Anda di halaman 1dari 5

Longsoran Bidang

Longsoan Bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi


sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncu tersebut dapat berupa
bidang sesar, rekahan (joint), maupun bidang perlapisan batuan. Longsoan bidang
dapat tejadi jika ditemukan tiga kondisi antara lain (Hoek and Bray, 1981):
1. Kemiringan bidang diskontinyu harus melebihi sudut gesr dalam (ø)
2. Bidang diskontinyu harus mendeekati permukaan lereng
3. Kemiringan dari bidang diskontinyu harus lebih kecil dari keemiringan muka
lereng
Sedangkan secara umum longsoran bidang dapat terjadi apabila memenuhi
beberapa syarat antara lain:
1. Jurus bidang luncur sejajar atu mendekati sejajar terhadap jurus bidang
permukaan lereng dengan perbedaan maksimal 20°
2. Kemiringan bidang permukaan lereng harus lebih besar daripada kemiringan
bidang luncur
3. Kemiringan bidang luncur harus lebih besar dari sudut gesek dalam (ø)
4. Terdapat bidang bebas yang merupakan batas lateral dari massa batuan yang
longsor

Gambar 1.1
Kondisi umum untuk longsoran bidang

Dari kondisi diatas dapat disusun dalam suatu hubungan yaitu:

ᴪf > ᴪ p > ø
Dimana:

ᴪf = kemiringan muka lereng


ᴪp = kemiringan dari bidang diskontinyu
ø = sudut geser dalam

Analisis Longsoran Bidang


Dalam menganalisis longsoran bidang dengan metode Hoek dan Bray. Suatu
lereng ditinjau dalam dua dimensi, dengan anggapan-anggapan:
1. Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi.
2. Terdapat regangan tarik tegak (vertikal) yang terisi air sampai kedalaman Zw.
Regangan tarik ini dapat terletak pada muka lereng maupun diatas lereng
3. Tekanan air pada regangan tarik dan sepanjang bidang luncur tersebar secara
linier.
4. Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa batuan yang
akan longsor, sehingga tidak terjadi rotasi

Faktor kemantapan lereng dapat dihitung dengan persamaan :


Gaya  gayaPenahan
F ................................................................... (1)
Gaya  gayaPenggerak

C. A  (W . cos   U  V . sin  ). tan 


F ........................................... (2)
W . sin    V . cos 
Regangan
tarik
w V Z
Zw
Muka
lereng U
H

 
w

Regangan
tarik

Z
Muka
lereng H w V Zw

Bidang Luncur   W

Gambar 1.2
Retakan tarik pada bagian atas lereng dan bagian muka lereng

Dari gambar 1.2 :


dimana:
F = Faktor kemantapan lereng
C = Kohesi pada bidang luncur
A = Panjang bidang luncur (m)
 = Sudut kemiringan bidang luncur (0)
 = Sudut geser dalam batuan (0)
W = Berat massa batuan yang akan longsor (ton)
U = Gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air disepanjang bidang luncur
(ton)
U = ⅕ w zw (H – Z) cosec 

V = Gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan tarik (ton)
V = ½ w zw2
w = Bobot isi air (ton/m2)
zw = Tinggi kolom air yang mengisi regangan tarik (m)
z = Kedalaman regangan tarik (m)
H = Tinggi lereng (m)

Untuk W pada retakan tarik yang terletak pada bagian atas lereng:
W = ½ w 𝐻 2 (( 1 − 𝑍/𝐻 )2 ) Cot  - Cot f ) .................................... (3)
Untuk W pada retakan tarik yang terletak pada bagian muka lereng:
W = ½ w 𝐻 2 (( 1 − 𝑍/𝐻 )2 ) Cot  (Cot  Tan  - 1)) ................... (4)

Untuk menyederhanakan perhitungan, persamaan (2) dapat disusun kembali


dalam bentuk:
2𝑐
𝐹 = (H) 𝑃 + (𝑄 Cot p − R ( P + S)) 𝑇𝑎𝑛 ø
𝑄 + 𝑅. 𝑆 𝐶𝑜𝑡 f
Dimana:
P = (1-z//H) Cosec f ..................................................................................... (5)
Ketika retakan tarik di bagian atas lereng:
𝑧
Q= ((1 − (𝐻)2 ) Cot  - Cot f ) Sin  ..................................................... (6)

Ketika retakan tarik di bagian muka lereng:


𝑧
Q= ((1 − ( )2 ) Cot  (Cot  Tan f -1) .................................................. (7)
𝐻

R= (w/) . (zw/ Z) . (Z/H) .............................................................................. (8)


S= (zw/ Z) . (Z/H) Sin  ................................................................................ (9)

Anda mungkin juga menyukai