Pembimbing :
Diajukan Oleh :
J510165023
Oleh :
Pembimbing :
A. IDENTITAS
Nama : Tn. DW
Umur : 73 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Tegal gede, Karanganyar
Agama : Islam
No RM : 002514xx
MRS : 19 September 2017
Tanggal Pemeriksaan : 23 September 2017
B. ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh perut terasa tidak nyaman dan nyeri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Karanganyar mengeluhkan rasa tidak
nyaman dan nyeri pada perut, terutama pada perut bagian kanan atas.
Keluhan telah di rasakan sejak ± 3 minggu SMRS. Nyeri dirasakan
hilang timbul. Selain itu pasien juga merasa perutnya terasa
sebah/kembung. Keluhan disertai perasaa mual namun tidak bisa
muntah. Apabila pasien makan, keluhan mual dan kembung akan
semakin meningkat. Kadang keluhan dirasakan hingga mengganggu
aktivitas pasien. Keluhan juga disertai dengan mudah lelah dan nafsu
makan pasien menurun.
2 minggu SMRS pasien berobat ke dokter, keluhan pasien
berkurang, namun beberapa hari setelahnya. Pasien mengalami
keluhan yang sama lagi. Dan semakin bertambah parah.
3 hari SMRS. Pasien mengeluhkan perut terasa semakin tidak
nyaman. Kembung dan nyeri. Disertai mual dan tidak bisa muntah.
Keluhan juga disertai dengan sulit BAB. BAK pasien tidak bewarna
seperti teh.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Sakit Serupa : diakui. Pasien merasakan
keluhan serupa pertama kali pada 1 bulan yang lalu kemudian
diberikan obat.
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Maag : disangkal
Riwayat Batuk lama : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Mondok di RS : disangkal
e. Riwayat Kebiasaan
Pasien dulu ada seorang petani. Karena sudah lanjut usia, pasien
sekarang hanya di rumah.
D. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : cukup
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/70
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,3oC
Kepala : Normocephal, Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera
Ikterik (+/+), Sianosis (-), Pupil Isokor Ø 3mm, Reflek Cahaya
(+/+)
Leher : Leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi
trachea (-), massa (-), JVP, Pembesaran Kelenjar Limfe (-)
Thorax
Paru Hasil pemeriksaan
Inspeksi Bentuk dada kanan dan kiri simetris, deviasi (-),
ketertinggalan gerak dada (-), retraksi intercostae (-),
barrel chest (-), sela iga melebar (-)
Palpasi Fremitus dada kanan dan kiri sama, simetris,
krepitasi (-)
Perkusi Sonor di paru kanan dan paru kiri
Auskultasi Terdengar suara dasar vesikular (+/+), Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
Jantung Hasil pemeriksaan
Inspeksi Dinding dada pada daerah pada daerah pericordium
tidak tampak cembung/cekung, ictus cordis tidak
nampak
Palpasi Ictus Cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi Batas Jantung :
Batas Kiri Jantung
^ Atas : SIC III di sisi lateral linea parasternalis
sinistra.
^ Bawah : SIC V linea axilaris anterior sinistra.
Batas Kanan Jantung
^ Atas : SIC III linea parasternalis dextra
^ Bawah : SIC V linea parasternalis dextra
Auskultasi BJ I/II iregular, bising sistolik (-), bising diastolik (-),
gallop S3 (-)
Abdomen
Abdomen Hasil pemeriksaan
Inspeksi Perut buncit, Ascites, Distended (+), sikatriks (-)
Auskultasi Suara peristaltik (meningkat), Suara tambahan (-)
Palpasi Nyeri tekan (+) regio lumbal sinistra, Hepar tidak
teraba,
lien teraba pada schuffner 3,
ginjal tidak teraba, defans muskular (-)
Shifting dullnes (+)
Perkusi Suara timpani (+), Nyeri ketok costovertebrae (-)
Ekstremitas : Clubbing finger (-), palmar eritema (-), pitting oedem
(+)
Ekstremitas Superior Dextra Akral Hangat (+), Edema (-)
Ekstremitas Superior Sinistra Akral Hangat (+), Edema (-)
Ekstremitas Inferior Dextra Akral Hangat (+), Edema (-)
Ekstremitas Inferior Sinistra Akral Hangat (+), Edema (-)
Lengan atas:
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Trofi N N
Lengan bawah:
Kanan Kiri
Tungkai bawah:
Kanan Kiri
Kaki:
Kanan Kiri
Gerakan Tidak dapat dinilai Bebas
Kekuatan Tidak dapat dinilai 3
Tonus Tidak dapat dinilai N
Trofi N N
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 19 September 2017
Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 9.9 (L) gr/dl Lk : 13,0 – 16,0
Pr : 12,0 – 14,0
Eritrosit 3,69 (L) 106ul Lk : 4.5 – 5,5
Pr : 4,0 – 5,0
Hematokrit 31.4 (L) % Lk : 40 – 48
Pr : 37 – 43
MCV 85.1 Pf 82 – 92
MCH 26.8 Pg 27 -31
MCHC 31.5 % 32 – 36
Leukosit 11.81 103ul 5,0 – 10,0
Trombosit 381 103ul 150 – 400
Eosinofil 2.0 % 1–3
Basofil 0.3 % 0–1
Limfosit 6.8 (L) % 20 – 40
Monosit 2.4 (L) % 2–8
Glukosa Darah 164 mg/100ml 70 – 150
Sewaktu
Ureum 36 mg/dl 10 – 50
Creatinin 1.29 mg/100ml 0,5 – 0,9
SGOT 45 0-46
SGPT 18 0-42
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 23 September 2017
Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 10,2 (L) gr/dl Lk : 13,0 – 16,0
Pr : 12,0 – 14,0
Eritrosit 3,91 (L) 106ul Lk : 4.5 – 5,5
Pr : 4,0 – 5,0
Hematokrit 33,0 (L) % Lk : 40 – 48
Pr : 37 – 43
MCV 84.3 Pf 82 – 92
MCH 26.1 Pg 27 -31
MCHC 30.9 % 32 – 36
Leukosit 15.04 103ul 5,0 – 10,0
Trombosit 280 103ul 150 – 400
Eosinofil 1.8 % 1–3
Basofil 0.3 % 0–1
Limfosit 0.64 (L) % 20 – 40
Monosit 2.4 (L) % 2–8
Protein total 9.8 6.6 – 8.7
Albumin 3.2 3.5 – 5.5
Globulin 6.56
Pemeriksaan USG Abdomen
Hepar Lien : Perubahan ukuran dan truktur echoparencim hepar. Vena porta dan
vena hepatika normal. Peri hepar ascites. Lien struktur echoparenchim normal.
Ukuran membesar grade 2.
Glad Bladder : dinding menebal. Lumen menyempit
F. RESUME
Dari hasil autoanamnesis didapatkan bahwa keluhan berupa nyeri
perut (+). Kembung (+). Mual (+). Nafsu makan menurun (+).
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak
tampak kuning dan lemas. Kesadaran compos mentis, Vital Sign,
TD : 120/70 mmHg, Nadi : 84 x/menit. Respirasi 20 x/menit. Suhu
: 36,3oC, bentuk dada normal, pulsasi ictus tidak terlihat, batas
bawah jantung kiri bawah di SIC V linea axilaris anterior
didapatkan bising jantung sistol, Pernapasan dalam batas normal,
perut tanpak membesar, shiftning dullnes (+). Splenomegali S3.
timpani, akral hangat (+), edema tungkai (+)
Hasil pemeriksaan USG menunjukkan
o Proses kronis intraparenkim hepar
o Splenomegali S2
o Cholesistisis sub akut
o Ascites peri hepar, para vesica dan resesus hepatorenalis
G. DIAGNOSA KERJA
Sirosis hepatis dekompensata dengan ascites dan splenomegali
H. DIAGNOSA BANDING
Hepatitis B kronis
I. PENATALAKSANAAN
1. Medikametosa
Inf RL 20 tpm
Inj santagesik / 8 jam
Inj omeperazol 40mg/12 jam
Inj ondancetron ampul/12 jam
Inj furosemid 1 ampul / 8 jam
Propanolol 2 x 40 mg
Domperidon tab 2 x 1
Laxadin syr 3 x 1
2. Non medikamentosa
Edukasi diet pasien
J. FOLLOW UP
23/9/2017 S/ pasien mengeluh perut terasa P/
kembung dan nyeri di kiri atas. Mual Inf RL 20 tpm
(+) muntah (+) BAB sulit sejak 3 hari. Inf RL 20 tpm
O/ TD = 100/70 Inj santagesik / 8 jam
S = 36,3 Inj omeperazol 40mg/12
RR = 16 x/menit jam
N = 72x/menit Inj ondancetron ampul/12
K/L = CA (-/-) SI (-/-) PKGB (-/-) jam
Tho = P/SDV (+/+) WH (-/-) RH (-/-) Domperidon tab 2 x 1
C/ batas jantung kiri bawah linea Laxadin syr 3 x 1
axilaris anterior. BJ I/II ireguler
Abd = distended (+) NT (-), Peristaltik
(+), splenomegali s2
Ext = akral hangat (+), edema (+/+)
A/Sirosis Hepatis dekompensata
dengan splenomegali dan ascites
Konstipasi
24/9/2017 S/ pasien masih mengeluh perut terasa P/
kembung dan nyeri mulai berkurang. Inf RL 20 tpm
Mual berkurang. Inf RL 20 tpm
O/ TD = 120/80 Inj santagesik / 8 jam
S = 36,7 Inj omeperazol 40mg/12
RR = 20 x/menit jam
N = 85x/menit Inj ondancetron ampul/12
K/L = CA (-/-) SI (-/-) PKGB (-/-) jam
Tho = P/SDV (+/+) WH (-/-) RH (-/-) Domperidon tab 2 x 1
C/ batas jantung kiri bawah linea Laxadin syr 3 x 1
axilaris anterior. BJ I/II ireguler
Abd = distended (+), NT (-), Peristaltik
(+) splenomegali s2
Ext = akral hangat (+), edema (+/+)
A/Sirosis Hepatis dekompensata
dengan splenomegali dan ascites
26/9/2017 S/ pasien masih mengeluh perut terasa P/
kembung dan nyeri mulai berkurang. Inf RL 20 tpm
Mual berkurang. Inf RL 20 tpm
O/ TD = 120/80 Inj santagesik / 8 jam
S = 36,7 Inj omeperazol 40mg/12
RR = 20 x/menit jam
N = 85x/menit Inj ondancetron ampul/12
K/L = CA (-/-) SI (-/-) PKGB (-/-) jam
Tho = P/SDV (+/+) WH (-/-) RH (-/-) Domperidon tab 2 x 1
C/ batas jantung kiri bawah linea Laxadin syr 3 x 1
axilaris anterior. BJ I/II ireguler
Abd = NT (-) , Peristaltik (+)
Ext = akral hangat (+), edema (+/+)
A/Sirosis Hepatis dekompensata
dengan splenomegali dan ascites
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Hepar
1. Fisiologi Hepar
2. Sirosis Hepatis
a. Definisi
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung secara
progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif.1
b. Epidemiologi
Laporan statistik Center for Disease Control and Prevention,
penyakit kronik hati dan sirosis adalah penyebab utama ke-12 yang
mengakibatkan sekitar 26 ribu kematian setiap tahunnya di Amerika.
Insidensi keseluruhan sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per
100.000 penduduk. Pada tahun 2004 jumlah pasien sirosis hati di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta sekitar 4,1% dari keseluruhan pasien yang
dirawat di bagian penyakit dalam.9
Penelusuran terhadap catatan medik tahun 2010, terdapat 69
pasien sirosis rawat jalan di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta dan 94
pasien rawat inap. Usia terbanyak berkisar 40 sampai dengan 60 tahun
(data tidak dipublikasikan). Menurut Kusumobroto (2007) secara
keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau 47,4% dari seluruh
pasien dengan penyakit hati yang dirawat, usia rata-rata 44 tahun
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,1:1.14
c. Klasifikasi
Klasifikasi morfologi jarang dipakai karena sering tumpah tindih
satu sama lain. Sirosis mikronoduler yaitu nodul berbentuk uniform,
diameter kurang dari 3 mm. Penyebabnya antara lain : alkoholisme,
hemokromatosis, obstrusi bilier, obstruksi vena hepatika. Sirosis
makronoduler, nodul bervariasi dengan diameter lebih dari 3 mm.
Penyebabnya antara lain hepatitis B kronik, hepatitis C kronik,
defisiensi c-1 antitripsin, sirosis bilier primer dan sirosis campuran
kombinasi antara mikronoduler dan makronoduler. Sirosis
mikronoduler sering berkembang menjadi sirosis makronoduler.3,10,12
Klasifikasi etiologi paling banyak dipakai dalam klinik. Dengan
menggabungkan dataklinis, biokomia, histologi dan epidemiologi
penyebab sirosis sebagian besar dapat ditentukan. Di lndonesia banyak
penelitian menunjukan bahwa hepatitis B dan C merupakan penyebab
sirosis yang paling menonjol dibanding penyakit hati alkoholik. Banyak
kasus sirosis kriptogenik ternyata disebabkan oleh perlemakan hati non-
alkoholik (Non Alcoholic Fatty Liver Disease/NAFLD).3,9,10
d. Etiologi
Sirosis hepatisdapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain:
konsumsi alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zat
hepatotoksik, dan lain-lain.
Tabel 1. Etiologi dari sirosis hepatis1
Penyakit infeksi
- Bruselosis
- Ekinokokus
- Skistosomiasis
- Toksoplasmosis
- Hepatitis virus (hepatitis B, C, D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolik
- Defisiensi α1 antitrypsin
- Sindrom fanconi
- Galaktosemia
- Penyakit gaucher
- Penyakit simpanan glikogen
- Hemokromatosa
- Intoleransi fruktosa herediter
- Penyakit wilson
Obat dan toksin
- Alkohol
- Amiodaron
- Arsenik
- Obstruksi bilier
- NAFLD
- Sirosis bilier primer
- Kolangitis sklerosis primer
Penyakit lain atau tidak terbukti
- Penyakit usus inflamasi kronik
- Fibrosis kistik
- Pintas jejunoileal
- Sarkoidosis
e. Patofisiologi6
Hepar dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian,
kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam
keadaan yang kronis atau perlukaan hepar yang terus menerus yang
terjadi pada peminum alcohol aktif. Hepar kemudian merespon
kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang
mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata
berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang
akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga
ditemukan pembengkakan pada hepar. Namun, ada beberapa parakrine
faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen.
Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer,
dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan.
Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth factor
beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis
dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk
memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hepar menyusut.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan
berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan
kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel
stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup
besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan
kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada
banyak vena di hepar sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel
hepar dan pada akhirnya sel hepar mati, kematian hepatocytes dalam
jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hepar yang
rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena
pada hepar akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan
keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.
f. Manifestasi Klinik
Perjalanan alamiah sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga
kadang ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rutin atau karena penyakit lain. Fase asimtomatik yang disebut dengan
kompensata ini akan diikuti oleh fase progresif secara cepat yang
ditandai dengan berkembangnya komplikasi hipertensi portal dan atau
tanda disfungsi hepar yang disebut sirosis dekompensata.13 Gejala awal
sirosis hepatis meliputi mudah lelah, nafsu makan menurun dan mual.
Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, ginekomastia
dan hilangnya dorongan seksualitas.9
Pada fase kompensasi, tekanan porta dapat normal atau di bawah
normal. Seiring dengan berkembangnya penyakit, tekanan porta akan
meningkat dan fungsi hepar menurun menyebabkan berkembangnya
ascites, perdarahan gastrointestinal hipertensi portal, ensefalopati dan
jaundice. Adanya salah satu komplikasi ini menandakan transisi dari
fase kompensata menjadi dekompensata. Hal ini dapat lebih dipercepat
dengan adanya perkembangan komplikasi lain seperti perdarahan ulang,
gangguan ginjal (ascites refrakter dan sindrom hepatorenal), sindrom
hepatopulmonal dan sepsis (peritonitis bakterial spontan).13
g. Komplikasi
Sirosis hepatis jika bekembang progresif, maka gambaran klinis,
prognosis dan pengobatan tergantng pada 2 kelompok besar komplikasi,
yaitu :19
1. Kegagalan hati (hepatoseluler); timbul spider navi, eritema
palmaris,
atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll
2. Hipertensi portal; dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran
pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusa, hemorid, vena
kolateral dinding perut.
3. Ascites
4. Ensfalopati
5. Peritonitis bacterial spontan
6. Sindrom hepatorenal
7. Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)
h. Diagnosa
Kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hepatis
pada stadium kompensasi sempurna. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hepatis terdiri dari pemeriksaan fisik, laboratorium dan
ultrasonografi (USG). Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan
biopsi hepar atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis
kronik aktif yang berat dengan sirosis hepatis dini. Ultrasonografi
(USG) merupakan salah satu sarana non invasif yang sudah secara rutin
digunakan. Pemeriksaan hepar yang bisa dinilai dengan USG meliputi
sudut hepar, permukaan hepar, ukuran, homogenitas dan adanya massa.
Pada sirosis hepar fase lanjut, hepar akan tampak mengecil dan nodular,
permukaan ireguler dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hepar.
Selain itu, USG juga dapat untuk menentukan adanya ascites,
splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta serta
skrining adanya karsinoma hepar.9
b. Ekhoparenkim hepar tampak a. Ireguleritas kontur
kasar disertai pembesaran lobus eksternal lobus sinistra
sinistra.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien diusulkan pemeriksaan USG abdomen karena dari
gejala pasien dicurigai ada kelainan organ hepar dan cairan bebas
intraabdominal, maka dilakukan pemeriksaan USG abdomen. Dari hasil
pemeriksaan USG abdomen pada hepar didapatkan Proses kronis
intraparenkim hepar, pembesaran spleen pada derajat 2, terbentuk batu sub
akut dan terdapat ascites peri hepar, para vesica dan resesus hepatorenalis.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada USG abdomen pada sirosis hepatis
akan menggambarkan kesan struktur parenkim hepar tampak kasar dengan
tepi ireguler dan sudut tumpul dimana menunjukkan gambaran proses
early to late dari sirosis hepatis. Serta pada organ lien ukuran membesar
dan tampak gambaran cairan bebas intra abdomen menunjukkan adanya
ascites. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada penderita sirosis hepatis
seringkali disertai dengan komplikasi berupa splenomegali dan ascites.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A. W. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta :
Departemen ilmu penyakit dalam FKUI.
2. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in
the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009.
18(3):299- 302
3.
Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/97814160325
88/978 1416032588.pdf .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012
4. Kusumobroto O Hernomo. Sirosis Hati dalam buku ajar Ilmu Penyakit
Hati. Edisi I. Jakarta: Jayabadi; 2007
5. Simamora, C. T. Hubungan Komplikasi, Skor Child-Turcotte dan Usia
Lanjut Sebagai Faktor Resiko Kematian Pada Pasien Sirosis Hati di RSUD
Dr. Soedarso Pontianak. Pontianak; 2013.
6. HadiS: Sirosis Hati. Gastroenterologi. Ed 7.PT Alumni Bandung.2OO2.p
643-647
7. F.Paulsen & J.Waschke. 2012. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta”, Edisi 23
Jilid 1. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Snell R. Anatomi Abdomen. Dalam: Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: EGC; 1997 p. 240-44
9. Guyton. Hall. Sistem Pencernaan. Dalam: Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC; 2002 p.
10. Guha lN, lredale JP : Clinical and Diagnostic aspects of Cirrhosis.
Textbook of Hepatology Form Basic Science to Clinical Practice. 3thEd.
Blackwell Pub.2007.p 604-617
11. Nurdjanah, S. 2009. Sirosis hati dalam: Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A.,
Marcellus, S., Siti, S. (Eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, p 668-673.
12. Sherlock S : Liver Cirrhotic. ln Disease of The Liver and Biliary
System.1990. p 419-434.
13. Riley lll TS and Bhatti AM : Preventive Strategies in Chronic Liver
Disease , Am Fam Phy J,Vol 64,2001,p 1735-1740.
14. Sebastiani, G., 2009. Non-invasive assessment of liver fibrosis in chronic
liver disease: Implementation in clinical practice and decisional
algorithms. World J Gastroenterol, 15(18): 2190-2203.
15. D´Amico, G.; Garcia- Tsao, G. & Pagliaro, L. 2006. Natural history and
prognosticindicators of survival in cirrhosis: A systematic review of 118
studies. Journal ofHepatology. Vol. 44, No. 1, (Jan), p. 217-31
16. Kusumobroto, H. O. 2007, Sirosis Hati dalam Sulaiman, H. A., Akbar, H.
N., Lesmana, L. A., Noer, M. S.,: Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati, Edisi
pertama, Jaya abadi, Jakarta, p. 335-45.
17. Rasad, Kartoleksono, Ekayuda. Radiologi Diagnostik. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran UI. Jakarta: 2000.
18. Osama Yosno , M. Hepatic Cirrhosis with Splenomegali [Internet]. 2012.
Available from:
https://radiopaedia.org/images/1912694/download?case_id=liver-
cirrhosis-with-splenomegaly