Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Leukemia limfoblastik akut

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2

Disusun oleh:

Nden Ayu Pratiwi (032016040)

Utari Ayunda Oktariani (032016053)

Fakhri Agustyosa (032016054)

Astri Nurul Siti P (032016056)

S1 KEPERAWATAN

STIKes ‘AISYIYAH BANDUNG

2017/2018
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena anugerah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Leukemia Limfoblastik Akut” ini.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar kita, yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat
bagi seluruh alam semesta.

kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan mengenai Leukemia Limfoblastik Akut, kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang kami buat ini dapat di pahami oleh siapa saja yang
membacanya, dan semoga dapat bermanfaat bagi kami dan bagi siapa saja yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan,
dan kami mohon adanya kritik dan saran agar dapat memperbaiki di saat yang
akan datang.

Bandung, 11 September 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Definisi ......................................................................................................... 3
B. Faktor Predisposisi ....................................................................................... 3
C. Etiologi ......................................................................................................... 4
D. Patofisiologi ................................................................................................. 5
E. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................... 6
F. Penatalaksanaan ........................................................................................... 6
G. Diagnosa Prioritas ........................................................................................ 7
BAB III ................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................. 15
A. Kesimpulan ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukimia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya
akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah. sel-sel abnormal
ini menyebabkan timbulnya gejalakarea kegagalan sumsum tulang dan
infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak,
kulit atau testis. Kegagalan sumsum tulang menimbulkan gejala berupa
anemia, netropenia, trombositopenia.
Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Leukemia juga
digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya,
leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau
mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi
menjadi: Leukemia Limfositik Kronik/LLK, Leukemia Mieloid Kronik /
LMK, Acut Limfoblastic Leukimia/ALL, dan Leukemia Mieloid Akut.
Acut Limfoblastic Leukimia merupakan keganasan yang paling
sering ditemukan pada anak yang disebabkan oleh akumulasi limfoblas di
sumsum tulang. Insiden ALL paling tinggi pada usia 3-7 tahun ddengan
75% kasus terjadi sebelum usia 6 tahun. Paling sering terjadi pada anak laki-
laki disbanding perempuan, puncak insiden pada usia 4 tahun. Setelah usia
15 tahun ALL tidak terjadi lagi. Sedangkan pada dewasa persentase kasus
LLA adalah 20%. Jika tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Acut Limfoblastic Leukimia?
2. Apa saja faktor predisposisi dari Acut Limfoblastic Leukimia?
3. Apa saja etiologi dari Acut Limfoblastic Leukimia?
4. Bagaimana patofisiologi dari Acut Limfoblastic Leukimia?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Acut Limfoblastic Leukimia?

1
6. Bagaimana penatalaksaan untuk Acut Limfoblastic Leukimia?
7. Apa saja diagnosa prioritas dari Acut Limfoblastic Leukimia?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Acut Limfoblastic Leukimia.
2. Mengetahui faktor predisposisi dari Acut Limfoblastic Leukimia.
3. Mengetahui etiologi dari Acut Limfoblastic Leukimia.
4. Mengetahui patofisiologi dari Acut Limfoblastic Leukimia.
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Acut Limfoblastic Leukimia.
6. Mengetahui penatalaksanaan untuk Acut Limfoblastic Leukimia.
7. Mengetahui diagnosa prioritas dari Acut Limfoblastic Leukimia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Acut Limfoblastic Leukimia adalah keganasan klonal dari sel-sel
prekursor limfoid (dalam buku Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 5).
Menurut Smeltzer et al (2008) Acut Limfoblastic Leukimia adalah
proliferasi maligna/ganas limfoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan
oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik. Acut Limfoblastic
Leukimia adalah bentuk akut dari leukemia yang diskalsifikasikan menurut
sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang, yaitu berupa limfoblast (dalam
buku Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi).
Jadi, Acut Limfoblastic Leukimia adalah suatu penyakit dimana sel-
sel dalam sumsum tulang dari keadaan normal berubah menjadi ganas.

B. Faktor Predisposisi
1. Penyakit defisiensi imun tertentu. Misalnya Agannaglobulinemia
(kelainan kromosom), Sindrom Down (risikonya 20 kali lipat populasi
umumnya), sindrom bloom.
2. Virus
Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel
leukemia mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim yang
diperkirakan berasal dari virus). Limfoma Burkitt, yang diduga
disebabkan oleh virus EB, dapat berakhir dengan leukemia.
3. Radiasi Ionisasi
Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu
selama kehamilan dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik di
lingkungan kerja, maupun pengobatan kanker sebelumnya. Terpapar

3
zat-zat kimiawi seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan
agen anti neoplastik.
4. Herediter
Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung terutama pada
kembar monozigot.
5. Obat-obatan
Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.

C. Etiologi
Faktor penyebab ALL tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena
interaksi sejumlah faktor berikut:
1. Neoplasia, proliferasi sel abnormal. Pertumbuhan sel melebihi,
dan tidak terkoordinasi dengan jaringan normal di sekitarnya.
Pertumbuhan tetap dengan cara yang sama berlebihan bahkan
setelah penghentian rangsangan. Biasanya menyebabkan
benjolan atau tumor.
2. Infeksi, proses invasi dan multiplikasi berbagai mikroorganisme
ke dalam tubuh (seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit), yang
saat dalam keadaan normal, mikroorganisme tersebut tidak
terdapat di dalam tubuh.
3. Radiasi, pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya
(foton) dari sumber radiasi.
4. Keturunan
5. Zat kimia
6. Mutasi gen
Faktor keturunan dan sindroma predisposisi genetik lebih
berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak.
Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang
berhubungan dengan LLA adalah: 1). Radiasi ionik. Orang-

4
orang yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki mempunyai risiko relative keseluruhan 9,1 untuk
berkembang berkembang menjadi LLA. 2). Paparan dengan
benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum
tulang, kerusakan kromosom, dan leukemia; 3). Merokok sedikit
meningkatkan LLA pada usia di atas 60 tahun; 4). Obat
kemotrapi; 5). Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat
dengan LLA L3; 6). Pasien dengan sindroma Down dan
Wiskott- Aldrich mempunyai risiko yang meningkat untuk
mrnjadi LLA.

D. Patofisiologi
Acut Limfoblastic Leukimia meningkat dari sel batang limfoid
tunggal dengan kematangan lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab
kerusakan didalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat
pengembangan limfoid yang berbeda dalam sumsum tulang, mulai dari
yang premature hingga hampir menjadi sel normal.
Derajat kematangannya merupakan petunjuk untuk menentukan
atau meramalkan kelanjutannya. Pada peeriksaan darah tepi, ditemukan sel
muda limfoblast dan biasnya terdapat leukositosis, kadang-kadang
leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrophil sering kali rendah, demikian
pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang
biasanya menunjukan sel-sel blast yang dominan. Pematangan limfosit B
dimulai dari stem sel pluripotent kemudian stem sel limfoid, pre-B, early
B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasma sitoid, dan sel plasma.
Limfosit T juga berasal dari stem sel pluripoten, berkembang menjadi stem
sel limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, serta menjdi
sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan produksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstra
medular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan

5
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai, juga timbul
serangan pada susunan saraf pusat, yaitu: sakit kepala, muntah-muntah,
kejang, dan gamnggua penglihatan.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Count Blood Cells: indikasi normositik, anemia normokromik.
2. Hemoglobin: bisa kurang dari 10 gr%.
3. Retikulosit:menurun/rendah.
4. Jumlah keping darah: sangat rendah (< 50.000/ mm)
5. White Blood Cells: > 50.000/ cm dengan peningkatan immatur WBC
(kiri ke kanan).
6. Serum/ urine uric acid: meningkat.
7. Serum zinc: menurun.
8. Bone Marrow Biopsy: indikasi 60-90% adalah blast sel dengan
prekursor eritroid, sel matur dan penurunan megakariosit.
9. Rontgen dada dan biopsi kelenjar limfa: menunjukan tingkat kesulitan
tertentu.

F. Penatalaksanaan
ketahanan hidup sampai 5 tahun. Bentuk terapi utama adalah
kemoterapi dengan kombinasi vincristine, prednisone, daunorubicin, dan
asparaginase sebagai terapi awal dan dilanjutkan dengan kombinasi
mercaptopurine, methotrexate, vincristine, dan prednisone untuk
pemeliharaan. Radiasi untuk daerah kraniospinal dan injeksi intratekal obat
kemoterapi dapat membantu mencegah kekambuhan pada system saraf
pusat.

6
G. Diagnosa Prioritas
Aktual/risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan perubahan
maturitas sel rencana intervensi pada pasien ini, bertujuan agar klien tidak
mengalami infeksi, syok hipovolemi teratasi, tidak ada nyeri, dan
meningkatnya kemampuan teraktivitasi.
Tujuan : dalam waktu 1X24 jam tidak terjadi infeksi
Kriteria : klien dan keluarga mampu mengidentifikasi faktor risiko yang
dapat dikurangi serta mampu menyebutkan tanda-tanda dan gejala dini
infeksi.
Intervensi Rasional
Kaji dan catat faktor yang Menjadi data dasar dan
meningkatkan risiko infeksi. meminimalkan risiko infeksi.
Lakukan tindakan untuk mencegah Kewaspadaan meminimalkan
pemajanan pada sumber yang pemajanan kien terhadap bakteri,
berisiko: virus, dan pathogen jamur, baik
 Pertahankan isolasi endogen maupun eksogen.
protektif sesuia kebijakan
institusional.
 Pertahankan teknik
mencuci tangan.
 Beri hygiene yang baik.
 Batasi pengunjung.
 Gunkan protocol rawat
mulut.
Laporkan bila ada perubahan tanda Perubahan tanda-tanda vital
vital. merupakan tanda dini terjadinya
sepsis, terutama bila terjadi
peningkatan suhu tubuh.
Jelaskan alasan kewaspadaan dan Pengertian klien dapat
pantangan. memperbaiki kepatuhan dan
mengurangi faktor risiko.

7
Yakinkan klien dan keluarganya Granulositopenia dapat menetap 6-
bahwa peningkatan kerentanan 12 minggu. Pengertian tentang sifat
pada infeksi hanya sementara. sementara granulositopenia dapat
membantu mencegah kecemasan
klien dan keluarganya.
Minimalkan prosedur invasive. Prosedur tertentu dapat
menyebakan trauma jaringan,
meningkatkan kerentanan infeksi.
Dapatkan kultur Kultur dapat mengonfirmasikan
sputum,urine,diare,darah,dan infeksi dan mengidentifikasi
sekresi tubuh abnormal sesuai organisme penyebab.
anjuran

Aktual/risiko tinggi penurunan volume cairan, hipovolemi, dan syok yang


berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebih sekunder dari diare, muntah-
muntah, perdarahan, dan diaforesis.

Tujuan: dalam waktu 1X24 jam gangguan volume dan syok hipovolemi teratasi.

Kriteria: klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit
normal, tanda-tanda vital dalam batas normal, CRT <3 detik, urine >600 ml/hari.
Laboratorium: nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/kreatinin
menurun.

Intervensi Rasional
Pantau status cairan (turgor kulit, Jumlah dan tipe pengganti ditentukan
membran mukosa, dan keluaran urine) dari keadaan status cairan.
Penurunan volume cairan
mengakibatkan menurunnya produksi
urine, pemantauan yang ketat pada
produksi urine <600 ml/hari

8
merupakan tanda-tanda terjadinya
syok kardiogenik.
Kaji sumber-sumber kehilangan cairan. Kehilangan cairan bisa berasal dari
faktor ginjal dan di luar ginjal. Penyakit
yang mendasari terjadinya kekurangan
volume cairan ini juga harus diatasi.
Perdarahan harus dikendalikan.
Muntah dapat diatasi dengan obat- obat
anti emetik dan diare dengan anti diare.
Auskultasi TD. Bandingkan kedua Hipotensi dapat terjadi pada
lengan, ukur dalam keadaan berbaring, hipovolemi yang memberikan
duduk, atau berdiri bila manifestasi sudah terlibatnya sistem
memungkinkan. kardiovaskular untuk melakukan
konvensasi mempertahankan tekanan
darah.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya
dan perifer, dan diaphoresis secara peningkatan tekanan perifer.
terarur.
Timbang berat badan setiap hari. Sebagai ukuran kekuatan volume
cairan. Intake yang lebih besar dari
output dapat di indikasikan menjadi
renal obstuksi.
Pantau frekuensi jantung dan irama. Perubahan Frekuensi dan irama
jantung menunjukan komplikasi
distritmia.
Kolaborasi: Jalur yang paten penting untuk
 Pertahankan pemberian cairan pemberian cairan cepat dan
secara intravena. memudahkan perawat dalam
melakukan control intake dan output
cairan.

9
 Pemberian kortikosteroid Efek kortikostreid yang menahan
cairan dapat menurunkan
bertambahnya cairan yang keluar
 Monitor hasil pemeriksaan Bila platelet <20 rb/mm (akibat
diagnosis: platelet, HB/CT, dan pengaruh sekunder obat niosplastik),
bekuan darah. klien cenderung mengalami
pendarahan. Penurunan Hb atau Hct
berindikasi perdarahan.

Nyeri akut yang berhubngan dengan pembesaran kelenjar limfe, efek sekunder
pemberian agen antileukemia, peningkatan produksi asam laktat, jaringan lokal.

Tujuan: dalam waktu 3X24 jam terdapat penurunan respon nyeri.

Kriteria: secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, secara objektif
didapatkan tanda- tanda vital. Dalam batas normal, wajah rilex, dan tidak terjadi
penurunan perfusi feriferi.

Intervensi Rasional
Catatan karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku klien
intensitas, serta lama dan karena nyeri terjadi sebagai temuan
penyebarannya. pengkajian.
Lakukan manajemen nyeri perawatan: 1. Posisi fisiologi akan
1. Atur posisi fisiologis meningkatkan asupan O2 ke
2. Istirahat klien jaringan yang mengalami nyeri
3. Manajemen lingkungan: sekunder dari iskemia.
lingkungan tenang dan batasi 2. Istirahat akan menurunkan
pengunjung kebutuhan Out 2 jaringan
4. Ajarkan teknik relaksasi perifer sehingga akan
pernafasan dalam.

10
5. Lakukan manajemen sentuhan. meurunkan demand oksigen
jaringan.
3. Lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurng
apabila banyak pengunjung
yang banyak diruangan.
4. Meningkatkan asupan O2
sehingga akan menurunkan
sekunder dari iskemia jaringan.
5. Distraksi (pengalihan
perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan
produksi endorfin dan
enkevalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke konteks serebri
sehingga menurunkan persepsi
nyeri.
6. Manajemen sentuhan pada saat
nyeri berupa sentuhan
dukungan fisikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan
dengan otomatis membantu
suplai darah dan oksigen ke

11
area nyeri dan menurunkan
sensasi nyeri.
Kolaborasi pemberian terapi. 1. Digunakan untuk mengurangi
 Anagletik nyeri sehubungan dengan
 Kemoterapi hematoma otot yang besar dan
 Radiasi perdarahan sendi anagletik oral
non-opioid diberikan untuk
menghindari etergantungan
terhadap narkotika pada nyeri
kronis.
2. Bentuk terapi utama adalah
kemoterapi dengan vincristine,
frediagnose, daunorubicin, dan
asparaginase untuk terapi awal
dan dilanjutkan dengan
kombinasi mercaptopurine dan
methotrekate, vincristine dan
predisone untuk pemeliharaan.
3. Radiasi untuk daerah
kaarniospital dan injeksi
intratekal obat dapat membantu
mencegah kekebalan dalam
sistem saraf pusat.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan, penurunan, penurunan


sumber energi, peningkatan laju metabolik akibat produksi leukosit yang
berlebihan, ketidak seimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan.

Tujuan: Aktivitas sehari hari klien terpenuhi dan meningkatkan kemampuan


beraktivitas.

12
Kriteria: Klien menunjukan kemampuan beraktivitas tanpa gejala- gejala yang
berat, terutama mobilisasi ditempat tidur.

Intervensi Rasional
Catatan frekuensi dan irama jantung, Respon klien terhadap aktivitas dapat
serta perubahan tekanan darah selama mengidentifikasikan miokardium.
dan sesudah aktivitas.
Tingkatan istirahat, batasi aktivitas, Menurunkan kerja miokardium/
dan berikan aktivitas senggang yang konsumsi oksigen.
tidak berat.
Anjurkan klien untuk menghindari Dengan mengejan dapat
peningkatan tekanan abdomen, mengakibatkan bradikardi,
misalnya mengejan saat defekasi. menurunkan curah jantung dan
takhikhardi serta peningkatan TD.
Jelaskan pola peningkatan bertahap ari Aktivitas yang maju memberikan
tingkat aktivitas, contoh bangun dari control jantung, meningkatkan
kursi bila tak ada nyeri, ambulasi, dan regangan, dan mecegah aktivitas
istirahat selama satu jam setelah berlebihan.
makan.
Pertahankan klien tirah baring Untuk mengurangi beban jantung
sementara sakit akut.
Pertahankan rentang gerak pasif Meningkatkan kontraksi otot sehingga
selama sakit kritis. membantu aliran vena balik.
Evaluasi tanda vital saat kemajuan Untuk memahami fungsi jantung
aktivita terjadi. apabila dikaitkan dengan aktivitas.
Berika waktu istirahat diantara waktu Untuk mendapatkan cukup waktu
aktivitas. resolusi tubuh bagi tubuh dan tidak
terlalu memaksa kerja jantung.
Selama aktivitas kaji EKG, disepenea, Melihat dampak dari aktivitas terhadap
sianosis, kerja dan frekuensi nafas serta fungsi jantung.
keluhan subjektif.

13
14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Acut limfoblastic leukemia adalah bentuk akut dari leukemia yang
diskalsifikasikan menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang,
yaitu berupa limfoblast.
Faktor penyebab ALL tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena
interaksi sejumlah faktor, seperti neoplasia, infeksi, radiasi, keturunan, zat
kimia, dan mutasi gen.
Untuk penatalaksaan Acut limfoblastic leukemia yaitu terapi. Terapi
ALL telah mengalami kemajuan, sekitar 60% anak mencapai ketahanan
hidup sampai 5 tahun. Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan
kombinasi vincristine, prednisone, daunorubicin, dan asparaginase sebagai
terapi awal dan dilanjutkan dengan kombinasi mercaptopurine,
methotrexate, vincristine, dan prednisone untuk pemeliharaan. Radiasi
untuk daerah kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat
membantu mencegah kekambuhan pada system saraf pusat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Mutaqin Arif.2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika.
Aru, Bambang, Idrus, Macellus, dan Siti.2009: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing.
Hoffbrand, Moss. 2011. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Kedokteran EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai