Anda di halaman 1dari 3

Diagnosis

Berdasarkan WHO, pertussis didefinisikan sebagai

a.Penyakit yang didiagnosis oleh dokter sebagai pertusis,

b.Seseorang yang mengalami batuk yang berlangsung selama lebih dari 2minggu, dengan minimal 1
dari gejala:

1. Serangan batuk yang hebat


2. Tarikan nafas yang keras/berat
3. Muntah pasca batuk tanpa penyebab lain yang jelas

Kriteria laboratorum:

1. Isolasi Bordatella pertussis


2. Terdeteksinya sekuens genom yang bermakna pada pemeriksaan PCR
3. Pemeriksaan serologi positif

Berdasarkan CDC, dinyatakan pertusis bila terjadi batuk >14 hari dengan minimal 1dari gejala :

1. Serangan batuk yang hebat


2. Suara nafas keras/berat
3. Muntah pasca batuk

Kriteria laboratorium:

1. Isolasi Bordatella pertussis dari spesimen klinis


2. Pemeriksaan PCR positif untuk B. Pertussis

Tabel .Metode laboratorium untuk mendiagnosis pertussis


Uji laboratorium yang dapat menentukan jenis bakteri dan spesifik pada penyakit pertusis adalah
biakan sekret nasofaring pada saat stadium kataralis dan stadium paroksismal. Waktu yang paling
tepat untuk melakukan biakan adalah kurang dari 2 minggu pasca batuk terjadi.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penegakan diagnosis pertusis antara lain :

a. Anamnesis
1. Waktu muncul gejala
2. Karakteristik batuk: serangan batuk hebat, muntah setelah batuk, suara tarikan nafas
berat, memburuk ketika malam hari.
3. Riwayat kontak dengan pasien pertussis pada masa inkubasi (7 > 21 hari)
4. Status vaksinasi: vaksinasi pertusis terdahulu
b. Konfirmasi biologis
1. Bayi baru lahir dan balita di rumah sakit:kultur dan real-time PCR pada aspirasi
nasofaring atau swab nasofaring, kultur harus dilakukan untuk menganalisis evolusi
populasi bakteri
2. Anak-anak, remaja, dan dewasa:
a. Durasi batuk < 21 hari: real-time PCR, kultur
b. Durasi batuk > 21 hari
− PCR dan kultur tidak lagi bermakna
− Apabila terdapat pasien kedua yang terinfeksi setelah pasien pertama, maka PCR
harus dilakukan pada pasien kedua
− Jika tidak ada pasien kedua, analisis serologis harus dilakukan untuk memberi
antibodi toxin anti-pertussis jika pasien belum pernah mendapatkan vaksinasi
pertussis sebelumnya, atau dalam 2 tahun terakhir.
3. Kultur
a. Aspirasi nasofaring dan transport ke laboratorium secepatnya
b. Sensitifitas tinggi pada fase awal penyakit, penyakit yang berat, pasien yang
belum mendapat vaksinasi, dan pada balita
c. Hasil kultur bergantung pada antibiotik yang dikonsumsi sebelumnya
4. PCR
a. Kemungkinan diagnosis meningkat apabila dikombinasi dengan kultur
b. PCR paling sensitif pada fase awal penyakit dan pada fase paroksismal
c. Akurasi diagnostik mungkin bervariasi pada berbagai laboratorium
5. Serologi
a. Diagnosis serum tunggal dapat berguna untuk fase akhir penyakit(3-4 mgg
setelah onset), pemeriksaan serologi berpasangan dengan pengambilan spesimen
klinis kedua pada fase selanjutnya dapat membantu penegakan diagnosis
b. Antibodi (IgG dan IgA)terhadap toksin pertussis atau filamentous haemagglutinin
dapat ditemukan di serum
c. Satu hasil titer IgG terhadap toksin pertussis yang tinggi (>100-125 U/ml pada
pemeriksaan ELISA) memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
diagnosis
d. Interpretasi pada hasil serologi dapat sulit pada pasien yang baru saja mendapat
imunisasi

Anda mungkin juga menyukai