Anda di halaman 1dari 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/282685461

Kompleks Sesar Trembono sebagai Gravitational Structures

Conference Paper · October 2014


DOI: 10.13140/RG.2.1.1889.3521

CITATION READS

1 738

2 authors, including:

Salahuddin Husein
Gadjah Mada University
89 PUBLICATIONS   58 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

South Makassar Basin Research View project

stimation of S-wave Velocity Structure for Sedimentary Layered Media Using Microtremor Array Measurements in Palu City, Indonesia View
project

All content following this page was uploaded by Salahuddin Husein on 10 October 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

P4P-01

KOMPLEKS SESAR TREMBONO SEBAGAI GRAVITATIONAL


STRUCTURES
Ridha Sidi Mulyawan1* dan Salahuddin Husein1
1
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, *Email: ridhasidim@gmail.com
Diterima 20 Oktober 2014

Abstrak
Kompleks struktur Trembono berada di wilayah Dusun Bentengwareng, Desa Tancep, Kecamatan
Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah penelitian
tersusun oleh batuan yang termasuk ke dalam Formasi Kebo-Butak berumur Oligosen Akhir hingga
awal Miosen Awal yang telah mengalami deformasi sehingga menciptakan suatu kompleks struktur
geologi. Kompleks struktur geologi Trembono mungkin menjadi bukti salah satu dari beberapa
proses deformasi yang terjadi di Pegunungan Selatan. Penelitian dilakukan dengan melakukan
pemetaan struktur geologi serta aspek geologi permukaan lain, seperti data petrologi, petrografi dan
paleontologi. Litologi penyusun daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan, yaitu satuan
batulanau tufan dan satuan lapili. Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian berupa
kekar dan sesar yang dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan arah orientasinya,
yaitu struktur yang cenderung berarah utara-selatan, barat-timur, timurlaut-baratdaya dan tenggara-
baratlaut. Kekar yang memotong satuan batulanau tufan lebih banyak dibandingkan dengan yang
ada pada satuan lapili, sedangkan sesar lebih banyak memotong satuan lapili. Sesar yang
berkembang pada daerah penelitian umumnya berupa sesar turun Kompleks struktur Trembono
terbentuk akibat regim regangan dengan tegasan ekstensi berarah 03°/N246°E. Waktu
pembentukan kompleks struktur Trembono tidak dapat ditentukan secara pasti. Pembentukan sesar
menimbulkan ketidakstabilan sehingga memicu terbentuknya gravitational structure. Jenis dan
karakteristik litologi memiliki pengaruh terhadap jenis struktur geologi yang terbentuk akibat
proses deformasi yang sama pada daerah penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah pemahaman mengenai kondisi geologi di Pegunungan Selatan, khususnya mengenai
struktur-struktur geologi dan tektoniknya.
Kata Kunci: Sesar Trembono, Bayat, Gravitational Structure

Pendahuluan
Kondisi geologi Pegunungan Selatan sudah banyak menjadi objek penelitian, namun belum
banyak yang secara khusus meneliti mengenai struktur geologi di Pegunungan Selatan.Van
Bemmelen (1949) membuat peta geologi daerah Surakarta dan sekitarnya, namun peta
tersebut masih bersifat regional.Toha dkk.(1994) meneliti kondisi geologi Pegunungan
Selatan, namun struktur geologi yang diteliti masih hanya berupa hasil interpretasi
kelurusan topografi.Penelitian yang secara khusus membahas mengenai struktur geologi
Pegunungan Selatan baru dilakukan oleh Sudarno (1997).
Pada Perbukitan Jiwo di sebelah utara Pegunungan Selatan tersingkap batuan malihan
berumur Kapur hingga Paleosen Awal yang selama ini dianggap sebagai batuan dasar
Pegunungan Selatan.Formasi Wungkal-Gamping yang terdiri dari batupasir, napal pasiran,
batulempung dan batugamping berumur Eosen Tengah-Eosen Akhir terendapkan secara
tidak selaras diatas batuan malihan.
Pegunungan Selatan tersusun oleh sedimen yang sangat tebal.Batuan tertua yang
tersingkap pada Pegunungan Selatan adalah Formasi Kebo-Butak. Formasi Kebo-Butak

