promotif dan preventif dalam bentuk klinik sehat
o Mengoptimalkan petugas jaga layanan Huma Konsultasi meliputi :
1. Konsultasi gizi
2. Konsultasi sanitasi
3. Konsultasi PHBS
4. Konsultasi remaja (PKPR)
o Mengoptimalkan petugas jaga layanan Kosultasi Sehat meliputi :
1. Konsultasi medis
2. Konsultasi gigi
3. Konsultasi KIA dan KB dll.
Mengupayakan dan mengoptimalkan rujukan kasus dari klinik poli
dewasa, anak, KIA / KB dan gigi.
Melengkapi fasilitas penunjang pelayanan klinik sanitasi
Meningkatkan pelayanan kesehatan (kuratif dan rehabilitatif) di
puskesmas pembantu dan puskesmas keliling
o Mengoptimalkan bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan fasilitas dan
kemampuan yang tersedia di pustu
Pelayanan registrasi
Pelayanan balai pengobatan
Pelayanan KIA-KB
o Mengoptimalkan peranan SDM sesuai dengan tupoksi pelayanan yang ada
o Mengoptimalkan pelayanan di pustu secara tepat waktu, peningkatan mutu,
efisien dan dengan keramah tamahan.
44
o Mengoptimalkan pelayanan puskesmas keliling terutama pada kelurahan jalur
sungai yang kesulitan mengakses pelayanan kesehatan ke puskesmas induk/
pustu
Memperkuat jaringan komunikasi dan koordinasi dengan stake holder
o Mengoptimalkan koordinasi lintas sektoral tingkat kecamatan, secara aktif
maupun pasif
o Membangun komunikasi dengan aparat dan lembaga tingkat Kelurahan dalam
rangka memperoleh dukungan untuk implementasi program kesehatan di
tingkat Kelurahan.
o Membangun dan meningkatkan tingkat kepercayaan pelayanan puskesmas
pada masyarakat melalui tokoh masyarakat.
Memperkuat jaringan peran serta masyarakat di bidang kesehatan
o Membangun komunikasi dan koordinasi dengan kader sebagai jaringan
program dan layanan kesehatan pada masyarakat
o Mengoptimalkan pembinaan petugas puskesmas ke posyandu
o Mengoptimalkan peran petugas pembina wilayah desa
o Mengoptimalkan kerja sama lintas program dalam memberdayakan masyarakat
o Mengoptimalkan jaringan komunikasi dan koordinasi serta pelayanan
kesehatan pada institusi pendidikan dan panti.
45
Tabel 4.2 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Tangkiling
46
WERDHA SINTA RANGKANG, untuk lokasinya tetap berada di Kel.
Banturung Kec. Bukit Batu Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan
Tengah.
Pada tahun 2000 dengan terjadinya likuidasi terhadap Departemen
Sosial RI dan diberlakukannya Otonomi Daerah maka Kakanwil Dep.
Sosial Prov. Kalimantan Tengah dan seluruh aset dan perangkatnya
termasuk UPTD diambil alih dan diserahkan ke Pemerintah Daerah
Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu dengan diterbitkannya SK Gubernur
Provinsi Kalimantan Tengah Nomor : 71 tahun 2001 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Kalimantan Tengah.
Untuk unit pelaksana Teknis sesuai keputusan Gubernur provinsi
Kalimantan Tengah nomor: 224 tahun 2001 Tgl. 29 November 2001
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna
Werdha Sinta Rangkang.
Tahun 2007 terbit peraturan pemerintah nomor: 41 tahun 2007
tentang organisasi perangkat daerah (lembaran Negara RI tahun 2007 no.
89 tambahan lembaran Negara RI 4741). Maka dasar pelaksanaan tugas
juga mengalami perubahan yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Daerah
no. 6 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja dinas daerah provinsi
Kalimantan Tengah dan peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah
nomor: 60 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja UPTD PSTW
Sinta Rangkang, PSBRKW pada Dinas Sosial Provinsi Kalimantan
Tengah.
Pembangunan PSTW Sinta Rangkang dilaksanakan secara
bertahap sebagai berikut :
Tahap I tahun 1980/1981, dibangun 2 buahn wisma, 1 buah dapur
umum, pagar dan jalan.
Tahap II tahun 1981/1982, dibangun 3 buah wisma, kantor, aula,
dan unit rumah dinas petugas.
Tahap III tahun 1982/1983, dibangun 3 buah wisma, 1 buah
poliklinik, 1 buah runag ketrampilan
47
Tahap IV tahun 1983/1984, dibangun 2 buah wisma
Tahap V tahun 1993/1994, dibangun 1 buah garasi mobil dan 1
buah musholla
Tahap VI tahun 1997/1998, dibangun 1 buah ruang isolasi, jalan
dan pagar
Tahap VII tahun 2001/2002, dibangun 1 buah wisma
B. Dasar Hukum
1. UUD 1945 pasal 27 ayat 2, pasal 34
2. UU RI no. 4 tahun 1965 Tentang Pemberian Bantuan Penghidupan
Bagi Orang Jompo Terlantar
3. UU RI No. 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
4. UU RI No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
5. UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
6. UU RI No. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan Sosial
7. Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1994 Tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil
8. Keputudsan Menteri Sosial RI no. 23/HUK/1996 tentang Pola Dasar
Pembanguna Kesejahteraan Sosial Usia Lanjut
9. Keputusan Menteri Sosial RI no. 30/HUK/1997 Tentang Pelayanan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
10. Keputusan Menteri Sosial RI no. 4/PRS-3/KPTS/2007 Tentang
Pedoman Pelayanan Sosial Dalam Panti
11. Peraturan Daerah Provinsi Klimantan Tengah No. 6 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Kalimantan
Tengah
12. Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah no. 60 tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja UPTD Panti Sosial BRKW Pada
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah
C. Visi dan Misi
1. Visi
48
Memperpanjang Usia Harapan Hidup yang Produktif dan Berkualitas.
2. Misi
a. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesejahteraan Lanjut Usia
terlantar.
b. Memberikan perlindungan hukum bagi Lanjut usia sehingga
mereka merasa amana dan tenteram.
c. Pengasramaan kepada Lanjut Usia terlantar.
d. Pengembangan keterampilan sesuai kemampuan yang dimiliki.
D. Tugas Pokok dan Fungsi
1. Tugas pokok :
Penyelenggaraan pelayanan sosial dengan menempatkan Lanjut
Usia dalam Panti untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak dan
wajar.
2. Fungsi :
a. Pengasramaan / pemberian tempat tinggal yang layak
b. Pelaksanaan pemenuhan kebutuhan hidup klien LU
c. Pelaksanaan pengisian waktu luang dan rekreasi
d. Melaksanakan bimbingan mental, sosial dan keagamaan /
kerohanian
e. Melaksanakan terminasi (pengurusan pemakaman)
E. Sasaran Pelayanan
1. Lanjut usia (LU) yaitu seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun
keatas.
2. Keluarga, yaitu keluarga yang karena sesuatu hal tidak dapat
memelihara orang tuanya yang sudah lanjut usia.
3. Masyarakat yaitu masyarakat yang mampu dan mau berpartisipasi
dalam pembinaan kesejahteraan sosial LU.
4. Instansi terkait yang dapat membantu dalam rangka memberikan
penanganan dan pelayanan kepada LU.
F. Jenis Pelayanan
1. Pelayanan Kebutuhan Makan.
49
2. Pemmeliharaan Kesehatan dan Kebersihan.
3. Pemberian bimbingan keterampilan, fisik, sosial, dan keagamaan.
G. Tahap pelayanan sosial
1. Tahap pendekatan awal
a. Sosialisasi
b. Identifikasi dan seleksi
c. Penerimaan dan registrasi
2. Tahap pengungkapan dan Pemahaman Masalah
a. Pengumpulan data
b. Pengolahan dan Verifikasi data
c. Analisis Data
3. Tahap Perencanaan Program Layanan
a. Penetapan tujuan pelayanan
b. Penetapan jenis pelayanan yang dibutuhkan klien
c. Penetapan potensi dan sumber yang dibutuhkan
d. Penetapan waktu pelaksanaan
4. Tahap pelaksanaan Pelayanan
a. Pemenuhan kebutuhan fisik
b. Bimbingan sosial
c. Bimbingan fisik dan kesehatan
d. Bimbingan psikososial
e. Bimbingan mental spritual dan kerohanian
f. Bimbingan ketramplian
5. Tahap Pasca Pelayanan
a. Evaluasi
b. Terminasi dan Rujukan
c. Pembinaan Lanjut (setelah kembali ke pihak Keluarga, ketika
klien sudah dimakamkan, karena klien tidak memiliki keluarga)
H. Sarana dan Prasarana
1. Kantor = 1 buah 12. Musholla = 1 buah
2. Aula = 1 buah 13. Pos Jaga = 1 buah
50
3. Wisma = 11 buah 14. Gudang = 1 buah
4. R. Ketrampilan = 1 buah 15. Selasar = 3 unit
5. R. Poliklinik = 1 buah 16. Tower air = 3 unit
6. R. Isolasi = 1 buah 17. Papan Nama = 1 buah
7. Rumah Dinas = 10 buah 18. Pagar = 607,5 m2
8. R. Konsutasi = 1 buah 19. Jln. Komplek = 400 m
9. Wisma Tamu = 1 buah 20. Drainase = 900 m
10. Garasi = 1 buah 21. Taman = 400 m
11. Dapur Umum = 1 buah
I. Personalia
1. Tanaga Administrasi = 5 orang
2. Tenaga Teknis
a. Tenaga Fungsional tertentu:
- Pekerja Sosial = 6 orang
- Tenaga Psikologi/klinis = 1 orang
- Dokter = 1 orang
- Perawat = 2 orang
b. Tenaga Fungsional/Umum :
- Pramusaji / Tkg Masak = 4 orang
- Tukang cuci = 1 orang
- Sopir = 1 orang
- Satpam = 3 orang
c. Tenaga kontrak
- Keamanan/satpam = 1 orang
- Cleaning Service = 4 orang
- Tukang Kebun = 2 orang
- Tenaga Medis/Perawat = 1 orang
J. Prosedur Masuk Panti
1. Kriteria :
a. Berusia 60 tahun keatas
b. Terlantar, karena tidak berdayaa mencari nafkah sendiri
51
c. Sehat jasmani dan rohani (tidak lumpuh, tidak buta dan tidak
terganggu kesehatan jiwanya).
2. Persyaratan :
a. Membawa surat rekomendasi dari Dinas Sosial Kab/Kota
setempat
b. Membawa foto Uk. 3x4 sebanyak 3 lembar
c. Surat Keterangan berbadan sehat dari dokter
d. Mengisi formulir yang disediakan pihak Panti.
4.5 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh lansia yang tinggal di Panti
Sosial Tresna Werdha Sinta Rangkang.
52
2) Lansia yang mengalami gangguan komunikasi
3) Lansia yang kebetulan sedang tidak berada di tempat
53
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
USIA
60-74 75-90 >90
2%
29%
69%
54
komunikasi dengan jelas sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dengan
jelas juga.
Jenis Kelamin
44%
56% Laki-laki
Perempuan
Pendidikan Terakhir
1%
11%
SD
11%
SMP
13%
64% SMA
S1
Lain-lain
55
Sebagian besar lansia penghuni panti sosial Tresna Werdha Sinta
Rangkang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, hal tersebut dapat dilihat
pada tingginya tingkat pendidikan terakhir yang dimaksud adalah SD sebanyak 48
responden (64%) yang menempati tempat tertitinggi. Kemudian diikuti oleh
tingkat pendidikan terakhir SMP sebanyak 10 responden (13%) , SMA sebanyak 8
responden (11%), S1 sebanyak 1 responden (1%) dan lain-lain sebanyak 8
responden (11%). Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kualitas
hidup penduduk lanjut usia umumnya masih rendah.
40% Ya Tidak
60%
56
DISITRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN TERHADAP
PENGETAHUAN ISTILAH HIPERTENSI
21%
Ya
Tidak
79%
37,3%
Ya
62,7%
Tidak
57
Berdasarkan Gambar 5.6 Distribusi pengetahuan mengenai pentingnya
memeriksakan tekanan darah ke pelayanan kesehatan menunjukkan hasil ya
sebanyak 47 responden (62,7%) dan hasil menjawab tidak sebanyak 28 responden
(37,3%). Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata lansia mengetahui pentingnya
memeriksakan kesehatan di pelayanan kesehatan. Terlebih di panti sosial ini
terdapat klinik yang dapat digunakan sebagai wadah untuk memeriksa kesehatan
lansia.
45,3% 54,7%
Ya
Tidak
58
DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN MENGENAI KONSUMSI
MAKANAN DENGAN GARAM BERLEBIH SEHINGGA
MENYEBABKAN HIPERTENSI
34,7%
Ya
Tidak
65,3%
30,7
69,3% Ya
Tidak
59
Berdasarkan Gambar 5.9 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai
konsumsi buah-buahan sebagai usaha pencegahan hipertensi menunjukan hasil
yang menjawab ya sebanyak 52 responden (69,3%) dan hasil yang menjawab
tidak sebanyak 23 responden (30,7%).
42,7% Ya
Tidak
57,3%
60
DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN MENGENAI STRESS
SEHINGGA MENYEBABKAN HIPERTENSI
41,3%
58,7%
Ya
Tidak
25,3%
Ya
74,7% Tidak
61
Berdasarkan Gambar 5.12 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai
dukungan keluarga atau orang terdekat untuk memotivasi penderita hipertensi
dalam menjalankan perubahan gaya hidup menunjukkan hasil yang menjawab ya
sebanyak 56 responden (74,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 19
responden (25,3%).
32%
Ya
86%
Tidak
62
DISTRIBUSI FREKUENSI MENGENAI BERAT BADAN BERLEBIH
MENYEBABKAN HIPERTENSI
45,3%
54,7% Ya
Tidak
63
5.4 Pembahasan
Pengetahuan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah definisi, faktor
resiko dan pencegahan dan tatalaksana hipertensi dalam pandangan masyarakat
umum. Dari data yang didapatkan dari kuesioner, sebagian responden mengetahui
apa definisi dari hipertensi yaitu sebanyak 16 responden (21,3%) dan yang tidak
mengetahui sebanyak 59 responden (78,7%). Responden yang dapat menjawab
tentang definisi tersebut rata-rata adalah pasien hipertensi, sedangkan responden
yang tidak dapat menjawab dengan benar dapat dikarenakan pada masyarakat
umumnya tidak mengetahui istilah hipertensi namun hanya mengetahui definisi
tekanan darah tinggi.
Pengetahuan mengenai faktor resiko terjadi hipertensi tergambar dari
pertanyaan mengenai mengkonsumsi alkohol, kebiasaan merokok, konsumsi
garam berlebih, faktor stres dan berat badan berlebih dapat menyebabkan
hipertensi. Pengetahuan lansia mengenai faktor resiko terhadap terjadinya
hipertensi berdasarkan hasil lebih banyak yang mengetahui daripada yang tidak
mengetahui. Tergambar dari pertanyaan mengenai konsumsi makanan berlemak
dapat menyebabkan hipertensi menunjukkan hasil ya sebanyak 41 responden
(54,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 27 responden (45,3%),
pengetahuan mengenai konsumsi makanan dengan garam berlebih sehingga
menyebabkan hipertensi menunjukkan hasil ya sebanyak 49 responden (65,3%)
dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 21 responden (34,7%), pengetahuan
mengenai stress sehingga menyebabkan hipertensi menunjukkan hasil ya
sebanyak 44 responden (58,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 31
responden (41,3%) dan pengetahuan mengenai berat badan berlebih menyebabkan
hipertensi menunjukkan hasil yang menjawab ya sebanyak 41 responden (54,7%)
dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 34 responden (45,3%).
Pengetahuan lansia mengenai pencegahan dan tatalaksana secara umum
terjadinya hipertensi cukup baik hal ini tergambar dari pertanyaan mengenai
dukungan keluarga atau orang terdekat untuk memotivasi penderita hipertensi
dalam menjalankan perubahan gaya hidup menunjukkan hasil yang menjawab ya
sebanyak 56 responden (74,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 19
64
responden (25,3%). Hal ini sesuai dengan teori, bahwa keluarga seringkali
berpengaruh pada tindakan seseorang. Meskipun lansia tidak memiliki
pengetahuan yang baik tentang hipertensi tetapi memiliki keluarga yang
mendukung untuk melakukan tindakan tersebut maka lansia tersebut akan
melakukan tindakan pengendalian terhadap hipertensi. Hal ini berkaitan dengan
beban tanggungan, lansia termasuk dalam kelompok orang yang tidak produktif.
Kelompok tidak produktif akan ditanggung oleh kelompok produktif. Sesuai
dengan pernyataan bahwa angka beban tanggungan Indonesia sebesar 48,63%
artinya setiap 100 orang penduduk yang masih produktif akan menanggung 48
orang yang tidak produktif di Indonesia. Pengetahuan mengenai pentingnya
memeriksakan tekanan darah ke pelayanan kesehatan menunjukkan hasil ya
sebanyak 47 responden (62,7%) dan hasil menjawab tidak sebanyak 28 responden
(37,3%) dan pengetahuan mengenai meminum obat hipertensi secara teratur serta
mengontrol pola makan sebagai usaha mencegah kekambuhan hipertensi
menunjukkan hasil yang menjawab ya sebanyak 51 responden (86%) dan hasil
yang menjawab tidak sebanyak 24 responden (32%).
Berdasarkan data tersebut lansia yang berada di panti sosial Tresna
Werdha Sinta Rangkang mempunyai pengetahuan yang baik mengenai faktor
resiko dan pencegahan hipertensi. Hal ini dikarenakan diantara lansia tersebut
mempunyai pengalaman memeriksakan tekanan darah dan dokter yang bertugas
memberikan pengetahuan kepada lansia tersebut. Dari pengalaman tersebut lansia
memperoleh pengetahuan, karena pengalaman merupakan sumber pengetahuan,
pengalaman juga bisa menjadi suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan.
Untuk lebih jelasnya, maka pembahasan dari hasil penelitian kami akan
kami uraikan satu persatu seperti di bawah ini.
5.4.1 Distribusi frekuensi pengetahuan tentang hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.5 Distribusi frekuensi responden terhadap
pengetahuan istilah hipertensi menunjukkan hasil ya sebanyak 16 responden
(21%) dan hasil menjawab tidak sebanyak 59 responden (79%). Hal tersebut dapat
dikarenakan umumnya pada masyarakat tidak mengetahui istilah hipertensi
65
namun hanya mengetahui tekanan darah tinggi. Responden yang dapat menjawab
tentang definisi dari istilah hipertensi tersebut rata-rata adalah pasien hipertensi.
Hal ini dikarenakan diantara lansia tersebut mempunyai pengalaman
memeriksakan tekanan darah dan dokter yang bertugas memberikan pengetahuan
kepada lansia tersebut. Dari pengalaman tersebut lansia memperoleh pengetahuan,
karena pengalaman merupakan sumber pengetahuan, pengalaman juga bisa
menjadi suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Sedangkan
responden yang tidak dapat menjawab dengan benar/tidak mengetahui istilah
hipertensi dapat dikarenakan pada masyarakat umumnya tidak mengetahui istilah
apa itu hipertensi namun hanya mengetahui tekanan darah tinggi ketika sudah
dijelaskan.
Tingkat pengetahuan pada tiap individu berbeda-beda, ada yang memiliki
pengetahuan baik namun ada juga yang memiliki pengetahuan kurang.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah oang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan
seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :13
a. Pengalaman, dimana dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun
orang lain. Misalnya jika seseorang pernah merawat anggota keluarga yang sakit
hipertensi pada umumnya menjadi lebih tahu tindakan yang harus dilakukan jika
terkena hipertensi.
b. Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa wawasan atau
pengetahuan seseorang. Secara umum, orang yang memiliki pengetahuan yang
tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Jadi, semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka semakin tinggi juga tingkat pengetahuan serta
wawasan yang dimilikinya.
c. Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap informasi mempengaruhi
tingkat pengetahuannya dan wawasannya. Sumber informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya televisi, radio, koran, buku,
majalah dan internet.
66
5.4.2 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai pentingnya
memeriksakan tekanan darah ke pelayanan kesehatan
Berdasarkan Gambar 5.6 Distribusi pengetahuan mengenai pentingnya
memeriksakan tekanan darah ke pelayanan kesehatan menunjukkan hasil ya
sebanyak 47 responden (62,7%) dan hasil yang menjawab tidak sebanyak 28
responden (37,3%). Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata lansia mengetahui
pentingnya memeriksakan kesehatan di pelayanan kesehatan. Terlebih di panti
sosial ini terdapat klinik yang dapat digunakan sebagai wadah untuk memeriksa
kesehatan lansia.
Sebenarnya, tingkat usia seseorang tidak mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang terhadap hipertensi. Semakin tua seseorang, tidak
membuat kehidupan seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang
hipertensi. Namun, umumnya lansia mengalami peningkatan tekanan darah
dimana hal ini disebabkan pembuluh darah yang tersumbat oleh penimbunan
lemak atau pembuluh darahnya menjadi kaku karena proses penuaan. Oleh karena
itu penting bagi individu yang semakin tua usianya untuk menyadari hal tersebut
dan meningkatkan tingkat pengetahuannya agar dapat mencegah terjadinya
hipertensi dan penyakit lain yang biasanya muncul saat usia seseorang semakin
tua.13
Lanjut usia atau yang biasa kita kenal dengan Lansia, merupakan istilah
tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut
usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang
perlu dipertimbangkan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek biologis.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk
yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
67
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Salah satu penyakit
yang paling sering dialami oleh lansia adalah hipertensi.14,15
5.4.3 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai konsumsi makanan
berlemak sehingga menyebabkan hipertensi
Berdasarkan Gambar 5.7 distribusi pengetahuan mengenai konsumsi
makanan berlemak sehingga menyebabkan hipertensi pada 75 responden
didapatkan responden yang menjawab ya sebanyak 41 responden (54,7%) dan
responden yang menjawab tidak sebanyak 27 responden (45,3%). Hal ini
menunjukan bahwa gambaran tingkat pengetahuan dari 75 responden rata-rata
hampir setengah dari populasi tidak mengetahui bahwa makanan berlemak /
lemak jenuh dapat menyebabkan hipertensi. Kemungkinan besar hal ini terjadi
akibat rendahnya tingkat pendidikan pada responden yang rata-rata mayoritas
responden memiliki tingkat pendidikan lulus SD, hal ini sesui dengan penelitian
yang dilakukan pada lansia di Desa Makamhaja Kartasura Sukoharjo (Widyasari
D.F, 2010) bahwa tingkat pendidikan yang rendah pada lansia 54% dari
responden mereka dengan 51% berpendidikan lulusan SD tidak mengetahui atau
salah menginterpretasikan tentang apa itu hipertensi atau tekanan darah tinggi.16
Padahal berdasarkan teori konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi, dimana lemak jenuh
seperti produk-produk daging, telur dan minyak jelantah yang digunakan berkali-
kali yang dikonsumsi secara jangka panjang tanpa di imbangi pola hidup sehat
dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan berat badan dan terbentuknya plaque
di pembuluh darah. Konsumsi lemak yang berlebihan ini akan meningkatkan
kadar kolesterol dalam darah terutama kolesterol LDL (kolesterol jahat) yang
akan tertimbun dalam tubuh terus menerus dalam jangka lama yang menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah dalam jangka waktu panjang dari terbentuknya
plaque hingga terbentuknya aterosklerosis. Pembuluh darah yang mengalami
aterosklerosis akan mengakibatkan resistensi dinding pembuluh darah meningkat
yang dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
Meningkatnya tekanan darah secara terus-menerus akan mengakibatkan
hipertensi. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan
68
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh
secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang
bersumber dari tanaman terbukti dapat menurunkan tekanan darah.5,10
69
5.4.5 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai konsumsi buah – buahan
segar, usaha lain untuk mencegah tekanan darah tinggi adalah
olahraga secara teratur
Pada Gambar 5.9. didapatkan hasil 69,3% responden mengetahui bahwa
olahraga secara teratur dapat menjadi salah satu usaha dalam mencegah hipertensi.
Hal ini mengartikan bahwa pengetahuan pada Lansia di Panti Sosial ini mengenai
salah satu pencegahan hipertensi cukup baik, yang mana sesuai teori mengatakan
bahwa latihan olahraga dapat menurunkan tekanan sistolik maupun diastolik pada
usia lanjut yang sehat dan juga mereka yang mempunyai tekanan darah tinggi
ringan.17
70
minuman berlakohol juga menjadi salah satu penyebab dari terjadinya hipertensi
karena didalam alkohol terdapat senyawa kimia yang dapat menyebabkan atau
dapat meningkatkan tekanan darah salah satunya Hidroginium memiliki pengaruh
terhadap kejadian hipertensi dan secara keseluruhan semakin banyak alkohol yang
dikonsumsi semakin tinggi tekanan darahnya. Alkohol juga bisa meningkatkan
keasaman darah sehingga menjadi lebih kental. Kekentalan darah ini memaksa
jantung memompa darah lebih kuat lagi, agar darah dapat sampai ke jaringan yang
membutuhkan dengan cukup. Ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan darah/hipertensi.18
71
Hubungan antara stres dan tekanan darah tinggi pada mahasiswa.1 Pada kelompok
umur lansia sangat rentan terhadap stres yang dapat disebabkan oleh berbagai
permasalahan hidup, disertai juga karena dampak penurunan kemampuan dalam
mermpertahankan hidup, menyesuaikan diri dengan lingkungannya, fungsi badan
dan kejiwaan secara alami. Meningkatnya jumlah pelayanan tidak sebanding
dengan populasi Lanjut Usia yang meningkat tanpa bisa dihentikan. Kondisi
Lanjut Usia yang rentan secara psikis, membutuhkan lingkungan yang mengerti
dan memahami mereka. Lanjut Usia membutuhkan teman yang sabar, yang
mengerti dan memahami kondisinya. Mereka membutuhkan teman ngobrol,
membutuhkan dikunjungi kerabat, membutuhkan sapaan yang sejuk, dan sangat
senang jika didengarkan nasehatnya. Lanjut Usia juga butuh rekreasi, silaturahmi
kepada kerabat dan masyarakat , dengan demikian dapat menurunkan gejala stres
yang dialaminya.21
72
orang penduduk yang masih produktif akan menanggung 48 orang yang tidak
produktif di Indonesia.22
Dukungan keluarga berperan dalam membantu lansia dalam melakukan
diet hipertensi. Adanya informasi dari anggota keluarga mengenai hipertensi
tentang apa yang disarankan tenaga kesehatan menjadikan modal bagi responden
untuk melakukanhal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah
pengetahuan keluarga maka peluang untuk terkena hipertensi semakin tinggi,
begitupun sebaliknya, ditunjang dengan kesadaran yang baik serta persepsi yang
benar juga akan berdampak terhadap upaya pencegahan yang baik pula. 22 Pada
kasus ini lansia tinggal di lingkungan panti sosial, sehingga perlu sekali untuk
adanya peran dukungan keluarga untuk membantu dalam kehidupan para lansia,
namun dalam hal ini peran keluarga dapat digantikan oleh para petugas yang ada
di panti baik itu petugas medis maupun non medis dapat menggantikan sebagai
orang terdekat untuk para lansia.
73
5.4.10 Distribusi frekuensi pengetahuan mengenai berat badan berlebih
menyebabkan hipertensi
Pengetahuan mengenai kontrol pola makan dalam pencehagan hipertensi
yang dilakukan oleh Prasetiyo Tri Utomo, (2013)hasil menunjukan responden
masih banyak yang kurang mengetahui dalam upaya pencegahan kekambuhan
hipertensi sebesar 34 (43,6%), responden yang cukup mengetahui 24%
(30.8%), dan responden yang sudah mengetahui dengan baik sebanyak 20
(25,6%).Hal tersebut dikarenakan bagi responden makanan yang terpenting
adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup responden, terlepas apakah sudah
memenuhi asupan makanan tersebut baik bagi kesehatan dirinya atau tidak
setelah penyakit mulai menyerang, orang barusadar kalau ada yang salah
dengan gaya hidup terutama pola makan. Responden yang mempunyai
pengetahuan yang baik tentang hipertensi, tentunya mengetahui bagaimana
cara mencegah terjadinya penyakit hipertensi.24
Pengetahuan mengenai berat badan berlebih menyebabkan hipertensi
dapat menyebabkan hipertensi yang dilakukan pada lansia menunjukan hasil lebih
banyak mengetahui yaitu sebesar 54,7% dari pada yang tidak mengetahui yaitu
sebesar 45,3%. hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Arsenius A.A (2016) dimana pengetuan baik sebesar 59,7% dan kurang baik 40,
3%. Berdasarkan penelitian tersebut mengkonsumsi makan-makanan yang
berlemak tinggi, responden masih banyak yang menyukai meskipun responden
tersebut mengetahui risiko yang didapatkan. Dalam hal ini dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan mengenai obesitas dapat menyebabkan hipertensi masih
dalam kategori baik, namun menjalankan pola hidup agar terhindar dari obesitas
masih kurang.24
74
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
- Mayoritas responden yaitu pada usia 60-74 tahun sebanyak 67%
- Mayoritas responden yaitu pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 56%
- Mayoritas responden berpendidikan SD yaitu sebanyak 64%
- Secara umum tingkat pengetahuan lansia terhadap hipertensi adalah baik
yaitu sebanyak 60%
6.2 Saran
- Bagi petugas kesehatan, agar memberikan penyuluhan kesehatan tentang
hipertensi kepada lansia, baik dari faktor resiko, serta pencegahan yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan lansia terhadap
hipertensi.
75
DAFTAR PUSTAKA
76
14. Putra IP, Agrina, Utami GT. Perbandingan kualitas hidup lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha dengan Lansia di Keluarga. [Skripsi]. Riau :
Universitas Riau. 2014.
15. Fattima ET, Wahyudo R, Setiawan G, dkk. Gambaran Pengetahuan Lansia
terhadap Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi di Puskesmas Cipayung
Kota Depok 2015. [Skripsi]. Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. 2016.
16. Widyasari DF, dkk. Pengaruh pendidikan tentang hipertensi terhadap
perubahan pengetahuan dan sikap lansia di desa Makamhaja Kartasura
Sukoharjo. Biomedika. Vol 02. 2010.
17. Prasetyo, Yudik. Olahraga Bagi Penderita Hipertensi. Yogyakarta: FIK
UNY. 2015
18. Kita, Hasanudin., Afrida., Semana, Akuilina. Pengaruh Kebiasaan
Merokok dan Konsumsi Alkohol terhadap Kejadian Hipertensi Di RSUD
Labuang Baji Makassar. Makassar: STIKES. 2016
19. Subramniam V. Hubungan antara stres dan tekanan darah tinggi pada
mahasiswa. ISM Vol 2 No 1 Januari – April. 2015.
20. Annaas BS, Risca SN, Rizki N, dkk. Gambaran Tingkat pengetahuan
tentang hipertensi dan tingkat stress pada klien hipertensi di klinik islamic
center samarinda. Jurnal Husada Mahakam Volume IV No.4. 2017.
21. Nur Hidaayah. Stress Pada lansia Menjadi Faktor Penyebab dan Akibat
Terjadinya Penyakit. Journal of Health Sciences Vol 6 No 2. 2013.
22. Eliza Techa Fattima, dkk.Gambaran Pengetahuan Lansia terhadap
Pencegahan dan Pengobatan Hipertensi di Puskesmas Cipayung Kota
Depok Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung; 2015
23. Prasetiyo Tri Utomo . Hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi
dengan upaya pencegahan kekambuhan hipertensi pada lansia di desa
blulukan kecamatan colomadu kabupaten karanganyar, Fakultas kesehatan
UMS.2013.
24. Arsenius Agung Angkawijaya, dkk. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Masyarakat dengan Tindakan Pencegahan Hipertensi di Desa Motobol
77
Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan. FK Universitas Samratulangi,
2016.
78