MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
Capaian Pembelajaran:
Setelah mempelajari sub bab Jembatan Beton bertulang
diharapkan mahasiswa dapat memahami definisi
jembatan beton bertulang, bagian-bagian jembatan
beton bertulang, sifat-sifat jembatan beton bertulang,
dan kelebihan dan kekurangan jembatan beton bertulang
Mahasiswa dapat merencanakan dimensi dari jembatan
beton bertulang, menghitung pembebanan pada
jembatan beton bertulang, dan menghitung kekuatan
strukturnya dengan perhitungan statika
DISUSUN OLEH:
NANIN MEYFA UTAMI, ST.,MT
1|P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
Jembatan beton bertulang merupakan struktur jembatan yang dibangun dengan konstruksi pada
sistem utamanya adalah berupa material beton bertulang yang berfungsi menghubungkan dua bagian
jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti sungai, danau, kali, jalan raya, jalan
kereta api dan lain-lain. Beberapa contoh dari jembatan beton bertulang disajikan dengan gambar
berikut ini:
2|P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
3|P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
Sehingga yang disebut jembatan sistem girder adalah sebuah struktur bangunan jembatan yang
komponen utamanya (balok) berbentuk girder. Girder ini dapat terbuat dari beton bertulang, beton
prategang, baja atau kayu. Panjang bentang jembatan girder beton bertulang ini dapat sampai 25 m,
dan untuk jenis girder yang menggunakan beton prategang umumnya memiliki panjang bentang di
atas 20 m sampai 40 m. Contoh jembatan girder yang paling umum kita jumpai adalah jembatan
sungai.
Girder dengan profil balok I memiliki kelebihan pada pengerjaannya yang mudah serta cepat dalam
berbagai jenis kasus, namun jika jembatan yang akan dibangun memiliki bentuk kurva, girder balok I
menjadi lemah karena kurang kuat terhadap kekuatan puntir/memutar, yang sering disebut sebagai
torsi. Web kedua pada balok I perlu ditambahkan dalam gelagar kotak untuk meningkatkan kekuatan
stabilitas untuk menahan torsi, Hal ini membuat gelagar kotak/box girder merupakan pilihan yang
tepat untuk jembatan dengan bentuk kurva.
1. Balok I
Girder dengan bentuk balok I sering disebut dengan PCI Girder (yang dibuat dari material beton).
Girder ini dapat terbuat dari bahan komposit ataupun bahan non komposit, dalam memilih hal ini
perlu dipertimbangkan berbagai hal seperti jenis kekuatan yang diperlukan dan biaya akan akan
dikeluarkan.
4|P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
Box girder sangat cocok digunakan untuk jembatan bentang panjang. Biasanya box girder didesain
sebagai struktur menerus di atas pilar karena box girder dengan beton prategang dalam desain
biasanya akan menguntungkan untuk bentang menerus. Box girder sendiri dapat berbentuk trapesium
ataupun kotak. Namun bentuk trapesium lebih digemari penggunaannya karena akan memberikan
efisiensi yang lebih tinggi dibanding bentuk kotak.
Box Girder
5|P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
3. Balok T
Balok T ekonomis untuk bentang 40-60 ft. Namun pada struktur jembatan miring, perancangan balok
T memerlukan rangka kerja yang lebih rumit. Perbandingan tebal dan bentang struktur pada balok T
yang dianjurkan adalah sebesar 0,07 untuk struktur bentang sederhana dan 0,065 untuk struktur
bentang menerus.
6|P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
7|P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
8|P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
Beton Prategang
9|P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
yang mampu menyediakan kekuatan tarik dan sebagian kekuatan geser Sehingga beton bertulang
mampu menahan tekan dan tarik yang diberikan.
Secara umum beban-beban yang dihitung dalam merencanakan jembatan dibagi atas dua beban yaitu:
beban primer dan beban sekunder. Beban primer adalah beban utama dalam perhitungan tegangan
untuk setiap perencanaan jembatan, sedangkan beban sekunder adalah beban sementara yang
mengakibatkan tegangan-tegangan yang relatif kecil daripada tegangan akibta beban primer dan
biasanya tergantung dari bentang, bahanm sistem konstruksi, tipe jembatan dan keadaan setempat.
1. Beban primer
Beban primer adalah beban yang merupakan muatan utama dalam perhitungan tegangan untuk
setiap perencanaan jembatan
Beban mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan
yang ditinjau termasuk segala unsur tambahan yang bersifat tetap yang dianggap merupakan satu
kesatuan dengan jembatan (sumantri 1989, 63). Dalam menentukan besarnya muatan mati harus
dipergunakan nilai berat volume untuk bahan-bahan bangunan.
QMS = b. H . Wc
Dengan: Qms : berat sendiri
B : slab lantai jembatan
H : Tebal slab lantai jembatan
Wc : Berat beton bertulang (disyaratkan dalam RSNI T 02-2005 adalah 23,5 –
25,5)
QMA : Beban mati tambahan terdiri dari:
Ta : tebal lapisan atas +ovelay (berat yang ditetapkan dalam SNI T 02 2005 = 22,0)
Ha : Tebal genangan air hujan (berat yang ditetapkan dalam SNI adalah 9,8)
10 | P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
Beban hidup adalah beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak lalu
lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. (berdasarkan PPPJJR-
1987, hlmn 5-7 beban hidup yang dihitung pada jembatan beton bertulang adalah:
a. Beban T (Beban Lantai Kendaraan)
Beban T merupakan beban kendaraan truk yang mempunyai beban roda (dual Wheel
Load) sebesar 10 ton, yang bekerja pada seluruh lebar bagian jembatan yang
digunakan untuk lalu lintas kendaraan. Berikut adalah skema dari pembebanan dari
beban T pada lantai kendaraan:
Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh truk (beban T)
yang besarnya, T= 100kN, dengan menggunakan rumus:
Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang
bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung pada frekuensi dasar dari
suspensi kendaraan (biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan
frekuensii dari getaran lentur jembatan) Untuk perencanaan FBD dinyatakan sebagai
beban statis ekuivalen. ( RSNI T 02-2005 halaman 24 dari 63).
Untuk pembebanan truk T FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung digunakan pada
seluruh bagian bangunan yang berada di atas permukaan tanah.
Untuk bagian bangunan bawah dan pondasi yang berada dibawah garis permukaan
FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan tanah
sampai nol pada kedalaman 2 m.
Untuk bangunan yang terkubur seperti halnya gorong-gorong dan struktur baja tanah
harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang
dari 10% untuk kedalaman 2 m.
b. Beban D
Adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban garis P ton
per jalur lalu lintas (P = 12 ton) dan beban terbagi rata “q” ton per meter panjang per
jalur sebagai berikut:
Q = 2,2 t/m untuk L < 30 m
11 | P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
Contoh beban hidup pada jembatan: beban kendaraan yang melintas, beban orang
berjalan, dll.
c. Beban Kejut
12 | P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
13 | P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
14 | P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
15 | P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
16 | P a g e
MODUL PEMBELAJARAN MATAKULIAH STRUKTUR
MINGGU KE-10
JEMBATAN S1 DAN KONSTRUKSI JEMBATAN D3
17 | P a g e