Referat Asfiksia Pada Neonatus
Referat Asfiksia Pada Neonatus
STEP 1
1. Cutis anserina
Keadaan yang terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler,
atau merupakan perubahan post mortal karena terjadinya rigor mortis pada
mm.erector pili.
2. Pemeriksaan luar
Pemeriksaan yang dilakukan pada bagian luar tubuh mayat untuk
kebutuhan forensik. pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat meliputi
segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun teraba baik benda yang
menyertai mayat juga terhadap mayat itu sendiri
3. Perkosaan
perbuatan bersenggama yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan
(force), menciptakan ketakutan (fear), atau dengan cara memperdaya
(fraud).
STEP 2
1. Bagaimana cara menentukan apakah janin tersebut lahir hidup atau sudah
mati pada saat ditemukan ?
2. Bagamanakah cara menentukan usia bayi tanpa identitas ?
3. Apa saja tanda-tanda terjadinya persetubuhan ?
4. Apa tanda-tanda bekas kehamilan dan bekas persalinan ?
5. Bagaimana peran dokter pada kasus tersebut ?
6. Bagaimana aspek hukum pada kasus tersebut ?
7. Jelaskan cara pengambilan sampel pada kasus kejahatan seksual agar dapat
diperiksa laboratorium?
STEP 3
1. Bagaimana cara menentukan bayi lahir hidup atau mati?
A. Tanda bayi lahir hidup :
3
STEP 4
A. ASFIKSIA
1. Definisi Asfiksia
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa terjadinya
gangguan pertukaran udara pada pernafasan, mengakibatkan
berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon
dioksida (CO2).1 Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen (Hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara fisiologi
dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu: 2
1.1 Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
5
-
Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup,
kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk,
udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan
yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.2
-
Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas
seperti pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan,
pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal
dengan asfiksia mekanik.2
1.2 Anoksia Anemik
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini
didapati pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan
ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan
bakar ke pabrik.2
1.3 Anoksia stagnan
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa
karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini
tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar.2
mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan tekanan darah turun.
(1,2)
c) Fase apneu
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati
berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun
sampai hilang dan relaksasi sfingter.(1,2)
d) Fase akhir / terminal / final
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap.
Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.(1,2)
5. Gambaran Postmortem pada Asfiksia :
Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara
menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang
hampir sama.
a. Organ dalam tubuh lebih gelap dan lebih berat dan ejakulasi pada
mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.
b. Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
c. Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
d. Busa halus di saluran pernapasan.
e. Edema paru.
f. Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur
laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka.1
B. PEMBEKAPAN (SMOTHERING)
1. Definisi
Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang
luar jalan napas yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh
benda padat atau partikel-partikel kecil. 1
2. Etiologi Kematian pada Pembekapan:
Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan (smothering), yaitu :
a. Asfiksia
b. Edema paru
c. Hiperaerasi
Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari
pembekapan.1
3. Cara Kematian pada Pembekapan:
Cara kematian pada kasus pembekapan, yaitu :
a) Kecelakaan (paling sering), misalnya tertimbun tanah longsor atau
salju, alkoholisme, bayi tertutup selimut atau mammae ibu.1
b) Pembunuhan, misalnya hidung dan mulut diplester, bantal ditekan
ke wajah, serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.1
c) Bunuh diri (suicide) dengan cara pembekapan masih mungkin
terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan
menggunakan gulungan kasur, bantal, pakaian, yang dikaitkan
menutupi hidung dan mulut.1
9
C. TERSEDAK (CHOCKING)
1. Definisi
Tersedak (chocking) adalah jenis asfiksia yang disebabkan blokade
jalan nafas oleh benda asing yang datangnya dari luar ataupun dari
dalam tubuh. Seperti misalnya inhalasi tumpahan, tumor, jatuhnya
lidah ke belakang ketika dalam keadaaan tidak sadar, bekuan darah
atau gigi yang lepas. Gejalanya sangat khas sekali yaitu di mulai
dengan batuk-batuj yang terjadinya secara tiba-tiba, kemudian disusul
sianosis dan akhirnya meninggal dunia.2
2. Cara Kematian Pada Kasus Tersedak
Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak, yaitu :
a. Kecelakaan (paling sering), seperti gangguan refleks batuk pada
alkoholisme, pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan
benda asing ke dalam mulutnya, tonsilektomi, aspirasi, dan kain
kasa yang tertinggal pada anestesi eter.1
b. Bunuh Diri, hal ini jarang terjadi karena sulit memasukkan
benda asing kedalam mulut sendiri disebabkan adanya refleks
batuk atau muntah. Umunya korban adalah penderita sakit
mental.1
c. Pembunuhan (homicidal chocking), umumnya korban adalah
bayi, orang dengan fisik lemah atau tidak berdaya.1
3. Gambaran Postmortem
Pada pemeriksaan post-mortem dapat dilihat adanya tanda-tanda
asfiksia yang jelas, kecuali jika kematiannya karena vagal reflex. Dapat
ditemukan adanya material yang menyebabkan blokade jalan napas.
