Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kritik merupakan salah satu dari cabang ilmu sastra. Kritik sastra
menganalisis teks karya sastra itu sendiri. Kritik dapat diterapkan pada semua
bentuk karya sastra, baik yang berupa puisi, prosa maupun drama. Kritik
adalah karangan yang menguraikan tentang pertimbangan baik atau buruk
suatu karya sastra. Kritik biasanya diakhiri dengan kesimpulan analisis.
Tujuan kritik bukan hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan,
kebenaran, dan kesalahan sebuah karya sastra berdasarkan sudut tertentu,
tetapi mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra tertinggi dan
untuk mengapresiasi karya sastra secara lebih baik. Tugas kritik sastra adalah
menganalisis, menafsirkan, dan menilai suatu karya sastra. Kehadiran kritik
sastra akan membuat sastra yang dihasilkan berikutnya menjadi lebih baik dan
berbobot karena kritik sastra akan menunjukkan kekurangan sekaligus
memberikan perbaikan.
Menurut pelaksanaanya kritik sastra terbagi atas kritik judisial (judicial criticism)
dan impresionistik (impressionistic criticism). Kritik judisial adalah kritik sastra
yang melakukan analisis, interprestasi, dan penilaiannya berdasarkan ukuran-
ukuran, hukum-hukum dan standar-standar tertentu. Kritikus judisal melakukan
kritik sastra berdasarkan ukuran-ukuran tersebut. Jenis sifatnya deduktif. Dapat
dikatakan kritik ini merupakan kebalikan dari kritik yang sifatnya induktif.
Dalam kritik yang induktif, seorang kritikus tidak menerapkan standar-standar
tertentu dalam mengkritik karya sastra. Ia berangkat dari fenomena yang ada
dalam karya sastra itu secara objektif. Sedangkan kritik impresionik adalah kritik
yang dibuat kritikus dengan mengemukakan kesan-kesan kritikus tentang objek
kritiknya, tanggapan-tanggapan tentang kara sastra itu berdasarkan apa yang
dirasakan kritikus tersebut. Dalam kritik yang impresionik, seorang kritikus
menggunakan tafsiran untuk mengagumkan pembaca. Dalam kritik jenis ini
kritikus jarang menggunakan penilaian.
Kritik sastra menurut bentuknya dapat digolongkan menjadi kritik teori
(thoeritical criticism), dan kritik terapan (applied criticism). Kritik teori adalah
bidang kritik sastra yang bekerja untuk menerapkan istilah-istilah, kategori-
kategori dan kriteria-kriteria untuk diterapkan dalam pertimbangan dan
interprestasi karya sastra, yang dengannya karya sastra dan para sastrawannya
dinilai. Adapun kritik terapan adalah pelaksanaan dalam penerapan teori-teori
kritik sastra sastra baik secara eksplisit, maupun implisit.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa materi tentang kritik sastra ?
b. Apa jenis-jenis kritik sastra pengertiannya ?
c. Bagaimana periodesasi kritik sastra Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui materi tentang kritik sastra ?
b. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis Aliran kritik sastra pengertiannya ?
c. Untuk mengetahui bagaimana periodesasi kritik sastra Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Materi Kritik Sastra


