Anda di halaman 1dari 22

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penentuan status gizi


Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang
badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang
digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan
grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia
0-5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan CDC 2000. Subyek
penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5 benua dan mempunyai lingkungan yang
mendukung untuk pertumbuhan optimal. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun
digunakan grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki
grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981
(Moersintowarti B. Narendra, 2010)

2.1.1 Kurva WHO


Pada kurva WHO, digunakan penyimpangan 2 SD (standar deviasi) untuk
mendefinisikan penyimpangan dalam pertumbuhan. Angka 0 menunjukkan tinggi
badan atau berat badan rerata dari anak-anak untuk usianya.
Pertumbuhan merupaan keadaan yang dinamis, sehingga untuk
mendefinisikan gangguan pertumbuhan diperlukan lebih dari satu kali
pengamatan. Penting juga untuk melihat proporsi tinggi badan dengan berat badan
seorang anak. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakakn kurva pertumbuhan
yang dikeluarkan oleh WHO atau CDC sesuai dengan usia anak.
Cara untuk melakukan plotting dari kurva WHO adalah sebagai berikut.
1. Ukur tinggi badan dengan cara yang sesuai usia anak.
2. Lakukan plotting usia (dalam minggu, bulan atau tahun) yang telah
lengkap pada garis vertical.
3. Lakukan plotting tinggi atau panjang badan setepat mungkin pada garis
horizontal.

Universitas Sumatera Utara


6

4. Apabila sudah didapatkan dua titik dari dua atau lebih kunjungan, maka
dua titik yang saling berdekatan harus dihubungkan untuk mempermudah
membaca tren pertumbuhan anak.

Plotting kurva berat badan-usia.


1. Timbang berat badan anak dengan cara yang sesuai usia.
2. Lakukan plotting usia (dalam minggu, bulan, atau tahun) yang telah
lengkap pada garis vertikal.
3. Lakukan plotting berat badan pada garis horizontal atau pada ruang antar
garis untuk menunjukkan pengukuran berat badan hingga ketelitian 0,1 kg.
4. Apabila sudah didapatkan dua titik dari dua atau lebih kunjungan, maka
dua titik yang saling berdekatan harus dihubungkan untuk mempermudah
membaca tren pertumbuhan anak.

Plotting kurva berat badan-panjang/tinggi badan.


1. Lakukan plotting panjang atau tinggi badan pada garis vertikal.
2. Plot berat badan seteliti mungkin dengan ketelitian hingga 0,1 kg dengan
memanfaatkan garis horizontal yang ada atau garis antar ruang.
3. Saat dua titik dari dua kunjungan yang berbeda, maka dihubungkan
keduanya untuk memperhatikan tren pertumbuhan anak.

Plotting indeks massa tubuh-usia.


1. Lakukan pengukuran IMT dengan menggunakan rumus [BB dalam kg/
(TB dalam m)2].
2. Lakukan plotting usia (dalam minggu, bulan atau tahun) yang telah
lengkap pada garis vertikal.
3. Plot IMT pada garis horizontal atau pada ruang antar garis. Pembulatan
IMT dilakukan hingga satu decimal di belakang koma.
4. Apabila dilakukan dua pengukuran pada dua kunjungan yang berbeda
maka hubungkan dua titik dengan garis lurus untuk memperhatikan tren
pertumbuhan.

Universitas Sumatera Utara


7

Setelah dilakukan plotting, dapat dilakukan interpretasi data untuk kurva


WHO dijelaskan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Interpretasi Kurva WHO


Z-Score Indikator Pertumbuhan
Panjang/tinggi- Berat badan- Berat badan-panjang BMI-usia
usia usia badan
Di atas 3 (lihat catatan 1) Obesitas
Di atas 2 Overweight
Di atas 1 Possible risk of overweight (lihat
catatan 3)
0(median
)
Dibawah
1
Dibawah Stunted (lihat Underweight Wasted
2 catatan 4)
Dibawah Severely stunted Severely Severely wasted
3 (lihat catatan 4) underweight
(lihat catatan
5)
Tabel diadaptasi dari World Health Organization Training Course on Child
Growth Assessment; c interpreting growth indicator 2008. World Health
Organization. Tersedia di http://www.who.int/childgrowth/training
= merupakan nilai normal

Catatan :
1. Fisik yang tinggi jarang menimbulkan masalah. Masalah yang timbul
apabila seseorang terlalu tinggi dan keadaan klinis menunjukkan adanya
gangguan sistem endokrin, seperti tumor penghasil hormon pertumbuhan.
Sebaiknya anak dirujuk apabila terdapat kecurigaan kelainan endokrin

Universitas Sumatera Utara


8

(contoh: anak dari kedua orang tua yang pendek dan berukuran tubuh
tinggi).
2. Anak yang berat untuk usianya jatuh pada rentang ini mungkin memiliki
gangguan pertumbuhan namun sebaiknya gangguan ini lebih dalam dikaji
dengan bantuan kurva berat badan-panjang badan atau IMT-usia.
3. Titik yang diplot diatas 1 menunjukkan resiko. Tren kearah garis skor Z 2
merupakan resiko.
4. Mungkin saja anak yang stunted jadi overweight.
5. Ini disebut sebagai very low weight dalam modul pelatihan IMCI
(Intergrated Management of Childhood Illness. In-service training WHO,
Geneva,1997).
(Indra Maharddhika, Rini Sekartini, 2014).

2.1.2 Kurva CDC


Kurva CDC digunakan dengan cara yang hampir sama.
Plotting dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Tentukan usia anak pada aksis horizontal. Saat melakukan plotting berat
badan-panjang badan, temukan panjang badan pada aksis horizontal. Tarik
garis membentuk garis vertikal lurus dari titik tersebut.
2. Gunakan tabel yang sesuai dengan parameter yang sedang diukur (berat
badan, panjang/tinggi badan, IMT) dan temukan ukuran yang sesuai yang
didapatkan dari pengukuran anak pada garis vertikal. Tarik garis
horizontal lurus hingga berpotongan dengan garis vertikal yang
sebelumnya telah dibuat.
3. Tandai titik dimana dua garis berpotongan (Indra Maharddhika, Rini
Sekartini, 2014).
Interpretasi dari hasil plotting grafik tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2.

Universitas Sumatera Utara


9

Tabel 2.2 Interpretasi Kurva CDC


Indeks Antropometrik Persentil Status Nutrisi
IMT-Usia >97 Overweight
>85 - <97 Risk of overweight
<5 Underweight
Berat badan-panjang/tinggi >95 Overweight
badan
<5 Underweight
Tinggi/panjang badan-usia <5 Short stature
(Indra Maharddhika, Rini Sekartini, 2014).

2.2 Obesitas
2.2.1 Defenisi Obesitas
Obesitas adalah akumulasi jaringan lemak di bawah kulit yang berlebihan
dan terdapat di seluruh tubuh. Sering dihubungkan dengan overweight (kelebihan
berat badan), walaupun tidak terlalu identik, oleh karena obesitas memiliki ciri-
ciri tersendiri (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007).
Obesitas adalah kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan
adipose secara berlebihan, sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan
dibandingkan dengan berat badan ideal, yang mungkin dapat disebabkan oleh
peningkatan massa otot seperti pada atlet binaraga (Dimas Priantono, Titis
Prawitasari, 2014).
Obesitas adalah keadaan dimana terdapat jaringan lemak berlebihan.
Walaupun sering diartikan sebagai peningkatan massa tubuh, tetapi individu
dengan massa otot yang besar dapat dinyatakan dengan overweight tanpa
peningkatan kadar lemak. Berat badan digolongkan secara kontinu oleh beberapa
populasi, jadi perbedaan klinis yang bermakna antar obesitas dan overweight
menjadi kacau. Obesitas paling baik didefinisikan sebagai derajat berapapun
kelebihan lemak yang memberi resiko kesehatan (Jeffrey S. Flier, Eleftheria
Maratos-Flier, 2008).

Universitas Sumatera Utara


10

2.2.2 Etiologi Obesitas


Obesitas biasanya disebabkan oleh kelebihan masukan makanan bukannya
dari kelebihan makanan (overeating) yang masif. Simpanan lemak tubuh
bertambah ketika masukan energi melebihi pengeluaran, dan keadaan ini biasanya
terjadi bila ada keseimbangan energi yang sedikit positif selama masa yang lama.
Anak gemuk tidak makan secara berbeda atau lebih banyak makan junk food atau
tepung daripada sebayanya. Pengeluaran energi total selama latihan fisi anak
gemuk terkontrol bertambah, tetapi bila dikoreksi menurut kenaikan massa tubuh
adalah ekuivalen dengan energy total anak tidak gemuk (nonobese). Angka
metabolic istirahat juga sama bila disesuaikan dengan massa tubuh yang aktif
secara metabolik (Waldo E. Nelson, 2012).
Masukan energi yang berlebihan terdapat pada keadaan sebagai berikut:
1. Gangguan emosional
Dalam hal ini makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan
dalam memperoleh kasih saying, ketenangan dan ketentraman jiwa yang
tidak diperoleh penderita.
2. Kelainan pada otak hipotalamus atau hipofisis yang mengakibatkan
gangguan terhadap ‘pusat rasa kenyang’.
3. Kelebihan insulin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

Penggunaan kalori yang kurang dapat terjadi pada:


1. Merendahnya nilai untu metabolism basal, specific dynamic action dan
energy expenditure untuk berbagai kegiatan jasmani.
2. Endokrinopati misalnya hipotiroidea, sindrom adrenogenital
dan\sebagainya.
3. Aktivitas jasmani kurang
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007)

Universitas Sumatera Utara


11

Faktor penyebab obesitas lainnya adalah kekurangan aktivitas fisik baik


kegiatan harian maupun latihan fisik terstruktur. Aktivitas fisik yang dilakukan
sejak masa anak sampain lansia akan mempengaruhi kesehatan seumur hidup.
Penyebab obesitas dinilai sebagai multikausal dan sangat multidimensional karena
tidak hanya terjadi pada golongan sosio-ekonomi tinggi, tetapi juga sering
terdapat pada sosio-ekonomi menengah hingga menengah ke bawah. Obesitas
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan dengan faktor genetik (Ratu
Ayu Dewi Sartika, 2011).

2.2.3 Faktor resiko obesitas


Faktor resiko untuk terjadinya obesitas bersifat multipel yaitu adanya
hubungan yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Riwayat
keluarga juga merupakan faktor resiko yang juga menentukan. Jika salah satu
orang tua obesitas, maka odds ratio untuk terjadi obesitas pada saat dewasa adalah
3 kali, tetapi jika kedua orang tua obesitas, maka odds ratio untuk terjadi obesitas
saat dewasa adalah 10 kali (Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD,
CNSD, CSP, 2009).
Faktor lingkungan yang memungkinkan seseorang untuk melakukan
intervensi makan. Konsumsi makanan yang manis secara berlebihan, porsi yang
besar, konsumsi makanan cepat saji secara rutin dan aktivitas yang kurang
memiliki faktor resiko yang lebih besar untuk terjadi kelebihan berat badan
(Nancy F. Krebs, MD, MS, Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2009).

2.2.4 Patogenesis obesitas


Kelebihan energi oleh tubuh akan diubah menjadi lemak yang kemudian
disimpan sebagai jaringan lemak di bawah kulit dan juga pada organ-organ lain.
Kelebihan energi dapat terjadi sebagai akibat masukan energi yang berlebihan,
penggunaan energi yang kurang atau kombinasi dari kedua hal tersebut (Waldo E.
Nelson, 2012).

Universitas Sumatera Utara


12

2.2.5 Gejala klinis obesitas


Obesitas dapat menjadi jelas pada setiap umur, tetapi obesitas tampak
paling sering pada usia 1 tahun pertama, pada usia 5-6 tahun dan selama remaja.
Anak yang obesitasnya karena masukan kalori tinggi secara berlebihan biasanya
tidak hanya lebih berat daripada yang lain di kelompoknya sendiri tetapi juga
lebih tinggi, dan umur tulang lebih tua (Waldo E. Nelson, 2012).
Bentuk tubuh, penampilan, dan raut muka penderita obesitas:
1. Raut muka
Hidung dan mulut tampak relative kecil dengan dagu yang berbentu ganda
2. Dada dan payudara
Bentuk payudara mirip dengan payudara yang telah tumbuh. Pada anak
pria keadaan demikian menimbulkan perasaan yang kurang
menyenangkan.
3. Abdomen
Membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul lonceng
(pendulum). Kadang-kadang terdapat stria putih atau ungu.
4. Genitalia luar
Pada pria penis seakan-akan terpendam dalam jaringan lemak mons pubis,
sehingga tampak kecil dari bagian yang tersembul keluar.
5. Anggota badan
Lengan atas dan paha tampak besar, terutama pada bagian proksimal.
Tangan relatif kecil dengan jari-jari yang berbentuk runcing. Terdapat
kelainan berupa koksa vara dengan genu valgum pada tungkai.
6. Kelainan emosi
Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang mungkin
merupakan penyebab atau aibat dari keadaan obesitas (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