Kadang-kadang kematian terjadi sangat cepat tanda-tanda chocking,
terutama pada kematian karena vagal reflex akibat inhalasi makanan dan
memerikan kesan adanya serangan jantung. Kasus seperti itu sering
disebut Café Coronaries.2
D. PENCEKIKAN (MANUAL STRANGULASI)
1. Definisi
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa
penekanan pada leher korban yang dilakukan dengan menggunakan
10
3. Gambaran Postmortem
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan kasus pencekikan, antara
lain :1,2
1. Kepala dan leher
a. Bagian luar
Pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan
antara lain ditemukan perbendungan pada muka dan kepala
karena turut tertekan pembuluh darah vena dan arteri yang
superfisial, sedangkan arteri vertebralis tidak terganggu.1
Tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan distribusi
berbeda-beda tergantung cara mencekik, yang penting kita cari,
yaitu bekas kuku dan bantalan jari. Bekas kuku dapat kita kenali
dari adanya luka-luka lecet pada kulit, berupa luka lecet kecil,
dangkal, berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari.1,2
Luka-luka memar pada kulit, bekas tekanan jari,
merupakan petunjuk berharga untuk menentukan bagaimana
posisi tangan pada saat mencekik. Memar yang bentuknya bulat
atau lonjong terjadi akibat tekanan jari-jari orang yang
melakukannya. Akan menyulitkan bila terdapat memar
11
E. PENJERATAN (STRANGULATION)
1. Definisi
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang,
rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau
mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran
pernapasan tertutup. 1
Ada 3 penyebab kematian pada jerat, yaitu :
a. Asfiksia
b. Refleks vasovagal (perangsangan reseptor pada carotid body).2
2. Cara Kematian pada Penjeratan
Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan , yaitu :
a. Pembunuhan
Pengikatan biasanya dengan simpul mati dan sering terlihat
bekas luka pada leher. 1
b. Kecelakaan.
Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada
bayi yang terjerat oleh tali pakaian, dapat terjadi pada orang yang
sedang bekerja dengan selendang di leher dan tertarik masuk ke
mesin. 1
c. Bunuh diri (self strangulation)
Hal ini jarang dan menyulitkan diagnosis. Pengikatan
dilakukan sendiri oleh korban dengan simpul hidup atau bahan
hanya dililitkan saja, dengan jumlah lilitan lebih dari satu. 1
3. Gambaran Postmortem
Pada tubuh jenazah yang mati akibat jeratan dengan tali dapat
ditemukan kelainan sebagai berikut: 2
a. Leher
a. Jejas jerat : tidak sejelas jejas gantung, dengan arah horisontal.