Kritik merupakan salah satu dari cabang ilmu sastra. Kritik sastra menganalisis
teks karya sastra itu sendiri. Kritik dapat diterapkan pada semua bentuk karya
sastra, baik yang berupa puisi, prosa maupun drama.
Kritik adalah karangan yang menguraikan tentang pertimbangan baik atau buruk
suatu karya sastra. Kritik biasanya diakhiri dengan kesimpulan analisis .
Tujuan kritik bukan hanya menunjukkan keunggulan, kelemahan, kebenaran, dan
kesalahan sebuah karya sastra berdasarkan sudut tertentu, tetapi mendorong
sastrawan untuk mencapai penciptaan sastra tertinggi dan untuk mengapresiasi
karya sastra secara lebih baik.
Tugas kritik sastra adalah menganalisis, menafsirkan, dan menilai suatu karya
sastra .
Kehadiran kritik sastra akan membuat sastra yang dihasilkan berikutnya menjadi
lebih baik dan berbobot karena kritik sastra akan menunjukkan kekurangan
sekaligus memberikan perbaikan.
Ciri-ciri Kritik Sastra
Kritik sastara mempunyai beberapa ciri, yaitu sebagai berikut :
a. Memberikan tanggapan terhadap hasil karya.
b. Memberikan pertimbangan baik dan buruk (kelebihan dan kekurangan )
sebuah karya sastra
c. Pertimbangan bersifat obyektif
d. Memaparkan kesan prebadi kritikus terhadap sebuah karya sastra
e. Memberikan alternatif perbaikan atau penyerpurnaan
f. Tidak berprasangka
g. Tidak terpengaruh siapa penulisnya
Pentingnya Kritik/ Fungsi Kritik
a. Bagi Pembaca
Bagi pembaca merupakan penuntun untuk dapat menikmati ciptaan yang dikritik
itu , sehingga dapat memberikan pandangannya dan menghargainya
b. Bagi Seniman atau Pengarangnya
Bagi pengarangnya merupekan petunjuk yang berharga yang wajib
dipertimbangkan untuk kebaikan ciptaan yang akan datang.
Prinsip-Prinsip Penulisan Kritik
a. Penulis harus secara terbuka mengemukakan dari sisi mana ia menilai
karya sastra tersebut.
b. Penulis harus obyktif dalam menilai
c. Penulis harus menyertakan bukti dari teks yang dikritik
Jenis-Jenis Kritik
a. Kritik sastra intrinsik, yaitu menganalisis karya sastra berdasarkan
unsur intrinsiknya, sehingga akan diketahui kelemahan dan kelebihan yang ada
dalam karya sastra
b. Kritik sastra ekstrinsik, yaitu menganalisis dengan cara menghubungkan
karya sastra dengan penulisnya, pembacanya , atau masyarakatnya. Disamping itu
juga melibatkan faktor ekstinsik lain seperti sejarah, psikologi, relegius,
pendidikan dan sebagainya
c. Kritik deduktif , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh pada
sebuah ukuran yang dipercayainya dan dipergunakan secara konsekuen
d. Kritik Induktif, yaitu menganalisis dengan cara melepaskan semua
hukum atau aturan yang berlaku
e. Kritik impresionik, yaiti menganalisis hasil karya berdasarkan kesan
pribadi secara subyektif terhadap karya sastra
f. Kritik penghakiman , yaitu menganalisis dengan cara berpegang teguh
pada ukuran atau aturan tertentu untuk menentukan apakah sebuah karya sastra
baik atau buruk
g. Kritik teknis, yaitu kritik yang dilakukan untuk tujuan tertentu saja
Contoh kritik sastra
a. ” Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay” , oleh H.B.
Yassin
b. b.” Pokok dan Tokoh”, oleh Dr.A.Teeuw
c. “Buku dan Penulis”, oleh Amal Hamzah
Tujuan penulisan kritik sastra antara lain:
a. Memberikan panduan yang benar cara memahami karya sastra
b. Berguna untuk penyusunan teori sastra an sejarah sastra
c. Membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa karena
memberikan penjelasan baik buruknya suatu karya sastra
d. Memberikan manfaat kepada masyrakat tentang pemahaman dan
apresiasi sastra

2.2. Jenis-jenis Aliran Kritik Sastra


Menurut bantuknya
Kritik sastra menurut bentuknya dapat digolongkan menjadi kritik teori
(thoeritical criticism), dan kritik terapan (applied criticism). Kritik teori adalah
bidang kritik sastra yang bekerja untuk menerapkan istilah-istilah, kategori-
kategori dan kriteria-kriteria untuk diterapkan dalam pertimbangan dan
interprestasi karya sastra, yang dengannya karya sastra dan para sastrawannya
dinilai. Adapun kritik terapan adalah pelaksanaan dalam penerapan teori-teori
kritik sastra sastra baik secara eksplisit, maupun implisit.
Menurut pelaksanaannya
Menurut pelaksanaanya kritik sastra terbagi atas kritik judisial (judicial criticism)
dan impresionistik (impressionistic criticism). Kritik judisial adalah kritik sastra
yang melakukan analisis, interprestasi, dan penilaiannya berdasarkan ukuran-
ukuran, hukum-hukum dan standar-standar tertentu. Kritikus judisal melakukan
kritik sastra berdasarkan ukuran-ukuran tersebut. Jenis sifatnya deduktif. Dapat
dikatakan kritik ini merupakan kebalikan dari kritik yang sifatnya induktif.
Dalam kritik yang induktif, seorang kritikus tidak menerapkan standar-standar
tertentu dalam mengkritik karya sastra. Ia berangkat dari fenomena yang ada
dalam karya sastra itu secara objektif.
Sedangkan kritik impresionik adalah kritik yang dibuat kritikus dengan
mengemukakan kesan-kesan kritikus tentang objek kritiknya, tanggapan-
tanggapan tentang kara sastra itu berdasarkan apa yang dirasakan kritikus tersebut.
Dalam kritik yang impresionik, seorang kritikus menggunakan tafsiran untuk
mengagumkan pembaca. Dalam kritik jenis ini kritikus jarang menggunakan
penilaian.
Menurut orientasi kritik
Abram (David Logde, 1972:5-21) membagi jenis kritik berdasarkan orientasinya,
yaitu kritik mimetik, kritik ekspresif, kritik pragmatik dan kritik objektif.
1. Kritik mimetik adalah kritik yang memandang karya sastra sebagai
pencerminan kenyataan kehidupan manusia. Menurut Abrams, kritikus pada jenis
ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Sastra merupakan
pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang digunakan
kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang
sebenarnya. Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah
karya sastra itu. Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato
yang menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan.
2. Kritik ekspresif adalah kritik sastra yang memandang karya sastra
sebagai ekspresi, curahan perasaan, atau imajinasi pengarang. Kritik ekspresif
menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan
(pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-
pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra.
Kritikus dalam hal ini cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan,
kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya.
Pendekatan ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-
pengalaman sastrawan yang sadar/tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya.
3. Kritik pragmatik memandang karya sastra sebagai sesuatu yang
dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audien (pendengar dan
pembaca), baik berupa efek kesenangan, estetis, pendidikan maupun efek lainnya.
Kritik ini cenderung menilai karya sastra menurut berhasil tidaknya karya tersebut
mencapai tujuan tersebut (Pradopo, 199:26). Kritik ini memandang karya sastra
sebagai sesuatau yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audien
(pendengar dan pembaca), baik berupa efek kesenangan, estetis, pendidikan
maupun efek lainnya. Sementara tujuan karya sastra pada umumnya: edukatif,
estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya sastra
atas keberhasilannya mencapai tujuan. Ada yang berpendapat, bahwa kritik jenis
ini lebih bergantung pada pembacanya (reseptif). Kritik jenis ini berkembang pada
Angkatan Balai Pustaka. Sutan Takdir Alisjabana pernah menulis kritik jenis ini
yang dibukukan dengan judul “Perjuangan dan Tanggung Jawab” dalam
Kesusastraan.
4. Kritik objektif memandang karya satra hendaknya tidak dikaitkan
dengan hal-hal di luar karya sastra itu. Ia harus dipandang dsebagai teks yang utuh
dan otonom, bebas dari hal-hal yang melatarbelakanginya, seperti pengarang,
kenyataan, maupun pembaca. Objek kritik adalah teks satra: unsur-unsur
interinsik karya tersebut.
Menurut objek kritik
Karya sastra terdiri atas beragam jenis, yaitu puisi, prosa dan drama. Artinya,
kritik sastra dapat menjadikan puisi, puisi, prosa atau drama sebagai objeknya.
Dengan demikain, jenis kritik ini dapat dibagi lagi menjadi berdasarkan objeknya,
yakni kritik puisi, kritik prosa, kritik drama. Selain itu, kritik satra itu sendiri
dapat dijadikan kritik sehingga dinamakan kritik atas kritik.
Karya sastra merupakan sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun
dari bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah dan mengehendaki
pertimbangan dan analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan
keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling
berhubungan antarunsur-unsur pembentuknya. Jadi, unsur intrinsik (objektif))
tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga mencakup
kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb. Pendekatan kritik sastra
jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri.
Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori:
1. New Critics (Kritikus Baru di AS)
2. Kritikus formalis di Eropa
3. Para strukturalis Perancis
Menurut sifatnya
Dalam dunia kritik sastra sering terjadi pertentang antara kritik sastra yang ditulis
kalangan akademik dan nonakademik. Hal ini misalnya terlihat pada polemik
antara kritikus sastra yang mengusung apa yang dinamakan metode Ganzheit
dengan tokoh antara lain Goenawan Mohamad dan Arif Budiman versus kritikus
sastra yang kemudian diistilahkan dengan aliran Rawamangun dengan tokoh-
tokohnya antaralain M.S Hutagalung.
Dapat dikatakan kritik aliran Rawamangun mewakili jenis kritik sasta kalangan
akademik. Sedangkan kritik sasta aliran Ganzheti mewakili kalangan nonakdemik.
Ada perbedaan antara dua kritik sastra dua liran tersebut. Kritik sastra nonakemik
tidak terpaku pada format seperti yang terdapat pada petunjuk Tekhnik Penulisan
Ilmiah; teori dan metode sastra meskipun digunakan ─ tidak diekspilitkan, dan
menggunakan bahasa ilmiah populer.
Jenis-jenis tulisannya berupa esai dan artikel yang dipublikasikan lewat koran,
majalah, atau buku-buku yang merupakan kumpulan kritik sastra. Para penulisnya
umumnya sastrawan, wartawan atau kalangan umum yang tertarik mendalam
dunia sastra. (Perkuliahan).

