Anda di halaman 1dari 17

CASE REPORT SESSION

SIDIK PERFUSI MIOKARD

Disusun oleh :

Mohd Hafeez bin Mohd Rafee 1301-1214-2501

Aw Wan Yi 1301-1214-2534

Preceptor :

Dr.Trias Nugrahadi, SpKN

SMF/BAGIAN KEDOKTERAN NUKLIR


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN/RSHS
BANDUNG
2015
Keterangan Umum
Nama : Tn. IS
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pasir Mulungn III, Sukabumi Bandung
Tinggi/berat badan: 160/55 kg
Tanggal pemeriksaan: 12 Oktober 2015

1. Anamnesis
Keluhan Utama : Sakit dada kiri
Diagnosa Klinis : Iskemik Kardiomiopati Dc kiri-kanan FC III
Anamnesis Khusus :
Sejak 3 minggu yang lalu, pasien mengeluh sakit di dada kiri. Keluhan dirasakan hilang
timbul. Pasien masih dapat beraktivitas sehari-hari.
Ketika keluhan datang pasien tidak merasakan adanya sesak nafas, rasa berat atau panas
pada dada. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, riwayat DM dan riwayat asma .
Saat ini, pasien tidak merasa sakit di dada kiri, namun terdapat nyeri di kaki. Pasien
saat ini mengkonsumsi obat Concor.

2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak baik (sehat)
Kesadaran : kompos mentis

Tanda vital
Tekanan darah : 110/70
Respirasi : 24x/menit, dalam
Nadi : 85x/menit
Suhu : afebris

STATUS GENERALIS
Kepala : Mata : - konjungtiva tidak anemis
- sklera tidak ikterik
Leher : JVP tidak meningkat
Retraksi suprasternal (-)
Dada : bentuk dan gerak simetris
Paru : VF: Sonor VR: Rh -/- VBS: Rh -/- Wh: -/-
Jantung: bunyi jantung S1, S2: normal S3, S4 : (-)
Abdomen : datar, lembut
Retraksi epigastrium (-)
Hepar dan lien tidak teraba membesar
Bising usus normal
Ekstremitas : akral hangat
Capillary refill < 2 detk
Sianosis(-)

3. Diagnosa kerja
Iskemik Kardiomiopati Dc kiri-kanan FC III
4. Pemeriksaan penunjang
1. Echo
 Dilated a/r chamber
 EF = 24%
 Iskemik anterior septal
 Diastolic dysfunction LV III

2. Echocardiografi (hasil tidak ditemukan)

5. Sidik perfusi miokard


1. Deskripsi:
 Pasien dengan diagnosis Iskemik Kardiomiopati Dc kanan- kiri FC III
 Pemeriksaan viabilitas dilakukan saat istirahat dan 15 menit setelah pemberian
nitrate augmented 10mg sublingual.
 Dari citra saat istirahat, tidak tampak penangkapan radioaktivitas pada segmen
apiko anterior dan infero lateral.
Tampak penangkapan radioaktivitas yang minim pada apex, apico anterior, apiko
inferior septal, mid anterolateral dan mid inferolateral.
Sedangkan segmen lain dalam batas normal
 Dari citra setelah pemberian nitrat, tidak tampak adanya perbaikan penangkapan
radioaktivitas pada segmen apiko inferior dan apex ( irreversible).
Tampak perbaikan radioaktivitas pada apiko lateral, apiko septal dan mid
inferolateral.
 Kesimpulan: gambaran defek perfusi padas segmen apiko inferior sudak tidak
viable. Tampak adanya iskemik miokard pada apex, apiko inferior, mid lateral dan
apiko inferior septal.

6. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
PEMBAHASAN
ANATOMI JANTUNG

Vaskularisasi Jantung

Vaskularisasi otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh koroner utama, yaitu
arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus Valsava aorta.
Arteri koroner kiri berjalan dibelakang arteri pulmonal sebagai arteri koroner kiri utama. Arteri
ini bercabang menjadi arteri sirkumfleks dan arteri desendens anterior kiri. Ateri sirkumfleks kiri
berjalan pada sulkus atrio-ventrikuler mengelilingi permukaan posterior jantung, sedangkan
arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus inter-ventrikuler sampai ke apeks. Kedua
pembuluh darah ini bercabang memperdarahi daerah antara kedua sulkus tersebut.

Setelah keluar dari sinus Valvasa aorta, arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus
atrio-ventrikuler ke kanan bawah. Cabang pertama adalah ramus marginalis yang memperdarahi
pinggir kanan jantung. Cabang kedua adalah ramus interventrikular posterior yang
memperdarahi kedua ventrikel. Selain itu, ada cabang ateri yang memperdarahi nodus atrio-
ventrikuler
FISIOLOGI JANTUNG

I. Siklus Jantung – Pompa Kiri

Fase diastolik siklus jantung dimulai dengan pembukaan katup atrio-ventrikuler. Katup
mitral terbuka setelah tekanan ventrikel kiri menurun sampai dibawah tekanan atrium kiri dan
periode pengisian ventrikel dimulai. Darah yang semula terkumpul di atrium dikosongkan secara
cepat ke dalam ventrikel melalui katup mitral, dan turunnya tekanan di atrium. Kontraksi atrium
dimulai pada fase akhir diastole ventrikel oleh depolarisasi otot di atrium , yang menyebabkan
terlihat nya gelombang P pada EKG. Tekanan atrium meningkat dan sejumlah darah akan masuk
ke ventrikel. Kontraksi atrium sangat berperan dalam pengisian ventrikel apabila terjadi
peningkatan denyut jantung , sebab dengan meningkatnya denyut jantung, interval waktu antara
denyutan untuk pengisian pasif menjadi lebih pendek. Sebagai catatan, pada seluruh waktu
diastole, tekanan atrium dan ventrikel hampir sama. Hanya dibutuhkan sedikit perbedaan tekanan
atrium ventrikel untuk mengisi ventrikel.

Sistol ventrikel, dimulai sewaktu aksi potensial melalui nodus atrio-ventrikular dan
menyebar ke otot . Kejadian ini terlihat sebagai kompleks QRS pada EKG. Kontraksi sel otot
ventrikel menyebabkan tekanan intra ventrikel melebihi tekanan atrium , akibatnya katup
atrioventrikular menutup dengan segera. Fibrasi mekanik akibat penutupan tersebut terdengar di
permukaan dada sebagai bunyi jantung pertama.
Tekanan dalam ventrikel kiri meningkat secara cepat bersamaan dengan intensitas
kontraksi ventrikel. Pada waktu tekanan ventrikel kiri meningkat melebihi aorta, katup aorta
terbuka. Periode waktu antara tertutupnya katup mitral dan terbukanya katup aorta disebut fase
kontraksi isovolumik , karena selama interval waktu ini ventrikel merupakan ruangan tertutup
dengan volume yang tetap. Ejeksi ventrikel dimulai dengan terbukanya katup aorta. Pada awal
pengeluaran, darah masuk ke aorta dengan cepat, menyebabkan tekanan di aorta meningkat.

Tekanan ventrikel kiri dan aorta mencapai puncaknya, disebut tekanan sistolik puncak.
Sesudah puncak ini kekuatan kontraksi ventrikel kiri mulai berkurang. Tekanan aorta mulai
menurun.

Saat kekuatan kontraksi ventrikel berkurang, tekanan intraventrikuler menurun dibawah


tekanan aorta sehingga menyebabkan katup aorta segera menutup dan getaran mekanik tersebut
terdengar sebagai bunyi jantung kedua. Tekanan atrium terus meningkat sepanjang sistol
ventrikel untuk menghasilkan pengisian ventrikel cepat.

Setelah penutupan katup aorta, tekanan intraventrikel turun secara cepat dengan
mengendurnya otot jantung. Pada interval waktu pendek yang dinamakan masa relaksasi
isovolumetrik ini, katup mitral juga menutup. Akhirnya, tekanan intraventrikel juga turun
dibawah tekanan atrium, katup atrioventrikuler terbuka, dan siklus jantung yang baru dimulai.

Sejumlah darah dikeluarkan dari ventrikel selama satu denyutan, disebut isi sekuncup
(stroke volume).

II. Siklus Jantung – Pompa Kanan

Perbedaan utama antara pompa kanan dan kiri terletak dari harga tekanan sistol puncak
(peak systolic) nya. Paru – paru memiliki tekanan yang lebih rendah dibanding dengan
keseluruhan organ sistemik tubuh. Oleh karena itu dibutuhkan tekanan arteri yang lebih rendah
untuk mendorong curah jantung (cardiac output) melalui paru – paru daripada ke seluruh tubuh.
Nilai normal tekanan arteri pulmonal sistol dan diastole adalah 24 dan 8 mmHg. Curah jantung
adalah sejumlah darah yang dipompakan oleh tiap ventrikel tiap menit.

Curah jantung ditentukan oleh isi sekuncup (SV = stroke volume) dan jumlah denyut
jantung permenit (HR = heart rate) sebagai berikut :

CO = HR x SV

Denyut jantung dikontrol oleh pengaruh kronotropik pada aktifitas listrik sel – sel SA
node. Saraf – saraf parasimpatis jantung mempengaruhi kronotropik negatif dan simpatis
mempengaruhi kronotropik positif pada SA node. Isi sekuncup (stroke volume) dikontrol oleh
kontraksi otot – otot ventrikel jantung, terutama pada tingkat pemendekan otot dalam situasi
afterload. Ada tiga pengaruh utama pada isi sekuncup jantung yaitu kontraktilitas, preload dan
afterload. Peningkatan aktifitas saraf simpatis jantung cenderung meningkatkan isi sekuncup
dengan cara meningkatkan kontraktilitas otot jantung. Peningkatan tekanan arteri cenderung
menurunkan isi sekuncup dengan meningkatkan afterload pada serabut – serabut otot jantung.
Meningkatnya tekanan pengisian ventrikel kiri akan meningkatkan volume diastolik yang
cenderung meningkatkan isi sekuncup.

CORONARY ARTERY DISEASE

Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara suplai O2 oleh miokardium dan
kebutuhan O2 dalam jaringan. Ada empat faktor yang mempengaruhi kebutuhan O2 miokardium
yaitu frekuensi denyut jantung, daya kontraksi, massa otot dan tegangan dinding ventrikel.
Apabila terjadi peningkatan kebutuhan O2 dalam jaringan maka aliran pembuluh darah koroner
akan meningkat dengan melebarkan pembuluh darahnya. Rangsangan yang paling kuat untuk
meningkatkan aliran pembuluh darah koroner adalah hipoksia jaringan. Apabila pembuluh darah
mengalami stenosis sehingga tidak dapat melebar akan terjadi penurunan O2 dalam jaringan.
Iskemia adalah suatu keadaan defisiensi O2 dalam jaringan yang bersifat sementara dan
reversible. Iskemia yang berlangsung lama akan menyebabkan kematian sel (nekrosis). Secara
klinis, nekrosis pada miokardium dikenal sebagai infark miokard.

Pathogenesis

Penyebab penyakit arteri koronaria yang paling sering ditemukan adalah arterosklerosis
pembuluh koroner. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam
arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen
menyempit, resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan mempengaruhi aliran darah
miokardium.

Perubahan patologis yang terjadi pada pembuluh yang mengalami kerusakan yaitu:

1. Dalam tunika intima, timbul endapan lemak dalam jumlah kecil yang tampak bagaikan
garis lemak.
2. Penimbunan lemak, terutama beta-lipoprotein yang mengandung banyak kolesterol pada
tunika intima dan tunika media bagian dalam.
3. Lesi yang diliputi oleh jaringan fibrosa menimbulkan plak fibrosa.
4. Timbul ateroma atau kompleks plak aterosklerotik yang terdiri dari lemak, jaringan
fibrosa, kolagen, kalsium, debris seluler dan kapiler.
5. Perubahan degeneratif dinding arteri
Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan vaskular untuk
memberikan respons juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum tampak sampai proses
arterogenik sudah mencapai tingkat lanjut. Fase preklinis ini dapat berlangsung 20-40 tahun. Lesi
yang bermakna secara klinis, yang dapat mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokard biasanya
menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah. Langkah akhir proses patologis yang
menimbulkan gangguan klinis dapat terjadi sebagai berikut :

 Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak


 Pendarahan pada plak arteroma
 Pembentukan thrombus yang diawali agregrasi trombosit
 Embolisasi thrombus atau fragmen plak
 Spasme arteria koronaria

Patofisiologi

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh yang terserang
penyakit menyebabkan iskemia miokardium. Iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi
miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat


aerob menjadi metabolisme anaerob. Hasil akhir metabolisme anaerob, yaitu asam laktat, akan
tertimbun sehingga menurunkan pH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia dan asidosis dengan cepat
mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi miokardium berkurang. Selain itu,
gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan
menonjol keluar setiap kali ventikel berkontraksi.

Berkurangnya daya kontraksi mengubah hemodinamika. Perubahan hemodinamika


bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks kompensasi
sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan
berkurangnya curah sekuncup. Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol akan
memperbesar volume ventrikel. Akibatnya, tekanan jantung kiri akan meningkat. Peningkatan
tekanan diperbesar oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan
tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Pola ini merupakan respon kompensasi
simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri sering terjadi
perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa
miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan tanda bahwa miokardium yang
terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respon vagus. Gambaran EKG pada iskemia
miokardium secara khas ditandai dengan adanya gelombang T yang terbalik dan depresi segmen
ST. Serangan iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik
dan elektrokardiografi yang terjadi semuanya bersifat reversibel.

Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Secara khas,
nyeri digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-kadang meyebar turun ke sisi
medial lengan kiri. Umumnya, angina dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan
miokardium akan oksigen, seperti, latihan fisik dan hilang dalam beberapa menit dengan istirahat
atau pemberian nitrogliserin

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler
yang ireversibel dan kematian sel atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark atau
nekrosis akan berhenti kontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi
oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi untuk hidup. Ukuran infark akhir tergantung dari
nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah
infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai


seluruh tebal dinding miokardium, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh
bagian dalam miokaridum. Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan.
Dalam waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit.
Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai
terjadi proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini
dinding nekrotik relatif tipis. Kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami
penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas.

Secara fungsional, infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti:

1. Daya kontraksi menurun


2. Gerakan dinding abnormal
3. Perubahan daya kembang dinding ventrikel
4. Pengurangan curah sekuncup
5. Pengurangan fraksi ejeksi
6. Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel
7. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kir
Infark miokardium klasik disertai oleh trias diagnostik yang khas. Pertama, gambaran
klinis khas yang terdiri dari nyeri dada yang berlangsung lama dan hebat, biasanya disertai mual,
muntah dan keringat dingin. Tetapi, 20-60% kasus infark yang tidak fatal bersifat asimtomatik.
Kedua, meningkatnya kadar enzim-enzim jantung yang dilepaskan oleh sel-sel miokardium yang
nekrosis. Enzim-enzim yang dilepaskan terdiri dari kreatin fosfokinase (CK atau CPK), glutamat
oksaloasetat transaminase (SGOT) dan laktat dehidrogenase (LDH). Akan tetapi, peningkatan
enzim yang terukur bukan merupakan indikator spesifik kerusakan miokardium; terdapat proses-
proses lain yang juga dapat menyebabkan peningkatan enzim, sehingga dapat menyesatkan
intepretasi. Pengukuran isoenzim, yaitu fraksi-fraksi enzim yang khas dilepaskan oleh
miokardium yang rusak, meningkatkan ketepatan diagnosis. Pelepasan isoenzim CKMB
merupakan petunjuk enzimatik dari infark miokardium yang paling spesifik. Ketiga, adanya
perubahan pada elektrokardiografi, yaitu gelombang Q yang nyata, elevasi segmen ST dan
gelombang T terbalik.

SIDIK PERFUSI MIOKARD

Sidik perfusi miokard biasanya dilakukan untuk mendeteksi adanya iskemi miokardium
dan menentukan lokasi serta penyebarannya. Injeksi radiotracer (radiofarmaka) selama
pemberian beban dapat mendeteksi secara langsung penurunan relatif aliran darah ke
201
miokardium. Sidik perfusi miokard dapat dilakukan dengan Tl intravena atau 99mTc intravena.
Beban yang diberikan dapat berupa treadmill atau mengayuh sepeda, dengan monitoring kontinu
terhadapt denyut jantung, EKG, dan tekanan darah. Tracer diberikan pada puncak beban,
kemudian pasien diminta untuk melanjutkan latihan beban selama 1 menit agar tracer dapat
terdeposit di jaringan.

A. Radiofarmaka
Radiofarmaka yang ideal untuk menilai perfusi miokardium harus dapat diserap oleh
miokardium dalam perbandingan linier terhadap jumlah aliran darah dan tidak dipengaruhi oleh
perubahan metabolisme seluler. Bahan tersebut harus mempunyai daya ekstraksi tinggi dari
darah pada aliran pertama melalui jantung, dan daya ekstraksi tesebut tidak boleh bervariasi
terhadap aliran darah. Bahan tersebut harus stabil dalam miokardium selama periode
penangkapan, namun kemudian cepat dieliminasi sebelum dilakukan pemeriksaan kembali dalam
kondisi yang berbeda. Bahan tersebut tidak toksik, memiliki daya pelepasan foton yang tinggi
terhadap sinar gama agar dapat dideteksi dengan kamera gama standar (140 keV), efek radiasi
minimal terhadap pasien, persiapannya mudah, dan yang terakhir, murah. Sayangnya, belum ada
satupun senyawa yang memenuhi semua syarat tersebut.

1) Thallium-201
Thallium adalah radionuklida yang paling sering digunakan untuk sidik perfusi miokard.
Thallium merupakan standar penilaian tracer lainnya. Waktu paruhnya 73 jam. Thallium dapat
memberikan emisi foton gama, namun yang terutama adalah berupa sinar X.
Dosis administrasi Thallium adalah 80-120 MBq intravena. Klirens Thallium cepat dan
memiliki daya ekstraksi tinggi pada aliran pertama jantung (sampai 80%). Sekitar 60% transfer
Thallium terjadi melalui transpor aktif Na-K ATPase, selebihnya melalui difusi pasif berdasarkan
gradient elektropotensiail. Efisiensi ekstraksi berkurang pada keadaan asidosis dan hipoksemia,
namun efek ini tidak terlalu signifikan sampai terjadi kematian sel. Setelah distribusi, Thallium
tidak terus menetap di miokardium, namun dilepaskan secara progresif. Thallium yang persisten
di miokardium sepanjang waktu menunjukkan proses dinamik dari penangkapan dan pelepasan
kontinu. Distribusi Thallium pada miokardium tidak sepenuhnya proporsional terhadap aliran
darah.

2) Technetium-labelled agents
Penggunaan radiofarmaka berlabel Technetium berkembang karena disadari bahwa
Thallium memiliki beberapa keterbatasan, yaitu (i) waktu paruh yang cukup panjang,
karakter pencitraan yang kurang, dan dosis tinggi, (ii) keterbatasan karena redistribusi
Thallium di mana pada penyakit akut yang membutuhkan pencitraan segera setelah
injeksi radiofarmaka dan sebelum intervensi seringkali terpengaruh, (iii) keterbatasan
dalam diagnosis defisit perfusi yang reversibel akibat redistribusi Thallium yang kurang
komplit, dan (iv) ketidakmampuan Thallium untuk memberikan evaluasi simultan
terhadap perfusi dan fungsi miokardium.
Beberapa radiofarmaka berlabel Technetium sekarang tersedia untuk penggunaan klinis.
Radiofarmaka tersebut dibagi menjadi 2 kelas, yaitu kation lipofilik dan senyawa netral.
(a) Sestamibi
Klirens sestamibi dalam darah sangat cepat dengan waktu paruh beberapa menit,
baik dalam keadaan istirahat maupun latihan beban. Sestamibi berdifusi secara
pasif melalui membran kapiler. Permeabilitasnya lebih rendah daripada Thallium
sehingga ekstraksinya lebih lambat. Sestamibi berakumulasi di mitokondria, di
mana konsentrasinya mencapai 140 kali lebih tinggi daripada di darah. Bahan ini
tetap terperangkap dalam sel hidup, dengan sedikit pelepasan sekunder.
Redistribusi signifikan tidak terjadi dalam 3-4 jam, terutama karena aktivitas
dalam darah menurun sangat cepat dengan eliminasi melalui hati dan ginjal.
Sestamibi tidak dimetabolisme.

(b) Tetrofosmin
Beberapa kompleks Technetium diphosphine telah ditemukan untuk pencitraan
miokard. Kompleks DMPE memiliki tangkapan jantung yang baik, namun tidak
memberikan hasil yang bagus untuk pencitraan karena tingginya tangkapan oleh
hati dan rendahnya klirens darah dan hati pada manusia. Kompleks difosfin
seperti tetrofosmin memberikan hasil lebih memuaskan. Senyawa ini cepat
dibersihkan dari darah. Distribusi ke miokard proporsional terhadap aliran darah,
namun juga terakumulasi ke organ tubuh lain (hati, lien, ginjal, dan otot skelet).
Terdapat sedikit redistribusi di miokard setelah 3 jam. Mekanisme uptake
kemungkinan terjadi secara difusi dengan gradien elektropotensial, sama dengan
sestamibi. Ekskresi melalui hepatobiliaris dan traktus urinarius.

B. Pencitraan
Obyektif dari sidik perfusi adalah menggunakan prosedur yang sederhana dan cepat untuk
mendeteksi, melokalisasi dan mengukur defek perfusi, serta menentukan reversibilitasnya.
Sebagian besar senter memilih protocol satu hari.
Pemeriksaan dengan thallium harus dimulai dengan latihan beban, dikarenakan distribusi
jaringan berubah dengan waktu, dan waktu paruh serta retensi di miokardium cukup lama.
Thallium diinjeksikan pada puncak beban, pencitraan dimulai sesegera mungkin dan dilengkapi
dalam waktu 30 menit untuk menghindari redistribusi. Pencitraan yang diperoleh segera setelah
injeksi menunjukkan perfusi miokard selama stress, sedangkan pencitraan yang diperoleh
beberapa jam kemudian menunjukkan distribusi miokard yang masih bekerja.
Pada penggunaan radiofarmaka berlabel technetium, prosedur diagnostik juga sebaiknya
dimulai dengan latihan beban. Bila penyakit pada pasien diketahui, maka pemeriksaan dimulai
dari keadaan istirahat untuk m encegah efek superimposisi latihan beban pada data istirahat.
Penundaan pencitraan setelah injeksi harus diminimalisasi.

C. Persiapan Latihan Beban dan Pemilihan Tipe Stres


Penggunaan obat-obatan kardioaktif harus dihentikan sebelum prosedur. Bagaimanapun,
untuk evaluasi fungsional pada pasien yang penyakitnya diketahui dan pasien dengan kondisi
tidak stabil, pemberhentian terapi tidak diindikasikan. Pasien juga harus menghindari minuman
atau obat yang mengandung kafein atau derivat theophylline. Pada pasien dengan keterbatasan
latihan fisik, dapat diberikan dipyridamole atau adenosine sebagai substitusi latihan beban.
Injeksi diberikan pada puncak beban. Pasien harus melanjutkan latihan beban 1-2 menit
setelah injeksi untuk memberikan kesempatan tangkapan radiofarmaka oleh miokard sebelum
regresi akibat perubahan patologi sehiubungan dengan latihan beban. Penghentian latihan beban
hanya dilakukan pada pasien dengan beban yang sudah maksimal, angina atau gejala klinis lain
seperti aritmia, nafas yang memendek, atau hipotensi.
Dipyridamole diberikan intravena dengan dosis 0,56 mg/kgBB selama 4 menit. Terkadang
dosis lebih tinggi diperlukan. Pemeriksaan dapat pula dilakukan dengan kombinasi pemberian
dipyridamole dan latihan beban untuk meningkatkan sensitivitas, menurunkan efek samping
obat, dan mempertahankan gradien aliran setelah latihan beban dihentikan. Injeksi radiofarmaka
harus diberikan minimal 2 menit setelah infus dipyridamole berhenti.
Adenosine memiliki efek serupa dengan dipyridamole, tetapi kerja dan efek sampingnya
lebih mudah dikontrol karena waktu paruh plasmanya kurang dari 10 detik. Diberikan melalui
infus selama 6 menit dengan dosis 140 ug/kgBB/menit dan injeksi radiofarmaka setelah 4 menit.
Peralatan yang dipakai waktu pemeriksaan :

1. Kamera gamma
2. Kolimator low energy parallel hole
3. Energy setting : low energy (puncak 140 keV)
4. Window wide 20%

Tatalaksana :
 Posisi pasien: terlentang dengan kedua lengan ditempatkan di atas kepala
 Kedua detector ditempatkan sedemikin rupa sehinnga membentuk sudut 90o,sedekat
mungkin dengan dinding thorax dan jantung berada pada bagian tengah lapang
pandang detector
 Penderita menjalani latihan fisk menggunakan ergocycle atau dengan beban
farmakologik
 Radiofarmaka disuntikkan pad puncak beban dan latihan fisik dipertahankan sampai
1-2 menit kemudian: diupayakan agar pasien dapat mencapai sekurangnya 85% dari
beban sasaran yang dapat diberikan sesui dengan umurnya
 Beban fisik dihentikan bila pasien sudah mencapai paling kurang 85% dari beban
sasaran, atau bila pasien mengeluh nyeri dada,keluhan pusing, berkeringat dingin
atau tidak sanggup lagi meneruskan latihan beban (kelelahan)
 Pencitraan dilakukan segera setelah latihan fisik selesai
 Empat jam setelah latihan fisik, dilakukan pencitraan pada waktu istirehat (rest atau
delayed imaging: 1 jam sebelum pencitraan pasien minum segelas susu dan 10 menit
sebelum pencitraan disuntik dengan 99m Tc- sestamibi, dosis 10-15 mCi
 Waktu: latihan fisik dan pencitraan lebih kurang 1 jam dan pencitraan saat istirahat
setengah jam , jangka waktu antra pencitraan setelah beban dan istirehat sekitar 3-4
jam.

Penilaian :

Dalam keadaan normal distribusi radioaktivitas pada miokardium merata. Penilaian sidik
perfusi miokard diarahkan untuk mencari daerah dengan penangkapan radioaktivitas kurang
(defek perfusi) pda citra dengan beban dan istirehat.Defek perfusi yang menetap/irreversible
(matching defect) disebabkan adanya proses nekrosis atai jaringan parut pada myocardium.
Sedangkan jika ditemukan mismatch defect, yaitu defek perfusi pada pencitraan dengan beban
dan normal atau menjadi lebih baik pda pencitraan saat istirehat menunjukkan adanya iskemi
miokard yang reversible. Mismatch defedt yang terbalik (reverse redistribution) yaitu
penangkapan radioaktivitas dengan beban lebih baik dibandingkan dengan saat istirehat dapat
disebabkan oleh penyakit jantung koroner yang berat disertai dengan kolateralisasi yang baik.

Catatan :

Sensitivitas sidik perfusi miokard dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti :


 Deteksi defek perfusi miokard akibat stenosis pada arteri left circumflex (LCX) lebih sulit
dibandingkan dengan left anterior descendens (LAD) atau right coronary artery (RCA).
 Deteksi defek perfusi akibat stenosis pada percabangan arteri LAD atau LCX lebih sulit
dibandingkan bagian proksimalnya.
 Pemeriksaan menggunakan metode/kamera SPECT lebih akurat dibandingkan dengan
kamera planar untuk mendeteksi stenosis pada arteri LCX dan percabangan arteri koronaria.
 Sensitivitas dapat menurun pada pemakaian isosorbid dinitrat atau propanolol, penderita
tidak dapat mencapai latihan fisik maksimal, atau denyut jantung kurang dari 90% target
maksimal, serta telah timbul kolateral.

Spesifisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

 Atenuasi oleh mammae kiri, superposisi diafragma, dan pembesaran ventrikel kanan dapat
menyebabkan penangkapan radioaktivis pada dinding inferior berkurang.
 Posisi jalan masuk dan keluar darah di ventrikel kiri.
 LBBB dengan arteri koronaria normal dapat memberikan gambaran abnormal pada sidik
perfusi miokard dengan beban.

Keuntungan 99mTc dibandingakan dengan201Tl

 Kualitas citra lebih baik


Karena tidak mengalami redistribusi maka pencitraan tidak harus dilakukan sesegera yang
mungkin
o Kekurangan
- Radio aktivitas yang tinggi pada hati dan sistem biliaris yang sering menganggu radio
aktivitas pada dinding inferior jantung
- Defek relatif kecil dibandingkan defek pada 201tl karena adanya shine throught effect
atau blooming effect
o Keuntungan 201tl
- Ketepatan lebih tinggi dalam viabilitas miokardium
o Kerugian
Pencitraan harus dilakukan segera mungkin karena adanya redistribusi.

D. Imej Planar
Imej planar merupakan teknik klasik. Teknik ini dapat mendeteksi penyakit dengan
sensitivitas 80% dan spesifisitas 90%. Namun, teknik ini kurang efektif dibandingkan tomografi
dalam menentukan lesi pembuluh darah individual dan penyebaran penyakit. Imej planat sesuai
untuk thallium. Imej planar diperagakan dalam 3-4 proyeksi : anterior, oblik anterior kiri 450,
700 oblik anterior kiri dan atau lateral kiri. Gambaran terakhir dilakukan dengan posisi pasien
berbaring pada sisi kanan. Setiap gambaran harus diambil selama 5 menit agar memperoleh data
yang cukup untuk analisis statistik. Imej planar sulit untuk dibaca dan memerlukan interpretasi
dari ahli yang berpengalaman.

E. SPECT (single-photon emission computes tomography) acquisition


SPECT ditampilkan dalam proyeksi 1800 (dari oblik posterior kiri ke oblik anterior kanan).
Pada SPECT ini, minimal harus dikumpulkan30 proyeksi; 30-40 detik per proyeksi. Total waktu
yang dibutuhkan bervariasi 10-30 menit, tergantung tipe kamera yang digunakan.
Rekonstruksi imej ditampilkan dari set proyeksi dua-dimensi untuk memberikan data
representative tiga-dimensi. Biasanya digunakan rekonstruksi tomografi dengan teknik back-
projection. Pemilihan filter yang tepat menentukan resolusi akhir dan kontras imej.
Saat ini, SPECT lebih superior dari imej planar, terutama dengan penggunaan radiofarmaka
berlabel technetium. Visualisasinya lebih baik dengan distribusi tiga-dimensi, dan lebih efektif
dalam menentukan penyebaran penyakit.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

Rigo, P.,Benoit, T. Myocardial Ischaemia. In ; Maisey, M.N., Britton, K.E., Collier, B.D. Clinical
Nuclear Medicine, 3rd edn. London : Chapman & Hall, 1998.

Masjhur, J.S., Kartamihardja, A.H.S. Buku Pedoman Tatalaksana Diagnostik dan Terapi Kedokteran
Nuklir. Bandung : Bagian ilmu Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP
Dr. Hasan Sadikin, 1999.

Rilantono, L.ismudiati , dkk. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FKUI , 2004

Anda mungkin juga menyukai