Kedalaman jejas reguler (sama), tetapi jika ada simpul atau tali
disilangkan maka jejas jerat pada tempat-tempat tersebut lebih
dalam atau nyata. Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama. 2
13
Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam dan diangkat dari
dalam air dan korban meninggal akibat komplikasi
d. Immersion syndrome
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat
refleks vagal yang menyebabkan cardiac arrest. Keadaan tersebut hanya
dapat dijelaskan oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel dan dapat
dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air dingin atau tersiram air
yang dingin, dapat mengalami ventricular ectopic beat. Alkohol dan
makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus. 1
2. Patofisiologi Akibat Tenggelam
a. Tenggelam dalam air tawar
Pada keadaan ini terjadi absorbsi/aspirasi cairan masif hingga
terjadi hemodilusi oleh karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar
lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah. Air akan masuk ke
dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel
darah merah (hemolisis). 1
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba
mengatasi keadaan dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot
jantung hingga kadar ion kalium dan plasma meningkat, terjadi
perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabuit otot
jantung dapat mendorong terjadinya febrilasi ventrikel dan penurunan
tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian
akibat anoksia otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5 menit. 1
b. Tenggelam dalam air asin
Konsentrasi elektrolit cairan asin lebih tinggi daripada dalam
darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam
jaringan interstitial paru yang akan menimbulkan edema pulmoner,
hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat
dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira
dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam. 1
Adapun mekanisme kematian pada orang tenggelam dapat berupa :
a. Asfiksia akibat spasme laring
18
3. Gambaran Postmortem
3.1 Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam
1) Pakaian / mayat basah, kadang bercampur pasir, lumur dan benda-
benda asing lain yang terdapat dalam air.
2) Cutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh, terutama pada
ekstremitas akibat kontraksi otot errector pilli yang dapat terjadi
karena rangsang dinginnya air (sebagai gambaran seperti saat
seseorang berdiri bulu kuduknya / “merinding”)
3) Kulit telapak tangan dan kaki, kadang menyerupai washer woman
hand/skin, yakni berwarna
4) Keputihan dan berkeriput yang disebabkan imbibisi cairan ke dalam
kulit dan biasanya membutuhkan waktu lama (sebagai gambaran
sepert tangan / kulitnya orang setelah mencuci)
5) Cadaveric spasm, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu
korban berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja
benda-benda disekitarnya, seperti rumput atau benda lain dalam air.
(sebagai gambaran : tangan korban menggenggam erat hingga sulit
dibuka dan biasanya terdapat benda air, misalnya rumput/lumut dalam
genggamannya).
6) Buih halus dari mulut dan hidung berbentuk seperti jamur
(mushroom-like mass) yang terbentuk akibat edema pulmo akut,
berwarna putih dan persisten (tetap diproduksi terus, meskipun korban
sudah meninggal). Buih semakin banyak jika dada ditekan.
7) Luka memar/lecet/robek bisa ditemukan pada beberapa bagian tubuh,
akibat benturan dengan benda-benda keras dalam air (misalnya batu
sungai atau karang laut) pada saat tenggelam. 2
3.2 Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam 2
1. Pada saluran nafas (trakhea & bronkhus) terdapat buih.
2. Emphysema aquosum, yakni keadaan paru-paru membesar dan
pucat seperti paru-paru penderita asma tetapi lebih berat dan basah,
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran UI. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
2. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik : Pedoman Bagi Dokter
dan Penegak Hukum. Badan Penerit Universitas Diponegoro, Semarang.
3. Graham, Abraham. 2016. Pathology of Asphyxial Death.
https://emedicine.medscape.com/article/1988699-overview. Diakses
tanggal : 17 Desember 2017
4. Purwanti, Tutik dan Hariadi Apuranto. 2014. Kasus Hanging Dengan
Posisi Duduk Bersandar Di Kursi Sofa. Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK Unair – RSUD Dr Soetomo, Surabaya.
23
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/ikfml829dd5c7e4full.pdf. Diakses
tanggal : 17 Desember 2017
5. Wilianto, Walih. 2012. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga
Tenggelam (Review). https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ah
UKEwj8m97MlZHYAhVEr48KHVC4BawQFggnMAA&url=http%3A
%2F%2Fjournal.unair.ac.id%2Fdownload-fullpapers-5%2520DIATOM
%2520_fiish_.pdf&usg=AOvVaw1L98yF5vrWNJ6m5ipF-oVm. Diakses
tanggal : 17 Desember 2017