2.3. Periodesasi Aliran Kritik Sastra


Aliran Kritik Sastra Pada Zaman Balai Pustaka
Kegiatan kritik sastra Indonesia baru dimulai pada periode Balai Pustaka. Yang
menulis kritik sastra pada waktu itu adalah para sastrawan. Di samping menulis
karya sastra, mereka terkadang juga menulis kritik sastra. Adapun yang boleh
dikatakan kritik sastra pertama ialah terkenal dengan nama Nota Rinkes, yakni
Nota over de Vlkslectuur pada zaman Balai Pustaka (tahun 1920-an) yanh
memuat aturan-aturan untuk buku yang diterbitkan oleh balai pustaka.
Nota rinkes dapat dikatakan sebagai kritik sastra karena menjadi pedoman
penulisan karya sastra yang antara lain berisi aturan tentang keharusan bersikap
netral terhadap agama, memperhatikan syarat-syarat budi pekerti yang baik,
menjaga ketertiban dan tidak boleh berpolitik melawan pemerintah sesuai dengan
Politik Balas Budi.
Oleh Karena itu, teori kritik sastra ini merupakan kritik normatif dan pragmatik.
Hasilnya kelihatan dalam roman yang diterbitkan oleh balai pustaka, yaitu roman
yang berorientasi pragmatik (memiliki tujuan tertentu) untuk memajukan dan
mendidik rakyat untuk bebudi pekerti yang baik dan taat pada pemerintah. Di luar
Balai pustaka, pada zaman itu ada juga penulisan kritik sastra yang meskipun
sederhana oleh Mohammad Yamin. Kritik tersebut merupakan kritik sastra
Indonesia yang pertama walaupun mengkritik karya sastra lama.

Aliran Kritik Sastra Pada Zaman Pujangga Baru


Kritik Sastra zaman Pujangga Baru memiliki beberapa kritikus yang berorientasi
pada ekspresif dan romantik. Para kritikus tersebut adalah Sutan Takdir
Alisyahbana, Armijn Pane, Sutan Syahrir dan J.E. Tatenkeng. Mereka menetujui
adanya konsep sastra ‘ seni untuk seni’ (l’ art pour l’art).
Sebagai kritikus sastrawan pujangga baru, Armijn Pane mengungkapakan bahwa,
dalam kesusasteraan yang terpenting adalah isi dari karya sastra. Sementara rupa
dan bentuk hanya sebagai penarik perhatian. Ia menambahkan, bila hasil karya
sastra seorang pengarang dikritik, iut menjadi ukuran pengarangnya sendiri,
karena dialah cermin masyarakat dan zamannya.
Kritikus pujangga baru lainnya yaitu , J.E Tatenkeng juga berorientasi yang sama,
ekspresif. Selain itu, Sutan Takdir Alisyahbana, tokoh kritikus yang produktif
pada zaman itu, menambahkan bahwa tujuan sastra adalah untuk membangun
bangsa. Serta karya sastra harus mengandung optimisme perjuangan , semangat
jangan sampai ada karya satra lembek, yang hanya akan melemahkan pembaca
(masyarakat).
Sedangkan Sutan Syahrir, agak berbeda dengan Takdir, ia lebih mengarahkan
kesusasteraan Indonesia kearah kiri sosialis-politis. Yaitu pragmatik sektoral,
bukan pragmatik nasional. Namun keduanya memiliki kesamaan,yaitu sastra
untuk pendidikan dan bertendens.
W.J.S Poerwadaminta mengatakan bahwa sastrawan Pujangga Baru, berorientasi
ekspresif karena mendasarkan karya sastra sebagai curahan perasaan, pikiran, jiwa
sastrawan dan gerak sukma sebagai pertimbangan dan gerak intrepertasi.

Aliran Kritik Sastra Pada Periode Angkatan 45’


Dalam periode ini, kritik sastra berupa esai dan terapan kritik. Dan di antara para
kritikus zaman ini, HB Jassin muncul sebagai kritikus yang paling menonjol.
Aliran sastra realisme, naturalisme dengan gaya ekspresionalisme adalah aliran
yang terkenal pada zaman ini. Kritik sastra beraliran realisme dan naturalisme
dilaksanakan pertama kali oleh HB Jassin pada periode ini sebagai suatu teori
kritik.
Pada saat itu juga timbul paham individualisme dan humanisme universal. Paham
individualisme baru tampak dalam karya ‘Aku’ Chairil anwar sastrawan angkatan
45. Dan sajak itu kemudian menjadi lambang individulisme angkatan ’45.
Aliran Teori Sastra Kelompok Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat)
Lekra didirikan pada 17 Agustus 1950 atas inisiatif para tokoh PKI , antara lain
Aidit, Nyoto, Henk Ngantung, A.S. sehingga tak heran jika corak Lekra adalah
komunistis. Para seniman dan simpatisannya menganut paham realisme sosialis
yang berkonsep ‘seni untuk rakyat’ dan menolak ‘seni untuk seni’ konsep dari
zaman pujangga baru. Saat itu tokoh sastrawan Lekra Pramoedya Ananta Toer
mempertentangkan realisme sosialis dengan realisme barat meskipun tidak
tampak jelas perbedaan antara keduanya. Iaa juga menjelaskan sastra, politik dan
filsafat itu tidak dapt dipisahkan. Akan tetapi, intinya seluruhnya selalu
bernapaskan perlawanan terhadap segala yang berbau ‘humanisme Borjuis’ dan
untuk memenangkan ‘humanisme proletar’. Dan jelaslah kritik sastra Lekra
bertipe juga pragmatik

Teori Kritik Sastra Revolusioner


Teori Kritik Sastra Revolusioner adalah varian dari Teori Lekra. Teori ini
berkembang pada saat Dekrit Presiden Juli 1959 dan berpusat pada gagasan Sitor
Situmorang dalam bukunya Sastra Revolusioner yang mengatakan bahwa teori
revolusioner berorientasi pragmatik. Menurut Sitor, untuk mengambil peran
dalam revolusi serta mendapat isi revolusionernya, tradisi sastra perjuangan masa
lalu harus dibangkitkan, untuk mencapai sastra nasional dan bukan sastra
internasional yang diindonesiakan. Karena sesungguhnya sastra adalah milik
rakyat tidak ada kelas-kelas dalam sastra. Pada hakikatnya teori lekra dan
reviolusioner sama, teori pragmatik yang mengarahkan sasarannya pada penulisan
sastra bagi tujuan politik.
Teori Kritik Sastra Akademik
Pada sekitar pertengahan tahun 1950-an timbul kritik sastra corak baru, yaitu
kritik sastra akademik. Disebut demikian karena kritik sastra ini ditulis oleh
kritikus dari kampus universitas dan mendominasi kurun waktu 1950-1988. Kritik
akademik ini berlangsung dari tahun 1956-1975. Munculnya corak kritik baru ini
menimbulkan reaksi sampai akhirnya timbul perdebatan. Dan kemudian periode
ini cepat berakhir.
Teori Kritik Sastra Periode 1956-1975
Dari kelompok sastrawan, teori kritik sastra dalam periode ini diwakili oleh
Rustandi Kartakusumah, Harijadi S. Hrtowardoyo dan Ajib Rosidi.
Rustandi Kartakusumah mengatakan kunci selera sastra adalah pengajaran.
Pengajaran di kuliah sastra, mempengaruhi penciptaan sastra dan akhirnya
mempengaruhi selera sastra di Indonesia. Adapun jenis kritik sastranya adalah
judisial, atau memberi penilaian.
Berbeda dengan Rustandi, Harijadi menyatakan membaca adalah menggali
hikmahnya. Atau, menemukan diri penyair dalam karangannya.kritik sastra harus
mampu menyelidiki sampai mana penyair dapat mengungkapkan isi hatinya.
Kritik Ajib Rosidi adalah kritik judisial. Ia mengemukakan bahwa untuk
memahami karya sastra seseorang, diperlukan pembicaraan dan penelitian latar
belakang sosio-budaya pengarang.
R.H Lome dalam kritik sastra, ia melakukan pendekatan objektif, bersifat induktif
dan mimetik. Sedangkan Umar Junus mengemukakan teori penciptaan, yaitu
teoripenilaian yang intinya menyatakan bahwa suatu ciptaan harus bisa
menimbulkan emosi pembaca. Atau juga bisa dikenal dengan teori induktif.
Kritik Subagyo Sastrowardoyo termasuk dalam kelompok kritik ilmiah. Tugas
sastra adalah mengorganisasikan dunia seni menjadi dunia pemikiran.
Kesusasteraan tidak terpisah dari penilaian, dan dalam penilaian, subaqgyo
menggunakan kriteria estetik.
Aliran Rawamangun adalah kelompok sastra dari Univ. Indonesia yang lahir di
daerah Rawamangun. Diprakarsai oleh M.S Hutagalung tahun 1975. dasar kritik
aliran ini adalah teori objektif.
Teori kritik Sastra Periode 1976-1988
Pada tahun 1980-an teori sastra dan kritik sastra Barat yang bermacam coraknya
itu diterapkan di Indonesia oleh para sastrawan dan akademik. Seperti kritik sastra
teori semiotik, kritik sastra kontekstual, realisme sosialis. Teori sastra yang
dirasakan kurang sesuai dengan karya sastra Indonesia yang bercorak latar
budayanya sendiri oleh sastrawan Indonesia dilakukan penyaringan. Para tokoh
kritikus pada periode ini adalahKorrie Layun Rampan, Budi Darma, Pamusuk
Eneste.

Teori Kritik Sastra Indonesia/Nusantara Lama/Kuna


Banyak bemunculan kajian dan kritik sastra Indonesia / Nusantara Lama/ Kuna
yang menerapkan teori sastra Barat sekirtar tahun 1980-an. Beberapa mahasiswa
mengedisikannya seprti naskah bali, Babad Buleleng oleh P.J Wrsley, Hikayat Sri
Rama oleh Univ Indonesia, Hikayat Hang Tuah dari Fakultas sastra UGM,
Kakawin Gajah Mada oleh Univ. Padjajaran, disertsi Merong Mahawangsa
berbahasa Melayu Kuno, dan disertasi Hikayat Iskandar Zulkarnaen oleh UGM.
Demikianlah bukti bahwa teori modern Barat bisa di adaptasi hingga kritik sastra
Nusantara Lama.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kritik sastra menurut bentuknya dapat digolongkan menjadi kritik teori
(thoeritical criticism), dan kritik terapan (applied criticism). Kritik teori adalah
bidang kritik sastra yang bekerja untuk menerapkan istilah-istilah, kategori-
kategori dan kriteria-kriteria untuk diterapkan dalam pertimbangan dan
interprestasi karya sastra, yang dengannya karya sastra dan para sastrawannya
dinilai. Adapun kritik terapan adalah pelaksanaan dalam penerapan teori-teori
kritik sastra sastra baik secara eksplisit, maupun implisit.
Menurut pelaksanaanya kritik sastra terbagi atas kritik judisial (judicial criticism)
dan impresionistik (impressionistic criticism). Kritik judisial adalah kritik sastra
yang melakukan analisis, interprestasi, dan penilaiannya berdasarkan ukuran-
ukuran, hukum-hukum dan standar-standar tertentu. Kritikus judisal melakukan
kritik sastra berdasarkan ukuran-ukuran tersebut. Jenis sifatnya deduktif.
Dapat dikatakan kritik ini merupakan kebalikan dari kritik yang sifatnya induktif.
Dalam kritik yang induktif, seorang kritikus tidak menerapkan standar-standar
tertentu dalam mengkritik karya sastra. Ia berangkat dari fenomena yang ada
dalam karya sastra itu secara objektif. Sedangkan kritik impresionik adalah kritik
yang dibuat kritikus dengan mengemukakan kesan-kesan kritikus tentang objek
kritiknya, tanggapan-tanggapan tentang kara sastra itu berdasarkan apa yang
dirasakan kritikus tersebut.
Dalam kritik yang impresionik, seorang kritikus menggunakan tafsiran untuk
mengagumkan pembaca. Dalam kritik jenis ini kritikus jarang menggunakan
penilaian.
Dalam dunia kritik sastra sering terjadi pertentang antara kritik sastra yang ditulis
kalangan akademik dan nonakademik. Hal ini misalnya terlihat pada polemik
antara kritikus sastra yang mengusung apa yang dinamakan metode Ganzheit
dengan tokoh antara lain Goenawan Mohamad dan Arif Budiman versus kritikus
sastra yang kemudian diistilahkan dengan aliran Rawamangun dengan tokoh-
tokohnya antaralain M.S Hutagalung. Dapat dikatakan kritik aliran Rawamangun
mewakili jenis kritik sasta kalangan akademik. Sedangkan kritik sasta aliran
Ganzheti mewakili kalangan nonakdemik.
Ada perbedaan antara dua kritik sastra dua liran tersebut. Kritik sastra nonakemik
tidak terpaku pada format seperti yang terdapat pada petunjuk Tekhnik Penulisan
Ilmiah; teori dan metode sastra meskipun digunakan ─ tidak diekspilitkan, dan
menggunakan bahasa ilmiah populer. Jenis-jenis tulisannya berupa esai dan artikel
yang dipublikasikan lewat koran, majalah, atau buku-buku yang merupakan
kumpulan kritik sastra. Para penulisnya umumnya sastrawan, wartawan atau
kalangan umum yang tertarik mendalam dunia sastra.

3.2. Saran
Karya sastra terdiri atas beragam jenis, yaitu puisi, prosa dan drama. Artinya,
kritik sastra dapat menjadikan puisi, puisi, prosa atau drama sebagai objeknya.
Dengan demikain, jenis kritik ini dapat dibagi lagi menjadi berdasarkan objeknya,
yakni kritik puisi, kritik prosa, kritik drama. Selain itu, kritik satra itu sendiri
dapat dijadikan kritik sehingga dinamakan kritik atas kritik.
Karya sastra merupakan sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun
dari bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah dan mengehendaki
pertimbangan dan analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan
keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling
berhubungan antarunsur-unsur pembentuknya. Jadi, unsur intrinsik (objektif))
tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga mencakup
kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb. Pendekatan kritik sastra
jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

· Wiyanto, Asul. 2005. Kesusastraan Sekolah. Jakarta : Grasindo.


· Ulfah, Suroto. 2000. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia.
Jakarta : Erlangga.
· Layun Rampan, Korrie. 1999. Aliran-Jenis Cerita Pendek. Jakarta :
Balai Pustaka.
· Sardjono Pradotokusumo, Partini. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta :
Gramedia.
· The gau’ 2011 : Makalah Kritik
Sastra_www.muhsakirmsg.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai