1. Laporan Hasil Bacaan tentang konsep warga negara, teori kewarganegaraan Indonesia,
dan permasalahan kewarganegaraan yang terjadi di Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai suatu kesatuan, warga negara adalah salah satu ciri suatu negara yang
berkedaulatan, cukup dilihat dari warga negaranya saja kita bisa melihat seberapa maju
negara tersebut.
Dalam suatu negara, warga negara harus tahu bagaimana negara yang dia berada di
dalamnya. Sistem pemerintahannya, hukum yang berkembang dinegara tersebut dan banyak
lagi yang patut dia ketahui dalam menjalani kehidupan sebagai warga negara yang baik.
Warga negara adalah alat kunci keberhasilan suatu negara dalam mengembangkan
sayapnya di kancah Internasional, maka dari itu pendidikan kewarganegaraan harus
diketahui oleh warga negara, supaya dia bisa mengetahui orang yang bagimana yang diakui
oleh negara sebagai warga negara, dan orang yang bagaimana yang tidak diakui oleh negara.
Kala ini warga negara harus mengetahui hubungan timbal balik antara warga negara
ataupun pemerintah yang menaunginya. Seperti masyarakat Modern saat ini, hubungan
timbal balik antar warga negara semakin nyata contohnya saja pada saat warga hak warga
negara pada hukum. Hak warga negara melaporkan dirinya telah terjadi suatu kerugian yang
dimisalkan pada pencurian dan kewajiban aparatur negara yaitu polisi sebagai aparat
penegak hukum yang menegakkan hukum di negaranya untuk menangkap pelaku tindakan
kriminal, dan itu termasuk tindakan nyata hubungan timbal balik antara pemerintah yang
menjadi aparatur negara dan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi problem status dalam kewarganegaraan.
PEMBAHASAN
KEWARGANEGARAAN
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk
yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kawula
negara.Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang yang
merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara
mengandung arti peserta, anggota atau warag dari suatu negara, yakni peserta dari suatu
persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Untuk itu, setiap warga negara
mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki kepastian
hak, privasi, dan tanggungjawab.
Sejalan dengan definisi di atas, AS Hikam pun mendefinisikan bahwa negara yang
merupakan terjemahan dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang
membentuk negara itu sendiri. Istilah ini menurutnya lebih baik ketimbang kawula
negara, karena kawula negara betul-betul berarti objek yang dalam bahasa Inggris
(object) berarti orang yang dimilki dan mengabdi kepada pemiliknya.
Secara singkat, Koerniatmanto S., mendefinisikan warga negara dengan anggota
negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang
khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat
timbale balik terhadap negaranya.
Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26)
dimaksudkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang
sebagai warga negara. Dalam penjelasan UUD 1945 pasal 26 ini, dinyatakan bahwa
orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, Cina, Arab dan lain-lain
yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan
bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa warag negara
Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau
2. Asas Kewarganegaraan
2. Karena pengangkatan
Adalah keputusan negara untuk memberikan kesempatan bagi anak warga negara asing
melalui pengangkatan. Pengangkatan ini berdasarkan peraturan pemerintah No. 67 Tahun
1958 dan sesuai dengan surat Edaran Menteri Kehakiman tanggal 5 Januari 1959 dengan
bukti adanya pernyataan sah dari buku catatan tentang pengangkatan anak asing dari
pemerintah melalui menteri kehakiman. Sebaliknya bahwa anak warga negara indonesia
(WNI) yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sbagai anak oleh warga negara
asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai WNI (Menurut UU N0. 12
tahun 2006 pasal 5 ayat 2).
3. Karena perkawinan
Adalah keputusan presiden mengenai pemberian hak kewarganegaraan atas dasar
perkawinan yang dibuktikan dengan buku nikah dari Kantor Uruan Agama (KUA)
Departemen Agama RI.
5. Karena pernyataan
Adalah keputusan presiden mengenai pemberian hak kewarganegaraan kepada warga
negara melalui pembuatan pernyataan yang berisi mengenai kehilangan.
2. Bersikap Kritis
Warga negara yang demokrat hendaknya selalu bersikap kritis, baik terhadap kenyataan
empiris(realitas social, budaya, dan politik) maupun terhadap kenyataan supra-empiris
(agama, mitologi, kepercayaan). Sikap kritis juga harus ditujukan pada diri sendiri. Sikap
kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap kritis terhadap pendapat yang berbeda.
Tentu saja sikap kritis ini harus didukung oleh sikap yang bertanggung jawab terhadap
apa yang dikritisi.
5. Rasional
Bagi Negara yang demokrat, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara
bebas dan rasional adalah sesuatu yang yang harus dilakukan. Keputusan-keputusan yang
diambil secara rasional akan mengantarkan sikap yang logis yang ditampilkan oleh warga
negara sementara. Sikap dan keputusan yang diambil secara tidak rasional akan
membawa implikasi emosional dan cenderung egois.
6. Adil
Sebagai negara yang demokrat, tidak ada tujuan baik yang patut diwujudkan dengan cara-
cara yang tidak adil. Penggunaan cara-cara yang tidak adil adalah bentuk pelanggaran hak
asasi dari orang yang diperlakukan tidak adil. Dengan semangat keadilan, maka tujuan-
tujuan bersama bukanlah suatu yang didiktekan tetapi ditawarkan.
7. Jujur
Memiliki sikap dan sifat yang jujur bagi warga negara merupakan sesuatu yang niscaya.
Kejujuran merupakan kunci bagi terciptanya keselarasan dan keharmonisan hubungan
antar warga negara. Sikap jujur biasa diterapkan di segala sektor, baik politik, sosial dan
sebagainya.
Kejujuran politik adalah bahwa kesejahteraan warga negara merupakan tujuan yang
ingin di capai, yaitu kesejahteraan dari masyarakat yang memilih para politisi. Ketidak
jujuran politik adalah seorang poliotisi mencari keuntungan bagi dirinya sendiri atau
mencari keuntungan bagi partainya. Karena partai itu penting bagi kedudukannya.
Beberapa karakteristik warga negara yang demokrat tersebut, merupakan sikap dan sifat
yang seharusnya melekat pada seorang warga negara. Sebagai warga negarayang otonom, ia
mempunyai karesteritik lanjutan sebagai berikut:
Warga negara yang otonom harus melakukan tiga hal untuk mewujudkan demokrasi
konstitusional yaitu :
a. Menciptakan kultur taat hukum yang sehat dan aktif (culture of law).
b. ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif (process of law making)
d. Ikut menciptakan aparat penegak hokum yang jujur dan bertanggung jawab (structure of
law)
Pada umumnya ada dua kelompok warga negara dalam suatu negara, yakni warga
negara yang memperoleh status kewarganegaraannya melalui stelsel pasif atau dikenal juga
dengan warga negara by operation of law dan warga negara yang memperoleh status
kewarganegaraannya melalui stelsel aktif dikenal dengan by registration.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang
menjadi unsur negara. Dalam menerapkan asas kewarganegaraan, dikenal dengan dua
pedoman, yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan
berdasarkan perkawinan. Dari sisi kelahiran, ada dua asas kewarganegaraan yang sering
dijumpai, yaitu ius soli (tempat kelahiran) dan ius sanguinis(keturunan). Sedangkan dari sisi
perkawinan dikenal pula asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
Unsur- unsur yang menentukan kewarganegaraan:
1. Unsur darah keturunan (Ius Sanguinis);
2. Unsur daerah tempat kelahiran (Ius Soli);
3. Unsur pewarganegaraan (Naturaalisasi).
Karateristik warga negara yang demokrat:
1. Rasa hormat dan tanggung jawab;
2. Bersikap kritis;
3. Membuka diskusi dan dialog;
4. Bersikap terbuka;
5. Rasional;
6. Adil;
7. Jujur.
B. Saran
Sebagai warga negara yang baik kita harus mencintai dan menjaga kesatuan negara kita
agar negara yang sangat kita cintai ini menjadi negara yang makmur dan sentosa seperti cita-
cita dan tujuan bangsa kita yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
http://hapidzcs.wordpress.com/2012/10/05/konsep-dasar-sebagai-warga-negara/
http://putrajelapat.blogspot.com/2009/11/konsep-tentang-warganegara-civic.html
BAB I
Pendahuluan
B. Tujuan diskusi
Adapun tujuan dilakukannya diskusi adalah sebagai laporan untuk tugas mata kuliah
PKn pada Kelas PPG 2018 sekaligus lebih memahami tentang makna Pancasila sebagai
pedoman hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Diskusi ini dilakukan pada jam istirahat kegiatan belajar mengajar, dan dilakukan sebagai
obrolan ringan antar guru. Adapun materi diskusi yang dibahas yaitu tentang Konsep warga
negara, teori kewarganegaraan Indonesia, dan permasalahan kewarganegaraan yang terjadi di
Indonesia.
Penanya pertama (1)(Ahmad Basohi) :
Apa yang dimaksud warga negara?
Jawab: (Masmuah)
Dalam pengertian warga negara secara umum dinyatakan bahwa warga negara merupakan
anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai
hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Berdasarkan pada
pengertian tersebut, maka adanya hak dan kewajiban warga negara terhadap negaranya
merupakan sesuatu yang niscaya ada. Dalam konteks Indonesia, hak warga negara terhadap
negaranya telah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang
merupakan derivasi dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD 1945.
b. Pasal 27, ayat (1) Segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Pada ayat (2), Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
c. Pasal 28, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
d. Pasal 30 ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaa
negara. dan ayat (2) Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
Eri Irawan 18280202710015
e. Pasal 31 ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
Sedangkan contoh kewajiban yang melekat bagi setiap warganegara antara lain kewajiban
membayar pajak sebagai kontrak utama antara negara dengan warga, membela tanah air,
membela pertahanan dan keamanan negara, menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi
pembatasan yang tertuang dalam peraturan, dan berbagai kewajiban lainnya dalam undang-
undang. Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warganegara adalah terlibatnya
warga (langsung atau perwakilan) dalam setiap perumusan hak dan kewajiban tersebut, sehingga
warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan
mereka yang dibuat sendiri
Warga negara secara umum dinyatakan bahwa warga negara merupakan anggota negara
yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan
kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Cara memperoleh kewargenegaraan
dengan kelahiran terdapat dua asas (Komalasari & Syaifullah, 2009, hlm. 6), yaitu asas
keturunan (ius sanguinis) dan asas tempat kelahiran (ius soli). Prinsip ini akan menimbulkan
permasalahan kewarganegaraan, yaitu apatride (tidak berkewarganegaraan) dan bipatribe
(berkewarganegaraan ganda). Warga negara global adalah warga negara yang bertanggungjawab
untuk memenuhi persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi
masyarakat (Korten, 1993). Sifat yang menjadi ciri khas dari seorang warga negara yang
bertanggung jawab adalah adanya komitmen terhadap nilai integratif dan penerapan aktif
kesadaran kitisnya, yaitu kemampuan untuk berpikir mandiri, kritis, dan konstruktif, kemampuan
melihat masalah dalam konteks jangka panjang, dan untuk membuat penilaiian berdasarkan
suatu komitmen kepada kepentingan masyarakat jangka panjang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara? Apa itu negara? Pada dasarnya negara adalah sebuah organisasi seperti
layaknya sebuah organisasi, Negara memiliki anggota, tujuan dan peraturan. Anggota negara
adalah warganya, tujuan Negara biasanya tercantum dalam pembukaan konstitusinya
(Undang-undang dasar), sedang peraturannya dikenal sebagai hokum. Bedanya dengan
organisasi yang lain, Negara berkuasa di atas individu-individu dan di atas organisasi-
organisasi pada suatu wilayah tertentu. Peraturan negara berhak mengatur seluruh individu
dan organisasi yang ada pada suatu wilayah tertentu, sedangkan peraturan organisasi hanya
berhak mengatur fihak-fihak yang menjadi anggotanya saja. Peraturan Negara bersifat
memaksa, nila ada yang tidak mematuhinya, mempunyai hak untuk memberikan sanksi yang
bersifat kekerasan. Sepanjang sejarah manusia hidup di atas permukaan bumi, manusia telah
bernegara. Mulai dari Negara dalam bentuknya yang paling primitive yaitu kesukuan, Negara
kota, sampai Negara kerajaan, Negara republic dan Negara demokrasi. Sampai saat ini tidak
ada satupun ta’rif negara yang diakui semua fihak. Ahli-ahli ilmu kenegaraan saling berbeda
pendapat tentang apa itu negara. Secara sederhana bisa kita katakan bahwa yang dimaksud
dengan Negara adalah organisasi yang menaungi semua fihak dalam suatu wilayah tertentu.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar tentang negara?
2. Apa saja tujuan negara?
3. Apa saja unsur-unsur negara?
4. Bagaimana teori terbentuknya negara?
5. Bagaimana hubungan agama dan negara?
6. Bagaimana relasi agama dan negara dalam perspektif Islam?
Menurut As Hikam dalam Ghazalli (2004), warga negara sebagai sebagai terjemahan
dari citizen artinya adalah anggota dari suatu komunitas yang membentuk negara itu
sendiri.
Pengertian warga negara secara umum dinyatakan bahwa warga negara merupakan
anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya.
2. Pengertian Kewarganegaraan
Istilah kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan
hubungan atau ikatan anatara negara dan warga negara. Menurut memori penjelasan dari
pasal II Peraturan Penutup Undang-Undang No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganeraan
Republik Indonesia, kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara
yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang ang
Dalam konsep dan ajaran plato, tujuan dengan adanya negara adalah untuk memajukan
kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial.
Sedangkan menurut Roger H. Soltau tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya
berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.
Dalam islam, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabia, tujuan negara adalah agar
manusia dapat menjalakan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga
intervensi pihak-pihak asing. Paradigma ini didasarkan pada konsep sosio-historis bahwa
manusia diciptakan oleh Allah dengan watak dan kecenderungan berkumpul dan
5. Unsur-unsur Negara
Sebuah negara mempunyai unsur-unsur yang harus ada di dalamnya yaitu sebagai berikut.
1. Rakyat (Masyarakat/Warga Negara)
Setiap negara tidak mungkin bisa ada tanpa adanya warga atau rakyatnya. Unsur rakyat
ini sangat penting dalam sebuah negara, karena secara konkret rakyatlah memiliki
kepentingan agar negara itu dapat berjalan dengan baik. Selain it, bagaimanapun juga
manusialah yang akan mengatur dan menentukan sebuah organisasa (negara).Rakyat
dalam konteks ini diartikan sebagai sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu
rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Mungkin
tidak dapat dibayangkan adanya suatu negara tanpa rakyat (warga negara). Rakyat
adalah substratum dari negara.
2. Wilayah
Wilayah dalam sebuah negara merupakan unsur yang harus ada, karena tidak mungkin
ada negara tanpa ada batas-batas teritorial yang jelas. Secara mendasar, wilayah dalam
sebuah negara biasanya mencakup daratan (wilayah darat), peraiaran (wilayah
laut/perairan) dan udara (wilayah udara).
Daratan (Wilayah Darat)
3. Pemerintah
Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara
untuk mencapai tujuan negara. Oleh karenanya, pemerintah seringkali menjadi
personifikasi sebuah negara.
2. Teori Ketuhanan
Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin Negara ditunjuk oleh Tuhan Raja
dan pemimpin-pemimpin Negara hanya bertanggung jawab pada Tuhan dan tidak pada
siapapun. Penganut teori ini adalah Agustinus, Yulius Stahi, Haller, Kranenburg dan
Thomas Aquinas.
3. Teori kekuatan
4. Teori Organis
Menurut Dede Rosyada, dkk (2005: 54) mengemukakan konsepsi organis tentang
hakikat dan asal mula negara adalah suatu konsep bilogis yang melukiskan negara
dengan istilah-istilah ilmu alam. Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk
hidup, manusia atau binatang individu yang merupakan komponen-komponen Negara
dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu. Kehidupan corporal dari Negara dapat
disamakan sebagai tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja
(kaisar) sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk itu.
5. Teori Historis
Teori ini menyatakan bahwa lembaga-lambaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara
evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.
Filsufgaul (2012) menuliskan teori hukum alam yakni negara terjadi karena kehendak
alam yang merupakanlembaga alamiah yang diperlukan manusia untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Penganut teori ini adalah Plato, Aristoteles,
Agustinus, dan Thomas Aquino.
1. Paham Teokrasi
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal
yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintahan
menurut paham ini diajalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata
kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas titah tuhan. Dengan
demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini
sebagai menifestasi firman Tuhan.
Dalam perkembangannya, paham teokrasi terbagi ke dalam dua bagian, yakni paham
teokrasi langsung dan paham teokrasi tidak langsung. Menurut paham teokrasi
langsung, pemerintahan diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung pula.
Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan oleh karena itu yang
memerintah adalah Tuhan pula. Sedangkan menurut sistem pemerintahan teokrasi
tidak langsung yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan yang
memerintah adalah raja atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan.
Kepala negara atau raja diyakini memerintah atas kehendak Tuhan. Dalam kata lain
dalam paham teokrasi ini sistem dan norma-norma dalam negara dirumuskan
berdasarkan firman-firman Tuhan.
2. Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara. Dalam
negara sekuler, tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam
paham ini, negara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan
dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini,
menurut paham ini tidak dapat disatukan.
3. Paham Komunis
Paham ini menimbulkan paham atheis, paham yang dipelopori oleh Karl Mark ini,
memandang agama sebagai candu masyarakat (Mark, dalam Louis Leahy, 1992:97-
98). Menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Sementara agama dalam
Kehidupan manusia adalah dunia menusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan
masyarakat negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantasi makhluk
manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu, agama
harus ditekan, bahkan dilarang. Nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi,
karena manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.
Dalam lintasan sejarah dan opini para teoritis politik Islam, ditemukan beberapa pendapat
yang berkenaan dengan konsep hubungan agama dan negara, antara lain dapat dirangkum
ke dalam tiga paradigma, yakni integralistik, simbiotik, sekularistik.
1. Paradigma Integralistik
merupakan paham dan konsep hubungan agama dan negara yang menganggap bahwa
agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya
merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Ini juga memberikan pengertian
bahwa negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.
Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara
agama dan politik atau negara. Konsep ini sama seperti konsep teokrasi.
2. Paradigma Simbiotik
Menurut konsep ini, hubungan agama dan negara dipahami saling membutuhkan dan
bersifat timbal balik. Dan dalam konteks ini, agama membutuhkan negara sebagai
instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya,
negara juga memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam
membina moral, etika, dan spiritualitas.
Eri Irawan 18280202710015
Dalam konteks ini paradigma simbiotik ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
adanya kekuasaan yang mengatur kehidupam manusia merupakan kewajiban agama
yang paling besar, karena tanpa kekuasaan negara, maka agama tidak bisa berdiri
tegak (Taimiyah, al Siyasah al Syar’iyyah: 162). Pendapat Ibnu Taimiyah tersebut
meligitimasi bahwa antara agama dan negara merupakan dua entitas yang berbeda,
tetapi saling membutuhkan. Oleh karena itu, konstitusi yang berlaku dalam
paradigma ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai
oleh hukum agama (syari’at)
3. Paradigma Sekularistik
Konsep ini bisa dilihat dari pendapat Ali Abdul Raziq yang menyatakan bahwa
dalam sejarah kenabian Rasulullah saw. pun tidak ditemukan keinginan Nabi
Muhammad SAW. untuk mendirikan agama. Rasulullah saw. hanya menyampaikan
risalah kepada manusia dan mendakwahkan ajaran agama kepada manusia.
Peraturan negara berhak mengatur seluruh individu dan organisasi yang ada pada suatu
wilayah tertentu, sedangkan peraturan organisasi hanya berhak mengatur fihak-fihak yang
menjadi anggotanya saja. Peraturan Negara bersifat memaksa, nila ada yang tidak mematuhinya,
mempunyai hak untuk memberikan sanksi yang bersifat kekerasan. Sepanjang sejarah manusia
hidup di atas permukaan bumi, manusia telah bernegara. Mulai dari Negara dalam bentuknya
yang paling primitive yaitu kesukuan, Negara kota, sampai Negara kerajaan, Negara republic dan
Negara demokrasi. Sampai saat ini tidak ada satupun ta’rif negara yang diakui semua fihak.
Ahli-ahli ilmu kenegaraan saling berbeda pendapat tentang apa itu negara. Secara sederhana bisa
kita katakan bahwa yang dimaksud dengan Negara adalah organisasi yang menaungi semua
fihak dalam suatu wilayah tertentu.
Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka
dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti
peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang
didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan
bersama. Untuk itu, setiap warga negara empunyai persamaan hak di hadapan hukuum. Semua
warga negara memiliki kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab.
Dalam konteks negara Indonesia, tujuan negara (sesuai dengan pembukaan UUD 1945)
adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamain abadi dan keadilan
sosial. Selain itu dalam pembukaan UUD 1945 ditetapkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan
atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (matchstaat). Dari pembukaan dan
penjelasan Uud 1945 tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan suatu negara hukum
yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat yang adil
dan makmur.
Azra, Azyumardi. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,
Wahab, Abdul Aziz. 2011. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung:
Alfabeta.
Kansil. 2001. Ilmu Negara Umum Dan Indonesia. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Wibowo, Dwi Cahyadi. Konsep Teori dan Proses terbentuknya Negara, Dalam
laman http://dwicahyadiwibowo.blogspot.com
Abdul Aziz Wahab, Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan, (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2011) hal. 201
Winarso, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal.
49
Kansil, Ilmu Negara Umum Dan Indonesia, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hal. 69-70
Dwi Cahyadi Wibowo, Konsep Teori dan Proses terbentuknya Negara, Dalam
laman http://dwicahyadiwibowo.blogspot.com, diunduh pada 18 Maret 2015.
Hussein Muhammad, Islam dan Negara Kebangsaan, (Yogyakarta: LKIS, 2000), hal 69.