Anda di halaman 1dari 36

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. M
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat , tanggal lahir : Lamongan, 29 Juli 1999
Alamat : Lamongan, Banjarsari
Suku bangsa : Jawa, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP tidak tamat (Kejar paket)
Pekerjaan : Belum bekerja
Status pernikahan : Belum menikah
Tanggal pemeriksaan : 11 Maret 2015

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari :
- Autoanamnesis
- Heteroanamnesis dengan Ny S, 55 tahun, ibu kandung pasien, Ny. I, 28
tahun, kakak perempuan pasien

A. KELUHAN UTAMA
Percobaan bunuh diri dengan minum porstek

B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG


Autoanamnesis
(dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 pkl 10.00 WIB di Poli Jiwa RSUD. Dr.
Soetomo)
Per observasi, pasien wanita remaja, berperawakan kurus, mengenakan
baju warna hitam tanpa lengan dan celana jeans hitam, berbaring di tempat tidur
dengan ditutupi selimut sebatas dada. Saat pemeriksa datang, pasien duduk,
masih tampak mengantuk. Pasien membalas jabat tangan pemeriksa,
mengangguk dan mengiyakan ketika pemeriksa menyebutkan namanya.

1
Pemeriksa mengucapkan salam dan pasien membalas dengan tersenyum. Pasien
mengangguk dan bersedia meluangkan waktu untuk berbincang-bincang
dengan pemeriksa. Pasien mengetahui tempat, waktu pemeriksaan dan
menyebutkan orang yang disampingnya adalah ibunya.
Tadi malam pasien sering terbangun karena banyak nyamuk kecil-kecil,
sehingga hari ini masih agak mengantuk. Pemeriksa melihat kuku-kuku tangan
pasien yang memakai kuteks berwarna-warni, pasien suka dengan warna kuteks
tersebut. Kemarin bersama dengan dokter yang merawat pasien mewarnai
kukunya.
Sebelum berada di RSDS ini, pasien ditangkap bersama rekan-rekannya
di Polsek Bangkalan, karena memakai sabu dengan teman-temannya 3 (tiga)
minggu yang lalu. Pasien dan teman-temannya ditangkap tapi pacarnya tidak.
Pasien merasa sakit hati dengan pacarnya dan ingin menunjukkan pada
pacarnya bahwa pasien saat ini sedang sakit hati. Sampai saat ini pacarnya
tersebut belum menjenguknya. Namun, perasaan pasien saat ini biasa saja,
hanya kadang-kadang leher masih terasa sakit.
Pasien minum porstek kira-kira ¼ botol saat berada di Polsek
Bangkalan. Sebenarnya pasien berniat menghabiskan porstek yang ada di kamar
mandi tapi dirinya tidak kuat dan tenggorokan terasa panas. Sebelumnya pasien
sudah mencoba menceburkan dirinya ke bak mandi tapi tidak mati lalu pasien
minum porstek yang berada di kamar mandi. Pasien mengaku tidak menyesal
melakukannya dan menganggap usahanya belum berhasil dan mengatakan akan
mencoba lagi. Saat ditanyakan alasan bunuh diri, pasien mengatakan lebih baik
bunuh diri daripada dibunuh oleh orang lain meskipun tidak ada yang
mengancam akan membunuh.
Pasien kecewa dengan semua teman laki-lakinya yang diakuinya bahwa
semua modus. Pasien hanya tersenyum ketika ditanyakan tentang maksud dari
semua perkataannya. Pasien menyatakan keinginannya untuk bunuh diri dengan
sabu supaya tidak terasa sakit. Saat disinggung tentang sabu yang pernah
dipakainya, pasien menyatakan bahwa sebelumnya dirinya hanya ikut-ikutan,
diajak oleh pacarnya. Pasien memakai sabu kira-kira 1 bulan sekali dan cara

2
memakai dengan dibakar dan dihisap. Pasien tidak tahu berapa banyak sabu
yang dipakai karena dipakai bersama-sama dengan teman-temannya. Terakhir
memakai sabu, saat ditangkap oleh polisi 3 minggu yang lalu. Tidak ada riwayat
gemetar sampai menggigil, berdebar, tidak bisa tidur dan selama dirawat di
RSDS 3 minggu ini, pasien merasa baik-baik saja meskipun tidak memakai
sabu. Kalu ineks, hanya bila temannya memberi, pasien mengkosumsi, jadi
tidak tentu, seperti sabu mungkin hanya sebulan sekali. Setelah memakai sabu
dan ineks, pasien merasa nyaman dan bertenaga.

Heteroanamnesis
Dari Ny. S, 56 tahun, ibu kandung pasien
(wawancara dilakukan tanggal 11 Maret 2015 pkl 10.00 WIB, di ruang
Sejahtera)
Ibu pasien menyampaikan perasaannya yang sedih melihat anaknya yang
paling bungsu melakukan percobaan bunuh diri. Ibu tidak tahu bagaimana
peristiwa itu terjadi. Saat kejadian, pasien tidak berada di rumah dan keluarga
mengetahui setelah ada telepon dari pihak kepolisian Bangkalan. Ibu menyuruh
kakak perempuan pasien yang nomor 2 (dua), yang paling dekat dengan pasien
untuk segera menjenguk pasien. Ibu bertemu pasien setelah pasien di IRD
RSDS. Ibu tidak menyangka pasien akan senekat ini.
Sejak tidak bersekolah kira-kira 6 bulan yang lalu pasien sering marah-
marah dan mengomel. Pasien sering minta uang dan minta dibelikan bermacam-
macam barang. Bila tidak dipenuhi, pasien akan marah-marah. Sebenarnya ibu
kurang setuju bila pasien minta baju yang kurang sesuai untuk dipakai, misalnya
rok yang terlalu pendek. Ibu pasien mengaku sempat berhutang kepada teman-
temannya demi untuk memenuhi kebutuhan anaknya.
Menurut ibunya, selama ini pasien adalah orang yang pendiam, penurut
dan manja. Sejak mempunyai hape kira-kira 1 (satu) tahun yang lalu, perilaku
pasien mulai berubah, waktunya dihabiskan dengan terus memainkan hape
sehingga sering diingatkan oleh ibunya tetapi pasien mengacuhkannya. Ibu
pasien takut bila kakak laki-laki pasien bertandang ke rumah dan pasien tetap

3
bermain dengan hape maka kakak pasien akan memarahi pasien. Pasien tidak
peduli meskipun kakaknya marah-marah sehingga terjadi pertengkaran dan
akhirnya pasien dipukul oleh kakaknya.
Pasien menjadi sering meninggalkan rumah tetapi ibu menutup-nutupi
di depan kakak laki-laki pasien. Sebenarnya kakak sangat menyayangi pasien
tetapi karena sering mengingatkan pasien, pasien salah mengerti sehingga
sering bertengkar. Menurut ibu, semua keluarga sebenarnya sangat menyayangi
pasien, tetapi pasien yang bengal, tidak bisa diberitahu, membantah dan marah-
marah. Ibu pasien sudah tidak tahu lagi bagaimana cara mengatasi pasien
padahal semua keinginan sudah dituruti, misalnya minta sepeda motor.
Ibu pasien akhirnya menyetujui usulan kakak pasien nomor 2 (dua) agar
pasien dimasukkan ke dalam shelter seperti keponakan pasien yang sebaya
dengan pasien. Keponakan pasien tersebut menderita ganggua jiwa dan pernah
dirawat di RSDS karena halusinasi dan depresi.
Heteroanamnesis
Ny. I, 28 tahun, kakak perempuan pasien
(dilakukan saat kunjungan rumah tanggal 12 Maret 2015)
Pasien bersahabat dengan teman kakak laki-lakinya yang bernama Nn.
V yang masih tetangga pasien di Lamongan. Pasien mulai sering ke Surabaya ,
ke diskotik di Tunjungan Plaza. Penampilan pasien tidak lagi seperti anak-anak
sebayanya, pasien memakai celana yang sangat pendek, make up dan bulu mata
palsu yang menurut kakaknya seperti orang-orang nakal pada umumnya. Pasien
sering mampir di tempat kakaknya dan kadang-kadang menginap di tempat
kakaknya karena rumah kakaknya dekat dengan Tunjungan Plaza. Kakaknya
juga kaget ketika pasien juga mengenal Tn. N, seorang waria, tetangganya yang
dikenal sebagai seorang germo, menjajakan wanita-wanita. Pasien sudah tidak
mempedulikan sekolah lagi, lebih banyak dugem ke diskotek.
Hingga 3 minggu yang lalu, Ny. S ditelepon oleh ibu yang mengabarkan
pasien ditangkap polisi dan saat ini berada di Polsek Bangkalan. Ny. S segera
ke Bangkalan dan melihat pasien terbaring di salah satu ruangan dengan kondisi
lemah. Ny. S segera membawa ke RSUD Bangkalan tapi karena tidak segera

