Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem


sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi
homeostatsis di dalam tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya
dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena,
sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap. Jika sirkulasi darah
menjadi tidak memadai lagi, maka terjadilah gangguan pada sistem
transportasi oksigen, karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di
lain pihak fungsi organ-organ tubuh akan mengalami ganguan seperti
gangguan pada proses pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun
pembentukan cairan cerebrospinalis dan lainnya. Terdapat dua macam
kelainan tekanan darah darah, antara lain yang dikenal sebagai hipertensi atau
tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah.1
Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan hipertensi,
merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi
dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di
daerah perkotaan di negara berkembang, seperti halnya di Indonesia.
Hipertensi disebabkan oleh adanya tekanan darah yang tinggi melebihi
normalnya. Hipertensi dikenal juga sebagai silent killer atau pembunuh
terselubung yang tidak menimbulkan gejala atau asimptomatik seperti
penyakit lain. Pada umumnya, sebagian penderita tidak mengetahui bahwa
dirinya menderita tekanan darah tinggi. Oleh sebab itu sering ditemukan
secara kebetulan pada waktu penderita datang ke dokter untuk memeriksa
penyakit lain. Kenaikan tekanan darah tidak atau jarang menimbulkan gejala-
gejala yang spesifik.2
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang

1
lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan
darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya
120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan puluh. Dikatakan
tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau
keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan
sistolik dan diastolik.2

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari dan


mengetahui definisi, faktor resiko, gejala klinis, metode pengukuran darah
diagnosis, pemeriksaan penunjang, pengobatan dan komplikasi hipertensi.
Selain itu, penulisan laporan kasus ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik di SMF Penyakit Dalam.

BAB II

HIPERTENSI

2.1. Definisi

2
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
(tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg.3
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi
dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis
kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh.4
2. 2. Klasifikasi
Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi
sistolik, hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik
(isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik
tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada
usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri
apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan
tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan
tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.5
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan
tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi
apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga
memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan
meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan
dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara
dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan
sistolik dan diastolik.5

Beberapa klasifikasi hipertensi :

3
a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education
Program merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46
professionalm sukarelawan, dan agen federal. Mereka mencanangkan
klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh
33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat.6
Tabel 1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)6

Kategori Kategori Tekanan dan/ Tekanan


Tekanan Darah Tekanan Darah Darah Sistol atau Darah Diastol
menurut JNC 7 menurut JNC 6 (mmHg) (mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang
sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan
peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong
pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi.6
b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group
(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal,
normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan
hipertensi berat.6
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO.6
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-Tinggi 130-139 85-89

4
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99
Sub-group: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub-group: perbatasan 140-149 <90

c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society


Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan
darah <120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga
139/89 mmHg termasuk normal tinggi.6
Tabel 3
Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS.6
Tekanan Darah Tekanan Darah CHS-2005
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
< 120 < 80 Normal
120-129 80-84 Normal-Tinggi
130-139 85-89
Tekanan Darah
Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
160-179 100-109 Tingkat 2
≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3
≥ 140 ≤ 90 Hypertensi Sistol
Terisolasi

d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)


Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:
1) Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori
yang berbeda, maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan,
dan perkiraan afektivitas pengobatan difokuskan pada kategori
dengan nilai lebih.
2) Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada
hipertensi sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol
yang rendah (60-70 mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko
tambahan.
3) Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk
memulai pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko
kardiovaskuler total.6
Tabel 4
Klasifikasi menurut ESH.6

5
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistol ≥ 140 Dan < 90
terisolasi

e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blocks


(ISHIB)
Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:
1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua
kategori yang berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah
berdasarkan kategori yang lebih tinggi.
2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali
atau lebih pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1
sampai 3 berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan
diastole ( < 90 mmHg).
4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis
karena setiap peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko
kejadian kardiovaskuler.6
Tabel 5
Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB.6
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 dan/atau < 85
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi Sistol ≥ 140 dan < 90
terisolasi

6
f. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi
Indonesia.
Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi
Indonesia 13-14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu
konsensus mengenai pedoman penanganan hipertensi di Indonesia
yang ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat umum:
1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar
dan ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini
kebanyakan diambil dari pedoman Negara maju dan Negara
tetangga, dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia yang
berskala Nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak
masih jarang.
2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah
sistolik dan diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan
tingginya tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan
organ target dan penyakit penyerta tertentu.6

Tabel 6
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia.6
Kategori Tekanan dan/atau Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap 140-159 Atau 90-99
1
Hipertensi Tahap ≥160-179 Atau ≥100
2
Hipertensi Sistol ≥140 Dan <90
terisolasi

Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu


sekunder dan primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab
spesifiknya dapat diketahui.6

7
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu
hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah
keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya
ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah
keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan
kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak,
jantung dan ginjal.6
2.3. Epidemiologi

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum


ditemukan dalam praktik kedokteran primer. Menurut NHLBI (National
Heart, Lung, and Blood Institute), 1 dari 3 pasien menderita hipertensi.
Hipertensi juga merupakan faktor risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal
akut, dan juga kematian.7
Riset Kesehatan Dasar/RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%. Pada grafik 1,
terlihat prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran (menggunakan
kriteria hipertensi JNC VII) cenderung turun dari 31,7 persen pada tahun
2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Dalam laporan RISKESDAS 2013,
diasumsikan bahwa penurunan diperkirakan terjadi karena (I) perbedaan alat
ukur yang digunakan tahun 2007 tidak diproduksi lagi pada tahun 2013, (II)
kesadaran masyarakat akan kesehatan yang makin membaik pada tahun
2013. Asumsi (III) terlihat pada grafik 2 bahwa prevalensi hipertensi
berdasarkan diagnosis atau gejala meningkat. Hal ini menunjukkan
bertambahnya masyarakat yang sudah memeriksakan diri ke tenaga
kesehatan. Prevalensi hipertensi lebih tinggi di kelompok lanjut usia.7

8
2. 4. Etiologi
Sebab utama penyakit jantung hipertensi adalah tekanan darah yang
meningkat dan berlangsung kronik. Sedangkan penyebab hipertensi sendiri
sangat beragam, pada orang dewasa sebab-sebab tersebut antara lain:8
 Hipertensi primer/esensial/idiopatik yang terjadi pada 90% kasus
hipertensi pada orang dewasa.
 Hipertensi sekunder sebesar 10% dari kejadian hipertensi pada orang
dewasa yang disebabkan oleh:
 Penyakit ginjal:
o Stenosis arteri renalis
o Polycystic kidney disease
o Chronic renal failure
o Vaskulitis intrarenal
 Kelainan endokrin:
o
Hiperaldosteronisme primer
o
Feokromositoma
o
Chusing syndrome

9
o
Hiperplasia adrenal kongenital
o
Hipotiroidisme dan hipertiroidisme
o
Akromegali
o
Hormon eksogen (kortikosteroid, estrogen),
simpatomimetik, monoamin oksidase inhibitor, tyramin
dalam makanan
 Sebab lain:
o
Koarktasi aorta
o
Tekanan intrakranial yang meningkat
o
Sleep apnea
o
Hipertensi sistolik terisolasi.8

2. 5. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko penyakit jantung hipertensi antara lain adalah:8
1. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% 10
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria yang berusia di bawah 55
tahun, namun pada wanita hipertensi lebih banyak ditemukan pada usia
di atas 55 tahun. Hal ini kemungkinan terjadi karena seiring
bertambahnya usia maka tekanan darah akan semakin meningkat

10
terutama pada pria. Tapi setelah menopause tiba wanita akan
mengalami peningkatan tekanan darah yang lebih tajam dan mencapai
angka tertinggi yang lebih tinggi daripada pria.
3. Usia
Seiring bertambahnya usia maka tekanan darah akan semakin
meningkat. Hal ini sebanding dengan terjadinya penyakit jantung
hipertensi yang lebih banyak dialami oleh para lanjut usia.
4. Garam
Pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Faktor
lain yang ikut berperan yaitu sistem renin angioten sin yang berperan
penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi rennin dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan
dalam proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan
menyimpan garam dalam air. Keadaan ini yang berperan pada
timbulnya hipertensi.

5. Kolesterol
Kandungan lemak yang berlebih dalam darah, dapat menyebabkan
timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Hal ini dapat
membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan darah
akan meningkat.
6. Status Gizi
Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa
merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko penyakit-
penyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh
karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara
berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan
berat badan yang ideal atau normal. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah
salah satu cara untuk mengukur status gizi seseorang. Seseorang

11
dikatakan kegemukan atau obesitas jika memiliki nilai IMT ≥25.0.
Obesitas merupakan faktor risiko munculnya berbagai penyakit
degeneratif, seperti hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes
mellitus.
7. Stres
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Stres yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah yang menetap tinggi.
8. Rokok
Fakta otentik menunjukan bahwa merokok dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan kandungan
nikotin . Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah
merah lebih kuat dari kemampuan menarik oksigen, sehingga dapat
menurunkan kapasitas sel darah merah pembawa oksigen ke jantung
dan jaringan lainnya.

9. Kurang Olahraga
Kurang olahraga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan darah
dalam tubuh meningkat. Olahraga teratur mampu menurunkan tekanan
darah tinggi, namun jangan melakukan olahraga yang berat jika
menderita tekanan darah tinggi.8

2. 6. Tanda dan Gejala


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala hipertensi
antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah,
kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan
pusing. Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal
hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung,

12
sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat,
berdebar dan sering kencing di malam hari.9
Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi
bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang disertai
mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. 9
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi
gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral
(otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak
yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma.9

2. 7. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi berjalan cukup
kompleks, karena berhubungan dengan berbagai faktor, seperti
hemodinamik, struktural, neuroendokrin, selular, dan molekuler. Di satu sisi,
faktor-faktor tersebut saling berintegrasi dan akhirnya menyebabkan
perkembangan dan komplikasi dari hipertensi, sementara di sisi lain
tingginya tekanan darah memodulasi faktor-faktor tersebut. Meningkatnya
tekanan darah menyebabkan perubahan struktur dan fungsi jantung melalui
dua cara, yaitu secara langsung oleh peningkatan afterload atau beban akhir
jantung, dan secara tidak langsung oleh perubahan neurohormonal dan
vaskuler terkait.8
Hipertensi merujuk pada tekanan arteri yang tinggi dan abnormal pada
sirkulasi sistemik. Kejadian dari hipertensi hampir selalu mulai secara diam-
diam, namun dapat diobati secara efektif, batas atas tekanan darah normal
perlu ditentukan. Kasus dengan tekanan darah normal dan tekanan darah
meningkat berganti-ganti (hipertensi labil) dimasukkan ke kolom “hipertensi
ambang batas” dengan tekanan sistolik 140-160 mmHg dan tekanan
diastolik 90-95 mmHg. Pasien dengan hipertensi labil sering mengalami
hipertensi menetap di kemudian hari.12

13
Hasil curah jantung (= volume sekuncup x frekuensi jantung) dan
resistensi perifer total menentukan tekanan darah. Jadi, hipertensi terjadi
setelah curah jantung atau TPR atau keduanya mengalami peningkatan.
Pada kasus pertama, kita berbicara mengenai hipertensi hiperdinamik atau
hipertensi curah jantung dengan peningkatan tekanan sistolik yang jauh
lebih besar dari tekanan diastolik. Pada hipertensi resistensi, tekanan sistolik
dan tekanan diastolik meningkat dalam jumlah yang sama atau lebih sering,
tekanan diastolik lebih dari tekanan sistolik. Keadaan ini terjadi jika
peningkatan TPR memperlambat ejeksi volume sekuncup.12
Peningkatan curah jantung pada hipertensi hiperdinamik disebabkan
oleh peningkatan frekuensi denyut jantung atau volume ekstrasel yang
menyebabkan peningkatan aliran balik vena sehingga meningkatkan volume
sekuncup. Begitu pula peningkatan aktivitas simpatis dari sistem saraf pusat
dan atau peningkatan respons terhadap katekolamin (misal, akibat hormon
kortisol atau tiroid) dapat menyebabkan peningkatan curah jantung.12
Hipertensi resistensi terutama disebabkan oleh vasokonstriksi perifer
yang luar biasat tinggi (arteriol) atau beberapa penyempitan pembuluh darah
perifer lain, tetapi dapat juga akibat peningkatan viskositas darah.
Vasokonstriksi terutama berasal dari peningkatan aktivitas simpatis,
peningkatan respons terhadap katekolamin, atau peningkatan konsentrasi
angiotensin II. Mekanisme autoregulasi juga termasuk vasokonstriksi.
Misalnya, jika tekanan darah meningkat oleh peningkatan curah jantung,
berbagai organ (seperti ginjal, saluran cerna) akan “melindungi” dirinya
terhadap peningkatan tekanan darah ini. Mekanisme ini menerangkan
seringnya ditemukan komponen vasokonstriksi pada hipertensi
hiperdinamik, yang kemudian dapat berubah menjadi hipertensi resistensi.
Selain itu, mungkin terjadi hieprtrofi otot vasokonstriktor. Akhirnya,
hipertensi dapat menyebabkan kerusakan vaskular yang akan meningkatkan
TPR (hipertensi menetap).12
Melalui peningkatan aldosteron, organisme akan terlindungi dari
kehilangan Na+ (atau volume ekstrasel), sedangkan orang yang memiliki

14
sensitivitas tinggi terhadap garam tampaknya relatif tidak terlindungi
terhadap asupan NaCl yang tinggi. Pada pasien ini, pelepasan aldosteron
sangat terhambat, bahkan untuk asupan Na+ normal (>100 mmol/hari)
sehingga kadarnya tidak dapat diturunkan kembali. Hubungan sebenarnya
antara sensitivitas NaCl dan hipertensi primer belum diungkap sepenuhnya,
tetapi kemungkinan yang dapat dipertimbangkan adalah respon terhadap
katekolamin meningkat pada orang yang sensitif terhadap NaCl.
Peningkatan tekanan darah menyebabkan diuresis tekanan dengan
peningkatan ekskresi Na+ untuk menjaga keseimbangan Na+.12

Gambar 1. Proses terjadinya hipertensi

15
Gambar 2. Hipertensi primer Gambar 3. Akibat terjadinya
dan sekunder hipertensi
2. 8. Teknik dan Metode Pengukuran Tekanan Darah
Untuk mengukur tekanan darah pada manusia, diperlukan berbagai
macam alat yang dapat digunakan untuk mendapatkan bacaan tekanan
darah. Secara umum ada 2 metode atau teknik yang digunakan untuk
mendapatkan bacaan tekanan darah, yaitu Metode Palpasi atau Rabaan, dan
Metode Auskultasi dengan menggunakan berbagai macam alat dan teknik
pengukuran sesuai dengan keragaman jenis alat yang digunakan.8
A. Metode Palpasi
Tekanan sistolik dapat ditentukan dengan memompa manset lengan
dan kemudian membiarkan tekanan turun dan tentukan tekanan pada
saat denyut radialis pertama kali teraba. Oleh karena kesukaran
menentukan secara pasti kapan denyut pertama teraba, tekanan yang
diperoleh dengan metode palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah
dibandingkan dengan yang di ukur dengan metode auskultasi.
Melakukan kebiasaan meraba denyut radialis ketika memompa
manset selama pengukuran tekanan darah dengan metode auskultasi.
Bila tekanan manset diturunkan, bunyi Korotkoff kadang-kadang

16
menghilang pada tekanan di atas tekanan diastolik, kemudian muncul
lagi pada tekanan yang lebih rendah (“celah auskultasi”). Bila manset
dimulai untuk dipompa sampai denyut radialis menghilang, pemeriksa
dapat yakin bahwa tekanan manset di atas tekanan sistolik, dan nilai
tekanan rendah palsu dapat dihindari. 8

Gambar 2.1 : pengukuran tekanan darah metode palpasi (perabaan


denyut nadi)
B. Metode Auskultasi
Metode auskultasi telah menjadi andalan pengukuran tekanan
darah klinis selama ini tetapi secara bertahap digantikan oleh teknik lain
yang lebih cocok untuk pengukuran pengukuran secara otomatis.

Gambar 2.2 : pengukuran tekanan darah metode auskultasi

1) Metode Auskultasi-Merkuri, Sphygmomanometer Aneroid, dan


Sphygmomanometer Hybrid

17
Hal ini mengejutkan bahwa hampir 100 tahun setelah pertama
kali ditemukan, dan pengakuan akan akurasi yang terbatas, teknik
pengukuran Korotkoff untuk megukur tekanan darah terus digunakan
tanpa perbaikan besar. Arteri brakialis disumbat oleh sabuk yang
dilingkarkan di lengan atas dan dan dibuat mengembang untuk
mencapai tekanan sistolik. Karena secara bertahap mengempis, aliran
darah yang berdenyut ini menjadi normal kembali dan disertai dengan
suara yang dapat dideteksi dengan stetoskop yang di letakkan di atas
arteri tepat di bawah manset. Secara tradisional, suara tersebut telah
diklasifikasikan dalam 5 tahap yaitu: 10
 Tahap / Fase I, adanya suara denyutan menjadi tanda adanya
denyutan nadi yang dapat teraba untuk kemudian dijadikan
patokan;
 Tahap / Fase II, suara menjadi lebih lembut dan lebih lama;
 Tahap / Fase III, suara menjadi lebih tajam dan keras;
 Tahap / Fase IV, suara menjadi teredam dan lebih lembut,
 Tahap / Fase V, suara hilang sepenuhnya. Tahap kelima dengan
demikian tercatat sebagai suara terakhir yang dapat didengar.
Suara diperkirakan berasal dari kombinasi turbulensi aliran
darah dan osilasi dari dinding arteri. Ada kesepakatan bahwa awal
dari tahap I menyatakan tekanan sistolik tetapi cenderung berada
pada perkiraan kurang dari tekanan sistolik yang terekam oleh
pengukuran intra-arteri secara langsung. Hilangnya suara (tahap V)
menyatakan tekanan diastolik tetapi cenderung terjadi sebelum
tekanan diastolik ditentukan oleh pengukuran intra-arteri secara
langsung. Tidak ada signifikansi klinis pada fase II dan III. 10
Metode suara Korotkoff cenderung memberikan nilai untuk
tekanan sistolik yang lebih rendah dari tekanan intra-arteri yang
sebenarnya, dan nilai-nilai diastolik yang cenderung lebih
tinggi. Rentang perbedaannya cukup mencolok, perbedaan antara 2
metode mungkin sebanyak 25 mmHg pada beberapa individu.

18
Saat ini sudah ada konsensus umum bahwa fase kelima harus
digunakan, kecuali dalam situasi di mana hilangnya suara tidak dapat
dipercaya karena suara yang terdengar bahkan setelah deflasi
lengkap manset, misalnya, pada wanita hamil, pasien dengan fistula
arteriovenosa (misalnya, untuk hemodialisis), dan insufisiensi aorta.7
2) Sphygmomanometer Merkuri

Gambar 2.3 : Sphygmomanometer Merkuri

Sphygmomanometer merkuri / air raksa telah selalu dianggap


sebagai standar emas untuk pengukuran klinis tekanan darah, tapi
situasi ini kemungkinan akan berubah dalam waktu dekat. 10
Namun, hal ini tidak boleh menjadi alasan untuk berpuas
diri. Salah satu survei rumah sakit menemukan bahwa 21% dari
perangkat memiliki masalah teknis yang akan membatasi akurasi,
sedangkan yang lain ditemukan> 50% rusak. Sphygmomanometer
nol acak dirancang untuk menghilangkan bias pengamat tapi tidak
lagi tersedia.10
3) Sphygmomanometer Aneroid

19
Gambar 2.4 : Sphygmomanometer Aneroid
Pada alat ini, tekanan terekam oleh sistem mekanis yang
merekam hembusan pada logam yang bergerak seiring dengan
meningkatnya tekanan manset dan serangkaian tuas yang merekam
tekanan pada skala melingkar. Sistem jenis ini tidak mempunyai
stabilitas yang tetap dari waktu ke waktu, terutama jika ditangani
dengan kasar. Oleh karena itu system ini secara inheren kurang
akurat dibandingkan sphygmomanometer merkuri dan memerlukan
kalibrasi secara berkala.
Keakuratan manometer sangat bervariasi dari satu produsen ke
lainnya. Dengan demikian, 4 survei yang dilakukan di rumah sakit
dalam 10 tahun terakhir telah meneliti akurasi perangkat aneroid dan
telah menunjukkan ketidakakuratan yang signifikan mulai dari
1% sampai 44%. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan
perangkat aneroid telah berfokus pada keakuratan sistem perekam
tekanan sebagai kebalikan terhadap tingkat kesalahan pengamat,
yang kemungkinan lebih tinggi dengan perangkat lainnya.10
4) Sphygmomanometer Hibrid

20
Gambar 2.5 : Sphygmomanometer Hibrid

Perangkat ini telah dikembangkan dengan menggabungkan


beberapa fitur perangkat baik elektronik dan auscultatory, dan
disebut sebagai Sphygmomanometer "hibrid". Fitur utama adalah
bahwa kolom merkuri digantikan oleh sebuah pengukur tekanan
elektronik, seperti yang digunakan pada perangkat oscillometric.
Alat ini memiliki potensi untuk meminimalkan preferensi
terminal digit, yang merupakan sumber utama kesalahan dengan
perangkat merkuri dan aneroid. Hibrid sphygmomanometer
memiliki potensi untuk menjadi pengganti merkuri, karena
menggabungkan beberapa fitur terbaik dari merkuri dan perangkat
elektronik pada setiap tingkat sampai yang terakhir sehingga
menjadi cukup akurat untuk digunakan tanpa adanya validasi
individu.

5) Teknik Oscillometric

21
Gambar 2.6 : Sphygmomanometer Oscillometric
Teknik ini pertama kali ditunjukkan oleh Marey pada tahun
1876, dan kemudian menunjukkan bahwa ketika tekanan osilasi
dalam manset sphygmomanometer dicatat selama deflasi bertahap,
titik osilasi maksimal menyatakan tekanan intra-arteri rata-rata.10
Osilasi bermula tepat di atas tekanan sistolik dan berlanjut di
bawah diastolik, sehingga tekanan sistolik dan diastolik hanya
dapat diperkirakan secara tidak langsung menurut beberapa
algoritma yang diperoleh secara empiris.10
Salah satu keuntungan dari metode ini yaitu transduser yang
tidak perlu ditempatkan di atas arteri brakialis, sehingga
penempatan manset tidaklah menjadi masalah. Potensi lain dari
metode oscillometric yaitu, untuk pemantauan rawat jalan metode
ini tidak terlalu terpengaruh terhadap kebisingan eksternal (tetapi
tidak untuk getaran mekanik frekuensi rendah), dan manset dapat
dilepas dan diganti sendiri oleh pasien, misalnya ketika mandi.10
Masalah utama dengan teknik ini adalah bahwa amplitudo dari
osilasi tergantung pada beberapa faktor selain tekanan darah, yang
paling penting adalah kekakuan arteri. Dengan demikian, pada
orang tua dengan arteri kaku dan tekanan nadi yang lebar, tekanan
arteri rata-rata dapat secara signifikan berada di bawah nilai yang
semestinya. 10
Kerugian lain adalah bahwa perekam tersebut tidak bekerja
dengan baik selama aktivitas fisik, ketika mungkin ada artefak
gerakan yang cukup besar.10

22
Teknik oscillometric telah berhasil digunakan dalam memonitor
tekanan darah ambulatory (rawat jalan) dan memonitor tekanan
darah di rumah. Perbandingan beberapa model komersial yang
berbeda dengan pengukuran suara intra-arteri dan Korotkoff telah
menunjukkan keadaan yang umumnya baik, tetapi hasilnya lebih
baik dalam memonitor keadaan ambulatory (rawat jalan)
dibandingkan dengan perangkat yang lebih murah dipasaran untuk
digunakan di rumah.10
6) Metode Manset Jari Penaz / Penaz Finger Cuff

Gambar 2.7 : Penaz Finger Cuff

Metode menarik ini pertama kali dikembangkan oleh Penaz dan


bekerja pada prinsip dari "penurunan dinding arteri". Pulsasi arteri di
jari terdeteksi oleh photoplethysmograph dibawah tekanan
manset. Output dari plethysmograph digunakan untuk menggerakkan
servo-loop, yang dengan cepat mengubah tekanan manset untuk
menjaga output konstan, sehingga arteri ditahan dalam keadaan
setengah terbuka. 10
Osilasi tekanan dalam manset diukur dan telah ditemukan
menyerupai gelombang tekanan intra-arteri di sebagian besar
subyek. Metode ini memberi perkiraan yang akurat dari perubahan
tekanan sistolik dan diastolik, meskipun keduanya kadang di bawah
perkiraan (atau berlebihan pada beberapa subyek) jika dibandingkan
dengan tekanan arteri brakialis, manset dapat dibiarkan dalam
keadaan menggelembung sampai 2 jam.10
7) Teknik Ultrasonografi

23
Perangkat yang menggabungkan teknik ini menggunakan
pemancar dan penerima ultrasonik ditempatkan di atas arteri
brakialis di bawah manset sphygmomanometer. Ketika manset
mengempis, pergerakan dinding arteri pada tekanan sistolik
menyebabkan pergeseran fase Doppler pada ultrasound yang
dipantulkan, dan tekanan diastolik dicatat sebagai titik di mana
penurunan gerak arteri terjadi. Variasi lain dari metode ini
mendeteksi onset aliran darah, yang telah ditemukan yang kemudian
menjadi nilai khusus untuk mengukur tekanan sistolik pada bayi dan
anak.10
8) Tonometri
Prinsip dari teknik ini adalah bahwa ketika arteri dikompresi
sebagian atau displint terhadap tulang, maka pulsasi sebanding
dengan tekanan intra-arteri. Teknik ini telah dikembangkan untuk
pengukuran tekanan darah di pergelangan tangan, karena arteri
radialis terletak tepat di atas tulang radius. Namun, transduser perlu
terletak tepat di atas pusat dari arteri, dengan itu, sinyal berada pada
posisi yang sangat sensitif. Hal ini telah ditangani dengan
menggunakan sebuah array dari transduser yang ditempatkan di
arteri. Meskipun teknik ini telah dikembangkan untuk memantau
denyut per denyut pada tekanan darah pergelangan tangan, hal itu
memerlukan kalibrasi pada setiap pasien dan tidak cocok untuk
penggunaan klinis secara rutin.10
C. Berdasarkan Lokasi Pengukuran
Lokasi standar untuk pengukuran tekanan darah adalah lengan
atas, dengan stetoskop di lipatan siku di atas arteri brakialis, meskipun
ada beberapa lokasi lain untuk menempatkannya. Pengamatan yang
mengukur tekanan pada pergelangan tangan dan jari telah menjadi
populer, tetapi penting untuk disadari bahwa tekanan sistolik dan
diastolik berbeda secara substansial di berbagai bagian dari cabang
arteri. Secara umum, kenaikan tekanan sistolik di arteri distal lebih
tinggi, sedangkan tekanan diastolik lebih rendah. Berarti tekanan arteri

24
mengalami penurunan 1 sampai 2 mmHg antara aorta dan arteri
perifer.10
1) Monitor Pergelangan Tangan
Monitor pergelangan tangan memiliki keuntungan dengan
menjadi lebih kecil dari perangkat lengan dan dapat digunakan
pada orang gemuk, karena diameter pergelangan tangan hanya
sedikit terpengaruh oleh kenaikan berat badan pada penderita
obesitas. Masalah potensial pada monitor pergelangan tangan
adalah kesalahan sistematis diakibatkan oleh efek hidrostatik pada
perbedaan posisi pergelangan tangan yang relatif terhadap
jantung. Hal ini dapat dihindari jika pergelangan tangan selalu di
tingkat yang setara posisi jantung ketika pembacaan diambil, tetapi
tidak ada cara untuk mengetahui secara retrospektif apakah hal ini
terjadi pada serangkaian pembacaan terakhir. Perangkat yang
tersedia sekarang hanya akan merekam pengukuran ketika monitor
diletakkan di tingkat setara posisi jantung. Monitor pergelangan
tangan memiliki potensi namun perlu dievaluasi lebih lanjut.10
2) Finger Monitor / Monitor Jari
Monitor jari sejauh ini telah ditemukan tidak akurat dan tidak
direkomendasikan.10

D. Faktor Pengaruh Perubahan Tekanan Darah


1) Pengaruh Posisi Tubuh
Pengukuran tekanan darah paling sering dibuat baik dalam
duduk atau posisi terlentang, namun 2 posisi tersebut memberikan
pengukuran yang berbeda. Sudah diterima secara luas bahwa
tekanan diastolik diukur saat duduk lebih tinggi dari ketika diukur
terlentang (dengan perbedaan ≥ 5 mmHg), meskipun ada yang
kurang bersepakat tentang perbedaan pada tekanan sistolik. Ketika
posisi lengan secara cermat disesuaikan sehingga manset berada
pada selevel atrium kanan di kedua posisi, tekanan sistolik telah

25
dilaporkan menjadi 8 mmHg lebih tinggi pada terlentang daripada
posisi tegak.10
Pertimbangan lainnya termasuk posisi punggung dan kaki. Jika
punggung tidak didukung (seperti ketika pasien duduk di kursi
pemeriksaan), tekanan diastolik dapat meningkat hingga 6
mmHg. Menyilangkan kaki dapat meningkatkan tekanan sistolik
sekitar 2 sampai 8 mmHg.10
Dalam posisi terlentang, atrium kanan berada pada sekitar
setengah antara tempat tidur dan sternum , dengan demikian, jika
lengan sedang beristirahat di tempat tidur, maka posisinya akan
berada di bawah permukaan jantung. Untuk alasan ini, ketika
pengukuran dilakukan dalam posisi terlentang lengan harus
didukung dengan bantal. Dalam posisi duduk, tingkat atrium kanan
adalah titik tengah sternum atau ruang intercostal IV. Posisi tubuh
mempengaruhi denyut nadi dan tekanan darah karena terkait dengan
perbedaan gravitasi dan jumlah otot yang berkontraksi.10
2) Pengaruh Posisi Lengan
Posisi lengan dapat memiliki pengaruh besar ketika tekanan
darah diukur, jika lengan atas berada di bawah tingkat atrium kanan
(ketika lengan menggantung ke bawah sementara dalam posisi
duduk), pembacaan akan terlalu tinggi. Demikian pula, jika lengan
berada di atas tingkat jantung, pembacaan akan terlalu
rendah. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh efek dari tekanan
hidrostatik dan mungkin perbedaannya 10 mmHg atau lebih, atau
2 mmHg untuk setiap inci di atas atau di bawah tingkat jantung.10
Faktor fisiologis lain yang dapat mempengaruhi tekanan darah
selama proses pengukuran termasuk ketegangan otot. Jika lengan
diangkat sendiri oleh pasien (bukan diangkat oleh pengamat),
latihan isometrik akan meningkatkan tekanan.10
3) Penempatan Manset dan Stetoskop

26
Penempatan manset harus didahului dengan pemilihan ukuran
manset yang tepat untuk lingkar lengan subjek. Pengamat harus
terlebih dahulu melakukan palpasi arteri brakialis di fossa
antecubital dan menempatkan garis tengah bagian tengah manset
(biasanya ditandai pada manset oleh produsen) sehingga berada di
atas pulsasi arteri di atas lengan pasien.10
Lengan tidak boleh dilipat sedemikian rupa sehingga memiliki
efek tourniquet di atas manset tekanan darah. Ujung bawah manset
harus 2 sampai 3 cm di atas fossa antecubital untuk memungkinkan
ruang untuk penempatan stetoskop.Namun, jika manset yang
melingkupi ruang tersebut memiliki panjang bladder yang tidak
cukup mengelilingi lengan (setidaknya 80%), manset yang lebih
besar harus digunakan, dengan pertimbangan bahwa jika manset
menyentuh stetoskop, kebisingan artifaktual akan terjadi.10
Manset kemudian ditarik pas di sekitar lengan atas yang tidak
tertutup. Baik pengamat maupun pasien tidak boleh berbicara
selama pengukuran. Tahap 1 (sistolik) dan Tahap 5 (diastolik) suara
Korotkoff adalah yang terbaik digunakan untuk mendengar bel /
bunyi denyut dari stetoskop di atas arteri brakialis yang teraba di
fossa antecubital, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa ada sedikit perbedaan bila menggunakan bel atau
diafragma.10

E. Prosedur Pengukuran Tekanan Darah


1) Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden
sebaiknya menghindar kegiatan aktivitas fisik seperti olah raga,
merokok, dan makan, minimal 30 menit sebelum pengukuran. Dan
juga duduk beristirahat setidaknya 5- 15 menit sebelum
pengukuran.

27
2) Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran
sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang dan dalam kondisi
tenang dan posisi duduk.
3) Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang
tetapi kedua telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan
kanan responden di atas meja sehinga mancet yang sudah terpasang
sejajar dengan jantung responden.
4) Singsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden dan
memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak gerak, dan tidak
berbicara pada saat pengukuran. Apabila responden menggunakan
baju berlengan panjang, singsingkan lengan baju ke atas tetapi
pastikan lipatan baju tidak terlalu ketat sehingga tidak menghambat
aliran darah di lengan.
5) Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan
terbuka ke atas. Pastikan tidak ada lekukan pada pipa mancet.
6) Jika pengukuran selesai, manset akan mengempis kembali dan hasil
pengukuran akan muncul. Alat akan menyimpan hasil pengukuran
secara otomatis.
7) Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua pengukuran
sebaiknya antara 2 menit dengan melepaskan mancet pada lengan.
8) Apabila hasil pengukuran satu dan kedua terdapat selisih > 10
mmHg, ulangi pengukuran ketiga setelah istirahat selama 10 menit
dengan melepaskan mancet pada lengan.
9) Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan
dengan posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar
catatan.10

Hal-hal yang perlu diperhatikan :


Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan pengukuran
tekanan darah, yaitu bahwa hasil pengukuran tekanan darah bisa “tidak

28
benar” akibat minum kopi atau minuman beralkohol akan
meningkatkan tekanan darah dari nilai sebenarnya. Demikian juga
merokok, rasa cemas (tegang), terkejut, dan stress. Ingin kencing,
karena kandung kemih penuh, juga dapat meningkatkan tekanan darah.
Oleh karena itu, sebelum melakukan pengukuran tekanan darah,
sebaiknya:10
a) Buang air kecil terlebih dahulu (kosongkan kandung kemih).
b) Tidak minum kopi atau minuman beralkohol, dan tidak merokok.
c) Sebaiknya tenangkan pikiran dan perasaan, misalnya dengan duduk
santai selama lebih kurang lima menit. Duduklah dengan
menapakkan kaki di lantai atau di injakan kaki dan sandarkan
punggung. Injakan kaki dan sandaran punggung akan membantu
untuk rileks dan memberikan hasil pengukuran tekanan darah yang
lebih akurat.
Agar pengukuran tekanan darah yang dilakukan hasilnya valid, maka
harus diperhatikan validitas alat pengukuran tekanan darah, terutama
alat pengukur tekanan darah di Rumah (ATDR).10

2. 9. Diagnosis
Pengukuran Tekanan Darah
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat
menggunakan sphygmomanometer Osilometri. Sebaiknya dilakukan lebih
dari satu kali pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk
di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi
lengan sebaiknya setinggi jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan
tenang. Pasien diharapkan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang
dapat mempengaruhi tekanan darah misalnya kopi, soda, makanan tinggi
kolesterol, alkohol dan sebagainya.4
Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama
5 menit. Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi,
tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali

29
pengukuran. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi,
maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali
pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil
pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetapi
juga digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah
diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama,
terutama pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.5
Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa
ditemukan pada elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada.Pada
stadium awal, perubahan tersebut bisa ditemukan melalui pemeriksaan
ekokardiografi (pemeriksaan dengan gelombang ultrasonik untuk
menggambarkan keadaan jantung). Bunyi jantung yang abnormal (disebut
bunyi jantung keempat), bisa didengar melalui stetoskop dan merupakan
perubahan jantung paling awal yang terjadi akibat tekanan darah tinggi.11
Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi keluhan yang sering
dialami, lama hipertensi, ukuran tekanan darah selama ini, riwayat
pengobatan dan kepatutan berobat, gaya hidup, riwayat penyakit penyerta
dan riwayat keluarga. Pemeriksaan fisik terdiri atas pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus organ serta funduskopi.
Pemeriksaan penunjang meliputi laboratorium rutin, kimia darah (ureum,
kreatinin, gula darah, kolesterol, elektrolit) dan elektrokardiografi, serta
radiologi dada. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan ekokardiografi dan
ultrasonografi.3

2. 10. Penatalaksanaan
Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan hipertensi:7

30
1) Pada populasi umum berusia ≥60 tahun, terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥150
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90mmHg dengan target sistolik
˂150 mmHg dan target diastolik ˂90 mmHg. (Strong Recommendation -
Grade A). Pada populasi umum berusia ≥60 tahun, jika terapi
farmakologis hipertensi menghasilkan tekanan darah sistolik lebih rendah
(misalnya ˂140 mmHg) dan ditoleransi baik tanpa efek samping
kesehatan dan kualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan. (Expert
Opinion - Grade E).
2) Pada populasi umum ˂60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan
target tekanan darah diastolik ˂90 mmHg,(untuk usia 30-59 tahun Strong
Recommendation - Grade A; untuk usia 18-29 tahun Expert Opinion -
Grade E).
3) Pada populasi umum ˂60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan
target tekanan darah sistolik ˂140 mmHg (Expert Opinion - Grade E).
4) Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan
darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg
dengan target tekanan darah sistolik ˂140 mmHg dan target tekanan
darah diastolik ˂90 mmHg (Expert Opinion - Grade E).
5) Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis
untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target
tekanan darah sistolik ˂140 mmHg dan target tekanan darah diastolik
˂90 mmHg (Expert Opinion - Grade E).
6) Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes,
terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide,
calcium channel blocker (CCB), angiotensin-converting enzyme
inhibitor (ACEI), atau angiotensin receptor blocker (ARB). (Moderate
Recommendation - Grade B).

31
7) Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes,
terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide atau
CCB. (Untuk populasi kulit hitam: Moderate Recommendation - Grade
B; untuk kulit hitam dengan diabetes: Weak Recommendation - Grade C).
8) Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal (atau tambahan, sebaiknya mencakup ACEI atau ARB
untuk meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien
penyakit ginjal kronik dengan hipertensi terlepas dari ras atau status
diabetes. (Moderate Recommendation - Grade B).
9) Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan
target tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1
bulan perawatan, tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua
dari salah satu kelas yang direkomendasikan dalam rekomendasi 6
(thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, atau ARB. Dokter harus terus
menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen perawatan sampai
target tekanan darah dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai
dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang
tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu pasien.
Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai menggunakan obat di dalam
rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau perlu menggunakan lebih dari
3 obat, obat antihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan ke
spesialis hipertensi mungkin diindikasikan jika target tekanan darah tidak
dapat tercapai dengan strategi di atas atau untuk penanganan pasien
komplikasi yang membutuhkan konsultasi klinis tambahan. (Expert
Opinion - Grade E).7

Modifikasi Gaya Hidup


Dalam guideline JNC 8 modifkasi gaya hidup tidak dibahas secara detail,
mungkin tetap mengacu pada modifikasi gaya hidup dalam JNC 7 dan
beberapa panduan lain:7

32

Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20
mmHg/penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pinggang ˂94 cm untuk
pria dan ˂80 cm untuk wanita, indeks massa tubuh ˂25 kg/m 2.
Rekomendasi penurunan berat badan meliputi nasihat mengurangi asupan
kalori dan juga meningkatkan aktivitas fsik.

Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak
makan buah, sayur-sayuran, dan produk susu rendah lemak dengan
kandungan lemak penuh dan total lebih sedikit, kaya potassium dan
calcium.

Restriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8
mmHg. Konsumsi sodium chloride ≤6 g/hari. (100 mmol sodium/hari).
Rekomendasikan makanan rendah garam sebagai bagian pola makan
sehat.

Aktivitas fsik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg.
Lakukan aktivitas fisik intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap
hari pada 1 minggu (total harian dapat diakumulasikan, misalnya 3 sesi
@10 menit).

Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik
2-4 mmHg. Maksimum 2 minuman standar/hari: 1 oz atau 30 mL
ethanol; misalnya bir 24 oz, wine 10 oz, atau 3 oz, 0-proof whiskey untuk
pria, dan 1 minuman standar/hari untuk wanita.

Berhenti merokok untuk mengurangi risiko kardiovaskuler secara
keseluruhan.7

Bagan Pengobatan Pada Hipertensi 7

33
34
2.11. Komplikasi
Kondisi hipertensi yang berkepanjangan sangat berpotensi
menyebabkan gangguan pembuluh darah di seluruh organ tubuh. Secara
umum kondisi darah tinggi tidak bisa diprediksi secara dini akan menyerang
organ bagian mana, tergantung organ mana yang terlebih dahulu merespon
tekanan yang abnormal. Angka kematian yang tinggi pada penderita darah
tinggi terutama disebabkan oleh gangguan jantung.8
a. Organ Jantung
Kompensasi jantung terhadap kerja yang keras akibat hipertensi
berupa penebalan pada otot jantung kiri. Kondisi ini akan memperkecil
rongga jantung untuk memompa, sehingga jantung akan semakin
membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya
gangguan pembuluh darah jantung sendiri (koroner) akan menimbulkan
kekurangan oksigen dari otot jantung dan berakibat rasa nyeri. Apabila
kondisi dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kegagalan jantung
untuk memompa dan menimbulkan kematian.
b. Pembuluh Darah
Hipertensi dapat merusak sel-sel yang melapisi dinding arteri,
sehingga tidak lagi halus. Biasanya lemak akan menumpuk pada
dinding arteri yang rusak ini, sehingga menimbulkan plak atau
aterosklerosis. Selain itu, pada arteri yang mulai melemah karena
hipertensi yang terus-menerus bisa menyebabkan benjolan ke arah luar

35
yang disebut aneurisme dan ini berpotensi pecah sewaktu-waktu
sehingga bisa menimbulkan perdarahan di dalam.
c. Sistem Saraf
Gangguan dari sistem saraf terjadi pada sistem retina (mata bagian
dalam) dan sistem saraf pusat (otak). Didalam retina terdapat
pembuluh-pembuluh darah tipis yang akan menjadi lebar saat terjadi
hipertensi, dan memungkinkan terjadinya pecah pembuluh darah yang
akan menyebabkan gangguan pada organ pengelihatan. Hipertensi juga
bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak (stroke), yaitu
kematian jaringan otak karena berkurangnya aliran darah dan oksigen
ke otak.
d. Sistem Ginjal
Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari
pembuluh darah pada organ ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai
pembuang zat-zat racun bagi tubuh tidak berfungsi dengan baik. Akibat
dari gagalnya sistem ginjal akan terjadi penumpukan zat yang
berbahaya bagi tubuh yang dapat merusak organ tubuh lain terutama
otak.

BAB III

KASUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama : Ny. Y
Umur : 46 thn
Pekerjaan : Pegawai
Alamat : Jl. Angkasa
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 19/07/2017
Ruangan :Pav. Seroja RSUD Undata Palu

B. ANAMNESIS

36
Keluhan Utama :
Pusing
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan pusing yang dirasakan sejak beberapa jam
sebelum masuk RS, keluhan pusing seperti berputar. Sakit kepala juga
dirasakan pasien di bagian depan menjalar ke belakang sampai leher terasa
tegang, demam (-). Keluhan disertai mual (+), muntah (+), sebanyak 6 kali,
isi makanan (+), darah (-), nyeri menelan (-), nyeri perut (+) bagian bawah.
Keluhan batuk (-), sesak (-), flu (-). Pasien juga mengeluh sulit tidur, biasanya
tidur hanya 3-4 jam dan sering terbangun tengah malam. Pasien mengatakan
bahwa beberapa hari terakhir sering mengonsumsi makanan daging yang
berlemak karena menghadiri pesta yang berlangsung selama 4 hari. Keluhan
BAB (+) biasa dan BAK (+) lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien baru mengeluh sakit seperti ini.
- Riwayat Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :
Hipetensi (+)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
SP: CM/SS/GL BB: 64 Kg TB: 159 cm IMT: 25,2
Vital Sign
TD: 170/100 mmHg R: 20x/menit
N : 80x/menit S: 36,7°C
Kepala
Wajah : Simetris, tampak lemas
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normochepal
Mata
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterus -/-
Pupil : Bulat, isokor +/+, diameter 2,5 mm/2,5 mm
Mulut : Sianosis (-), bibir tampak kering(-), lidah kotor (-)
Leher
KGB : pembesaran (-)
Tiroid : pembesaran (-)
JVP : peningkatan (-)
Massa Lain : Tidak ada

37
Dada
Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-)
Palpasi : Massa (-), Vocal fremitus simetris bilateral
Perkusi : Sonor (+/+) lapang paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesiculer +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas Kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas Kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Perut
Inspeksi : Tampak datar
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (+) regio suprapubik, hepatomegali (-)
Anggota Gerak
Atas : Akral Hangat +/+, edema -/-
Bawah : Akral Hangat +/+, edema -/-

D. RESUME :
Pasien datang dengan keluhan pusing yang dirasakan sejak beberapa
jam sebelum masuk RS, keluhan pusing seperti berputar, sakit kepala (+) di
bagian depan menjalar belakang disertai leher tegang. Keluhan disertai
nausea (+), vomiting (+), sebanyak 6 kali, isi makanan (+), darah (-), nyeri
perut (+). Pasien mengeluh insomnia (+). Keluhan BAB (+) biasa dan BAK
(+) lancar.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen regio
suprapubik. Pemeriksaan yang lainnya dalam batas normal.

38
TD: 170/100 mmHg
N : 80 x/m
R : 20 x/m
S : 36,7°C

E. DIAGNOSIS KERJA : - Hipertensi Primer

F. DIAGNOSIS BANDING : - Vertigo


- Susp. Infeksi Saluran Kemih

G. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG:


- Darah Rutin
- GDS
- Ureum Kreatinin
- Elektrokardiografi (EKG)
- USG abdomen
- Urinalisis

H. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Lab:
- WBC : 7,9 x 103 /uL
- RBC : 3,98 x 106 /uL
- HGB : 12,2 g/dl
- PLT : 300 x 103 /uL
- GDS : 165 mg/dl
- Ureum : 19,7 mg/dl
- Kreatinin : 1,57 mg/dl (LFG : 45,23 ml/menit/m2)
USG Abdomen : Kristal-kristal pada renal dextra et sinistra, Kesan : Susp.
Nefrolith dextra et sinistra

I. DIAGNOSIS AKHIR : Hipertensi Primer


Nefrolith Bilateral
CKD Grade III

J. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
- Tirah Baring (Bed Rest)
- Diet nutrisi yang sesuai
- Banyak minum air putih yang bersih
Medikamentosa :
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidin 1 amp/12jam/iv
- Ondansentron 1 amp/8jam/iv
- Amlodipin 5 mg 1-0-0
- Lisinopril 2,5 mg 1-0-0

39
- Furosemide 1 amp/12jam/iv
- Vastigo 3x1
- Batugin elixir 3 x I C

K. PROGNOSIS : Dubia ad bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran

40
dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi
didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90
mmHg.3
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi berjalan cukup kompleks,
karena berhubungan dengan berbagai faktor, seperti hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, selular, dan molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor tersebut saling
berintegrasi dan akhirnya menyebabkan perkembangan dan komplikasi dari
hipertensi, sementara di sisi lain tingginya tekanan darah memodulasi faktor-
faktor tersebut. Meningkatnya tekanan darah menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi jantung melalui dua cara, yaitu secara langsung oleh peningkatan
afterload atau beban akhir jantung, dan secara tidak langsung oleh perubahan
neurohormonal dan vaskuler terkait.8
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala hipertensi antara lain sakit
kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada
berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing. Gejala-gejala penyakit
yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung
berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari.9
Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun
adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah yang
disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Hal ini sudah sesuai dengan keluhan pasien yang datang dengan keluhan
pusing yang dirasakan sejak beberapa jam sebelum masuk RS, keluhan pusing
seperti berputar, sakit kepala (+) di bagian depan menjalar belakang disertai leher
tegang. Keluhan disertai nausea (+), vomiting (+), sebanyak 6 kali, isi makanan
(+), darah (-), nyeri perut (+).

41
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan
sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali
pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan
posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi
jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak
mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi tekanan darah
misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol dan sebagainya.4
Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit.
Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi
diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika
pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah
diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk
meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan
adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan untuk menggolongkan
beratnya hipertensi.
Pada pasien didapatkan pemeriksaan tekanan darah menggunakan
spygmomanometer aneroid yaitu 170/100 mmHg. Pengukuran dilakukan ketika
pasien dalam kondisi baring dan dalam keadaan tenang. Pengukuran sudah
dilakukan selama 3x dan didapatkan nilai yang sama yaitu 170/100 mmHg.
Pada pasien diberikan pengobatan untuk anti hipertensi berupa pemberian
amlodipin (golongan CCB) dan lisinopril (golongan ACE-I). Selain itu juga
diberikan terapi yang lain untuk mengurangi keluhan penyerta pada pasien berupa
pemberian ranitidin untuk menghilangkan nyeri pada perutnya dan pemberian
ondansentron yang berfungsi sebagai anti emesis. Selain pengobatan medika
mentosa juga diberikan pengobatan non medika mentosa berupa tirah baring dan
juga konsumsi air minum putih yang sesuai kebutuhan sehari-hari. Hal ini sesuai
dengan rekomendasi dari penatalaksanaan terapi pada JNC-8.
Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari pembuluh
darah pada organ ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai pembuang zat-zat racun
bagi tubuh tidak berfungsi dengan baik. Akibat dari gagalnya sistem ginjal akan

42
terjadi penumpukan zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat merusak organ
tubuh lain terutama otak.11
Pada pasien ini juga didiagnosis dengan CKD grade III karena dari
pemeriksaan LFG didapatkan nilai 45,23 ml/menit/m2 sehingga kemungkinan
sudah terjadi komplikasi pada pasien.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan kasus pada refarat ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

43
1. Pasien a.n Ny Y masuk Rumah Sakit dengan keluhan utama pusing berputar
dengan diagnosis Hipertensi primer.
2. Pasien datang dengan keluhan pusing yang dirasakan sejak beberapa jam
sebelum masuk RS, keluhan pusing seperti berputar, sakit kepala (+) di
bagian depan menjalar belakang disertai leher tegang. Keluhan disertai
nausea (+), vomiting (+), sebanyak 6 kali, isi makanan (+), darah (-), nyeri
perut (+). Pasien mengeluh insomnia (+). Keluhan BAB (+) biasa dan BAK
(+) lancar. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen regio
suprapubik. Pemeriksaan yang lainnya dalam batas normal.
TD: 170/100 mmHg
N : 80 x/m
R : 20 x/m
S : 36,7°C
3. Terapi yang diberikan pada kasus ini, berupa terapi medikamentosa dan non
medikamentosa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saputra, Lyndon, MD. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Tangerang.


Binarupa Aksara. 2009.

2. Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.

44
3. Alwi, I, Salim, S, Hidayat, R, Kurniawan, Tahapary, D L. Penatalaksanaan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Interna Publishing:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2016.

4. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6. Jakarta. Interna
Publishing. 2014.

5. Baim, Donald S. Hypertensive Vascular Disease in: Harrison’s Principles of


Internal Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. p. 241.
2014.

6. Jafar, Nurhaedar. Jurnal Hipertensi. Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanudin Makassar. 2010.

7. Muhadi. JNC 8: Evidence Based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi


Dewasa. Analisis Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
CDK-236 vol.43.no.1. 2016.

8. Lumbantobing, S.M., Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. 2008.

9. Kenning I, Kerandi H, Luehr D, Margolis K, O’Connor P, Pereira C, Schlichte A,


Woolley T. Health Care Guidline : Hypertension dan Treatment. Institute For
Clinical Systems Improvement. Fifteenth Edition. November 2014.
www.icsi.org.

10. The National Heart Foundation of Australia. Guidline for Diagnosis and
Management of Hypertension in Adults. National Heart Foundation.
Mealburne, Australia. 2016.

11. Kementerian Kesehatan RI. Hipertensi. Jakarta. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. 2014.

12. Silbernagl, S & Lang, F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta. EGC.
2006.

45

Anda mungkin juga menyukai