676
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

menjadi bukti awal proses vulkanisme tersier di Pegunungan Selatan, meskipun begitu
subduksi dan vulkanisme tersier di Pulau Jawa sudah dimulai sejak Eosen Tengah (Hall,
2009; Smyth, dkk., 2005). Vulkanisme memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pengisian cekungan Pegunungan Selatan yang menurut Satyana (2005) merupakan
cekungan dalam busur (intra-arc basin). Proses pengendapan batuan vulkanik (Formasi
Semilir dan Formasi Nglanggran) berlangsung dengan cepat (Miosen Awal) menghasilkan
endapan yang sangat tebal (mencapai lebih dari 2000 meter). Smyth, dkk. (2011)
berpendapat bahwa endapan ini merupakan hasil dari erupsi super yang berskala serupa
dengan erupsi Toba.
Selama Eosen Tengah hingga Oligosen Akhir tidak terjadi perubahan lingkungan
pengendapan yang signifikan di Pegunungan Selatan.Formasi Wungkal-Gamping (Eosen
Tengah-Eosen Akhir) dan Formasi Kebo-Butak (Oligosen Akhir-Miosen Awal) sama-sama
terendapkan pada lingkungan laut dangkal (Toha, dkk., 1994; Smyth, dkk.,
2011).Kurangnya data permukaan akibat tidak ditemukannya kontak antara Formasi
Wungkal-Gamping dengan Formasi Kebo-Butak menyulitkan interpretasi tektonik dan
stratigrafi Pegunungan Selatan pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir.
Perubahan lingkungan pengendapan terjadi secara drastis pada Miosen Awal dengan
terendapkannya bagian atas Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir dan Formasi
Nglanggran.Formasi Semilir terendapkan pada lingkungan laut dangkal yang berubah
secara gradual menjadi lingkungan transisi (delta).Smyth, dkk.(2005) menginterpretasikan
Formasi Semilir terendapkan secara subaerial sementara Formasi Nglanggran terendapkan
pada lingkungan darat. Formasi Wonosari yang tersusun oleh batugamping terumbu
terbentuk pada tinggian-tinggian vulkanik menjemari dengan Formasi Sambipitu yang
tersusun oleh endapan turbidit vulkaniklastik pada lereng hasil rework batuan gunungapi.
Formasi Sambipitu menjari dengan Formasi Oyo yang secara komposisis bersifat lebih
gampingan dibandingkan dengan Formasi Sambipitu.Formasi Wonosari yang tebal
(mencapai 800 meter menurut Bothe (1929) dalam Sudarno (1997)) membutuhkan ruang
akomodasi yang terus bertambah (transgresi).
Pembentukan struktur-struktur geologi di Pegunungan Selatan dipengaruhi oleh
perubahan jalur subduksi dan arah pergerakan lempeng Samudera Hindia serta terjadinya
kolisi antara India dan Asia pada Miosen Awal.Jalur subduksi yang terbentuk pada Eosen
Tengah merupakan subduksi miring (Hall, 2009). Akibat kolisi India dengan Asia,
Sundaland mengalami rotasi berlawanan arah jarum jam selama Miosen. Rotasi ini
menyebabkan perubahan arah jalur subduksi yang menyebabkan perubahan regim tektonik
di Pulau Jawa.
Batuan yang mengalami deformasi pada daerah penelitian termasuk ke dalam Formasi
Kebo-Butak yang terendapkan selama Oligosen Akhir hingga Miosen Awal.Deformasi
pada batuan di daerah penelitian ini dapat terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang,
yaitu dari Oligosen Akhir hingga sekarang.Rangkuman sejarah geologi Pegunungan
Selatan dapat dilihat pada tabel 1.

Maksud dan Tujuan


Penelitian dilakukan untuk mengetahui jenis dan karakteristik struktur geologi pada daerah
penelitian, mengetahui arah tegasan yang membentuk struktur geologi pada daerah
penelitian berdasarkan analisis struktur geologi dan mengetahui waktu pembentukan
struktur geologi tersebut, serta hubungannnya dengan kondisi tektonik regional.

677
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Geologi Regional
Daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan oleh Van Bemmelen
(1949). Menurut Toha dkk (1994), stratigrafi Zona Pegunungan Selatan didominasi oleh
batuan berumur Kenozoik yang terbentuk dengan mekanisme pengendapan gaya berat.
Urutan formasi penyusun Zona Pegunungan Selatan dari mulai yang tertua, yaitu batuan
malihan (Kapur – Paleosen Awal) dan Formasi Wungkal-Gamping (Eosen Tengah – Eosen
Akhir) yang tersingkap pada Perbukitan Jiwo, Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, dan
Formasi Nglanggran (Oligosen Akhir – Miosen Tengah) yang merupakan hasil endapan
gaya berat, Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo (Miosen Tengah) yang merupakan hasil
endapan turbidit gampingan, Formasi Wonosari dan Formasi Kepek (Miosen Tengah) yang
berupa batugamping reefal dan berlapis (Toha, dkk., 1994).
Pada daerah penelitian, batuan yang ada merupakan bagian dari Formasi Kebo-
Butak.Surono (2008) membagi Formasi Kebo-Butak menjadi 2, yaitu Formasi Kebo dan
Formasi Butak.Komposisi batuan dalam Formasi Kebo dan Formasi Butak tersusun oleh
campuran antara klastika sedimen dengan klastika vulkanik.
Formasi Kebo merupakan perselingan antara batupasir dan batupasir kerikilan, dengan
sisipan batulanau, batulempung, tuf, dan serpih.Lava Bantal Nampurejo yang berkomposisi
basal dan berselingan dengan batupasir hitam vulkanik banyak ditemukan pada bagian
bawah Formasi Kebo.Struktur sedimen yang ditemukan berupa perlapisan normal, perarian
sejajar, perarian bergelombang, permukaan erosi, tikas suling dan penendatan
(slump).Bioturbasi, foraminifera, kepingan koral dan kepingan arang ditemukan pada
beberapa tempat.
Formasi Butak yang selaras dengan Formasi Kebo tersusun atas breksi polimik dengan
selingan batupasir, batupasir kerikilan, batulempung dan batulanau/serpih.Struktur sedimen
yang ditemukan berupa perlapisan normal, permukaan erosi, imbrikasi fragmen dan
burrow. Kepingan arang dan fosil foraminifera banyak ditemukan pada bagian atas formasi
ini.
Surono (2008) melakukan perhitungan absolut terhadap Lava Bantal Nampurejo yang
menunjukkan umur 33,15-31,29 juta tahun lalu (Oligosen Awal). Rahardjo (2007) dalam
Surono (2008) menemukan kandungan foraminifera berupa Globigerina ciperoensis,
Catapsydrax dissimilis dan Globigerinoides primordius yang menunjukkan umur P22 - N4
(Oligosen Akhir – Miosen Awal) pada Formasi Kebo-Butak.
Struktur lava bantal pada Lava Bantal Nampurejo dapat terbentuk pada lingkungan laut
dalam dengan kolom air yang cukup tebal untuk menekan aliran lava panas. Batuan klastik
penyusun Formasi Kebo dan Formasi Butak terbentuk oleh mekanisme transportasi gaya
berat pada daerah cekungan yang dikelilingi gunungapi yang kegiatan vulkanismenya
sangat intensif. Surono (2008) menduga bahwa sebagian kecil pusat erupsi sudah muncul
ke atas muka air laut dengan ditemukannya kepingan arang pada beberapa tempat.
Struktur geologi di Pegunungan Selatan sangat bervariasi.Kelurusan pada Pegunungan
Selatan dominan berarah timurlaut-baratdaya.
Struktur geologi dengan Pola Meratus dengan arah timurlaut – baratdaya yang berumur
Kapur hingga Paleosen merupakan pola paling tua di Pulau Jawa. Sesar-sesar dengan pola
Meratus di Pulau Jawa umumnya teraktifkan kembali pada umur-umur yang lebih muda.
Kelurusan yang ada pada Zona Pegunungan Selatan dengan pola Meratus antara, yaitu
kelurusan Sungai Opak dan Bengawan Solo yang mencapai panjang lebih dari 30 km
(Toha, dkk., 1994) dan diinterpretasikan sebagai struktur geologi yang terbentuk akibat
hasil reaktivasi struktur geologi pada batuan dasar.
Struktur geologi dengan Pola Sunda dengan arah utara-selatan berumur Eosen Akhir –
Oligosen Akhir.Kelurusan dengan arah utara-selatan hingga agak timurlaut-baratdaya,

678
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

memiliki panjang yang paling pendek diantara pola lainnya, yaitu kurang dari 4 km (Toha,
dkk., 1994).
Struktur geologi dengan Pola Jawa dengan arah barat-timur merupakan pola termuda
(berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal) yang mengaktifkan kembali seluruh pola yang
ada sebelumnya.Kelurusan berarah barat-timur pada Pegunungan Selatan memiliki panjang
mencapai 4-12 km (Toha, dkk., 1994).
Purnomo dan Purwoko (1994) membagi proses pembentukan struktur geologi berumur
Tersier di Pulau Jawa ke dalam 3 periode:
 Paleogene Extensional Rifting
Periode ini mengawali terbentuknya cekungan Tersier di Pulau Jawa pada Eosen-
Oligosen yang umumnya membentuk graben dan half-graben dengan arah tertentu.
 Neogene Compressional Wrenching
Periode ini ditandai oleh pembentukan sesar-sesar geser akibat tumbukan lempeng
Hindia. Sebagian besar sesar geser yang terbentuk merupakan hasil reaktivasi dari
sesar-sesar normal berumur Paleogen.
 Plio-Pleistocene Compressing Thrust-Folding
Periode ini ditandai oleh pembentukan antiklinorium dan sesar naik yang umumnya
berarah barat-timur.

Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu metode
pemetaangeologi permukaan dan analisis laboratorium. Metode pemetaangeologi
permukaan yaitu dengan mengamati, mengukur, dan menganalisisaspek geologi yang
berupa aspek litologi, geomorfologi, dan struktur geologi yang tersingkap di lapangan.
Pengamatan litologi dilakukan dengan Aspek struktur geologi yang dipetakan berupa
struktur garis, struktur bidang maupun struktur lain. Analisis yang dilakukan berupa
analisis pola kelurusan dari peta topografi, analisis struktur geologi (kinematik dan
dinamik), analisis paleontologi untuk penentuan umur batuan, analisis petrografi untuk
penentuan jenis &nama batuan serta untuk analisa breksi sesar (fault rocks).

Tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahap yang terdiri dari:
 Tahap observasi dan studi pustaka
Tahapan persiapan terdiri dari observasi awal, studi pustaka (penelitian terdahulu),
studi literatur, analisis kelurusan dari peta topografi, dan persiapan alat dan bahan yang
diperlukan.
 Tahap pendahuluan
Tahap pendahuluan dilakukan dengan melakukan pemetaan kompas langkah guna
membuat peta dasar berskala 1:150 yang akan digunakan selama penelitian.
 Tahapan pemetaan geologi permukaan terperinci
Langkah ini dilakukan dengan cara melakukan peninjauan dan pengamatan secara
langsung di lapangan. Pengamatan litologi berupa penentuan jenis batuan di lapangan
secara megaskopis, yang meliputi komponen tekstur, struktur, kondisi dari batuan
tersebut serta pengukuran jurus, kemiringan batuan serta pengukuran stratigrafi.
Pengamatan struktur geologi berupa identifikasi jenis struktur geologi dan pengukuran
komponen-komponen struktur geologi tersebut menggunakan kompas geologi. Pada
tahap ini juga dilakukan pengambilan perconto batuan untuk dapat melakukan
deskripsi mikroskopis.

679
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

 Tahapan pengolahan data dan analisis data lapangan


Tahapan ini terdiri dari pengolahan perconto batuan, analisis struktur geologi, analisis
stratigrafi, analisis paleontologi dan analisis petrografi.perconto batuan diolah untuk
dijadikan sebagai peraga ayak (paleontologi) dan peraga sayatan tipis (petrografi).
Analisis stratigrafi dilakukan untuk menentukan mekanisme dan lingkungan
pengendapan batuan. Analisa struktur geologi dilakukan untuk mengetahui kinematika
dan dinamika struktur geologi tersebut. Analisis paleontologi bertujuan untuk
mengetahui umur pengendapan batuan serta sebagai data tambahan dalam melakukan
interpretasi lingkungan pengendapan batuan.
 Tahap perumusan kesimpulan
Kesimpulan dilakukan dengan menggunakan analogi konfigurasi struktur geologi
lokasi penelitian dan arah tegangan hasil analisa struktur geologi dibandingkan dengan
hasil percobaan wrench fault dari peneliti lain. Data hasil analisis lain serta
pengamatan lapangan juga menjadi data tambahan dalam merumuskan kesimpulan
hasil penelitian ini.

Pembahasan Data
Stratigrafi
Batuan penyusun daerah penelitian dapat dibagi menjadi ke dalam 2 satuan, yaitu satuan
batulanau tufan dan satuan batupasir. Satuan batuan tertua berupa satuan batulanau tufan
yang tersusun oleh perulangan batupasir tufan bergradasi normal dengan sisipan batupasir
tufan laminasi dan batulanau tufan. Struktur sedimen yang dapat ditemukan berupa gradasi
normal, laminasi planar, bioturbasi (burrows) vertikal dan horizontal tipa chondrites, lensa
(lentikuler). Komposisi terdiri atas fragmen menyudut, fragmen berupa plagioklas
(oligoklas, andesin, labradorit), mineral opak, gelas, piroksen dan litik dalam matriks yang
berupa gelas vulkanik dan mineral lempung serta mineral ubahan berukuran halus
berwarna kehijauan. Satuan batulanau tufan terendapkan dengan mekanisme arus turbid
dan berdasarkan karakteristik struktur dan tekstur batuan satuan ini termasuk dalam fasies
D (Mutti dan Lucchi, 1978). Berdasarkan adanya struktur bioturbasi jenis chondrites yang
termasuk kumpulan fosil jejak tipe cruziana (Tucker, 2003) pada satuan ini,
diinterpretasikan bahwa satuan batulanau tufan terendapkan pada lingkungan laut dangkal
(sublitoral) dengan kedalaman <100 meter.
Satuan lapili terdiri dari material vulkanik berukuran lapili dengan struktur sedimen
berupa perlapisan dan laminasi. Pada bagian bawah dapat teramati adanya fragmen-
fragmen besar hingga berukuran bongkah yang berupa batulanau. Komposisi batupasir
berupa kuarsa, lapili, feldspar, mineral oksida berwarna cokelat. Satuan batupasir
diendapkan dengan mekanisme piroklastik aliran pada lingkungan subaquaeus. Batas antar
kedua satuan berupa batas erosional. Berdasarkan data fosil nanno yang didapatkan oleh
Surono dkk. (2008) dan fosil foraminifera oleh Novita (2012) umur Formasi Kebo-Butak
di sekitar daerah penelitian adalah adalah awal Miosen Awal.

Struktur Geologi pada Satuan Batulanau Tufan


Seluruh struktur geologi yang memotong satuan batulanau tufan dapat diamati pada
gambar 1.

Kekar
Kekar yang terbentuk pada daerah penelitian dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok
berdasarkan arah orientasi dan karakteristiknya, yaitu:

680
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

 Kekar berarah utara-selatan


Kelompok ini kerapatannya sangat tinggi, bersifat sistematis, bentuknya hampir lurus
sempurna dan menerus, ukurannya sangat panjang, cenderung terbuka.
 Kekar berarah barat-timur
Kelompok ini kerapatannya cukup, bersifat tidak sistematis, bentuknya banyak yang
melengkung dan terpotong pada kelompok kekar berarah utara-selatan, ukurannya
cenderung pendek, terbuka dan ada yang terisi oleh mineral kuarsa.
 Kekar berarah barat laut-tenggara
Kelompok ini kerapatannya sangat rendah, cukup sistematis, bentuknya cenderung
lurus, ukurannya cukup panjang, terbuka dan ada yang terisi oleh mineral kuarsa.
Sesar
Sesar yang memotong satuan batulanau tufan memiliki arah barat-timur dan utara-selatan.
Kinematika sesar yang memotong satuan batuan ini didominasi sesar turun.
 Pada bagian paling selatan terdapat sesar 1 & 2 (sketsa A-B pada gambar 1). Sesar 1
berkedudukan N005°E/65°dengan striasi berarah 5°E, sedangkan kedudukan sesar 2
N023°E/62° dengan striasi berarah 05°E. Kedua sesarmerupakan sesar geser sinistral
dengan sedikit komponen turun. Berdasarkan analisa dinamik, arah tegangan kompresi
berarah barat. Breksi sesar pada kedua sesar ini bersifat lepas-lepas dengan kondisi
yang masih cukup segar.
 Sesar 3 (sketsa C-D pada gambar 1) berada pada bagian utara daerah penelitian.
Kedudukan sesar 3 adalah N348°E/65° dengan pergeseran normal yang dapat terlihat
dari adanya ofset litologi. Tegangan ekstensionalnya berarah baratdaya-timurlaut.
 Sesar 4 (sketsa E-F pada gambar 1) merupakan sesar terbesar pada daerah penelitian
yang menjadi pemisah antara satuan perulangan batulanau bergradasi dengan satuan
batupasir berlapis. Ketebalan breksi sesar pada sesar ini mencapai 50 cm kondisinya
sudah melapuk. Kedudukan sesar 4 adalah N285°E/75°. Tegangan ekstensionalnya
berarah utara-selatan. Perconto breksi sesar dari sesar ini yang diolah menjadi sayatan
tipis tidak menunjukkan adanya penjajaran mineral atau fragmen maupun bukti lain
yang menunjukkan arah pergerakan sesar.
 Sesar 5 (sketsa G-H pada gambar 1) berada pada bagian selatan daerah penelitian.
Kedudukan sesar ini diperkirakan sekitar N190°E/33° untuk sementara diduga berupa
sesar turun akibat mekanisme gravitational gliding karena sesar ini berlanjut melalui
landaian (ramp) yang berupa lapisan batuan berukuran lanau. Pergerakan sesar
diinterpretasikan dari kenampakan lapangannya dari adanya kekar yang mengalami
distorsi di sekitarnya. Breksi sesar yang terbentuk bersifat lepas-lepas dan rapuh
dengan kondisi yang masih segar. Tegangan ekstensionalnya berarah barat-timur.
Perconto breksi sesar dari sesar ini yang diolah menjadi sayatan tipis juga tidak
menunjukkan adanya penjajaran mineral atau fragmen maupun bukti lain yang
menunjukkan arah pergerakan sesar.
 Sesar 6 (sketsa I-J pada gambar 1) berada pada bagian tengah daerah penelitian.
Kedudukan sesar ini adalah N155°E/75°. Pergerakan sesar diketahui karena sesar ini
memotong lapisan batuan yang menjadi ramp dari sesar 5. Tegangan ekstensionalnya
berarah utara-selatan.
 Sesar 7 berada dekat dengan sesar 4. Kenampakkan pada lapangan berupa breksi sesar
dengan dihimpit oleh kekar-kekar berkedudukan N340°E/90° dengan sangat rapat
(lihat gambar 5). Pergerakannya tidak diketahui.
Hasil analisa dinamik seluruh sesar pada satuan ini menghasilkan tegasan utama cenderung
vertikal dan tegasan ekstensi berarah baratdaya-timurlaut (lihat gambar 6).

681
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Struktur Geologi pada Satuan Lapili


Seluruh struktur geologi yang memotong satuan lapili dapat diamati pada gambar 4.
Sesar
Sesar yang mendeformasi satuan ini memilki arah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-
tenggara. Semua sesar yang ada memiliki kinematika gerakan turun.
 Pada bagian paling selatan singkapan terdapat beberapa sesar yang saling yang saling
sejajar dengan kedudukan masing-masing: N142°E/47° dengan striasi berarah 46°/
N212°E; N140°E/58° dengan striasi berarah 58°/ N225°E; N140°E/40° dengan striasi
berarah 40°/ N230°E; N135°E/33° dengan kinematika sesar turun; dan N122°E/65°
dengan kinematika sesar turun.
 Pada bagian tengah terdapat sesar beberapa sesar yang saling yang juga saling sejajar
dengan kedudukan bidang yang semakin melandai ke arah timur. Striasi yang
ditemukan pada bidang umumnya sudah dalam kondisi yang kurang baik. Kedudukan
masing-masing sesar, yaitu: N50°E/76° dengan sudut rake striasi sekitar 90°;
N55°E/84° dengan sudut rake striasi sekitar 90°; N50°E/88° dengan sudut rake striasi
sekitar 90°; N45°E/88° dengan sudut rake striasi sekitar 90°; dan N55°E/50° dengan
sudut rake striasi sekitar 90°; N38°E/90° dengan sudut rake striasi sekitar 90°,
N45°E/85° dengan sudut rake striasi sekitar 90°; dan N45°E/85° dengan sudut rake
striasi sekitar 90°.
 Pada bagian utara singkapan terdapat sesar yang memotong satuan batulanau tufan dan
satuan lapili. Sesar ini memiliki kedudukan N319°E/69° dan menyebabkan satuan
batulanau tufan mengalami efek seretan. Efek seretan yang terjadi mengindikasikan
bahwa kinematika sesar berupa sesar turun. Beberapa bidang sesar lain memiliki
kedudukan sebagai berikut: N153°E/57° dengan striasi berarah 57°/ N235°E;
N107°E/42° dengan striasi diperkirakan memiliki pitch sebesar 90°; N119°E/79°
dengan rake diperkirakan sebesar 90°; N340°E/70° dengan sudut rake sekitar 90°.
Hasil analisa dinamik seluruh sesar pada satuan ini menghasilkan tegasan utama cenderung
vertikal dan arah tegasan ekstensi yang relatif sama dengan tegasan ekstensi yang
membentuk sesar pada satuan batulanau tufan, yaitu berarah baratdaya-timurlaut (lihat
gambar 6).

Pembentukan Struktur Geologi Daerah Penelitian


Mekanisme
Kompleks struktur geologi daerah penelitian terbentuk akibat adanya regim tektonik
regangan yang berarah timurlaut-baratdaya. Berdasarkan analisis kinematika seluruh
struktur geologi yang terdapat pada satuan batulanau tufan, didapatkan tegasan σ3 berarah
14°/N062°E, sedangkan dari struktur yang ada pada satuan lapili tegasan σ3 berarah 9°/
N200°E. Berdasarkan kesamaan arah tegasan σ3 ini, diketahui bahwa struktur geologi yang
mendeformasi satuan batulanau tufan dan satuan lapili terbentuk akibat proses pada regim
tektonik regangan yang sama berarah timurlaut-barat daya (14°/N062°E) (gambar 7).

Perbandingan dengan Stratigrafi Regional


Berdasarkan data stratigrafi regional yang dapat dilihat pada tabel 1, sedimen penyusun
Pegunungan Selatan mengalami transgresi pada Oligosen Akhir-awal Miosen Awal dan
MiosenTengah-Miosen Akhir. Proses transgresi memerlukan adanya keseimbangan antara
jumlah suplai sedimen dengan pembentukan ruang akomodasi. Selama masa transgresi,

682
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

regim tektonik regangan dibutuhkan dalam membentuk ruang akomodasi yang cukup bagi
pengendapan sedimen atau pertumbuhan organisme karbonatan.

Perbandingan dengan Tektonik Regional


Jalur subduksi yang terbentuk di selatan Pulau Jawa pada Eosen Tengah merupakan jalur
subduksi miring (Hall, 1996; Hall, 2009). Jalur subduksi miring ini memungkinkan
terbentuknya regim regangan. Jalur subduksi miring ini baru mengalami perubahan
orientasi pada Miosen Awal (sekitar 20 juta tahun yang lalu) akibat rotasi Sundaland yang
dipicu dimulainya kolisi subkontinen India dengan Asia. Daerah penelitian yang berumur
N4 (awal Miosen Awal) masih dipengaruhi subduksi miring, sehingga regim tektonik
regangan masih mungkin dapat terjadi. Hal ini juga didukung data lingkungan
pengendapan yang menunjukkan bahwa sejak Eosen hingga awal Miosen Awal tidak
terjadi perubahan lingkungan di Pegunungan Selatan, walaupun endapan yang terbentuk
sangat tebal.
Penelitian mengenai struktur geologi dan tektonik di Pegunungan Selatan yang
dilakukan Sudarno (1997) menghasilkan data bahwa sejak Oligosen hingga Pliosen regim
tektonik yang bekerja pada Pegunungan Selatan berupa regim tektonik kompresi,
sedangkan regim tektonik regangan baru terjadi pada Plio-Pleistosen.
Kompleks struktur Trembono dapat terbentuk sejak terendapkannya satuan lapili
(Miosen Awal) hingga sekarang. Berdasarkan data stratigrafi dan tektonik regional dari
beberapa peneliti pendahulu, Kompleks struktur Trembono dapat terbentuk pada akhir
masa transgresi Oligosen-awal Miosen Awal, masa transgresi Miosen Tengah-Miosen
Akhir dan pada Plio-Pleistosen. Waktu pembentukan kompleks struktur Trembono tidak
dapat ditentukan secara pasti, namun memiliki rentang waktu yang sangat panjang, yaitu
dari Miosen Awal hingga Plio-Pleistosen.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan, analisis dan interpretasi data, maka dapat dirumuskan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Struktur geologi yang mendeformasi batuan pada daerah penelitian berupa kekar dan
sesar.
2. Struktur yang berupa kekar secara intensif memotong satuan batulanau tufan dengan
kedudukan relatif tegak dengan arah utara-selatan dan barat-timur, sedangkan pada
satuan lapili kekar lebih jarang ditemui.
3. Sesar pada daerah penelitian memiliki arah yang beragam. Sesar yang memotong
satuan batulanau tufan berarah utara-selatan dan barat-timur, sedangkan sesar yang
memotong satuan lapili berarah baratlaut-tenggara dan baratdaya-timurlaut. Jumlah
sesar yang memotong satuan lapili lebih banyak daripada sesar yang memotong satuan
batulanau tufan.
4. Kinematika sesar pada daerah penelitian dominan berupa sesar turun.
5. Sesar pada daerah penelitian terbentuk akibat regim regangan berarah baratdaya-timur
laut (14°/N062°E).
6. Waktu pembentukan kompleks struktur Trembono tidak dapat dipastikan secara pasti.
7. Jenis dan karakteristik litologi memiliki pengaruh terhadap jenis struktur geologi yang
terbentuk di daerah penelitian.

683
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Daftar Pustaka
Bolli, H.M., Saunders, J.B., Perch, K., Plankton Stratigraphy, Cambridge University
Press,Cambridge, 1985
Delvaux, D. dan Sperner, B., Stress Tensor Inversion from Fault Kinematic Indicators and
Focal Mechanism Data: the TENSOR program.In: New Insight into Structural
Interpretation and Modelling (D. Nieuwland Ed.), Geological Society, London, Special
Publication, 212:75-100, 2003
Hall, R., Reconstructing Cenozoic SE Asia. Tectonic Evolution of SE Asia. Geological
Society, London, Special Publications , hal. 153-184, 1996.
Hall, R., Hydrocarbon basins in SE Asia: understanding why they are there. Petroleum
Geosciences, Vol. 15, hal.131-146, 2009.
Hamilton, W., Tectonics of the Indonesian Region. United States Geological Survey
Professional Paper, p. 1078, 1979.
Mutti, E., dan F.R. Lucci. Turbidites of the Northern Apennines: Introduction to Facies
Analysis. International Geology Review, v. 20, no. 2, hal. 125-166, 1978
Novita, D., Biozonasi Formasi Kebo Bagian Bawah Daerah Kalinampu dan Sekitarnya,
Bayat, Jawa Tengah. Skripsi (S1), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012.
Pulunggono, A., dan Martodjojo, S.,Perubahan tektonik Paleogen-Neogen merupakan
peristiwa tektonik terpenting di Jawa, Proceedings Geologi dan Geotektonik Pulau
Jawa sejak akhir Mesozoik hingga Kuarter.Seminar Jurusan Teknik Geologi Fak.
Teknik UGM, 253-274, 1994
Purnomo, J., dan Purwoko, Kerangka Tektonik dan Stratigrafi Pulau Jawa secara Regional
dan kaitannya dengan Potensi Hidrokarbon. Proceedings Geologi dan Geotektonik
Pulau Jawa.Seminar Jurusan Teknik Geologi Fak. Teknik UGM, 1994.
Satyana, A. H., 2005, Oligo-Miocene Carbonates of Java, Indonesia: Tectonic-Volcanic
Setting and Petroleum Implications. Indonesian Petroleum Association, Proceedings
30th Annual Convention. Jakarta, 218-249, 2005.
Smyth, H., Hall, R., Hamilton, J., Kinny, P., East Java: Cenozoic Basins Volcanoes and
Ancient Basement. Indonesian Petroleum Association, Proceedings 30th Annual
Convention. Jakarta, 251-266, 2005
Sudarno,Kendali Tektonik terhadap Pembentukan Struktur pada Batuan Paleogen dan
Neogen di Pegunungan Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya, Thesis
Magister Teknik, Institut Teknologi Bandung, Bandung: tidak diterbitkan, 1997.
Surono.Litostratigrafi dan Sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di Pegunungan
Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan., Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 4.
Bandung: Pusat Survei Geologi, 2008.
Surono, Toha, B., Sudarno, I., Peta Geologi Lembar Surakarta-Girintolo skala 1:100.000.
Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1992
Toha, B., Purtyasti, R.D., Sriyono, Soetoto, Rahardjo, W., Pramumijoyo, S., Geologi
Daerah Pegunungan Selatan: Suatu Kontribusi. Proceedings Geologi dan Geotektonik
Pulau Jawa. Yogyakarta: NAFIRI, 1992.
Tucker, M., Sedimentary Rocks in The Field, John Wiley & Sons, London, 2003
Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia. v.IA. The Hague. Gov. Printing
Office. Martinus Nijhoff. 732p. Amsterdam.

684
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Tabel 1. Rangkuman geologi regional Pegunungan Selatan. Fokus penelitian ditandai


dengan kotak putus-putus.

685
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 1. Peta struktur geologi yang memotong satuan batulanau tufan di lembah Sungai
Trembono. Analisis struktur geologi menggunakan perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux
dan Sperner, 2003)

Gambar 2. Kenampakan struktur boudinage (A), salah satu lokasi pengambilan data kekar
(B), sketsa singkapan yang membuktikan waktu terbentuknya sesar (C), kekar dengan arah
N90°E (kiri) dan N135°E (kanan) yang terisi mineral kuarsa

686
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 3. Diagram Rose dari 3 arah orientasi kekar pada satuan batulanau tufan
menggunakan perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux dan Sperner, 2003)

Gambar 4. Peta struktur geologi yang memotong satuan lapili. Analisis struktur geologi
menggunakan perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux dan Sperner, 2003)

687
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 5. Breksi sesar pada sesar 7

Gambar 6. Hasil analisis dinamika struktur geologi pada satuan batulanau tufan (bawah)
dan satuan lapili (atas) menggunakan perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux dan Sperner,
2003)

688
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 7. Hasil analisis dinamika struktur geologi pada daerah penelitian menggunakan
perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux dan Sperner, 2003)

689

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai