Kata kunci : Harga Pokok Penjualan (HPP), metode Activity Based Costing
(ABC), air minum dalam kemasan
ABSTRACT
Key words : Cost of Goods Sold (CGS), Activity Based Costing(ABC) method,
drinking water product.
EVALUASI PENETAPAN HARGA POKOK PENJUALAN
AIR MINUM DALAM KEMASAN PADA PT X DENGAN
METODE ACTIVITY BASED COSTING
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah harga
pokok penjualan, dengan judul Evaluasi Penetapan Harga Pokok Penjualan Air
Minum Dalam Kemasan pada PT X dengan Metode Activity Based Costing.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo,
DEA selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
PRAKATA x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODOLOGI 3
Pengumpulan Data dan Identifikasi Metode Penentuan HPP 3
Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Konvensional 4
Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Activity Based Costing 4
Analisis Hasil 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
SIMPULAN DAN SARAN 17
Simpulan 17
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 20
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penggunaan biaya 20
2 Perhitungan titik impas 23
3 Perhitungan payback period 24
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
konsumsi yang khas dan menghubungkan sebab akibat pada proses pembebanan
biaya overhead (Nafarin 2003). Penggunaan metode ABC ini akan mampu
memberikan informasi HPP yang lebih akurat dibandingkan metode konvensional
(Martusa 2010). Selain itu, dengan metode ABC didapatkan informasi aktivitas
utama yang menyumbang biaya dalam harga pokok produk. Informasi ini dapat
diolah sebagai masukan untuk memberikan saran peningkatan kinerja perusahaan.
Alasan diatas melatarbelakangi penelitian ini, yaitu evaluasi penetapan
harga pokok penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) pada PT X dengan
metode activity based costing (ABC). Hal ini dapat memperbaiki sistem kalkulasi
perusahaan, khususnya dalam penetapan harga pokok penjualan, sehingga
mendapatkan harga pokok penjualan yang lebih tepat dan akurat.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
METODOLOGI
Mulai
Observasi
langsung,
wawancara, Pengumpulan Data
studi literatur
ABC
Evaluasi Saran
Metode peningkatan
penerapan Selesai
perusahaan kinerja pada
ABC
Pengolahan data Bukan perusahaan
menggunakan ABC
metode ABC
dan Perhitungan HPP dengan Metode
konvensional Perusahaan dan Metode ABC
dengan program
excel
Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data sekunder dan data
primer. Data sekunder diperoleh melalui laporan produksi dan keuangan tahun
2013, dokumen perusahaan, dan literatur yang sesuai dengan penelitian. Data
primer diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung serta melalui
wawancara langsung dengan pihak yang terkait dengan perusahaan. Metode yang
digunakan untuk memperoleh data dan informasi dari perusahaan meliputi:
1. Wawancara yang dilakukan terhadap pihak perusahaan dengan mengajukan
berbagai pertanyaan yang terkait dengan tujuan penelitian.
2. Pengamatan (observasi) secara langsung terhadap aktivitas produksi yang
dilakukan para pekerja dalam menghasilkan produk.
Setelah melakukan wawancara, maka akan diketahui metode apa yang
digunakan perusahaan dalam penentuan HPP dan informasi lain menyangkut
penentuan harga penjualan produk.
4
Analisis Hasil
Tahap pertama pada penelitian ini adalah pengumpulan data. Data yang
dibutuhkan untuk melakukan evaluasi penetapan harga pokok penjualan antara
lain adalah data produksi dan laporan keuangan tahun 2013. Hasil terangkum pada
tabel 1.
Tabel 1 Keadaan umum perusahaan tahun 2013
Data Produksi Biaya Langsung Biaya Overhead Total Biaya
Galon Botol 330ml 74.53% 25.47 %
21 273 unit 20 098 unit Rp 111 522 863 Rp 38 119 668 Rp 149 642 531
PT X memiliki dua jenis produk yaitu AMDK galon dan botol 330 ml.
Tabel 1 menjelaskan jumlah produksi pada kedua produk dan konsumsi biaya
perusahaan. Perusahaan mengkonsumsi biaya langsung yang lebih tinggi
dibandingkan biaya overheadnya. Namun konsumsi biaya overhead cukup besar
yaitu 25 persen dari total biaya keseluruhan. Semakin tingginya nilai overhead
pada suatu unit bisnis, maka semakin tinggi juga penyimpangan alokasi biaya
pada penggunaan sistem pembiayaan konvensional (Krishnan 2006).
Tahapan selanjutnya adalah identifikasi penetapan harga pokok penjualan
(HPP) perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara staf pengelola keuangan
perusahaan, HPP perusahaan ditentukan dengan metode konvensional dan tidak
dilakukan pembaharuan perhitungan secara berkala. Hal ini tidak sesuai dengan
pendapat Palaiologk et al. (2012) yang menyebutkan bahwa dibutuhkan sistem
pembiayaan yang berkelanjutan, karena kemungkinan adanya perubahan yang
tidak proposional pada kuantitas, kompleksitas data, dan perubahan strategi yang
substansial dalam perjalanan bisnis. Oleh sebab itu, diperlukan perhitungan ulang
dan perbaikannya untuk mendapatkan penetuan HPP yang tepat untuk kondisi
perusahaan saat ini.
Penentuan harga pokok penjualan terdiri atas 2 kelompok biaya yaitu biaya
langsung dan biaya tidak langsung. Pada metode konvensional dan metode
activity based costing (ABC) diketahui bahwa cara perhitungan biaya langsung
adalah sama. Perbedaan kedua metode ini adalah pada pengalokasian biaya tidak
langsung atau yang disebut juga biaya overhead. Perhitungan biaya langsung dari
kedua produk PT X yaitu AMDK galon dan botol 330 ml disajikan pada tabel 2.
Tabel 2 Perhitungan biaya langsung
Biaya (Rp) AMDK Galon AMDK Botol 330 ml
per Unit (2) per Unit
Total (5) =
Total (1) = (1) : Total (3) (4) = (3) :
(1) + (3)
21 273 20 098
Tenaga kerja
langsung 41 912 781 1 970.23 5 722 219 284.72 47 635 000
Kemasan
primer 52 833 963 2 483.62 11 053 900 550 63 887 863
Total biaya
langsung 94 746 744 4 453.85 16 776 119 834.72 111 522 863
7
Tabel 2 menjelaskan jumlah biaya langsung yang diserap kedua produk per
unit. Pembagian biaya tenaga kerja langsung berdasarkan perbandingan jam
produksi antara produk satu dan lainnya. Berdasarkan perhitungan pada tabel 2,
biaya langsung yang diserap kedua produk ini didominasi oleh harga kemasan
primer setiap produknya.
Pada penentuan HPP dengan metode perusahaan, perhitungan biaya tidak
langsung setiap produk didapatkan dengan menggunakan metode konvensional.
Pada sistem pembiayaan konvensional tahap pertama biaya produksi dikumpulkan
ke dalam kelompok biaya lalu dialokasikan berdasarkan volume produksi
(Krishnan 2006). Pada metode yang digunakan perusahaan biaya dialokasikan
berdasarkan volume produksi sehingga didapatkan hasil sebagai berikut pada tabel
3.
Tabel 3 Perhitungan biaya tidak langsung metode konvensional
Rincian Galon Botol
Volume produksi (unit) 21 273 20 098
Biaya tidak langsung (Rp) 19 601 162.59 18 518 505.41
Biaya/unit (Rp) 921.41 921.41
Hasil alokasi biaya tidak langsung atau overhead pada tabel 3 menunjukkan
hasil yang sama pada kedua produk. Total biaya tidak langsung pada tahun 2013
adalah Rp 38 119 668. Pembebanan biaya tidak langsung disamaratakan untuk
kedua produk dengan satu dasar alokasi, yaitu volume produksi. Hal ini
menyebabkan terjadi penyimpangan dalam pembebanan biaya pada salah satu
produk, karena kedua produk ini mengkonsumsi aktivitas perusahaan dengan
jumlah yang berbeda.
Metode ABC memberikan informasi tentang alokasi biaya overhead dengan
lebih aktual. Penerapan metode ABC dimulai dengan penentuan aktivitas hasil
dari analisis aktivitas, yang selanjutnya memiliki tarif biaya aktivitas yang
dibutuhkan untuk mengestimasi biaya produk (Tang et al. 2013). Metode ABC
digunakan untuk mengatasi masalah pembebanan, terutama untuk pembebanan
biaya overhead. Biaya overhead akan dibebankan kepada produk berdasarkan
konsumsi aktivitasnya.
Analisis aktivitas dimulai dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasi
aktivitas ke dalam 4 level, (1) Tingkat unit, (biaya overhead yang dikenakan pada
unit produk), (2) Tingkat batch, (biaya overhead yang dikenakan pada batch
produk tidak dalam per unit), (3) Pendukung produk (biaya overhead yang
digunakan semua unit produk) dan akhirnya (4) Pendukung fasilitas (biaya
overhead yang digunakan hanya untuk mendukung operasi fasilitas yang sedang
berlangsung) (El-Deeb et al. 2011). Tahapan ini dilanjutkan dengan penentuan
pemacu biaya untuk setiap aktivitas. Pengelompokan aktivitas yang menghasilkan
biaya overhead bedasarkan pamacu biaya disajikan pada tabel 4. Istilah pemacu
biaya atau cost driver digunakan untuk mengidentifikasi cara produk dalam
mengkonsumsi aktivitasnya. Pemacu biaya adalah hal yang terkait dengan suatu
kegiatan yang mengakibatkan pemakaian sumber daya (Lima 2011).
8
c. Jumlah Unit Produksi (JUP), Luas Bangunan (LB), Jumlah produksi, dan
Jumlah pengiriman
Pemacu biaya jumlah unit produksi didapatkan dari laporan produksi
tahun 2013. Pemacu biaya luas bangunan dihitung untuk mempertimbangkan
konsumsi luas bangunan kepada tiap-tiap tahap dalam produksi PT X.
Berdasarkan hasil observasi, AMDK galon mengkonsumsi keseluruhan
bangunan, sedangkan AMDK botol tidak mengkonsumsi ruang penyimpanan.
Pemacu biaya jumlah produksi dihitung untuk mempertimbangkan konsumsi
untuk biaya setiap kali persiapan suatu batch produk. Pemacu biaya jumlah
pengiriman dihitung untuk mempertimbangkan konsumsi untuk biaya
distribusi dan pemasaran. Ikhtisar keempat pemacu biaya ini disajikan pada
tabel 7.
Tabel 7 Jumlah unit produksi (JUP), luas bangunan (LB), jumlah produksi,
dan jumlah pengiriman
Jenis Jumlah Konsumsi LB Jumlah produksi Jumlah
Produksi (m2) pengiriman
Galon 21 273 84 255 36
Botol 20 098 60 148 12
Total 41 371 144 403 48
Tabel 8 Identifikasi aktifitas, penentuan cost driver (pemacu biaya), dan penentuan tarif dasar alokasi biaya
Total biaya
Kategori
Kelompok tidak Tarif pemacu biaya overhead Hubungan sebab akibat antara
hierarki Kuantitas pemacu biaya
Biaya Aktivitas langsung aktivitas pemacu biaya dan biaya aktivitas
biaya
(Rp)
Jumlah Jenis Tarif (Rp) Satuan
10
11
titik impas produksi harus dinaikkan sebesar 686 unit per tahun untuk AMDK
botol dan 726 unit per tahun untuk AMDK galon. Hal ini dikarenakan posisi
perusahaan masih berada dibawah titik impas atau rugi.
Saran kedua yang dapat diberikan yaitu menaikkan harga jual AMDK galon
menimbang harga pasaran yang masih diatas harga jual perusahaan. Penentuan
harga jual dilakukan dengan mencari harga jual minimal dengan target payback
period yang telah ditentukan. Penetuan harga jual yang disarankan untuk AMDK
galon didapatkan dengan perhitungan payback period yang ditargetkan. Payback
period adalah angka perkiraan tahun yang dibutuhkan untuk menutupi investasi
awal (Tze dan Chun 2013). Asumsi yang digunakan target perusahaan adalah
mendapatkan mencapai payback period pada tahun ketiga, sehingga sesuai dengan
perhitungan pada lampiran 3 didapatkan harga jual yang disarankan untuk AMDK
galon adalah Rp 7 916.23. Harga jual dapat dinaikkan sesuai dengan kebijakan
perusahaan, contoh lainnya adalah dengan penetapan target keuntungan.
Saran selanjutnya adalah menggunakan aplikasi dalam melakukan
perhitungan HPP dengan metode ABC, sehingga memberikan kemudahan dan
kecepatan dalam melakukan evaluasi penetapan HPP. Berikut adalah design
aplikasi ABC sesuai dengan langkah-langkah implementasi activity based costing
pada Garrison et al. (2006).
Gambar 4 Overhead
Selajutnya adalah pengelompokan biaya aktivitas dari overhead yang
dimasukkan pada database. Pengelompokkan aktivitas pada Gambar 5 dilakukan
berdasarkan kesamaan pemacu biaya setiap overhead.