4
dilakukan tindakan Ny. S berinisiatif untuk membawa segera ke RSDS dan
pasien dirawat di bagian penyakit dalam. Pasien merasakan mual, lidah dan
tenggorokan panas dan nyeri ulu hati.
Pasien dimasukkan ke sebuah shelter di Surabaya 3 hari sebelum pasien
ditemukan di Bangkalan. Pasien kabur bersama teman-temannya dan menurut
warga di lokasi tempat pasien ditangkap polisi, saat itu dini hari, pasien
mengendarai sepeda motor bersama 2 (dua) orang temannya, satu sepeda motor
untuk 3 (orang). Pasien memakai celana pendek dan mereka berhenti di depan
rumah orang sambil tertawa dan bicara melantur seperti orang teler sehingga
warga sekitar melaporkan ke polisi. Polisi segera membawa pasien ke Polsek
Bangkalan Madura. Saat pasien meminta ijin ke kamar mandi, pasien
meminum porstek dan polisi segera menghubungi pihak keluarga.
Saat ini pasien tidak mau membicarakan tentang peristiwa yang dialaminya
dan banyak tidur, karena bila ditanya macam-macam, pasien selalu
mengancam akan kabur dari RS. Pasien tidak mengeluhkan kondisi badannya
hanya tenggorokan kadang masih nyeri. Keluarga juga tidak membolehkan
pasien membawa hape atas anjuran dokter, pasien menurutinya.
Pasien mulai sering membolos dan tidak pulang ke rumah sejak tidak
bersekolah lagi sekitar 6 (enam) bulan yang lalu, karena pasien sering tidak
masuk sekolah, sehingga dikeluarkan oleh pihak sekolah dan pasien menempuh
kejar paket sejak saat itu pasien bergaul dengan teman-teman di kampungnya.
Pasien sempat kabur dari rumah di Lamongan hingga 1 (satu) bulan. Setelah
pasien ditemukan, pasien ditaruh di Bojonegoro supaya tidak bergaul dengan
temannya yang di Lamongan. Tetapi selang beberapa hari pasien kembali
meninggalkan rumah tanpa pamit sehingga kakak pasien membujuk pasien
untuk kembali ke rumah dengan berbagai cara sampai kakak ipar pasien yang
laki-laki menunggu I di diskotek tempat pasien dugem tetapi pasien tidak
diketemukan. Dengan bantuan teman pasien, pasien pulang dan atas persetujuan
keluarga, pasien dikirim ke shelter karena keluarga sudah tidak tahu lagi
bagaimana cara mengatasi pasien yang perilakunya semakin hari semakin tidak
terkendali.

5
Menurut kelurga, pasien seorang yang keras kepala, semua keinginan
harus dipenuhi. Bila marah, pasien membanting barang, pergi dari rumah,
pernah sampai menampar ibunya sehingga Ny. I memarahi pasien. Ny. I cukup
dekat dengan pasien, pasien selalu menceritakan masalahnya dengan Ny. I.
Pasien terlibat pergaulan bebas dan ganti-ganti pacar, tanpa malu-malu pasien
juga bercerita bila dirinya berhubungan dengan pacarnya seperti layaknya
suami istri sejak 1 (satu) tahun yang lalu. Ny. I malu sendiri mendengar
pengakuan adiknya dan memang Ny. I melihat sendiri saat pasien dijenguk oleh
pacarnya pasien meminta pacarnya untuk menciumnya. Tidak cukup sekali
tetapi beberapa kali, tampak pacarnya risih tapi pasien biasa saja hingga menjadi
perhatian penunggu yang lain.
Ibu pasien juga pernah menceritakan hal yang sama yakni ketika pasien
diajak ke Timika, Papua bersama ayah tirinya 3 (tiga) tahun yang lalu. Ibu
pasien tertidur dan saat terbangun, ibu tidak mendapati pasien di sisinya
sehingga ibu mencari pasien di seluruh kapal dan terkejut ketike mendapati
pasien duduk di pangkuan orang berkulit hitam dan dikelilingi banyak laki-laki.
Ibu sempat menceritakan hal tersebut kepada Ny. I. Saat ini Ny. I tidak pernah
lagi menasihati pasien karena sia-sia, masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Pasien tidak pernah menceritakan tentang pemakaian sabu atau zat
lainnya. Sesekali pasien menginap di rumahnya, Ny. I melihat pasien mengitari
lapangan depan rumahnya sambil kepalanya bergoyang-goyang sehingga
menjadi tontonan tetangga-tetangganya, tetapi mungkin karena kelelahan,
tingkah pasien itu berhenti sendiri.
Pasien juga pernah terlibat kasus trafficking sekitar 4 (empat) bulan
yang lalu, pasien dijual kepada seorang pejabat dan saat itu pasien sedang teler
karena memakai sabu. Pasien digerebek polisi di salah satu hotel di Surabaya.
Saat bertemu dengan Ny. I, pasien tidak mau menceritakan hal yang dialaminya
dan wajah pasien tampak biasa-biasa saja hingga polisi yang menginterogasi
berkomentar “kamu itu kok ya mau, wong cuma diberi sabu dan uang dua ratus
ribu”. Ny. I mengetahui dari BAP polisi bahwa pasien mau dibooking oleh
pejabat denggan imbalan sabu dan uang. Saat pasien melakukan hal tersebut

6
dilihat oleh keempat germo yang sebenarnya kenal dengan keluarga pasien dan
pasien dijual dengan tarif satu juta lima ratus ribu rupiah. Saat ini pasien masih
harus menghadapi pengadilan yaitu sebagai saksi.
Ny. I menduga pasien kurang perhatian, karena ibu bekerja dan kakak
laki-lakinya sering memarahi pasien. Ny. I menyatakan kalau ibunya seorang
pekerja keras. Meskipun sudah mempunyai 2 (dua) rumah, ibu tetap tidak mau
berpangku tangan. Selain mebel, ibu masih mau disuruh bila ada tetanggga yang
membutuhkan. Ibu menikah 4 kali, dengan suami pertama yaitu ayah Ny. I,
mempunyai 3 orang anak yang semuanya perempuan kemudian ibu cerai
dengan ayah Ny. I yang disebabkan ibu selingkuh dengan seorang polisi yang
berstatus duda dan kemudian menjadi suami kedua, mempunyai 2 orang anak
yaitu pasien dan kakak laki-lakinya. Setelah suami yang kedua ini meninggal,
ibu pasien menikah lagi dan hanya bertahan 1 tahun. Ibu menikah dengan suami
keempat sampai saat ini.
.
C. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
1. Riwayat psikiatri
Pasien pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan minum minyak
tanah sebanyak 2 (dua kali) tetapi segera dicegah oleh ibu yang kebetulan
mengetahui, keluarga lupa kapan waktu persisnya, kira-kira setahun yang
lalu.
2. Riwayat medis
Pasien tidak ada riwayat kejang, demam, trauma kepala ataupun penyakit
metabolik.

3. Riwayat penyalahgunaan zat atau obat


Pasien merokok 6 batang sampai 1 pak (12 batang) setiap hari, sabu
dan ectasy sejak 3 bulan yang lalu. Pasien belum mau menceritakan secara
jelas tentang pemakaian zat ini, menurutnya yang lalu biarlah menjadi masa
lalu.

7
2. Ciri kepribadian sebelumnya
Pasien adalah seorang mudah marah, bila marah melempar barang
dan berkata kotor, segala keinginan harus dipenuhi, mudah terpengaruh
teman, bila bertindak tidak memikirkan akibatnya dan tidak menyesal
setelahnya. Pasien mempunyai hasrat seksual yang tinggi dan tidak malu-
malu untuk menunjukkan kepada orang yang disukainya. Pasien suka
membantah bila dinasihati dan malah pergi dari rumah.

C. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Masa prenatal dan perinatal
Pasien adalah anak yang tidak diharapkan. Pada saat mengandung,
ibu pasien ingin menggugurkan kandungannya karena ibu termasuk resiko
tinggi karena usia, tetapi tidak diperbolehkan oleh suami. Ibu pasien tidak
sampai minum obat-obatan atau jamu. Pasien lahir normal, cukup bulan,
ditolong bidan, tidak ada komplikasi persalinan. Sebenarnya ibu
menginginkan anak laki-laki.
2. Masa kanak dini dan pertengahan
Pada usia kanak-kanak, pasien diasuh sendiri oleh kedua orangtuanya.
Pasien adalah anak ke-5 dari 5 bersaudara. Pasien dan kakak laki-lakinya
beda ayah dengan ketiga kakaknya yang lain. Kondisi ekonomi kelas
menengah, ayah pasien duda, seorang polisi, sabar dan menyayangi pasien.
Sedangkan ibu pasien adalah seorang pekerja keras, cerewet tetapi berusaha
memenuhi kenutuhan anak-anaknya. Saat usia pasien 6 tahun, ayah pasien
meninggal dunia karena penyakit jantung.

3. Masa Remaja
Pada masa remaja, pasien berkembang menjadi anak yang semaunya
sendiri, banyak teman yang kebanyakan teman laki-laki, sering keluar
rumah sampai tidak pulang. Pasien sering dimarahi oleh kakak laki-lakinya
bahkan dipukul tetapi pasien tetap membangkang sehingga atas inisiatif

8
kakak perempuannya, pasien ditaruh di shelter. Dimana anak perempuan
kakaknya yang merupakan keponakan pasien juga berada di shelter tersebut
yang sebelumnya mengalami perkosaan dan hamil di luar nikah dan pernah
dirawat di Ruang jiwa karena halusinasi dan depresi.
Riwayat Pendidikan
• SD ditempuh selama 6 tahun, lulus tepat waktu, prestasi biasa. Saat
SD kelas 1, kakak laki-laki pasien yang saat itu SD kelas 6 sering
mengeluhkan pasien yang sering ngebrok di kelas sehingga menjadi
bahan ejekan teman-temannya. Guru menyuruh kakak pasien untuk
membersihkan. Kakak pasien merasa malu dan melapor ke ibu
tentang hal tersebut. Tetapi setelah kakaknya melanjutkan sekolah
di SMP, pasien tidak lagi ngebrok.
• SMP tidak sampai tamat karena perilaku pasien yang sering tidak
masuk sekolah sehingga tidak lulus dan pasien tidak mau melanjutan
sekolah lagi kemudian menempuh kejar paket.
Riwayat Pekerjaan
Pasien belum bekerja
Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah
Riwayat Agama
Pasien seorang muslim, saat masih kecil pasien taat beribadah dan
rajin mengaji. Sekitar 1 tahun ini pasien tidak pernah menjalankan ibadah.
Riwayat Psikoseksual
Pasien mengaku memasuki masa pubertas sekitar usia 13 tahun. Pasien
tidak pernah mendapat pendidikan seksualitas secara formal di sekolah
maupun secara informal dari kedua orangtua. Pengetahuan seksualitas
diperoleh dari teman-temannya. Pengalaman seks pertama kali dilakukan 1
(satu tahun) yang lalu dengan pacarnya.
Aktifitas sosial
Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan di kampung maupun di sekolah
Penggunaan Waktu Luang

9
Pasien banyak menghabiskan waktu di luar rumah bersama teman-
temannya, dugem di diskotek, merokok dan memakai zat, ikut-ikutan
teman.
Hubungan Antarmanusia
Pasien memiliki hubungan yang kurang baik dengan keluarganya
terutama kakak laki-lakinya karena kakaknya tersebut sering memarahi
hingga memukul pasien. Pasien cukup dekat dengan kakak perempuan yang
nomor dua, kakaknya ini mengerti akan dirinya. Menurut ibu jarang ada
teman perempuan yang berkunjung ke rumah kebanyakan teman laki-laki.

E. SITUASI KEHIDUPAN SEKARANG


Hasil home visite (13 Maret 2015)
1. Kesan Tempat Tinggal Pasien
Saat ini pasien berada di shelter. Sebelumnya tempat tinggal pasien
di Lamongan tetapi karena lingkungan rumah kurang baik, pasien diajak
oleh ibu menempati rumah yang ada di Bojonegoro. Bila pergi dari rumah,
pasien sering menuju ke rumah kakak perempuannya yang ada di Surabaya
sehingga pemeriksa berkunjung ke rumah kakaknya yang ada di Surabaya.
Rumah kakak pasien jaraknya cukup dekat dari jalan raya utama, masuk
dalam gang beberapa meter dengan melewati dua belokan. Gang depan ada
tulisan ’ naik kendaraan harap turun’ jadi tidak bisa dilalui mobil.
Lingkungan rumah kakak pasien adalah lingkungan yang padat penduduk,
jarak antar rumah dekat, banyak anak kecil dan tetangganya yang ramah.
Ketika pemeriksa mencari rumah kakak pasien, tetangga tersebut
mengantar pemeriksa sampai ke rumah kakak pasien. Rumah tersebut tidak
ada halaman, berukuran sekitar 5x6 meter, terdiri dari 2 lantai. Dinding
rumah berupa tembok yang dicat putih, lantai rumah keramik putih. Tinggi
rumah 2,5 m berplafon sehingga rumah terasa cukup panas. Rumah terdiri
dari sebuah ruang tamu dimana terdapat kulkas, tv dan barang-barang tanpa
meja-kursi, terkesan berantakan dan ruang tengah sekaligus dapur dan

10
kamar mandi di pojok, lantai 2 sebagai kamar. Untuk kebutuhan sehari-
hari, MCK menggunakan PDAM, listrik berasal dari PLN 350 watt.
Saat kunjungan rumah, setelah membuat janji dengan ibu pasien dan
disampaikan oleh ibu kepada Ny I, pemeriksa disambut dengan hangat dan
ramah. Ny. I sendiri yang menemui pemeriksa dan menceritakan semua
yang terjadi pada pasien.
2. Keadaan Keluarga Pasien
Berdasarkan cerita dari kakaknya, keadaan sosial ekonomi keluarga
pasien terkesan berada pada tingkat sosial ekonomi menengah. Ibu pasien
mempunyai 2 (dua) rumah, di Lamongan yang ditinggali oleh kakak laki-
laki pasien, rumah di Bojonegoro yang ditinggali pasien dan ibunya..
Hubungan antara anggota keluarga : Pasien kebanyakan berinteraksi
dengan ibu dan kakak laki-lakinya dimana pasien merasa kurang cocok
dengan keduanya. Pasien lebih dekat dengan kakak perempuannya ini,
namun karena kakaknya berada di Surabaya, tidak setiap hari dapat bertemu
dan menemani pasien.

Denah Rumah Pasien

11
3
2
6m Keterangan:
1. Ruang tamu
1`
2. Dapur
3. Kamar mandi

5m

F. GENOGRAM

1 2

3 5
4

7 8
7
1 7
0 6
1
0
Keterangan :
1
1. Tn. R, suami0pertama ibu pasien, sudah cerai karena ibu pasien selingkuh
dengan polisi yang akhirnya menjadi auami keduanya, hubungan tetap
terjaga dan sekarang sudah mempunyai istri lagi lagi
2. Tn. K, duda, seorang polisi, suami kedua ibu pasien yang merupakan ayah
pasien, sudah meninggal 9 tahun yang lalu, saat pasien masih kelas 6 SD,
sabar dan menyayangi pasien
3. Tn. T, suami ketiga ibu pasien, pernikahan hanya bertahan setahun setelah
itu bercerai

12
4. Tn. L, suami keempat ibu pasien dan bertahan sampai sekarang, baik dan
menyayangi pasien
5. Ny. I, ibu kandung pasien, seorang pekerja keras, sifat : keras kepala,
cerewet tetapi berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
6. Ny. L, kakak kedua pasien, perempuan, dekat dengan pasien. Bila ada
masalah, pasien bercerita kepada kakaknya ini.
7. Tn. A, kakak kandung pasien, seorang yang keras dan temperamental, anak
laki-laki satu-satunya dalam keluarga. Pasien iri dengan kakaknya yang
menurutnya lebih disayangi oleh ibunya. Ibu pasien membelikan kakak laki-
lakinya mobil Rush dan pasien dibelikan sepeda motor vario. Pasien tidak
pernah akur dengan kakaknya yang menurut pasien sok ngatur dan bila pasie
bertindak salah kakaknya ini tak segan memukul sehingga ibu pasien yang
ketakutan bila keduanya bertengkar karena pasien malah membangkang bila
diperingatkan oleh kakaknya.
8. B. N, petugas shelter yang dekat dengan pasien dan sepupu pasien,
meskipun begitu pasien tetap mencoba kabur dari shelter.
9. An. N, keponakan pasien yang sebaya dengan pasien, cukup dekat dengan
pasien, tinggal di shelter bersama pasien setelah mengalami gangguan jiwa
karena riwayat perkosaan dan hamil di luar nikah. Menurut An. N, sejak
pasien tinggal di shelter, banyak anak laki-laki yang berkerumun di depan
shelter karena cara dandan pasien yang menerik perhatian, memakai celana
pendek dan jalan-jalan di depan shelter.
G. FAKTOR KETURUNAN
Keponakan pasien yang seusia dengan pasien mengalami ganguan jiwa
setelah hamil sebelum nikah dengan pacarnya dengan gejala halusinasi dan
depresi. Sebelumnya keponakan pasien tersebut mengalami perkosaan.
H. FAKTOR PENCETUS
Pasien mengaku tindakannya minum porstek karena pasien merasa
semua orang laki-laki modus, maksud dari modus adalah setiap laki-laki ada
pamrih bila mendekati pasien. Pasien tidak mau mengingat-ingat kejadian
yang menimpanya.

13
I. FAKTOR PREMORBID
Pasien adalah seorang mudah marah, bila marah melempar barang
dan berkata kotor, segala keinginan harus dipenuhi, mudah terpengaruh
teman, bila bertindak tidak memikirkan akibatnya dan tidak menyesal
setelahnya. Pasien mempunyai hasrat seksual yang tinggi dan tidak malu-
malu untuk menunjukkan kepada orang yang disukainya. Pasien suka
membantah bila dinasihati dan malah pergi dari rumah.
J. FAKTOR ORGANIK
Post tentamen suicide dengan minum porstek
K. PERSEPSI KELUARGA TENTANG SAKIT PENDERITA
Keluarga pasien menganggap sakit pasien akibat perilaku pasien
yang sulit diatur dan semaunya sendiri sehingga keluarga sudah kewalahan
sehingga menitipkan pasien di shelter. Setelah KRS ibu pasien
menyerahkan keputusan pada pasien, ingin tinggal di rumah atau di shelter.
Keluarga sebenarnya memberikan dukungan dan berharap pasien bisa
terlepas dari narkoba dan sehat seperti semula.
L. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN KEHIDUPANNYA
Pasien merasa apa yang dihadapi saat ini memang sengaja
dilakukan. Tidak ada rasa menyesal dan pasien ingin mengulanginya (bunuh
diri) dengan cara yang tidak sakit, mungkin memakai sabu. Pasien merasa
semua laki-laki mempunyai odus yakni pamrih. Lebih baik menyakiti
dirinya sendiri daripada disakiti oleh orang lain.

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi umum
1. Penampilan : pasien wanita remaja, berperawakan kurus, mengenakan
baju tanpa lengan dan celana jeans hitam, berbaring di tempat tidur dengan
ditutupi selimut sebatas dada, tampak kesal ketika bercerita.
2. Perilaku dan aktifitas psikomotor :
Selama wawancara berlangsung pasien tampak duduk tenang.

14
3. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, mau menjabat tangan pemeriksa
dan membalas sapaan pemeriksa. Pasien mau menjawab semua
pertanyaan yang diajukan. Pasien mau menatap pemeriksa.
B. Mood dan Afek
1. Mood/Afek : iritabel
3. Keserasian : serasi
4. Empati : dapat dirabarasakan
C. Pembicaraan
Spontan, lancar, relevan
D. Persepsi
Saat pemeriksaan tidak didapatkan gangguan persepsi.
E. Pikiran
• Proses dan bentuk pikir : realistik
• Arus pikir : koheren
• Isi pikir : preokupasi terhadap keinginan bunh diri
F. Sensorium
1. Taraf kesadaran dan kesigapan: composmentis
2. Orientasi:
• Waktu: baik, pasien mengetahui pemeriksaan dilakukan siang hari
• Tempat: baik, pasien mengetahui bahwa saat ini sedang berada di
Poli Jiwa RSUD. Dr. Soetomo
• Orang : baik, pasien dapat memperkenalkan diri, mengenali
hubungan dokter, perawat dan pasien-pasien lain di sekitarnya
3. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
G. Kognitif
1. Daya ingat:
Jangka segera : baik, pasien dapat mengulangi apel, meja, koin yang
baru saja diucapkan pemeriksa.
Jangka pendek : kurang baik, pasien dapat menyebutkan apel, meja
yang diucapkan pemeriksa setelah 5 menit, untuk koin pasien tidak
dapat menyebutnya.

15
Jangka panjang: baik, pasien dapat mengingat kembali pengalaman
masa kecilnya di SD dan masa remajanya
2. Kemampuan berbahasa : baik, repetition baik (pasien dapat mengulangi
kata namun, tanpa, bila), naming baik (pasien mengetahui nama benda
dari gambar yang ditunjukkan kepadanya), reading baik (pasien bisa
membaca sebuah paragraph) dan writing baik (bisa menulis kalimat
SPO).
3. Fungsi eksekutif dan penampilan motorik : baik, pasien dapat
melakukan 3 langkah yang diinstruksikan pemeriksa, finger location
test, right-left orientation test.
4. Kemampuan visuospastial : baik, pasien dapat menyelesaikan bender
gestalt test dan clock drawing test dengan baik.
5. Atensi dan konsentrasi : baik, pasien hanya dapat menyebutkan dengan
benar hasil pertanyaan hitungan 100-7 hingga 3 kali, meskipun agak
lambat.
6. Kalkulasi : baik, pasien dapat menjawab pertanyaan tambah kurang
(5+5=10), (15-3=12) maupun perhitungan rumit (15x5=75), (15:3=5)
meskipun dengan menghitung di kertas.
7. Judgement : baik
Understanding personal situation : saat ditanyakan seandainya pasien
sampai terminal bis, ternyata tidak punya uang, pasien mengatakan
akan mencoba meminta tolong kepada orang sekitar untuk menelepon
keluarganya. Planning for future : saat ini pasien masih memikirkan
keinginan untuk bunuh diri dan akan mencobanya lagi .
Social insight : pasien menganggap bahwa teman laki-lakinya semua
jahat dan mempunyai keinginan lain terhadap pasien
8. Reasoning : baik, pasien menjawab mobil bisa berjalan karena ada
mesinnya dan manusia perlu makan agar sehat.
9. Pikiran abstrak : baik, pasien dapat menjelaskan bahwa perbedaan
kucing dan anjing pada suaranya, persamaan apel dan jeruk adalah jenis

16
buah-buahan yang mengandung vitamin. Pasien bisa memahami arti
peribahasa ‘bagai pinang dibelah dua’.
10. Intelegensi dan informasi : kesan baik
11. Bakat kreatif : membuat kue
H. Kemampuan mengendalikan impuls
Pasien mampu mengendalikan impuls selama wawancara.
I. Daya Nilai dan Tilikan
1. Daya nilai sosial : baik, pasien setuju bahwa perbuatan korupsi melanggar
hukum dan harus dihukum.
2. Uji daya nilai : baik, pasien akan menyerahkan dompet yang dia
temukan di jalan kepada polisi atau pemiliknya dan tidak ada niat untuk
mengambil apapun isinya.
3. Penilaian realita : baik
4. Tilikan : derajat 3, menurut pasien, tindakannya karena sakit hati dengan
pacarnya yang malah tidak ditahan, pasien mau mengulangi
perbuatannya lagi dan tidak menyesali apa yang sudah dilakukannya
meskipun pasien tahu akibatnya.
J. Taraf dapat Dipercaya
Pasien dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


A. Status Internistik
Pemeriksaan Fisik:
• Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg; Nadi: 82x/menit;
RR:20x/menit; Suhu : 36,6 derajat celcius
• Kepala : anemis (-) ; ikterus (-) ; sianosis (-) ; dispneu (-)
• Leher : struma (-) ; tekanan vena jugularis normal ; pembesaran
KGB (-)
• Thoraks : Jantung : S1 S2 tunggal, bising (-) ; gallop (-) ; ES (-)

17
Paru : vesicular (+/+); rhonki (-/-); wheezing (-/-)
Abdomen : supel, flat, meteorismus (-) ; bising usus normal
; tidak ada distensi ; hepar lien tidak teraba ; nyeri tekan
epigastrium (-)
• Ekstremitas : telapak tangan kering, hangat ; akral: edema (-/-)
B. Status Neurologis
1. GCS 4-5-6
2. Pupil bulat isokor ,diameter 3 mm/ 3 mm, reflek cahaya+/+, reflek
kornea +/+,
3. Saraf kranialis : tidak didapatkan tanda-tanda lateralisasi
4. Kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal : tidak didapatkan
5. Motorik : dalam batas normal
6. Sensoris : dalam batas normal
C. Pemeriksaan penunjang
Pasien dirawat di Penyakit dalam selama 2 minggu dan kemudian dipindah
ke ruang Sejahtera dalam kondisi stabil. Laboratorium dalam batas normal
D. Instrumen Penunjang lainnya
Mini Mental State Examination (14 Maret 2015) : 29 (normal)
Pasien menolak untuk mengerjakan tes-tes yang lain ataupun menjawab
pertanyaan. Pasien lebih banyak tidur. Keluarga juga menolak untuk
dilakukan tes psikologi karena masalah biaya.

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Telah diperiksa pasien perempuan remaja, usia 15 tahun, suku Jawa,
agama Islam, pendidikan tamat SMP, belum bekerja, status belum menikah.
Pasien dirawat di Penyakit Dalam selama 2 (minggu) karena percobaan bunuh
diri dengan minum porstek 3 minggu yang lalu dan kemudian dipindah ke ruang
Sejahtera RSUD.dr.Soetomo setelah kondisi pasien stabil.
Dari autoanamnesis didapatkan pasien mengetahui tempat, waktu
pemeriksaan dan orang yang menunggunya.

18
Pasien ditangkap bersama rekan-rekannya karena memakai sabu dengan
teman-temannya 3 (tiga) minggu yang lalu karena sakit hati dengan pacarnya
yang tidak ditangkap.
Pasien minum porstek kira-kira ¼ botol, sebelumnya pasien
menceburkan diri ke bak mandi tapi tidak mati. Pasien tidak menyesal
melakukannya dan akan mencoba lagi. Pasien mengatakan lebih baik bunuh diri
daripada dibunuh oleh orang lain meskipun tidak ada yang mengancam akan
membunuh. Pasien kecewa dengan semua teman laki-lakinya, semua modus.
Pasien mulai memakai sabu 3 bulan yang lalu, kira-kira 1 bulan sekali
dan cara memakai dengan dibakar dan dihisap, hanya ikut-ikutan teman, tidak
tahu berapa banyak sabu yang dipakai karena dipakai bersama-sama dengan
teman-temannya. Terakhir memakai sabu 3 minggu yang lalu. Pasien merasa
baik-baik saja meskipun tidak memakai sabu. Pasien memakai ineks, seperti
halnya sabu, tidak tentu pemakaiannya.
Dari heteroanamnesis didapatkan sejak tidak bersekolah, 6 bulan
yang lalu pasien sering marah-marah dan mengomel. Pasien sering minta uang
dan minta dibelikan bermacam-macam barang, banyak dugem ke diskotek.
Pasien ditangkap polisi 3 minggu yang lalu, dini hari, pasien tertawa dan bicara
melantur seperti orang teler sehingga warga sekitar melaporkan ke polisi. Saat
pasien ke kamar mandi, pasien meminum porstek.
Saat ini pasien tidak mau membicarakan tentang peristiwa yang dialaminya
dan bila ditanya macam-macam, pasien mengancam akan kabur. Pasien tidak
membawa hape karena dikhawatirkan pasien menghubungi teman-temannya
lagi.
Menurut kelurga, pasien seorang yang keras kepala, semua keinginan
harus dipenuhi. Bila marah, pasien membanting barang, pergi dari rumah,
pernah sampai menampar ibunya. Pasien terlibat pergaulan bebas dan ganti-
ganti pacar.
Pasien tidak pernah menceritakan tentang pemakaian sabu atau zat
lainnya. Kakak pasien melihat pasien mengitari lapangan depan rumahnya
sambil kepalanya bergoyang-goyang,tingkah pasien itu berhenti sendiri.

19
Pasien terlibat kasus trafficking sekitar 4 (empat) bulan yang lalu, pasien
dijual kepada seorang pejabat dan saat itu pasien sedang teler karena memakai
sabu. Pasien digerebek polisi, pasien mengaku mau dibooking imbalan sabu dan
uang.. Saat ini pasien menghadapi pengadilan yaitu sebagai saksi.
Ibu pasien menikah 4 kali, pasien adalah anak dengan suami kedua, ayah
pasien sudah meninggal, ibu menikah lagi hanya bertahan satu tahun dan saat
ini dengan suami yang ke-4.

Sejak mempunyai hape, 1 (satu) tahun yang lalu, perilaku pasien mulai
berubah. Pasien tidak peduli meskipun kakaknya marah-marah sehingga pasien
dipukul oleh kakaknya. Pasien sering meninggalkan rumah, bengal, tidak bisa
diberitahu, membantah dan marah-marah. Pasien dimasukkan ke dalam shelter.
Ibu pasien sudah tidak tahu lagi bagaimana cara mengatasi pasien
padahal semua keinginan sudah dituruti. Ibu pasien seorang pekerja keras,
menikah 4 kali, pasien adalah anak dengan suami kedua, ayah pasien sudah
meninggal, ibu menikah lagi hanya bertahan satu tahun dan saat ini dengan
suami yang ke-4.
Dari pemeriksaan internistik, neurologik dalam batas normal. Dari
pemeriksaan psikiatrik didapatkan kontak verbal, relevan, lancar; kesadaran
composmentis, mood/afek iritabel; proses berpikir realistik, koheren,
preokupasi pada keinginan bunuh diri; persepsi tidak didapatkan halusinasi,
kemauan dan psikomotor dalam batas normal
Instrumen penunjang lainnya didapatkan Mini Mental State
Examination: 29 (normal).
VI. FORMULASI ETIOLOGI

Etiologi Faktor Predisposisi Faktor Faktor


Presipitasi & Perpetuasi
Fasilitasi

20
Biologi - Riwayat tentamen Riwayat Riwayat
suicide 3 kali penggunaan penggunaan Napza
- Keponakan pasien Napza
gangguan jiwa
- sexual drive yang
tinggi
Psikologi - ciri kepribadian Kasus pengadilan - Preokupasi pada
belum terbentuk atas “trafficking” keinginan bunuh
mengarah ke c.k yang dihadapi, diri
borderline pasien sebagai - Dukungan
- sibling rivalry saksi keluarga yang
kurang
- Insight 3th degree
Interpersonal Pergaulan bebas yang Hubungan dengan Hubungan dengan
dianut pasien keluarga yang keluarga yang
kurang harmonis kurang harmonis
Sistem Medis - - Biaya mandiri

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK


Pada pasien ini ditemukan gejala gangguan perilaku dan psikologis yang
secara klinis cukup bermakna dan menimbulkan hendaya dalam fungsi
kehidupan sehari-hari baik psikososial maupun pekerjaan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ III.
Dari anamnesis, riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan status
internistik dan neurologis, tidak ditemukan kelainan gangguan medis umum
yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan
gangguan jiwa yang diderita saat ini sehingga gangguan mental organik dapat
disingkirkan.

21
Pasien merokok, menggunakan sabu dan mengonsumsi ectasy yang
menyebabkan perubahan perilaku pada pasien sehingga pada axis I
didiagnosis sebagai Gangguan mental dan perilaku akibat zat multipel dan
Penggunaan zat psikoaktif lainnya (F19.55)
Dari autoanamnesis, heteroanamnesis dan pemeriksaan psikiatrik,
didapatkan adanya keluhan utama percobaan bunuh diri sehingga
ditambahkan diagnosis lain yang menjadi fokus perhatian klinis yaitu
Tentamen suicide.
Pasien adalah seorang mudah marah, bila marah melempar barang dan
berkata kotor, segala keinginan harus dipenuhi, mudah terpengaruh teman,
bila bertindak tidak memikirkan akibatnya dan tidak menyesal setelahnya.
Pasien mempunyai hasrat seksual yang tinggi dan tidak malu-malu untuk
menunjukkan kepada orang yang disukainya. Pasien suka membantah bila
dinasihati dan malah pergi dari rumah. Pada pasien ini axis II belum terbentuk
namun karena usia pasien saat ini di bawah 18 tahun, namun mengarah pada
ciri kepribadian borderline.
Pada axis III, post tentamen suicide
Pada axis IV, pasien memiliki masalah dengan primary support grup
(keluarga), dalam hal ini ibu dan kakaknya.
Pada axis V, berdasarkan penilaian GAF (Global Assessment of
Functioning) scale saat pemeriksaan adalah 20 (bahaya mencederai diri/orang
lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri) dan GAF
scale terbaik satu tahun terakhir 60 (gejala sedang (moderate), disabilitas
sedang).

VIII. EVALUASI DIAGNOSIS MULTIAKSIAL BERDASARKAN PPDGJ


III
Aksis I : Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Multipel dan
Penggunaan Zat Psikoaktif Lainnya (F19.55) + post tentamen suicide
Aksis II : Ciri Kepribadian belum terbentuk mengarah pada ciri kepribadian
borderline

22
Aksis III : Post tentamen suicide (minum porstek)
Aksis IV : Masalah dengan primary support group (keluarga)
Aksis V : GAF scale saat pemeriksaan 20
GAF scale terbaik 1 tahun terakhir 60
IX. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologis :
• Riwayat tentamen suicide
• Keponakan pasien menderita gangguan jiwa
• Riwayat penggunaan Napza
• Sexual drive pasien yang tinggi
B. Psikologis :
• Ciri kepribadian belum terbentuk, mengarah c.k borderline
• Preokupasi pada keinginan bunun diri
• Sibling rivalry dengan kakaknya
• Kasus pengadilan trafficking, dimana pasien sebagai saksi
• Dukungan keluarga yang kurang
• Insight 3th degree
C. Sosial :
• Pergaulan bebas yang dianut pasien
• Hubungan dengan keluarga kurang harmonis
• Biaya mandiri
X. PROGNOSIS
Dubois ad malam

• Hal yang meringankan:


- Faktor pencetus/stressor jelas

• Hal yang memberatkan:


- Onset usia muda
- Ciri kepribadian belum terbentuk, mengarah pada c.k borderline

23
- Adanya riwayat faktor organik
- Adanya faktor genetik
- Dukungan keluarga kurang
- Pergaulan bebas
- Insght 3th degree
- Biaya mandiri

XI. FORMULASI PSIKODINAMIKA


Nn. M, seorang perempuan remaja, usia 15 tahun, suku Jawa, agama Islam,
pendidikan SMP (belum tamat, kejar paket).
Pasien adalah anak ke-5 dari 5 bersaudara, lahir sebagai anak yang tidak
diharapkan karena faktor usia dari ibu, diasuh dan dibesarkan oleh kedua orang
tuanya. Ayah pasien adalah seorang polisi, sabar dan menyayangi anak-
anaknya, meninggal saat pasien masih SD.Ibu pasien seorang yang cerewet,
pekerja keras, jarang di rumah tetapi selalu berusaha menuruti keinginan anak-
anaknya. Tidak adanya figur ayah, sedangkan sikap ibu yang sering kawin
cerai terinternalisasi secara patologis sehingga pasien menganggap semua laki-
laki memiliki motif tertentu. Trauma masa kanak dimana pasien menjadi bahan
olok-olok, kekerasan oleh kakaknya menambah konflik dalam diri pasien
Pasien merasa tidak memperoleh perlindungan ataupun kasih sayang seperti
yang diharapkan sehingga pasien merasa tidak cukup dicintai ataupun dihargai.
Pasien berkembang menjadi individu yang suka membangkang, impulsive,
bertindak semaunya tanpa mempedulikan resiko dan tidak menyesal
setelahnya mengarah pada ciri kepribadian borderline.
Hubungan dengan keluarga yang memburuk membuat pasien
dimasukkan ke dalam shelter. Berbagai macam mekanisme pembelaan ego
dipakai pasien untuk bertahan dalam situasi ini. Pasien tidak lagi bersekolah
(undoing), berusaha menunjukkan sikap seolah-olah tidak ada beban (isolasi
afek), pasien cenderung menyalahkan pacarnya (proyeksi) dan menganggap
semua laki-laki buruk, selalu mempunyai maksud tertentu yang merupakan
bagian dari distorsi kognitif pasien. Tidak semua permasalahan pasien

24
diceritakan kepada orang lain, sebagian direpresi sehingga menjadi beban bagi
pasien. Pasien mengalami loss of pride, loss of love object, hopelessness
sekaligus helplessness menjadikan pasien mengambil jalan pintas, melakukan
tentamen suicide tetapi tidak berhasil. Pasien tetap menyimpan ide ini karena
keadaan yang dihadapi tetap sama, tidak berubah.
Dalam proses terapi, perlu diberikan psikoterapi supportif untuk
meningkatkan rasa percaya diri pasien (misalnya katarsis untuk mendorong
pasien mengungkapkan hal-hal yang direpresi, reassurance untuk meyakinkan
pasien bahwa dirinya bisa beraktifitas normal kembali), dilakukan reality
therapy agar pasien segera menyadari tentang bahaya dari tindakannya, serta
cognitive therapy untuk mengurangi distorsi kognitif yang dialami pasien.

XII. PENATALAKSANAAN
A. Psikofarmaka
Haloperidol 2x2,5 mg (PO)
Triheksiphenydil 2x1 mg (PO)
Fluoksetine 1x10 mg pagi
Clozapin 1x25 mg malam
B. Psikoterapi suportif berupa :
• Katarsis atau ventilasi: membiarkan pasien menceritakan keluhan dan
masalah yang dialaminya agar pasien merasa lega, membantu pasien
mengenali emosinya. Contoh : “Dengan menceritakan hal-hal yang
membuat tidak nyaman, dengan begitu beban yang adik rasakan akan lebih
ringan.”
• Reassurance (penjaminan kembali): mengatakan kepada pasien bahwa
dengan pengobatan teratur, keluhan-keluhan pasien akan berkurang dan bisa
kembali beraktivitas secara normal. Contoh : “Apa yang adik alami tentunya
tidak nyaman, namun bukan berarti adik tidak dapat seperti dulu lagi, kami
disini mencoba membantu adik, misalnya dengan mendengarkan keluhan-
keluhan adik, membantu bagaimana sih kalau ada masalah, serta

25
memberikan obat. Dengan minum obat secara teratur dan kontrol rutin,
Insyaallah nantinya akan lebih baik”
• Sugesti: Menanamkan pada pikiran pasien bahwa apa yang dialami pada
pasien bukanlah gangguan jiwa berat yang tidak dapat diobati. Diberikan
penguatan bahwa pasien mampu dan sanggup melewatinya. Contoh :
“Dalam mengatasi semua yang dialami saat ini, adik harus yakin kalau bisa
melewatinya. Buktinya, kondisi adik sekarang jauh lebih baik”.
• Psikoedukasi: menjelaskan kepada pasien bahwa apa yang dialami pasien
disebabkan oleh faktor psikologis dan pemakaian zat maka memerlukan
pengobatan jangka panjang. Selain itu juga dijelaskan psikofarmaka dan
psikoterapi yang akan dilakukan pada pasien. Contoh: “Apa yang adik alami
adalah suatu gangguan perasaan akibat macam-macam pikiran yang adik
alami, pada keadaan ini ibu menjadi sedih, putus asa dan keluhan
lainnya……. “ Saat ini, adik dirawat dulu, kemudian setelah KRS harus
kontrol rutin. Perlu diingat bahwa obat harus diminum sesuai aturan dan
tidak boleh dihentikan sendiri ketika merasa sudah nyaman, karena
pengobatan gangguan perasaan bukan seperti minum obat flu yang diminum
sewaktu-waktu saja, minum obat teratur berguna agar obatnya bekerja dan
mengurangi pikiran-pikiran yang kurang baik tadi ”.
C. Tekhnik relaksasi, misalnya dengan melatih pernafasan (menarik nafas
dalam dan lambat lewat hidung lalu mengeluarkannya dengan lambat pula
lewat mulut), mengendurkan seluruh otot tubuh dan bicara ke diri sendiri
ke arah sesuatu yang nyaman atau yang diinginkan untuk dicapai, pasien
dapat dianjurkan untuk berlatih tiap hari, agar dapat membantu pada saat
berbagai beban pikiran muncul.
D. Cognitive Therapy (CT) :
Membantu pasien agar lebih baik dalam mengelola responnya terhadap
peristiwa kehidupan yang menekan. Tujuan CT adalah pasien dilatih untuk
mengubah cara menafsirkan dan memandang segala sesuatu saat pasien
mengalami kekecewaan sedemikian rupa sehingga merasa lebih baik dan
bertindak lebih produktif.

26
E. Reality Therapy
• Membantu pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang
dihadapi, berdasarkan hal spesifik apa yang sebenarnya paling
diharapkan/dibutuhkan (goal) pasien saat ini dan bagaimana pasien akan
mewujudkannya (self realization) dan secara bertahap mengatasi masalah
yang ada.
• Semua keinginan dan rencana adalah dari sudut pandang pasien dan yang
paling spesifik, sederhana dan mudah dicapai sesuai kemampuannya
sebagai langkah awal untuk memberi rasa aman pada pasien. Setelah
langkah awal ini berhasil maka konselor akan membantu pasien untuk
membuat rencana berikutnya berdasarkan prioritas pasien.
• Membantu pasien untuk melihat segala sisi positif yang dimilikinya sebagai
modal untuk mewujudkan rencananya dan menghindari membicarakan hal-
hal negatif yang sudah terjadi apalagi mengkritik/menyalahkan pasien.
• Membantu pasien menilai kemampuan diri sendiri dengan tetap fokus
kepada hal spesifik yang sudah direncanakan pasien. Jika pasien merasa
mampu untuk melakukan maka pasien diberi berbagai alternatif untuk
mewujudkan rencana yang sudah dibuat pasien dan memaparkan segala
konsekuensi yang harus dihadapi sehingga pasien benar-benar mengambil
keputusan setelah mempertimbangkan segala sesuatu dan jika pada
akhirnya pasien mundur dari rencananya maka pasien juga bisa menerima
konsekuensinya.

F. Psikoedukasi keluarga
Edukasi terhadap keluarga sangat berguna untuk melakukan program
penatalaksanaan gangguan yang diderita pasien. Tujuan utama edukasi
adalah untuk memberikan pengertian tentang sakitnya dan penanganan yang
sesuai dengan kondisi pasien. Dengan melibatkan keluarga dalam sesi
edukasi maka keluarga dapat memberikan support yang lebih baik.
G. Monitoring : keluhan klinis , kemajuan pengobatan, efek samping obat dan
kepatuhan berobat.

27
XIII. DISKUSI
Diagnosis
Problem utama pada pasien ini adalah tentamen suicide yang dilakukan oleh
pasien. Pasien sudah mencoba melakukan bunuh diri sebanyak 3 (tiga kali).
Perhatian dari keluarga tidak seperti yang diharapkan sehingga pasien menjadi
pribadi yang menentang aturan dan semaunya sendiri. Pasien terjerumus dalam
pergaulan bebas, terpengaruh oleh teman-temannya dan jatuh dalam penggunaan
Napza. Diperlukan evaluasi yang teliti mengenai perjalanan gangguan yang dialami
pasien terkait dengan penetalaksanan serta tindaklanjutnya.
Kondisi pasien dapat menimbulkan masalah bagi anggota keluarga, teman-
teman dan dirinya sendiri. Begitu pula perlakuan anggota keluarga dan teman-
temannya terhadap pasien akan berpotensi mempengaruhi kondisi psikologos
pasien sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan psikoedukasi keluarga dan
manipulasi lingkungan yang merupakan bagian dari penatalaksanaan secara
holistik.

28
SKEMA PERJALANAN PENYAKIT (An.M, 15 tahun)

Garis
normal

Masa Kanak dini


- pertengahan 2012 2013 September 2014 Desember 2014 Februari 2014

• Pasien lahir normal, sebagai • Pasien • Saat awal kelas 3 • Pasien mulai • Pasien mulai • Pasien dimasukkan ke
anak yang tidak diharapkan melanjutkan SMP, pasien dibelikan tidak mau menggunaka sheklter karena keluarga
karena faktor usia ibu, tumbuh sekolah di SMP hape oleh ayahnya. bersekolah, n sabu,ectasy sudah kewalahan
kembang sesuai dengan anak dan mempunyai Mulai saat itu pasien sering keluar , merokok menghadapi pasien, pasien
seusianya. Pasien anak ke-5 dari banyak teman, mulai mengahabiskan rumah sehingga kabur dan menuju
5 bersaudara tetapi lain ayah prestasi cukup waktu dengan terus hingga 1 pasien Bangkalan
dengan ketiga kakaknya. • Saat pasien menggenggam hape bulan tidak terlibat • Pasien meakai sabu
• Pasien diasuh oleh kedua orang- berlibur ke sampai larut malam pulang, dalam kasus bersama teman-temannya,
tuanya.Ibu pasien seorang Timika, Papua, hingga dimarahi karena sering trafficking membuat kegaduhan karena
pekerja keras, cerewet, pemarah ibu pasien kaget bahkan dipukul oleh membolos, karena pasien berteriak-teriak dan
tetapi selalu menuruti kemauan ketika dalam kakaknya pasien imbalan sabu bicara melantur hingga
anak-anaknya. perjalanan di • Pasien mulai dikeluarkan dengan akhirnya pasien dibawa ke
• Ayah pasien, seorang polisi, kapal laut pasien mempunyai pacar dan dan seorang polsek
sabar dan menyayangi anak- duduk di kepada kakak menempuh pejabat • Pasien minum porstek
anaknya pangkuan laki- perempuan yang dekat kejar paket • Pasien karena sakit hati dirinya
• Saat keas 1 SD pasien sering laki kulit hitam dengan dirinya pasien • Selama tidak menghadapi ditahan tetapi pacarnya
ngebrok di sekolah, yang dan dikelilingi menceritakan bersekolah, pengadilan tidak padahal sama-sama
membersihkan kakaknya dan banyak orang pengalaman pasien atas kasus memakai sabu
pasien menjadi bahan olok=olok yang kesemuanya seksualnya bergaul tersebut, • Pasien dirawat di RSDS,
teman-temannya. laki-laki. Ibu • Pasien minum minyak dengan dimana pasien tidak menyesali yang
• Ayah pasien meninggal, ibu pasien segera tanah, 2 x tetapi tetangganya pasien atas semua tindakannya dan
pasien menikah lagi dan menarik pasien diketahui oleh ibu, dan mulai sebagai saksi bermniat bunuh diri dengan
pernikahan itu hanya bertahan 1 agar kembali ke pasien tidak mengenal cara yang nyaman yakni
tahun kemudian ibu pasien dalam kamar. memberikan alasan dugem, memakai sabu
menikah lagi berbuat seperti itu diskotik

29
FOLLOW UP

Hari / Tgl Subyektif Obyektif Assessment Planning


12-3-2015 Pasien lari ke IRD tetapi KU : pasien wanita remaja, berperawakan kurus, GMP akibat Planning terapi :
10.00 berhasil dikejar dan dibawa tampak cemberut. pemakaian zat Haloperidol 2x2,5 mg (PO)
kembali ke ruangan. Pasien Kontak : + verbal , relevan, lancar multipel + Triheksiphenydil 2x1 mg(PO)
sempat bertengkar dengan Kesadaran : CM, normal tentamen Fluoksetine 1x10 mg pagi
pasien di sebelahnya karena Orientasi W/T/O : baik suicide Clozapin 1x25 mg mlm
pasien sebelah yang M/A : iritabel Psikoterapi suportif
melemparinya. Pasien Proses berpikir : realistik, koheren, preokupasi ingin CT
dpindah bed di
ruang pulang Reality therapy
sebelahnya. Pasien bisa tidur Persepsi : normal, tidak ada kelainan Rencana endoskopi
dan mau makan. Pasien ingin Kemauan : normal
pulang. Leher masih terasa Psikomotor : normal
agak nyeri , pasien masih Pemeriksaan Internistik : dbn Planning monitoring :
merokok, bila tidak diberi Pemeriksaan Neurologik: dbn Keluhan, klinis, ESO
maka ia akan lari

16/3/2015 Pasien mengatakan ingin KU : Pasien wanita remaja, berperawakan kurus, GMP akibat Planning terapi :
09.40 pulang. Ketika pemeriksa wajah tampak muram. pemakaian zat Haloperidol 2x2,5 mg (PO)
menanyakan pulang ke rumah Kontak : + verbal , relevan, lancar multipel + Triheksiphenydil 2x1 mg(PO)
yang mana, pasien tampak Kesadaran : CM, normal tentamen Fluoksetine 1x10 mg pagi
termenung. Pasien Orientasi W/T/O : baik suicide Clozapin 1x25 mg mlm
mengalihkan pembicaraan M/A : sedih Psikoterapi suportif

30
dan memikirkan bajunya Proses berpikir : realistik, koheren, preokupasi ingin CT
yang masih di kantor polisi pulang Reality therapy
juga hapenya. Pasien hari ini Persepsi : normal, tidak ada kelainan
menjalani endoskopi Kemauan : normal
Psikomotor : normal
Pemeriksaan Internistik : dbn Planning monitoring :
Pemeriksaan Neurologik: dbn Keluhan, klinis, ESO

17/3/2015 Pasien merasa senang, hari ini KU : Pasien wanita remaja, berperawakan kurus, GMP akibat Planning terapi :
09.30 dirinya akan pulang, mungkin tampak ceria pemakaian zat Haloperidol 2x2,5 mg (PO)
sementara pulang ke rumah Kontak : + verbal , relevan, lancar multipel + Triheksiphenydil 2x1 mg(PO)
kakaknya dulu baru nanti ke Kesadaran : CM, normal tentamen Fluoksetine 1x10 mg pagi
shelter. Pasien tersenyum dan Orientasi W/T/O : baik suicide Clozapin 1x25 mg malam
mempersiapkan diri. Pasien M/A : senang Psikoterapi suportif
berjanji untuk kontrol rutin Proses berpikir : realistik, koheren, preokupasi ingin CT
pulang Reality therapy
Persepsi : normal, tidak ada kelainan
Kemauan : menurun
Psikomotor : normal
Pemeriksaan Internistik : dbn Planning monitoring :
Pemeriksaan Neurologik: dbn Keluhan, klinis, ESO

31
28/10/2014 Pasien menyambut baik KU : Pasien wanita dewasa, berperawakan sedang, Episode depresi Planning terapi :
18.00 kedatangan pemeriksa dan mengenakan baju panjang berwana coklat, dengan sedang tanpa Fluoxetin 10mg 1tab-0-0 (PO)
Home visit juga ditemui oleh anak jilbab berwarna hitam, tampak rapi, gejala somatik Klobazam 10 mg ½tab-0- ½ tab (PO)
keduanya. Pasien duduk tenang di hadapan pemeriksa. (F32.10) + Psikoterapi suportif
menjelaskan bahwa ia telat Kontak : + verbal , relevan, lancar Distimia CT
kontrol karena kesibukannya Kesadaran : CM, normal (F34.1) + Reality therapy
karena baru saja ke Madiun Orientasi W/T/O : baik Masalah
ada acara di sana. Kadang M/A : adekuat hubungan orang
pasien masih terbebani oleh Proses berpikir : realistik, koheren, preokupasi pada tua dengan anak Planning monitoring :
pikiran tentang anak masalah anak (Z63.8) Keluhan, klinis, ESO
pertamanya. Pemeriksa bicara Persepsi : normal, tidak ada kelainan
agak keras agar anaknya yang Kemauan : normal
mendengar di balik gordyn Psikomotor : normal
tidak curiga tetapi pasien Pemeriksaan Internistik : dbn
mencegah. Pemeriksa Pemeriksaan Neurologik: dbn
mnjelaskan maksud bersikap
seperti itu. Pasien merasa saat
ini sudah baik, minum obat
rutin dan tidak ada keluhan
terhadap obat. Secepatnya

32
akan kontrol kembali. Pasien
ingin ikut pengajian tapi
malas kalau ditanya tetangga
tentang anak dan suaminya
karena pandangan tetangga
tentu macam-macam. Hanya
kadang-kadang saja pasien
sulit tidur, sudah sangat
terbantu dengan minum obat
5/11/2014 Pasien menerima pemeriksa KU : Pasien wanita dewasa, berperawakan sedang, Episode depresi Planning terapi :
17.00 dengan baik saat pemeriksa mengenakan baju gamis kaos coklat tanah senada sedang tanpa Fluoxetin 10mg 1tab-0-0 (PO)
Home berkunjung ke rumah pasien. dengan jilbabnya, tampak rapi. gejala somatik Klobazam 10 mg ½tab-0- ½ tab (PO)
Visite Pasien mengenalkan anak Kontak : + verbal , relevan, lancar (F32.10) + Psikoterapi suportif
keduanya yang kebetulan Kesadaran : CM, normal Distimia CT
bertandang ke rumah pasien. Orientasi W/T/O : baik (F34.1) + Reality therapy
Pemeriksa menanyakan anak M/A : adekuat Masalah
pertamanya yang tidak Proses berpikir : realistik, koheren, preokupasi hubungan orang
kelihatan. Setengah berbisik masalah anak tua dengan anak Planning monitoring :
pasien mengatakan kalau Persepsi : normal, tidak ada kelainan (Z63.8) Keluhan, klinis, ESO
anaknya tidak mau keluar dan Kemauan : normal
ada di balik gordyn Psikomotor : normal Planning edukasi :
menguping pembicaraan Pemeriksaan Internistik : dbn Psikoedukasi keluarga
pemeriksa. Pasien tampak Pemeriksaan Neurologik: dbn
rapi dan mengatakan bahwa

33
kondisinya lebih baik ,
sedikit-sedikit masih ada
keluhan tapi karena di
sekolah banyak kegiatan,
pasien tidak begitu
menghiraukan. Pulang ke
rumah dalam kondisi capek
dan setelah minum obat
pasien bisa tidur.
12/11/2014 Pasien datang sendiri, KU : Pasien wanita dewasa, berperawakan sedang, Episode depresi Planning terapi :
09.30 menjelaskan sudah bisa tidur, mengenakan baju panjang bercorak bunga-bunga dan sedang tanpa Fluoxetin 10mg 1tab-0-0 (PO)
Kontrol sudah tidak terlalu merasa jilbab berwarna hitam, tampak rapi, gejala somatik Klobazam 10 mg 0-0- ½ tab (PO)
poli ke -5 mudah lelah lagi, tidur dan duduk tenang di hadapan pemeriksa. (F32.11) + Psikoterapi suportif
nafsu makan membaik. Kontak : + verbal , relevan, lancar Distimia CT
Akan tetapi, karena anak Kesadaran : CM, normal (F34.1) Reality therapy
pertama pasien belum juga Orientasi W/T/O : baik Masalah Planning monitoring :
membaik, pasien masih M/A : adekuat hubungan orang Keluhan, klinis, ESO
memikirkan anaknya ini. Proses berpikir : realistik, koheren, preokupasi pada tua dengan anak
Pasien menjelaskan dirinya masalah anak (Z63.8) Planning edukasi :
merasa lebih nyaman saat ini. Persepsi : normal, tidak ada kelainan Psikoedukasi keluarga
Ada kesibukan di sekolah Kemauan : normal
dan cukup terhibur, Beberapa Psikomotor : normal
hari tidak minum obat tapi Pemeriksaan Internistik : dbn
tidak ada keuhan. Pemeriksa Pemeriksaan Neurologik: dbn

34
menyarankan kalau pasien
masih butuh obat jadi harus
kontrol teratur
26/11/2014 Pemeriksa menelpon suami KU : Pasien wanita dewasa, berperawakan sedang, Episode depresi Planning terapi :
16.00 pasien karena memang sudah mengenakan baju panjang kaos bergaris dengan jilbab sedang tanpa Fluoxetin 10mg 1tab-0-0 (PO)
diberi nomor HP oleh pasien. berwarna krem, tampak rapi. gejala somatik Klobazam 10 mg 0-0- ½ tab (PO)
Suami pasien menjelaskan Kontak : + verbal , relevan, lancar (F32.11) + Psikoterapi suportif
bahwa pasien bersamanya di Kesadaran : CM, normal Distimia CT
Madiun karena ada saudara Orientasi W/T/O : baik (F 34.1) + Reality therapy
yang sedang punya hajat. M/A : adekuat Masalah
Menurut suami, pasien baik- Proses berpikir : realistik, koheren, memadai hubungan orang Planning monitoring :
baik saja dan tampak tidak Persepsi : normal, tidak ada kelainan tua dengan anak Keluhan, klinis, ESO
sedih dan malah rajin bantu- Kemauan : normal (Z63.8)
bantu, selama di Madiun tidak Psikomotor : normal Planning edukasi :
mengeluh apa-apa, saat itu Pemeriksaan Internistik : dbn Psikoedukasi keluarga
pasien mengiyakan. Pemeriksaan Neurologik: dbn
Pemeriksa mengingatkan
agar tidak telat kontrol untuk
evaluasi lebih lanjut Pasien
minum obat rutin dan tidak
ada keluhan terhadap obat.

35
36

Anda mungkin juga menyukai