Anda di halaman 1dari 12

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan


kelopak mata bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu
konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari
sklera di bawahnya. Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. Konjungtiva
bulbi superior paling sering mengalami infeksi dan menyebar ke bawahnya.
Pada pterigium, konjungtiva yang mengalami fibrovaskular adalah
konjungtiva bulbi.

Gambar 3.1 Penampang sagital konjungtiva


Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan
banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya
membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh
limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus
dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus
limfatikus yang banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan
pertama (oftalmik) nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit
mempunyai serat nyeri.

3.2. Defenisi Pteregium

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang


bersifat degeneratif dan invasif. Pterigium (L. Pterygion = sayap) adalah suatu
proses degeneratif dan hiperplastik dengan fibrovaskular berbentuk segitiga
(sayap) yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea antara lain lapisan
stroma dan membrana Bowman. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada
konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron
yang artinya sayap.1,2

Gambar 3.2 Pterigium

3.3. Epidemiologi Pteregium

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim


panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor
yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang
terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi
sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang
terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang
terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.3

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi


pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari
kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang
(rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih
resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah,
riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.3

3.4. Etiologi

Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Namun, karena lebih


sering terjadi pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor
lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering,
inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva pada fisura interpalpebralis disebabkan oleh
karena kelainan tear film bisa menimbulkan pertumbuhan fibroblastik baru
merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim
kering mendukung teori ini.1,2

3.5. Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni


radiasi UV matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara, dan faktor
herediter.
a. Radiasi Ultraviolet
Paparan sinar matahari, waktu di luar ruangan, penggunaan kacamata
dan topi mempengaruhi resiko terjadinya pterigium. Sinar ultraviolet
diabsorbsi kornea dan konjungtiva mengakibatkan kerusakan sel dan
proliferasi sel.
b. Faktor Genetik
Berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan
pterigium, kemungkinan diturunkan secara autosomal dominan.
c. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi yang terjadi pada area limbus atau perifer
kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan
terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis
dari pterigium. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan
partikel tertentu, dry eyes, dan virus papiloma juga diduga sebagai penyebab
dari pterigium.

3.6. Patofisiologi

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor
lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering,
inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film
menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.
Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori
ini.2

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel
bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan
terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi
degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian
menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran
bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan
inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi
displasia.2,5

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva
ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan
karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan
manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.2

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan


phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum
dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal.
Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang
berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase,
dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan
luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus
tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.2

3.7. Gambaran Klinis


Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah.
Muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke
kornea pada fisura interpalpebralis, dan letaknya bisa unilateral atau bilateral.
Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan
temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal
jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan
pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu
penglihatan atau visual axis, menyebabkan penglihatan kabur.3,4,5
Tanda klinis yang dapat terlihat yaitu mulai dengan tanda-tanda iritasi
mata yaitu mata tampak merah dan berair terus, terlihat banyak pembuluh darah
skelra yang tampak terutama pada garis temporonasal, dan jika gradasi dari
pterygium sudah tinggi maka yang akan tampak adalah penonjolan jaringan yang
menuju kornea, jaringan yang ada adalah jaringan fibrosa yang opak.2,5

Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada


konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya
pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi
dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stoker's
line).1,4

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap.
Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus
disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut
cap. A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas
pinggir pterygium.5

Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe,


yaitu :
1. Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di
depan kepala pterygium (disebut cap pterygium).
2. Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi
membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.
Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik.
Gangguan terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan
astigatisme karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi
diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.2
Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :3
1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea.
3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan
normal sekitar 3 – 4 mm)
4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

Gambar 3.3 Derajat Pterygium

3.8Diagnosa Banding

Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama
yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa
kekuningan berbatasandengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura
interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak
diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur.
Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama
pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko
penyebab pinguekula.3,5
Gambar 3.4 Perbedaan Pterygium (kanan) dan Pinguekula (kiri)

Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya


membentuk sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal
degeneration. Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan
parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda
dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular
sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah
atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak
melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah
melewati bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat
dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara
head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura
interpalpebra yang berbeda dengan true pterygium.3,5

Gambar 3.5 Perbedaan Pseudopterygium (kiri) dengan Ptegyrium (kanan)

Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan pinguekula dan


pseudopterigium.
Tabel 3.1 Diagnosa Banding Pterygium
Pembeda Pterigium Pinguekula Pseudopterigium
Definisi Jaringan Benjolan pada Perlengketan
fibrovaskular konjungtiva konjungtiba bulbi
konjungtiva bulbi dengan kornea yang
bulbi berbentuk cacat
segitiga
Warna Putih Putih-kuning Putih kekuningan
kekuningan keabu-abuan
Letak Celah kelopak Celah kelopak Pada daerah
bagian nasal mata terutama konjungtiva yang
atau temporal bagian nasal terdekat dengan
yang meluas ke proses kornea
arah kornea sebelumnya
6♂:♀ ♂>♀ ♂=♀ ♂=♀
Progresif Sedang Tidak Tidak
Reaksi Tidak ada Tidak ada Ada
kerusakan
permukaan
kornea
sebelumnya
Pembuluh Lebih menonjol Menonjol Normal
darah
konjungtiva
Sonde Tidak dapat Tidak dapat Dapat diselipkan di
diselipkan diselipkan bawah lesi karena
tidak melekat pada
limbus
3.9 Penatalaksanaan

Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering


ditangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti
lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan
gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas,
beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.
Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya
ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan
pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya gangguan
pergerakan bola mata. 1,2

Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata


yang licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium
dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah
limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-
kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah
eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan. Beberapa tehnik
operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu : 2

1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan
untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus.
Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka.
2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika
hanya defek konjungtiva sangat kecil).
3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap
konjungtiva digeser untuk menutupi defek.
4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk
lidah konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.
5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior,
dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.
6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren
pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan
penelitian baru mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan
fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat
diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.
7. Lamellar Keratoplasty, excimer laser phototheraupetic keratectomy dan
terbaru menggunakan gabungan angiostatic steroid.

3.10 Komplikasi Pteregium

Komplikasi pterygium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada


konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan
sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia.
Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epitel di atas
pterygium yang ada.5

Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft


oedem, graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen,
granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar kornea
dan astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang terbanyak adalah
rekuren pterygium post operasi.1,2,5

3.11Prognosa4

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien
setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali.3

Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah


sehingga untuk mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan
dengan antimetabolit atau antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva.
Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan
konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi
terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi.5

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau
karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock
dan mengurangi terpapar sinar matahari.5

Anda mungkin juga menyukai