15
Gambar 5 Aktivitas
Tahapan selanjutnya pada Gambar 6 adalah perhitungan tarif setiap
aktivitas. Pada tahap ini pengguna melakukan pengisian jumlah pemacu yang
digunakan setiap aktivitas dan aplikasi akan menghitung tarif setiap aktivitas.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Al-R f ’ KM. 2012. The Extent Of Applying The Activity Based Costing
System (ABC) In The Field Of Iron And Steel Industry In Jordan.
Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business.4(1):671-
695.
Daljono. 2004. Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok & Pengendalian Edisi
2. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Edwards S. 2008. Activity Based Costing. London (UK): The Chartered Institute
of Management Accountants.
El-Deeb MS, Tawfik Y, Bassim M, Elwy E. 2011. Activity Based Costing (ABC)
As An Approach to Optimize Purchasing Performance in Hospitality
Industry. International Journal of Social Sciences and Humanity Studies.
3(2) : 1309-8063.
Garrison RH, Noren EW, dan Brewer PC. 2006, Managerial Accounting, Edisi
Kesebelas, Jilid Satu. Jakarta (ID): Salemba Empat.
Hansen dan Mowen. 2006. Management Accounting Edisi 7. Jakarta (ID) :
Salemba Empat.
Hatane SE, Sugioanto A, dan Yuliana OY. 2013. Aplikasi Activity-Based Cost
System dalam Sistem Informasi Biaya Manufaktur. Surabaya (ID):
Universitas Kristen Petra.
Horngren CT. 2008. Akutansi Biaya Jilid 1. Jakarta (ID) : Erlangga.
Krishnan A. 2006. An Application of Activity Based Costing in Higher Learning
Institution: A Local Case Study. Contemporary Management Research
Pages. 2(2):75-90.
Lima CMF. 2011. The Applicability of the Principles of ActivityBased Costing
System in a Higher Education Institution. Economics and Management
Research Projects: An International Journal. 1(1): 57-65.
Martusa R. 2010. Peranan Metode Activity Based Costing dalam Menentukan
Cost of Goods Manufactured. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. 2(1)
Maryam D. 2013. Analisis Efisiensi Metode Konvensional dengan Metode Activity
Based Costing (ABC) Terhadap Harga Pokok Produksi Pada CV. Faiz Jaya
Sidoarjo. Malang (ID): Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Mulyadi. 2007. Activity Based Cost System. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPN.
Nafarin M. 2003. Akuntansi: Pendekatan Siklus dan Pajak untuk Perusahaan
Industri dan Dagang. Jakarta (ID) : Ghalia Indonesia.
Palaiologk A S, Economides AA, Tjalsma HD, Sesink LB. 2012. An activity-
based costing model for long-term preservation and dissemination of digital
research data: the case of DANS. Int J Digit Libr (2012) 12:195–214.
Tang S, Gao Y, Qian F, Wang D. 2013. An Improved Activity-Based Costing
Model for Product Cost Estimation Applied in A Complex Manufacturing
Environment. High Technology Letters. 19(2): 125-131.
Tze SO dan Chun HT. 2013. Net Present Value and Payback Period for Building
Integrated Photovoltaic Projects in Malaysia. International Journal of
Academic Reasearch in Business and social Sciences. 3(2): 153-171.
19
Zhang YF dan Che RI. 2010. Factors Influencing Activity-Based Costing Success:
A Research Framework. International Journal of Trade, Economics and
Finance. 1(2):144-150.
20
LAMPIRAN
Pada PT X biaya yang dikonsumsi adalah biaya langsung dan biaya tidak
langsung. biaya langsung terdiri atas biaya tenaga kerja langsung dan biaya
kemasan primer.
Pada tabel dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja sebagian besar
terserap untuk produk AMDK galon. Hal ini disebabkan oleh jumlah
produksi AMDK galon yang lebih banyak dalam periode 2013 dan waktu
tenaga kerja yang terserap dalam proses produksi yang lebih banyak
dibandingkan dengan produk AMDK botol.
21
e. Administrasi
Kelompok biaya aktivitas biaya administrasi terdiri atas biaya
pembelian pulsa untuk komunikasi bagian operasional, dan biaya ATK.
Total Administrasi selama tahun 2013 adalah Rp 636 000.
( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
Payback Period
Keuntungan/tahun ∑
( ) ( )
( ) ( )
( )
Payback Period
( )
3 tahun
( )
Rp 7 916.23
25
RIWAYAT HIDUP