Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Operasi bisa berjalan dengan baik bila didukung oleh persiapan yang

baik termasuk persiapan fisik, mental dan ganggguan konsep diri pasien

yang akan dioperasi (Girsang, 2011). Berdasarkan kejadian SSI (Surgical

Site Infection) sangat berkaitan dengan pasien, tipe prosedur operasi, dan

lingkungan ruang operasi: lama inap sebelum operasi, mandi aseptik

sebelum operasi, pencukuran pra operasi, dari tim medis yang berasal dari

pakaian atau sarung tangan operasi (International Federation of Infection

Control, 2011). Rumah sakit menjalankan kebijakan untuk mencukur dan

membersihkan daerah operasi pada malam hari sebelum operasi, Lalu

daerah dibungkus kassa steril. Namun, saat ini pencukuran dilakukan

langsung di kamar operasi untuk menghindari terjadinya infeksi kulit

akibat pisau cukur (Amanda L, 2015).


Asuhan keperawatan preoperatif salah satu bagian yang penting adalah

pencukuran daerah operasi. Persiapan preoperatif dilakukan untuk

mempersiapkan daerah kulit pasien agar terhindar dari kontaminasi

sebelum dilakukan insisi bedah dan pencukuran daerah operasi dilakukan

agar terciptanya lapangan operasi yang bersih serta mencengah terjadinya

infeksi daerah operasi (Rasjidi, 2009). Pencukuran rambut pada daerah

insisi adalah tradisi operasi lainnya yang ditinjau ulang (Sabiston’s, 1995).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), Infeksi

Daerah Operasi (IDO) terjadi 2-5% dari 27 juta pasien yang dioperasi
2

setiap tahun dan merupakan 25% dari keseluruhan infeksi nosokomial

(Nirbita, Rosa, & Listiowati, 2017). Di Indonesia prevalensi SSI yaitu

sekitar 2,3-18,3% (Putra Hrp & Asrizal, 2002). Persentase kejadian IDO di

beberapa rumah sakit pusat pendidikan di Indonesia tanpa membedakan

jenis operasi adalah sebagai berikut: RSUP dr. Pringadi Medan tahun 2006

(12%), RSUP dr. Sardjito tahun 2007 (5,9%), dan RSUP Adam Malik

(5,6%) (Kemenkes, 2013). IDO dapat menyebabkan morbiditas,

mortalitas, peningkatan lama rawat serta biaya, dan tuntutan pasien

(Christopher sudhakar, 2012).


Selain itu sejak 1 Januari – 28 Februari 2007, Departemen Ilmu Bedah

RSCM juga melaporkan bahwa sekitar 10% dari total pasien pasca bedah

abdomen dewasa menderita ILO. Prevalens ILO pasca-bedah abdomen

pada anak di RSCM selama tiga tahun 7,2%. Infeksi luka operasi

merupakan 23,6% dari total infeksi nosokomial pasca-bedah abdomen di

RSCM (Haryanti, Pudjiadi, Ifran, & Thayeb, 2013). namun secara khusus

berdasarkan laporan yang ada diketahui bahwa kejadian SSI merupakan

infeksi yang paling banyak terjadi yaitu sebesar 55% dari seluruh kejadian

HAIs lainnya di Rumah Sakit X Surabaya pada tahun 2015 (Putri, Artanti,

& Mudjianto, 2017).


Penelitian yang dilakukan oleh Satyanarayana et.al pada sebuah rumah

sakit di India menunjukkan prevalensi ILO pada operasi bersih sebesar

3.9%, operasi bersih terkontaminasi sebesar 12,5%, operasi terkontaminasi

sebesar 16%, dan operasi kotor sebesar 56.7%.11 Selain itu di Indonesia,

Haryanti dkk meneliti mengenai ILO pasca bedah abdomen pada anak di
3

RSCM dan mendapatkan prevalensi ILO pasca operasi bersih sebesar

3,8%, operasi bersih terkontaminasi sebesar 7%, operasi terkontaminasi

sebesar 13,6%, dan operasi kotor sebesar 16,7% (Satyanarayana &

Prashanth, 2011). Berdasarkan Laporan bulanan di ruang Instalasi Bedah

Sentral (IBS) Rumah Sakit X Surabaya, diketahui bahwa terdapat

beberapa tindakan pembedahan yang menimbulkan kejadian SSI. Sectio

caesarea menjadi tindakan pembedahan yang paling banyak menimbulkan

SSI yaitu sebesar 59,42% (Putri et al., 2017) . Besaran angka kejadian IDO

perlu dilakukan pemantauan, apabila terus mengalami peningkatan, hal ini

akan menjadi beban rumah sakit dan pasien.


Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO, 2013)

menetapkan standar rata-rata sectio caesarea di sebuah Negara adalah

sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia. Rumah Sakit pemerintah kira-

kira 11 % sementara Rumah Sakit swasta bisa lebih dari 30 %. Menurut

WHO peningkatan persalinan dengan sectio caesarea di seluruh Negara

selama tahun 2007- 2008 yaitu 110.000 per kelahiran di seluruh Asia

(Leveno, Cunnigham, & Gant, 2009). Di Indonesia angka kejadian sectio

caesarea mengalami peningkatan pada tahun 2000 jumlah ibu bersalin

dengan sectio caesarea 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19%, tahun 2002

sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,2%,

tahun 2005 sebesar 51,59%, dan tahun 2006 sebesar 53,68% dan tahun

2007 belum terdapat data yang signifikan. Survai Nasional pada tahun

2009, 921.000 persalinan dengan sectio dari 4.039.000 persalinan atau

sekitar 22,8% dari seluruh persalinan (Ahsan, Lestari, & Sriati, 2017).
4

Jumlah angka tindakan operasi caesar di Indonesia sudah melewati batas

maksimal standar WHO yaitu 5-15 %. Tingkat persalinan sectio caesarea

di Indonesia 15,3 % sampel dari 20.591 ibu yang melahirkan dalam kurun

waktu 5 tahun terakhir yang diwawancarai di 33 propinsi (Suryati, 2012)


Ada banyak faktor yang meningkatkan resiko IDO, antara lain (Nirbita

et al., 2017): Persiapan pasien sebelum operasi salah satunya pencukuran

bulu/ rambut di regio pembedahan, cara pencukuran bulu pada regio

pembedahan, dan penggunaan pencukur bulu serta antiseptic adalah

beberapa hal yang harus dilakukan sebelum pembedahan dimulai (Forum,

2017). Faktor risiko terjadinya IDO antara lain kondisi pasien, prosedur

operasi, jenis operasi, dan perawatan pasca infeksi (Departemen Kesehatan

RI, 2008). Bedah cesar (juga disebut seksio-C atau melahirkan caesar)

adalah prosedur pembedahan yang digunakan untuk melahirkan bayi

melalui sayatan yang dibuat pada perut dan rahim (Simkin, Janet whallet,

& Keppler, 2011). menjelaskan bahwa tindakan SC merupakan tindakan

yang cepat dan mudah, akan tetapi tindakan SC juga memiliki beberapa

bahaya komplikasi, seperti infeksi luka, tromboflebitis, perdarahan dan

nyeri pasca pembedahan.


Health-care Associated Infection (HAIs) merupakan infeksi yang

didapat pasien selama menjalani prosedur perawatan dan tindakan medis

di pelayanan kesehatan setelah ≥ 48 jam dan setelah ≤ 30 hari setelah

keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan (Putri et al., 2017). Salah satu

infeksi yang termasuk dalam kelompok HAIs adalah Infeksi Daerah


5

Operasi (IDO) (Christopher sudhakar, 2012). IDO juga sering disebut

Surgical Site Infection (SSI) (Agustina & Syahrul, 2017).


Di Indonesia infeksi luka operasi (ILO) merupakan salah satu infeksi

nosokomial yang paling sering terjadi dan sulit untuk diketahui penyebab

pastinya (Anton, 2006). Untuk pencegahan ILO pada pasien dilakukan

dengan perawatan praoperasi, pencukuran rambut bila mengganggu

operasi, cuci dan bersihkan daerah sekitar tempat insisi dengan antiseptik

pada kulit secara sirkuler ke arah perifer yang harus cukup luas (Hidayat

N, 2009). kejadian SSI dapat dipengaruhi oleh prosedur tindakan

pembedahan dan beberapa faktor risiko lain yang berasal dari pasien.

Diperlukan adanya tindakan pencegahan mulai dari fase sebelum operasi

hingga sesudah operasi (Putri et al., 2017).


Faktor risiko terjadinya IDO antara lain kondisi pasien, prosedur

operasi, jenis operasi, dan perawatan pasca infeksi (Kemenkes, 2013).

Klasifikasi jenis operasi dibagi menjadi 4 yaitu operasi bersih, operasi

bersih terkontaminasi, operasi kotor dan operasi kotor terkontamina

(Agustina & Syahrul, 2017). Operasi bersih yaitu luka operasi yang tidak

terinfeksi dan tidak ada inflamasi yang ditemukan serta luka tidak

menembus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan traktus urogenitalis.

Luka ditutup dan dikeringkan dengan drainage tertutup. Operasi bersih

terkontaminasi adalah luka operasi yang menembus respiratorius, traktus

gastrointestinalis dan traktus urogenitalis namun masih dalam kondisi

yang terkendali dan tanpa kontaminasi yang bermakna. Operasi kotor yaitu

luka akibat kecelakaan dan luka terbuka. Kondisi pada operasi ini dengan
6

daerah kerusakan yang luas menggunakan teknik steril atau tumpahnya

cairan yang terlihat jelas dari traktus gastrointestinalis dan insisional yang

akut. Operasi kotor terkontaminasi yaitu terdapat luka trauma yang sudah

lama dengan mempertahankan jaringan yang dilemahkan dan terdapat

infeksi klinikal atau perforasi visceral (Darmadi, 2008).


Hasil penelitian dalam karya tulis ilmiahnya tentang pengaruh

prosedur operasi terhadap kejadian infeksi pada pasien operasi bersih

terkontaminasi salah satu koponen terjadinya IDO adalah faktor yang

melakukan pencukuran yang dimana hasil dari penelitian tersebut

mengatakan bahwa cukur preoperasi merupakan faktor risiko IDO pada

pasien RSU Haji Surabaya pada Januari 2016 - Maret 2017. Berdasarkan

hasil analisis statistik pada variabel cukur preoperasi menunjukkan bahwa

cukur preoperasi berisiko terhadap terjadinya IDO (Agustina & Syahrul,

2017) .
Berdasarkan hasil survey studi pendahuluan yang dilakukan pada

tanggal 25 februari 2018 di RSU. dr. H. Koesnadi Bondowoso didapatkan

pasien post operasi ceasere pada tahun 2017 dengan infeksi daerah operasi

(IDO) berjumlah 41 (10%) dari jumlah keseluruhan pasien operasi

ceaserea 427 orang. Hasil wawancara yang dilakukan pada Kepala

ruangan di ruang mawar didapatkan bahwa setiap pasien yang akan

menjalani operasi seksio ceasarea akan dilakukan pencukuran bulu pubis

sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh pihak rumah sakit untuk

mengurangi angka kejadian infeksi.


Berdasarkan uraian dan permasalahan diatas peneliti merasa perlu

melakukan penelitian untuk mengetahui dari “pengaruh prosedur pre


7

operasi (scheren) terhadap kejadian infeksi daerah operasi (IDO) pada

pasien sesksio sesarea diruang mawar RSU. dr. H. Koesnadi Bondowoso”.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh prosedur pre operasi (scheren) terhadap kejadian

infeksi daerah operasi (IDO) pada pasien seksio cesarea di RSU. dr. H.

Koesnadi Bondowoso?

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengidentifikasi pengaruh prosedur pre operasi (scheren) terhadap

kejadian infeksi daerah operasi (IDO) pada pasien seksio cesarea RSU.

dr. H. Koesnadi Bondowoso.


2. Tujuan khusus
1) Mengidentifikasi kejadian infeksi daerah operasi

(IDO) di rumah sakit umum Dr. H. Koesnadi bondowoso..


2) Mengidentifikasi prosedur pre operasi (shceren) di

rumah sakit umum Dr. H. Koesnadi bondowoso.


3) Menganalisa pengaruh prosedur pre operasi

(scheren) terhadap kejadian infeksi daerah operasi (IDO) di

rumah sakit umum Dr. H. Koesnadi bondowoso.


8

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan

sehingga rumah sakit dapat meminimalkan kejadian resiko infeksi

(IDO).
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini bisa dijadikan bahan acuan oleh peneliti sebagai

pegangan dan pembelajaran untuk meningkatkan mutu dalam bidang

kesehatan.
9

Anda mungkin juga menyukai