Anda di halaman 1dari 29

BAB II

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE “STAD”


UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN
SISWA KELAS 1 SDN 1 SUKAHURIP

A. Kurikulum Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Kurikulum yang digunakan di sekolah dasar adalah Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan atau kurikulum 2006. Menurut BSNP (2006:81). Dalam

kurikulum tersebut dijelaskan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam

perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan

penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran

bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan

budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam

masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta

menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan

baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi

terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan

kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan

pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra

Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk

memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.

6
7

Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini

diharapkan.

1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,

kebutuhan, dan minatnya, serta dapat ,menumbuhkan penghargaan terhadap

hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.

2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa

peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber

belajar.

3. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan

kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta

didiknya.

4. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan

program kebahasaan dan kesastraan di sekolah.

5. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan

kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang

tersedia.

6. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan

kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap

memperhatikan kepentingan nasional.

B. Fungsi, Tujuan Dan Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia

1. Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Menurut Depdiknas (2003:65) standar kompetensi disiapkan dengan

mempertimbangkan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa


8

nasional dan bahasa negara serta sastra Indonesia sebagai hasil cipta intelektual

produk budaya yang berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran Bahasa Indonesia

sebagai :

a. Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa.

b. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

c. Sarana penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai

keperluan menyangkut berbagai masalah.

d. Sarana pengembangan penalaran.

e. Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan

Indonesia.

2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Menurut BSNP (2006a:81-82) mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan

agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,

baik lisan maupun tulis.

b. Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan bahasa negara.

c. Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif

untuk berbagai tujuan.

d. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,

serta kematangan emosional dan sosial.


9

e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

berbahasa.

f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya

dan intelektual manusia Indonesia.

3. Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia

Menurut Hartati (2006b:4-5) prinsip pembelajaran Bahasa Indonesia

dilaksanakan dengan mengacu pada wawasan pembelajaran yang dilandasi prinsip

humanisme, progresivisme dan rekonstruksionisme.

Prinsip humanisme berisi wawasan sebagai berikut :

a. Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami

sesuatu. Implikasi wawasan ini terhadap kegiatan pengajaran Bahasa

Indonesia adalah 1) guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi, 2)

siswa disikapi sebagai subyek belajar yang secara kreatif mampu menemukan

pemahaman sendiri, 3) dalam proses belajar mengajar guru lebih banyak

bertindak sebagai model, teman pendamping, pemotivasi, fasilitator dan aktor

yang juga bertindak sebagai pebelajar.

b. Perilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Implikasi dari wawasan

tersebut dalam kegiatan pengajaran Bahasa Indonesia adalah 1) isi

pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi pebelajar secara aktual, 2) dalam

kegiatan belajarnya siswa harus menyadari manfaat penguasaan isi

pembelajaran bagi kehidupannya, 3) isi pembelajaran harus disesuaikan

dengan tingkat perkembangan, pengalaman dan pengetahuan pebelajar.


10

c. Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi

wawasan tersebut dalam kegiatan pengajaran Bahasa Indonesia adalah 1)

layanan pembelajaran selain bersifat klasikal dan kelompok juga bersifat

individual, 2) pebelajar selain ada yang dapat menguasai materi pembelajaran

secara cepat juga ada yang menguasai isi pembelajaran secara lambat, dan 3)

pebelajar perlu disikapi sebagai subyek yang unik, baik menyangkut proses

merasa, berpikir, dan karakteristik individual sebagai hasil bentukan

lingkungan keluarga, teman bermain, maupun lingkungan kehidupan sosial

masyarakatnya.

Lebih lanjut lagi sejumlah prinsip di atas dapat dihubungkan dengan

prinsip progresivisme yang beranggapan bahwa :

a. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan tidak bersifat mekanistis tetapi

memerlukan daya kreativitas. Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan

melalui kreativitas ini berkembang secara berkesinambungan. Pemahaman

kosa kata misalnya, akan membentuk keterampilan menyusun kalimat. Begitu

juga keterampilan membaca dan menulis dibentuk oleh kemampuan

memahami kosa kata dan keterampilan menyusun kalimat. Pengetahuan dan

keterampilan tersebut diperoleh secara utuh dan berkesinambungan apabila

dalam proses pembelajarannya siswa secara kreatif melakukan pemaknaan

kosa kata, berlatih menyusun kalimat, melakukan kegiatan membaca dan

berlatih mengarang secara langsung.

b. Dalam proses belajarnya siswa sering kali dihadapkan pada masalah yang

memerlukan pemecahan secara baru. Dalam pemecahan masalah tersebut


11

siswa perlu menyaring dan menyusun ulang pengalaman dan pengetahuan

yang dimilikinya secara coba-coba atau hipotesis. Dalam hal ini terjadi cara

berpikir yang terkait dengan metakognisi. Sesuai dengan gambaran proses

berpikir dalam pemecahan masalah, metakognisi adalah penghubungan

sesuatu pengetahuan dengan pengalaman atau pengetahuan lain melalui proses

berpikir untuk menghasilkan sesuatu.

Sejalan dengan wawasan di atas, prinsip konstruktivisme menganggap

bahwa proses belajar disikapi sebagai kreativitas dalam menata serta

menghubungkan pengalaman dan pengetahuan hingga membentuk suatu

keutuhan.

C. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Rendah

Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara belajar

anak, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran

bagi kelas awal sekolah dasar sebaiknya dilakukan dengan pendekatan

pembelajaran tematik. Pengertian pembelajaran tematik menurut BSNP (2006b :

37) adalah, “Pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan

beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna

kepada siswa”. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi

pokok pembicaraan.

Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan,

diantaranya :

a. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.


12

b. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai

kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama.

c. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.

d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata

pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.

e. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi

disajikan dalam konteks tema yang jelas.

f. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata.

Untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran

sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.

g. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara

tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga

pertemuan.

Sebagai suatu pendekatan pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran

tematik memiliki karakteriktik sebagai berikut :

1. Berpusat pada siswa. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa, hal ini sesuai

dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa

sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai

fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk

melakukan aktivitas belajar.

2. Memberikan pengalaman langsung. Pembelajaran tematik dapat memberikan

pengalaman langsung kepada siswa, siswa dihadapkan pada sesuatu yang

nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.


13

3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan

kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan

siswa.

4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran. Pembelajaran tematik

menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses

pembelajaran. Dengan demikian siswa mampu memahami konsep-konsep

tersebut secara utuh.

5. Bersifat Fleksibel. Pembelajaran tematik bersifat fleksibel dimana guru dapat

mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang

lainnya bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan

lingkungan.

6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Siswa diberi

kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan

minat dan kebutuhannya.

7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

D. Pembelajaran Menulis Bagian dari Pembelajaran Bahasa Indonesia

1. Pengertian Menulis

Pengertian menulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

{1989:868) menulis adalah, “membuat huruf, angka, dan sebagainya dengan pena,

pensil, kapur, dan sebagainya”. Pengertian menulis menurut Tarigan (1994:21)

adalah :
14

Menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang


menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang
lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka
memahami bahasa dan gambaran grafik itu.

Menurut Suparno (2007:1.3) menulis adalah, “Kegiatan penyampaian

pesan atau komunikasi dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau

medianya”. Sedangkan menurut Akhadiah (1993:81) menulis adalah, “Proses

perubahan bentuk pikiran, angan-angan, perasaan, dan sebagainya menjadi wujud

lambang atau tanda tulisan”.

Beranjak dari beberapa pengertian diatas dapatlah penulis simpulkan

bahwa menulis itu adalah suatu keterampilan berbahasa untuk menuangkan ide,

pikiran manusia kedalam bentuk kata atau kalimat secara tertulis dan digunakan

sebagai alat komunikasi secara tidak langsung.

2. Manfaat Menulis

Banyak manfaat yang dapat dipetik dari menulis, kemanfaatan itu

diantaranya peningkatan kecerdasan, pengembangan daya inisiatif dan kreativitas,

penumbuhan keberanian dan pendorong kemauan dan kemampuan

mengumpulkan informasi (Suparno,2007:1.4).

Banyak keuntungan yang didapat dan diperoleh dari kegiatan menulis

menurut Akhadiah (Resmini, 2007:117-118) ada delapan manfaat menulis yaitu

sebagai berikut :

a. Dengan menulis penulis dapat mengetahui kemampuan dan potensi


dirinya sampai dimana pengetahuannya tentang suatu topik. Untuk
mengembangkan topik itu penulis harus berpikir menggali pengetahuan
dan pengalamannya.
b. Dengan menulis, penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai
gagasan sehingga penulis dapat bernalar, menghubungkan, serta
15

membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai


gagasannya.
c. Dengan menulis, penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta
menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan
menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoritis mengenai
fakta-fakta yang berhubungan .
d. Dengan menulis, penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan
gagasan secara sistematis serta mengungkapkannnya secara tersurat.
e. Dengan menulis, penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya
sendiri secara objektif.
f. Dengan menulis, penulis akan lebih mudah memecahkan
permasalahannya yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam
konteks yang lebih kongkret.
g. Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif.
Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar
menjadi penyadap informasi dari orang lain.
h. Dengan menulis yang direncanakan membiasakan penulis berfikir serta
berbahasa secara tertib dan benar.

Dengan demikian menulis sangat berguna sekali dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan sebab dengan menulis gagasan, pikiran, dan perasaan

terpaparkan dan terorganisasi serta terencanakan dengan tertib dan teratur.

3. Fungsi Menulis

Dalam kegiatan berbahasa menulis memiliki fungsi utama yaitu sebagai

alat komunikasi secara tertulis dan tidak langsung. Tulisan dapat membantu

menjelaskan pikiran-pikiran kita. Selain itu, menulis juga memiliki fungsi lain

sebagaimana menurut Tarigan (Resmini, 2007:116) sebagai berikut :

a. Fungsi penataan.

Ketika menulis terjadi penataan terhadap gagasan, pikiran pendapat, imajinasi

dan yang lainnya serta terhadap penggunaan bahasa untuk mewujudkannya.

Oleh karena itu pikiran dan lainnya mempunyai wujud yang tersusun.
16

b. Fungsi pengawetan.

Menulis mempunyai fungsi untuk mengawetkan pengutaraan sesuatu dalam

wujud dokumen tertulis. Dokumen sangat berharga, misalnya untuk

mengungkapkan kehidupan pada zaman dahulu.

c. Fungsi Penciptaan.

Dengan menulis kita menciptakan sesuatu yang mewujudkan sesuatu yang

baru. Karangan sastra menunjukkan fungsi demikian. Begitu pula karangan

filsafat dan keilmuan ada yang menunjukkan fungsi penciptaan.

d. Fungsi Penyampaian.

Penyampaian itu terjadi bukan saja kepada orang yang berdekatan tempatnya,

melainkan juga kepada orang yang berjauhan.

4. Tujuan Menulis

Menurut Tarigan(1994:24–25) bahwa tujuan menulis adalah sebagai

berikut:

a. Assignment Purpose ( Tujuan Penugasan ).

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali.

Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri

misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku.

b. Altruistick Purpose ( Tujuan Altruistic ).

Penulis bertujuan menyenangkan pembaca, menghindarkan kedudukan para

pembaca, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan

penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih

menyenangkan dengan karyanya itu.


17

c. Persuasive Purpose ( Tujuan Persuasif).

Tulisan ini bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang

diutarakannya.

d. Informational Purpose ( Tujuan Penerangan ).

Tulisan yang bertujuan memberikan informasi atau keterangan kepada para

pembaca.

e. Self-expressive Purpose ( Tujuan Penyataan diri ).

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan dan menyatakan diri sang penulis

kepada para pembaca.

f. Creative Purpose ( Tujuan Kreatif ).

Tujuan tulisan ini erat kaitannya dengan tujuan pernyataan diri. Tulisan ini

bertujuan mencapai nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kesenian.

g. Problem Solving Purpose ( Tujuan Pemecahan Masalah ).

Tulisan ini bertujuan memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis

menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-

pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima

oleh para pembaca.

E. Pembelajaran Menulis di Kelas Satu Sekolah Dasar

1. Menulis Permulaan

Menurut Zuchdi (1997:62) bahwa kemampuan menulis diajarkan di

sekolah dasar, sejak kelas satu sampai dengan kelas enam. Kemampuan yang

diajarkan di kelas satu dan dua merupakan kemampuan tahap awal atau tahap

permulaan. Oleh sebab itu pembelajaran menulis di kelas satu dan dua di sebut
18

pembelajaran menulis permulaan, sedangkan di kelas tiga, empat, lima dan enam

di sebut pembelajaran menulis lanjut. Jadi di sekolah dasar ada dua jenis menulis

yaitu menulis permulaan dan menulis lanjut.

Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa

tulis yang bersifat produktif, artinya kemampuan menulis ini merupakan

kemampuan yang menghasilkan dalam hal ini menghasilkan tulisan. Menulis

merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat komplek.

Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan

logis dan kemampuan menerapkan kaidah tulis menulis dengan baik.

Kemampuan-kemampuan yang diperlukan itu dapat diperoleh melalui

proses yang panjang. Sebelum sampai pada tingkat mampu menulis, siswa harus

mulai dari tingkat awal, tingkat permulaan, mulai dari pengenalan lambang-

lambang bunyi. Pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh pada tingkat

permulaan pada pembelajaran menulis permulaan itu, akan menjadi dasar

peningkatan dan pengembangan kemampuan siswa selanjutnya. Apabila dasar itu

kuat, maka dapat diharapkan hasil pengembangannya pun akan baik pula, dan

apabila dasar itu kurang atau lemah, maka dapat diperkirakan hasil

pengembangannya akan kurang baik pula. Mengingat hal itu maka selayaknya

pembelajaran menulis permulaan mendapat perhatian yang memadai dari guru.

“Pengertian menulis permulaan diawali dari melatih siswa memegang

alat tulis dengan benar, menarik garis, menulis huruf, suku kata, kata, kalimat

sederhana dan seterusnya” (Hartati, 2006a:188). Menurut Akhadiah (1993:75)

Tujuan menulis permulaan ialah, “ Agar anak dapat menulis dengan tulisan yang
19

terang, jelas teliti dan mudah dibaca”. Peranan menulis permulaan menurut

Hartati (2007 : 4) adalah :

Menulis permulaan sangatlah penting peranannya bagi siswa sekolah


dasar yaitu sebagai landasan untuk mempelajari mata pelajaran lain, selain
itu menulis permulaan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa, juga
dapat mengembangkan aspek intelektual, sosial, emosi dan moral siswa.
Menulis permulaan merupakan keterampilan hidup yang harus dimiliki
setiap manusia, khususnya para pelajar dalam semua jenjang pendidikan
mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

2. Materi Menulis Permulaan

Dalam kurikulum satuan pendidikan tahun 2006, materi menulis

permulaan di kelas satu sekolah dasar dipilah menjadi dua kategori yakni

pengajaran pramenulis dan menulis permulaan. Yang termasuk kategori

pramenulis bersifat mekanis menurut Resmini (2007 : 196) adalah :

a. Sikap duduk yang baik dalam menulis.


b. Cara memegang pensil atau alat tulis.
c. Cara memegang dan membuka buku.
d. Melemaskan tangan dengan cara menulis di udara.
e. Melemaskan jari-jari melalui kegiatan menggambar, menjiplak,
mengeblat, melatih dasar-dasar menulis.

Menurut Zuchdi (1997 :63) yang termasuk materi pramenulis adalah :

a. Cara meletakkan buku tulis.


b. Cara memegang pensil.
c. Cara menggoreskan pensil pada buku tulis.
d. Gerakan menulis di udara untuk melemaskan lengan.
e. Melemaskan jari dengan dengan mewarnai, menjiplak, menyalin huruf.
f. Membuat garis tegak, miring, lurus, lengkung sebagai dasar menulis.
g. Menuliskan huruf di bak pasir, di meja atau di udara.

Sedangkan materi untuk menulis permulaan di kelas satu, menurut

(Kurikulum, 2006 : 83-84) adalah sebagai berikut :

a. Menjiplak berbagai bentuk gambar, lingkaran, dan bentuk huruf.


b. Menebalkan berbagai bentuk gambar, lingkaran, dan bentuk huruf.
20

c. Mencontoh huruf, kata, atau kalimat sederhana dari buku atau papan
tulis dengan benar.
d. Melengkapi kalimat yang belum selesai berdasarkan gambar.
e. Menyalin puisi anak sedehana dengan huruf lepas.
f. Menulis kalimat sederhana yang didiktekan guru dengan huruf tegak
bersambung
g. Menyalin puisi anak dengan huruf tegak bersambung.

Untuk semester dua, selain materi diatas ditambah penggunaan huruf

kapital untuk nama orang, awal kalimat dan penggunaan tanda baca titik untuk

akhir kalimat. Materi menulis yang dituntut bagi siswa adalah menulis kalimat.

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan,yang

mengungkapkan pikiran yang utuh. (Santosa, 2003:5.2).

Kalimat yang diajarkan di kelas satu mengenai kalimat dasar yang terdiri

dari kalimat sederhana, kalimat tunggal dan kalimat luas. Menurut Ambary

(2000:56) Kalimat dasar adalah, “Kalimat yang terdiri atas satu klausa unsur-

unsurnya lengkap,urutan unsur-unsurnya umum,tidak mengandung pertanyaan

dan pengingkaran”. Kalimat dasar memiliki pola, berdasarkan pertimbangan

sintaksis kalimat dalam bahasa Indonesia, maka pola umum kalimat dasar dalam

bahasa Indonesia dapat dinyatakan seperti berikut:

S + P + (O) + (Pel) + (Ket)

Lebih rincinya, dalam bahasa Indonesia, terdapat enam tipe kalimat dasar inti,

yang dibedakan berdasarkan pola unsur-unsurnya yang wajib yaitu :

1. S – P : Aku makan.

: Aku bangun.

2. S – P – O : Aku makan nasi.

: Aku menggosok gigi.


21

3. S – P – Pel : Ia menjadi polisi.

: Belajar merupakan kewajiban.

4. S – P – K : Ayah berangkat ke kantor.

: Ibu pergi ke pasar.

5. S – P – O – Pel : Ani menyiram bunga mawar.

6. S – P – O – Ket : Adik bermain bola di lapang.

3. Metode Menulis Permulaan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran

menulis permulaan, pada dasarnya menulis permulaan tidak bisa dipisahkan

dengan membaca permulaan, menurut Hartati, (2006a:120-125) metode yang

dapat digunakan adalah sebagai berikut :

f. Metode Abjad / Alfabet. Yang dimaksud metode Abjad / Alfabet adalah suatu

metode pengajaran dengan memperkenalkan huruf-huruf yang harus

dihafalkan dengan melafalkan menurut bunyinya dalam abjad. Huruf-huruf

yang telah dihapalkan itu kemudian dirangkaikan menjadi suku kata, suku kata

menjadi kata dan kata menjadi kalimat.

g. Metode Suku kata / kupas rangkai. Metode yang memulai pengajaran menulis

dengan menyajikan dahulu beberapa suku kata. Suku kata dirangkaikan

menjadi kata. Suku kata dirangkaikan menjadi kata dengan tanda sambung.

Suku kata dikupas menjadi huruf-huruf kemudian dirangkai lagi menjadi suku

kata.

h. Metode kata. Pengajaran dengan metode ini dimulai dengan materi pengajaran

berupa kata-kata. Setelah anak mempelajari kata-kata lalu diambillah sebuah


22

kata yang menjadi lembaga untuk diuraikan menjadi suku kata yang menjadi

lembaga untuk diuraikan menjadi suku kata, selanjutnya dirangkai lagi

menjadi kata.

i. Metode kalimat. Metode ini lebih dikenal dengan metode global karena yang

mula-mula disajikan kepada murid adalah beberapa kalimat secara global.

Mula-mula guru menyajikan beberapa kalimat, diuraikan menjadi kata, kata

diuraikan menjadi suku kata dan suku kata diuraikan menjadi huruf.

j. Metode Struktur Analitik Sintetik (SAS). Metode SAS adalah metode yang

memulai pengajaran dengan menampilkan struktur kalimat yang utuh itu

dianalisis dan pada akhirnya dikembalikan pada bentuk semula. Metode ini

dianjurkan pemakaiannya di sekolah-sekolah dasar karena menerapkan prinsip

ilmu linguistic, bahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat. Bagian kalimat

adalah kata, suku kata.

3. Jenis Kegiatan Menulis Permulaan

Pengajaran menulis permulaan di kelas satu dapat dilakukan melalui

beberapa langkah menurut Hartati (2006a : 144-146) adalah sebagai berikut :

a. Pengenalan huruf. Dalam pengenalan ini siswa disuruh memperhatikan benar-

benar bentuk tulisan dan pelafalannya, baik tulisan cetak huruf lepas maupun

tegak bersambung. Pengenalan tulisan yang dimaksud ditekankan pada huruf

yang baru dikenal oleh siswa. Oleh karena itu, pembelajaran menulis

permulaan erat kaitannya dengan pelajaran membaca. Fungsi pengenalan

adalah untuk melatih indera siswa mengenal suatu bentuk tulisan.


23

b. Latihan. Latihan dapat dilaksanakan dari yang mudah sampai yang sukar.

Latihan tersebut seperti latihan memegang pensil, latihan menggerakkan

tangan.

c. Mengeblat. Mengeblat dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain

dengan memakai karbon, memakai kertas tipis, menebalkan tulisan dan

menghubungkan titik-titik.

d. Menatap. Menatap berarti mengadakan koordinasi antara mata, ingatan, dan

ujung jari (ketika menulis), sehingga ingatan yang berupa bentuk kata/huruf

dipindahkan dari otak ke ujung jari. Dengan demikian pelajaran menatap

merupakan latihan menulis yang biasanya dilakukan dengan cara mengamati

objek tersebut. Sehingga stimulus, guru dapat menggunakan objek, misalnya

gambar kata dan gambar kalimat atau objek asli.

e. Menyalin. Menyalin merupakan kegiatan menulis dengan cara meniru tulisan

yang terdapat dalam buku pelajaran atau tulisan guru di papan tulis. Kegiatan

ini biasanya dimulai dari tingkatan kata, kalimat sampai wacana.

f. Menulis indah. Menulis indah pada dasarnya juga menyalin. Menyalin suatu

kalimat atau huruf dengan memperhatikan bentuk, ukuran dan tebal tipisnya

tulisan secara baik, benar dan rapi. Ukuran suatu tulisan dapat dilihat dari

perbandingan dengan pertolongan suatu garis. Dengan demikian menulis

bertujuan agar siswa dapat menulis dengan tepat, terbaca dan rapi.

g. Dikte/imla. Dikte dimaksudkan untuk memantapkan siswa dalam menulis

huruf yang baru diajarkan dalam kaitannya dengan kata atau kalimat.

Kegiatannya dilakukan dengan memperdengarkan kata, kalimat, wacana


24

kepada siswa untuk kemudian meminta mereka menuliskan kembali apa yang

mereka dengar.

h. Melengkapi. Ada beberapa cara dalam pengajaran menulis yang dilakukan

melalui kegiatan melengkapi. Cara-cara tersebut dari yang paling mudah

sampai sukar. Melengkapi dapat dilakukan dengan melengkapi huruf,

melengkapi suku kata, melengkapi dengan kata, melengkapi dengan cara

mengisi titik-titik dengan kata-kata yang sesuai sehingga menjadi kalimat

yang benar.

i. Menulis nama. Menulis nama merupakan tugas yang diberikan kepada siswa

untuk menuliskan nama-nama orang, jalan atau benda-benda yang ada di

sekitarnya.

j. Mengarang Sederhana. Latihan mengarang sederhana cukup dimulai dari tiga

sampai lima baris kalimat. hal yang terpenting anak dapat menuliskan buah

pikirannya. Dapat mengorganisasikan antara ingatan, pengalaman dan tulisan.

4. Penilaian Menulis Permulaan

Penilaian ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa dalam

melambangkan unsur-unsur bahasa dan keterampilannya, menuangkan ide,

gagasan dan perasaannya secara tertulis. Tes menulis yang dapat digunakan untuk

kelas awal menurut Zuchdi (1997:126) adalah sebagai berikut :

a. Dikte dilakukan dengan cara siswa diminta menuliskan kata-kata yang

didiktekan guru, siswa diminta untuk menuliskan kalimat-kalimat sederhana

yang didiktekan guru. Untuk semester dua perlu diperhatikan penggunaan


25

huruf kapital pada awal kalimat, nama Tuhan, nama orang, serta tanda baca

titik pada akhir kalimat, kerapihan tulisan.

b. Tugas dilakukan dengan cara siswa diberi tugas untuk menuliskan nama-nama

binatang, bunga, kendaraan atau benda-benda di dalam gambar yang

ditunjukkan guru.

c. Siswa diminta untuk menuliskan kalimat sesuai dengan gambar. Dalam hal ini

penggunaan huruf kapital pada awal kalimat dan tanda baca titik pada akhir

kalimat perlu diperhatikan, demikian pula kesesuaian isi kalimat dengan

gambar.

Menurut Hartati (2006a:134) penilaian terhadap kemampuan menulis

permulaan yaitu penilaian terhadap hasil latihan menulis, diantaranya :

a. Latihan menyalin. Aspek yang dinilai meliputi kelengkapan, keterbacaan,

kerapihan, serta kesesuaian bentuk dan ukuran tulisan. Penilaian dapat

dilakukan secara kualitatif dengan memberikan nilai A (baik sekali), B(Baik),

C (cukup) dan D (kurang), atau A (baik), B (cukup), C (kurang) dan K

(kurang). Juga secara kuantitatif dengan angka 6,7,8. Penilaian ini juga

disertai dengan pemberian contoh tulisan yang baik dan benar oleh guru.

b. Dikte / imla. Aspek yang dinilai meliputi ketepatan daya dengar, kebenaran,

kejelasan, kerapihan tulisan. Penilaian dapat dilakukan dengan pemberian

angka dengan skala 0-10. Setiap ada kesalahan tulisan, harus disertai contoh

pembetulannya.

c. Melengkapi atau mencocokkan gambar. Bentuk latihan ini meminta anak

untuk mengaplikasikan pengetahuan siapnya dalam berbagai konteks. Pada


26

jenis latihan jenis ini, anak dilibatkan pada proses berpikir dan bernalar pada

tingkat sederhana, mencocokkan gambar dengan tulisan melibatkan proses

berpikir terpimpin, sedangkan melengkapai tulisan yang tersedia melibatkan

proses berpikir bebas.

d. Mengarang sederhana. Pada latihan ini anak sudah mulai diajak untuk berlatih

mengekspresikan pikiran, perasaan, keinginan dan sebagainya, sebagai

perwujudan kemampuan personalnya. Penilaian terhadap latihan jenis ini,

disamping harus memperhatikan kebenaran, keterbacaan, kerapihan,

keserasian bentuk dan ukuran tulisan, juga harus memperhatikan keaslian

gagasan, kemenarikan dan gaya tulisan.

5. Media Gambar dalam Menulis Permulaan

Menurut Piaget (Rayati,2004:30) anak usia sekolah dasar berada pada

tahap operasional kongkret. Hal ini menunjukkan bahwa anak sangat menyukai

benda-benda nyata. Dengan demikian dalam memberikan materi pelajaran agar

lebih menarik dan menumbuhkan motivasi anak terhadap suatu hal, diperlukan

media. Pengertian media menurut Sadiman (2004:7) adalah, “ Segala sesuatu yang

dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga

dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa

sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”.

Media yang sering digunakan pada pembelajaran di sekolah dasar

diantaranya adalah media gambar. Menurut Rayati (2004:32) mengemukakan

bahwa :
27

Salah satu media yang dapat dimanfaatkan diantaranya adalah media


gambar. Dengan gambar kita dapat membantu mempermudah anak untuk
menuangkan gagasan-gagasannya kedalam bentuk bahasa, karena gambar
akan memberikan inspirasi dan panduan tentang apa dan bagaimana yang
harus di tulis. Selain itu juga gambar dapat menimbulkan daya tarik pada
diri siswa mempermudah pengertian dan memperjelas bagian-bagian yang
penting yang akan ditulisnya.

Media gambar memiliki manfaat dalam pelaksanaan pembelajaran di

dalam kelas, karena media gambar memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan itu

menurut Sadiman (2007:29-30) adalah :

a. Sifatnya kongkret, gambar lebih realities menunjukkan pokok masalah


dibandingkan dengan media verbal semata.
b. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, tidak semua benda,
objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu bias anak-
anak di bawa ke objek atau peristiwa tersebut.
c. Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau
penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang
dapat disajikan dengan jelas melalui gambar.
d. Gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan
untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah
kesalahpahaman.
e. Gambar harganya murah dan gampang didapat serta digunakan, tanpa
memerlukan peralatan khusus.

Media gambar dapat bermanfaat ketika digunakan dalam pembelajaran

apabila memenuhi enam syarat seperti dikemukakan oleh Sadiman (2007:31-32)

adalah sebagai berikut:

Auntentik bahwa gambar harus secara jujur melukiskan situasi seperti


kalau orang melihat benda sebenarnya, sederhana bahwa komposisi gambar
cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok, ukuran relative yaitu bahwa
gambar dapat memperbesar atau memperkecil ukuran, gambar sebaiknya
memperlihatkan aktivitas tertentu, gambar yang bagus belum tentu baik
untuk mencapai tujuan pembelajaran, sebagai media yang baik gambar
hendaklah sesuai dengan pembelajaran yang ingin dicapai.
28

F. Hakikat Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Terdapat beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif yang

dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Slavin (2008 :4) mendefinisikan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah, “Strategi mengajar dimana para siswa bekerja

dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam

mempelajari materi pelajaran”. Pembelajaran kooperatif menurut Lie, A (2007:12)

adalah, “Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk

bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut

juga sebagai sistem pembelajaran gotong royong”. Pembelajaran kooperatif

diartikan sebagai “pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil yang dapat

menumbuhkan kerja sama secara maksimal dan masing-masing siswa belajar satu

dengan lainnya” (Herry,A. 2003: 6.11).

Menurut Asma, N (2006:11) pembelajaran kooperatif adalah, “Suatu

pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai

suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas atau

menyelesaikan suatu tujuan bersama”. Sedangkan menurut Dahlan (1990:35)

pembelajaran kooperatif adalah, “Merupakan aktivitas dimana anggota kelompok

biasa saling berbagi pengetahuan dan saling mengoreksi bila terdapat kekeliruan

pada kelompok tersebut”.

Berdasarkan definisi di atas maka penulis menyimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dengan membentuk


29

kelompok-kelompok kecil, dimana setiap anggota kelompok bisa saling

membantu dan bekerja sama untuk menyelesaikan lembar kegiatan siswa.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Asma, N (2006:12-14) tujuan pembelajaran kooperatif :

Dikembangkan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas


akademik, juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa
sekolah dasar. Banyak ahli yang berpendapat bahwa pembelajaran
kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang
sulit. Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan bagi kelompok
lambat dalam belajar, maupun bagi siswa kelompok cepat dalam belajar di
kelas untuk bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa
kelompok cepat dalam belajar akan menjadi tutor bagi siswa kelompok
lambat atau kurang. Dalam proses tutorial siswa cepat akan meningkat
kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor kepada
temannya yang kurang.

Pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan penting lainnya yaitu

mengajarkan pada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan

ini amat penting untuk membekali siswa kelak hidup di masyarakat yang banyak

berhubungan dengan orang lain dalam kegiatan yang saling ketergantungan satu

sama lain.

Selain itu, pendapat Lie (2007:46) tentang manfaat pembelajaran

kooperatif adalah :

Siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan


siswa lain, siswa lebih banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan,
partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dapat meningkat, mengurangi
kecemasan siswa ( kurang percaya diri ), meningkatkan motivasi, harga diri
dan sikap positif serta meningkatkan prestasi belajar siswa.

Lebih lanjut menurut Slavin (2008:2) mengungkapkan dua alasan pokok

mengapa pembelajaraan kooperatif dimanfaatkan dalam proses pembelajaran,

yaitu :
30

1) beberapa hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa


penggunaan pembelajan kooperatif benar-benar mampu meningkatkan
prestasi belajar peserta didik dan sekaligus meningkatkan relasi sosial, sikap,
menerima kekurangan orang lain, dan harga diri. 2) pembelajaran kooperatif
mampu merealisasikan kebutuhan peserta didik dalam belajar berpikir,
pemecahan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
keterampilan.

3. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

a. Tim Siswa Kelompok Prestasi atau Student Team Achievement Division

(STAD). Jenis pembelajaran kooperatif ini yang paling sederhana. Siswa

dikelompokkan, tiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen. Materi

dirancang untuk belajar kelompok. Siswa bekerja menyelesaikan lembar

kegiatan secara bersama-sama berdiskusi dan saling membantu dalam

kelompoknya.

b. Jigsaw. Jenis pembelajaran Jigsaw dikembangkan oleh Eliot Aronson dan para

koleganya (1978). Model ini digunakan bila mana materi yang harus dikaji

berbentuk narasi tertulis. Model ini paling cocok digunakan dalam pelajaran-

pelajaran kajian sosial, sastra, sains, dan berbagai bidang terkait yang tujuan

pembelajarannya adalah pemerolehan konsep.

c. Co-op Co-op . Jenis ini menempatkan kelompok-kelompok dalam kerjasama

satu dengan yang lain untuk mengkaji topik kelas. Jenis Co-op Co-op

memungkinkan siswa untuk bekerja bersama dalam kelompok-kelompok kecil

dan kemudian memberikan kesempatan bagi mereka untuk saling tukar

pemahaman yang baru dengan teman-teman sebaya.

d. Group Investigation (GI). Jenis GI adalah jenis pembelajaran kooperatif yang

dilaksanakan dengan cara mencari dan menemukan informasi (gagasan, opini,


31

data, solusi) dari berbagai macam sumber (buku-buku, institusi-institusi,

orang-orang) di dalam dan di luar kelas. Siswa mengevaluasi dan

mensintesiskan semua informasi yang disampaikan oleh masing-masing

anggota kelompok dan akhirnya dapat menghasilkan produk berupa laporan

kelompok.

e. Teams Games Tournaments (TGT). Jenis pembelajarn kooperatif yang

berkaitan dengan siswa memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk

memperoleh tambahan skor tim mereka. Permainan disusun dari pertanyaan-

pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang untuk mengetes

pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyampaian pelajaran di kelas dan

dari kegiatan-kegiatan kelompok. Permaianan tadi dimainkan pada meja-meja

turnamen. Setiap meja turnamen dapat diisi oleh wakil-wakil dari tiap

kelompok yang berbeda.

f. Think-Pair-Share (TPS). Jenis ini berpikir berpasangan berbagi merupakan

pembelajarn kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

siswa di kelas. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu

dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan ditandai dengan diberikannya

penghargaan kooperatif. TPS memiliki prosedur secara eksplisif untuk

memberi siswa waktu lebih banyak dalam berfikir, menjawab dan saling

membantu satu sama lainnya.

g. Numbered-Head-Together (NHT). Penomoran berpikir bersama merupakan

jenis pembelajaran kooperatif yang sejenis dengan TPS, dirancang untuk


32

mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur

kelas tradisional.

G. Pembelajaran Kooperatif Tipe “STAD”

Studens Teams Achiement Division (STAD) merupakan salah satu

metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model

yang paling baik bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Slavin

(2008:143) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe “STAD” adalah :

Pembelajaran kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang dengan
struktur heterogen, heterogen dari prestasi, jenis kelamin, dan etnis. Materi
dirancang untuk belajar kelompok, siswa bekerja menyelesaikan lembar
kegiatan secara bersama-sama berdiskusi dan saling membantu dalam
kelompoknya.

Menurut Sutardi,D (2007-81) “STAD” atau Tim Siswa Kelompok

Prestasi adalah :

Jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa


dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yang beranggotakan empat
atau lima siswa. Setiap kelompok harus heterogen. Guru kelas menyajikan
pelajaran, siswa bekerja menyelesaikan lembar kegiatan di dalam tim. Untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut,
pada akhir kegiatan guru melaksanakan tes tentang materi tersebut, dan pada
saat tes berlangsung mereka tidak boleh saling membantu. Hal ini untuk
melihat daya serap individu terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Hasil tes yang mereka peroleh dijumlahkan untuk mendapatkan skor tim dan
tim yang memperoleh kriteria tertentu diberi penghargaan.

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe “STAD” menurut Asma

N. (2006:51-52) adalah :
33

1. Persiapan pembelajaran

a. Materi

Materi pembelajaran dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran

secara berkelompok. Sebelum menyajikan materi pelajaran, dibuat lembar

kegiatan siswa yang akan dikerjakan oleh kelompok.

b. Menempatkan Siswa dalam Kelompok

Menempatkan siswa kedalam kelompok yang masing-masing kelompok

terdiri dari 4 atau 5 orang yang heterogen baik prestasi maupun jenis

kelamin.

2. Penyajian Materi

Setiap pembelajaran dengan model ini, selalu dimulai dengan penyajian materi

oleh guru. Sebelum menyajikan materi pelajaran, guru dapat memulai dengan

menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi, untuk berkooperatif.

Dalam penyajian kelas dapat dugunakan model ceramah, tanya jawab, diskusi

disesuaikan dengan bahan ajar.

3. Kegiatan Belajar Kelompok

Dalam setiap kegiatan belajar kelompok digunakan lembar kegiatan, dengan

tujuan agar terjalin kerjasama diantara anggota kelompoknya.

4. Pemeriksaan Terhadap Hasil Kegiatan Kelompok

Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok dilakukan dengan

mempresentasikan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil dari

setiap kelompok.
34

5. Siswa Mengerjakan Soal-Soal Tes Secara Individual.

Pada tahap ini setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan

menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara

menjawab soal tes. Siswa tidak diperkenankan bekerjasama.

6. Pemeriksaan Hasil Tes

Pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh guru, nilai yang didapat anak menjadi

skor kelompok.

7. Penghargaan Kelompok

Setelah diperoleh hasil tes, kemudian dihitung perolehan nilai dari setiap

anggota kelompok. Bagi kelompok yang memperoleh nilai tertinggi diberikan

penghargaan kelompok.

Anda mungkin juga menyukai