Universitas Sumatera Utara


13

2.2.6 Diagnosa obesitas


Pakar Committee of Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent
Preventive Service (suatu kelompok penasehat pada Biro Kesehatan Ibu dan
Anak, American Academy of Pediatrics and American Medical Association) telah
mereomendasikan penggunaan IMT untuk penentuan populasi obesitas dan
kelebihan berat badan. Dua kategori telah ditentukan:
1. Remaja dengan IMT pada persentil ke 95 atau lebih menurut umur dan
kelamin atau yang IMT nya lebih daripada 30 (mana saja yang lebih kecil)
harus dianggap kelebihan berat dan dirujuk untuk evaluasi medik yang
menentukan.
2. Remaja dengan IMT nya pada persentil ke 85 atau lebih tetapi kurang
daripada persentil ke 95 atau sama dengan 30 (mana saja yang lebih kecil)
harus dirujuk ke tingkat skrining kedua (Waldo E. Nelson, 2012).

Tujuan tingkat skrining kedua meliputi lima area resiko kesehatan sebagai
berikut:
1. Riwayat keluarga, yaitu riwayat keluarge penyakit kardiovaskular positif,
kadar kolesterol total orangtua naik (atau riwayat tidak diketahui), riwayat
keluarga diabetes mellitus positif, atau riwayat keluarga obesitas orang tua
positif
2. Tekanan darah, yaitu kenaikan tekanan darah dengan menggunakan
metode dan kriteria Second Task Force on Blood Pressure Control in
Children.
3. Kadar kolesterol total, yaitu kenaikan lebih daripada 5,2 mmol/L atau 200
mg/dL
4. Tambahan kenaikan tahunan dalam IMT besar, yaitu kenaikan melebihi
dua unit IMT tahun sebelumnya
5. Prihatin mengenai berat badan, yaitu penilaian keprihatinan, emosional
dan psikologik perseorangan, yang terkait dengan kelebihan berat atau
persepsi kelebihan berat (Waldo E. Nelson, 2012).

Universitas Sumatera Utara


14

Jika satu atau lebih dari lima area tersebut positif, maka penderita harus
mendapat evaluasi medik yang teliti untuk memikirkan keadaan patologis medik
primer seperti terdaftar pada diagnosa banding (Waldo E. Nelson,2012).

2.2.7 Diagnosa Banding Obesitas


Anak dengan obesitas yang ditentukan dengan IMT persentl ke 95 atau
lebih dan atau 30 atau lebih menurut umur harus mendapat evaluasi medik yang
teliti untuk gangguan yang mungkin mempunyai hubungan medis primer dengan
obesitas. Kebanyakan dari gangguan ini jarang. Mereka biasanya dibedakan dari
obesitas anak dengan tinggi badan yang pendek, umur tulang terlambat dan
perkembangan tanda-tanda kelamin sekunder terlambat. Diagnosa banding pada
tabel 2.3 berkaitan dengan kurang dari 1% dari semua kasus obesitas masa anak.
(Waldo E. Nelson,2012)
Tabel 2.3 Diagnosa Banding Obesitas
Penyebab Endokrin
Cushing Sindrom
Hipertiroidisme
Hiperinsulinemia
Defisiensi Hormon Pertumbuhan
Disfungsi Hipotalamus
Sindrom Prader-Willi
Sindrom Stein-Leventhal (ovarium polikistik)
Pseudohipoparatiroidisme tipe 1
Sindrom Genetik
Sindrom Turner
Sindrom Laurence-Moon_Biedl
Sindrom Alstrom-Hallgren
Sindrom lain
Sindrom Cohen
Sindrom Carpenter

Universitas Sumatera Utara


15

2.2.8 Komplikasi obesitas


Bayi dan anak gemuk mempunyai resiko cukup tinggi untuk menjadi
orang dewasa gemuk. Kenaikan resiko ini dihubungkan dengan keparahan
obesitas anak yang lebih besar, interval waktu menurun sampai umur dewasa dan
jumlah anggota keluarga yang gemuk lebih besar. Ada hubungan antara obesitas
masa anak dan faktor resiko kardiovasular. Pada penelitian Muscatine, anak
gemuk mempunyai kadar lipoprotein kolesterol densitas-tinggi sangat lebih
rendah, kadar trigliserida lebih tinggi dan tekanan darah sitolik lebih tinggi,
walaupun tidak ada perbedaan dengan kisaran normal untuk kolesterol total,
kolesterol lipoprotein densitas rendah, apolipoprotein A1, apolipoprotein B, atau
tekanan darah sistolik (Waldo E. Nelson,2012).
Obesitas pada masa kanak-kanak memberikan dampak jangka pendek dan
jangka panjang terhadap kesehatan. Dampak yang segera terjadi diantaranya:
1. Anak obese cenderung memiliki faktor resiko lebih tinggi untuk
mengalami penyakit kardiovaskular, seperti peningkatan kolesterol darah
dan tekanan darah. Pada sampel di populasi usia 15-17 tahun, 70% remaja
obese setidaknya memiliki satu faktor resiko penyakit kardiovaskular.
2. Remaja obese lebih beresiko jatuh dalam keadaan prediabetes, suatu
kondisi yang menunjukkan risiko tinggi penyakit diabetes mellitus.
3. Anak dan remaja obese memiliki risiko lebih tinggi untuk masalah tulang
dan persendian, sleep apnea, masalah sosial dan psikologi seperti
stigmatisasi dan kepercayaan diri yang rendah (Nancy F. Krebs, MD, MS,
Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2008).

Dampak jangka panjang obesitan diantaranya :


1. Anak dan remaja obese sangat mungkin menjadi dewasa obese dan oleh
karena itu, menjadi lebih beresiko untuk menderita masalah kesehatan
seperti penyakit jantung, diabetes melitus tipe 2, stroke, beberapa jenis
kanker dan osteoarthritis.
2. Overweight dan obesitas berkaitan dengan peningkatan resiko berbagai
jenis kanker, seperti kanker payudara, kolon, endometrium, esophagus,

Universitas Sumatera Utara


16

tiroid, ovarium, serviks, prostat, dan lainnya (Nancy F. Krebs, MD, MS,
Laura E. Primak, RD, CNSD, CSP, 2008).
Tabel 2.4 Komplikasi obesitas masa anak yang dilaporkan
Kardiovaskuler
Tekanan darah Naik
Kolesterol naik
Trigliserid serum naik
LDL naik
HDL turun
Hiperinsulinisme
Kolelitiasis
Penyakit Blount dan epifisis kaput femoris terlepas
Pseudotumor serebri
Paru-paru
Sindrom Pickwickian
Kelainan uji fungsi paru

Komorbiditas yang bersifat non kardiovaskular dan non malignan yang


berhubungan dengan obesitas pada anak termasuk:
1. Sleep Apnea
2. Masalah ortopedik, yaitu tibia vara, gune valgum, flat kneecap
pressure/pain, flat foot, spondilolysthesis, scoliosis dan osteoarthritis
3. Masalah kulit, yaitu infeksi jamur dan acanthosis nigricans
4. Hepatic steatosis, reflus gastro-esofagus, sirosis hepatis
5. hipertensi intracranial yang bersifat benign (pseudotumor cerebri) dapat
menyebabkan kebutaan
6. masalah psikologis dan kepribadian yang meliputi low self esteem, depresi,
dan ansietas (Victor Grech, 2007).

Universitas Sumatera Utara


17

2.3 Anatomi kaki


Terdapat tiga kelompok tulang pada kaki, yaitu:
 Delapan buah tulang tarsal (ossa tarsalia), yang memberi bentuk pada
bagian mata kaki
 Metatarsal (ossa metatarsalia I-V), yang merupakan tulang dari metatarsus
 Palanges (phalanges), yang membentuk bagian jari kaki, setiap jari kaki
terdiri dari tiga buah tulang palanges kecuali ibu jari kaki yang hanya
terdiri dari dua buah tulang palanges.

Gambar 2.1 Tulang Kaki


Sumber : Frank H. Netter, 2003

Universitas Sumatera Utara


18

2.3.1 Ossa Tarsalia


Ossa tarsalia terdiri atas os calcaneus, os talus, os naviculare, os
cuboideum, dan tiga buah ossa cuneiforme. Hanya os talus yang bersendi dengan
tibia dan fibula pada articulation talucruralis (sendi pergelangan kaki).

2.3.1.1 Os Calcaneus
Os calcaneus adalah tulang terbesar dari kaki dan membentuk tumit yang
menonjol. Tulang ini ke atas bersendi dengan talus dan di depan dengan os
cuboideum. Calcaneus mempunyai enam facies (permukaan) gambar 2.2.
Facies anterior kecil dan membentuk facies articularis yang bersendi
dengan os cuboideum.
Facies posterior membentuk tonjolan tumit dan merupakan tempat
pelekatan dari tendon calcaneus (tendon Achilles).
Facies superior didominasi oleh dua facies articulares untuk talus, yang
dipisahkan oleh alur kasar, yaitu sulcus calcanei.
Facies inferior mempunyai tuberculum anterior pada garis tengah, dan
tuberculum mediale yang besar serta tuberculum laterale yang lebih kecil pada
pertemuan antara facies inferior dan facies posterior.
Facies medialis mempunyai sebuah tonjolan yang besar berbentuk kerang,
disebut sustentaculum tali, yang membantu menyokong os talus.
Facies lateralis hampir rata. Pada bagian anteriornya terdapat peninggian
kecil yang disebut tuberculum perineum, yang memisahkan tendo-tendo dari m.
peroneus longus dan m. peroneus brevis.

2.3.1.2 Os Talus
Os talus bersendi di atas dengan tibia dan fibula, di bawah dengan os
calcaneus, dan di depan dengan os naviculare. Tulang ini mempunyai caput,
collum, dan corpus. Dapat dilihat pada gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara


19

2.3.1.3 Os Naviculare
Tuberositas ossis navicularis dapat dilihat dan dipalpasi pada pinggir
medial kaki lebih kurang 1 inci di depan dan bawah malleolus medialis; serta
memberikan tempat perlekatan untuk bagian utama tendo m. tibialis posterior.
Dapat dilihat pada gambar 2.2.

2.3.1.4 Os Cuboideum
Terdapat alur yang dalam pada aspek inferiornya sebagai tempat untuk
tendo m. peroneus longus. Dapat dilihat pada gambar 2.2.

2.3.1.5 Os Cuneiforme
Ketiga tulang-tulang kecil berbentuk baji ini bersendi di proksimal dengan
os naviculare dan di distal dengan ketiga ossa metatarsalia yang pertama. Bentuk
bajinya berperan penting dalam membentuk dan mempertahankan lengkung
transversal kaki.

Gambar 2.2 Ossa calcaneus, talus, naviculare, dan cuboideum


Sumber : Richard S. Snell, 2006

Universitas Sumatera Utara


20

2.3.2 Ossa Metatarsal dan Phalanges


Ossa metatarsalis dan phalanges menyerupai ossa metacarpalia dan
phalanges pada tangan, dan masing-masing mempunyai caput di distal, corpus dan
basis di proksimal. Kelima ossa metatarsalia diberi nomor dari sisi medial ke
lateral.
Ossa metatarsal pertama besar dan kuat dan berperan penting dalam
menyokong berat badan. Pada aspek inferior caput terdapat alur dari ossa
sesamoidea medial dan lateral yang terdapat di dalam tendo dari m. fleksor
hallucis brevis.
Ossa metatarsal kelima mempunyai tuberculum yang menonjol pada
basisnya, yang dengan mudah dapat diraba sepanjang pinggir lateral kaki.
Tuberculum ini merupakan tempat perlekatan tendo dari m. peroneus brevis.
Masing-masing jari kaki mempunyai tiga phalanges, kecuali ibu jari kaki
yang hanya mempunyai dua phalanges. Gambar 2.1.

2.4 Tulang-Tulang Arcus


Pemeriksaan pada kaki yang berartikulasi atau foto lateral kaki, akan dapat
dilihat tulang-tulang yang membentuk arcus pedis.
Arcus Longitudinalis Medialis. Arcus ini dibentuk oleh calcaneus, talus,
os naviculare, ketiga os cuneiform dan ketiga os metatarsalia yang pertama.
Arcus Longitudinalis Lateralis. Arcus ini dibentuk oleh calcaneus,
cuboideum, dan ossa metatarsalia keempat dan kelima.
Arcus Transversus. Arcus ini dibentuk oleh basis metatarsi dan os
cuboideum serta ketiga os cuneiform.

Universitas Sumatera Utara


21

Gambar 2.3 Tulang-tulang yang menyusun arcus longitudinalis medialis, arcus


longitudinalis lateralis, dan arcus transverses pedis dextra.
Sumber : Richard S. Snell, 2006

Memepertahankan arcus longitudinalis medialis


1. Bentuk-bentuk tulang. Sustentaculum tali mempertahankan talus;
permukaan proksimal os naviculare yang cekung bersendi dengan caput
tali yang bulat; permukaan proksimal os cuneiform mediale yang sedikit
cekung bersendi dengan os naviculare. Caput tali yang bulat merupakan
keystone pada pusat arcus.

Universitas Sumatera Utara


22

2. Pinggir-pinggir bawah tulang diikat menjadi satu oleh ligamentum-


ligamentum plantaris, yang lebih besar dan lebih kuat dari ligamentum-
ligamentum dorsalis. Ligamentum yang paling penting adalah ligamentum
calcaneonaviculare. Perluasan tendinosa dari insersio m. tibialis posterior
mempunyai peran penting dalam hal ini.
3. Yang mengikat kedua ujung arcus menjadi satu adalah aponeurosis
plantaris, bagian medial m. fleksor digitorum brevis, m. abductor hallucis,
m. fleksor hallucis longus, bagian medial m. fleksor digitorum longus dan
m. fleksor hallucis bervis.
4. Yang menggantung arcus dari atas adalah m. tibialis anterior dan
posterior serta ligamentum mediale sendi pergelangan kaki (Richard S.
Snell, 2006).

2.5 Kaki Sebagai Unit Fungsional


2.5.1 Kaki sebagai penyokong berat badan dan pengungkit
Kaki mempunyai dua fungsi utama: (1) menyokong berat badan dan (2)
berfungsi sebagai pengungkit untuk memajukan tubuh sewaktu berjalan dan
berlari. Karena mempunyai satu tulang yang kuat dan bukan beberapa tulang yang
kecil, kaki dapat menyokong berat badan dan berfungsi sebagai pengungkit yang
kaku untuk gerakan ke depan. Namun, dengan susunan seperti itu kaki tidak dapat
menyesuaikan diri terhadap permukaan yang tidak rata, dan gerak maju
seluruhnya akan tergantung pada aktivitas musculus gastrocnemius dan musculus
soleus. Karena pengungkit ini terdiri atas segmen-segmen dengan banyak sendi,
kaki bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan diri terhadap permukaan yang
tidak rata. Lagipula, otot-otot fleksor panjang dan otot-otot kecil kaki dapat
menggunakan fungsinya pada tulang-tulang kaki bagian depan dan jari-jari
(sebagai landasan maju kaki) dan sangat membantu gerakan maju ke depan m,
gastrocnemius dan m. soleus (Richard S. Snell, 2006).

Universitas Sumatera Utara


23

2.5.2 Arcus pedis


Struktur yang bersegmen hanya dapat menyokong berat badan bila
dibangun dalam bentuk lengkung. Kaki mempunyai tiga lengkung yang telah ada
sejak lahir: arcus longitudinalis medialis, arcus longitudinalis, arcus
longitudinalis lateralis, dan arcus transverses (gambar 2.4). Pada anak-anak
kecil, kaki tampak ceper karena banyak lemak subcutan pada telapak kaki.
(Richard S. Snell, 2006)
Pada pemeriksaan jejak kaki basah seseorang yang sedang berdiri pada
lantai, akan terlihat bahwa tumit, margo lateralis kaki, bantalan bagian bawah
caput matetarsal, dan bantalan phalanges distalis berkontak dengan tanah (gambar
2.3). Pinggir medial kaki, dari tumit sampai caput metatarsal pertama melengkung
di atas tanah, karena adanya arcus longitudinalis medialis yang penting. Tekanan
di ata tanah oleh margo lateralis kaki paling besar pada tumit dan caput metatarsal
kelima dan paling kecil di antara kedua daerah ini, karena adanya arcus
longitudinalis lateralis yang letaknya rendah. Arcus transverses dibentuk oleh
basis kelima as metatarsal, cuboideum, dan cuneiforme. Bagian ini sebenarnya
hanya setengah lengkung, dengan basisnya pada pinggir lateral kaki dan
puncaknya pada bagian medial kaki. Kaki dapat dianggap sebagai setengah kubah,
sehingga bila kedua margo medialis kaki diletakkan bersama, terbentuklah kubah
yang lengkap (Richard S. Snell, 2006).
Dari keterangan ini dapat dimengerti bahwa berat badan pada posisi
berdiri didistribusikan ke kaki melalui tumit dan di depan pada enam titik
tumpuan di tanah, yaitu kedua ossa sesamoidea di bawah caput os metatarsal
pertama dan keempat caput metatarsalia lainnya (Richard S. Snell, 2006).

Universitas Sumatera Utara


24

Gambar 2.4 Anatomi Permukaan Kaki


Sumber : George H. Thompson, Peter V. Scoles, 2012

2.6 Gangguan pada Kaki


Gangguan pada kaki pediatrik yang paling lazim adalah:
1. Metatarsus adduktus kongenital : masalah yang lazim pada bayi dan anak
kecil. Kelainan ini juga dikenal sebagai varus metatarsus jika kaki depan
tersupinasi serta adduksi.
2. Kaki kalkaneovalgus : temuan yang relative sering pada bayi baru lahir
dan merupakan akibat posisi dalam uterus.Kaki tampak hiperdorsifleksi
dengan abduksi kaki depan dan bertambahnya valgus tumit.
3. Talipes equinovarus (kaki pekuk) : deformitas bukan hanya pada kaki
tetapi seluruh tungkai bawah dan dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
congenital, teratologis dank arena posisi.
4. Talus vertikal kongenital : deformitas kaki yang tidak lazim dengan
penyebab yang serupa dengan deformitas kaki talipes equinovarus.
5. Pes planus hipermobil : lazim pada neonatus dan anak belajar jalan karena
kelemahan pada kompleks tulang ligamentum kaki dan lemak pada daerah
arkus longitudinale mediale.

Universitas Sumatera Utara


25

6. Penggabungan tarsus : dikenal juga sebagai kaki rata spastic peroneus,


merupakan gangguan kaki yang relative sering yang ditandai dengan
deformitas datar yang menimbulkan nyeri dan kaku, spasme otot peroneus
tetapi tanpa spastisitas yang sebenarnya. Kelainan ini menggambarkan fusi
atau kegagalan kongenital segmentasi antara dua atau lebih tulang tarsus.
7. Kaki kavus : kaki dengan kelebihan arkus longitudinal medial yang
disertai dengan varus kaki belakang dan kadang-kadang adduksi kaki
depan.
8. Osteokondriosis : proses patologis yang melibatkan infark, revaskularisasi,
resorpsi, dan penggantian tulang yang terkena.
9. Luka tembus kaki
(George H. Thompson, Peter V. Scoles, 2012)

2.7 Pes Planus Hipermobil (flat foot)


2.7.1 Defenisi Flat Foot
Kaki rata hipermobil atau kaki pronasi merupakan sumber kecemasan bagi
orang tua. Pada umumnya, anak tidak menunjukkan gejala dan tidak mempunyai
keterbatasan fungsi. Kaki rata lazim pada neonates dan anak belajar jalan karena
kelemahan pada kompleks tulang-ligamentum kaki dan lemak pada daerah arkus
longitudinal mediale. Anak ini biasanya mengalami perbaikan yang berarti pada
usia 6 tahun. Pada anak yang lebih tua, kaki rata fleksibel biasanya akibat
kelemahan ligamentum secara menyeluruh, suatu eadaan autosom dominan.
Hampir semua ana dan remaja dengan kaki rata yang fleksibel tidak mengalami
gangguan (George H. Thompson, Peter V. Scoles, 2012).

2.7.2 Manifestasi Klinis Flat Foot


Dengan posisi tanpa pembebanan pada anak yang lebih tua dengan kaki
rata fleksibel, terdapat arkus longitudinal mediale, tetapi pada posisi dengan
pembebanan (menahan berat), kaki menjadi pronasi dengan berbagai tingat pes
planus dan valgus tumit. Meskipun diberi beban pada kolam lateral kaki,
mengakibatkan berat badan tergeser ke medial, dan terjadi pronasi. Gerakan

Universitas Sumatera Utara


26

subtalus akan normal atau sedikit meningkat. Kehilangan gerakan subtalus


menunjukkan kaki datar yang kaku. Penyebab yang lazim meliputi kontraktur
tendon Achilles, koalisi tarsus, kelainan neuromuscular (palsi serebral) dan
kelainan familial (George H. Thompson, Peter V. Scoles, 2012).

2.7.3 Evaluasi Radiologis Flat Foot


Radiografi rutin pada kaki rata fleksibel tidak bergejala biasanya tidak
terindikasi. Radiografi AP dan lateral dengan pembebanandilakukan jika ada
kekauan atau gejala lainnya. Pada radiografi AP, aka nada valgus tumit yang
berlebihan. Pandangan lateral menunjukkan distorsi hubungan garis lurus
normalatau sumbu panjang talus dan metatarsus pertama dengan kelonggaran
sendi talonavikulare atau navikulokuneiformis, mengakibatkan perataan arkus
longitudinal mediale normal (George H. Thompson, Peter V. Scoles, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai