Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“Therapeutic Hypothermia after Out-of-Hospital


Cardiac Arrest in Children”

Departemen Keperawatan Gawat Darurat

DISUSUN OLEH :
DEWI RAHMAWATI 201420461011056

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Henti jantung dapat menyebapkan seseorang meninggal seketika, dimana
jantung berhenti untuk memompa darah. Angka kematian penyakit kritis pada ana
k masih sangat tinggi dan hampir selalu mengakibatkan gangguan keseimbangan
satu atau lebih dari sistem tubuh. Tatalaksana rasional penyakit kritis pada anak
membutuhkan pengetahuan luas tentang semua perubahan yang telah dan akan ter
jadi pada semua sistem tubuh yang akan atau sedang terlibat dan saling
memperberat pada penyakit kritis. Informasi ilmiah yang aktual dan pemahaman
yang sempurna sangat diperlukan agar tercapai kesamaan persepsi untuk membuat
prioritas dan keputusan yang tepat, cepat dan rasional. Upaya mengatasi dan
mengembalikan gangguan keseimbangan tersebut pada saat penyakit kritis
menyerang salah satu sistem tubuh dan melibatkan sistem yang lain adalah
merupakan tujuan tatalaksana yang rasional.
Jantung merupakan organ vital yang bertugas memompa darah untuk semua
organ-organ badan. Henti jantung atau cardiac arrest adalah suatu
keadaan berhentinya sirkulasi normal dari darah dalam kaitannya dengan
kegagalan jantung untuk berkontaksi secara efektif selama systole. Kegagalan
untuk berkontraksi dapat mengakibatkan kematian yang mendadak, bahkan dapat
terjadi kematian seketika (Instantaneous Death) dan disebut sudden cardiac death
(SCD). Cardiac arrest biasa disebut cardio respiratory arrest, cardiopulmonary
arrest, atau circulatory arrest. Cardiac arrest berbeda dengan infark miokard,
dimana aliran darah ke jantung yangmasih berdetak terganggu.
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh
beberapa faktor, diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan
yang banyak, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam
ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung
(akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac
arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax.
Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti.
Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh.
Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen, termasuk kotak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,
menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal.
Kerusakan otak mungkin
terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terja
di kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani
dengan segera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun
kematian mungkin bisa dicegah.
Cardiac arrest dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Hal ini dapat
juga terjadi secara tiba-tiba pada seseorang yang terlihat sehat, dan menyebabkan
kematian yang mendadak atau sudden cardiac death (SCD). Hal ini merupakan
suatu kegawat daruratan medis, dapat berpotensi untuk membaik jika ditangani
seawal mungkin. Penanganan pertama untuk cardiac arrest adalah cardiopulmonary
resuscitation (biasa disebut CPR) yang akan mendukung sirkulasi peredaran darah
sampai tersedia perawatan medis yang pasti. Penanganan berikutnya sangat
bergantung pada irama jantung yang terlihat pada pemeriksaan lanjutan, apakah
terdapat aritmia atau tidak, tetapi sering kali diperlukan defibrillasi untuk
mengembalikan irama jantung normal sebab sebagian besar cardiac arrest terjadi
akibat ventricular fibrillation dan ventricular tachicardia. Saat ini, cardiac arrest
masih merupakan penyebab utama kematian di dunia. Sekitar separuh dari semua
kematian akibat penyakit jantung digolongkan sebagai sudden cardiac death.
Hipotermia melawan beberapa negatif fisiologis efek yang terjadi setelah
resusitasi. Dengan menurunkan tubuh pasien suhu, tingkat metabolisme pasien
adalah menurun. Hal ini menguntungkan karena menghasilkan penurunan
kebutuhan oksigen oleh sel, sel yang sama yang sudah dirampas. Untuk setiap 1 ◦
C penurunan suhu tubuh, tingkat metabolisme otak menurun sebesar 6% -7%
(Keresztes & Brick, 2006). Berbagai studi, seperti dikutip oleh Smith dan Bleck
(2002), telah menunjukkan bahwa negatif peristiwa yang terjadi dengan iskemia di
postresuscitative periode (pelepasan radikal, kegagalan pompa ion, dll) yang
diperlambat dengan adanya hipotermia. Hal ini juga percaya bahwa hipotermia,
melalui vasokonstriksi, dapat menurunkan intrakranial tekanan (Clifton et al.,
2001).
Menyadari efek bahwa penangkapan dan post resuscitation terhadap
neurovaskular yang sistem dan pemahaman yang menyatakan bahwa hipotermia
memiliki pada sistem neurovaskular, tampaknya masuk akal bahwa hipotermia bisa
menguntungkan dalam merawat pasien yang telah mengalami serangan jantung.
Temuan ini didukung konsep pengembangan protokol terapi hipotermi. Oleh
karena itu, Analisis jurnal ini dibuat untuk memberikan pengetahuan baru kepada
petugas kesehatan dalam penanganan pasien gawat darurat post cardiac arrest.

1.2 Tujuan Penulisan


 Tujuan umum:
Untuk mengetahui efektifitas terapi hipotermia yang diberikan pada pasien
anak setelah mengalami keadaan henti jantung saat di rumah sakit.
 Tujuan khusus :
Untuk mengetahui perbedaan keefektifan antara terapi hipotermia dan
normothermia pada pasien anak post-cardiac arrest.

BAB II
JURNAL PENELITIAN
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Profil Penelitian
 Judul penelitian
“Therapeutic Hypothermia after Out-of-Hospital Cardiac Arrest in Children”
“Terapi Hipotermia Setelah Keadaan Henti Jantung pada Anak”
Pengarang/ Author/s:
Frank W. Moler, M.D., dkk.
Sumber/ Source:
The new england journal o f medicine
 Major/ minor subject (Key Words):
-
 Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efektifitas terapi hipotermia yang
diberikan pada pasien anak setelah mengalami keadaan henti jantung saat di rumah
sakit. Terapi hipotermia dianjurkan untuk pasien dewasa maupun anak yang habis
mengalami keadaan cardiac arrest saat berada di rumah sakit. penelitian ini
ditujukan untuk pasien anak-anak yang tidak sadarkan diri setelah mengalami
serangan jantung (cardiac arrest). Setelah mengalami henti jantung, 6 jam setelah
sirkualsi telah kembali dalam keadaan semula pasien dengan usia lebih dari 2 hari
dan kurang dari usia 18 tahun diberikan terapi suhu. Dimana terapi suhu ini dibagi
menajdi 2 intervensi yaitu terapi hipotermia (suhu target = 33,0oC) dan terapi pada
suhu normal biasa (suhu target 36,8oC). Pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Vineland Adaptive Behavior Scales (VABS) dimana jika hasil
ukur mencapai skor 70 ataupun lebih (pada skala 20-160, dengan skor yang lebih
tinggi menunjukkan fungsi yang lebih baik) dan dibandingkan dengan pengukuran
skla VABS sebelum terjadinya cardiac arrest. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa efektifitas terapi hipotermia tidak memberikan manfaat yang signifikan
dalam kelangsungan hidup selama 1 tahun dibandingkan dengan normothermia
terapi.
 Tanggal Publikasi:
April 25, 2015

3.2 Deskripsi Penelitian Berdasarkan Metode PICO


 Tujuan penelitian:
Tujuan umum: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan terapi
hipotermia pada pasien anak setelah mengalami henti jantung saat dirawat di
rumah sakit.
Tujuan khusus: Untuk mengetahui perbedaan keefektifan antara terapi
hipotermia dan normothermia pada pasien anak post-cardiac arrest.
 Desain penelitian: A Randomized Controlled Trial

No Kriteria Pembenaran dan Kritikal Thinking


1 P: Populasi/ sampel Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak yang
berusia lebih dari 48 jam dan kurang dari 18 tahun yang
memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam penelitian
jika mereka memiliki serangan jantung yang
membutuhkan kompresi dada selama minimal 2 menit
dan tetap tergantung pada ventilasi mekanik setelah
kembalinya sirkulasi. Kriteria eksklusi adalah
ketidakmampuan untuk menjalani pengacakan untuk
alasan apapun dalam waktu 6 jam setelah kembalinya
sirkulasi, skor 5 atau 6 dari Glasgow Coma Scale motor-
respon subskala (yang skor berkisar dari 1 sampai 6,
dengan skor yang lebih rendah menunjukkan
menurunnya tingkat fungsi), pengobatan agresif dari
keputusan oleh tim klinis dan trauma yang terkait dengan
serangan jantung. Persetujuan tertulis dari orang tua atau
wali hukum yang diperoleh untuk masing-masing
peserta.
2 I: Intervention/ Pasien yang memenuhi syarat secara acak dibagi dalam
perlakuan oleh rasio 1: 1 baik hipotermia terapeutik atau normothermia
peneliti terhadap terapi. Pengacakan grup dilakukan dengan cara membagi
samplenya: kelompok menurut usia masuk (<2 tahun, 2 sampai <12
tahun, dan ≥12 tahun).
Manajemen suhu ditargetkan secara aktif dipertahankan
selama 120 jam di masing-masing kelompok. Anak-anak
yang masuk dalam kelompok hipotermia terapeutik yang
telah diberi farmakologi dan dibius, dan unit manajemen
suhu Blanketrol III (Cincinnati Sub-Zero) dan kemudian
diberikan selimut pada bagian tubuh anterior dan
posterior, untuk mencapai dan mempertahankan suhu inti
33,0 ° C (kisaran, 32,0-34,0) selama 48 jam. Anak-anak
itu kemudian dihangatkan selama 16 jam atau lebih lama
untuk suhu target 36,8 ° C (kisaran, 36,0-37,5); Suhu ini
aktif dipertahankan selama intervensi 120 jam.
Sedangkan untuk anak-anak yang masuk dalam grup
normothermia menerima terapi perawatan sama kecuali
bahwa suhu inti aktif dipertahankan dengan unit
pendingin pada 36,8 ° C (kisaran, 36,0-37,5) selama 120
jam.
3 C: Comparator/ 1. Kelompok studi
kelompok control Pada kelompok studi yang diberikan terapi
dengan intervensi hipotermia setelah mengalami cardiac arrest
yang berbeda 2. Kelompok control
Hanya diberikan terapi normothermia
4 O: Outcomes/ Temuan penelitian ini mengemukakan bahwa tingkat
Findings/ hasil kelangsungan hidup antara kedua kelompok (20% pada
penelitian: kelompok hipotermia vs 12% pada kelompok
normothermia dengan skor VABS-II dari 70 atau lebih
pada 12 bulan tidak berbeda secara signifikan; relatif
kemungkinan, 1,54; 95% confidence interval [CI], 0,86-
2,76; P = 0,14)

 Kelebihan-kelemahan penelitian
Kelebihan:
- Pada penelitian ini mudah dimengerti dan dijelaskan perbedaan intervensi
pada terapi hipotermi dan normotermi.

Kelemahan:
- Penelitian ini tidak dijelaskan tentang perhitungan dengan menggunakan
Vineland Adaptive Behavior Scales, second edition (VABS-II).
*VABS-II, dirancang untuk mengukur perilaku adaptif individu dari lahir
sampai usia 90. The VABS-II berisi 5 domain masing-masing dengan 2-3
subdomain. Domain utama adalah komunikasi, keterampilan dalam
kehidupan sehari-hari, sosialisasi, keterampilan motorik, dan perilaku
maladaptive (opsional). Skor domain menghasilkan perilaku yang adaptif.
1. Komunikasi:
- Reseptif: Bagaimana individu mendengarkan dan memperhatikan dan
apa yang dia mengerti.
- Ekspresif: Apa yang individu katakann, bagaimana ia menggunakan
kata dan kalimat untuk mengumpulkan dan memberikan informasi.
- Menulis: Apa yang individu mengerti tentang bagaimana membuat
kata-kata, dan apa yang dia baca dan tulis.
2. Keterampilan dalam kehidupan sehari-hari:
- Personal: Bagaimana individu makan, gaun, dan praktek kebersihan
pribadi.
- Domestik: Apa tugas yang dikerjakan individu.
- Komunitas: Bagaimana individu menggunakan waktu, uang, telepon,
komputer, dan keterampilan kerja.
3. Sosialisasi:
- Hubungan interpersonal: Bagaimana individu berinteraksi dengan
orang lain.
- Bermain dan Leisure Time: Bagaimana individu menggunakan waktu
luang.
- Keterampilan mengatasi: Bagaimana individu menunjukkan tanggung
jawab dan kepekaan terhadap orang lain.
4. Keterampilan motorik:
- Motorik kasar: Bagaimana individu menggunakan lengan dan kaki
untuk gerakan dan koordinasi.
- Motorik halus: Bagaimana individu menggunakan tangan dan jari untuk
memanipulasi objek.
5. Perilaku maladaptif (pilihan):
- Indeks Perilaku maladaptif: Sebuah gabungan dari Internalisasi,
Eksternalisasi dan jenis-jenis perilaku yang tidak diinginkan yang dapat
mengganggu fungsi adaptif individu.
- Perilaku maladaptif: perilaku maladaptif yang dapat memberikan
informasi penting secara klinis.
- Perilaku adaptif: Sebuah gabungan dari komunikasi, keterampilan
hidup sehari-hari, sosialisasi, dan keterampilan motorik domain.

 Manfaat hasil penelitian bagi keperawatan:


1. Bagi Pengembangan ilmu
Memberikan tambahan ilmu dalam memberikan terapi pada pasien gawat
darurat dengan post cardiac arrest.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk diteliti lebih
lanjut sekaligus sebagai bahan referensi dalam efektivitas terapi hipotermi
pada pasien post cardiac arrest.
3. Bagi Peneliti
Dengan penelitian ini maka menambah wawasan dan pengetahuan peneliti
tentang keefektifan terapi hipotermia pada pasien anak setelah mengalami
henti jantung saat dirawat di rumah sakit.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada anak-anak yang bertahan hidup koma setelah serangan henti jantung
rumah sakit, terapi hipotermia dibandingkan dengan terapi normothermia tidak
memberikan manfaat yang signifikan terhadap kelangsungan hidup dengan hasil
fungsional yang baik pada 1 tahun. Kelangsungan hidup pada 12 bulan tidak berbeda
secara signifikan antara kelompok perlakuan.

4.2 Saran
Petugas kesehatan atau tim medis sebaiknya dapat melanjutkan penelitian ini
untuk membantu menemukan apakah terdapat efektivitas terapi hipotermi terhadap
pasien post cardiac arrest dengan intervensi dan populasi berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Moller, Frank. (2015). Therapeutic Hypothermia after Out-of-Hospital Cardiac Arrest


in Children. The new england journal o f medicine. University of Michigan
Health System
Koran, Zeb. (2008). Therapeutic Hypothermia in the Postresuscitation Patient The
Development and Implementation of an Evidence-Based Protocol for the
Emergency Department. Advanced Emergency Nursing Journal. Vol. 30, No.
4, pp. 319–330.
Sparrow, S. S., Cicchetti, D. V., & Balla, D. A. (2005). Vineland-II Adaptive
Behavior Scales: Survey Forms Manual. Circle Pines, MN: AGS Publishing.

Anda mungkin juga menyukai