Anda di halaman 1dari 23

1

Nyawa Tak Berdosa Jadi Korban


Hari ini, para warga yang tinggal di bantaran sungai dikejutkan dengan
temuan seorang bayi yang sudah tak bernyawa tersangkut di ongokan
sampah di muara sungai dalam posisi tertelungkup. Polisi meminta kepada
dokter Rumah Sakit untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenazah. Dari
hasil pemeriksaan luar jenazah tampak bayi masih terhubung dengan tali
pusat dan plasentanya, dengan panjang tubuh 49 cm, terdapat luka-luka
lecet di sekujur tubuh korban, terutama di lutut, kepala, dan siku, juga
ditemukan busa halus pada hidung dan mulut serta cutis anserina.
Kemudian dokter melakukan pemeriksaan lanjutan mengingat polisi
memintanya untuk menetapkan apakah ini suatu pembunuhan atau bukan.
Karena pihak kepolisian sigap menanggapi kasus ini, maka beberapa
hari kemudian sudah ada dugaan tersangka yaitu seorang perempuan berusia
20 tahun yang merupakan warga sekitar tempat kejadian. Sebenarnya warga
sudah mencurigai perempuan tersebut karena perubahan bentuk badannya
terutama perutnya yang belakangan tampak buncit tiba-tiba kembali seperti
biasa. Padahal warga mengatakan bahwa perempuan ini tinggal seorang diri,
tanpa kekasih maupun suami. Ketika polisi mendatangi rumah tersangka,
mereka mendapati perempuan tersebut tergeletak di lantai dengan botol
pembasmi serangga yang sudah terbuka di sampingnya. Kemudian polisi
membawa perempuan tersebut ke UGD RS.
Setelah mendapati pengobatan, tersangka sadar dan dapat memberikan
keterangan. Ia minum cairan pembasmi serangga karena dihantui perasaan
bersalah setelah membuang bayinya. Ia mengaku sekitar 9 bulan yang lalu
diperkosa oleh seorang tak dikenal ketika pulang kerja pada malam hari.
Tetapi ia tidak melaporkan kejadian tersebut, karena takut dan malu
terhadap warga sekitar. Sesungguhnya, pada bulan kedua kehamilannya, ia
ingin menggugurkan kandungannya dengan meminum obat yang menurut
temannya dapat meluruhkan janin didalam kandungan. Tetapi, keguguran ini
tidak terjadi, bahkan semakin lama janinnya bertumbuh semakin besar.
Hingga tiba saatnya, ia melahirkan sendiri tanpa bantuan siapapun di
2

rumahnya dan langsung membekap bayinya kemudian melemparnya ke


sungai belakang rumah.
Warga menghendaki agar pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai
dengan perbuatannya.

STEP 1
1. Cutis anserina
Keadaan yang terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler,
atau merupakan perubahan post mortal karena terjadinya rigor mortis pada
mm.erector pili.
2. Pemeriksaan luar
Pemeriksaan yang dilakukan pada bagian luar tubuh mayat untuk
kebutuhan forensik. pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat meliputi
segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun teraba baik benda yang
menyertai mayat juga terhadap mayat itu sendiri
3. Perkosaan
perbuatan bersenggama yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan
(force), menciptakan ketakutan (fear), atau dengan cara memperdaya
(fraud).

STEP 2
1. Bagaimana cara menentukan apakah janin tersebut lahir hidup atau sudah
mati pada saat ditemukan ?
2. Bagamanakah cara menentukan usia bayi tanpa identitas ?
3. Apa saja tanda-tanda terjadinya persetubuhan ?
4. Apa tanda-tanda bekas kehamilan dan bekas persalinan ?
5. Bagaimana peran dokter pada kasus tersebut ?
6. Bagaimana aspek hukum pada kasus tersebut ?
7. Jelaskan cara pengambilan sampel pada kasus kejahatan seksual agar dapat
diperiksa laboratorium?

STEP 3
1. Bagaimana cara menentukan bayi lahir hidup atau mati?
A. Tanda bayi lahir hidup :
3

- Pemeriksaan luar: cutis anserina, dada mengembang, tulang iga


mendatar, sela iga melebar, ada tanda-tanda perawatan, tidak ada
verniks kaseosa, berpakaian, adanya udara di telinga tengah, tanda-
tanda perawatan plasenta.
- Pemeriksaan dalam:
Makroskopik dan mikroskopik
B. Tanda bayi lahir mati:
a. Still birth
b. Death born child
- Maserasi pada bayi
- Otot lemas
- Sendi mudah difleksikan
- Paru baru mengembang
- Badannya sangat lunak
2. Bagamanakah cara menentukan usia janin tanpa identitas ?
Penentuan umur janin intra dan ekstra uterin dapat digunakan dengan dua
metode, yaitu
a. Umur janin atau embrio dalam kandungan rumus De Haas
b. Melihat pusat penulangan (ossification center)

3. Apa saja tanda-tanda terjadinya persetubuhan ?


Tanda-tanda persetubuhan terbagi menjadi tanda langsung dan tidak
langsung :
a. Tanda langsung
b. Tanda tidak langsung
4. Apa tanda-tanda bekas kehamilan dan bekas persalinan ?
a. Adanya batas-batas kehamilan terdiri atas striae gravidarum, dinding
perut kendor, rahim dapat diraba di atas symphisis, payudara besar dan
kencang
b. Adanya bekas persalinan terdiri atas robeknya perineum, keluarnya
cairan koklea
c. Adanya hubungan genetik antara suspek dan korban
5. Bagaimana peran dokter pada kasus tersebut ?
a. Peran dokter dalam kasus pembunuhan anak sendiri
Peran dokter pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah memeriksa
jenazah bayi. Dokter akan diminta oleh penyidik secara resmi guna
membantu penyidikan untuk memperoleh kejelasan di dalam hal
sebagai berikut:
1) Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
2) Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
4

3) Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab


kematian?
b. Peran dokter dalam kasus kejahatan seksual
Peran dokter pada kasus kejahatan seksual adalah menentukan apakah
telah terjadi persetubuhan dan telah terjadi paksaan dan kekerasan atau
dengan ancaman kekerasan.
6. Bagaimana aspek hukum pada kasus tersebut ?
a. Aspek hukum dalam kasus pembunuhan anak sendiri
1) Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab
kejahatan terhadap nyawa orang yaitu terdapat pada pasal 341, 342
dan 343
2) Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya,
misalnya tempat sampah, got, sungai dan sebagainya. Maka, bayi
tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak sendiri yang
diatur dalam pasal 341 dan 342, pembunuhan diatur dalam pasal
338, 339, 340 dan 343, lahir mati kemudian dibuang diatur dalam
pasal 181, atau bayi yang diterlantarkan sampai mati pasal 308
b. Aspek hukum dalam kasus kejahatan seksual
1) KUHP pasal 284
2) KUHP pasal 285
3) KUHP pasal 286
4) KUHP pasal 287
5) KUHP pasal 291
6) KUHP pasal 294

STEP 4
A. ASFIKSIA
1. Definisi Asfiksia
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa terjadinya
gangguan pertukaran udara pada pernafasan, mengakibatkan
berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon
dioksida (CO2).1 Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen (Hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara fisiologi
dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu: 2
1.1 Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
5

-
Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup,
kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk,
udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan
yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.2
-
Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas
seperti pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan,
pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal
dengan asfiksia mekanik.2
1.2 Anoksia Anemik
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini
didapati pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan
ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan
bakar ke pabrik.2
1.3 Anoksia stagnan
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa
karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini
tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar.2

1.4 Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)


Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau
tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Seperti pada
keracunan sianida.2
2. Etiologi Asfiksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: 1
a) Penyebab Alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran
pernafasan seperti laringitis difteri, tumor laring, asma bronkiale, atau
menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru,
pneumonia, COPD.1
b) Trauma mekanik, yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya
trauma yang mengakibatkan emboli, pneumotoraks bilateral, sumbatan
atau halangan pada saluran napas dan sebagainya. Emboli terbagi atas 2
macam, yaitu emboli lemak dan emboli udara. Emboli lemak disebabkan
oleh fraktur tulang panjang. Emboli udara disebabkan oleh terbukanya
vena jugularis akibat luka.1
6

c) Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan,


misalnya barbiturat, narkotika.1
3. Asfiksia Mekanik
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan
terhalang memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan (yang
bersifat mekanik), misalnya :
1) Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
a. Pembekapan (smothering)
b. Penyumbatan (gagging dan choking)
2) Penekanan dinding saluran pernafasan:
a. Penjeratan (strangulation)
b. Pencekikan (manual strangulation)
c. Gantung (hanging)
3) External pressure of the chest yaitu penekanan dinding dada dari luar.
4) Drawning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
5) Inhalation of suffocating gases.
Karena mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan murni
disebabkan oleh asfiksia, maka ada sementara ahli yang tidak lagi
memasukkan tenggelam ke dalam kelompok asfiksia mekanik, tetapi
dibicarakan sendiri.1
4. Gejala Asfiksia
Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu :
a) Fase dispneu / sianosis
Fase ini terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon
dioksida. Tingginya kadar karbon dioksida akan merangsang medulla
oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan tekanan
darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan
darah terukur meningkat.(1,2)
b) Fase konvulsi
Akibat kadar karbon dioksida yang naik maka akan timbul rangsangan
terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang) yang mula-
mula berupa kejang klonik lalu kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran
7

mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan tekanan darah turun.
(1,2)

c) Fase apneu
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati
berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun
sampai hilang dan relaksasi sfingter.(1,2)
d) Fase akhir / terminal / final
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap.
Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.(1,2)
5. Gambaran Postmortem pada Asfiksia :
Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara
menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang
hampir sama.

Pada pemeriksaan luar:


a. Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan)
yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO 2
daripada HbO2.1
b. Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot
merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran
kapiler darah setempat.2
c. Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena
terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya
fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar
CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih
gelap karena meningkatnya kadar HbCO2.1
d. Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini
disebabkan adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.1
Pada pemeriksaan dalam:
8

a. Organ dalam tubuh lebih gelap dan lebih berat dan ejakulasi pada
mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.
b. Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
c. Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
d. Busa halus di saluran pernapasan.
e. Edema paru.
f. Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur
laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka.1
B. PEMBEKAPAN (SMOTHERING)
1. Definisi
Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang
luar jalan napas yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh
benda padat atau partikel-partikel kecil. 1
2. Etiologi Kematian pada Pembekapan:
Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan (smothering), yaitu :

a. Asfiksia
b. Edema paru
c. Hiperaerasi
Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari
pembekapan.1
3. Cara Kematian pada Pembekapan:
Cara kematian pada kasus pembekapan, yaitu :
a) Kecelakaan (paling sering), misalnya tertimbun tanah longsor atau
salju, alkoholisme, bayi tertutup selimut atau mammae ibu.1
b) Pembunuhan, misalnya hidung dan mulut diplester, bantal ditekan
ke wajah, serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.1
c) Bunuh diri (suicide) dengan cara pembekapan masih mungkin
terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan
menggunakan gulungan kasur, bantal, pakaian, yang dikaitkan
menutupi hidung dan mulut.1
9

C. TERSEDAK (CHOCKING)
1. Definisi
Tersedak (chocking) adalah jenis asfiksia yang disebabkan blokade
jalan nafas oleh benda asing yang datangnya dari luar ataupun dari
dalam tubuh. Seperti misalnya inhalasi tumpahan, tumor, jatuhnya
lidah ke belakang ketika dalam keadaaan tidak sadar, bekuan darah
atau gigi yang lepas. Gejalanya sangat khas sekali yaitu di mulai
dengan batuk-batuj yang terjadinya secara tiba-tiba, kemudian disusul
sianosis dan akhirnya meninggal dunia.2
2. Cara Kematian Pada Kasus Tersedak
Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak, yaitu :
a. Kecelakaan (paling sering), seperti gangguan refleks batuk pada
alkoholisme, pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan
benda asing ke dalam mulutnya, tonsilektomi, aspirasi, dan kain
kasa yang tertinggal pada anestesi eter.1
b. Bunuh Diri, hal ini jarang terjadi karena sulit memasukkan
benda asing kedalam mulut sendiri disebabkan adanya refleks
batuk atau muntah. Umunya korban adalah penderita sakit
mental.1
c. Pembunuhan (homicidal chocking), umumnya korban adalah
bayi, orang dengan fisik lemah atau tidak berdaya.1
3. Gambaran Postmortem
Pada pemeriksaan post-mortem dapat dilihat adanya tanda-tanda
asfiksia yang jelas, kecuali jika kematiannya karena vagal reflex. Dapat
ditemukan adanya material yang menyebabkan blokade jalan napas.
Kadang-kadang kematian terjadi sangat cepat tanda-tanda chocking,
terutama pada kematian karena vagal reflex akibat inhalasi makanan dan
memerikan kesan adanya serangan jantung. Kasus seperti itu sering
disebut Café Coronaries.2
D. PENCEKIKAN (MANUAL STRANGULASI)
1. Definisi
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa
penekanan pada leher korban yang dilakukan dengan menggunakan
10

tangan yang menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas tertekan


dan terjadi penyempitan saluran nafas sehingga udara pernafasan tidak
dapat lewat.1
2. Etiologi Kematian pada Pencekikan
Ada 2 mekanisme kematian pada pencekikan, yaitu : .1
a. Asfiksia
b. Refleks vagal, terjadi sebagai akibat rangsangan pada reseptor
nervus vagus pada corpus caroticus (carotid body) di percabangan
arteri karotis interna dan eksterna. Refleks vagal ini jarang sekali
terjadi.

3. Gambaran Postmortem
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan kasus pencekikan, antara
lain :1,2
1. Kepala dan leher
a. Bagian luar
Pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan
antara lain ditemukan perbendungan pada muka dan kepala
karena turut tertekan pembuluh darah vena dan arteri yang
superfisial, sedangkan arteri vertebralis tidak terganggu.1
Tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan distribusi
berbeda-beda tergantung cara mencekik, yang penting kita cari,
yaitu bekas kuku dan bantalan jari. Bekas kuku dapat kita kenali
dari adanya luka-luka lecet pada kulit, berupa luka lecet kecil,
dangkal, berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari.1,2
Luka-luka memar pada kulit, bekas tekanan jari,
merupakan petunjuk berharga untuk menentukan bagaimana
posisi tangan pada saat mencekik. Memar yang bentuknya bulat
atau lonjong terjadi akibat tekanan jari-jari orang yang
melakukannya. Akan menyulitkan bila terdapat memar
11

subkutan luas, sedangkan pada permukaan kulit hanya tampak


memar berbintik.1,2
b. Bagian dalam
Memar atau perdarahan pada otot-otot bagian dalam leher,
dapat terjadi akibat kekerasan langsung. Perdarahan pada otot
sternokleido-mastoideus dapat disebabkan oleh kontraksi yang
kuat pada otot tersebut saat korban melawan. Resapan darah
Nampak lebih jelas dari pada strangulasi jenis lain yaitu pada
jaringan ikat dibawah kulit, dibelakang kerongkongan, dasar
lidah dan kelenjar thyroid. 1,2
Terdapat fraktur dari tulang rawan thyroid, cricoid dan
hyoid. Fraktur pada tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior
rawan gondok yang unilateral lebih sering terjadi pada
pencekikan, namun semuanya tergantung pada besar tenaga
yang dipergunakan saat pencekikan. Patah tulang lidah kadang-
kadang merupakan satu-satunya bukti adanya kekerasan, bila
mayat sudah dikubur sebelum diperiksa. 1,2
Bila mekanisme kematian adalah asfiksia, maka akan
ditemukan tanda-tanda asfisia. Tetapi bila mekanisme kematian
adalah refleks vagal, yang menyebabkan jantung tiba-tia
berhenti berdenyut, sehingga tidak ada tekanan intravascular
untuk dapat menimbulkan perbendungan, tidak ada perdarahan
petekial, tidak ada edema pulmoner dan pada otot-otot leher
bagian dalam hamper tidak ditemukan perdarahan diagnosis
kematian akibat refleks vagal hanya dapat dibuat
pereksklusionam.1
2. Paru-paru
Edema paru-paru terjadi jika anoksia berlangsung lama bila
penekanan pada leher terjadi secara intermiten maka pada mulut dan
lubang hidung akan terlihat adanya buih halus.2
12

E. PENJERATAN (STRANGULATION)
1. Definisi
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang,
rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau
mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran
pernapasan tertutup. 1
Ada 3 penyebab kematian pada jerat, yaitu :
a. Asfiksia
b. Refleks vasovagal (perangsangan reseptor pada carotid body).2
2. Cara Kematian pada Penjeratan
Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan , yaitu :

a. Pembunuhan
Pengikatan biasanya dengan simpul mati dan sering terlihat
bekas luka pada leher. 1
b. Kecelakaan.
Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada
bayi yang terjerat oleh tali pakaian, dapat terjadi pada orang yang
sedang bekerja dengan selendang di leher dan tertarik masuk ke
mesin. 1
c. Bunuh diri (self strangulation)
Hal ini jarang dan menyulitkan diagnosis. Pengikatan
dilakukan sendiri oleh korban dengan simpul hidup atau bahan
hanya dililitkan saja, dengan jumlah lilitan lebih dari satu. 1
3. Gambaran Postmortem
Pada tubuh jenazah yang mati akibat jeratan dengan tali dapat
ditemukan kelainan sebagai berikut: 2
a. Leher
a. Jejas jerat : tidak sejelas jejas gantung, dengan arah horisontal.
Kedalaman jejas reguler (sama), tetapi jika ada simpul atau tali
disilangkan maka jejas jerat pada tempat-tempat tersebut lebih
dalam atau nyata. Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama. 2
13

b. Lecet/memar : pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan


adanya lecet-lecet atau memar-memar di sekitar jejas. Kelainan
tersebut terjadi karena korban berusaha membuka jeratan. 2
b. Kepala
Selain terlihat tanda-tanda asfiksia, terdapat juga kongesti dan
bintik-bintik perdarahan pada daerah di atas jejas. Jika
kematiannya karena vagal refleks maka tanda-tanda tersebut diatas
tidak ditemukan.
c. Tubuh bagian dalam
a. Leher bagian dalam terdapat : resapan darah pada otot dan
jaringan ikat. Didapatkan fraktur dari tulang rawan (terutama
tulang rawan thyroid), kecuali pada korban yang masih muda
dimana tulang rawan masih sangat elastik. Pada jaringan ikat,
kelenjar limfe dan pangkal lidah, terdapat kongesti.
b. Paru-paru : sering ditemukan edema paru-paru dan adanya buih
halus pada jalan napas.
Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip
2
kasus penggantungan (hanging) kecuali pada :
a. Distribusi lebam mayat yang berbeda.
b. Alur jeratan mendatar / horisontal.
c. Lokasi jeratan lebih rendah.
F. PENGGANTUNGAN (HANGING)
1. Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan peristiwa dimana seluruh atau
sebagian dari berat tubuh seseorang ditahan dibagian lehernya oleh
sesuatu benda dengan permukaan yang relative sempit dan panjang
(biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan.2
2. Etiologi
Etiologi kematian pada penggantungan
Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan, yaitu :
a. Asfiksia
b. Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi
14

Pada leher terdapat a. Carotis communis yang bersama –sama


dengan v. Jugularis interna dan n. Vagus membentuk seberkas
neurovaskuler, berkas ini terletak di bawah m. Sternocleidomastoidius.
A. Carotis communis setinggi os. Hyoid bercabang menjadi a. Carotis
interna dan a. Carotis externa. A. Carotis interna bersam – sam a.
Vertebralis menyuplai darah ke otak. a. Vertebralis berjalan ke atas
(di dalam foramen transversum) dari vertebra cervicalis 4 menuju
vertebra cervicalis 1 (atlas) menembus membran atlanto occipitalis.
Kedua a. Vertebralis bersatu membentuk a. Basilaris. Pada kasus
gantung diri akibat berat badan korban dapat terjadi jeratan pada leher
yang dapat menyebabkan tekanan pada a. Vertebralis, dan jika tekanan
yang terjadi sebesar 6,6 lb (2,97 kg), maka akan menyebakan
penyumbatan arteri ini. Jika hal tersebut diatas terjadi, maka akan
terjadi gangguan suplai darah ke otak yang bila korban tidak tertolong
dengan segera akan menyebabkan kematian korban. Refleks vagus
dapat terjadi karena stimulasi neural carotid komplek(1,4)
c. Vagal reflex
N. Vagus mempunyai empat serabut yaitu serabut
somatosensorik, viscero sensorik, somatomotorik, dan
visceromotorik. N. Vagus keluar ke leher di belakang arteri dan
vena jugularis interna.4
d. Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis akibat
dislokasi dari sendi atlantoaxial misalnya pada pelaksanaan hokum
gantung (judicial hanging). Tanda-tanda yang dapat dilihat pada
tubuh jenazah dengan sendirinya tergantung dari penyebab
kematiannya. (1,2)
3. Cara Kematian pada Penggantungan
Terdapat 3 cara kematian pada penggantungan, yaitu :
a. Bunuh diri (paling sering)
b. Pembunuhan, termasuk hukuman mati .
c. Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali parasut pada
terjun payung, dan penggunaan tali untuk mendapat kepuasan
seks.2
4. Gambaran Postmortem pada Penggantungan
15

4.1 Pemeriksaan luar


a. Kepala.
Muka korban penggantungan akan mengalami sianosis dan
terlihat pucat karena vena terjepit. Selain itu, pucat pada muka
korban juga disebabkan terjepitnya arteri. Mata korban dapat melotot
akibat adanya bendungan pada kepala korban. Hal ini disebabkan
terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.
Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban terjadi akibat
pecahnya vena dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah
karena asfiksia.(1,2)
Lidah korban penggantungan bisa terjulur, bisa juga tidak
terjulur. Lidah terjulur apabila letak jeratan gantungan tepat berada
pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila letaknya berada
diatas kartilago tiroidea.(1)
b. Leher.
Alur jeratan pada leher korban penggantungan berbentuk
lingkaran (V shape). Alur jerat berupa luka lecet atau luka memar
dengan ciri-ciri :
- Alur jeratan pucat.
- Tepi alur jerat coklat kemerahan.
- Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
- Alur jeratan yang simetris atau tipikal pada leher korban
penggantungan (hanging) menunjukkan letak simpul
jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang
asimetris menunjukkan letak simpul disamping leher.2
c. Anggota gerak (lengan dan tungkai).
d. Anggota gerak korban penggantungan dapat kita temukan adanya
lebam mayat pada ujung bawah lengan dan tungkai. Penting juga
kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada anggota gerak tersebut.
(1,2)

e. Dubur dan Alat kelamin.


Dubur korban penggantungan dapat mengeluarkan feses.
Alat kelamin korban dapat mengeluarkan mani, urin, dan darah
(sisa haid). Pengeluaran urin disebabkan kontraksi otot polos
16

pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia. Lebam mayat dapat


ditemukan pada genitalia eksterna korban.2
4.2 Pemeriksaan Dalam
a. Leher.
Leher korban penggantungan dapat kita temukan adanya
perdarahan dalam otot atau jaringan, fraktur (os hyoid,
kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea), dan
robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena
jugularis).2
b. Dada dan perut.
Pada dada dan perut korban dapat ditemukan adanya
perdarahan (pleura, perikard, peritoneum, dan lain-lain) dan
bendungan/kongesti organ).2
G. TENGGELAM (DROWNING)
1. Definisi
Tenggelam merupakan kematian akibat mati lemas (asfiksia)
disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan. Pada peristiwa
tenggelam seluruh tubuh tidak harus tenggelam di air, asalkan lubang
hidung dan mulut berada di bawah permukaan air maka hal itu sudah
cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Perlu diketahui
bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru-paru adalah
sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 sampai 40 mililiter untuk
bayi.1, 2
Beberapa istilah tenggelam (drowning): 1
a. Wet drowning
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernafasan setelah
korban tenggelam.
b. Dry drowning
Pada keadaan ini, cairan tidak masuk ke dalam saluran pernafasan,
akibat spasme laring dan kematian terjadi sebelum menghirup air.
c. Secondary drowning
17

Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam dan diangkat dari
dalam air dan korban meninggal akibat komplikasi
d. Immersion syndrome
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat
refleks vagal yang menyebabkan cardiac arrest. Keadaan tersebut hanya
dapat dijelaskan oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel dan dapat
dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air dingin atau tersiram air
yang dingin, dapat mengalami ventricular ectopic beat. Alkohol dan
makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus. 1
2. Patofisiologi Akibat Tenggelam
a. Tenggelam dalam air tawar
Pada keadaan ini terjadi absorbsi/aspirasi cairan masif hingga
terjadi hemodilusi oleh karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar
lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah. Air akan masuk ke
dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel
darah merah (hemolisis). 1
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba
mengatasi keadaan dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot
jantung hingga kadar ion kalium dan plasma meningkat, terjadi
perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabuit otot
jantung dapat mendorong terjadinya febrilasi ventrikel dan penurunan
tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian
akibat anoksia otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5 menit. 1
b. Tenggelam dalam air asin
Konsentrasi elektrolit cairan asin lebih tinggi daripada dalam
darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam
jaringan interstitial paru yang akan menimbulkan edema pulmoner,
hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat
dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira
dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam. 1
Adapun mekanisme kematian pada orang tenggelam dapat berupa :
a. Asfiksia akibat spasme laring
18

b. Asfiksia karena gagging dan choking


c. Refleks vagal
d. Fibrilasi ventrikel (dalam air tawar)
e. Edema pulmoner (dalam air asin).1

3. Gambaran Postmortem
3.1 Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
1) Pakaian / mayat basah, kadang bercampur pasir, lumur dan benda-
benda asing lain yang terdapat dalam air.
2) Cutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh, terutama pada
ekstremitas akibat kontraksi otot errector pilli yang dapat terjadi
karena rangsang dinginnya air (sebagai gambaran seperti saat
seseorang berdiri bulu kuduknya / “merinding”)
3) Kulit telapak tangan dan kaki, kadang menyerupai washer woman
hand/skin, yakni berwarna
4) Keputihan dan berkeriput yang disebabkan imbibisi cairan ke dalam
kulit dan biasanya membutuhkan waktu lama (sebagai gambaran
sepert tangan / kulitnya orang setelah mencuci)
5) Cadaveric spasm, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu
korban berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja
benda-benda disekitarnya, seperti rumput atau benda lain dalam air.
(sebagai gambaran : tangan korban menggenggam erat hingga sulit
dibuka dan biasanya terdapat benda air, misalnya rumput/lumut dalam
genggamannya).
6) Buih halus dari mulut dan hidung berbentuk seperti jamur
(mushroom-like mass) yang terbentuk akibat edema pulmo akut,
berwarna putih dan persisten (tetap diproduksi terus, meskipun korban
sudah meninggal). Buih semakin banyak jika dada ditekan.
7) Luka memar/lecet/robek bisa ditemukan pada beberapa bagian tubuh,
akibat benturan dengan benda-benda keras dalam air (misalnya batu
sungai atau karang laut) pada saat tenggelam. 2
3.2 Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam 2
1. Pada saluran nafas (trakhea & bronkhus) terdapat buih.
2. Emphysema aquosum, yakni keadaan paru-paru membesar dan
pucat seperti paru-paru penderita asma tetapi lebih berat dan basah,
19

di banyak bagian terlihat gambaran seperti marmer, bila


permukaannya ditekan meninggalkan lekukan dan bila diiris
terlihat buih berair.
3. Bercak hemolisis pada dinding aorta. Bercak “paltauf” yaitu bercak
perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya
partisi inter alveolar dan sering terlihatn di bawah pleura.
4. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yang
berasal dari bilik jantung kiri dan kanan. Bila tenggelam di air
tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih
rendah dari jantung kanan, sedangkan pada tenggelam di air asin
terjadi sebaliknya
5. Lambung dan esofagus terisi air beserta pasir dan benda air lain.
Benda air (diatom) di jaringan paru, ginjal, tulang.
3.3 Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan destruksi (digesti asam)
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari
silikat (SiO2) yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat
dijumpai dalam air tawar, air laut, air sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan Bersama
diatom masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencermaan,
kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui
kerusakan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan
tersebar ke seluruh jaringan.1
Tabel 1: spesies diatom yang sering ditemukan berdasar
sampel organ.5
20

Untuk analisa diatom meliputi contoh air dari dugaan lokasi


tenggelam, contoh jaringan dari hasil otopsi korban, jaringan yang
dihancurkan untuk mengumpulkan diatom, konsentrasi diatom,
dan analisa mikroskopis. Pengumpulan bahan dari media
tenggelam yang diduga harus dilakukan semenjak penemuan
jenazah, dari air permukaan dan dalam, menggunakan 1 hingga
1,5 L tempat steril untuk disimpan pada suhu 4°C, di dalamnya
disimpan bahan-bahan dari korban dugaan tenggelam yang
diambil dengan cara steril., kebanyakan berasal dari paru-paru,
ginjal, otak, dan sumsum tulang. Usaha untuk mencari diatome
(binatang bersel satu) dalam tubuh korban. Karena adanya
anggapan bahwa bila orang masih hidup pada waktu tenggelam,
maka akan terjadi aspirasi, dan karena terjadi adanya usaha untuk
tetap bernafas maka terjadi kerusakan bronkioli/bronkus sehingga
terdapat jalan dari diatome untuk masuk ke dalam tubuh.
Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang
diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus
sama dengan diatome di perairan tersebut. Cara melakukan
pemeriksaan diatome yaitu:
1) Ambil potongan jaringan sebesar 2-5 gram (hati, ginjal,
limpa dan sumsum tulang).
2) Potongan jaringan tersebut dimasukkan 10 mL asam nitrat
jenuh, 0,5 ml asam sulfat jenuh.
3) Kemudian dimasukkan lemari asam sampai semua jaringan
hancur.
4) Warna jaringan menjadi hitam oleh karena karbonnya. 5.
Ditambahkan natrium nitrat tetes demi tetes sampai warna
menjadi jernih.
21

5) Kadang-kadang sifat cairan asam sehingga sukar untuk


melakukan pemeriksaan, oleh karena itu ditambahkan
sedikit NaOH lemah (sering tidak dilakukan oleh karena
bila berlebihan akan menghancurkan chitine).
6) Kemudian dicuci dengan aquadest. Lalu dikonsentrasikan
(seperti telur cacing), disimpan/diambil sedikit untuk
diperiksa, diteteskan pada deck gelas lalu keringkan dengan
api kecil.
7) Kemudian ditetesi oil immersion dan diperiksa dibawah
mikroskop.(1,5)
b. Pemeriksaan Getah Paru
Merupakan pemeriksaan patognomonis untuk kasus-kasus
tertentu. Dicari benda-benda asing dalam getah paru yang diambil
pada daerah subpleura, antara lain: pasir, lumpur, telur cacing,
tanaman air, dll. Cara pemeriksaan getah paru yaitu:
1. Paru-paru dilepaskan satu persatu secara tersendiri dengan
memotong hilus.
2. Paru-paru yang sudah dilepas tidak boleh diletakkan tetapi
langsung disiram dengan dengan air bersih (bebas diatom
dan alga).
3. Permukaan paru dibersihkan dengan cara dikerik/dikerok 2-
3 kali, lalu pisau kembali dibersihkan dengan air yang
mengalir.
4. Dengan mata pisau yang tegak lurus permukaan paru,
kemudian permukaan paru diiris sedangkal (subpleura), lalu
pisau kembali dibersihkan di bawah air yang megalir, lalu
dikibaskan sampai kering.
5. Dengan ujung pisau, getah paru pada irisan tadi diambil
kemudian diteteskan pada objek glass lalu ditutup cover
glass dan diperiksa di bawah mikroskop.
6. Cara lain yaitu dengan menempelkan objek glass pada
permukaan irisan didaerah subpleural, lalu ditutup cover
glass pada permukaan irisan didaerah subpleural, lalu
ditutup cover glass dan diperiksa dibawah mikroskop.
Syarat sediaan percobaan getah paru yaitu eritrosit dalam
22

sediaan harus sedikit jumlahnya. Bila banyak mungkin


irisan terlalu dalam.5

DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran UI. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
2. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik : Pedoman Bagi Dokter
dan Penegak Hukum. Badan Penerit Universitas Diponegoro, Semarang.
3. Graham, Abraham. 2016. Pathology of Asphyxial Death.
https://emedicine.medscape.com/article/1988699-overview. Diakses
tanggal : 17 Desember 2017
4. Purwanti, Tutik dan Hariadi Apuranto. 2014. Kasus Hanging Dengan
Posisi Duduk Bersandar Di Kursi Sofa. Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK Unair – RSUD Dr Soetomo, Surabaya.
23

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/ikfml829dd5c7e4full.pdf. Diakses
tanggal : 17 Desember 2017
5. Wilianto, Walih. 2012. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga
Tenggelam (Review). https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ah
UKEwj8m97MlZHYAhVEr48KHVC4BawQFggnMAA&url=http%3A
%2F%2Fjournal.unair.ac.id%2Fdownload-fullpapers-5%2520DIATOM
%2520_fiish_.pdf&usg=AOvVaw1L98yF5vrWNJ6m5ipF-oVm. Diakses
tanggal : 17 Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai