MODUL 7.1
SKENARIO 1
“NYERI SELURUH LAPANG PERUT”
Disusun oleh:
Aprita Hanung Dian Pertiwi 22010115120045
Alvira Firdausi Ali 22010115120055
Nida Hanifah 22010115120065
Ainun Nida Dusturia 22010115120075
Eka Meyliana Sugeng 22010115120085
Hening Pangesti Wulandaru 22010115120095
Putu Gita Andryani 22010115120105
Johanna Siahaan 22010115120115
Bayu Satriya Mahadika 22010115140126
Maria Carolina Septiany 22010115130137
BBDM 11
Dosen pembimbing,
(..............................................)
NIP ..........................................
NYERI SELURUH LAPANG PERUT
Nyonya S, 65 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri semakin bertambah. Perut semakin membesar seperti
kembung dan terasa panas sehingga mempengaruhi saat bernafas seperti sesak. BAB dan BAK
sedikit. Awal mulanya nyeri muncul di ulu hati sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri
tidak dipengaruhi oleh aktifitas, pasien mengaku jika makan maka nyeri bertambah semakin
seperti ditusuk-tusuk, ulu hati terasa sebah disertai mual, sehingga kadang muncul keringat
dingin hingga basah. Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku jatuh di
kamar mandi, terasa nyeri dan tidak bisa berjalan karena kaki kiri bengkak. Pasien meminum
obat yang dibeli sendiri diwarung untuk menghilangkan rasa sakit selama satu minggu, namun
tidak sembuh, kemudian berobat kepuskesmas diberi anti nyeri.
Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol tinggi, DM (+)
namun minum obat tak teratur. Keadaan saat datang gelisah, TD: 100/150, HR: 120x/menit
irregular; RR: 35x/mnt tampak kusmaull; t: 37,9OC axiller dan 40OC rectal. Kepala dalam batas
normal. Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-). Thorax statis dinamis simetris.
Pemeriksaan jantung ictus cordis teraba di SIC VI Linea axillaris anterior, bunyi jantung I dan
II abnormal, murmur (+), gallop (-), friction rub (-). Pemeriksaan paru Ronkhi kasar paru
kanan, whezzing paru kiri dan Ronkhi halus tengah kebawah. Pemeriksaan abdomen
didapatkan defans muscular (+) punctum maximum epigastrium. Ekstremitas edema tungkai
bawah,teraba dingin.
STEP 1: Terminologi
1. Defans muskuler : Perut teraba tegang saat palpasi karena ada tahanan.
2. Punctum maksimum : Titik maksimum dimana suatu penyakit paling terlihat/
teraba.
STEP 4: Skema
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
o Dilakukan pada posisi supinasi
o Dilakukan untuk melihat apakah ada posisi tertentu saat pasien
diperiksa (untuk menghindari nyeri)
o Pada pasien peritonitis cenderung kesakitan dan tidak
bergerak (imobilitas) karena perubahan posisi akan
merangsang peritoneum dan meningkatkan nyeri abdomen.
Keadaan umum tidak baik.
o Melihat apakah ada jejas, memar atau kemerahan untuk
mencurigai adanya trauma
o Jaringan parut bekas operasi mungkin adanya adhesi
o Perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus
akibat gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya perut yang
membuncit dan tegang atau distended.
Auskultasi
o Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising
usus.
o Peritonitis generalisata: bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus
paralitik).
o Peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
o Pada obstruksi usus: bising usus meningkat dan kadang
terdengar Metallic’s sound
o Adanya bruit kelainan vaskular. Namun pada orang kurus
dapat juga terdengar bruit di epigastrium yang berasal dari aorta
abdominalis.
Palpasi
o Digunakan untuk menentukan lokasi nyeri
o Dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan
nyeri, untuk membandingkan antara daerah yang nyeri dan tidak
nyeri.
o Tentukan apakah ada nyeri tekan, nyeri lepas atau adanya massa.
Nyeri lepas lebih mengarah pada peritonitis
o Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) ada inflamasi
yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik).
Perkusi
o Nyeri ketok iritasi pada peritoneum,
o Pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness menentukan
adanya udara bebas atau cairan bebas
o Pada pasien dengan peritonitis pekak hepar menghilang,
perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas.
c. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga
gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung.
Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis
gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan
disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
Enzim jantung
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar
troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode
dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
Hba1c
Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar gula darah dalam kurun waktu 3
bulan terakhir (terkontrol atau tidak)
Normal : 3,5 – 5,6 %
Pre diabetes : 5,7 – 6,4%
Diabetes : > 6,5 %
Target Hba1c penderita DM ≤ 7%
Terapi Antibiotik
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada
urutan ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif
lagi, namun lebih berguna pada infeksi akut. Pada infeksi inta-abdominal berat,
pemberian imipenem, piperacilin/ tazobactam dan kombinasi metronidazol dengan
aminoglikosida.
Intervensi Non-Operatif
Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di akses
melalui drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari organ
intraabdomen lain yang memerlukan pembedahan, maka drainase perkutaneus ini
dapat digunakan dengan aman dan efektif sebagai terapi utama. Komplikasi yang
dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan erosi, fistula.
Terapi Operatif
Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua cara,
pertama, bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.
b. Edukasi
- Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang
diderita pasien.
- Memberikan informasi mengenai pengobatan dan pentingnya dilakukan tindakan
operasi untuk menghilangkan sumber infeksi dan mencegah penyebaran infeksi.
- Selain itu dijelaskan pula kepada pasien dan keluarga bahwa untuk membantu
proses penyembuhan dan pemulihan post operasi pasien harus menjaga kebersihan
bekas luka post operasi, minum obat, disarankan agar tidak berpantang dalam
makan sehingga membantu dalam penyembuhan luka serta perlunya kontrol ke
rumah sakit.
1. Setiati, Siti, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II dan III. Jakarta: Interna
Publishing.
2. Daley BJ. 2018. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Medscape (diakses 26 Agustus 2018).
Available from http://emedicine.medscape.com/article/180234.
3. Liwang F, Wijaya ID. 2016. Gagal Jantung, Kapita Selekta Kedokteran: 742-746.
4. Priantono D, Sulistianingsih DP. 2016. Diabetes Mellitus, Kapita Selekta Kedokteran:
777-783.