Anda di halaman 1dari 128

Prosiding Seminar Nasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka


UTCC, 26 Agustus 2015

APLIKASI STRATEGI DIFERENSIASI PRODUK PAKAIAN JADI DALAM MENGHADAPI


MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

Kartini Harahap
Universitas Padjadjaran
kartiniharahapmsi@yahoo.co.id

Abstrak
Pentingnya strategi bersaing dalam menghadapi berbagai peluang dan tantangan
pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC)pada UKM dan industri kreatif nasional,
termasuk di dalamnya industri pakaian jadi yang telah mengalami krisis sejak era globalisasi dan
pemberlakuan AFTA sebagai akibat dari peningkatan market share produk impor. Sementara,
produk pakaian jadi memiliki siklus hidup produk yang singkat dan kondisi yang paling sulit
adalah ketika produk pada fase dewasa. Strategi diferensiasi produk adalah strategi yang tepat
untuk mencapai keunggulan bersaing pada saat produk berada pada fase dewasa. Tujuan dari
kajian teoritis ini adalah menjabarkan strategi diferensiasi produk secara aplikatif untuk
mempermudah UKM dan industri kreatif melakukan strategi bersaing melalui matriks strategi
diferensiasi produk pada fase dewasa.

Kata Kunci: keunggulan bersaing, strategi diferensiasi, produk fase dewasa

1. PENDAHULUAN

Pemberlakuan Asean Economic Community (AEC) 2015 akan menghadirkan sejumlah


peluang dan tantangan setiap tatanan di Indonesia, terutama pada peningkatan kompleksitas
dan dinamika persaingan UKM (Usaha Kecil Menengah) dan industri kreatif nasional sebagai
sektor yang berkontribusi hingga 57,56% pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto nasional
dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 96,99%, serta berkontribusi sebesar 15,68% dalam
ekspor non migas. Industri pakaian jadi yang tergolong dalam sub sektor industri kreatif, saat ini
sedang mengalami krisis yang diakibatkan oleh tingginya dinamika persaingan sebagai wujud
nyata dari era globalisasi, di mana pangsa pasar produk pakaian jadi impor di tanah air semakin
meningkat dengan penetrasi pasar mencapai 60-40. Sebesar 50 persen pangsa pasar produk
pakaian jadi di Indonesia telah diambil oleh produk impor dari Cina dan 10 persen produk impor
dari negara lain. (Ade, 2014)1. Akibat peningkatan market share atas produk impor, banyak
produsen pakaian jadi lokal terpaksa harus keluar dari arena persaingan dan terpaksa tutup.
Ketua Komite Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), menyebutkan bahwa banyak produsen
pakaian jadi lokal terpaksa gulung tikar karena tingginya tingkat persaingan sebagai akibat dari
peningkatan jumlah pakaian jadi impor yang masuk ke dalam negeri (Heris, 2013)2.Bahkan,

1
www.apidki-jakarta.weebly.com/berita.
2
www.kabarbisnis.com, 2013.

223
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

jumlah perusahaan pada industri pakaian jadi nasional 3 (tiga) tahun terakhir sejak tahun 2010
hingga tahun 2013 cenderung mengalami penurunan, seiring penurunan jumlah tenaga kerja
sebagai akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam industri ini.

Tabel 1.1
Jumlah Perusahaan dan Jumlah Tenaga Kerja
Industri Pakaian Jadi Nasional 2008-2013
Jumlah Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja
Tahun
Jumlah (y-to-y) Jumlah (y-to-y)
2010 2.242 528.579 -
2011 2.222 -0.01 561.908 -0.07
2012 2.248 0.02 600.109 0.07
2013 2.353 0.05 473.594 -0.21
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik Nasional, 2013

Berbagai faktor penyebab dari semakin meningkatnya pangsa pasar pakaian impor, tetapi
yang paling mendasar adalah adanya kemampuan produk pakaian jadi impor dalam menarik
perhatian konsumen lokal melalui penciptaan produk yang berkualitas dengan harga kompetitif.
Menurut Heris (2013), bahwa produk pakaian jadi lokal kalah bersaing dengan produk impor
disebabkan oleh kelemahan pada daya saing atas desain dan aksesoris produk lokal karena
produk impor dianggap lebih berkualitas dengan model atau desain lebih tren dan lebih bervariasi
serta selalu cepat dalam mengeluarkan mode-mode baru dibandingkan dengan produk lokal3.
Krisis yang dialami oleh industri pakaian jadi tidak dapat diabaikan begitu saja, karena
industri ini termasuk sebagai sub sektor andalan industri di Indonesia dalam pertumbuhan
perekonomian nasional. Ansari (2014) menyebutkan bahwa dari seluruh industri tekstil, industri
pakaian jadi adalah bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil,
tercermin pada kemampuan industri ini menyumbang devisa ekspor tertinggi, nilai ekspor
dalam kurun waktu lima tahun terakhir selalu mencapai US$6 miliar. Bahkan industri pakaian
jadi juga merupakan salah satu sub sektor andalan industri kreatif, serta industri TPT tercatat
sebagai industri penyedia lapangan kerja yang cukup besar di Indonesia, terutama pakaian jadi
(garmen) (Anshari, 2014)4.
Berdasarkan uraian fenomena tersebut di atas, diketahui bahwa industri pakaian jadi
merupakan industri yang potensial bagi pertumbuhan perekonomian nasional, namun
peningkatan market share produk impor di tanah air menjadi ancaman bagi pangsa pasar
industri pakaian jadi nasional ditambah lagi dengan pemberlakuan MEA. Bahkan Ketua Umum
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi (2011:1), juga mengatakan bahwa
ketergantungan Indonesia terhadap produk impor dari Cina tersebut kian mengkhawatirkan.
Dominasi produk tertentu dari Cina tersebut diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk di tanah air.
3
www.frauboutique.com
4
www.antaranews.com

224
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Sementara, produk pakaian jadi memiliki siklus hidup produk yang dalam waktu singkat
mencapai maturity dan decline (Farida: 2006:84), atas mode dan warna serta aksesories produk
(Joewono, 2006 dalam Farida, 2006:89). Kondisi ini berarti bahwa perusahaan pada industri
pakaian jadi yang baru meluncurkan produk ke pasar, maka berada pada fase perkenalan
dengan memperoleh tingkat keuntungan, penjualan yang rendah dan dalam waktu yang singkat
akan menuju fase maturity, setelah produk melewati fase pertumbuhan. Saat produk pakaian
jadi berada pada tahap maturity, perusahaan memperoleh tingkat penjualan dan keuntungan di
titik puncak seiring dengan banyaknya jumlah kompetitor yang gencar meraup pangsa pasar.
Sehingga dinamika persaingan pasar semakin tinggi dan apabila perusahaan pada industri
pakaian jadi tidak memiliki daya saing, maka akan mempermudah perusahaan untuk memasuki
tahap decline.
Kondisi yang paling sulit dihadapi oleh perusahaan adalah ketika produk berada pada fase
maturity, dibandingkan dengan ketika produk berada pada tahapan siklus hidup produk lainnya
dan sebagian besar manajemen pemasaran berurusan dengan produk yang telah dewasa5,
karena jumlah pesaing baik lokal maupun mancanegara atas produk yang sama semakin tinggi,
diiringi dengan perubahan selera konsumen atau timbulnya kebosanan atas produk yang telah
dewasa. Apalagi untuk produk pakaian jadi, yang dinamika mode dan desain selalu berubah
cepat, pada akhirnya perusahaan berpeluang memperoleh penurunan tingkat penjualan dan
laba perusahaan, penurunan porsi pasar. Grede, R. 2008:225: Syamsul, M dan Tanjung, H,
2003:156, menyatakan bahwa perusahaan memiliki tingkat penjualan dan laba yang tinggi pada
saat produk berada pada fase kedewasaan (maturity), namun diiringi dengan semakin
meningkatnya kompetitor atas produk yang sama dan pesaing mulai membangun pangsa
pasarnya sendiri, pada akhirnya pangsa pasar yang terbentuk oleh perusahaan mulai digerogoti
oleh para pesaing. Sehingga, pada penelitian ini akan difokuskan pada perusahaan industri
pakaian jadi yang memiliki produk saat berada dalam fase maturity.
a. Perumusan Masalah
“Bagaimana aplikasi strategi diferensiasi produk pakaian jadi pada fase maturity untuk
mencapai keunggulan bersaing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015?”

b. Tujuan
Untuk memaparkan aplikasi strategi diferensiasi produk pakaian jadi pada fase maturity
mencapai keunggulan bersaing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

2. KERANGKA TEORI

Tingkat persaingan yang semakin kompleks dan dinamis, ditambah lagi dengan perubahan
tren mode fashion yang semakin cepat serta tingkat referensi konsumen atas suatu produk
pakaian jadi semakin tinggi menjadi suatu tantangan besar bagi industri pakaian jadi untuk bisa
bertahan hidup dan mendapatkan keuntungan berkesinambungan. Bahkan banyak perusahaan
51
http://utie-cute.blogspot.com/2010/04/tahap-tahap-siklus-perusahaan.html

225
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

yang memproduksi pakaian lokal terpaksa harus tutup sebagai akibat dari semakin
meningkatnya pangsa pasar atau daya saing produk impor. Kekuatan produk impor atas produk
lokal terletak pada kualitas produk, di mana produk lokal belum mampu menciptakan nilai
tambah atas produk yang berbasis pelanggan dibandingkan produk impor (Nurimansyah,
2012:16).
Mengacu pada teori Porter (1985:1), menyatakan bahwa “inti keberhasilan atau kegagalan
perusahaan adalah bersaing, karena bersaing akan menentukan posisi yang menguntungkan
perusahaan dalam suatu industri untuk memperoleh kemampulabaan di atas rata-rata
industrinya”. Selanjutnya, untuk mampu bersaing maka diperlukan strategi bersaing dalam
membangun keunggulan. Dalam mencapai keunggulan bersaing, perusahaan harus mampu
menentukan strategi dan memilih jenis keunggulan bersaing yang akan dicapai. Hal ini
mengimplikasikan bahwa perusahaan pakaian jadi lokal agar mampu memperoleh keuntungan
dan dapat tumbuh secara terus menerus, maka dituntut untuk mampu menghadapi dinamika
persaingan yang kompleks dan mengglobal dalam ketidakpastian lingkungan yang tinggi.
Porter (1985:10), memberikan tiga jenis strategi generik dalam menciptakan dan
mempertahankan keunggulan bersaing, yakni cost leadership, differentiation dan focus. Pada
dasarnya, bahwa suatu perusahaan yang ingin mencapai keunggulan bersaing dapat dilakukan
melalui penciptaan nilai atau manfaat lebih bagi para pembeli dibanding pesaing.Nilai yang
unggul dapat berasal dari penawaran harga yang lebih rendah dari harga pesaing (cost
leadership) atau penawaran manfaat yang unik melebihi manfaat yang diberikan oleh pesaing
(differentiaton).Namun menurut pandangan Porter (1985:11), bahwa mengejar strategi cost
leadership dan differentiation tidak layak untuk dilakukan secara bersamaan. Karena strategi
cost leadership membutuhkan usaha untuk meningkatkan efisiensi, sementara differentiation
cenderung memerlukan biaya yang mahal. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Oyedijo (2012:1), menyebutkan bahwa penggunaan strategi cost leadership dan differentiation
secara bersamaan akan memberikan kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan
penggunaan strategi secara terpisah. Hal ini juga sesuai dengan hasil studi empiris yang
dilakukan oleh Beal, et. al (2004). Dalam penelitian ini, akan mengacu pada pendapat Porter
(1985), bahwa selayaknya mengejar strategi pada saat tidak bersamaan.
Will Durant (2010:15) dalam tulisannya yang berjudul “Defining Competitive Advantage”
menjelaskan bahwa menciptakan nilai yang superior adalah sebagai penggerak utama dalam
mencapai keunggulan bersaing, sementara harga dan volume merupakan turunan dari nilai yang
diciptakan. Pencipataan nilai yang superior dimaksud adalah strategi diferensiasi. Hal ini
mengimplikasikan bahwa dalam mencapai keunggulan bersaing perusahaan terlebih dahulu
dapat memusatkan perhatiannya pada penciptaan nilai daripada hanya sekedar menawarkan
harga yang lebih rendah (cost leadership). Begitu juga dengan pendapat Ladipo Patrick
(2012:24), yang menyatakan bahwa dalam memperoleh pasar dan perusahaan dapat tetap eksis
ditengah tingginya persaingan, maka perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing melalui
strategi diferensiasi yang bertujuan untuk mempengaruhi prilaku dan persepsi konsumen.
Menentukan posisi yang menguntungkan dalam industri dan memiliki keunikan dari para

226
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

pesaing merupakan tujuan dari strategi diferensiasi. Sehingga dalam penelitian ini memusatkan
perhatian pada penggunaan strategi diferensiasi dalam mencapai keunggulan bersaing.
Esensi dari strategi diferensiasi adalah penciptaan nilai yang berbasis pelanggan, berbeda
dari pesaing dan sulit untuk ditiru pesaing, yang dapat dicapai melalui sejumlah kegiatan spesifik
perusahaan dan pengaruh kegiatan dengan berbagai dimensi diferensiasi (Porter,
1985:105).Berkaitan dengan fenomena yang ditelaah dalam penelitian ini, maka digunakan
strategi diferensiasi produk dalam mencapai keunggulan bersaing pada industri pakaian jadi. Di
mana indikator strategi diferensiasi produk akan dilandaskan pada pendapat Kotler dan
Amstrong (2003), yakni: bentuk, keistimewaan produk, kualitas, kesesuaian, daya tahan,
kehandalan, mudah diperbaiki, gaya dan rancangan.
Griffin. W, 2004:234, menyebutkan bahwa perusahaan dapat menggunakan model analisis
siklus hidup produk (Product Life Cycle/PLC) dalam merancang strategi dan untuk
memperpanjang usia produk dalam suatu tahap dewasa (maturity) dengan memahami siklus
hidup ini maka perusahaan dapat mengembangkan strategi diferensiasi produk secara efektif.
Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Boston Consulting Group, yang
menemukan 27 dari 30 perusahaan terkemuka dengan market share terbesar dan mampu
bertahan sejak tahun 1930 hingga saat ini karena kemampuannya mengelola siklus hidup
produk menjadi melengkung melalui modifikasi produk. Oleh karena itu, penggunaan strategi
diferensiasi produk dalam mencapai keunggulan bersaing perusahaan pada penelitian ini akan
menggunakan model analisis siklus hidup produk dalam tahap dewasa. Sehingga perusahaan
pada industri pakaian jadi dapat memperpanjang usia produknya dan berdaya saing terhadap
produk impor.

3. PEMBAHASAN

Industri pakaian jadi nasional dapat mempertahankan keberlangsungan saat produk


berada pada fase maturity dengan memiliki daya saing melalui penciptaan strategi bersaing.
Karena pada dasarnya, inti keberhasilan dan kegagalan perusahaan adalah bersaing melalui
strategi untuk mencapai keunggulan (Porter, 1980:2), keunggulan bersaing menjadikan
perusahaan dapat bertahan pada kompetisi global yang sedang terjadi (Hall, 1994 dalam
Widodo, 2008:152). Pada akhirnya keunggulan bersaing yang telah dicapai perusahaan akan
terimplikasi pada kinerja pemasaran (Droge, et. al, 1995 dalam Dewi, 2006:20), melalui
peningkatan pangsa pasar dan tingkat penjualan (Day, et. al, 1988 dalam Dewi, 2006:17).
Hofer, 1973 (dalam Endang, 2008:2) mengatakan bahwa salah satu variabel yang paling
fundamental dalam menentukan strategi bisnis yang tepat adalah dengan mengetahui fase
dalam siklus hidup sebuah produk. Strategi yang tepat untuk mencapai keunggulan bersaing
saat produk berada pada fase kedewasaan dengan melakukan pengelolaan produk pada fase
dewasa melalui strategi diferensiasi produk dengan memastikan faktor penentu biaya yang
lebih efisien dan mencari produk baru (Ricky, W. 2004:234). Sehingga, keberhasilan perusahaan
menerapkan strategi diferensiasi produk dalam menciptakan daya saing akan memperpanjang

227
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

siklus hidup produk, di mana perusahaan dapat mempertahankan penjualan dan laba serta
jumlah pelanggan sebagai indikator dari kinerja pemasaran. Seperti yang dikemukakan oleh
Boston Consulting Group dalam penelitiannya, menemukan bahwa sebanyak 90 persen dari
total 30 (tiga puluh) perusahaan yang mampu memperoleh dan mempertahankan posisinya
sebagai market leader sejak tahun 1930 hingga saat ini, disebabkan karena kemampuan
perusahaan dalam memperpanjang siklus hidup atas produk, sehingga posisi siklus melengkung
(dalam Grede, 2008:226).Bahkan Dwi, 2006:12 dalam penelitiannya, menemukan bahwa
strategi diferensiasi produk melalui peningkatan kualitas produk berpengaruh terhadap
terbentuknya keunggulan bersaing dalam rangka meningkatkan kinerja pemasaran perusahaan.
Ditambah lagi, bahwa industri pakaian jadi lokal masih kalah saing dengan produk impor dalam
hal penciptaan produk yang lebih berkualitas, tidak monoton dan selalu menciptakan mode
dengan tren terbaru, berdasarkan perspektif selera konsumen. Oleh karena itu, penerapan
strategi diferensiasi produk sebagai salah satu berbagai strategi bersaing dapat menjadi pilihan
dalam meningkatkan daya saing industri pakaian jadi.
Untuk itu, Industri pakaian jadi sebagai industri kreatif dan mayoritas berada dalam skala
UKM, secara aplikatif dapat menggunakan strategi diferensiasi produk sebagai strategi untuk
mencapai keunggulan bersaing dalam menghadapi era masyarakat ekonomi ASEAN dengan
menggunakan matriks aplikasi strategi diferensiasi berikut ini, yang terlebih dahulu mengenali
posisi fase produk yang telah memasuki fase maturity.

228
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Matriks Aplikasi Strategi Diferensiasi Produk Pakaian Jadi pada Fase Produk Maturity

Grede, R (2008:225), menjelaskan bahwa melakukan perubahan atas produk yang telah
diciptakan dan ditawarkan ke pasar, penting untuk diperhatikan perusahaan karena pada
dasarnya pembeli mudah menghadapi kebosanan seiring dengan semakin meningkatnya
referensi atas produk yang dibutuhkan. Sehingga suatu produk baru yang diluncurkan ke pasar
pada akhirnya akan mengalami fase di mana produk tersebut menjadi usang, ditambah lagi
dengan perkembangan zaman. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan pemahaman terhadap
konsep siklus hidup produk (product life cycle), sehingga pelaku usaha harus mampu mengenali
fase produk dengan melakukan langkah pertama tersebut di atas. Tahap dewasa (maturity),
perusahaan menghadapi kondisi:
a. Volume produk meningkat tajam seiring dengan semakin stabilnya jenis desain produk
serta tingkat permintaan dan penjualan atas produk sangat meningkat (Vincent, G.
2005:10).

229
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

b. Produksi berkapasitas penuh dan skala ekonomis dapat dicapai perusahaan dengan baik,
sehingga tingkat penjualan dan laba perusahaan meningkat tajam, namun diiringi dengan
semakin meningkatnya kompetitor atas produksi produk yang sama (Grede, R. 2008:225).
c. Volume produk sangat tinggi namun pesaing mulai membangun pangsa pasarnya sendiri
dan pangsa pasar yang terbentuk mulai digerogoti oleh para pesaing (Syamsul, M dan
Tanjung, H, 2003:156).

Analisis eksternal sebagai langkah kedua, bertujuan untuk mendiferensiasikan produk


yang ditawarkan perusahaan kepada pembeli sesuai dengan harapan pembeli, melalui
penciptaan nilai bagi pembeli atau manfaat total yang diperoleh pembeli dibagi dengan harga
yang dikeluarkan (Porter, 1985:34).Perusahaan yang berhasil melakukan diferensiasi adalah
perusahaan yang mampu menampilkan keunikan yang dinilai penting oleh pembeli (Delman,
2000:216). Kunci keberhasilan strategi diferensiasi perusahaan terletak pada upaya
mengembangkan “point of differentiation” yang lebih terfokus berdasarkan pada perspektif
pelanggan daripada perspektif pandangan operasi bisnis
Diferensiasi produk dapat diciptakan perusahaan melalui rantai nilai perusahaan sebagai
langkah ketiga yang dapat ditempuh pelaku usaha. Rantai nilai merupakan serangkaian aktivitas
nilai perusahaan mulai dari kegiatan membuat produk hingga layanan purna jual atas produk
(Porter, 1985:114). Setiap fungsi aktivitas nilai akan menjadi sumber potensial diferensiasi
produk perusahaan, di mana setiap kelompok dalam aktivitas primer dan aktivitas pendukung
perusahaan dapat menghasilkan keunikan produk yang bernilai bagi pembeli dan akan
mencapai keunggulan apabila perusahaan tersebut mampu menciptakan koordinasi yang baik
dari berbagai aktivitas nilai. Menciptakan diferensiasi melalui serangkaian aktivitas nilai
perusahaan, ditentukan oleh faktor penentu pokok (basic driver) (Porter, 1985:114).Penentu
pokok merupakan alasan mendasar yang menyebabkan aktivitas nilai dalam menciptakan
keunikan yang ditentukan berdasarkan derajat kepentingan perusahaan. Menciptakan
diferensiasi cenderung memerlukan biaya tinggi, sehingga perlu diperhatikan bagaimana
menentukan biaya diferensiasi dan bagaimana mendiagnosa tipe diferensiasi dalam
menciptakan nilai pembeli atau rantai nilai (Porter, 1985). Perusahaan akan mengeluarkan biaya
untuk menciptakan keunikan karena syarat keunikan adalah kinerja terbaik dari beberapa
pesaing. Dalam mencapai daya tahan produk yang lebih dari pesaing, maka perusahaan harus
menggunakan bahan baku yang lebih berkualitas dan mahal. Biaya diferensiasi dapat menjadi
rendah apabila perusahaan dapat melakukan koordinasi aktivitas nilai yang superior dan
memanfaatkan seluruh sumber daya diferensiasi secara optimal (Porter, 1985).Dalam
mengubah fitur produk sesuai keinginan pembeli dapat dilakukan dengan biaya yang rendah,
yaitu dengan melakukan pada seluruh aktivitas yang ada di dalam perusahaan bukan hanya
pada departemen pemasaran.
Diferensiasi akan mengarah kepada kinerja yang superior apabila nilai yang dirasakan
pembeli melebihi biaya diferensiasi. Strategi diferensiasi bertujuan untuk menciptakan jurang
pemisah yang luas antara nilai pembeli yang diciptakan (sehingga harga bisa premium) dan

230
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

biaya keunikan dalam rantai nilai perusahaan. Biaya diferensiasi akan berbeda melalui aktivitas
nilai dan perusahaan harus membuat pilihan tentang aktivitas mana yang memberikan
kontribusi relatif lebih besar kepada nilai pembeli daripada biaya untuk menciptakannya. Hal ini
mengartikan bahwa perusahaan membuat pilihan aktivitas untuk menciptakan keunikan dengan
biaya lebih rendah.
Kotler & Armstrong (2003) dalam Taufan, 2013:11-13 mengatakan bahwa kualitas produk
merupakan senjata strategis yang potensial. Indikator dari penciptaan diferensiasi produk terdiri
dari sebagai berikut:
a. Produk dapat didiferensiasi berdasarkan bentuk, ukuran, model, atau struktur fisik
produk.
b. Diferensiasi produk dapat ditawarkan dengan fitur (feature) yang berbeda-beda sebagai
pelengkap fungsi dasar produk.
c. Diferensiasi produk dibangun melalui kualitas (performance quality) menurut salah satu
dari empat level kinerja: rendah, rata-rata, tinggi, dan unggul.
d. Pembeli mengharapkan produk yang memiliki mutu kesesuaian dengan standar atau
spesifikasi (conformance quality) yang tinggi. Mutu kesesuaian adalah tingkat kesesuaian
antara produk yang diproduksi dengan spesifikasi sasaran yang dijanjikan. Masalah yang
terkait dengan mutu kesesuaian yang rendah adalah bahwa produk itu akan
mengecewakan beberapa pembeli.
e. Ukuran usia yang diharapkan atas beroperasinya produk dalam kondisi normal merupakan
atribut yang berharga untuk produk-produk tertentu (daya tahan produk). Pembeli
biasanya akan bersedia membayar lebih untuk mendapatkan kendaraan dan peralatan
dapur yang mempunyai reputasi tinggi karena tahan lama.
f. Kehandalan. Pembeli cenderung akan bersedia membayar lebih untuk mendapatkan
produk yang lebih handal. Kehandalan(realibility) adalah ukuran suatu produk tertentu
yang tidak akan rusak atau gagal dalam periode waktu tertentu.
g. Pembeli cenderung akan memilih produk yang mudah diperbaiki (repairability).
Kemudahan diperbaiki adalah ukuran kemudahan untuk memperbaiki produk ketika
produk itu rusak atau gagal.
h. Gaya (style) menggambarkan penampilan yang ditimbulkan oleh produk itu. Pembeli
bersedia membayar pada harga premium untuk mobil Jaguar karena penampilan mobil
yang luar biasa.
i. Kondisi persaingan yang semakin ketat, rancangan menjadi salah satu cara yang paling
potensial untuk mendiferensiasikan dan memposisikan produk dan jasa perusahaan.

4. PENUTUP

Dengan pemberlakuan MEA 2015 dan di tengah krisis yang dialami industri pakaian jadi,
pelaku usaha harus bersikap reaktif melalui strategi bersaing. Strategi cenderung gagal karena
ketidakmampuan menjabarkan dalam kegiatan-kegiatan spesifik. Matriks aplikasi strategi

231
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

diferensiasi dapat digunakan untuk usaha yang memiliki produk pada fase dewasa, sehingga
usaha berpeluang untuk memperpanjang siklus hidup produk.

5. DAFTAR PUSTAKA

Augusty, Ferdinand. 2003. “Keunggulan Diferensiasi”. Jurnal Bisnis Strategik 12:1-15.

Aitken, James, Paul Childerhouse, and Denis Towill. 2003. "The Impact of Product Life Cycle on
Supply Chain Strategy." International Journal of Production Economics 85.2: 127-140.

Anderson, Carl R., and Carl P. Zeithaml. 1984. "Stage of The Product Life Cycle, Business
Strategy, and Business Performance." Academy of Management journal 27.1: 5-24.

Appiah, Kwaku, and Satyendra Singh. 1998. "Customer Orientation and Performance: a study of
SMEs." Management decision 36.6: 385-394.

Ayunita, Vidya, et al. 2014. “Strategi Manajemen Suara Merdeka Untuk Mempertahankan
Eksistensi Perusahaan Dalam Menghadapi Media Kompetitor di Jawa Tengah”.Interaksi
Online 3.3.

Bridson, Kerrie, and Jody Evans.2004 "The Secret to a Fashion Advantage is Brand
Orientation."International Journal of Retail & Distribution Management 32.8: 403-411.

Brun, Alessandro, and Cecilia Castelli. 2008 "Supply Chain Strategy in the Fashion Industry:
developing a portfolio model depending on product, retail channel and brand."
International Journal of Production Economics 116.2: 169-181.

Christopher, Martin, Robert Lowson, and Helen Peck. 2004. "Creating Agile Supply Chains in the
Fashion Industry." International Journal of Retail & Distribution Management 32.8: 367-
376.

Christopher, Martin, Helen Peck, and Denis Towill.2006. "A Taxonomy for Selecting Global
Supply Chain Strategies." The International Journal of Logistics Management 17.2: 277-
287.

Christopher, Martin, and Denis Towill. 2001. "An Integrated Model for The Design of agile
Supply Chains." International Journal of Physical Distribution & Logistics Management
31.4:235-246.

Creswell, John, W. 2009. Research Design.United State of America: SAGE Publication.

Fiore, Ann Marie, Seung-Eun Lee, and Grace Kunz. 2004. "Individual Differences, Motivations,
and Willingness to Use a Mass Customization Option for Fashion Products." European
Journal of Marketing 38.7: 835-849.

232
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Haryati. 2010. Analisa Peningkatan Performansi Produk Fruit Tea Botol dan Genggaman
Kemasan Tetra Terhadap Lingnkungan Selama Siklus Hidupnya dengan Menggunakan
Pendekatan Metode Life cycle Assessment dan dan Life cycle Costing.

Hilletofth, Per. 2009. "How to Develop a Differentiated Supply Chain Strategy."Industrial


Management & Data Systems 109.1: 16-33.

Hutabarat, Jemsly dan Huseini, Martani. 2012. Strategi: Pendekatan Komprehensif dan
Terintegrasi. Jakarta. Universitas Indonesia Press.

I.A. Ong & Sugiono. 2013. Analisis Pengaruh Strategi Diferensiasi Citra Merek, Kualitas Produk
dan Harga terhadap Keputusan Pembelian di Cincau Station Surabaya. Jurnal Manajemen
Pemasaran Vol. 1 No. 2:1-11

Indahyani, Titi. 2012. Pengembangan Desain dan Diferensiasi Produk Sebagai Keunggulan
Kompetitif pada Bisnis Ritel UMKM Furniture dan Aksesories Interior Rumah.Jurnal
Humaniora 3.02.

Juniarti dan Limanjaya. 2005. Mana yang Lebih Memiliki Value-Relevance Net Income. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Vol. 7 No. 1:22-42

Nagurney, Anna, and Min Yu. 2012. "Sustainable Fashion Supply Chain Management Under
Oligopolistic Competition and Brand Differentiation." International Journal of Production
Economics 135.2: 532-540.

Pelham, Alfred M. 1997. "Market Orientation and Performance: the moderating effects of
product and customer differentiation." Journal of Business & Industrial Marketing 12.5:
276-296.

Porter, M, E. 1985. “Competitive Advantange”. New York: The Free Press.

Pujari, Devashish. 2006. "Eco-innovation and New Product Development: understanding the
influences on market performance." Technovation 26.1: 76-85.

Puspitasari, Florensia Dessy. 2014. Analisis Strategi Bersaing Pada PT. Asia Inovasi Dimensi
Cipta.Agora 2.1: 272-279.

Sandvik, Izabela Leskiewicz, and Kåre Sandvik. 2003. "The Impact of Market Orientation on
Product Innovativeness and Business Performance." International Journal of Research in
Marketing 20.4: 355-376.

Sashi, C. M., and Louis W. Stern. 1995. "Product Differentiation and Market Performance in
Producer Goods Industries." Journal of Business Research 33.2: 115-127.

233
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Suryawati.2009. Analisis Struktur Prilaku dan Kinerja Industri Tekstil dan Pakaian Jadi di Provinsi
DIY.Jurnal Akuntansi & Manajemen 20:35-46.

Woy, Meigy AD, Silvya Mandey, dan Djurwaty Soepeno. 2014. Kualitas Produk, Strategi Harga,
Promosi Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Motor Honda. Jurnal Riset Ekonomi
Manajemen, Bisnis dan Akuntansi 2.3.

234
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

PELUANG USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENGHADAPI


MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Purwaningdyah Murti Wahyuni, SH, MHum


UPBJJ UT Semarang
purwaningdyah@ut.ac.id

Siswandaru Kurniawan.,SE.,MSi
siswandaru@ut.ac.id

Saat ini Indonesia tengah berada pada arus perdagangan global. Untuk itu, diharapkan
para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bersiap dan berani bersaing dengan produk dari
negara lain. Menutup diri dari dunia yang dinamis bukanlah pilihan terbaik. Pemerintah akan
mendukung program globalisasi UKM, seperti mencari pasar baru di luar negeri, promosi
ekspor, delegasi promosi perdagangan, mendorong spesialisasi dalam memperluas pasar luar
negeri, mendukung pencapaian standar internasional, mendukung pengembangan global brand
serta memberi bantuan kepada UKM yang memiliki prospek baik untuk mengekspor produknya.
Oleh karena itu pelaku UKM harus mampu mengubah image bahwa barang luar lebih bagus dari
barang lokal. Masih banyaknya anggapan bahwa merek luar lebih berkualitas ketimbang produk
lokal akan mempersulit pelaku UKM.
Oleh karena itu salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pelaku UKM adalah
mengoptimalkan layanan internet untuk menciptakan daya saing dalam menghadapi MEA.
Dengan mengoptimalkan internet diharapkan pelaku UKM dapat memperkenalkan produknya
ke dunia luar tanpa batas wilayah dan waktu, sehingga dapat menjangkau pihak-pihak yang
belum mengetahui produk UKM tersebut, sehingga terciptalah suatu pemasaran global yang
penuh dengan dinamika produk buatan Indonesia.
Dengan demikian UKM harus memperbaiki kualitas produknya agar semua konsumen bisa
bangga dengan kualitasnya. Pemerintah juga perlu terus mengedukasi masyarakat agar cinta
terhadap produk lokal, dan masyarakat juga perlu menghilangkan persepsi yang kerap menilai
buruk merek lokal.

Kata Kunci : peluang usaha,UKM,MEA

PENDAHULUAN

Indonesia bersama negara-negara ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian


Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diterapkan tahun 2015. Yang dimaksud MEA
adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem perdagangan bebas antara
negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah
menyepakati perjanjian MEA. Adapun karakteristik utama MEA adalah pasar dan basis produksi
tunggal, kawasan ekonomi yang kompetitif, wilayah pembangunan ekonomi yang merata serta
daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global dan karakteristik ini saling berkaitan kuat.

235
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Indonesia sebagai Negara anggota ASEAN sudah sepatutnya siap menghadapi MEA
sehingga dalam mempersiapkan pelaku UKM perlu dibuat peraturan perundangan hukum bisnis
yang aman agar para pelaku UKM mampu bersaing dengan pelaku bisnis di ASEAN.
UKM telah menjadi salah satu pelaku usaha penting di tanah air dan oleh karena itu
pemerintah memberikan perhatian untuk pemberdayaan dan pengembangannya. Dengan
demikian,UKM pada dasarnya bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam
rangka ikut membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berkeadilan (Pandiangan, hal 12, 2014).
Peluang usaha adalah kesempatan/waktu yang tepat yang seharusnya diambil/
dimanfaatkan bagi seorang wirausahawan untuk mendapat keuntungan. Untuk menangkap
peluang usaha perlu kerja keras dan pengorbanan. Tanpa kerja keras dan keberanian
mengambil risiko maka peluang itu hanya merupakan peluang yang terus menerus melayang
tanpa menghasilkan apa pun. Kunci keberhasilan menangkap peluang usaha akan
diidentifikasikan oleh pengalaman dan pendekatan terhadap faktor manusia, sedang kunci
keberhasilan lainnya ditentukan oleh teknologi, komunikasi dan informasi.
Cara memanfaatkan peluang usaha/bisnis menurut Dr.D.J. Schwartz adalah:
1. Percaya dan yakin bahwa usaha bisa dilaksanakan.
Hapuskan kata mustahil, tak mungkin, tak bisa, atau tak perlu dicoba dari khasanah pikiran
dan khasanah bicara.
2. Jangan hadiri lingkungan yang statis yang akan melumpuhkan pikiran wirausahawan.
Lihatlah peluang-peluang usaha untuk menjadi besar. Tradisi lain yang kurang menunjang
peluang-peluang usaha adalah etos kerja yang rendah dan terlalu santai.
3. Setiap hari bertanyalah kepada diri sendiri, “bagaimana saya dapat melakukan usaha lebih
baik?”
4. Bertanya dan dan dengarkanlah. Dengan bertanya dan mendengarkan, maka
wirausahawan akan mendapatkan bahan baku untuk mengambil keputusan yang tepat.
5. Perluas pikiran Anda. Bersemangatlah dan bergaullah dengan orang-orang yang bisa
membuat anda mendapat gagasan-gagasan peluang usaha.

Pelaku UKM pada saat akan memanfaatkan peluang bisnis yang ada sepatutnya
memahami terlebih dahulu tentang peraturan perundangannya dalam hal ini memahami hukum
bisnisnya. Hukum sendiri merupakan penetapan tingkah laku yang dilarang atau diperintahkan.
Dalam hal ini hukum dinilai sebagi norma yang menyeleksi suatu kejadian tertentu didasarkan
sebuah kenyataan yang memiliki akibat hukum. Menurut Munir Fuady (1999), pengertian
hukum bisnis adalah suatu perangkat atau kaidah hukum termasuk upaya penegakannya yang
mengatur mengenai tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan
yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan
uang dari para enterpreneur dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif untuk
mendapatkan keuntungan.

236
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

METODOLOGI

Artikel ini merupakan artikel penelitian dengan metodologi penelitian kualitatif sederhana
dengan menganalisis kondisi yang ada disesuaikan dihubungkan dengan beberapa kajian teori
yang ada dan berbagai referensi pustaka yang ada. Dari kajian ini diharapkan dapat
menimbulkan wacana baru dan cara berpikir sistematis dan terkonsentrasi terhadap tugas dan
fungsi masing-masing pihak yang berkompeten.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siapkah kita menghadapi persaingan di tahun 2015?


Pada KTT pada tahun 1997 di Kuala Lumpur, para pemimpin setiap negara pada saat itu
ingin mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur dengan perkembangan ekonomi
yang adil, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi pada tahun 2020 dengan
sebutan ASEAN Vision 2020. Tetapi setelah KTT ASEAN ke-12 pada tahun 2007 para pemimpin
ASEAN sepakat tentang percepatan pembentukan komunitas ASEAN pada tahun 2015.
Visi dari Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi
yang dianut dalam ASEAN Vision 2020 yaitu untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan
perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan aliran modal yang lebih
bebas. Banyak keuntungan yang akan diperoleh Indonesia dan negara-negara ASEAN yaitu
antara lain :
1. Pengiriman barang antar negara jadi lebih mudah
Dengan adanya MEA akan memiliki sistem yang dapat memantau pergerakan barang di
atau dari negara-negara ASEAN. Selain itu, karena perdagangan bebas barang atau jasa,
izin ekspor akan lebih mudah dan cepat. Bagi pelaku UKM yang berbisnis dan sering
mengeskpor ke luar negeri khususnya ASEAN, ini akan menghemat waktu dan biaya
eskpor.
2. Adanya Free Trade Area
Akan ada sistem baru yang hadir di MEA 2015, yaitu sertifikasi pengekspor untuk keaslian
produk mereka sendiri. Selain lisensi keaslian tersebut, juga dapat menikmati tarif ekspor
tersendiri. Sistem baru tersebut disebut ASEAN-FTA (Free Trade Area). ASEAN-FTA akan
memudahkan pelaku UKM sebagai pebisnis yang ingin mulai mengeskpor barang ke
negara ASEAN.
3. Standar kualitas produk akan disamakan
Pada MEA 2015 akan ada standarisasi produk pada seluruh ASEAN. Ini dilakukan agar
setiap negara yang mempunyai produk dengan kualitas tinggi bisa menyelaraskan
kualitasnya dengan produk yang sama dengan negara-negara lain. Sertifikasi standarisasi
ini akan diberlakukan tetapi masih belum ada kabar pasti.

237
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

4. Masuknya sektor swasta


Kita semua pasti mengira bahwa masuknya sektor swasta di Indonesia pada MEA akan
merugikan pebisnis. Padahal jika melihat keuntungannya, jika pelaku UKM merupakan
pelaku bisnis baru maka bisnis pelaku UKM kemungkinan bisa diinvestasi oleh perusahaan
swasta dalam negeri atau asing.
5. Pembentukan karakteristik utama MEA
Ini adalah yang paling penting dari arti MEA, yaitu pasar dan basis produksi tunggal.
Antara lain arus lalu lintas barang, kebebasan arus pelayanan, alur bebas investasi, alur
modal yang lebih bebas. Selain itu ada penciptaan kawasan ekonomi kreatif dan wilayah
pembangunan ekonomi yang merata (http://studentpreneur.co/arti-masyarakat-ekonomi-
asean-untuk-pebisnis-di-Indonesia).

Hingga saat ini, terdapat 7 jenis produk yang menjadi prioritas MEA yaitu produk karet,
obat tradisional, kosmetik, pariwisata, sayur dan buah segar, udang dan budidaya perikanan
serta ternak.
Pemerintah akan mendukung program globalisasi UKM, seperti mencari pasar baru di luar
negeri, promosi ekspor, delegasi promosi perdagangan, mendorong spesialisasi dalam
memperluas pasar luar negeri, mendukung pencapaian standar internasional, mendukung
pengembangan global brand serta memberi bantuan kepada UKM yang memiliki prospek baik
untuk mengekspor produknya. Untuk itu, tiap UKM harus memperbaiki kualitas produknya agar
semua konsumen bisa bangga dengan kualitasnya. Pemerintah juga perlu untuk terus
mengedukasi masyarakat agar cinta terhadap produk lokal, dan masyarakat juga perlu
menghilangkan persepsi yang kerap menilai buruk merek lokal. Sudah seharusnya kita bersiap
menghadapi ketatnya persaingan di tahun 2015 mendatang.
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan MEA ini nantinya memungkinkan
satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia
Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.
Menurut Arya Baskoro terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015
yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia.
Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah
kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka
akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour
menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang
tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection,
Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta
iklim persaingan yang adil; terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen
perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan
transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan
meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.

238
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi
yang merata, dengan memprioritaskan pada UKM. Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM
akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar,
pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta
teknologi.
Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan
membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota.
Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan
pasokan global melalui pengembangan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota
ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatan partisipasi mereka pada
skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
Bagi Indonesia, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan
cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada
peningkatan ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan Gross Domestic Product (GDP)
Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas
komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu,
tekstil, dan barang elektronik. Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya
barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam
industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negeri yang jauh lebih berkualitas. Hal
ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung
masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi
melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya
manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu,
kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk. Indonesia masih memiliki tingkat
regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala
besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia
sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara
lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat
merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum
cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang
terkandung.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari
kerja karena banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan keahlian yang
beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan
menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi
kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan
kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi
Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan

239
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi
Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN (Republika
Online, 2013).
Dalam Buku Manajemen Sumber Daya Manusia Penerbit Universitas Terbuka dikatakan
bahwa peran manajemen sumber daya manusia telah berubah dan akan terus berkembang luas
seiring dengan perubahan lingkungan pasar yang kompetitif dan adanya kesadaran bahwa
manajemen sumber daya manusia harus memerankan peran stratejik demi keberhasilan
organisasi. Organisasi harus memusatkan perhatiannya pada usaha menarik dan
mempertahankan karyawan dengan talenta tinggi.
Berdasarkan data BPS, nilai ekspor Indonesia pada Mei 2014 mencapai 14,83 miliar dolar
AS atau mengalami peningkatan 3,73 persen dibandingkan April 2014 sebesar 14,30 miliar dolar
AS. Peningkatan nilai ekspor Mei 2014 disebabkan oleh meningkatnya ekspor non-migas sebesar
12,45 miliar dolar AS atau naik 6,95 persen dibandingkan April 2014 sebesar 11,64 miliar dolar
AS. Sementara itu, beberapa produk nonmigas yang mengalami peningkatan ekspor, antara lain:
produk kimia sebesar 104,1 juta dolar AS atau 96,56 persen, alas kaki sebesar 31,2 juta dolar AS
atau 8,70 persen, dan kertas/karton sebesar 3,8 juta dolar AS atau 1,17 persen. Dari sisi volume,
ekspor Indonesia pada Mei 2014 mengalami peningkatan 4,12 persen dibandingkan April 2014,
yang disebabkan peningkatan volume ekspor nonmigas sebesar 4,99 persen.

UKM

AEC (Asean Economic Community) yang akan diterapkan pada 2015 membawa angin
segar bagi pelaku UKM di dalam negeri, karena AEC memberikan kesempatan untuk memasuki
pasar baru, dan memberikan tantangan bagi produk UKM dalam negeri untuk memperbaiki
kualitas mutu produk untuk bersaing di pasar dunia. Di Indonesia jumlah pelaku UKM sekitar 57
juta dan 200 ribu koperasi yang memainkan peran penting memberikan konstribusi di sektor
ekonomi seperti penyediaan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan dan memicu pertumbuhan
ekonomi.
Program pengembangan dan kebijakan untuk UKM Indonesia, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah sebagai berikut:
A. Pertama
1. Strategi yang berfokus pada peningkatan kualitas SDM
2. Meningkatkan kapasitas pengetahuan dan teknologi penyerapan
3. Memperkuat keunggulan kompetitif ekonomi.

B. Kedua
1. Menciptakan lingkungan yang kondusif, memberikan hukum/regulasi serta
mendukung UKM
2. Meningkatkan akses sumber daya produktif dengan memberikan fasilitas produksi
modern.

240
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

3. Meningkatkan pengembangan produk dan akses pemasaran dengan membangun


sarana dan prasarana yang memberikan kesempatan UKM dan Koperasi.
4. Peningkatan kualitas daya saing sumber daya manusia untuk mengatasi dengan
usaha bisnis.
5. Penguatan pengembangan kelembagaan koperasi dan UKM dengan memberikan
advokasi dan bantuan teknis seperti ; keterampilan manajerial, kematangan
finansial,akses pemasaran dan teknologi.
C. Ketiga, program framework mencakup output ;
1. Memberlakukan koperasi baru, untuk mengembangkan koperasi didasarkan
partisipasi anggota.
2. Menetapkan peraturan pemerintah dan peraturan menteri sebagai pedoman rinci
untuk memberdayakan koperasi dan UKM.
3. Menyediakan skema dana bergulir dengan membentuk lembaga keuangan untuk
mendukung koperasi dan UKM.
4. Menyediakan skema kredit usaha rakyat (KUR) yang merupakan kredit khusus bagi
UKM dan pengusaha baru dengan kerangkajaminan dari pemerintah.
5. Mempromosikan produk koperasi dan UKM melalui fasilitas trading house (SMESCO)
dalam pameran luar negeri.

Pemerintah menetapkan target pengembangan UKM untuk tahun 2014 hingga ke 2015
nanti adalah produktivitas dan daya saing UKM harus terus meningkat, perkembangan ekspor
UKM tumbuh hingga 20% per tahunnya, tumbuhnya wirausaha baru yang inovatif serta
meningkatkan akses kredit perbankan bagi UKM khususnya untuk KUR dan pembiayaan lainnya.
Sedangkan tantangan bagi UKM sendiri dalam MEA 2015sangat banyak yaitu persaingan
makin tajam, walau sumber daya kita banyak tetapi untuk memperoleh sumber daya tersebut
diperlukan strategi khusus bagi para UKM. UKM juga harus menjaga dan meningkatkan daya
saing sebagai industri kreatif dan inovatif. Selain itu UKM juga harus meningkatkan standar,
desain dan kualitas produk agar sesuai dengan ketentuan ASEAN, misalnya para UKM bisa
melihat pada ketentuan ISO 26000 untuk green product. Tantangan penting lainnya, UKM harus
membuat diversifikasi output dan menjaga stabilitas pendapatan usaha makro agar tidak jatuh
ke kelompok masyarakat miskin. UKM juga harus memanfaatkan fasilitas pembiayaan yang ada
termasuk dalam kerangka kerja sama ASEAN.
Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah dalam membangun daya saing UKM ini
antara lain pada tataran kebijakan dan iklim usaha, perlu menata kembali peraturan
perundangan dari pusat sampai daerah, Pengembangan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan
Satu Atap/Satu Pintu. Selain itu ada perbaikan infrastruktur dan konektivitas. Ditambah lagi
perlunya terus mengembangkan SDM dan jiwa kewirausahaannya. Cara yang harus ditempuh
untuk mengembangkan SDM dan jiwa kewirausahaannya dengan cara memperluas gerakan
kewirausahaan ke seluruh Indonesia, menerapkan kurikulum kewirausahaan mulai dari
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, menciptakan UKM yang inovatif melalui peran

241
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

inkubator Bisnis/Teknologi yang sesuai dengan Perpres 27/2013 tentang Inkubator


Wirausahaan. Lalu juga menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan
kewirausahaan baik bagi UKM yang sudah ada maupun yang baru tumbuh. UPBJJ Semarang
sudah sejak 2014 hingga 2015 melaksanakan pembinaan UKM untuk mahasiswa dengan
perolehan dana hibah dari Kementerian Koperasi dan UKM dan mereka dipacu untuk
meningkatkan kualitas tampilan untuk bersaing dengan produk sejenis yang dihasilkan oleh
pihak lain.
Dalam buku Manajemen Pemasaran Penerbit Universitas Terbuka dikatakan bahwa
pembedaan produk (product differentiation) merupakan dasar bagi penjual dalam menentukan
motif-motif pembelian selektif. Pemasar yang menerapkan pembedaan produk berupaya untuk
memfokuskan perbedaan-perbedaan produknya agar menarik pembeli. Ini artinya dari sisi
produk juga diperlukan inovasi lebih dari para produsen dalam negeri utamanya sehingga
diharapkan mampu menjangkau semua konsumen yang ada.
Upaya yang harus dilakukan pemerintah dalam meningkatkan produktivitas dan daya
saing UKM adalah selalu berupaya melakukan penguatan forum sentra atau klaster untuk UKM,
juga melakukan pengembangan produk unggulan daerah melalui One Village One
Product (OVOP), memfasilitasi penguatan teknologi baik untuk produksi maupun pemasaran
melalui pemanfaatan ICT dan meningkatkan standar dan kualitas produk UKM termasuk
fasilitasi SNI.
Usaha pemerintah untuk membangun daya saing UKM sendiri adalah dengan
meningkatkan akses pendanaan bagi para UKM, memfasilitasi pembiayaan bagi wirausaha
pemula, perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga KUR, Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi, keuangan syariah dan lainnya terus dilakukan. Selain itu peningkatan peran
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam mendukung pembiayaan ekspor juga terus
dilakukan juga dengan optimalisasi trade financing atau bilateral swap atau istilahnya ASEAN
Regional Development Fund.
Terhadap akses pasar produk UKM, upaya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan
pemetaan potensi ekspor produk UKM ke ASEAN dan negara lain serta memfasilitasi promosi
produk UKM di dalam dan luar negeri dan yang penting juga dengan menguatkan peran
perwakilan luar negeri untuk mempromosikan produk UKM di kawasan ASEAN serta
pengembangan trading house seperti PT Sarinah, PT PPI, SME Tower serta selalu melakukan
promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi (TTI). Di samping itu, melakukan misi dagang di
kawasan ASEAN dan diluar ASEAN (http://swa.co.id/business-strategy/tantangan-dan-peluang-
ukm-jelang-mea-2015)
Dalam menghadapi MEA pemerintah harus mendorong para pelaku usaha kecil dan
menengah dalam memberi wawasan dan pengetahuan yang mumpuni tentang bisnis karena ini
lebih penting, agar para pelaku usaha mikro dapat dengan mudah menggerakkan bisnisnya
sendiri. Para pelaku usaha mikro bisa bertukar wawasan dan pengetahuan dengan banyak
mengikuti acara pelatihan dan pagelaran yang mewadahi para UKM. Dan UKM dapat mengikuti
pameran yang diselenggarakan pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM, untuk

242
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

mengetahui peluang dan tantangan. Bisnis waralaba sebagai salah satu upaya untuk
memperluas pasar produk koperasi dan UKM.
Persiapan dalam menghadapi MEA yang harus disiapkan adalah dengan inovasi produk
dan pemasaran. Hal ini demi mempersiapkan para pelaku UKM untuk memproteksi agar tidak
terjadi produksi dan pemasaran yang stagnan. Sebabnya para pelaku UKM ini harus bersaing
dengan produk-produk dari negara ASEAN lainnya. Hal lain yang harus dilakukan adalah tidak
sebatas dengan memberi pengetahuan dan inovasi produk saja, melainkan dengan
mensosialisasikan melalui media baik itu media cetak maupun elektronik agar produk-produk
yang dipromosikan dapat dikenal oleh masyarakat Indonesia bahkan masyarakat global
dan UKM Indonesia bisa berkompetitif di pangsa pasar internasional.

PENUTUP

Dari hasil program dan kebijakan untuk pengembangan UKM Indonesia menghasilkan
beberapa kesimpulan di antaranya sumber daya manusia yang kompetitif koperasi dan UKM,
memberikan akses keuangan inklusif, peningkatan koperasi dan UKM secara kelembagaan,
membentuk hasil produk yang kompetitif koperasi dan UKM.
Kementerian Koperasi dan UKM perlu mengembangkan lingkungan yang menguntungkan
yang memungkinkan koperasi dan UKM berfungsi dan berkembang. MEA harus diposisikan
sebagai kekuatan percepatan bagi UKM untuk melakukan perbaikan terus-menerus, UKM
ASEAN harus memperkuat jaringan bisnis dalam kerangka saling menguntungkan. AEC dapat
menjadi langkah baru untuk berkembangnya UKM ASEAN dalam menghadapi pasar global.
Membangun kemitraan dan menggandeng para pebisnis dan pengusaha besar
nasional pelaku bisnis dan pengusaha besar nasional diharapkan membangun kemitraan dengan
menggandeng pelaku UKM dalam negeri, khususnya pelaku industri kreatif, sehingga akan
menjadi solusi terhadap masalah pemberdayaan UKM saat ini, terkait dengan akses permodalan
dan pembiayaan serta pengembangannya, termasuk teknologi tepat guna dan penguatan
pemasaran ( http://ukmsukses.com/tips-ukm-agar-siap-menghadapi-mea/).

DAFTAR PUSTAKA

Dharmmesta, BS , Manajemen Pemasaran, Penerbit : Universitas Terbuka, Cetakan Ketiga , April


2012.

Fuady Munir, Hukum Kontrak dari sudut pandang Hukum Bisnis, Penerbit PT.Citra Aditya
Bakti,Bandung, 1999

Iswanto Yun dan Yusuf Adie, Buku : Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Universitas
Terbuka, Cetakan Ketiga, Januari 2013

243
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Pandiangan, Liberti, Mudahnya Menghitung Pajak UMKM,penerbit Mitra wacana Media,


Jakarta, 2014

http://www.seputarukm.com/kemenkop-pengembangan-ukm-dalam-menghadapi-mea/

http://studentpreneur.co/arti-masyarakat-ekonomi-asean-untuk-pebisnis-di-indonesia/

http://crmsindonesia.org/node/624.

http://www.kemenperin.go.id/artikel/9599/MEA-2015,-Peluang-Sekaligus-Tantangan

http://www.antaranews.com/berita/436319/kesiapan-koperasi-ukm-indonesia-menatap-era-
mea-2015

http://ukmsukses.com/tips-ukm-agar-siap-menghadapi-mea/

Republika Online, 2013.

244
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DALAM DINAMIKA DESENTRALISASI


DAN OTONOMI DAERAH
(STUDI KASUS TERHADAP APBD KABUPATEN TABANAN TAHUN 2012-2014)

I Putu Dharmanu Yudartha, I Ketut Winaya, Wahyu Budi Nugroho


FISIP Universitas Udayana-Bali
Email :p.dharmanu@gmail.com

Abstrak
Desentralisasi dan Otonomi daerah diharapkan membawa perubahan yang signifikan bagi
daerah. Salah satunya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dengan cara meningkatkan
pembangunan ekonomi. Daerah harus mampu menggali potensi daerah yang ada dalam
menunjang atau berkontribusi terhadap penerimaan daerah. Sehingga nantinya daerah mampu
mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Juga mampu menciptakan anggaran
yang sehat guna menyejahterakan rakyatnya. Kabupaten Tabanan menjadi kajian menarik di
provinsi Bali karena kabupaten Tabanan memiliki potensi-potensi yang signifikan dari segi letak
dan luas wilayahnya.
Penelitian ini bertujuan menggali lebih dalam terhadap kemampuan keuangan kabupaten
Tabanan dalam tiga tahun terakhir. Kemudian melakukan analisa potensi yang ideal untuk
dikembangkan guna menunjang atau berkontribusi dalam penerimaan daerah. Penelitian ini
dengan pendekatan analisis deskriptif, sedangkan data yang digunakan adalah data kualitatif
dan data kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah kabupaten Tabanan
tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Kondisi ini tergambar dari rendahnya penerimaan
sektor pendapatan asli daerah sedangkan dalam 3 tahun terakhir ketergantungan terhadap
dana alokasi umum masih cukup tinggi. Kemudian dari APBD tahun 2012-2014 alokasi belanja
tidak langsung yaitu belanja pegawai masih dominan dibanding belanja langsung. Sehingga hal
tersebut menjadi indikasi keuangan di kabupaten Tabanan terutama dari segi penerimaan dan
pengeluaran belum menciptakan anggaran yang ‘sehat’. Kabupaten Tabanan perlu
mengoptimalkan penerimaan berdasarkan potensi-potensi unggulan daerah dan menerapkan
anggaran berorientasi pada pelayanan publik atau anggaran berbasis kinerja.

Kata kunci: Otonomi daerah, kabupaten tabanan, keuangan daerah,

PENDAHULUAN

Perjalanan otonomi daerah selama hampir 15 tahun membawa perubahan pada tatanan
pemerintahan di tingkat pusat hingga tingkat daerah. Perubahan merupakan bagian dari
respons pemerintah terhadap tuntutan dan harapan masyarakat mengenai kesejahteraan yang
dirasa masih terjadi ketimpangan. Oleh karena itu, desentralisasi menjadi suatu langkah bagi

245
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

pemerintah pusat membagi tugas dan kewenangan kepada daerah dalam merespons
problematika di setiap daerah. Kebijakan desentralisasi mendorong pemberian wewenang
kepada daerah oleh pusat untuk penciptaan good local governance. Pembagian wewenang
(sharing of power) guna meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang dahulu cenderung
terpusat dan proses yang lama tetapi dengan dilakukan desentralisasi maka daerah-daerah
otonom diharapkan lebih responsif. Berkaitan desentralisasi dan otonomi daerah tidak hanya
terfokus pada pembagian fungsi kepada daerah tetapi diikuti dengan pembagian atau
pemberian sumber-sumber penerimaan baru kepada daerah itu sendiri. Artinya desentralisasi
fungsi diikuti oleh desentralisasi fiskal karena untuk menggerakkan roda pemerintahan di
daerah perlu faktor ekonomi yang ideal dalam mendukung pemerintahan di daerah. Karena
setiap daerah memiliki kemampuan keuangan yang berbeda (kapasitas fiskal) dan kebutuhan
keuangan daerah yang berbasis pada kinerjanya pun berbeda (fiscal needs). Maka dari itu
desentralisasi fiskal berupaya untuk mengatasi fiscal gap (kesenjangan fiskal) antar daerah.
Menurut Haris (2007) Desentralisasi fiskal dimaknai dalam tiga konsep, pertama sebagai bentuk
vertikal imbalance antara pusat dan daerah. Mengurangi ketimpangan pusat dan daerah, ketika
keuangan yang diberikan kepada daerah harus mampu menunjang pelaksanaan desentralisasi.
Kedua,horizontal imbalance yaitu daerah-daerah memiliki kemampuan keuangan atau potensi
keuangan yang berbeda-beda misal daerah penghasil sumber daya alam (SDA) dan daerah non-
SDA jelas berbeda. Maka diharapkan mampu menciptakan keadilan dari sisi keuangan kepada
masing-masing daerah. Dan yang ketiga dentralisasi fiskal menunjang kinerja daerah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, bukan semakin menimbulkan high cost economy
dan bad governance akibat kesalahan dalam pengelolaan keuangan.
Berbicara tentang keuangan dalam konteks otonomi daerah menjadi hal penting untuk
mengurus rumah tangganya sendiri dari segi pembiayaan. Sehingga menurut laksana (75:2009)
bahwa dapat ditafsirkan bahwa bagi daerah yang mempunyai kemampuan keuangan lebih atau
surplus, akan lebih siap dan mapan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Tetapi sebagai
bagian proses desentralisasi menimbulkan problematika di daerah, problematikanya terkait
dengan pemahaman yang salah tiap daerah memandang desentralisasi fiskal. Pandangan yang
menyimpang tersebut yaitu, pertama terjadi ketika pemerintah daerah berusaha meningkatkan
pendapatan asli daerah dengan mengorbankan lingkungan dengan mengeksploitasi hutan,
pembukaan lahan tambang, dan menaikkan jumlah pajak serta retribusi daerah. Hal ini yang
menyebabkan otonomi daerah menyebabkan high cost economy, dan hal ini tidak sejalan
dengan pelayanan yang diberikan ketika terjadi dualisme makna antara pungutan liar dan
retribusi misalnya. Belum lagi bicara manajemen pengelolaan keuangan terkait dengan
anggaran di daerah yang cenderung menimbulkan over financing atau under financing. Sehingga
artinya desentralisasi sebagai ladang kekayaan baru bagi elit-elit lokal. Kedua, daerah lebih
pintar dalam menghabiskan anggaran yang ada tanpa sejalan dengan kebutuhan, masalah dan
tuntutan yang menjadi prioritas di daerah. Misalnya desentralisasi fungsi dipandang
membutuhkan banyak pegawai negeri untuk mengatasinya sehingga kemudian berlomba-lomba
dalam merekrut banyak pegawai yang nyatanya hanya menjadi failure policy dan membebani
anggaran.

246
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Kondisi lemahnya kontribusi keuangan daerah juga dialami oleh kabupaten Tabanan.
Sebagai daerah basis lumbung pertanian dan pariwisata di provinsi Bali, penerimaan dari
pendapatan asli daerah (PAD) belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Hal ini terlihat pada APBD 2014, kontribusi
PAD hanya 16.89 % terhadap pendapatan daerah (BPS,2014). Pendapatan daerah kabupaten
Tabanan lebih banyak mendapat kontribusi dari dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus. Seharusnya jika melihat potensi yang ada, sektor-sektor unggulan
mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Kabupaten
Tabanan juga mengalami permasalah terkait dengan kemampuan keuangan daerah dalam
menghadapi problematika di daerah. Pada tahun 2014, salah satu permasalahan yaitu tingkat
kemisikinan di Kabupaten Tabanan mencapai 5.21% sedangkan kemiskinan dari angka provinsi
yang hanya 4.49% (Sanjaya,2014). Hal ini menjadi salah satu indikasi bahwa kemampuan
keuangan daerah belum mampu mengatasi kemiskinan.
Penerimaan daerah terutama melalui pendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi
signifikan ke depannya guna menunjang atau mengimbangi kebutuhan daerah (fiscal needs)
yang tercermin dalam belanja daerah. Belanja daerah harus menjawab tantangan atau
permasalah di daerah, salah satu permasalahan yang terjadi di kabupaten Tabanan yaitu
kemiskinan. Pada anggaran 2014, belanja daerah kabupaten Tabanan sekitar Rp 1.28 triliun
sedangkan pendapatan daerah 1.26 triliun (DJPK,2014). Hal ini menggambarkan bahwa terjadi
defisit anggaran pada APBD 2014. Permasalah ini menjadi kajian menarik mengenai beban
daerah yang besar atau sektor penerimaannya yang belum tergali secara baik.
Permasalah tersebut dijelaskan oleh kumorotomo (2004) mengungkapkan bahwa
desentralisasi fiskal sampai sejauh ini masih menitikberatkan pada aspek pembelanjaan
(expenditure assignment) dan bukan aspek penerimaan (revenue assigment). Desentralisasi
memang memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada daerah untuk membelanjakan dana,
tetapi ia belum terlalu signifikan dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk
menggali potensi sumber dana secara mandiri.
Meningkatkan penerimaan atau Pendapatan Asli Daerah harus diikuti dengan pengelolaan
yang efisien dan efektif. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui sektor unggulan bukan
menjadi ukuran utama kinerja fiskal di daerah tetapi mampu menciptakan “anggaran yang
sehat”. Bahwa APBD harus mencerminkan suatu jawaban dalam menghadapi tantangan dan
hambatan dalam melakukan pembangunan. Seperti yang dijelaskan Mardiasmo (96, 2001 )
Dalam pelaksanaan otonomi tentu saja menuntut kemampuan keuangan yang besar pula, besar
bukan hanya dalam jumlah, tetapi bagaimana daerah itu dapat mengelola keuangannya dengan
baik pula, artinya daerah harus dapat mengelola keuangan berdasarkan prinsip value for money,
artinya efektif, efisien dan ekonomi. Berkaitan dengan problematika tersebut maka perlu
menganalisis yaitu: Bagaimana kemampuan keuangan dan potensi ideal apakah yang dapat
meningkatkan penerimaan daerah di Kabupaten Tabanan?

247
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Tinjauan Pustaka
Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Desentralisasi dan otonomi daerah menjadi bagian penting dalam tata kelola
pemerintahan di Indonesia. Pergeseran pendulum kekuasaan dan kewenangan bukan sebuah
keniscayaan tetapi menjadi keharusan karena permasalahan yang dihadapi di setiap daerah
pasti berbeda maka diperlukan pendekatan yang ideal untuk mengatasinya. Kondisi inilah
menjadi gagasan mereformasi tata kelola pemerintahan, karena sesuatu yang abadi adalah
perubahan itu sendiri. Bentuk desentralisasi di Indonesia membagi kewenangan dan kekuasaan
kepada daerah bukan ‘memberikan’ karena hal tersebut menjadi pemahaman yang salah.
Kondisi tersebut terjadi ketika desentralisasi dan otonomi daerah menimbulkan ego sektoral
para pemimpin di daerah yang enggan bersinergi dengan pemerintah pusat. Hal ini menjadi
hambatan dan tantangan karena kekuasaan pasti memberi dampak positif begitu juga
sebaliknya. Mengenai konsep ideal dalam desentralisasi dan otonomi daerah, Cheema dan
Rodinelli (6:2007) menegaskan yaitu:
“In this expanding concept of governance decentralization practices can be categorized
into at least four forms: administrative, political, fiscal, and economic”

bahwa konsep desentralisasi dikategorikan dalam empat bentuk yaitu ; administratif, politik,
fiskal dan ekonomi. Administratif yang dimaksudkan bahwa pemerintah pusat membagikan
kewenangan dan fungsi melalui kepala daerah untuk mengelola permasalahan yang ada serta
membuat kebijakan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. Segi politik dalam pelaksanaan
otonomi daerah yaitu membuka ruang demokrasi melalui pemilu di tingkat daerah dengan
pemilihan secara langsung. Desentralisasi fiskal menjadi komponen selanjutnya dalam otonomi
daerah, seperti yang dijelaskan bahwa desentralisasi fiskal menjadi roda penggerak proses
desentralisasi secara umum, karena desentralisasi fiskal berkaitan dengan pos-pos yang
diberikan kepada daerah untuk mengelolanya dan menjadi sumber penerimaan guna
melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Ekonomi menjadi komponen
terakhir karena ekonomi menjadi outcome dalam sebuah pelaksanaan otonomi daerah yaitu
daerah mampu menyejahterakan masyarakatkan memalui proses pembangunan dan pelayanan
publik. Hal ini dipertegas oleh pendapat Rasyid (2007,10) bahwa visi otonomi daerah dibidang
ekonomi yaitu di satu sisi harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di
daerah, dan di lain pihak pihak terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan
kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di
daerahnya.

Desentralisasi Fiskal dan Potensi Keuangan daerah


Desentralisasi fiskal mendorong setiap daerah untuk berinovasi dan membuat kebijakan
yang visioner karena pemerintah pusat telah memberikan ruang dari segi fungsi dan ruang fiskal
bagi daerah. Hal ini dipertegas oleh Bahl dan Linn dalam Kumorotomo (2008: 6) akan
pentingnya desentralisasi fiskal dalam tiga argumen. Pertama, jika unsur-unsur belanja dan

248
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

tingkat pajak ditentukan pada jenjang pemerintahan yang lebih dekat dengan ke masyarakat
maka layanan publik di daerah akan dapat diperbaiki dan masyarakat akan lebih puas dengan
layanan yang diberikan pemerintah. Kedua, pemerintah daerah yang lebih kuat akan menunjang
pembangunan bangsa karena betapa pun masyarakat lebih mudah mengidentifikasi diri dengan
pemerintah daerah ketimbang pemerintah pusat. Ketiga, keseluruhan mobilisasi sumber daya
akan bertambah baik karena pihak pemerintah daerah dapat lebih tanggap dan mudah menarik
pajak dari sektor-sektor ekonomi yang tumbuh cepat jika dibanding pemerintah pusat.
Desentralisasi fiskal juga menjadi atau mendorong perubahan terutama berkaitan dengan
ketimpangan. Ketimpangan daerah menjadi salah satu problematika yang mendasar ketika
reformasi digulirkan karena perputaran perekonomian lebih banyak berada di pemerintah pusat
sedangkan pemerintah daerah hanya sebagai pelaksana tugas sesuai dengan mandate yang
diberikan. Maka dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal hampir 15 tahun menjadi
momentum perubahan terhadap ketimpangan di setiap daerah. Artinya jika suatu daerah tidak
mampu dari segi penerimaan maka terdapat bantuan berupa subsidi (grant) yaitu dana alokasi
umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil. Ha ini menjadi salah satu pola ideal
membangun hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yaitu setiap daerah
berhak mengalokasikan dana yang diterima baik dari pusat dan sektor penerimaan daerah
(pendapatan asli daerah) bagi kebutuhan dasar dan pelayanan publik tetapi juga harus sesuai
dengan prioritas pembangunan secara nasional. Salah satu contohnya yaitu melalui dana alokasi
khusus yang diberikan kepada daerah untuk melaksanakan program kerja pemerintah pusat
misalkan, pendidikan dan kesehatan.
Keuangan daerah menjadi salah satu bentuk implementasi dari desentralisasi fiskal, yaitu
memberi ruang bagi daerah untuk mendapatkan pemasukan dari sumber-sumber penerimaan.
Hal ini guna menunjang tugas dan fungsi yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah,
karena pemerintah daerah memberikan ruang yang cukup besar bagi daerah untuk mengatasi
permasalahannya. Keuangan daerah menjadi esensi dalam pelaksanaan otonomi daerah, karena
peran pemerintah daerah menjadi sangat penting dalam memaksimalkan penerimaan dan
mengefektifkan pendapatan dalam pembangunan di segala sektor demi menciptakan
kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang tertuang dalam amanat konstitusi. Pemahaman
tersebut juga diperkuat oleh penjelasan Koswara (2000:50), bahwa ciri utama yang
menunjukkan daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan
daerahnya, artinya suatu daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk
menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri
yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Walaupun
dalam dinamika otonomi daerah masih banyak daerah yang belum mampu menggali dan
mengelola penerimaannya karena kondisi atau kekayaan daerah yang berbeda-beda akan
sangat mempengaruhi.
Implementasi desentralisasi fiskal di setiap daerah akan memberi warna tersendiri,
karena berkaitan dengan kondisi di daerah atau lebih dikenal dengan potensi daerah.
Perbedaan potensi daerah akan berkorelasi terhadap penerimaan daerah, semakin besar

249
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

potensi daerahnya maka semakin tinggi penerimaannya. Dalam perkembangannya berkaitan


dengan otonomi daerah, setiap daerah dituntut untuk mengelola potensi daerahnya. Potensi di
masing-masing daerah cenderung beragam bila melihat kondisi geografis negara Indonesia
maka setiap daerah sebenarnya terdapat banyak potensi-potensi yang ideal untuk
dikembangkan. Selama ini asumsi yang terbangun bahwa daerah yang segi penerimaannya
rendah dikarenakan tidak memiliki potensi seperti pertambangan dan alam. Kondisi ini memang
dapat dipahami ketika daerah-daerah yang kaya akan tambang maka penerimaan daerahnya
sangat besar. Walaupun dalam kenyataannya tidak selamanya penerimaan yang besar sejalan
dengan kemakmuran atau kesejahteraan masyarakatnya. Pemahaman inilah yang harus
diluruskan karena potensi daerah seperti tambang bersifat tidak dapat diperbaharui. Hal yang
terpenting dalam otonomi daerah adalah kemampuan untuk menggali atau bahwa menciptakan
potensi daerahnya, menurut Mantona (2003, 46) Kemampuan dalam menggali potensi itu
terdiri dari:
a. capability yaitu kesanggupan daerah yang berhubungan dengan gambaran kondisi atau
keadaan yang sedang berlaku/terjadi pada saat sekarang yang dapat dijadikan sebagai
faktor keunggulan daerah;
b. competence menyangkut kewenangan daerah dalam memutuskan suatu kebijakan
terutama yang berhubungan dengan keuangan daerah;
c. capacity berhubungan dengan bagaimana kapasitas (kekuatan/daya muat) daerah dalam
hal ini adalah faktor-faktor yang mendukung tersedianya potensi keuangan daerah;
d. skill atau keahlian/kepandaian yang dimiliki aparat dalam menggali dan meningkatkan
pendapatan daerahnya baik melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi pajak atau
retribusi.

Potensi keuangan daerah sebagai langkah mencapai kemandirian daerah dapat dikaji melalui
analisis basis ekonomi. Analisis basis ekonomi atau biasa disebut teori basis ekonomi biasanya
digunakan untuk mengidentifikasi Produk Domestik Regional Brito dalam menentukan sektor
unggulan (basis). Apabila sektor unggulan dapat dikembangkan, digali dan dikelola dengan baik
tentunya akan berpengaruh pada penerimaan daerah. Tentunya ke depan dengan
meningkatkan penerimaan daerah akan tersinergi dengan pencapaian kemandirian daerah.

METODOLOGI

Dalam ini merupakan penelitian deskriptif, penelitian deskriptif dimaksudkan untuk


pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu (Singarimbun dan Effendi 1989:4).
Dalam hal ini, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan
hipotesis. Sedangkan metode yang dipakai adalah metode campuran sekuensial (sequential
mixed methods), metode ini menggabungkan atau memperluas penemuan yang diperoleh dari
satu metode dengan penemuan metode yang lain (Creswell, 2013:22). Peneliti memulai dengan
metode kuantitatif, yaitu dengan menganalisa Anggaran Pendapatan Belanja Daerah melalui

250
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

instrumen yang telah ditentukan. Selanjutnya dengan metode kualitatif untuk meneliti pada
kondisi subyek dan obyek penelitian.

Teknik Pengumpulan data


Penelitian ini dilakukan melalui dua cara yakni, Pertama: melalui observasi di mana
penulis terjun langsung dan berinteraksi dengan obyek penelitian untuk mendapatkan informasi
yang seobyektif mungkin. Kedua, wawancara langsung, yaitu dengan cara tanya jawab langsung
dengan pihak-pihak atau unsur-unsur dari obyek terkait, dan unsur-unsur tersebut dimintai
keterangan sesuai dengan masalah yang dibahas. Wawancara dilakukan secara semistruktur,
wawancara ini tergolong dalam in-depth interview. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk
menemukan permasalah lebih terbuka di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat
dan ide-idenya (Sugiyono, 2010:320). Untuk data sekunder melalui teknik dokumenter dan studi
pustaka yaitu dengan sumber datanya adalah laporan realisasi keuangan daerah (PAD, dll) yang
diperoleh dari Biro Keuangan, Kantor DISPENDA, Kantor BAPPEDA, dan Kantor BPS Kabupaten
Tabanan. Data laporan realisasi keuangan daerah (APBD) yang digunakan untuk dianalisis dalam
penelitian adalah data yang ada pada tahun 2012, 2013 dan 2014. Serta data sekunder lainnya
yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Pembahasan
Secara umum keuangan daerah kabupaten Tabanan dari segi penerimaan daerah terjadi
peningkatan tetapi dari sektor pendapatan asli daerah (PAD) mengalami fluktiatif. Dari segi
proporsi penerimaan pendapatan asli daerah belum mampu menjadi sumber penerimaan
unggulan karena masih sangat bergantung dengan dana alokasi umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus dan Dana Bagi Hasil Pajak oleh pemerintah pusat. Memang banyak daerah di Indonesia
yang masih sangat bergantung dari subsisi (grant) pemerintah pusat tetapi ada beberapa daerah
yang berhasil mengurangi ketergantungannya. Hal yang terjadi di kabupaten Tabanan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Derajat Desentralisasi

Derajat
Pendapatan Asli Daerah
Tahun Anggaran Penerimaan daerah Desentralisasi
(PAD)
(%)
2012 183.295.007.505,14 1.056.319.329.217,79 17,35
2013 255.418.218,554,83 1.253.026.818.659,65 20,38
2014 243.794.198.909,60 1.321.953.732.255,05 18,44
Rata-rata 18,73
Sumber: Bagian keuangan Kab Tabanan (data diolah)

251
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Derajat desentralisasi digunakan untuk melihat kemampuan pemerintah daerah, semakin


tinggi kontribusi pendapatan asli daerah maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah
dalam melaksanakan desentralisasi dan otonomi daerah (Mahmudi,2010:142). Dari tabel di atas
dapat dianalisis bahwa secara mendalam terkait penyebab rendahnya derajat desentralisasi
dalam tiga tahun terakhir berada pada rata-rata18.73%. Salah satu penyebab yaitu dalam
anggaran yang telah ditetapkan belum terealisasi seluruhnya, hal ini disebabkan ketika anggaran
yang telah direncanakan atau ditetapkan terjadi perubahan harga atau biaya digunakan.
Memang dalam perjalanan otonomi daerah khusus di Provinsi Bali sangat jelas bahwa
ketimpangan pembangunan sangat dirasakan antara Bali utara dengan Bali selatan. Walaupun
kabupaten Tabanan bisa dikatakan berada di tengah pulau Bali yang berbatasan salah satunya
dengan Kabupaten Badung tetapi dari segi pembangunan ekonomi belum mampu mengimbangi
serta penopang pembangunan Provinsi Bali. Hal ini yang kemudian berdampak pada rendahnya
penerimaan komponen-komponen pendapatan asli daerah kabupaten Tabanan. Dari sisi
penerimaan daerah memang cukup sulit suatu daerah bergantung dari pendapatan asli daerah,
karena setiap daerah memiliki potensi keuangan yang berbeda-beda. Hal ini bukan selamanya
menjadi pembenaran dalam permasalahan rendahnyan penerimaan asli daerahnya, karena
suatu potensi dapat diciptakan atau dikembangan menjadi potensi keuangan daerah. Jadi tidak
selamanya harus bergantung dengan sesuatu yang telah ada tetapi perlu mengembangkan
sesuatu potensi menjadi potensi keuangan yang bersifat berkesinambungan (sustainable).
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu langkah ideal bagi pemerintah daerah
meningkatkan dan mengelola penerimaan daerahnya. Hal ini disebabkan oleh ruang fiskal telah
banyak dibuka bagi kepentingan daerah memperoleh sumber-sumber penerimaan sebagai
penunjang pembangunan dan pelayanan publik. Dalam dinamika implementasinya dalam tiga
tahun terakhir, kabupaten Tabanan memiliki ketergantungan terhadap pendapatan sektor
transfer pusat dan provinsi dengan rasio yang tinggi. Rasio ketergantungan tersebut dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel. 1.2 Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah


Pendapatan Transfer
Total Pendapatan
Tahun Pendapatan Lain- Rasio (%)
Dana Perimbangan Daerah
lain yang Sah
2012 656.500.460.461,00 216.523.861.248,65 1.056.319.327.000 82,65
2013 734.577.587.470,00 263.031.012.640,00 1.253.002.619.060 79,62
2014 802.030.991.220,00 295.763.542.125,45 1.321.953.732.255,05 83,04
Sumber: Bagian keuangan Kab Tabanan (data diolah)

Ketergantungan terhadap pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan sumber


pendapatan lain yang sah termasuk dana dari pemerintah provinsi memang hampir terjadi di
beberapa daerah sebagai bentuk hambatan dalam pelaksanaan otonomi daerah. Permasalahan
ini saling berkaitan dengan rendahnya kontribusi pendapatan asli daerah. Sedangkan dalam sisi
kemandirian keuangan daerah pada kabupaten Tabanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

252
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Tabel. 1.3 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah


Rasio
Tahun PAD Transfer Pusat Propinsi Pinjaman
(%)
2012 183.295.007.505,14 656.500.460.461,00 92.041.973.000 6.091.718.000,00 24,29
2013 255.418.218.554,83 734.577.587.470,00 108.713.961.640,00 7.416.682.000,00 30,02
2014 243.794.198.909,60 802.030.991.220,00 130.387.166.125,45 5.658.000.000,00 25,99
Sumber: Bagian keuangan Kab Tabanan (data diolah)

Mengenai anggaran daerah terutama dalam perumusannya terjadi problematika di


beberapa daerah seperti diungkapkan sebelumnya. Bahwa dalam implementasinya mengalami
perubahan atau tidak sesuai dengan perencanaan akibatnya realisasi tidak tercapai. Maka
dalam pelaksanaan penganggaran di daerah ada kecenderungan daerah menetapkan target
tidak sesuai dengan potensi penerimaannya agar terealisasi sehingga daerah mendapat kinerja
positif. Kondisi ini dilakukan dengan memakai anggaran tahun sebelum sebagai acuan, hal inilah
yang kajian new public management disebut dengan anggaran tradisional. Anggaran tradisional
terdiri dari dua ciri utama. Pertama, incrementalism yaitu anggaran ini hanya menambah atau
mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang telah ada sebelumnya. Kedua, Line
item yaitu Metode ini tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan dan
pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun ada beberapa item yang sudah
tidak relevan untuk digunakan pada periode sekarang. Untuk mengkaji tentang anggaran
kabupaten Tabanan berdasarkan perbandingan antara penerimaan daerah dengan Belanja
daerah yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.4 Perbandingan Penerimaan Daerah dengan Belanja Daerah Kabupaten


Tabanan Tahun 2012-2014
Tahun Penerimaan daerah Belanja daerah Surplus/(defisit)
Anggaran
2012 1.056.319.329.217,79 1.065.536.683.230,82 (9.217.354.013,03)
2013 1.253.026.818.659,65 1.192.602.508.901,84 60.424.309.757,81
2014 1.321.953.732.255,05 1.408.977.430.637,10 (87.023.698.382,05)
Sumber : Bagian keuangan Kab Tabanan (data diolah)

Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa selama tiga tahun terakhir Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten Tabanan kecenderungan terjadi defisit anggaran.
Kondisi ini bisa menjadi indikasi bahwa APBD kabupaten Tabanan belum ‘sehat’ dalam hal
pengelolaan anggaran. Kondisi tersebut semakin diperkuat ketika belanja daerah lebih banyak
terserap kepada belanja tidak langsung. Belanja tidak langsung merupakan pembiayaan rutin
yang tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan kegiatan atau program. Sehingga dapat
disimpulkan APBD selama tiga tahun terakhir belum tantangan pembangunan dalam bertujuan
menyejahterakan masyarakat.

253
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Potensi Daerah dalam Menunjang Keuangan Daerah


Guna melakukan analisis terhadap potensi-potensi unggulan di kabupaten Tabanan
maka digunakan indek koefisien relatif. Sebagai pembanding yaitu dengan provinsi Bali, artinya
potensi yang dimiliki kabupaten tabanan mampu bersaing dan berkontribusi tinggi (unggul) bila
LQ>1 sedangkan bila LQ<1 maka potensi tersebut tidak atau belum mampu bersaing di tingkat
Provinsi Bali. Hasil perhitung indek koefisien relatif dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel. 1.5 Perhitungan Koefisien Lokasi dan Potensi Ekonomi Daerah Tahun 2013
PDRB Kab
PDRB Provinsi Indeks
Tabanan Potensi ekonomi
No Sektor dan Subsektor Bali (dalam Koefisien
(dalam jutaan Daerah
jutaan rupiah) Lokasi
rupiah)
1 Pertanian 1.906.575,54 15.902.860,00 1,7568 Berpotensi
a. Tanaman Bahan
1.115.826,07 6.888.070,00 2,3738
makanan Berpotensi
b. Tanaman Perkebunan 267.644,29 1.248.710,00 3,1408 Berpotensi
c. Peternakan dan Hasil-
478.793,33 4.646.780,00 1,5099
hasilnya Berpotensi
d. Kehutanan 300,31 6.130 0,7179 Tidak Berpotensi
e. Perikanan 44.011,54 3.113.170,00 0,2072 Tidak Berpotensi
2 Penggalian 24.127,44 758.210 0,4663 Tidak Berpotensi
3 Industri 423.409,32 8.241.760,00 0,7528 Tidak Berpotensi
4 Listrik & Air Minum 79.272,19 1.970.760,00 0,5894 Tidak Berpotensi
5 Bangunan 294.124,01 4.862.730,00 0,8863 Tidak Berpotensi
6 Perdagangan, Hotel &
1.487.840,44 28.259.740,00 0,7715
Restauran Tidak Berpotensi
7 Pengangkutan dan
349.532,20 13.476.640,00 0,3801
Komunikasi Tidak Berpotensi
a. Pengangkutan 320.475,75 11.764.350,00 0,3992 Tidak Berpotensi
b. Komunikasi 29.056,45 1.712.300,00 0,2487 Tidak Berpotensi
8 Perbankan & Lembaga 436.410,78 6.371.560,00 1,0037 Berpotensi
9 Jasa-jasa 1.451.353,80 14.711.520,00 1,4457 Berpotensi
Total 6.452.645,72 94.555.770
Sumber : BPS Kabupaten Tabanan (data diolah)

Sektor pertanian tetap menjadi potensi unggulan dalam bersaing serta berkontribusi di
tingkat regional yaitu Provinsi Bali. Sebagai daerah lumbung padi provinsi Bali, kabupaten
Tabanan dihadapkan pada tantangan menjadi eksistensinya. Hal ini disebabkan oleh
problematika pembangunan di Bali khususnya banyak terserap pada sektor pariwisata akibatnya
sektor pertanian mulai bergeser menjadi pusat-pusat penginapan seperti hotel dan villa. Kondisi
tersebut diperparah oleh arus urbanisasi penduduk yang mendorong perubahan signifikan pada
lahan-lahan produktif menjadi area perumahan. Pembangunan sektor pariwisata secara nyata
berdampak signifikan terhadap penerimaan daerah dan perekonomiaan masyarakat. Kontribusi
sektor pariwisata hampir di setiap kabupaten/kota di provinsi Bali menjadi salah satu sektor
unggulan dengan kontribusi terhadap pajak daerah. Kabupaten Tabanan termasuk salah satu
daerah yang mencoba meningkatkan potensi pariwisata dengan pembangunan hotel berbintang

254
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

di wilayah selatan. Hal ini perlu pengawasan yang baik karena secara tidak langsung berdampak
pada berkurangnya lahan pertanian dan perkebunan yang secara nyata menjadi potensi
unggulan. Jika hal ini terjadi maka APBD belum mencermikan dari visi-misi pemimpin daerah
karena tertuang misi bahwa sektor pertanian menjadi sektor unggulan di kabupaten Tabanan.
Potensi daerah di kabupaten Tabanan jika mampu dianalisa secara detail setiap komiditi
unggulan sehingga berimplikasi menjadi komiditi ekspor. Maka secara langsung memberikan
kontribusi signifkan terhadap penerimaan daerah dan secara tidak langsung kabupaten Tabanan
mampu menghasil komiditi unggulan yang siap bersaing dalam pertarungan pasar bebas ASEAN.
Sebagai daerah destinasi wisata internasional, Provinsi Bali perlu ditopang oleh berbagai macam
komiditi untuk kebutuhan kepariwisataan. Tabanan yang memiliki potensi unggulan di sektor
pertanian dan perkebunan harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan guna menciptakan
stabilitas pembangunan. Hal ini diperlukan ketika menghadapi pasar bebas ASEAN terutama dari
segi bisnis maka banyak produk komoditi import yang ikut bersaing. Jika Pariwisata Bali lebih
didominasi produk-produk import maka berdampak pada penerimaan dan secara tidak langsung
kesejahteraan pelaku usaha. Oleh karena itu potensi unggulan jangan bergeser atau bahkan
tidak lagi menjadi prioritas dalam APBD karena ini berdampak secara signifikan ke depannya
dalam arah pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat di Kabupaten
Tabanan.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan keuangan


kabupaten dalam otonomi daerah bisa dikatakan rendah, kondisi ini disebabkan yaitu kontribusi
pendapatan asli daerah berkaitan dengan realisasi anggaran lebih rendah dari target, APBD
cenderung defisit karena tingginya belanja daerah terutama belanja tidak langsung, dan potensi
unggulan (pertanian) belum mampu berkontribusi signifikan akibat perubahan pembangunan
lebih kepada sektor pariwisata.
Permasalahan tersebut dapat di atasi dengan merumuskan anggaran berorientasi pada
pelayanan publik (New Publik Mahagement) seperti Zero Based Budgeting, Planning,
Programming, and Budgeting systemdan Performance Based Budgeting(anggaran berbasis
kinerja). Hal tersebut juga sangat relevan digunakan dalam menetapkan target komponen
pendapatan asli daerah agar sesuai dengan potensi yang ada. Pemerintah kabupaten Tabanan
juga diharapkan lebih memprioritaskan dan mengoptimalkan potensi-potensi unggulan di
daerah yang secara nyata menjadi sektor unggulan di provinsi Bali. Sehingga nantinya menjadi
produk kualitas ekspor dalam persaingan pasar bebas.

255
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, lincolin, 1997, ekonomi pembangunan, ed III, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta

Bratakusumah, D.S, Solihin, D. 2004, “Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,


Gramedia, Jakarta.

Brodjonegoro, B dan Pakpahan, A.T, 2003 “evaluasi atas DAU 2001 dan permasalahnnya”,
Kompas, Jakarta.

Chemma, G.S., Rondinelli, D.A. 2007, “Decentralizing Governance – Emerging Concepts and
Practices”. Brookings Institution Press, 1775 Massachusetts Avenue, N.W.

Davey, K.J, 1998. Pembiayaan Pemerintah Daerah Praktek-Praktek Internasional dan


Relevansinya bagi Dunia Ketiga, Penerjemah Amanulah dkk, Jakarta: UI Press.

Halim, A., Mujib I. 2009, “Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pemerintahan
Pusat-Daerah” . Sekolah Pascasarjana UGM, Yogyakarta

Haris, S. 2007, “Desentralisasi dan Otonomi Daerah”. LIPI Press, Jakarta

Hidayat, wahyu, 2001, Strategi Perencanaan Penerimaan daerah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Koswara, 2000, “Menyongsong pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU no 22 tahun


1999”,analisis CSIS No. 1 thn XXIX, 2000.

Kaho, Yosef Riwu, 2001, Prospek Otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kumorotomo, Wahyudi, 2008, Desentralisasi Fiskal, Kencana, Jakarta.

Kuncoro, mudrajat, 1997, ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah-masalah dan kebijakan, UPP
AMP YKPN, Yogyakarta.

Kuncoro, mudrajat, 2001, Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk bisnis dan ekonomi, UPP
AMP YKPN, Yogyakarta.

Mahmudi,2010, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Mardiasmo dan makhfatih, 2008. perhitungan potensi pajak dan retribusi daerah kabupaten
magelang, PAU-SE UGM, yogyakarta.

Sjafrizal, 2014, Perencanaan Pembangunan Daerh dalam Era Otonomi. PT. Rajagrafindo Persada,
Jakarta.

Suparmoko. 2002, “Ekonomi Publik”. CV. Andi Offset, Yogyakarta.

256
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Internet:
Sanjaya, Gede. 2014, Tabanan, kawasan miskin di bali
http://daerah.sindonews.com/read/964113/27/tabanan-kawasan-paling-miskin-di-bali-
1423821110diakses 15 Februari 2015

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (DJPK),2015, data keuangan


daerah,http://www.djpk.depkeu.go.id/data-series/data-keuangan-daerah/setelah-ta-
2006diakses 15 Februari 2015.

257
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

PEMANFAATAN MODAL SOSIAL DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL EKONOMI GUNA


MENCIPTAKAN IKLIM INVESTASI YANG KONDUSIF
(Studi tentang Penguatan Kerangka Hukum dalam Penyelesaian Konflik Sosial Ekonomi di Era
Komunitas ASEAN)

Penulis1:
Nurul Fajri Chikmawati, Evie Rachmawati Nur Ariyanti, dan Nelly Ulfah A.R.

Abstrak
Semangat ASEAN Community 2015 adalah terbentuknya suatu komunitas regional yang
berorientasi terhadap kemajuan, hidup dalam lingkungan yang damai, stabil dan makmur yang
didasarkan kepada kerja sama yang dinamis dan masyarakat yang saling peduli. Peningkatan
kerja sama dalam kerangka investasi diharapkan membawa pengaruh terhadap kondisi sosial
ekonomi dan meningkatnya peluang untuk perbaikan tingkat kesejahteraan. Sebagai negara
yang multikultur, menjadikan Indonesia sebagai negara yang rawan konflik. Penyebab terjadinya
konflik dapat berasal dari adanya kecemburuan sosial, persaingan dalam pemanfaatan sumber
daya alam, dan minimnya akses ke dalam aktivitas perekonomian. Namun masyarakat memiliki
keunikan tersendiri dalam merespons perkembangan yang ada. Hal ini tergantung dari
karakteristik modal sosial yang dimilikinya. Modal sosial itu tumbuh dan berkembang sesuai
dengan perkembangan warga masyarakatnya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif empiris. Lokasi penelitian dilakukan di 3 (tiga) kecamatan di wilayah administrasi
Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi yang masing-masing mewakili karakteristik yang berbeda.
Penelitian ini bertujuan: pertama, untuk mengidentifikasi karakteristik modal sosial dan upaya
pemanfaatan modal sosial yang ada untuk menyelesaikan konflik sosial ekonomi. Dengan modal
sosial yang mengarah kepada tipologi Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital)
dapat dioptimalkan dalam penyelesaian konflik sudah dapat dimulai dari upaya pencegahan
terjadinya konflik melalui upaya penciptaan kondisi yang damai, aman dan tenteram dengan
melakukan stimulasi terhadap unsur-unsur modal sosial yang berkembang dalam masyarakat.
Pencegahan konflik melalui mekanisme seperti ini sesuai dengan konsep ASEAN Way yang
mengedepankan pendekatan sosiokultural dalam pencegahan dan penyelesaian sengketa.

Kata Kunci: Modal Sosial, Konflik, Investasi

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bagi Indonesia kerja sama ASEAN memegang peranan yang sangat penting dalam kerja
sama internasional. Hal ini mengingat Indonesia merupakan salah satu kawasan di Asia
Tenggara yang memiliki posisi strategis dan menjadi pilar utama pelaksanaan politik luar negeri
1
Penulis adalah Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas YARSI. Alamat surel: nurul.fajri@yarsi.ac.id

258
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

dalam bentuk capaian-capaian yang diraih dan sumbangsihnya dalam penciptaan perdamaian
dan stabilitas di kawasan. Rasa saling percaya dan saling memahami karakteristik masing-masing
negara di lingkungan sesama anggota ASEAN diharapkan dapat menjadi pilar pendukung
terciptanya ASEAN Community 2015. Selanjutnya diharapkan terjalin kerja sama yang efektif di
berbagai bidang baik dengan sesama anggota maupun dengan negara-negara mitra kerja sama
global.
Daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi berkaitan erat dengan iklim investasi. Bila
iklim investasi tidak baik maka daya tarik investasi menjadi tidak baik dan begitu juga
sebaliknya. Salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam kegiatan investasi
antara lain adalah memperhatikan keberadaan dunia usaha yang ada dengan mengoptimalkan
seluruh potensi ekonomi yang dimiliki oleh setiap Daerah. Dalam kerangka otonomi daerah
diharapkan Daerah dapat mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat lebih
dengan lebih cepat, efektif dan efisien dalam melakukan aktivitas ekonominya. Keberhasilan
pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan tersebut akan diukur dan dibuktikan dengan
adanya peningkatan aktivitas ekonomi penduduk dan banyaknya investasi masuk ke daerah.
Selain itu, dengan dilaksanakannya otonomi daerah berarti komitmen Indonesia terhadap
perjanjian perdagangan di kawasan (ASEAN) dan perjanjian perdagangan internasional juga
mengikat daerah otonom baik dari segi kebijakan yang dibuat maupun dalam praktiknya
terhadap dunia usaha.
Kabupaten Bekasi adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki peluang
investasi sangat besar2. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan kawasan industri di
kabupaten Bekasi berdampak juga pada meningkatnya kesempatan kerja. Hal ini dapat
dirasakan tidak hanya oleh penduduk di sekitar kawasan, tetapi juga penduduk migrasi dari
wilayah di luar Bekasi. Namun ternyata jumlah masyarakat sekitar kawasan (asli) yang terserap
di industri besarannya tidaklah menggembirakan. Hal ini disebabkan kualitas sumber daya
manusia tidak dapat memenuhi standar permintaan pasar kerja. Masalah lainnya adalah adanya
konflik masyarakat dengan aparat setempat terkait dengan rencana-rencana pembangunan
yang tidak tersosialisasi dengan efektif serta konflik horizontal atau antar masyarakat karena
adanya perebutan hasil limbah pabrik yang ternyata memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Kecemburuan sosial karena adanya perbedaan pendapatan dan status sosial dapat mengganggu
keamanan dan kenyamanan anggota masyarakat lainnya. Konflik-konflik seperti ini biasanya
terjadi antara masyarakat asli daerah dengan komunitas masyarakat pendatang yang tinggal di
daerah-daerah kawasan industri di Kabupaten Bekasi (Chikmawati, Hidayati, 2012). Konflik-
konflik yang sifatnya vertikal dan horizontal seperti ini bila tidak segera diselesaikan dengan
cepat dan tepat maka dapat mengganggu iklim investasi sehingga dapat mempengaruhi minat

2
Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) provinsi Jawa Barat, hingga triwulan IV periode bulan
Januari – Desember 2010 kabupaten Bekasi menduduki peringkat pertama dalam jumlah realisasi proyek
PMA/PMDN, yaitu sebanyak 291 buah proyek atau sekitar 39,81% dari seluruh proyek yang ada dan 257 proyek
merupakan PMA. Jumlah tenaga kerja yang mampu diserap sejumlah 65.934 orang dan bekerja pada industri
logam, mesin dan elektronik yang tersebar di berbagai tujuh kawasan industri.

259
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

investor/pengusaha untuk menanamkan modalnya dan menjalankan usaha di kabupaten


Bekasi.
Pada masyarakat Indonesia, baik yang ada di perkotaan dan pedesaan, ada sebuah
mekanisme pemecahan masalah yang telah turun-temurun dan mekanisme tersebut dapat
ditemukan dalam keperangkatan, keperanataan atau kelembagaan dan nilai-nilai sosial yang
ada di masyarakat lokal. Sebagian dari keperangkatan, keperanataan dan nilai-nilai tersebut
tumbuh dalam masyarakat yang didasarkan pada adat istiadat, sedangkan sebagian lainnya
sengaja ditumbuh kembangkan oleh masyarakat sebagai wahana untuk menjawab berbagai
macam kebutuhan sejalan dengan perkembangan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari
keperangkatan itu dapat berupa organisasi-organisasi yang sifatnya informal, seperti kelompok-
kelompok arisan dan simpan pinjam, perkumpulan atau paguyuban keluarga yang didasarkan
kepada ikatan kedaerahan, majelis-majelis ta’lim. Keparanataan dapat terlihat dari adanya
upacara-upacara dalam urusan kekeluargaan seperti perkawinan, kelahiran dan kematian.
Keperangkatan dan keperanataan tersebut kemudian diikat dengan nilai-nilai sosial, seperti
kebersamaan, toleransi, keterbukaan dan kesamaan hak, serta kearifan lokal yang sudah
melembaga dengan baik terakumulasi menjadi suatu kekuatan yang disebut sebagai modal
sosial (Suradi, 2006). Modal sosial ini mampu membentuk jaringan yang sinergis sebagai wahana
untuk mencegah dan menyelesaikan konflik yang mengganggu ketahanan sosial dan keamanan
masyarakat khususnya di kawasan pedesaan yang sedang mengalami perubahan atau transisi
dari kawasan agraris pertanian dan perikanan menjadi kawasan industri.

2. Permasalahan Penelitian
Dengan keragaman latar belakang sosial, ekonomi, agama, budaya dan adat istiadat warga
masyarakatnya, maka Kabupaten Bekasi tentunya memiliki keragaman pula dalam potensi
positif berupa modal sosial yang belum dimanfaatkan secara optimal guna menyelesaikan
sengketa dalam bidang penanaman modal. Dari permasalahan tersebut maka disusunlah
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimanakah karakteristik modal sosial masyarakat yang berkembang di Kabupaten
Bekasi?
b. Bagaimanakah upaya pemanfaatan modal sosial dalam pencegahan dan penyelesaian
penyelesaian konflik agar tercipta iklim investasi yang kondusif di Kabupaten Bekasi?

B. KERANGKA TEORITIS

1. Konsep dan Parameter Modal Sosial


Keberadaan modal sosial dalam proses pembangunan dewasa ini mulai diperhitungkan, di
samping telah dikenal sebelumnya modal finansial dan modal manusia, karena memiliki peran
yang sangat besar yaitu sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan suatu
negara. Modal sosial memiliki jangkauan yang sangat luas, bukan saja merupakan domain
masyarakat sipil (civil society) di mana inisiatif lokal, organisasi sosial, lembaga non pemerintah

260
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

dan gerakan-gerakan partisipasi lokal lainnya beraktivitas melainkan juga dapat dibangun dan
dikembangkan kualitasnya melalui instrumen hukum, kebijakan dan program-program
pemerintah sehingga dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa secara menyeluruh (Edi
Suharto, tanpa tahun).
Menurut J. Coleman, modal sosial atau social capital dapat didefinisikan sebagai
kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di
dalam berbagai kelompok dan organisasi. Burt R.S memberikan definisi modal sosial sebagai
kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu dengan lainnya dan
selanjutnya membentuk kekuatan yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi
tetapi juga dalam setiap aspek eksistensi sosial lainnya. Francis Fukuyama memberikan
pengertian tentang modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai, atau norma-norma informal
yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjadinya
kerja sama diantara mereka. Sedangkan Solow mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian
nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong
kemampuan dan kapabilitas untuk bekerja sama dan berkoordinasi guna menghasilkan
kontribusi terhadap keberlanjutan produktivitas. Cohen dan Prusak lebih melihat modal sosial
dari aspek daya pengikat secara internal para anggota masyarakat karena adanya faktor
kepercayaan (trust), saling pengertian sesama anggota (mutual understanding), dan nilai-nilai
bersama (shared value) sehingga sangat mungkin untuk dilakukannya aksi bersama secara
efektif dan efisien (Agus Supriyono, dkk, tanpa tahun). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa secara umum modal sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-
norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam
spektrum yang lebih luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan
anggota masyarakat (bangsa) secara bersama-sama (Agus Supriyono, dkk). Modal sosial juga
diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam
suatu komunitas. Namun pengukuran terhadap modal sosial jarang melibatkan pengukuran
terhadap interaksi itu sendiri, tetapi hanya melihat dari hasil interaksi tersebut seperti
terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Suatu interaksi dapat
terjadi dalam skala individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi ketika
relasi yang kuat antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan
emosional. Secara institusional, interaksi dapat terjadi pada saat visi dan tujuan satu organisasi
memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya. Meskipun interaksi terjadi karena
berbagai alasan, orang-orang berinteraksi, berkomunikasi dan kemudian menjalin kerja sama
pada dasarnya dipengaruhi oleh keinginan untuk berbagi cara mencapai tujuan bersama yang
tidak jarang berbeda dengan tujuan dan keinginan pribandi. Keadaan ini terutama terjadi pada
interaksi yang berlangsung relatif lama. Interaksi-interaksi inilah yang kemudian tersusun
menjadi modal sosial, yaitu ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk mencapai
tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan keamanan. Ditengarai bahwa
suatu masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi cenderung bekerja secara gotong- royong,
merasa aman untuk berbicara dan mampu mengatasi perbedaan-perbedaan. Sebaliknya pada

261
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

masyarakat yang memiliki modal sosial rendah akan tampak adanya kecurigaan satu sama lain,
munculnya ikatan in group dan yang lain adalah out group serta tidak adanya keteraturan sosial
dan kepastian hukum (Edi Suharto, tanpa tahun).
Namun Fukuyama dalam Agus Supriyono menegaskan bahwa dalam dimensi modal sosial
norma-norma, nilai-nilai bersama yang dijadikan acuan bersikap dan bertindak serta bertingkah
laku itu belum tentu serta merta menjadi modal sosial. Hanya nilai-nilai dan norma-norma
bersama yang lahir atas dasar rasa kepercayaan (trust) karena dalam trust terdapat harapan-
harapan adanya keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif dalam komunitas Modal sosial
memiliki sifat tidak habis bila dipakai terus menerus, justeru semakin bertambah kuat. Modal
sosial akan rusak dan melemah bila jarang digunakan. Hal inilah yang membedakannya dengan
finansial atau modal manusia. Berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang menghasilkan
kepercayaan tersebut pada gilirannya nanti akan menghasilkan nilai ekonomi yang besar dan
terukur (Edi Suharto, tanpa tahun).
Edy Suharto, merujuk pada pendapat Ridell (1997) dan R.D Putnam (Bowling Alone:
Americas Declining Social Capital, Journal of Democracy, Vol. 6, 1995 ), bahwa ada tiga
parameter modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms) dan jaringan-jaringan
(networks). Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik.
Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh dan
akhirnya modal sosial akan melahirkan tata kehidupan yang harmonis.
Dalam pembangunan Hukum Nasional tidak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah
perkembangan tatanan yang berlaku pada masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena
pembentukan suatu tatanan hukum sangat dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat,
budaya dan berbagai faktor lainnya. Kenyataan sekarang ini, wajah hukum Indonesia memang
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi. Di samping keberadaan tatanan hukum
asli masyarakat Indonesia yang hidup dan berkembang sejak dulu kala yang kita jadikan asas
dalam hukum nasional, tetapi tidak dapat dipungkiri bila tercermin pula pengaruh tatanan
hukum Negara-negara maju di dunia ini dalam rangka memenuhi tuntutan globalisasi. Secara
konkret saat ini Sistem Hukum Indonesia belum tampak jelas wajahnya seperti kehilangan
orientasi dalam upaya pengembangannya sehingga dalam kenyataannya tampak sebagai sosok
sistem hukum campuran yang serba tanggung (Wisnubroto, 2010).

C. METODE PENELITIAN

Secara umum jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dan secara khusus penelitian ini menggunakan gabungan antara metode penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dan penelitian hukum empiris atau non
doktrinal. (Wignyosubroto dalam Sulistyorini I dan Shidarta, 2011). Data yang digunakan berupa
data sekunder dan primer yang diperoleh melaui wawancara mendalam (indepth interview.).
Responden atau informan dipilih dengan menggunakan purposive sampling dan snowball
sampling untuk mendapatkan informasi yang akurat, dengan mempertimbangkan kriteria

262
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

seperti kedudukan atau jabatan dalam struktur kelembagaan. Penentuan lokasi penelitian
dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling dengan memperhatikan kondisi-kondisi
spesifik antara lain kondisi fisik (daerah urban, rural (perkotaan) dan daerah pesisir; kondisi
sosial, ekonomi dan budaya serta kekerabatan. Lokasi penelitian di 3 (tiga) desa di kecamatan
yang berbeda di Kabupaten Bekasi, yaitu: 1) Kecamatan Cikarang Utara (kawasan industri); 2)
Kecamatan Muara Gembong (kawasan pesisir); 3) Kecamatan Cikarang Selatan (kawasan transisi
agraris - industri).

D. PEMBAHASAN

Karakteristik Modal Sosial Masyarakat Kabupaten Bekasi


1. Kecamatan Cikarang Utara
a. Kondisi Geografis, Ekonomi dan Sosial Budaya
Hampir seluruh wilayah Kecamatan Cikarang Utara merupakan kawasan pemukiman dan
industri. Seperti halnya wilayah Desa Karang Asih memang diperuntukkan bagi pemukiman
penduduk. Sedangkan kawasan untuk industri ada di Desa Tanjungsari dan Desa Karang Raharja.
Namun demikian ditemukan ada beberapa industri/pabrik di tengah-tengah pemukiman, seperti
halnya pabrik pengolahan bahan kimia di Desa Karang Asih. Jumlah penduduk di Kecamatan
Cikarang Utara adalah 240.997 orang yang terdiri dari 126.877 orang pria dan 114.120 orang
wanita dengan 71.490 KK. Salah satu yang desa yang paling padat penduduknya adalah Desa
Karang Asih yaitu 31.987 orang. Sebagian besar penduduk Desa Karang Asih adalah pendatang,
yang sebagian besar berasal dari kota-kota lain di Jawa dan sebagian kecil berasal dari luar Jawa.
Karena sebagian besar adalah penduduk pendatang maka sulit sekali mengidentifikasi budaya
masyarakat aslinya. Warga pendatang ini sebagian besar bekerja sebagai buruh atau pekerja di
pabrik-pabrik sekitar kawasan industri di Kabupaten Bekasi. Selain pekerja pabrik, ada
pedagang/pemilik warung/toko kelontong atau rumah makan dan sebagian kecil pegawai negeri
sipil dan TNI.
Wilayah Desa Tanjungsari sebagian besar adalah area tanah tegalan yang kering dan keras.
Sebagian penduduk menggunakan area tersebut untuk berkebun dan bahan dasar pembuatan
bata merah. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai pengemudi. Mengingat rata-rata
latar belakang pendidikan penduduknya yang masih rendah (tamatan SD dan SMP) sehingga
sulit untuk dapat bersaing di sektor formal. Keterbatasan biaya dan kesulitan hidup memaksa
remaja tamatan SD harus berhenti sekolah. Pihak aparat Desa telah berusaha untuk
mendapatkan dana sekedar meringankan biaya sekolah, kemudahan pengurusan Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) bagi keluarga miskin yang akan berobat ke Puskesmas terdekat.
Pihak Desa juga memberikan bantuan beras bagi keluarga miskin dan warga lanjut usia sekedar
untuk mencukupi kebutuhan pokoknya saja. Desa Karang Raharja merupakan salah satu desa di
Kecamatan Cikarang Utara yang wilayahnya sebagian besar untuk pemukiman dan industri.
Sebagian besar penduduknya (>80%) adalah penduduk asli. Penduduk asli Bekasi mendiami
wilayah-wilayah perkampungan dan adapun warga pendatang sebagian besar bertempat tinggal

263
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

di perumahan. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai buruh atau pegawai selebihnya adalah
wiraswasta ataupun bekerja di sektor informal. Faktor rendahnya pendidikan merupakan
masalah utama bagi warga ketika akan memasuki dunia kerja formal.

b. Ketersediaan Fasilitas Umum dalam Komunitas


Bangunan sekolah tersedia dari tingkat TK hingga perguruan tinggi (akademi), termasuk
sekolah kejuruan dan pondok pesantren. Puskesmas ada 2 buah dan 1 rumah sakit yang relative
lengkap dengan layanan dokter dan bidan. Sarana Air Bersih telah dilayani oleh PDAM dan
penggunaan sumber air tanah dengan pompa listrik. Jaringan listrik dan jalur transportasi sangat
memadai. Begitu juga institusi layanan komersial (pasar, bank, tempat hiburan) dan
pemerintahan serta tempat ibadah sudah tersedia dengan cukup memadai.

c. Relasi Antar Warga


Di wilayah pemukiman yang padat seperti di Desa Karang Asih relasi sosial antar warga
dalam keseharian terjalin dengan baik. Semua warga dari berbagai daerah asal berbaur tanpa
ada sekat-sekat perbedaan kultural yang berarti. Relasi sosial yang bersifat keagamaan biasanya
terjalin dalam kegiatan pengajian-pengajian di kalangan ibu-ibu di majelis ta’lim. Kegiatan
Posyandu dan arisan PKK yang diadakan oleh RT atau RW merupakan sarana bertukar informasi
tentang upaya-upaya peningkatan kesejahteraan keluarga dan anak. Organisasi yang secara
formal berada di bawah Desa adalah Karang Taruna dan PKK. Namun demikian keberadaan
organisasi kepemudaan di bawah bendera partai di luar struktur desa sehingga pembinaannya
di luar tanggung jawab desa. Di kalangan kelompok masyarakat juga ada organisasi/paguyuban
yang bersifat kedaerahan atau kelompok pengusaha bidang tertentu (seperti kuliner dan
industri kerajinan) pihak Desa melihat sebagai suatu hal yang positif untuk membangun
kesatuan dan rasa kebersamaan serta membangun potensi ekonomi warga. Bila ada konflik
antar warga maka sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan dengan mengutamakan
musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan yang menguntungkan para pihak yang
berkonflik. Penyelesaian melalui jalur hukum sebaiknya dijadikan pilihan terakhir dan kalau
memang para pihak tidak dapat didamaikan.

d. Aksi Kolektif dan Solidaritas


Aksi kolektif dilakukan oleh warga dalam bentuk seperti pembangunan/perbaikan jalan,
kantor desa atau fasilitas umum lainnya. Istilah yang lazim digunakan oleh warga adalah kerja
bakti. Aksi kolektif ini ada yang yang secara rutin dilaksanakan dengan koordinasi dari para
ketua RT/RW ada juga yang sifatnya insidental. Para partisipan tidak diberikan bayaran hanya
mereka mendapatkan makanan dan minuman yang disediakan oleh warga lainnya. Sikap gotong
royong yang menunjukkan rasa solidaritas itu tampak juga dalam kegiatan Posyandu. Setiap
keluarga memberikan iuran sebesar Rp 1000,- yang akan digunakan bersama dalam kegiatan
Posyandu di tingkat RT/RW bila ada penimbangan bayi dan balita, imunisasi, pemberian vitamin
A untuk balita serta program peningkatan gizi.

264
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Dalam rangka mempermudah akses warga dalam bidang pendidikan, sesuai dengan
program pendidikan nasional maka semua warga yang sudah berusia minimal 6 atau 7 tahun
terkena kewajiban bersekolah. Pendidikan sekolah dasar telah membebaskan setiap murid dari
iuran/biaya sekolah. Namun berdasarkan informasi dari staf Desa Tanjung Sari, (Kepala) Desa
memberikan bantuan kepada siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Beberapa desa
menginginkan dapat memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-
perusahaan yang ada di sekitar desa. Namun sampai saat ini terkendala kewenangan dan
mekanisme penyerapannya.

e. Tata Kelola Komunitas dan Pengambil Keputusan


Dalam pengelolaan komunitas di lingkup desa secara formal di pimpin oleh seorang Kepala
Desa yang dibantu oleh stafnya. Program kerja desa secara berjenjang diusulkan setiap
tahunnya oleh Kepala Desa kepada Camat untuk digabungkan dengan desa-desa lainnya yang
ada di wilayah administrasi kecamatan terkait. Selanjutnya usulan program kerja yang telah
disertai dengan anggaran biaya tersebut disampaikan kepada Bupati. Usulan dari desa awalnya
memang merupakan program kegiatan untuk lingkup kabupaten yang kemudian diturunkan ke
kecamatan dan desa. Pelaksanaannya sangat tergantung pada kesesuaian program dan
ketersediaan anggaran. Dalam pelaksanaan suatu program (biasanya memang program dari
kabupaten) desa akan berkonsultasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk dengan tokoh
agama dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tidak semua usulan program/kegiatan dari
desa disetujui. Alasan tidak disetujuinya suatu kegiatan dapat disebabkan oleh beberapa alasan
seperti adanya persyaratan administrasi yang kurang, anggaran dan adanya program yang lebih
diutamakan. (Wawancara dengan Staf Kantor Desa Tanjung Sari, 4 Oktober 2013).
Peranan organisasi formal seperti partai maupun organisasi kepemudaan yang memiliki
afiliasi dengan partai tertentu dalam pengelolaan komunitas tidak signifikan. Mengingat warga
sudah mencitrakan bahwa organisasi yang berbasis kepartaian itu biasanya akan memaparkan
kegiatan sosial kepada warga bila menjelang Pemilu saja (Wawancara dengan Bpk Sarjan, Desa
Karang Raharja, 5 Oktober 2013). Nama organisasi PNPM Mandiri ternyata sangat dikenal oleh
masyarakat terkait dengan perannya membantu warga (di semua lokasi penelitian) dalam
perbaikan sarana jalan.

f. Pengelolaan Potensi Ekonomi Warga/Komunitas


Desa Karang Asih merupakan kawasan pemukiman paling padat di Kecamatan Cikarang
Utara. Aktivitas perekonomian juga sangat hidup. Warga yang didominasi warga pendatang
(menetap) maupun pendatang yang tinggal sementara dikenal sebagai warga yang memiliki etos
kerja yang lebih gigih dibandingkan dengan warga asli. Hal ini disebabkan karena tuntutan hidup
yang lebih tinggi untuk memperbaiki kualitas hidup. Namun tidak ada persaingan yang memicu
terjadinya konflik dalam memanfatkan peluang bisnis yang ada. Pihak desa memberikan fasilitas
berupa bantuan bantuan pemasaran produk melalui kegiatan pameran-pameran setiap ada
acara desa.

265
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Industri kecil kelas industri rumah tangga banyak bermunculan. Mereka memulai dengan
modal sendiri dan telah memanfaatkan jasa keuangan/perbankan bila menginginkan tambahan
modal usaha. Kondisi ini sangat berbeda dengan temuan yang ada di Desa Tanjungsari dan Desa
Karang Raharja. Di kedua desa ini aktivitas perekonomian tidak terlalu terlihat menonjol.
Transportasi umum belum dapat menjangkau hingga ke pelosok-pelosok desa, sehingga
berpengaruh terhadap mobilitas warga. Beberapa industri/pabrik mulai berdiri, namun belum
dapat menyerap tenaga kerja setempat mengingat keterbatasan pendidikan warga. Staf kantor
Desa sudah mengupayakan adanya kesepakatan-kesepakatan tertentu dengan pihak
perusahaan namun dalam kenyataannya pihak perusahaan lebih mengutamakan tenaga kerja
dari luar desa yang memang sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan. Dengan demikian
keberadaan pabrik-pabrik di sekitar desa mereka belum bisa membawa manfaat bagi
penyerapan tenaga kerja. Warga kembali menekuni pekerjaan sebagai pekerja sebagai pembuat
bata merah yang akhir-akhir ini semakin berkurang jumlah karena lahannya telah dijual kepada
pihak lain. Hal ini membuat pihak staf kantor desa memfasilitasi warganya untuk dapat bekerja
di pabrik-pabrik di desa lain dengan kondisi apa adanya (tanpa ijazah) (Wawancara dengan Staf
Kantor Desa, Desa Tanjung Sari, 4 Oktober 2013). Di desa Karang Raharja, persoalan yang
mendasar adalah kesiapan warga ketika harus beralih profesi. Area sawah/kebun yang dimiliki
atau sebelumnya menjadi tempat mencari nafkah, sekarang telah dialihkan dan berubah
menjadi bangunan perumahan atau pabrik.

2. Kecamatan Cikarang Selatan


a. Kondisi Geografis, Ekonomi dan Sosial Budaya.
Wilayah Kecamatan Cikarang Selatan merupakan perpaduan antara tanah daratan yang
landai di sebelah utara dan ke selatan sebagian kontur tanahnya berbukit-bukit. Sebelumnya
sebagian besar wilayah Cikarang Selatan adalah area pertanian atau persawahan. Namun dalam
dua tahun terakhir ini sedikit demi sedikit area tersebut mulai kosong tidak ditanami lagi karena
memang pemiliknya sudah mengalihkan tanahnya ke pihak lain untuk nantinya akan di bangun
pabrik-pabrik (Wawancara dengan Ust Sholeh dan Ibu Elly, Desa Sukasejati, 12 Oktober 2013).
Kecamatan Cikarang Selatan memiliki jumlah penduduk 155.845 orang yang terdiri dari 80.868
orang pria dan 74.977 orang wanita dengan 50.384 Kepala Keluarga (Data BPS Kab. Bekasi,
2010). Latar belakang sosial budaya warganya beragam. Sebagian pendatang berasal dari
daerah-daerah di Jawa, seperti Cirebon, Tasikmalaya, Garut, Kuningan, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Sebagian kecil penduduk berasal dari luar Jawa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa
sehari-hari warga. Namun di Desa Ciantra, sebagian besar penduduk berbahasa Sunda. Kesenian
daerah yang masih hidup adalah Topeng Betawi, Marawis, Jaipong, dan sebagainya yang dapat
dinikmati oleh warga ketika ada acara-acara perkawinan/khitanan atau perayaan hari besar
nasional dan keagamaan.

266
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

b. Ketersediaan Fasilitas Umum dalam Komunitas


Fasilitas bangunan sekolah hanya tersedia hingga SLTA, termasuk sekolah kejuruan dan
pesantren. Di beberapa desa ternyata minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya masih
rendah. Fasilitas air bersih masih terbatas dan bila musim kemarau sering kekeringan. Jaringan
listrik telah dapat dinikmati warga termasuk jaringan telepon seluler. Fasilitas kesehatan
tersedia puskesmas yang dapat diakses warga dengan jadwal kunjungan dokter yang tidak
setiap hari. Pasar dan bank hanya tersedia di kota kecamatan. Saranan jalan raya sebagian besar
sudah dibetul namun ketersedian transportasi umum selama ini dilayani oleh ojek motor.

c. Relasi Antar Warga


Relasi antar warga, khususnya antara warga pendatang dan warga asli berlangsung
dengan baik. Warga pendatang membaur di tengah-tengah komunitas warga asli. Warga
pendatang bekerja baik di sektor formal maupun informal. Mereka juga terlibat dalam kegiatan
kolektif seperti kerja bakti, pengajian, arisan RT/RW dan sebagainya. Keberadaan komunitas-
komunitas yang berbasis kedaerahan dan profesi dari warga pendatang tidak dipermasalahkan
oleh warga asli yang penting tidak mengganggu ketertiban umum (Wawancara dengan Bpk.
Nodin, Desa Ciantra, 11 Oktober 2013) Meskipun mereka bekerja di bidang yang sama tetapi
tidak dianggap sebagai pesaing yang harus dikalahkan tetapi bila memungkinkan bisa dijadikan
mitra untuk kerja sama (Wawancara dengan Bpk. Zaenal Abdullah, Desa Ciantra, 11 Oktober
2013). Bila ada persoalan yang menimbulkan konflik antar warga maka masyarakat lebih
menyukai untuk menyelesaikannya melalui jalur musyawarah dan kekeluargaan. Sedapat
mungkin menghindari penyelesaian melalui keterlibatan pihak kepolisian atau jalur hukum
karena persoalannya akan menjadi lebih rumit.

d. Aksi Kolektif dan Solidaritas


Aksi kolektif dan solidaritas dilakukan warga dalam bentuk gotong royong memberikan
lingkungan masing-masing baik dilakukan bapak-bapak, tetapi sesekali juga oleh ibu-ibu di
bawah koordinasi RT/RW dan PKK. Di beberapa desa kegiatan ini juga dilakukan bila ada warga
yang sedang mempunyai hajat perkawinan atau khitanan anggota keluarganya maka warga
lainnya ikut membantu mempersiapkan acara tanpa dibayar. Bahkan sudah menjadi kebiasaan
bila sebagian warga juga memberikan bahan makanan (seperti gula, kopi, beras) dan uang suka
rela. Bila ada warga yang sakit maka warga lain bergotong royong memberikan bantuan baik itu
berupa uang (saweran) atau bila harus dibawa ke rumah sakit maka dengan sukarela warga lain
akan mengusahakan mobil atau motor untuk mengantar ke rumah sakit. Di Desa Sukasejati
dikenal aksi kolektif yang namanya “paketan”. Paketan adalah semacam kegiatan arisan yang
anggotanya adalah ibu-ibu dengan memberikan iuran berupa barang secara konsisten sesuai
dengan kemampuannya bila salah satu anggotanya sedang mempunyai hajatan. Barang iuran itu
dapat berupa beras, paket gula teh dan kopi, air mineral, makanan jadi, dan barang lainnya yang
dibutuhkan dalam acara pesta. Ada petugas yang mencatat iuran masing-masing anggota.
Kegiatan “paketan” ini sampai saat ini masih dipraktikan warga karena dianggap sangat

267
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

membantu bagi pihak yang sedang mengadakan pesta/hajatan (Wawancara dengan Ibu Elly,
Desa Sukasejati, 12 Oktober 2013).

e. Tata Kelola Komunitas dan Pengambil Keputusan


Secara formal warga menyadari bahwa Kepala Desa merupakan pimpinan yang ada di
wilayah desa masing-masing. Di tingkat RT/RW komunitas dikoordinir oleh Ketua RT/RW yang
akan membantu warga megelola lingkungannya. Selain itu sebagian warga juga masih mengakui
keberadaan tokoh agama/ustad dan ustadzah sebagai orang yang dianggap dapat membantu
menyelesaikan masalahnya. Penyelesaian masalah yang menyangkut kepentingan bersama,
maka Kepala Desa akan mengundang para Ketua RT/RW dan tokoh agama dan masyarakat serta
komponen-komponen lainnya seperti pihak Kepolisian untuk membahas persoalan tersebut.
Warga sudah sangat mengenal orgaisasi masyarakat/LSM yang ada di lingkungannya. Ada
organisasi yang dapat membantu mereka dalam menyelesaikan masalah seperti PNPM Mandiri,
namun ada juga yang menawarkan bantuan atau memberikan advokasi atas persoalan
lingkungan hidup. Warga dapat menyampaikan keluhan-keluhannya kepada staf kantor desa
terkait dengan aktivitas pembangunan pabrik di lingkungan mereka dan pihak desa menjanjikan
akan membicarakan langsung dengan pihak perusahaan. Akhir-akhir ini warga Desa Sukasejati
sering terganggu dengan suara bisingdari aktivitas pembangunan pabrik yang akan berdiri di
lingkungannya. Warga sebelumnya telah mendapatkan sosialisasi dari pertemuan di kantor desa
tentang keberadaan pabrik tersebut dan risiko-risiko yang akan dialaminya, seperti suara bising,
kelangkaan air, limbah pabrik dan lain sebagainya . Berdasarkan informasi dari staf desa bahwa
Desa telah membuat kesepakatan tertentu dengan pihak pabrik.

f. Pengelolaan Potensi Ekonomi Warga


Kecamatan Cikarang Selatan merupakan daerah transisi perubahan dari wilayah agraris
menjadi industri di masa yang akan datang. Beberapa area persawahan sudah kosong tidak
ditanami karena oleh pemiliknya sudah dialihkan kepada pihak lain. Terlihat beberapa area
persawahan dimanfaatkan sebagai area pembuatan batu bata. Beberapa area pembuatan bata
merah kini juga tampak kosong karena telah berhenti beraktivitas. Beberapa sumber
mengatakan bahwa pemilik lahan sudah menjual tanahnya kepada pengusaha untuk didirikan
pabrik. Dampak dari peralihan fungsi tanah ini warga yang sebelumnya bekerja sebagai buruh
sawah atau buruh bata merah sekarang menganggur dan secapatnya harus mencari pekerjaan
lain. Beberapa warga bekerja sebagai buruh bangunan di proyek pembangunan pabrik yang ada
di sekitar desanya atau menunggu nantinya akan bekerja di pabrik bila nanti siap beroperasi.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga warga mulai bekerja sebagai pedagang dengan membuka
warung atau berdagang keliling. Bila tidak ada modal yang cukup, maka warga memanfaatkan
hadirnya kompleks perumahan dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga (bagi wanita)
atau sebagai petugas keamanan. Belum ada bantuan permodalan maupun pendampingan
dalam pengelolaan usaha kecil bagi warga.

268
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

3. Kecamatan Muara Gembong


a. Kondisi Geografis, Ekonomi dan Sosial Budaya
Kondisi geografis wilayah Kecamatan Muara Gembong adalah gabungan antara tanah
daratan dan perairan dengan luas keseluruhan 14.009 ha. Sebelah utara berbatasan langsung
dengan Laut Jawa dan terdapat aliran Sungai Citarum yang dimanfaatkan warga untuk sarana
transportasi dan usaha perikanan. Jumlah penduduknya sekitar 35.600 orang dengan 8500
Kepala Keluarga membuat Kec. Muara Gembong menjadi kawasan yang paling rendah
kepadatan penduduknya, yaitu hanya 254 jiwa/km persegi.
Penduduk Kec. Muara Gembong sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, baik itu
nelayan budidaya ikan, nelayan perikanan tangkap maupun petani rumput laut. Saat ini sudah
sulit dibedakan mana penduduk asli dan penduduk pendatang karena memang sudah berbaur.
Warga pendatang berasal dari kawasan pesisir Pulau Jawa seperti dari Serang-Banten, Cirebon,
Bugis dan wilayah sekitar Marunda-Jakarta.

b. Ketersediaan Fasilitas Umum dalam Komunitas


Fasilitas bangunan sekolah hanya tersedia hingga SLTA, termasuk sekolah kejuruan dan
pesantren. Di beberapa desa ternyata minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya masih
rendah. Fasilitas air bersih masih terbatas dan bila musim hujan sering banjir. Jaringan listrik
telah dapat dinikmati warga termasuk jaringan telepon seluler. Fasilitas kesehatan tersedia
puskesmas yang dapat diakses warga dengan jadwal kunjungan dokter yang tidak setiap hari.
Pasar dan bank hanya tersedia di kota kecamatan. Saranan jalan raya sebagian besar sudah
dibeton namun ketersedian transportasi umum selama ini dilayani oleh ojek motor. Air bersih
dilayani oleh PDAM namun karena pasokannya kecil maka warga banyak menggunakan air
tanak tanah untuk mandi dan cuci.

c. Relasi Antar Warga


Relasi antar warga berlangsung lebih intens di antara warga yang memiliki profesi yang
sama, seperti antar nelayan. Hal ini disebabkan mereka memiliki kesamaan aktivitas di lokasi
yang sama juga dengan pedagang yang memasok kebutuhan nelayan. Hal ini juga disebabkan
karena jarak antara rumah yang satu dengan yang lain relatif berjauhan. Salah satu desa yang
memiliki warga nelayan paling banyak adalah desa Pantai Mekar. Dalam komunitas nelayan,
warga telah berhasil menyusun jaringan kelembagaan di kalangan internal untuk mendukung
kegiatan penangkapan ikan, dengan membentuk kelompok-kelompok usaha bersama.
Kelompok ini mengatur sendiri aktivitas organisasinya dengan memanfaatkan jaringan kerja
sama dengan pihak pemerintah (kantor dinas perikanan dan kelautan setempat). Warga nelayan
memiliki kebiasaan menanam kembali tangkai pohon bakau yang mereka temukan di kawasan
perairan. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa pohon bakau merupakan pohon kehidupan
bagi warga. Akar bakau yang mereka tanam itu nantinya akan menjadi rumah bagi ikan dan
rajungan untuk bertelur dan berkembang biak. Rajungan merupakan hasil andalan bagi
masyarakat Muara Gembong.

269
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

d. Aksi Kolektif dan Solidaritas


Kerja bakti dilakukan warga ketika ada arahan dari kantor desa atau kecamatan misalnya
untuk kegiatan perbaikan jalan kampung, atau ada perayaan keagamaan dan hari besar nasional
seperti Agustusan. Kegiatan ini warga perlu dimotivasi sedemikian rupa agar kegiatan berjalan
lancar. Hal ini disebabkan karena warga (laki-laki) harus mulai bersiap dari pagi hingga siang
untuk melaut pada sore atau malam harinya. Kegiatan bersama yang rutin dilakukan itu seperti
pengajian (majlis taklim) yang dilakukan secara bergantian di rumah warga atau di musholla.
Bantuan suka rela diberikan kepada warga yang sedang menyelenggarakan acara
perkawinan/khitanan atau bila ada warga yang meninggal dunia. Warga juga bersama-sama
berkontribusi menjaga keamanan perairan dari perilaku nelayan dari luar wilayah yang
merugikan nelayan lokal, seperti melakukan aktivitas “garok” atau menangkap ikan
menggunakan jaring yang dapat merusak lingkungan.

e. Tata Kelola Komunitas dan Pengambilan Keputusan


Rapat koordinasi di tingkat kecamatan yang dihadir oleh para Kepala Desa dan jajarannya
di Kecamatan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang kondisi terkini
dari aktivitas warga. Selain itu forum ini juga merupakan forum sosialisai program dan
pembahasan pelaksanaan program agar sampai ke masyarakat. Dalam pelaksanaan program
maka pihak Desa akan berdiskusi dengan berbagai elemen dari masyarakat seperti dari tokoh
agama, tokoh masyarakat dan pemuda setempat. Upaya warga untuk menjalin kerja sama
dengan institusi lain pernah dilakukan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia di
bidang perikanan dan perbaikan lingkungan. Namun secara organisasi masih diperlukan
pemahaman kepada anggota tentang tata cara berorganisasi dengan benar (Wawancara dengan
Bpk Wawan, Desa M.Gembong, 27 September 2013).

f. Pengelolaan Potensi Ekonomi Warga


Potensi perikanan dari warga Muara Gembong sangatlah besar, khususnya aneka ikan
tangkap, ikan budidaya dan rumput laut. Potensi ini belum mendapat dukungan finansial dari
lembaga keuangan. Hingga saat ini warga mengandalkan pinjaman modal dari para bakul ketika
akan melaut. Keberadaan koperasi dirasakan belum memberikan manfaat bagi para nelayan.
Inisiatif warga untuk membangun jaringan dengan institusi lain merupakan langkah maju bagi
peningkatan SDM. Keberadaan jalan raya yang menghubungkan Kec. Muara Gembong dengan
desa-desa lain di sekitarnya sangat penting. Saat ini jalur pengiriman hasil laut hanya
menggunakan jalur laut. Apabila jalur darat diperbaiki maka potensi ekonomi warga akan dapat
dikembangkan dan aktivitas perdagangan akan lebih ramai.
Berdasarkan hasil temuan lapangan, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik modal
sosial yang berkembang di Kabupaten Bekasi mengarah kepada karakteristik atau tipologi dari
Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital). Hal ini terlihat dalam beberapa ciri
antara lain (Alfitri, 2011): 1) Adanya prinsip persamaan yang anut oleh komunitas/warga bahwa
setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan peran

270
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

sosialnya, termasuk dalam aktivitas ekonominya. Prinsip ini terlihat bahwa setiap warga berhak
untuk mendapatkan layanan pendidikan, kesehatan, administrasi desa dan sebagainya dengan
tingkatan kualitas yang beragam tergantung kepada kondisi wilayah masing-masing; 2) Adanya
prinsip kebebasan, di mana setiap warga berhak untuk menyampaikan ide dan pendapatnya
baik secara langsung maupun melalui pihak lain yang mewakilinya. Masyarakat memberikan
kebebasan untuk mengembangkan idenya dalam bentuk aktivitas-aktivitas kreatif baik yang
bersifat individual maupun kolektif. Hal ini terlihat dalam pembentukan kelompok usaha
bersama di kalangan nelayan di Kec. Muara Gembong dan kelompok “paketan” di kalangan ibi-
ibu di Kec. Cikarang Selatan. Kelompok-kelompok ini terbentuk oleh adanya rasa saling percaya
sesama anggota bahwa mereka akan mentaati kesepakatan yang telah dibuat dengan sukarela;
3)Adanya prinsip kemajemukan dan humanitarian, yang tampak pada latar belakang suku dan
budaya warga dalam komunitas yang beragam. Namun dalam relasi antar warga tidak terkotak-
kotak berdasarkan ikatan primordial melainkan menunjukkan relasi yang menghargai perbedaan
untuk mencapai tujuan bersama. Rasa kemanusian antar warga ditunjukkan dalam bentuk aksi-
aksi solidaritas untuk membantu anggota masyarakat lain yang membutuhkan pertolongan atau
untuk memenuhi kebutuhan bersama. Bentuk Modal Social yang Menjembatani (Bridging Social
Capital) ini biasanya akan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan
kemajuan dan kekuatan masyarakat (Alfitri, 2011).

Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Penyelesaian Konflik Sosial Ekonomi


Dalam kehidupan sosial sehari-hari tidak dapat terlepas dari adanya perselisihan antar
warga masyarakat, baik itu berbentuk keluhan, konflik maupun sengketa yang diakibatkan oleh
serangkaian interaksi sosial antar anggota masyarakat itu sendiri. Adapun pengelolaan
perselisihan tersebut tentunya berbeda tergantung pada karakteristik masyarakatnya. Semakin
kompleks kehidupan masyarakatnya maka semakin rumit penyelesaian perselisihannya
(Saptomo, 2010). Ada 2 (dua) mekanisme penyelesaian perselisihan yang dapat dipilih, yaitu
penyelesaian sesuai dengan mekanisme hukum (litigasi) atau masyarakat dapat memilih
mekanisme yang kedua, yaitu penyelesaian konflik berdasarkan potensi lokal. Penyelesaian
model kedua ini ternyata dapat diterapkan baik dalam jenis masyarakat yang guyub
(gemeinschaft) maupun dalam masyarakat gessellschaft, karena dianggap relatif efisien dan
memuaskan para pihak (Saptomo, 2010). Penyelesaian konflik berdasarkan potensi lokal ini
artinya konflik diselesaikan menurut budaya masyarakat setempat, termasuk di dalamnya
adalah tata nilai, norma dan kebiasaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik, dijelaskan dalam
Pasal 1.2 bahwa penanganan konflik (sosial) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dan terencana dalam situasi dan peritiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah
terjadinya konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan
pascakonflik. Dalam penelitian ditemukan potensi konflik maupun konflik yang pernah terjadi
adalah konflik yang terkait dengan akses warga terhadap kegiatan ekonomi yang merasa
dibatasi oleh persyaratan formal yang tidak dapat dipenuhi dan pemanfaatan potensi ekonomi

271
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

daerah yang tidak merata, seperti hak warga untuk menikmati dana CSR dari perusahaan yang
didirikan di wilayahnya. Penanganan konflik ini antara lain bertujuan untuk menciptakan
kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera; memelihara kondisi damai
dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan; meningkatkan tenggang rasa dan
toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan melindungi jiwa, harta benda,
serta sarana dan prasarana umum.
Pencegahan konflik merupakan langkah awal yang harus dilakukan tidak hanya oleh
aparat pemerintah tetapi juga oleh peran serta masyarakat dengan cara: a) memelihara kondisi
damai, yang dilakukan dengan mengembangkan potensi modal sosial yang dimilik warga seperti
penghargaan warga atas adanya perbedaan diantara mereka, menjaga sikap toleransi dan saling
menghormati kebebasan menjalankan ajaran agamanya, dan mengakui persamaan hak dan
kewajiban. b) mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai; c) meredam
potensi konflik dan membangun sistem peringatan dini ini merupakan kewajiban dari
pemerintah agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan tetap memperhatikan aspirasi
masyarakat, mengintensifkan dialog antarkelompok masyarakat, menegakkan hukum tanpa
diskriminasi, melestarikan Pancasila dan nilai-nilai kearifan lokal dan membangun sinergi yang
harmonis dengan kelompok masyarakat untuk membangun kemitraan dengan pelaku usaha di
daerah setempat.

PENUTUP

Dari hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik modal sosial yang berkembang di Kabupaten Bekasi mengarah kepada
karakteristik atau tipologi dari Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital).
Hal ini terlihat dalam beberapa ciri antara lain:
a. Adanya prinsip persamaan yang anut oleh komunitas/warga bahwa setiap anggota
masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan peran
sosialnya, termasuk dalam aktivitas ekonominya. Prinsip ini terlihat bahwa setiap
warga berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan, kesehatan, administrasi desa
dan sebagainya dengan tingkatan kualitas yang beragam tergantung kepada kondisi
wilayah masing-masing
b. Adanya prinsip kebebasan, di mana setiap warga berhak untuk menyampaikan ide
dan pendapatnya baik secara langsung maupun melalui pihak lain yang mewakilinya.
Masyarakat memberikan kebebasan untuk mengembangkan idenya dalam bentuk
aktivitas-aktivitas kreatif baik yang bersifat individual maupun kolektif. Hal ini
terlihat dalam pembentukan kelompok usaha bersama di kalangan nelayan di Kec.
Muara Gembong dan kelompok “paketan” di kalangan ibi-ibu di Kec. Cikarang
Selatan. Kelompok-kelompok ini terbentuk oleh adanya rasa saling percaya sesama
anggota bahwa mereka akan mentaati kesepakatan yang telah dibuat dengan
sukarela.

272
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

c. Adanya prinsip kemajemukan dan humanitarian, yang tampak pada latar belakang
suku dan budaya warga dalam komunitas yang beragam. Namun dalam relasi antar
warga tidak terkotak-kotak berdasarkan ikatan primordial melainkan menunjukkan
relasi yang menghargai perbedaan untuk mencapai tujuan bersama. Rasa
kemanusian antar warga ditunjukkan dalam bentuk aksi-aksi solidaritas untuk
membantu anggota masyarakat lain yang membutuhkan pertolongan atau untuk
memenuhi kebutuhan bersama.
2. Keberadaan modal sosial dalam masyarakat dapat dioptimalkan dalam penyelesaian
konflik sudah dapat dimulai dari upaya pencegahan terjadinya konflik melalui upaya
penciptaan kondisi yang damai, aman dan tenteram dalam masyarakat dengan melakukan
stimulasi terhadap unsur-unsur modal sosial yang berkembang dalam masyarakat.
Merupakan tugas pemerintah dan warga masyarakat untuk mengembangkan ide untuk
menjalin kemitraan antara warga, pemerintah dan pelaku usaha setempat, selain untuk
menjaga stabilitas keamanan dalam berusaha tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan warga sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Alfisari, 2008. “Analisa Model Sosial dalam Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin di Keluarga
Miskin di Kelurahan Jaya – Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor (Laporan Penelitian)”.

Alfitri, 2011.”Community Development: Teori dan Aplikasi”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ambara, I Gede Adi, Pudjihardjo dan Asfi Manzilati, 2010. “Peran Modal Sosial Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Desa Adat/Pakraman (Studi Kasus Lembaga Perkreditan Desa,
Desa Pakraman Tibubiyu, kabupaten Tabanan, Bali)” (Laporan Penelitian).

Darwanto, Harry. 2003. “Prinsip-prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah”.


www.bapennas.go.id. Diakses 6 Maret 2012

Edi Suharto, tanpa tahun.“Modal Sosial dan Kebijakan Publik” (Artikel), www.bapennas.go.id.
diakses 1 Maret 2012.

Harjonno,DK. 2007. “Hukum Penanaman Modal”. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.

Saptomo, Ade. 2010. “Hukum dan Kearifan Lokal”. Jakarta: Grasindo.

Sembiring, Sri Alem dan Lister Berutu. 2004. “Modal Sosial Dalam Komunitas Kuta Etnis Karo
dan Relevansinya Dengan Otonomi Daerah” (Laporan Penelitian).

Soetandyo Wignjosoebroto, 2011, “Ragam-ragam Penelitian Hukum” dalam buku “Metode


Penelitian Hukum: Refleksi dan Konstelasi”, Editor:Sulistyowati Irianto dan Sidharta,
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia\

273
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Supancana, IBR. 2006. Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia. Jakarta.
Ghalia Indonesia.

Suradi, 2006, “Peran kapital Sosial dalam Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat (Studi Kasus
di Sulawesi Tengah)”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial,
Vol.11, No.2.

Wisnubroto, A. 2010. Quo Vadis Tatanan Hukum Indonesia. Yogyakarta. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.

274
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

MENINJAU PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN SEBAGAI KOMUNITAS ASEAN


TERHADAP NEGARA INDONESIA

Safia Renhoat
Staf Subbidang Kepegawaian dan Hukum, BPS Provinsi Maluku Utara, Mahasiswa PS Statistik
(UPBJJ Kota Ternate), FMIPA-UT
Email: soffisafia@gmail.com

Abstrak
Penelitian/Pengkajian ini memiliki tujuan yaitu; (1). Untuk melihat pengaruh pereknomian
Negara Indonesia dan 9 anggota negara ASEAN terhadap ASEAN Komunitas.(2) Untuk melihat
pengaruh keruangan perekonomian antara Negara Indonesia dan 9 anggota negara ASEAN
tersebut. Dan (3) Untuk dapat digunakan Pemerintah, Mahasiswa, LSM, pada peneliti sebagai
bahan kajian yang membuat teori baru sebagai pernyataan kesalahan dan kekurang sempurna
atau dijadikan bahan referensi dalam berbagai karya penulisan lainnya. Metodologi yang
dilakukan dalam penelitian/pengkajian ini adalah lebih pada metodologi secara kualitiatif yaitu
data-data dikumpulkan dan di analisis secara deskritif dan melakukan perbandingan secara
regresi dengan metode LS Least Squares (NLS and ARMA) dengan menggunakan program
aplikasi Eviews 6. Metode ini lebih mudah digunakan dan dalam menjelaskannya lebih dapat
memperlihatkan perbandingan, pengaruh dengan hasil akhir yang diinginkan apakah std.error,
coefficient, Prob, R-squared, Adjusted R-squared, S.E. of Regression, Sum squared resid, log
likehood, F-statistic, meand dependent var, S.D. dependent var, akaike info criterion, Schwarz
criterion, hannan-Quian criter, Durbin-watson stat, dan dalam bentuk grafik atau perhitungan
lainnya. Dari hasil penelitian/pengkajian didapatkan kesimpulan bahwa pengaruh Gross
Domestic Product Tahun 2010-2014 dan keruangan ekonomi memiliki pengaruh yang sangat
signifikan bagi setiap negara karena disebabkan berbagai faktor pendekatan produksi,
pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran,atas dasar harga pasar, angka perkapita,
ekspor-impor, inventori, modal tetap bruto, Dan melalui program Eviews dapat diestimasi nilai
X 5 = 0,837956 menandakan bahwa perbedaan dari perubahan nilai Gross Domestic Product
Tahun 2010-2014 Indonesia (Y) mampu menjelaskan secara serentak oleh variabel-variabel
Gross Domestic Product tahun 2010-2014 pada 9 negara anggota ASEAN
X1 , X 2 , X 3 , X 4 , X 5 , X 6 , X 7 , X 8 , X 9 sebesar untuk beberapa variabel yang
dikelompokkan mampu dijelaskan oleh variabel-variabel independen sebesar 83,7956%,
sedangkan sisanya sebesar 16,20443% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak masuk dalam
model.
Analisis selanjutnya, adalah mengetahui kriteria ekonomi di mana 2 variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel Y, yaitu X 4 dan X 5 . Hal ini ditandai bahwa t-stat
untuk koefisien regresi masing-masing variabel bebas tampak lebih besar dibandingkan t-tabel

275
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

pada level 5% dan degree of freedom sebesar 4. Untuk variabel X 4 t-stat=8.010470 > t-tabel
(0.05, 4) = 2,776445. Kemudian variabel X 5 t-stat= 12.46937 > t-tabel (0.05, 4) = 2.776445.
Sementara X 1 , X 2 , X 3 , X 4 , X 5 , X 6 , X 7 tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y.
Hal ini ditandai bahwa t-stat untuk koefisien regresi variabel bebas tampak lebih kecil
dibandingkan t-tabel pada alpha/level 5% dan degree of freedom sebesar 4 .Untuk variabel X 1
t-stat= -0.510781, t-tabel (0.05, 4) = 2.776445
X 2 t-stat = -3.247704 t-tabel (0.05,4) = 2.776445, X 3 t-stat = 2.129378 t-tabel (0.05, 4) =
2.776445, X 6 t-stat = -6.475947 t-tabel (0.05, 4) = 2.776445, X 7 t-stat = -0.193321 t-tabel
(0.05,4) = 2.776445, X 8 t-stat= 0.294627 t-tabel (0.05, 4) = 2.776445, X 9 t-stat = 0.277919
t-tabel (0.05, 4) = 2.776445
Kemudian pengujian secara serentak/bersama-sama untuk melihat ada tidaknya
pengaruh yang signifikan secara bersama-sama, pengujian ini melibatkan 9 variabel ( X 1 − X9 )
terhadap variabel Y. Pengujian secara serentak menggunakan distribusi F yaitu membandingkan
antara F-stat dengan F-tabel Hasil melalui program eviews diperoleh F-stat= 74,7566 > F-tabel
(0,05;5;2,5)= 19,29641 maka dapat disimpulkan bahwa variabel ( X 1 − X 9 ) secara serentak
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan variabel Y.
Implikasi temuan terhadap ekonomi Indonesia pada Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah
1. Terbentuknya Keruangan Baru yaitu seperti penjelasan di bawah ini
2. Terdapat fungsi 9 variabel bebas dan 1 variabel tak bebas (terikat)
3. Dalam keruangan terdapat ruang dimensi 10
4. Terdapat bentuk Bangunan dekagon dalam keruanggan negara anggota ASEAN dalam
keterkaitanya
5. Muncul pernyataan
a. Setiap negara memiliki kesempatan untuk dipilih dan memilih dalam kegiatan
masyarakat ekonomi ASEAN dalam ASEAN Comunicty
b. Setiap Negara akan memiliki tingkatan atau level terpilih dan memilih.
c. Terbentuknya relasi pada daerah yang ditujuh yang disebut range
d. setiap negara akan memiliki permasalahaan sesuai dengan keruangan garis diagonal
yaitu bangunan dekagon yang muncul.
e. Tidak kuatnya setiap negara dalam menjaga proses perdagangan bebas yang akan
terjadi
f. Indonesia dapat disebut sebagai negara domain yang memiliki fungsi di setiap
negara anggota ASEAN tersebut
g. Bangunan keruangan yang terjadi dapat disebut sebagai Keruangan Dekagon
Orange.
h. Seperti gambar di atas.

276
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

6. Pengaruh Gross Domestik Bruto memiliki peranan yang cukup tinggi dalam melihat proses
kerja sama masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut karena perhitungannya mulai dari faktor
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran,atas dasar harga
pasar, angka perkapita, ekspor-impor, inventori, modal tetap bruto

Kata Kunci: Perekonomian, Keruangan Komunitas ASEAN, aplikasi Eviews

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

ASEAN Community (Comuniti ASEAN) merupakan kumpulan dari 10 negara yang berada
di ASEAN tenggara yaitu; Indonesia, Malaysia, Philipphines, Singapore, Thailand, Brunei
Darussalam, Vietnam, Lao PDR (Laos) , Myanmar, Cambodia (Kamboja). ASEAN community telah
dirancang atau di pikirkan oleh para pemimpin semenjak KTT ASEAN ke-9 tahun 2003, akan
tetapi dalam KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para pemimpin menegaskan komitmen
kuat mereka untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 dan
menandatangani Dekralrasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada
tahun 2015. Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar, yaitu komunitas politik keamanan ASEAN,
komunitas ekonomi ASEAN dan komunitas social-budaya ASEAN. Setiap pilar memiliki cetak biru
yang sendiri, dan bersama-sama dengan Initiative for ASEAN Integration (IAI) Kerangka Kerja
Strategis dan Rencana Kerja IAI Tahap II (2009-2015), mereka membentuk Roadmad untuk
komunitas ASEAN 2009-2015.(ASEAN:2015)
Karakteristik perekonomian negara-negara anggota ASEAN ini menjadi pertanyaan besar
yang akan mempengaruhi negara Indonesia sebagai suatu negara tujuan dalam komunitas
ASEAN yang dibentuk. Untuk itulah maka diambilah contoh penelitian pada Gross Domestic
Product (GDP) negara-negara anggota ASEAN. Bagaimana pengaruh Gross Domestic Product
(GDP) negara-negara anggota ASEAN tersebut terhadap Indonesia dalam series waktu 2010-
2014, faktor ekonomi yang dikembangkan di negara-negara tersebut serta letak keruangan dan
strategis negara-negara anggota ASEAN dalam pengembangan pereknomian di negara
Indonesia.
Pendekatan dan semua tinjauan ini dapat dilihat dan didapatkan dalam website-website
yang berpengaruh penting di dalam negara-negara anggota ASEAN tersebut. Website tersebut
adalah Website World Bank , Webset ASEAN, Website Statistic untuk 10 negara anggota ASEAN
yang menjabarkan secara terstruktur mengenai keadaan negara tersebut dalam ekonomi, sosial
kependudukan dan juga pertanian.
Kemajuan ilmu pengetahuan saat ini juga semuanya tidak terlepas dari Data Statistik yang
memberikan penjelasan lebih detail mengenai keadaan 10 negara ASEAN tersebut, yang
membuat penelitian ini lebih berpengaruh langsung pada keadaan negara ASEAN baik ASEAN
Community-nya maupun berbagai bentuk kerja sama dan sistem pemerintahannya.

277
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Banyak penjelasan yang tidak pernah mengkaji dan menjelaskan lebih detail mengenai
negara-negara ASEAN tersebut, kita lebih mengenalnya dalam berbagai media komunikasi
seperti televise, radio dan website yang lebih karena suatu fenomena dan peristiwa saat
kejadian tersebut, padahal banyak hal yang akan didapatkan jika kita mempelajari dalam
website statistiknya tersebut. Karena data yang diberikan dan dipublikasikan sudah up to date,
berkualitas dan terpercaya.
Metode penelitian ini lebih pada metodologi secara kualitiatif yaitu data-data
dikumpulkan dan di analisis secara deskritif dan melakukan perbandingan secara regresi
dengan metode LS Least Squares (NLS and ARMA) dengan menggunakan program aplikasi
Eviews 6. Metode ini lebih mudah digunakan dan dalam menjelasannya lebih dapat
memperlihatkan perbandingan, pengaruh dengan hasil akhir yang diinginkan apakah std.error,
coefficient, Prob, R-squared, Adjusted R-squared, S.E. of Regression, Sum squared resid, log
likehood, F-statistic, meand dependent var, S.D. dependent var, akaike info criterion, Schwarz
criterion, hannan-Quian criter, Durbin-watson stat, dan dalam bentuk grafik atau perhitungan
lainnya.
Memasuki akhir tahun 2015 tepatnya tanggal 31 Desember 2015, Negara Indonesia akan
melaksanakan suatu kesepakatan perjanjian kerja sama yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). Adanya Peluang dan tantangannya kita dapat
pelajari dari Perekonomian 10 negara anggota ASEAN serta keadaan keruangan negara-negara
tersebut.
Peninjauan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perekonomian 9 negara
anggota ASEAN terhadap negara Indonesia dalam hal ini lebih pada Gross Domestic Product-nya
(GDP) dengan series waktu tahun 2010-2014, peluang dengan adanya pasar bebas dan
tantangan-tantangannya setelah membaca semua analisis dan keruangannya. Dengan demikian
negara Indonesia dapat melakukan kerja sama yang juga memperhatikan segala gejala dan
masalah yang mungkin akan terjadi dan juga dapat mengatasinya dengan memperhitungkan
keadaan analisis tersebut.

B. FOKUS PENELITIAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Fokus penelitian di sini adalah Peluang dan tantangan Negara Indonesia dalam Komunitas
ASEAN 2015
1. Bagaimana Meninjau perekonomian 9 negara anggota ASEAN sebagai komunitas ASEAN
terhadap negara Indonesia? Peninjauan di sini adalah pada Gross Domestic Product
Tahun 2010-2014 yang ada!
2. Bagaimana pengaruh Gross Domestic Product Tahun 2010-2014 untuk 9 negara anggota
ASEAN terhadap negara Indonesia.
3. Meninjau keruangan yang ada di 9 negara anggota ASEAN tersebut terhadap negara
Indonesia.

278
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari pengkajian ini adalah


1. Untuk melihat pengaruh pereknomian Negara Indonesia dan 9 anggota ASEAN terhadap
ASEAN Komunitas.
2. Untuk melihat pengaruh keruangan antara Negara Indonesia dan 9 anggota negara ASEAN
tersebut.
3. Untuk dapat digunakan Pemerintah, Mahasiswa ,LSM, pada peneliti sebagai bahan kajian
yang membuat teori baru sebagai pernyataan kesalahan dan kekurang sempurnaan atau
dijadikan bahan referensi dalam berbagai karya penulisan lainnya.

A. Paradigma
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Metodologi Penelitian Kuantitatif, dengan melakukan pengumpulan data pada website
Bank Dunia dan juga Website Statistik di 10 negara anggota ASEAN tersebut yang berkaitan
dengan penelitian ini kemudian di analisis.(Asumsi yang dapat dibentuk ada pengaruh timbale
balik antara 10 negara tersebut dalam perekonomian dan keruangannya )

B. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Pemerintah, pimpinan dapat menggunakan sebagai pengambil keputusan dan melakukan
analisis kembali bahan kajian ini sebagai informasi dalam perencanaan keadaan ekonomi
ke depan.
2. Dapat menjadi referensi memberikan perbandingan perekonomian negara yang
disesuaikan dengan 9 negara anggota ASEAN lainnya
3. Bagi ilmu pengetahuan dapat menggunakan ini sebagai data awal referensi mengenai
keadaan negara-negara ASEAN dengan menggunakan data statistik yang up to date dan
terpercaya sehingga dalam memberikan informasi bagi mahasiswa dan masyarakat lebih
mudah dan terpercaya serta dapat membantu pembangunan pereknomian dan bidang
lainnya.

BAB II
ACUAN TEORI

A. Acuan Teori (berkaitan dengan Fokus Penelitian)


Meninjau perekonomian negara-negara ASEAN sebagai komunitas ASEAN terhadap
negara Indonesia, peluang dan tantangannya.

279
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

B. Acuan Teori (Sub fokus 1)


Pengaruh Gross Domestic Product untuk 9 negara anggota ASEAN terhadap Negara
Indonesia

C. Acuan Teori (Sub fokus 2),


Pengaruh Keruangan 9 negara anggota ASEAN terhadap negara Indonesia

DEFENISI-DEFENISI
(ASEAN:2015) The Association of Southeast ASEAN Nations, or ASEAN, was established on 8
Agustust 1967 in Bangkok, Thailand, with the signing of the ASEAN Declaration (Bangkok
Declaration) By The Founding Fathers of ASEAN, namely Indonesia, Malaysia, Philippines,
ingapore and Thailand.
Brunei Darussalam then joined on 7 January 1984, Viet Nam on 28 July 1995, Lao PDR and
Myanmar 0n 23 July 199, and Cambodia on 30 April 1999, making up what is today the ten
Member States of ASEAN.

AIMS AND PURPOSES


As set out in the ASEAN Declaration, the aims and purposes of ASEAN are:
1. To accelerate the economic growth, social progress and cultural development in the
region thought joint endeavours in the spirit of equality and partnership in order to
strengthen the foundation for a prosperous and peaceful community of Southeast Asian
Nations;
2. To promote regional peace and stability though abiding respect for justice and the rule of
law in the relationship among countries of the region and region and adherence to the
principles of the United Nations Charter;
3. To promote active collaboration and mutual assistance on matters of common interst in
the economic, social, cultural, technical, scientific and administrative spheres;
4. To provide assistance to each other in the form of training and research in the
educational, professional, technical and administrative spheres;
5. To collaborate more effectively for the greater utilization of their agriculture and
industries, the expansion of their trade, including the study of the problems of
international commodity trade, the improvement of their transportation and
communication facilities and the raising of the living standards of their peoples;
6. To promote Southeast Asian studies; and
7. To maintain close andbeneficial cooperation with existing international and regional
organitations with similar aims and purposes, and explore all avenues for even closer
cooperation among themselves.

280
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

FUNDAMENTAL PRICIPLES
In their relations with one another, the ASEAN Member States have adopted the following
fundamental principles, as contained in the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia
(TAC) of 1976.
1. Mutual respect for the independence, sovereighty, equality, territorial integrity, and
national identity of all nations;
2. The right of every State to lead its national existence free from external interference,
subversion or coercion;
3. Non-interference in the internal affairs of one another.
4. Settlement of differences or disputes by peaceful manner;
5. Renunciation of the threat or use of force; and
6. Effective cooperation among themselves.

ASEAN COMMUNITY
The ASEAN Vision 2020, adopted by the ASEAN Leaders on the ASEAN, agreed on a shared
vision of ASEAN as a concert of Southeast Asian nations, outward looking, living in peace,
stability and prosperity, bonded together in partnership in dynamic development and in a
community of caring societies.
At the 9th ASEAN Summit in 2003, the ASEAN Leadders resolved that an ASEAN
Community shall be established.
At the 12th ASEAN Summit in January 2007, the Leadders affirmed their strong
communitment to accelerate the establishment of an ASEAN Community by 2015 and signed
the Cebu Declaration on the Establishment of an ASEAN Community by 2015.
The ASEAN Community is community is comprised of three pillars, namely the ASEAN
Political-Security Community, ASEAN Economic Community and ASEAN Social-Culture
Community. Each pillar has its own ZBlueprint, and together with the Intiative for ASEAN
Integration (IAI) Strategic Framework and IAI Work Plan Phase II ( 2009-2015) , they form the
Roadmap for an ASEAN Community 2009-2015.

ASEAN CHARTER
The ASEAN Charter serves as a firm foundation the ASEAN Community by providing legal
status and institutional framework for ASEAN. It also codifies ASEAN norms, rules and values,
sets clear targets for ASEAN, and presents accountabilityand compliance.
The ASEAN Charter entered into force on 15 Desember 2008. A gathering of the ASEAN
Foreign Ministers was held at the ASEAN Secretariat in Jakarta to mark this very history occasion
for ASEAN.
With the entry into force of the ASEAN Charter, ASEAN will benceforth operate under a
new legal framework and establish a number of new organs to boost its comy-building process.

281
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

In effct, the ASEAN Charter has become a legally binding agreement among the 10 ASEAN
Member States.It will also be registered with the Secretariat of the United Nations, pursuant to
Article 102, Paragraph 1 of the Charter of the United Nations.
The importance of the ASEAN Charter can be seen in the following contexts:
- New political commitmen at the top level
- New and enhanced commitments
- New legal framework legal personality
- New ASEAN bodies
- Two new openly-recruited DSGs
- More ASEAN meetings
- More roles of ASEAN Foreign Ministers
- New and enhanced role of the Secretary-General of ASEAN
- Other new initiatives and changes

ASEAN Econommic Community


(ASEAN:2015)The ASEAN Economic Community (AEC) shall be the goal of regional economic
integration by 2015. AEC envisages the following key characteristics;
(a) A single market and production base,
(b) A highly competitive economic region,
(c) A region of equitable economic development, and
(d) A region fully integrated into the global economy.

The AEC areas of cooperation include human resources development and capacity builing;
recognition of professional qualification; closer consultation on macroeconomic and financial
policies; trade financing measures; enhanced infractruture and communications connectivity;
development of electronic transactions through e-ASEAN; integrating industries across the
region to promote region sourcing; and enhancing private sector involvement for the building of
the AEC,in short, the AEC will transform ASEAN into a region with free movement of goods,
services, investment, skilled labour, and freer flow of capital.

ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint


The ASEAN leaders adopted the ASEAN Economic Blueprint at the 13th ASEAN Summit on
20 November 2007 in Singapura to serve as a coherent master plan guiding the establishment of
the ASEAN Economic Community 2015.

Definisi Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product


BPS(2014:547)Penghitungan Statistikneraca nasional yang digunakan di sini mengikuti
buku petunjuk yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dikenal sebagai” Sistem
Neraca Nasional”. Namun, penerapan statistic neraca nasional tersebut telah disesuaikan
dengan kondisi social-ekonomi Indonesia.

282
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

(BPS :2015) Pengertian Pendapatan Nasional merupakan salah satu indikator penting
untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik
Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada
dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu
negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh
unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga
konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga
yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.
PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur
ekonomi, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari
tahun ke tahun.

Dari data PDB dapat juga diturunkan beberapa indikator ekonomi penting lainnya, seperti:
1. Produk Nasional Bruto
Yaitu PDB ditambah dengan pendapatan neto dari luar negeri. Pendapatan neto itu sendiri
merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal ) milik penduduk
Indonesia yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan yang sama milik
penduduk asing yang diperoleh di Indonesia.
2. Produk Nasional Neto atas dasar harga pasar
Yaitu PDB dikurangi dengan penyusutan atas barang-barang modal tetap yang digunakan
dalam proses produksi selama setahun.
3. Produk Nasional Neto atas dasar biaya faktor produksi yaitu
Produk nasional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto
merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi yang
diberikan oleh pemerintah. Baik pajak tidak langsung maupun subsidi, kedua-duanya
dikenakan terhadap barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung
bersifat menaikkan harga jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya. Produk nasional
neto atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai pendapatan.
4. Angka-angka per kapita
Yaitu ukuran-ukuran indikator ekonomi sebagaimana diuraikan di atas, dibagi dengan
jumlah penduduk pertengahan tahun.
Kegunaan Statistik Pendapatan Nasional Data pendapatan nasional adalah salah satu
indikator makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian nasional setiap tahun.
Manfaat yang dapat diperoleh dari data ini antara lain adalah:
a. PDB harga berlaku nominal menunjukkan sumber daya ekonomi yang dihasilkan
oleh suatu negara. Nilai PDB yang besar menunjukkan sumber daya ekonomi yang
besar, begitu juga sebaliknya.
b. PNB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati
oleh penduduk suatu negara.

283
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

c. PDB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun.
d. Distribusi PDB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian
atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu negara. Sektor-sektor ekonomi
yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu negara.
e. PDB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan produk barang dan jasa
digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar
negeri.
f. Distribusi PDB menurut penggunaan menunjukkan peranan kelembagaan dalam
menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi.
g. PDB penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju
pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.
h. PDB dan PNB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDB dan PNB
per kepala atau per satu orang penduduk.
i. PDB dan PNB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui
pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara.

Konsep dan Definisi PDB Pengeluaran


1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) merupakan pengeluaran atas barang dan jasa
oleh rumah tangga untuk tujuan konsumsi. Dalam hal ini rumah tangga berfungsi sebagai
pengguna akhir (final demand) dari berbagai jenis barang dan jasa yang tersedia dalam
perekonomian. Rumah tangga didefinisikan sebagai individu atau kelompok individu yang
tinggal bersama dalam suatu bangunan tempat tinggal. Mereka mengumpulkan
pendapatan, memiliki harta dan kewajiban, serta mengkonsumsi barang dan jasa secara
bersama-sama utamanya kelompok makanan dan perumahan (UN, 1993).
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah adalah nilai seluruh jenis output pemerintah dikurangi
nilai output untuk pembentukan modal sendiri dikurangi nilai penjualan barang/jasa (baik
yang harganya signifikan dan tidak signifikan secara ekonommi) ditambah nilai
barang/jasa yang dibeli dari produsen pasar untuk diberikan pada RT secara gratis atau
dengan harga yang tidak signifikan secara ekonomi (sosial transfer in kind-purchased
market production).
3. Pembentukan Modal Tetap Bruto
Secara garis besar PMTB didefinisikan sebagai pengeluaran unit produksi untuk
menambah asset tetap dikurangi dengan pengeluaran asset tetap bekas. Penambahan
barang modal meliputi pengadaan, pembelian barang modal baru dan dalam negeri dan
barang modal baru maupun bekas dari luar negeri (termasuk perbaikan besar, transfer
atau barter barang modal). Pengurangan barang modal meliputi penjualan barang barang
modal (termasuk barang modal yang ditrasfer atau barter kepada pihak lain).

284
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Disebut sebagai pembentukan modal tetap bruto karena menggambarkan penambahan


serta pengurangan barang modal pada periode tertentu. Barang modal mempunyai usia
pakai lebih dari satu tahun serta akan mengalami penyusutan. Istilah “bruto”
mengindikasikan bahwa di dalamnya masih mengandung unsur penyusutan. Penyusutan
atau konsumsi barang modal (Consumption of Fixed Capital) menggambarkan penurunan
nilai barang modal yang digunakan pada proses produksi secara normal selama satu
periode.
4. Investori
Inventori adalah persediaan yang dikuasai oleh unti yang menghasilkan untuk digunakan
dalam proses lebih lanjut, dijual, atau diberikan pada pihak lain, atau digunakan dengan
cara lain. Merupakan persediaan yang berasal dari pihak lain, yang akan digunakan
sebagai input antara atau dijual kembali tanpa mengalami proses lebih lanjut.
5. Ekspor-Impor
Secara umum, konsep ekspor-impor yang digunakan dalam penyusunan PDB/PDRB
Penggunaan mengacu pada System of National Accounts (SNA) 1993. Dalam SNA 1993,
transaksi ekspor-impor barang luar negeri dalam komponen PDRB Penggunaan Provinsi
merupakan salah satu bentuk transaksi internasional antara pelaku ekonomi yang
merupakan residen suatu wilayah Provinsi terhadap pelaku ekonomi luar negeri (non-
residen), Transaksi ekspor barang didefinisikan sebagai transaksi perpindahan kepemilikan
ekonomi (baik berupa penjualan, barter, hadiah ataupun hibah) atas barang dari residen
suatu wilayah Provinsi terhadap pelaku ekonomi luar negeri (non-resident), Sebalinya,
impor barang didefinisikan sebagai transaksi perpindahan kepemilikan ekonomi
(mencakup pembelian, barter, hadiah, ataupun hibah) atas barang dari pelaku ekonomi
luar negeri (non-resident) terhadap residen suatu wilayah provinsi,

Analisis data Regresi


Regresi Linier Sederhana
Nasution dkk (2009: 48) Analisis regresi linier adalah analisis regresi yang hanya
menggunakan 1 variabel independen dan mempunyai hubungan linier dengan variabel
dependenya.
Dalam regresi linier sederhana hubungan variabel tersebut dapat dituliskan dalam bentuk
model persamaan linier.
Untuk populasi

Y = β 0 + β1 X + ε1

Di mana :
Y = variabel dependen/variabel respons
X = variabel independen /variabel penjelas
β0 = koefisien intercept = titik potong garis regresi dengan sumbu y

285
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

β1X = koefisien regresi (slope)


ε1 = error / kekeliruan

Untuk sampel

yˆ = b0 + b1 X

Di mana
ŷ = nilai ramalan y untuk sejumlah x tertentu
b0 = slope
b1X = variabel independen/variable penjelas
Nilai β 0 , β1 dalam model regresi linier tersebut dapat diestimasi/diperkirakan melalui b0 , b1
melalui Metode Kuadrat Terkecil.
Kegunaan program Eviews 6 adalah menghitung persamaan regresi pada kasus akan
berupa menghitung persamaan regresi untuk untuk faktor-faktor yang mempengaruhi Gross
Domestic Bruto 10 negara anggota ASEAN yang dapat digambarkan dengan model sebagai
berikut:
Yt a0 + at X 1 + a2 X 2 + + atU t
Semuanya akan dijelaskan di bawah ini
Penggunaan Aplikasi Eviews 6 yaitu
1. Data di entri dalam di file Ms Excell sesuai dengan series waktunya.
2. Kemudian data terseb di save dalam format XLs.
3. Membuka Eviews yang anda miliki , kemudian pilih file > new> workfile

4. Kemudian melanjutkan pada workfile Create dengan Star date masukkan tahun awal dan
End date masukan tahun akhir untuk aplikasi contohnya di bawah ini:

286
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

5. Kemudian pada workfile, klik object > New Object > akan muncul gambar seperti di bawah
ini

6. Pilih data sesuai dengan range waktu yaitu tahunan Series dan masukan nama for object
sesuai dengan variable yaitu y, setelah itu dapat masukan variable X1-X9.
7. Sehingga akan terjadi gambar seperti di bawah ini

8. Masukan setia pvariabel y dan x1-x9 dengan angka nilai tersebut


9. Setelah itu pilihlah dan klik Quick dan estimasi equation…

10. Masukan variable y c x1-x4 dan begitu juga sampai y c x9 dengan gambar yang ada di
bawah ini

287
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

11. Kemudian akan menampilkan hasil akhir seperti contoh di bawah ini dan juga dapat
berbentuk grafik.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Deskripsi Latar, Sumber data, Satuan Kajian, dan Entri


Penelitian ini menggunakan dan mengumpulkan data- data melalui website-website yang
berkaitan dengan Gross domestic Product (GDP) pada website World Bank dan juga pada
website statistik negara-negara ASEAN di mana
1. World Bank yaitu http:??data.worldbank.org/counting/indonesia?display=default.
2. Department of economic Planing and Developtment Prime Minister’s Office,
depd.gov.bn/statistic.data.html.
3. National Institute Of statistics yaitu nis.gov.kh/index.php/en/ (cambodia)
4. Badan Pusat Statistik yaitu bps.go.id/index.php/publikasi/1045
5. Philippine statistics Authority yaitu census.gov.ph
6. Department Of Statistics Singapore yaitu www.singstat.gov.sq.
7. National Statistics Office yaitu web.nso.go.th/index.htm
8. General Statistics Office Of Vietnam, gso.gov.vn/Default.en.aspx?tabid=491
9. Lao statistics Bureau yaitu nsc.gov.la
10. Central Statistical Organization yaitu archive.is/www.csostat.gov.mm

Website yang tersedia begitu rumit dalam membaca data karena layar depan yang
ditampilkan memiliki perbedaan penyusunan data-data yang dibutuhkan sehingga sebagian
mencarinya lewat publikasi statistik Indonesia 2014-2015 yang menyediakan data sampai pada
perbandingan data internasional sehingga dapat lebih mudah mempelajari indikator-indikator
yang berperan di setiap negara.

B. Metode/Teknik Penelitian
Metodologi Penelitian Kuantitatif , dengan melakukan pengumpulan data pada website
Bank Dunia dan juga Website Statistik di 10 negara anggota ASEAN tersebut yang berkaitan
dengan penelitian ini kemudian di analisis.(Asumsi yang dapat dibentuk ada pengaruh timbal
balik antara 10 negara tersebut dalam perekonomian dan keruangannya)

288
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

C. Data dan sumber Data


Data yang dikumpulkan adalah
1. Gross Domestict Product (GDP) 2010-2014
2. Peta Negara Anggota ASEAN
3. Data tambahan Indeks daya saing Global
Sumber data dari statistik Indonesia dan website-website yang terkait.

D. Prosedur Pengumpulan data


Penjelajah pada website tersebut dengan cara mendapatkan data dari statistical
Consultants New Zeland link National statistics Offices.
www.statisticalconsultants.co.nz/links.html kemudian menuju ke alamat website yang dituju.
World Bank yaitu http:??data.worldbank.org/counting/indonesia?display=default.
1. Department of economic Planing and Developtment Prime Minister’s Office,
depd.gov.bn/statistic.data.html.
2. National Institute Of statistics yaitu nis.gov.kh/index.php/en/ (cambodia)
3. Badan Pusat Statistik yaitu bps.go.id/index.php/publikasi/1045
4. Philippine statistics Authority yaitu census.gov.ph
5. Department Of Statistics Singapore yaitu www.singstat.gov.sq.
6. National Statistics Office yaitu web.nso.go.th/index.htm
7. General Statistics Office Of Vietnam yaitu gso.gov.vn/Default.en.aspx?tabid=491
8. Lao statistics Bureau yaitu nsc.gov.la
9. Central Statistical Organization yaitu archive.is/www.csostat.gov.mm
10. Department Of statistics Malaysia Offical Portal, www.statistics.gov.my

E. Analisis Data
Penganalisaan data lebih pada data-data dikumpulkan dan di analisis secara deskritif dan
melakukan perbandingan secara regresi dengan metode LS Least Squares (NLS and ARMA)
dengan menggunakan program aplikasi Eviews 6.
Metode ini lebih mudah digunakan dan dalam menjelasannya lebih dapat memperlihatkan
perbandingan, pengaruh dengan hasil akhir yang diinginkan apakah std.error, coefficient, Prob,
R-squared, Adjusted R-squared, S.E. of Regression, Sum squared resid, log likehood, F-statistic,
meand dependent var, S.D. dependent var, akaike info criterion, Schwarz criterion, hannan-
Quian criter, Durbin-watson stat, dan dalam bentuk grafik atau perhitungan lainnya.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data


Data yang digunakan sesuai dengan waktu sekarang yaituy publikasi 2014-2015 dan
website yang terkait dengan data tersebut berada.

289
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data
Tahun Y(Indonesia) X1(Malaysia) X2(Philipina) X3(Singapura)
(1) (2) (3) (4) (5)
2010 755.094.157.594,50 247.533.525.880,60 199.590.933.272,60 236.420.337.820,70
2011 892.969.104.529,60 289.326.512.786,70 224.142.892.647,80 275.369.805.946,70
2012 917.869.913.364,90 304.956.531.561,70 250.240.054.973,50 289.941.106.344,20
2013 910.478.729.099,00 313.158.247.642,60 272.066.652.120,80 302.245.904.259,60
2014 888.538.201.025,30 326.933.043.800,60 284.582.023.120,60 307.871.907.186,00

Tahun X4(Thailand) X5(Brune Darusalan) X6(Vietnam)


(1) (6) (7) (8)
2010 318.907.879.752,10 12.370.530.143,80 115.931.749.904,80
2011 345.671.854.267,10 16.691.360.424,90 135.539.487.317,00
2012 365.965.815.780,80 16.953.952.577,90 155.820.001.920,50
2013 387.252.584.362,70 16.111.135.785,90 171.222.025.390,00
2014 373.804.134.911,80 17.256.754.269,20 186.204.652.922,30

Tahun X7(Laos) X8(Myanmar) X9(Cambodia)


(1) (9) (10) (11)
2010 7.181.441.151,90 11.242.275.199,00
2011 8.283.218.733,60 12.829.541.141,00
2012 9.359.185.244,20 14.054.443.213,50 74.690.930.782,40
2013 11.189.514.292,10 15.227.991.395,20 58.652.241.646,00
2014 11.771.725.797,60 16.709.432.402,70 64.330.038.664,70

1. Temuan Hasil Penelitian


Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 08/17/15 Time: 09:32
Sample: 2010 2014
Included observations: 5

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.53E+10 1.21E+11 0.126396 0.9200


X1 -1.652507 3.235256 -0.510781 0.6994
X2 -3.153733 0.971066 -3.247704 0.1902
X3 7.520899 3.531969 2.129378 0.2795

R-squared 0.981982 Mean dependent var 8.73E+11


Adjusted R-squared 0.927928 S.D. dependent var 6.70E+10
S.E. of regression 1.80E+10 Akaike info criterion 50.05448
Sum squared resid 3.24E+20 Schwarz criterion 49.74203
Log likelihood -121.1362 Hannan-Quinn criter. 49.21590
F-statistic 18.16680 Durbin-Watson stat 2.889134
Prob(F-statistic) 0.170393

Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 08/17/15 Time: 09:33
Sample: 2010 2014

290
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Included observations: 5

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.51E+10 5.97E+10 -1.257538 0.4277


X4 2.160705 0.269735 8.010470 0.0791
X5 26.63365 2.135925 12.46937 0.0509
X6 -1.627767 0.251356 -6.475947 0.0975

R-squared 0.998382 Mean dependent var 8.73E+11


Adjusted R-squared 0.993529 S.D. dependent var 6.70E+10
S.E. of regression 5.39E+09 Akaike info criterion 47.64411
Sum squared resid 2.91E+19 Schwarz criterion 47.33166
Log likelihood -115.1103 Hannan-Quinn criter. 46.80553
F-statistic 205.7218 Durbin-Watson stat 3.273576
Prob(F-statistic) 0.051197

Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 08/17/15 Time: 09:35
Sample: 2010 2014
Included observations: 5

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 5.75E+11 6.08E+11 0.944714 0.5181


X7 -26.43233 136.7275 -0.193321 0.8784
X8 37.66305 127.8330 0.294627 0.8176
X9 0.584352 2.102596 0.277919 0.8274

R-squared 0.533503 Mean dependent var 8.73E+11


Adjusted R-squared -0.865987 S.D. dependent var 6.70E+10
S.E. of regression 9.15E+10 Akaike info criterion 53.30837
Sum squared resid 8.38E+21 Schwarz criterion 52.99592
Log likelihood -129.2709 Hannan-Quinn criter. 52.46978
F-statistic 0.381213 Durbin-Watson stat 2.049696
Prob(F-statistic) 0.796250

Grafik di bawah ini menjelaskan bagaimana nilai aktual atau variabel Y (sebagai variabel Terikat)
memiliki pengaruh meningkatnya ini tergantung dari variabel x 1-x9 tersebut sedangkan variabel
x1-x9 memiliki sedangkan garis residual yang merupakan selisih antara garis aktual dan fitted
lebih memiliki keseimbangan gelombang di bagian bawah yang juga masih mendekati fitted itu
sendiri. Sedangkan fitted memiliki garis gelombang yang berada antara bagian bawah dan
bagian atas pertengahan yang cukup jauh mendekati garis aktual.

291
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

1E+12

8E+11

6E+11

4E+11

2E+11

0E+00

-2E+11
2010 2011 2012 2013 2014

RESID Y C
X1 X2 X3
X4 X5 X6
X7 X8 X9

Uji Nilai Keterangan


R-squared 0,837955667 Menunjukkan kemampuan m model variabel independen
mampu menjelaskan pengaruhnya sebanyak 83.79 %
terhadap variabel dependen
Adjusted R-squared 0,351823333 Nilai R2 yang sudah disesuaikan .(akan dijelaskan pada
penjelasan berikutnya)
S.E. of regression 17963333333 Standar error dari persamaan regresi
Sum squared resid 2,80303E+21 Jumlah nilai residual kuadrat
Log likelihood -1218391,33 Nilai log likehood yang dihitung dari nilai koefisien estimasi
F-statistic 1,418370333 Uji serempak pengaruh semua variabel independen
(x1,x2,x3,x4,x5,x6,x7,x8,x9) terhadap variabel dependen (y)
Prob(F-statistic) 0,33928 Probabilitas nilai uji F-statistik
Mean dependent var 8,73E+11 Nilai mean rata-rata variabel dependen (y)
S.D. dependent var 6,70E+10 Standar deviasi variabel dependen (y)
Akaike info criterion 5,03E+00 Digunakan untuk menguji kelayakan model selain
menggunakan Uji F.semakin kecil AIC, semakin baik
modelnya. Namun nilai ini baru dapat dibandingkan apabila
ada model lain yang juga sudah dihitung AIC-nya
Schwarz criterion 5,00E+00 Sama seperti AIC, SIC digunakan untuk menguji kelayakan
model. Semakin kecil HQC, semakin baik modelnya
Hannan-Quinn criter. 1,64E+06 Sama seperti Aic, HQC digunakan untuk menguji kelayakan
model.Semakin kecil semakin baik modelnya
Durbin-Watson stat 2,74E+00 Nilai Durbin Watson yang digunakan untuk mengetahui
apakah ada autokorelasi

2. Pembahasan Temuan Hasil Penelitian


Bahwa pengaruh Gross Domestic Product Tahun 2010-2014 dan keruangan ekonomi
memiliki pengaruh yang sangat signifikan bagi setiap negara karena disebabkan berbagai faktor
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran,atas dasar harga

292
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

pasar, angka perkapita, ekspor-impor, inventori, modal tetap bruto, Dan melalui program
Eviews dapat diestimasi nilai X 5 = 0,837956 menandakan bahwa perbedaan dari perubahan
nilai Gross Domestic Product Tahun 2010-2014 Indonesia (Y) mampu menjelaskan secara
serentak oleh variable-variabel Gross Domestic Product tahun 2010-2014 pada 9 negara
anggota ASEAN X1 , X 2 , X 3 , X 4 , X 5 , X 6 , X 7 sebesar untuk beberapa variable yang
dikelompokkan mampu dijelaskan oleh variable-variabel independen sebesar 83,7956%,
sedangkan sisanya sebesar 16,20443% dijelaskan oleh factor-faktor lain yang tidak masuk dalam
model.
Analisis selanjutnya, adalah mengetahui kriteria ekonomi di mana 2 variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel Y, yaitu X 4 dan X 5 . Hal ini ditandai bahwa t-stat
untuk koefisien regresi masing-masing variabel bebas tampak lebih besar dibandingkan t-tabel
pada level 5% dan degree of freedom sebesar 4. Untuk variabel X 4 t-stat=8.010470 > t-tabel
(0.05, 4) = 2,776445. Kemudian variabel X 5 t-stat= 12.46937 > t-tabel (0.05, 4) = 2.776445.
Sementara X 1 , X 2 , X 3 , X 4 , X 5 , X 6 , X 7 tidak berpengaruh signifikan terhadap variable Y.
Hal ini ditandai bahwa t-stat untuk koefisien regresi variabel bebas tampak lebih kecil
dibandingkan t-tabel pada alpha/level 5% dan degree of freedom sebesar 4 .Untuk variabel X 1
t-stat= -0.510781, t-tabel(0.05, 4) =2.776445
X 2 t-stat = -3.247704 t-tabel (0.05,4) = 2.776445, X 3 t-stat = 2.129378 t-tabel (0.05, 4) =
2.776445, X 6 t-stat = -6.475947 t-tabel (0.05, 4) = 2.776445, X 7 t-stat = -0.193321 t-tabel
(0.05,4) = 2.776445, X 8 t-stat= 0.294627 t-tabel (0.05, 4) = 2.776445, X 9 t-stat = 0.277919
t-tabel (0.05, 4) = 2.776445
Kemudian pengujian secara serentak/bersama-sama untuk melihat ada tidaknya
pengaruh yang signifikan secara bersama-sama, pengujian ini melibatkan 9 variabel ( X 1 − X9 )
terhadap variabel Y. Pengujian secara serentak menggunakan distribusi F yaitu membandingkan
antara F-stat dengan F-tabel Hasil melalui program eviews diperoleh F-stat= 74,7566 > F-tabel
(0,05;5;2,5)= 19,29641 maka dapat disimpulkan bahwa variabel ( X 1 − X 9 ) secara serentak
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan variabel Y.
Temuan Keruangan Negara Indonesia terhadap negara community ekonomi ASEAN untuk
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
1. Terdapat fungsi 9 variabel bebas dan 1 variabel tak bebas (terikat)
2. Dalam keruangan terdapat ruang dimensi 10
3. Terdapat bentuk Bangunan dekagon dalam keruanggan negara anggota ASEAN dalam
keterkaitanya
4. Muncul pernyataan

293
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

- Setiap negara memiliki kesempatan untuk dipilih dan memilih dalam kegiatan
masyarakat ekonomi ASEAN dalam ASEAN Comunicty
- Setiap Negara akan memiliki tingkatan atau level terpilih dan memilih.
- Terbentuknya relasi pada daerah yang ditujuh yang disebut range
- setiap negara akan memiliki permasalahaan sesuai dengan keruangan garis diagonal
yaitu bangunan dekagon yang muncul.
- Tidak kuatnya setiap negara dalam menjaga proses perdagangan bebas yang akan
terjadi
- Indonesia dapat disebut sebagai negara domain yang memiliki fungsi disetiap negara
anggota ASEAn tersebut
- Bagunan keruangan yang terjadi dapat disebut sebagai Keruangan Dekagon Orange .

Lao
myanma s
Thailan philipina
vietna
d
cambodi
Malaysia
Brunei darusalam
singapore

indonesi

Gambar Bangunan Keruangan Dekagon Orange


Gambar : Keruangan Masyarakat Ekonomi ASEAN / (Keruangan Dekagon Orange)

294
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

BAB V
KESIMPULAN , IMPLIKASI DAN
SARAN-SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan bahwa pengaruh Gross Domestic Product Tahun 2010-2014 dan keruangan
ekonomi memiliki pengaruh yang sangat siknifikan bagi setiap negara karena disebabkan
berbagai factor pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran,atas
dasar harga pasar, angka perkapita, ekspor-impor, inventori, modal tetap bruto, Dan melalui
program Eviews dapat diestimasi nilai X 5 = 0,837956 menandakan bahwa perbedaan dari
perubahan nilai Gross Domestic Product Tahun 2010-2014 Indonesia (Y) mampu menjelaskan
secara serentak oleh variable-variabel Gross Domestic Product tahun 2010-2014 pada 9 negara
anggota ASEAN X1 , X 2 , X 3 , X 4 , X 5 , X 6 , X 7 sebesar untuk beberapa variable yang
dikelompokkan mampu dijelaskan oleh variable-variabel independen sebesar 83,7956%,
sedangkan sisanya sebesar 16,20443% dijelaskan oleh factor-faktor lain yang tidak masuk dalam
model.
Analisis selanjutnya, adalah mengetahui kriteria ekonomi di mana 2 variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel Y, yaitu X 4 dan X 5 . Hal ini ditandai bahwa t-stat
untuk koefisien regresi masing-masing variabel bebas tampak lebih besar dibandingkan t-tabel
pada level 5% dan degree of freedom sebesar 4. Untuk variabel X 4 t-stat=8.010470 > t-tabel
(0.05, 4) = 2,776445. Kemudian variabel X 5 t-stat= 12.46937 > t-tabel (0.05, 4) = 2.776445.
Sementara X 1 , X 2 , X 3 , X 4 , X 5 , X 6 , X 7 tidak berpengaruh signifikan terhadap variable Y.
Hal ini ditandai bahwa t-stat untuk koefisien regresi variabel bebas tampak lebih kecil
dibandingkan t-tabel pada alpha/level 5% dan degree of freedom sebesar 4 .Untuk variabel X 1
t-stat= -0.510781, t-tabel(0.05, 4) =2.776445
X 2 t-stat = -3.247704 t-tabel (0.05,4) = 2.776445, X 3 t-stat = 2.129378 t-tabel (0.05, 4) =
2.776445, X 6 t-stat = -6.475947 t-tabel (0.05, 4) = 2.776445, X 7 t-stat = -0.193321 t-tabel
(0.05,4) = 2.776445, X 8 t-stat= 0.294627 t-tabel (0.05, 4) = 2.776445, X 9 t-stat = 0.277919
t-tabel (0.05, 4) = 2.776445
Kemudian pengujian secara serentak/bersama-sama untuk melihat ada tidaknya
pengaruh yang signifikan secara bersama-sama, pengujian ini melibatkan 9 variabel ( X 1 − X9 )
terhadap variabel Y. Pengujian secara serentak menggunakan distribusi F yaitu membandingkan
antara F-stat dengan F-tabel Hasil melalui program eviews diperoleh F-stat= 74,7566 > F-tabel
(0,05;5;2,5)= 19,29641 maka dapat disimpulkan bahwa variabel ( X 1 − X 9 ) secara serentak
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan variabel Y.

295
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

B. Implikasi
Implikasi temuan terhadap ekonomi Indonesia pada Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah
1. Terbentuknya Keruangan Baru yaitu seperti penjelasan di bawah ini
1. Terdapat fungsi 9 variabel bebas dan 1 variabel tak bebas (terikat)
2. Dalam keruangan terdapat ruang dimensi 10
3. Terdapat bentuk Bangunan dekagon dalam keruanggan negara anggota ASEAN dalam
keterkaitanya
4. Muncul pernyataan
- Setiap negara memiliki kesempatan untuk dipilih dan memilih dalam kegiatan
masyarakat ekonomi ASEAN dalam ASEAN Comunicty
- Setiap Negara akan memiliki tingkatan atau level terpilih dan memilih.
- Terbentuknya relasi pada daerah yang ditujuh yang disebut range
- setiap negara akan memiliki permasalahaan sesuai dengan keruangan garis diagonal
yaitu bangunan dekagon yang muncul.
- Tidak kuatnya setiap negara dalam menjaga proses perdagangan bebas yang akan
terjadi
- Indonesia dapat disebut sebagai negara domain yang memiliki fungsi disetiap negara
anggota ASEAN tersebut
- Bagunan keruangan yang terjadi dapat disebut sebagai Keruangan Dekagon Orange .
Seperti gambar di atas.
5. Pengaru Gross Domestik Bruto memiliki peranan yang cukup tnggi dalam melihat proses
kerja sama masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut karena perhitungannya mulai dari factor
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran,atas dasar harga
pasar, angka perkapita, ekspor-impor, inventori, modal tetap bruto.

C. Saran-saran
1. Adanya SENSUS EKONOMI 2016 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik merupakan
salah satu langkah untuk menujuh perhitungan Perekonomian yang dapat di Percaya
dengan berbagai variabel yang mampu menjawab berbagai permasalahan ekonomi.
2. Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan ciri dari Kerja sama dan salah satu
pengembangan negara Indonesia pada masyarakat ASEAN tersebut sehingga diharapkan
memiliki dan menggunakan kesempatan untuk lebih mengembangkan perekonomian
Negara Indonesia
3. Negara Indonesia lebih memandang negara Anggota ASEAN,Comonitas Ekonomi ASEAN
dan Masyarakat ASEAN dalam bentuk Banngunan Keruangan Dekagon Orange yang
memudahkan kita melangkah dan memahami perekonomian setiap negara tersebut.

296
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Diponegoro,Modul Eviews,Universitas diponegoro,2011,Jawa Tengah.

Nasution dkk, Statistik Deskritik, SITS, 2008, Jakarta.

BPS,Statistik Indonesia,BPS,2014,Jakarta Pusat

BPS, Sistem Neraca Nasional 2008,2013,Jakarta Pusat.

Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, ROSDA1988, Jawa Barat .

Yunus,Metodologi Penelitian wilayah Kontemporer, Pustaka Pelajar, 2009, Yogyakarta.

Website World bank,Gross Domestik Bruto,2010-2014,Washington,D.C,AS.

Usiskin dkk,Transition Mathematics, Foresman and Company, 1990,Scott.

297
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

OPTIMALISASI POTENSI MANGROVE UNTUK MENINGKATKAN


PEREKONOMIAN MASYARAKAT PESISIR

(Studi Kasus Masyarakat Tambak Rejo Kelurahan Tanjung Mas Semarang Utara )
Didik Wahyudi,_Universitas Islam Sultan Agung
Email : didik.2059@gmail.com

Abstrak
Indonesia sebagai negara bergaris pantai terpanjang di dunia memiliki potensi yang
sangat besar dibidang pengolahan buah mangrove. Buah mangrove dapat diolah menjadi
berbagai macam produk makanan yang memiliki nilai gizi dan nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Seyogyanya masyarakat pesisir mampu mengoptimalkan potensi yang ada guna menunjang
perekonomian masyarakat yang hidup di pesisir di mana banyak dari mereka tergolong dalam
masyarakat dengan tingkat pendapatan yang rendah. Namun hingga saat ini belum banyak
masyarakat yang mengetahui potensi tersebut. Banyak buah mangrove yang dibiarkan begitu
saja, dan dianggap tidak memiliki manfaat.
Penelitian ini mencoba untuk mengetahui apakah masyarakat di daerah Tambak Rejo,
Tanjung Emas Semarang Utara telah mampu menggunakan potensi tersebut untuk menunjang
pendapatan keluarga dan apakah warga mampu untuk memanfaatkan potensi alam yang
tersedia. Penelitian untuk mengetahui kondisi masyarakat dan pemanfaatan potensi mangrove
kami lakukan dengan teknik wawancara dan kuisioner melalui metode sekala likert dan
penarikan sampling otomatis pada warga. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat di daerah
tersebut belum memanfaatkan potensi alam yang ada. Hanya 20% warga yang mengetahui
potensi mangrove sebagai komoditas pangan yang bernilai jual tinggi. Oleh karena itu kami
melakukan pembinaan pada masyarakat daerah tersebut terkait dengan pemanfaatan potensi
alam yang ada di pesisir untuk diolah menjadi produk makanan yang memiliki nilai ekonomis.
Pembinaan masyarakat kami lakukan selama 5 bulan. Setelah kami memberi edukasi dan
sosialisasi selama 5 bulan nampak hasil yang cukup signifikan, yaitu 60% masyarakat mampu
mengolah buah mangrove menjadi produk makanan. Produk Makanan yang bisa dibuat dari
bahan dasar buah mangrove adalah makanan ringan seperti keripik, stick, dan kue basah.

Kata kunci : Mangrove, Masyarakat Pesisir, Nilai Ekonomis, Makanan

I. PENDAHULUAN

Peran dan partisipasi pemuda dalam pembangunan nasional haruslah merupakan hal yang
nyata. Karena berbagai potensi, bakat, kemampuan, keterampilan, semangat dan idealisme
yang kental dari para pemuda dinilai akan memberikan warna yang khas bagi pertumbuhan dan
kemajuan bangsa. Dalam hal ini generasi muda memiliki peran strategis sebagai kelompok
masyarakat yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi untuk berkarya, berkreasi, dan
berinovasi untuk kemajuan bangsa Indonesia.

298
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Indonesia merupakan negara yang mempunyai hutan mangrove (hutan bakau) paling luas
di dunia. Berdasarkan data Kementerian Negara Lingkungan Hidup tahun 2006 bahwa luas
hutan mangrove Indonesia mencapai 4,3 juta hektar. Sedangkan menurut FAO (2007) bahwa
Indonesia mempunyai hutan mangrove seluas 3,062,300 juta hektar pada tahun 2005, yang
merupakan 19 % dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia. Areal hutan mangrove yang
luas antara lain terdapat dipesisir timur sumatera, pesisir kalimantan papua (Irian jaya). Papua
mempunyai hutan mangrove terluas yaitu sekitar 2.934.000 ha atau 77,1% luas mangrove di
Indonesia (Ghufran, 2012).
Meskipun Negara Indonesia memiliki hutan mangrove terluas, akan tetapi laju
deforestrasi hutan mangrove terjadi pula yang merupakan permasalahan rusaknya hutan
mangrove. Menurut data akibat deforestasi hutan mangrove menyebabkan hutan mangrove
dalam kondisi rusak berat mencapai luas 42%, kondisi rusak mencapai luas 29%, kondisi baik
mencapai luas < 23% dan kondisinya sangat baik hanya seluas 6%. Saat ini keberadaan hutan
mangrove semakin terdesak oleh kebutuhan manusia, sehingga hutan mangrove sering dibabat
habis bahkan sampai punah (Wiyono M.,2009). Jika hal ini terus menerus dilakukan maka akan
mengakibatkan terjadinya abrasi, hilangnya satwa atau biota laut yang habitatnya sangat
memerlukan dukungan dari hutan mangrove.
Di wilayah tropis dan subtropis hutan mangrove mempunyai peran yang sangat penting
dalam melindungi adanya erosi di wilayah pesisir dan menjaga fungsi hidrologis di wilayah
tersebut. Dengan mengetahui perubahan luas hutan mangrove, diharapkan akan mendorong
tingkat kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam melestarikan hutan mangrove di wilayah
Indonesia. Selain fungsi itu, dengan semangat pemuda yang kaya akan ide cemerlang dan
keilmuan yang menunjang maka akan dapat mengangkat potensi masyarakat pesisir dengan
pemanfaatan mangrove secara optimal untuk dijadikan komoditas ekonomi untuk menghadapi
era Masyarakat Ekonoi Asean (MEA) yang akan datang nanti.
Desa Tambak Rejo Kelurahan Tanjung Emas Semarang Utara merupakan daerah kumuh
yang berada di pesisir pantai. Desa ini kurang lebih 5 KM. berada dari pusat kota semarang yang
menjadi Ibu Kota Jawa Tenggah. Ada sekitar 108 kepala keluarga yang tinggal didaerah sana.
wilayah tersebut merupakan daerah rawan banjir air rob (air laut pasang). Pada saat air laut
sedang pasang, wilayah pemukiman warga akan tergenangi air laut hingga lutut orang dewasa.
Sebab wilayah tersebut secara geografis letaknya langsung berada dibibir pantai yang kini telah
mengalami abrasi beberapa meter.
Dalam kondisi yang serba kurang, Desa Tambak Rejo punya potensi yang cukup
menjanjikan yaitu tumbuhan mangrove. Wilayah Tambak Rejo yang hampir 50 % adalah rawa
sangat mudah untuk ditumbuhi pohon mangrove dan hingga sekarang wilayah Tambak Rejo
hijau dengan pohon mangrove yang mengeliling rumah mereka. Namun selama ini potensi itu
belum dikelola secara optimal. Hal ini dikarenakan lemahnya SDM dan permodalan masyarakat
Tambak Rejo. Selain alasan tersebut, masyarakat kami nilai kurang begitu peduli terhadap
lingkungannya sendiri dan hanya berfikir pragmatis. Warga tidak memiliki pekerjaan yang
menetap, sebagian besar mereka bekerja serabutan, nelayan bagi mereka yang memiliki
perahu, pencari kepiting, dan yang lainya.

299
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Mengingat banyaknya permasalahan yang ada di Desa Tambak Rejo, dalam penelitian ini
kami mencoba memberi edukasi kepada masyarakat Tambak Rejo bagaimana mengelola
potensi mangrove yang berada di wilayah mereka untuk dapat diolah menjadi produk makanan
yang mempunyai nilai jual tinggi agar dapat dimanfaatkan sebagai penghasilan tambahan untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir.

II. KERANGKA TEORI

Menurut Soerianegara (1990), hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah
pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai dengan ciri-ciri: (1) tidak
terpengaruh iklim, (2) dipengaruhi pasang surut, (3) tanah tergenang air laut, (4) tanah rendah
pantai, (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk, dan (5) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri
dari: (a) api-api (Avicenia sp.), (b) pedada (Sonneratia sp.), (c) bakau (Rhizophora sp.), (d) lacang
(Bruguiera sp.), (e) nyirih (Xylocarpus sp.), (f) nipah (Nypa sp.).
Hutan mangrove memiliki manfaat dan fungsi yang sangat penting bagi ekosistem hutan,
air dan lingkungan.
1. Fisik; (a) Penahan. (b) Penahan intrusi (peresapan) air laut ke daratan. (c) Penahan badai
dan angin yang bermuatan garam. (d) Menurunkan kandungan karbondioksida (CO2) di
udara () € Penambat bahan-bahan pencemar (racun) di perairan pantai.
2. Biologi; (a) Tempat hidup biota laut, baik untuk berlindung, mencari makan, pemijahan
maupun pengasuhan (b) Sumber makanan bagi spesies-spesies yang ada di sekitarnya (c)
Tempat hidup berbagai satwa lain seperti kera, buaya, dan
3. Ekonomi: (a) Tempat rekreasi dan pariwisata(b) Sumber bahan kayu untuk bangunan dan
kayu bakar (c) Penghasil bahan pangan seperti ikan, udang, kepiting, dan lainnya (d) Bahan
penghasil obat-obatan seperti daun Bruguiera sexangula yang dapat digunakan sebagai
obatpenghambat tumor.

Menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995), fungsi dan manfaat hutan mangrove sebagai
berikut:
1. Menjadi habitat satwa langka; Lebih dari 100 jenis burung hidup di sini, dan daratan
lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya
ribuan burung pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia
(Limnodrumussemipalmatus)
2. Pelindung terhadap bencana alam; Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan,
tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang
bermuatan garam melalui proses filtrasi.
3. Pengendapan lumpur; Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses
pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan
racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut sering kali terikat pada partikel
lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

300
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

4. Penambah unsur hara; Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan
terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang
berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.
5. Penghambat racun; Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan
terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air.
Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan
racun secara aktif.
6. Sumber alam dalam kawasan (in-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ); Hasil alam in-situ
mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan
secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-
produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang
kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi
organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena
pemindahan pasir dan lumpur.
7. Transportasi; Pada beberapa hutan mangrove,transportasi melalui air merupakan cara
yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
8. Sumber plasma nutfah; Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik
bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan
liar itu sendiri.
9. Rekreasi dan pariwisata; Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya
maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan
menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI),
Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah).
Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam
lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki
keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang
lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal
mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal
wisata mangrove. Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi
pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan
perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan
menjadi pemandu wisata.
10. Sarana pendidikan dan penelitian; Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan
pendidikan.
11. Memelihara proses-proses dan sistem alami;
Hutan bakau sangat tinggi tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-
proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.

301
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

12. Penyerapan karbon; Proses fotosintesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi
karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini
membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan
bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena
itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber
karbon.
13. Memelihara iklim mikro; Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga kelembaban dan
curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.
14. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam;
Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi
berkembangnya kondisi alam.

Dari banyaknya manfaat yang bisa kita pelajari di atas, maka sangat perlu masyarakat yang
berada di wilayah pesisir untuk memanfaatkan semua potensi yang ada di sekitar laut lebih-
lebih mangrove. Karena hingga sekarang, potensi yang sangat besar ini belum tergarap secara
utuh oleh masyarakat pesisir.

III. METODOLOGI DAN MATERI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian


Objek penelitian ini adalah masyarakat Desa Tambak Rejo, Kelurahan Tanjung Mas
Semarang.

3.2 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan wawancara dan penyebaran
kuisioner untuk mengetahui kondisi masyarakat dan pemanfaatan potensi mangrove di daerah
tersebut. Penelitian ini bersifat eksploratif karena bertujuan untuk menggali secara luas tentang
sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu (Arikunto, 1993). Berdasarkan
tarafnya, penelitian ini bertaraf deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bermaksud untuk
membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-
sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1992). Pengambilan data dilakukan dengan
metode survei. Menurut Singarimbun (1989) penelitian survei adalah penelitian yang
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan
data yang pokok.
a. Survei Data Primer
Survei data primer merupakan suatu proses pengambilan data langsung yang ada di
lapangan dengan melakukan observasi lapangan untuk mengetahui kondisi yang nyata
pada wilayah studi, yaitu kondisi lokasi pengambilan sampel serta keberadaan responden.

302
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

b. Survei Data Sekunder


Survei data sekunder dilakukan dengan cara memperoleh data atau informasi dari pihak
lain atau instansi terkait serta berdasarkan narasumber tertentu. Data yang diperoleh
dapat berupa data statistik, peta, laporan-laporan serta dokumen.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembobotan hasil dari
kuisioner. Pembobotan akan dilakukan berdasarkan Skala Likert (Hasan, 2002 dalam Amalia,
2011). Tiap pertanyaan disediakan lima alternatif jawaban dengan membuat simbol angka pada
pilihan jawaban responden bersifat positif memiliki urutan skor a = 1, b = 2, c = 3, d = 4 dan
e = 5.
Hasil dari pembobotan kemudian dianalisis menggunakan metode analisis (Strength
Weakness Opportunity Threat) SWOT. Rangkuti (2005) menjelaskan bahwa analisis SWOT
merupakan suatu analisa yang bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematis dalam merumuskan suatu strategi, yang didasarkan pada logika dengan cara
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities) yang ada dan secara
bersamaan meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
Hasil yang diperoleh dari penyebaran kuisioner di Desa Tambak Rejo sebelum masyarakat
diberi edukasi tentang pemanfaatan potensi yang ada dipesisir melalui pengolahan mangrove
baru mencapai 20 %. Namun setelah diadakan sosialisasi dan edukasi tentang potensi mangrove
selama lima bulan, memberi pengaruh besar terhadap pemahaman warga, dari kuisioner ke 2
yang kami sebar, hasilnya terjadi peningkatan sampai dengan 60 %.
Potensi keberlanjutan dari kegiatan yang kami lakukan bagi Warga tambak Rejo Yaitu
warga akan tambah tahu tentang manfaat dan fungsi mangrove serta fungsi pemberdayaannya,
tentu ini akan menjadikan masyarakat yang berada di pesisir meningkatkan perekonomian
mereka dengan sumber daya alam yang dimiliki di sekitar pantai. Banyak produk yang dihasilkan
masyarakat Tambak Rejo berupa tepung mangrove yang dapat diolah menjadi kripik mangrove,
stik mangrove, kue lumpur bahkan sampai dengan pembuatan batik.
Selain itu, harapan kami ke depan adalah masyarakat mampu melestarikan pohon
mangrove ini sebagai life stile atau gaya hidup sehingga dapat dimanfaatkan bagi lingkungan
dan kehidupan mereka. Sehingga suatu saat Desa tambak Rejo kelurahan Tanjung mas
Semarang Utara menjadi salah satu Desa percontohan nasional yang peduli terhadap
lingkungan, lebih-lebih dengan pelestarian mangrove.

IV. PEMBAHASAN

Partisipasi masyarakat di sekitar hutan mangrove mempunyai peranan yang tidak kalah
pentingnya bagi kelestarian hutan mangrove. Partisipasi tersebut dapat secara individual
maupun kelompok masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 23/1997) Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi “setiap
orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan

303
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

lingkungan hidup”. Dalam penjelasannya ditegaskan bahwa hak dan kewajiban setiap orang
sebagai anggota masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan
hidup mencakup baik terhadap perencanaan maupun tahap-tahap perencanaan dan penilaian.
Keberhasilan pengelolaan mangrove dapat dioptimalkan melalui strategi pengelolaan
hutan mangrove berbasis masyarakat yang mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat
dalam mengelola sumber daya alam. Mengelola di sini mengandung arti, masyarakat ikut
memikirkan, merencanakan, memonitor dan mengevaluasi sumber daya ekosistem hutan
mangrove dan manfaat sumber daya tersebut secara berkelanjutan dengan memperhatikan
kelestarian ekosistem tersebut.
Pada dasarnya pengelolaan kawasan hutan mangrove dilakukan bukan saja difokuskan
kepada kegiatan fisik tetapi kegiatan manusia yang berkaitan langsung dengan keberadaan
mangrove. Hal ini sangat penting dilakukan oleh karena :
1. Sebagian besar masalah pesisir adalah disebabkan oleh manusia sehinggan dalam
penanganannya lebih bijak jika diselesaikan melalui keterlibatan langsung masyakat di
sekitarnya.
2. Keterlibatan masyarakat adalah sumber informasi pesisir yang baik yang berhubungan
dengan pengelolaannya.
3. Keterlibatan masyarakat dapat menyeimbangkan pandangan masyarakat tersebut.
4. Masyarakat merasa dihargai karena dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan terutama
jika buah pikirannya diakui dan dimasukkan dalam perencanaan kegiatan sehingga
menjadi pendorong pelaksanaan yang lebih baik.

Tujuan utama langkah ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar
hutan mangrove. Dalam hal ini Syukur dkk., 2007 menyatakan bahwa ada lima yang harus
diperhatikan dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat adalah:
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian alternative usaha yang
secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologi ramah lingkungan.
2. Memberikan akses kepada masyarakat berupa informasi, akses terhadap pasar,
pengawasan, penegakan dan perlindungan hukum serta sarana dan prasarana pendukung
lainnya.
3. Menumbuh dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap arti dan nilai sumber daya
ekosistem sehingga membutuhkan pelestaraian.
4. Menumbuh dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menjaga, mengelola dan
melestarikan ekosistem.
5. Menumbuh dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan
melestarikan sumber daya ekosistem.

Selama lima bulan kami melakukan penelitian dengan memberikan edukasi dan sosialisasi
kepada masyarakat. Dari kegiatan itu kami melakukan beberapa perubahan strategi terhadap
kondisi yang kami hadapi di lapangan. Dan langkah-langkah yang sudah kami lakukan adalah

304
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

sosialisasi program kepada masyarakat serta melaksanakan program kami yang pertama yaitu
edukasi tentang mangrove kepada para pemuda. Banyak media yang kita gunakan dalam
sosialisasi ini ada vidio, menggambar, pengajian, perlombaan sampai dengan pengenalan alam
langsung kepada anak-anak dan pemuda. Pada awalnya kami juga kesulitan dalam mendekati
anak-anak dan pemuda di Tambak rejo, namun lama kelamaan seiring dengan aktivitas kami
yang terus-menerus mampu menarik hati anak-anak untuk diajak belajar. Sehingga semakin
lama antusias anak-anak untuk belajar semakin tinggi. Kami melakukan kegiatan edukasi
mangrove ini selama 7 kali pertemuan dengan pemateri yang berbeda.
Kegiatan kami yang ketiga adalah memberi pelatihan kepada ibu-ibu masyarakat sekitar
agar mampu memanfaatkan dan mengolah mangrove menjadi produk industri rumahan secara
berkelompok, dalam pelatihan ini ibu-ibu begitu antusias untuk mengikuti. Banyak tentang
fungsi mangrove yang dapat di olah dan dijadikan penghasilan tambahan bagi mereka seperti
kripik, stik, kue lumpur dan lain-lain. Tidak hanya itu, namun juga kita ajarkan tentang
pengemasan, tujuannya agar nanti produk yang dihasilkan mempunyai nilai jual tinggi. Agar
masyarakat semakin jelas dalam membuat produk dari bahan mangrove ini, kami juga
memberikan modul bagi masyarakat agar nantinya mudah dalam melakukan kegiatan.
Kegiatan yang keempat bagi warga adalah penanaman mangrove serentak yang dikuti
oleh Bapak lurah Tanjung Mas, Warga, Pemuda, dan anak-anak. Dalam kegiatan yang terakhir
ini semua elemen masyarakat yang berada di Tambak Rejo semakin antusias dan semakin tahu
tentang pentingnya mangrove bagi kehidupan mereka. Inilah tujuan akhir dari kegiatan ini yaitu
mampu menjawab luaran dari kegiatan ini dan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat
Tambak Rejo dengan produksi buah mangrove dan mereka sadar akan pentingnya tanaman
mangrove bagi mereka. Selain itu yang diharapkan dari kegiatan ini adalah integrasi pemuda
terhadap pemahaman dan fungsi mangrove, ketika nanti mereka beranjak dewasa mereka
sudah sadar akan pentingnya menjaga alam dan juga mampu menfaatkan potensi mangrove
yang ada di sekitar dengan SDM yang cukup memadahi.
Dari penelitian yang kami lakukan, jika ekosistem mangrove yang berada di pesisir pantai
ini kita jaga dengan baik, maka tentu akan berdampak positif bagi perkembangan ekonomi yang
berada di masyarakat sekitar. Ini terbukti dari masyarakat Tambak Rejo yang menjadi objek
penelitian kami bahwa masyarakat Tambak Rejo sudah mampu memaksimalkan potensi yang
ada ini sebagai salah satu sumber penghidupan mereka.
Sebelum dan sesudah kegiatan berlangsung kami juga melakukan pengukuran
pemahaman masyarakat melalui metode sekala likert dan penarikan sampling otomatis dengan
Quisioner. Pertanyaan yang kami buat berkaitan dengan pengetahuan dan fungsi dari tumbuhan
mangrove dengan jumlah sepuluh pertanyaan yang berbeda. Sebelum kami melakukan
sosialisasi dan kegiatan di tambak Rejo pemahaman masyarakat tentang mangrove baru
mencapai 20 %. Namun setelah kita melakukan kegiatan di sana selama 5 bulan, memberi
pengaruh besar terhadap pemahaman warga, dari quisioner ke 2 yang kami sebar, hasilnya
terjadi peningkatan sampai dengan 60 %. Jadi apa yang kami kerjakan selama di sana mampu
diserap oleh warga dan memberi kemanfaatan serta peningkatan kualitas hidup mereka ke
depan. Berikut tabel perhitungan sample :

305
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Tabel 1. Daftar Kepala Keluarga Desa Tambak Rejo, Kelurahan Tanjung Emas, Semarang Utara
(Populasi)
1. Ponitri 37. Ahmad Fauzi 73. Bashor
2. Rudi 38. Andraini 74. Istirokhah
3. Imam Santoso 39. Sugito 75. Abdullah Kumaidi
4. Yatno 40. Widodo 76. Suhartono
5. Paidi 41. Samudi 77. Endy Setiawan
6. Sulastri 42. Supeno 78. Edy
7. Mambo 43. Heru 79. Trio
8. Ibnu 44. M. Hilal 80. Dani
9. Rukini 45. Slamet Widodo 81. Rofiah
10. Salipah 46. Sri Toni 82. Ahmad Aksis
11. Sudarno 47. Tias Minik 83. Supri
12. Sugeng 48. Marsono 84. Saodah
13. Muji 49. Anam 85. Agus Erik
14. Mataruki 50. Kusnadi 86. Iswandi
15. Rumanto 51. Darmono 87. Hery
16. Safari 52. Mugiyatno 88. Romdonah
17. Wardoyo 53. Pangga 89. Sri Mulyati
18. Fakih 54. Sabar 90. Nur Kasih
19. Gunawan 55. Suroto 91. Teguh
20. M. Syafii 56. Pak Sri 92. Endar
21. Saeful 57. Fauzan 93. Marzuki
22. Kasmuri 58. Imam 94. Siti Peno
23. Riyanto 59. Ismawan 95. Agus
24. Sukadi 60. Suwarti 96. Kaminto
25. Abdul Kharis 61. Abdur Rohman 97. Khudori
26. Lilik 62. Sri Asiyah 98. Lekah Jan
27. Mahmud 63. Yanto 99. Nursid
28. M. Sholeh 64. Giyono 100. Jhon F. Kenedi
29. Dwi Setiawan 65. Tri So 101. Iwan
30. Supriyadi 66. Sagi 102. Anjar
31. Karsipah 67. Tejo Sujono 103. Pak Min
32. Nur 68. Nyamin 104. Totok
33. Dodo Angga 69. Sutopo 105. Mantiri
34. Amar 70. Sandimo 106. Markus
35. Mujikintun 71. Slamet 107. Abbas
36. M. Sholeh 72. Dasti 108. Slamet H. Yasin
NB: Kotak merah merupakan sampel yang dijadikan penelitian, dengan menggunakan teknik
pengambilan sampel kelipatan lima.

306
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Tabel 2. Hasil Penyebaran Dan Penarikan Angket Baik Sebelum Sosialisasi Dan Paska Sosialisai
Menggunakan Skala Likert
ANGKET PERTAMA
Informasi Yang Didapatkan Setelah Penarikan Skore Maksimal
1000 100 %
Angket An Angket
Pilihan Jumlah Skore yang
Skor Presentasi 200 20 %
Jawaban Skor Didapatkan
Sangat
5 10 5%
Tahu
Tahu 4 20 10 %
Kurang
3 50 25 %
Tahu
Tidak
2 70 35 %
Tahu
Sangat
Tidak 1 50 25 %
Tahu
Jumlah 200 100 %

ANGKET KEDUA
Informasi Yang Didapatkan Setelah Penarikan
Skore Maksimal 1000 100 %
Angket An Angket
Pilihan Jumlah Skore yang
Skor Presentasi 600 60 %
Jawaban Skor Didapatkan
Sangat
5 150 5%
Tahu
Tahu 4 140 10 %
Kurang
3 160 25 %
Tahu
Tidak
2 110 35 %
Tahu
Sangat
Tidak 1 40 25 %
Tahu
Jumlah 600 100 %

Lebih penting daripada itu, sebagai negara maritim terbesar di Dunia Indonesia harus
mampu memanfaatkan setiap jengkal kekayaan yang ada. Hal ini perlu dilakukan agar ketika
memasuki pasar bebas MEA kekayaan negara kita tidak diambil bangsa lain. Dengan kita dapat
mengolahnya sendiri maka semakin mensejahterakan masyarakat yang hidup di pesisir untuk
dapat bersaing dalam percaturan ekonomi global.

307
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

V. PENUTUP

Indonesia Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya, terutama tumbuhan
mangrove masyarakat yang berada di wilayah pesisir harus mampu memanfaatkan potensi yang
besar ini, seperti halnya mengolah buah mangrove untuk dijadikan produk olahan seperti kripik,
peyek, setik, batik, dan lain-lain. Karena dengan mengoptimalkan potensi yang ada maka akan
dapat mengangkat perekonomian masyarakat pesisir.
Dengan adanya sosialisasi dan pelatihan yang kami lakukan secara bertahap kepada warga
Tambak Rejo, sekarang masyarakat sudah mampu memanfaatkan potensi mangrove yang ada
disekitar mereka untuk dijadikan berbagai macam produk olahan seperti peyek mangrove, stik
mangrove, kue lumpur dan lain-lain. Selain daripada itu, produk yang dihasilkan dari warga
Tambak Rejo ini akan dipasarkan dan menjadi produk unggulan oleh ibu-ibu PKK Kelurahan
Tanjung Mas Semarang Utara.

DAFTAR PUSTAKA

Gunarto. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal
Litbang Pertanian, Jakarta. 2004 Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Data Hutan
Mangrove di Indonesia tahun 2006.. Jakarta.2006.

M. Ghufran H. Kordi K, Ekosistem mangrove Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan,PT. RINEKA CIPTA,
Jakarta, 2012.

Nanik Suryo Haryani, Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Citra Landsat, Jurnal
Ilmiah WIDYA. Volume 1 Nomor 1 Mei-Juni 2013.

Oky Yuripa Pradana, Nirwani, Suryono, Kajian Bioekologi dan Strategi Pengelolaan Ekosistem
Mangrove : Studi Kasus di Teluk Awur Jepara, Journal Of Marine Research. Volume 2,
Nomor 1, Tahun 2013

308
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

DAYA SAING EKSPOR PRODUK PERTANIAN INDONESIA


MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Dahlia Nauly
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta Jl. KH. Ahmad Dahlan, Cirendeu.
E-mail: dahlia.nauly@yahoo.co.id

Abstract
This paper aims to analyze the competitiveness of Indonesian agricultural products
compared to other ASEAN countries. In addition, this paper also analyzes the growth of
Indonesia’s export of agricultural products in ASEAN countries. Analyses were performed using
analysis of Revealed Comparative Advantage (RCA) and Constant Market Share Analysis (CMSA).
The data used is secondary data from UN Comtrade using HS code 1996 on 24 agricultural
products with HS code ranging from 01 to 24.
The results show that the group of Indonesian agricultural products which have the
highest competitiveness are group 15 (vegetable oil and animal dominated CPO), group 14
(vegetable planting materials, vegetable products etc) and group 18 (cocoa and cocoa
preparation). Based on the CMSA, indicates that the growth of Indonesian exports of agricultural
products to ASEAN countries during the period 2010-2013 increased by 22.9 percent. Growth
was due to the competitiveness of Indonesian agricultural products increased. However,
Indonesian exports of agricultural products to ASEAN countries has not been addressed to
countries that have high import growth, and Indonesia has not exported agricultural products
which have high demand in ASEAN countries.

Keywords: Competitiveness, Export Agricultural Products, ASEAN.

PENDAHULUAN

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai diberlakukan akhir Desember 2015. Ini
menyebabkan pasar di semua negara ASEAN akan terbuka lebar. Produk pertanian merupakan
salah satu yang menjadi fokus dalam MEA. Dalam MEA telah diterapkan penghapusan semua
tarif bea masuk untuk produk pertanian kecuali beras dan gula (waivr). Selain itu juga
diterapkan penghapusan hambatan non tarif produk pertanian kecuali hambatan-hambatan
yang terkait keamanan pangan yang diatur dalam Sanitary and Phytosanitary (SPS) Measures,
Standard dan Food safety.
Manfaat diberlakukannya MEA yang akan diperoleh Indonesia tergantung daya saing
produk-produk pertanian yang dimiliki Indonesia. Produk pertanian yang memiliki daya saing
tinggi akan mampu berkembang sehingga ekspor Indonesia ke kawasan ASEAN akan semakin
besar dan meningkatkan devisa negara. MEA dapat menjadi peluang dalam meningkatkan
ekspor Indonesia ke intra-ASEAN.Ekspor Indonesia masih harus ditingkatkan agar laju
peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang dengan laju peningkatan impor dari intra-ASEAN.

309
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Spesialisasi pada ekspor produk pertanian yang berdaya saing tinggi diharapkan mampu
meningkatkan nilai dan daya saing ekspor produk pertanian dalam menghadapi persaingan
terutama persaingan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Dengan demikian informasi
mengenai tingkat daya saing produk pertanian tersebut menjadi sangat penting dalam
menentukan spesialisasi produk ekspor pertanian Indonesia. Dengan kata lain Indonesia harus
mengetahui produk pertanian yang menjadi unggulan ekspornya ke negara-negara ASEAN.
Untuk mengetahui produk pertanian Indonesia yang memiliki keunggulan di negara-
negara ASEAN, maka perlu dilakukan analisa mengenai daya saing ekspor produk pertanian
Indonesia. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis daya saing ekspor produk pertanian
Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainya. Selain itu, tulisan ini juga menganalisis
pertumbuhan ekspor produk pertanian Indonesia di negara-negara ASEAN.

METODOLOGI

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series tahun 2004 sampai 2013.
Data yang digunakan berasal dari United Nations Commodity Trade Statistics (UN COMTRADE).
Negara-negara yang termasuk dalam negara ASEAN pada tulisan ini adalah tujuh negara
ASEAN, yaitu Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Data
ekspor negara Brunei Darussalam, Laos dan Myanmar tidak lengkap sehingga tidak dimasukkan
dalam analisis.
Pada analisis data yang menggunakan metode Constant Market Share (CMS), periode
analisis yang pendek diperlukan sehingga tidak memungkinkan munculnya produk baru. Periode
yang digunakan adalah 2010-2014. Pemilihan periode ini didasarkan bahwa pada tanggal 1
Januari 2010 sudah diberlakukan aliran bebas barang (Free Flow of Goods) bagi sepuluh negara
ASEAN (Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina, Brunai, dan Singapura, Kamboja, Laos,
Myanmar dan Vietnam). Tarif bea masuk pada negara-negara tersebut sudah dihapuskan. Jadi
ASEAN Free Trade Area/AFTA) sudah berlangsung. Ini dapat menjadi acuan bagaimana daya
saing produk pertanian Indonesia pasca diberlakukannya AFTA

Tabel 1. Pengelompokan Produk Pertanian yang Diperdagangkan di Kawasan ASEAN*)


Kode Kode
Deskripsi Produk Deskripsi Produk
HS HS
01 Live animal 13 Lac, gums, resins, vegetable saps
and exracts nes
02 Meat and edible offal 14 Vegetable planting materials,
vegetable products, etc
03 Fish,crustaceans, molluscs, aquatic 15 Animal, vegetable fats and olis,
invertebrates nes cleavage products, etc.
04 Dairy products, eggs, honey, edible 16 Meat, fish and seafood, food
animal product nes preparation nes

310
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

05 Products of animal origin nes 17 Sugars and sugar confectionery


06 Live trees, plants, bulbs, roots, cut 18 Cocoa and cocoa preparations
flower etc
07 Edible vegetables and certain roots 19 Cereal flour, starch, milk
and tubers preparation and products
08 Edible fruits, nuts, peel of citrus 20 Vegetable, fruit nut, etc, food
fruit, mellon preparations
09 Coffee, tea, mate and spices 21 Miscellaneous edible preparations
10 Cereals 22 Beverages, spirits and vinegar
11 Milling products, malt, starches, 23 Residues, wastes of food industry,
inulin, wheat gluten animal fodder
12 Oil seeds, oleagic fruits, grain, 24 Tobacco and manufactured
seed, fruit, etc, nes tobacco substitutes

Produk pertanian yang dianalisis mencakup semua produk-produk pertanian yang


termasuk pada kode 01-24 pada katalog HS (Harmonized Commodity Deskription and Coding
System). Hadi dan Mardianto (2004) menggunakan kategori kode HS yang sama untuk
menganalisis komparasi daya saing produk ekspor pertanian antar negara ASEAN dalam Era
Perdagangan Bebas AFTA. Selain itu YAO dan WAN (2014) juga menggunakan kode HS yang
sama dalam mendefinisikan ekspor produk pertanian. Kode HS adalah katalog klasifikasi
komoditi yang secara luas digunakan di dunia

Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)


Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk menganalisis daya saing
dan keunggulan komparatif produk ekspor pertanian Indonesia. Metode RCA pertama kali
diperkenalkan oleh Bela Balassa pada tahun 1965. Konsep dasar dari metode ini yaitu
keunggulan komparatif yang dimiliki suatu wilayah ditunjukkan oleh perdagangan antar wilayah,
sehingga keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan dalam ekspornya. Oleh karena itu,
Balassa menggunakan relative export share dalam perumusannya. Alasan utama menggunakan
pangsa ekspor relatif adalah mengingat bahwa data impor cenderung lebih bias karena
pemerintah sering memberlakukan berbagai pengaturan untuk menekan impor, sehingga dari
data ekspor yang lebih bersih dari berbagai distorsi maka keunggulan komparatif suatu
komoditas dari waktu ke waktu dapat terlihat dengan jelas.
Metode RCA mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan
mengevaluasi peranan ekspor komoditas tertentu dalam ekspor total suatu negara
dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam perdagangan dunia. Metode RCA ini
juga digunakan Yanti dan Widyastutik (2012) juga Widyastutik dan Ashiqin (2011) dalam
menganalisis Daya Saing Produk Turunan Susu dan CPO (Crude Palm Oil). Perumusan RCA oleh
Balassa yang telah dimodifikasi adalah sebagai berikut :

311
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

X ij
X
RCA = i
X wj
Xw
di mana :
Xij = nilai ekspor komoditas j dari negara i
Xi = nilai ekspor total negara i
Xwj = nilai ekspor dunia komoditas j
Xw = nilai total ekspor dunia

Nilai indeks daya saing suatu komoditas dalam RCA memiliki dua kemungkinan:
1. Nilai RCA > 1, menunjukkan bahwa pangsa komoditas j di dalam ekspor total negara i lebih
besar dari pangsa rata-rata dari komoditas yang bersangkutan dalam ekspor semua
negara (dunia). Hal ini berarti negara i memiliki keunggulan komparatif (memiliki daya
saing) sehingga relatif lebih berspesialisasi di kelompok komoditas yang bersangkutan
2. Nilai RCA < 1, menunjukkan bahwa pangsa komoditas j di dalam ekspor total negara i lebih
kecil dari pangsa rata-rata dari komoditas yang bersangkutan dalam ekspor semua negara
(dunia). Hal ini berarti negara i tidak memiliki keunggulan komparatif (tidak memiliki daya
saing) sehingga tidak berspesialisasi di kelompok komoditas yang bersangkutan

Analisis Constant Market Share (CMS)


Asumsi dasar dari analisis CMS (Constant Market Share) adalah bahwa pangsa pasar
ekspor suatu negara di pasar dunia tidak berubah antar waktu. Persamaan yang digunakan pada
analisis CMS ini seperti yang digunakan Tyers et al, (1985) yaitu sebagai berikut:

E(t )..− E(t −1).. ∑( g − g ) E


i (t −1)i ∑ ∑( g
i j
ij − gi ) E(t −1)ij ∑ ∑( E
i j
(t )ij − E(t −1)ij − gij E(t −1)ij
i
=g+ + +
E(t −1).. E(t −1).. E(t −1).. E(t −1)..

Dengan :
pertumbuhan ekspor
E(t ) − E(t −1)
E(t −1)..

pengaruh komposisi komoditas

∑ (g i
i − g ) E ( t −1) i

E ( t −1)..

312
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

pengaruh distribusi pasar

∑∑(g
i j
ij − gi )E(t −1)ij

E(t −1)..
pengaruh persaingan (daya saing)

∑∑ ( E
i j
( t ) ij − E(t −1)ij − gij E(t −1)ij

E(t −1)..
pertumbuhan standar
W ( t ) .. − W ( t − 1) ..
g =
W ( t − 1) ..
W ( t ) i − W ( t − 1) i
gi =
W ( t −1 ) i
W ( t ) ij − W ( t − 1) ij
g ij =
W ( t − 1) ij

Keterangan :
E(t) = nilai total ekspor Indonesia untuk seluruh jenis produk pertanian untuk tahun t
E (t-1) = nilai total ekspor Indonesia untuk seluruh jenis produk pertanian tahun t-1
E (t)i = nilai total ekspor Indonesia tahun t untuk produk i
E (t)j = nilai total ekspor seluruh produk pertanian Indonesia tahun ke t ke negara tujuan j
E(t)ij = nilai ekspor Indonesia tahun t untuk produk i Indonesia tahun
W (t) = nilai total seluruh ekspor standar (dunia atau negara pengekspor tertentu) untuk
seluruh jenis produk pertanian tahun t
W (t)i = nilai total ekspor standar (dunia atau negara pengekspor tertentu) tahun t untuk
produk i
W (t)j = nilai total ekspor standar (dunia atau negara pengekspor tertentu) tahun t ke negara j
W (t) ij = nilai total ekspor standar (dunia atau Negara pengekspor tertentu) pada tahun t untuk
produk i ke negara j

1. Pertumbuhan standar menunjukkan standar umum pertumbuhan ekspor dunia ke negara


tujuan yang menjadi fokus. Ini mencerminkan kinerja pertumbuhan ekspor dari negara
pesaing yang menjadi perhatian.
2. Pengaruh komposisi komoditas. Parameter pengaruh komposisi komoditas yang positif
mengindikasikan bahwa negara pengekspor yang menjadi perhatian telah mengekspor
komoditas ke negara yang pertumbuhan impor komoditasnya lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan kelompok komoditas negara tersebut.

313
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

3. Pengaruh distribusi pasar. Pengaruh distribusi akan positif jika negara pengekspor telah
mendistribusikan pasarnya ke pusat pertumbuhan permintaan.
4. Pengaruh persaingan. Pengaruh persaingan mengindikasikan adanya kenaikan atau
penurunan bersih (net gain or loss) dalam pangsa pasar dari negara pengekspor yang
dianalisis

Cakupan produk pertanian ekpor yang akan dianalisis menggunakan 2 digit kode HS 1996
sebanyak 24 kelompok produk pertanian. Sedangkan pemilihan pasar mencakup semua negara
ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Vietnam,
Singapura dan Filipina.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Saing Produk Pertanian Indonesia di Dunia


Secara umum Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk pertanian. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai rata-rata RCA yang lebih besar dari satu. Berdasarkan rata-rata nilai
RCA 24 kelompok produk pertanian antara tahun 2004 hingga 2013, komoditi pertanian yang
memiliki daya saing yang tinggi berturut-turut adalah kelompok 15 (animal, vegetable fats and
oil, cleavage product), kelompok 14 (vegetable planting materials, vegetable product),
kelompok 9 (kopi, teh dan rempah), kelompok 18 (kakao dan olahannya), kelompok 3
(ikan,udang, molusca), kelompok 24 (tembakau) dan kelompok 13 (lak, getah damar).
Komoditi pertanian pada kelompok 15 didominasi CPO (Crude Palm Oil) dan Palm Kernel
Oil yang keduanya masih berbentuk mentah (crude). Kelompok 14 yang memiliki daya saing
tertinggi adalah rotan dan bambu. Kelompok 9 didominasi biji kopi dan kelompok 18 didominasi
biji kakao.
Tabel 2 menunjukkan perbandingan nilai RCA untuk produk pertanian diantara negara
ASEAN. Secara rata-rata nilai RCA Indonesia berada diurutan ketiga setelah Vietnam dan
Thailand. Diantara semua negara ASEAN yang dianalisis, Kamboja hanya memiliki daya saing
pada kelompok produk 10 (cereal) dan Singapura hanya memiliki keunggulan pada kelompok 14
(khususnya rotan).
Ngakan (2006) mengemukakan bahwa sejak tahun 1922 Singapura merupakan pusat
perdagangan rotan yang berasal dari Asia Tenggara dengan tujuan ekspor ke Hongkong,
Amerika Serikat dan Perancis. Singapura yang bukan merupakan daerah asal rotan
mendapatkan devisa yang tinggi dari memproses rotan menjadi produk setengah jadi.
Sementara Indonesia yang memasok 90 persen kepada kedua negara tersebut hanya mencatat
devisa seperempat dari yang diperoleh Singapura. Melihat besarnya keuntungan yang
didapatkan oleh Singapura dalam mengolah rotan asalan menjadi rotan setengah jadi, maka
pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengolah rotannya sendiri dan melarang ekspor
rotan mentah dan rotan setengah jadi.

314
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Dibandingkan negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki daya saing tinggi untuk kelompok
produk 15 (CPO dan PKO), kelompok 14 (rotan, lada) dan 18 (kakao dan olahannya). Kelompok
tersebut memang mencakup komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia di
pasar Internasional. Produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia adalah nomor satu di dunia
sejak tahun 2006 mengalahkan Malaysia.

Tabel 2. Nilai RCA Produk Pertanian Negara-Negara ASEAN

HS Kamboja Malaysia Philipina Singapura Thailand Vietnam Indonesia


1 0,05 0,69 0,10 0,02 0,31 0,06 0,28
2 0,00 0,02 0,06 0,02 0,10 0,13 0,02
3 0,24 0,64 1,32 0,19 2,82 11,63 2,90
4 0,00 0,35 0,51 0,23 0,24 0,40 0,33
5 0,00 0,08 0,16 0,14 0,37 0,39 0,12
6 0,00 0,42 0,05 0,10 0,51 0,22 0,10
7 0,12 0,21 0,16 0,03 1,62 1,44 0,19
8 0,03 0,11 3,31 0,07 0,71 3,61 0,46
9 0,06 0,23 0,02 0,33 0,14 17,56 4,43
10 5,09 0,01 0,13 0,05 9,12 13,67 0,05
11 0,73 0,37 0,16 0,13 4,32 5,03 0,45
12 0,18 0,04 0,19 0,06 0,15 0,33 0,28
13 0,00 0,09 5,53 0,27 0,50 0,51 1,08
14 0,44 2,91 0,73 1,00 0,83 3,36 7,66
15 0,24 13,68 3,81 0,29 0,49 0,30 18,09
16 0,00 0,32 2,36 0,10 12,35 4,14 1,51
17 0,36 0,41 1,51 0,19 4,64 0,55 0,44
18 0,00 2,12 0,06 0,67 0,17 0,03 3,62
19 0,01 1,16 0,80 0,80 1,22 1,26 0,80
20 0,00 0,18 2,36 0,10 2,95 0,78 0,47
21 0,00 1,02 0,54 0,59 2,11 0,48 0,65
22 0,18 0,41 0,19 0,83 0,51 0,25 0,09
23 0,10 0,47 0,44 0,15 1,44 0,35 0,73
24 1,02 0,72 1,89 0,76 0,25 1,23 1,71
Rata2 0,37 1,11 1,10 0,30 1,99 2,82 1,94
Sumber: UN Comtrade, diolah.

Indonesia juga merupakan produsen dan eksportir utama lada di dunia dan termasuk
dalam lima besar negara produsen lada di dunia khususnya lada hitam dan lada putih.
Kedudukan lada sebagai komoditi ekspor hasil perkebunan cukup penting, yaitu nomor enam
setelah karet, kelapa sawit, kakao, kopi dan kelapa. Lada juga dikenal dengan nama King of
Spices (Raja Rempah) untuk golongan komoditas rempah-rempah. Kontribusi lada Indonesia di
pasar dunia pada 2010 adalah sebesar 17 persen dari produksi lada dunia dan merupakan
produsen lada terbesar kedua di dunia setelah Vietnam (Rivaie dan Pasandaran, 2011).

315
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan
Ghana. Menurut data ICCO (international Cocoa Organization) pada tahun 2011/2012 produksi
biji kakao Indonesia sebesar 440 ribu ton sementara Pantai Gading 1.486 ribu ton dan Ghana
879 ribu ton.
Rifin (2013) menyatakan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam
memproduksi biji kakao meskipun Pantai Gading, Ghana dan Nigeria memiliki daya saing yang
lebih tinggi. Selain biji kakao, Nauly et al. (2014) mengemukakan bahwa Indonesia memiliki daya
saing tinggi untuk komoditas kakao olahan, meliputi kakao pasta, kakao butter dan kakao
bubuk. Hasil analisis dengan menggunakan rata-rata nilai RCA pada periode 1990-2012
menunjukkan bahwa daya saing kakao pasta dan kakao butter Indonesia berada di bawah Pantai
Gading, Belanda dan Malaysia. Sedangkan kakao bubuk Indonesia berada di bawah Belanda dan
Malaysia. Hal yang menarik adalah bahwa di tahun 2012, daya saing kakao pasta Indonesia
sudah melebihi Belanda dan Malaysia.

Pertumbuhan Ekspor Produk Pertanian Indonesia di Kawasan ASEAN


Hasil analisis pertumbuhan nilai ekspor pertanian Indonesia ke kawasan ASEAN selama
periode 2010-2013 dengan menggunakan metode CMS (Constant Market Share) diperlihatkan
pada Tabel 3. Tabel tersebut menunjukkan bahwa parameter pertumbuhan ekspor Indonesia
masih berada di bawah pertumbuhan ekspor dunia (pertumbuhan standar). Hal ini disebabkan
ekspor produk pertanian Indonesia ke negara-negara ASEAN belum ditujukan ke negara-negara
yang memiliki pertumbuhan impor yang tinggi dan Indonesia juga belum mengekspor produk-
produk pertanian yang memiliki permintaan yang tinggi di negara ASEAN. Ini sesuai dengan yang
dikemukakan Hakim (2005) bahwa volume perdagangan antar negara ASEAN (intratrade) masih
kecil yang berkisar antara 18-22 persen dari total perdagangan negara-negara ASEAN. Negara
ASEAN cenderung melakukan perdagangan dengan negara-negara di luar ASEAN. Hal ini
disebabkan sebagian besar negara ASEAN adalah negara yang berbasiskan pertanian.
Ekspor produk pertanian Indonesia di kawasan ASEAN masih lemah dalam komposisi
produk. Nilai parameter komposisi produk adalah sebesar -0.067. Nilai negatif tersebut
disebabkan Indonesia belum memperhatikan dengan cermat pertumbuhan impor dikawasan
ASEAN. Hal ini mengindikasikan bahwa penyelidikan pasar (market intelligence) Indonesia masih
lemah sehingga dinamika permintaan dan penawaran produk pertanian dikawasan tersebut
tidak terpantau dengan baik.

Tabel 3. Parameter Pertumbuhan Ekspor Produk Pertanian


Indonesia ke Kawasan ASEAN Periode 2010-2013
Komponen (%)
Pertumbuhan Ekspor 0,229
Pertumbuhan Standar 0,291
Komposisi Produk -0,067
Distribusi Pasar -0,025
Persaingan 0,030
Sumber: UN Comtrade, diolah

316
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Apabila dianalisis lebih lanjut, dari 24 kelompok produk pertanian yang ada ternyata
hanya 8 kelompok produk yang memiliki nilai negatif pada efek komposisi produk. Kelompok
produk tersebut adalah ikan, udang dan molusca (HS 3), sayuran dan umbi-umbian (HS 7), buah-
buahan, kacang,melon dll (HS 8), rotan, bambu (HS 14), minyak nabati dan hewani (HS 15), gula
(HS 17), kakao dan kakao olahan (HS 18) dan tembakau (HS 24). Hal yang menarik adalah bahwa
kelompok produk 15, 18 dan 14 yang memiliki daya saing tinggi di pasar Internasional justru
memiliki nilai negatif.

Tabel 4. Pengaruh Komposisi Produk terhadap Ekspor


Produk Pertanian Indonesia di Kawasan ASEAN
Kode HS Efek Komposisi Produk Kode HS Efek Komposisi Produk
1 0.000 13 0,001
2 0,000 14 -0,001
3 -0,004 15 -0,047
4 0,000 16 0,001
5 0,000 17 -0,001
6 0,000 18 -0,011
7 -0,001 19 0,001
8 0,000 20 0,000
9 -0,007 21 0,001
10 0,000 22 0,000
11 0,000 23 0,002
12 0,001 24 -0,003
Sumber: UN Comtrade, diolah

Minyak nabati dan hewani yang didominasi CPO (HS 15) yang selama ini menjadi
unggulan ekspor Indonesia dan memiliki daya saing tinggi ternyata belum ditujukan kepada
negara yang memang memiliki pertumbuhan impor yang tinggi. Hal ini karena pemerintah
Indonesia berusaha mengurangi ekspor CPO dengan menerapkan bea keluar. Bea keluar
tersebut bertujuan meningkatkan nilai tambah CPO dengan cara mengolahnya lebih lanjut.
Namun disisi lain permintaan dalam bentuk CPO di intra ASEAN masih tinggi. Ekspor CPO
Indonesia ke intra ASEAN sebagian besar ditujukan ke Malaysia. Malaysia mengimpor CPO yang
berasal dari kebun kelapa sawit Indonesia dan kemudian mengolahnya sehingga nilai tambah
dari pengolahan CPO dinikmati Malaysia.
Demikian pula pada produk kakao. Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan nilai
tambah kakao dengan cara tidak mengekspor kakao dalam bentuk biji namun dalam bentuk
olahannya seperti kakao butter, kakao pasta maupun kakao bubuk. Sementara permintaan akan
biji kakao sangat tinggi terutama dari Malaysia. Hal yang sama terjadi juga pada rotan di mana
Indonesia diupayakan tidak lagi mengekspor rotan dalam bentuk rotan mentah (asalan)
melainkan dalam bentuk barang jadi atau setengah jadi. Sementara permintaan rotan mentah
sangat tinggi.

317
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Larangan ekspor rotan mentah di tahun 2012 tidak hanya menimbulkan permasalahan di
dalam negeri, namun juga menimbulkan isu adanya ekspor ilegal. Catatan ekpor rotan mentah
Indonesia tahun 2012 mengalami penurunan drastis bahkan hampir nol. Namun berbeda
dengan catatan impor negara utama tujuan ekspor rotan mentah Indonesia. Pusat Kebijakan
Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan (2013) menyatakan bahwa Singapura
mencatat adanya impor rotan mentah dari Indonesia sebesar USD 3,8 juta atau 36,8% dari total
impor rotannya di tahun 2012. Sementara catatan Indonesia menunjukan tidak ada ekspor
rotan ke Singapura).
Pengaruh distribusi pasar selama periode 2010-2013 juga memiliki nilai negatif yaitu -
0,025. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia pada periode tersebut belum mendistribusikan
ekspor produk pertaniannya ke negara yang memiliki permintaan yang tinggi. Salah satunya
adalah kelompok produk nabati dan hewani (HS 15) yang memiliki nilai distribusi pasar yang
negatif di Malaysia. Hal ini disebabkan ekspor CPO Indonesia mengalami penurunan di negara
tersebut, terkait dengan penerapan pajak ekspor CPO di Indonesia.

Tabel 5. Pengaruh Distribusi Pasar


terhadap Ekspor Produk Pertanian Indonesia di Kawasan ASEAN
HS Brunei Kamboja Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand
1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
3 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,002
4 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
8 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
9 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000
10 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
11 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
12 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000
13 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
14 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
15 0,000 0,000 0,000 -0,054 0,002 0,000 0,006 0,000
16 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001
17 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
18 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,002 0,000
19 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,001 0,000 0,000
20 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
21 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,002 -0,001 0,000
22 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
23 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
24 0,000 0,003 0,000 0,002 0,000 0,000 -0,001 0,000
Sumber: UN Comtrade, diolah.

318
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Parameter lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh persaingan (daya saing)
komoditas. Hasil analisis menunjukkan bahwa selama periode 2010-2013 bertanda positif
dengan nilai 0,03. Angka ini menunjukkan bahwa secara umum produk ekspor pertanian di
Kawasan ASEAN mengalami peningkatan daya saing. Penurunan daya saing terbesar terjadi di
Malaysia untuk kelompok produk HS 15 dan HS 18. Hal yang sama juga terjadi di Singapura. Ini
terjadi karena ekspor Indonesia untuk CPO dan biji kakao ke Malaysia dan Singapura mengalami
penurunan. Sehingga berakibat komposisi CPO Indonesia terhadap total impor CPO Malaysia
dan juga Singapura semakin kecil. Demikian pula yang terjadi pada komoditas biji kakao.
Daya saing Indonesia di Vietnam pada kelompok produk HS 3 juga mengalami penurunan.
Hal ini disebabkan daya saing komoditas Indonesia pada kelompok tersebut masih di bawah
Vietnam. Vietnam merupakan salah satu pemasok utama produk udang di dunia yang sukses
mengalahkan Indonesia.
Vietnam tidak mampu memproduksi udang secara signifikan, namun Vietnam mampu
menyerap udang dari berbagai negara seperti India dengan jumlah yang cukup besar. Vietnam
banyak mendapatkan udang dari India. Nelayan Vietnam bahkan sudah memantau dan
mengirimkan kapal cukup banyak ke India saat masuk musim panen udang di sana.

Tabel 6. Pengaruh Daya Saing terhadap Ekspor Produk Pertanian Indonesia


di Kawasan ASEAN
HS Brunei Kamboja Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
2 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
3 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,006
4 0,000 0,000 0,000 -0,001 0,000 0,000 -0,002 0,000 0,000
5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
8 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,002 0,000 -0,002
9 0,000 0,000 0,000 0,002 0,000 0,000 0,001 0,002 -0,003
10 0,000 0,000 0,000 -0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
11 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000
12 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,002 0,000 0,000 -0,002
13 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
14 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
15 0,000 0,000 0,000 -0,013 0,002 0,002 -0,007 0,001 -0,003
16 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
17 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001
18 0,000 0,000 0,000 -0,008 0,000 -0,001 -0,002 0,000 0,000
19 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 -0,001 0,000 0,000 0,000
20 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
21 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,005 0,002 0,001 0,000
22 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000
23 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,002
24 0,000 -0,002 0,000 0,000 0,000 0,000 0,003 0,000 0,001
Sumber: UN Comtrade, diolah

319
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Salah satu yang menjadi keunggulan Vietnam menjadi eksportir udang terbesar dunia
karena Vietnam mempunyai kapasitas lemari berpendingin yang cukup besar. Di samping itu,
Vietnam mampu menyerap udang dari banyak negara seperti Thailand dan Indonesia. Kemudian
Vietnam mengekspor ke berbagai negara seperti Uni Eropa, Amerika Serikat dan Tiongkok.
Indonesia memiliki peningkatan daya saing yang paling tinggi pada pada kelompok
komoditas 24 (tembakau) di Singapura. Ini terjadi karena Indonesia merupakan pengekspor
tembakau terbesar kedua ke Singapura setelah Cina. Namun yang perlu diantisipasi adalah
rencana Singapura yang akan menerapkan kebijakan kemasan polos produk rokok (plain
packaging). Kebijakan serupa sebelumnya diterapkan Pemerintah Australia dan kini masih
disengketakan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Kebijakan kemasan polos mewajibkan produk rokok yang dijual harus dalam kotak
kemasan seragam dengan warna tertentu dan menampilkan peringatan ancaman kesehatan
pada kemasan rokok. Selain itu, nama produk juga ditampilkan dengan jenis huruf yang telah
ditentukan tanpa logo perusahaan dan merek dagang. Apabila kebijakan kemasan polos ini
diterapkan oleh pemerintah Singapura, maka akan berdampak pada penurunan ekspor
Indonesia ke Singapura.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Indonesia memiliki daya saing tinggi untuk kelompok produk 15 (CPO dan PKO), kelompok
14 (rotan, lada) dan 18 (kakao dan olahannya) dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya.
2. Selama periode 2010-2013 pertumbuhan ekspor Indonesia ke wilayah ASEAN masih
berada di bawah pertumbuhan ekspor dunia. Hal ini disebabkan Indonesia belum
memperhatikan dengan cermat pertumbuhan impor di kawasan ASEAN. Selain itu produk
ekspor pertanian Indonesia juga belum didistribusikan ke negara yang memiliki
permintaan tinggi. Daya saing produk ekspor pertanian Indonesia cenderung mengalami
peningkatan terutama kelompok produk 24 (tembakau) di Singapura.

Saran
1. Dalam menghadapi MEA 2015, Indonesia sebaiknya melakukan spesialisasi ekspor pada
komoditi ekspor berdaya saing tinggi di kawasan ASEAN, yaitu CPO, PKO, rotan, lada dan
kakao.
2. Pemerintah dan stakeholder terkait perlu melakukan langkah strategis untuk memacu
daya saing komoditi yang memiliki permintaan tinggi, namun ternyata daya saingnya
rendah seperti tembakau.

320
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

DAFTAR PUSTAKA

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI). 2015. Kemasan Rokok Polos Singapura Ancam
Ekspor Tembakau Indonesia. http://amti.id. [31 Juli 2015]
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri,. 2013. Evaluasi Kebijakan Pelarangan Ekspor Rotan.
Departemen Perdagangan RI.
Balasa, B. 1965. Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage. Manchester School
of Economics and Statistics 33: 99-124.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian. 2014.
Market Intelligence Situasi Pasar Komoditi Pertanian Wilayah ASEAN. Jurnal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Hadi dan Mardianto. 2004. Analisis Komparasi Daya Saing Produk Ekspor Pertanian Antar
Negara ASEAN dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal Agro Ekonomi 22(1): 46-73.
Hakim DB. 2005. Dampak Kerja sama Multilateral terhadap Perdagangan Produk Pertanian.
Jurnal Manajemen dan Agribisnis 2(2): 145-155.
Nauly D, Daris E dan Nuhung IA. 2014. Daya Saing Ekspor Kakao Olahan Indonesia. Jurnal
Agribisnis 8(1): 11-20.
Ngakan, PO, Komarudin H, Achmad A, Wahyudi dan Tako A. 2006. Ketergantungan, Persepsi dan
Partisipasi Masyarakat Terhadap Sumberdaya Hayati Hutan. Center For International
Forestry Research.
Rivaie dan Pasandaran. 2014. Memperkuat Daya Saing Produk Pertanian : Dukungan Teknologi
dan Kelembagaan untuk Memperkuat Daya Saing Komoditas Lada. IAARD Press. p 341-
359.
Rifin, A. 2013. Competitiveness of Indonesia’s Cocoa Beans Export in the Word Market.
International Journal of Trade, Economics and Finance 4: 279-281.
Tyers, R. P. Phillips and D. Lim. 1985. ASEAN-Australia Trade in Manufactures; A Constant
Market Share Analysis, 1970-1979. In Lim,D. (ed). 1985. ASEAN-Australia Trade in.
Lubis, AD dan Nuryanti S. 2011. Analisis Dampak ACFTA dan Kebijakan Perdagangan Kakao di
Pasar Domestik dan China. Analisis Kebijakan Pertanian 9(2) : 143-156.
United Nations Commodity Trade Statistic Data base. 2014. http://comtrade.un.org/data/.[ 17
Juni 2015].
Widyastutik dan Ashiqin. 2011. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Ekspor CPO Indonesia ke China, Malaysia dan Singapura dalam Skema ASEAN-China Free
Trade Agreement. Jurnal Manajemen dan Agribisnis 8 (2): 65-73.

321
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Wij dan Hen. 2014. Vietnam Jadi Eksportir Udang Dunia Yang Sukses KalahkanIndonesia.
http://finance.detik.com [31 Juli 2015]
Yanti dan Widyastutik. 2012. Analisis Daya Daing Produk Turunan Susu Indonesia di Pasar
DuniaJurnal Manajemen dan Agribisnis. 9 (3).
Yao dan Wan. 2014. Competitiveness of China Agricultural Product Export to the United States
of America. Asian Agricultural Research 6(12):9-13.

322
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

MENINGKATKAN DAYA SAING DALAM MENDORONG PENGEMBANGAN PRODUK BERBASIS


KERAKYATAN MENUJU GOOD LOCAL INDUSTRY

Budi Prihatminingtyas
Fakultas Ekonomi Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Email : hatmining@yahoo.co.id

Indonesia telah memasuki era komunitas ASEAN. Salah satu pilar Komunitas ASEAN yaitu
Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN. Hal tersebut berdampak pada sektor perekonomian.
Persaingan produk di Indonesia sekarang ini sungguh sangat berat, selain bersaing dengan
produk lokal, produk Indonesia harus bersaing dengan produk luar negeri. Sejak terbentuk
CAFTA. China sebagai negara besar memiliki produk murah dan berkualitas, diproduksi secara
masal siap bersaing di kawasan ASEAN. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa
merupakan salah satu pasar yang potensial, dengan tingkat produktivitas rendah, bahkan
cenderung konsumtif. Tujuan penelitian ini menjelaskan kemampuan bersaing industri makanan
dan minuman. Kemampuan menyediakan produk yang memiliki kualitas tinggi. Meningkatkan
peran usaha kecil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini merupakan
penelitian eksplanatori menggunakan metode kualitatif dan pendekatan partisipatif untuk
memperoleh informasi. Data primer diperoleh dari kuisioner, wawancara dan dokumentasi.
Penelitian ini merupakan penelitian MP3EI dilakukan mulai tahun 2013 sampai tahun 2015 di 5
desa, setiap desa diwakili 30 pengusaha di Kabupaten Magelang, Kabupaten Sleman dan
Yogyakarta. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa produk industri makanan dan minuman di
daerah penelitian memiliki kemampuan bersaing. sehingga dapat menciptakan peluang pasar
terbuka dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Produk yang disediakan memiliki kualitas
tinggi, karena menggunakan budaya bersih dan tanggung jawab sosial dalam proses produksi.
Peranan usaha kecil dapat menyerap tenaga kerja, menciptakan peluang kerja baru, pada
akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Keyword: Daya saing, produk berbasis kerakyatan

1. PENDAHULUAN

Indonesia telah memasuki era komunitas ASEAN. Salah satu pilar Komunitas ASEAN yaitu
Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN. Hal tersebut berdampak pada sektor perekonomian.
Persaingan produk di Indonesia sekarang ini sungguh sangat berat, selain bersaing dengan
produk lokal, produk Indonesia harus bersaing dengan produk luar negeri. Sejak terbentuk
CAFTA. China sebagai negara besar memiliki produk murah dan berkualitas, diproduksi secara
masal siap bersaing di kawasan ASEAN. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa
merupakan salah satu pasar yang potensial, dengan tingkat produktivitas rendah, bahkan
cenderung konsumtif.

323
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Perusahaan dibentuk dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan untuk meningkatkan


kesejahteraan pemilik perusahaan, manajemen dan karyawan secara berkesinambungan. Hasil
produk yang disediakan secara spesifik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik secara
lokal nasional maupun internasional. Salah satu cara untuk meningkatkan keuntungan antara
lain dengan mengadakan perjanjian kerja sama baik nasional maupun internasional.
Penelitian ini memilih pengusaha kecil makanan dan minuman dengan pertimbangan
usaha ini banyak ditekuni masyarakat dan banyak menyerap tenaga kerja, walaupun kelompok
ini mempunyai kekurangan, seperti kekurangan modal, kurang memiliki kemampuan
manajemen. Bentuk kegiatan juga difokuskan pada pengembangan produk, sebagai sarana
membangun kreativitas dan budaya inovasi yang pada saat ini menjadi salah satu kelemahan
usaha kecil makanan dan minuman, sementara kreativitas dan inovasi menjadi salah satu
strategi utama. Mempopulerkan kepada pelaku usaha makanan dan minuman mengenai
peranan teknologi dalam kegiatan pemasaran produk sehingga pendistribusiannya lebih meluas.
Permasalahan yang dihadapi sebagai berikut:1. Bagaimana kemampuan bersaing industri
makanan dan minuman. 2. Bagaimana kemampuan untuk menyediakan produk yang memiliki
kualitas tinggi. 3. Bagaimana peran usaha kecil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tujuan penelitian ini. 1. Menjelaskan kemampuan bersaing industri makanan dan minuman.
2.Menjelaskan kemampuan menyediakan produk yang memiliki kualitas tinggi. 3. Meningkatkan
peran usaha kecil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada dasarnya, konsep pengembangan dari industri yang berbasis kerakyatan adalah
suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh masyarakat, dari tingkat bawah dan menengah.
Saat ini produk impor menguasai pasar dalam negeri. Pemerintah dituntut segera meningkatkan
daya saing produk lokal dengan cara menggerakkan industri yang ada di masyarakat. Ekonomi
kerakyatan berbasis pada kekuatan masyarakat dibangun berlandaskan semangat untuk
mewujudkan kemandirian. Secara swadaya mengelola sumber daya ekonomi apa saja yang
dapat dijadikan usaha meliputi berbagai sektor seperti pertanian, peternakan, kerajinan,
makanan dan minuman, pakaian, sehingga terjadi kegiatan ekonomi yang positif di masyarakat.
Usaha kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang
telah digunakan secara turun temurun yang berkaitan dengan seni dan budaya. Usaha kecil
sering kali diartikan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah. Sampai saat ini masih banyak
perbedaan pendapat tentang usaha kecil. Kajian teori pada penelitian antara lain:

2.1 Makanan dan minuman di Daerah Rawan Bencana


Makanan dan minuman pada dasarnya merupakan industri yang menggunakan bahan
baku utama dari produk tanaman dan kebun. Perkembangan makanan dan minuman mendapat
perhatian besar dari berbagai kalangan. Makanan dan minuman ini telah mampu meningkatkan
nilai tambah produk-produk pertanian. Usaha peningkatan nilai tambah pendapatan petani

324
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

telah banyak dilakukan melalui pemanfaatan produk yang tidak hanya untuk makanan pokok,
tetapi juga sebagai bahan baku pengembangan produk makanan dan minuman
(Prihatminingtyas, 2010). Gambaran tersebut menuntut Indonesia untuk mampu menggali
potensi daya saing, sehingga dapat memperkuat daya saing dan nilai jual produk. Sementara
usaha kecil makanan dan minuman di daerah rawan bencana memiliki kendala yang lebih
kompleks. Selain harus mendapatkan pasar yang lebih luas, juga menanggung resiko faktor alam
yang tidak terduga khususnya bencana erupsi. Usaha mengatasi resiko juga bisa dilakukan
dengan cara memanfaatkan lembaga asuransi sebagai lembaga proteksi apabila terjadi resiko
bencana alam. Sampai saat ini pengetahuan pelaku usaha makanan dan minuman terhadap
masalah asuransi relatif masih kurang.

2.2 Mengidentifikasi Peluang


Pasca erupsi yang melanda suatu wilayah biasanya wilayah tersebut menjadi obyek wisata
mendadak, biasanya masyarakat tertarik untuk melihat secara langsung bencana tersebut, oleh
karena itu jika peluang yang ada dimanfaatkan dengan baik akan mendatangkan peluang bagi
usaha kecil makanan dan minuman untuk memasarkan hasil produksi

2.3 Pertumbuhan Ekonomi


(Susanto, 2015) menyatakan bahwa pada dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu
wilayah terjadi karena adanya efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang
diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan wilayah itu yang dipasarkan ke luar
wilayah. Besarnya efek kekuatan pengganda tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi yang
ditunjukkan oleh koefisien pengganda yang dihasilkan.

Tabel 1.
Kriteria Jenis Usaha Kecil Menurut UU No. 20 Th. 2008 tentang usaha kecil

No Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha menengah


1 Merupakan usaha produktif Merupakan usaha ekonomi Merupakan usaha ekonomi produktif
milik orang perorangan produktif yang berdiri sendiri, yang berdiri sendiri, yang dilakukan
dan/atau badan usaha yang dilakukan oleh orang oleh orang perorangan atau
perorangan yang memenuhi perorangan atau badan usaha badan usaha yang bukan merupakan
kriteria yang bukan merupakan anak anak perusahaan atau cabang
usaha mikro. perusahaan atau bukan perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
cabang perusahaan yang atau menjadi bagian baik langsung
dimiliki, dikuasai, atau maupun tidak langsung dengan usaha
menjadi bagian baik langsung kecil atau usaha besar dengan jumlah
maupun tidak langsung dari kekayaan bersih atau hasil penjualan
usaha menengah atau usaha tahunan
besar yang memenuhi kriteria
usaha kecil.
2 Tidak termasuk tanah dan Tidak termasuk tanah dan Tidak termasuk tanah dan bangunan
bangunan tempat usaha bangunan tempat usaha tempat usaha.
3 Memiliki hasil penjualan Memiliki hasil penjualan Memiliki hasil penjualan tahunan
tahunan paling banyak tahunan lebih dari lebih dari

325
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus Rp300.000.000,00 (tiga ratus Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima
juta rupiah). juta rupiah) sampai ratus juta rupiah) sampai dengan
dengan paling banyak paling banyak Rp50.000.000.000,00
Rp2.500.000.000,00 (dua (lima puluh miliar rupiah).
miliar lima ratus juta rupiah).
4 Memiliki kekayaan Memiliki kekayaan bersih Memiliki kekayaan bersih lebih dari
bersih paling banyak lebih dari Rp50.000.000,00 Rp500.000.000,00
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh (lima puluh juta rupiah) (lima ratus juta rupiah) sampai
juta rupiah) sampai dengan paling banyak dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
juta rupiah). rupiah)
Sumber: UU No. 20 Th. 2008

Pada era CAFTA Efek buruk manajemen modal kerja berpengaruh pada kemampuan
bersaing usaha kecil, jika diteruskan tanpa dicari solusi akan berpengaruh pada keberadaan dan
daya saing usaha kecil itu. Sesuai dengan undang - undang nomor 20 tahun 2008 tentang usaha
kecil yaitu kriteria jenis usaha yang disajikan pada Tabel 1. undang-undang 20 tahun 2008
tentang usaha kecil, yang dimaksud usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria.

2.4 Perluasan Akses


Faktor penyebab kinerja pengusaha makanan dan minuman yang terdiri dari faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: (1) Kelemahan dalam memperoleh
peluang (akses) pasar dan memperbesar pangsa pasar, (2) Kelemahan dalam struktur
permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur (akses) terhadap sumber-sumber
permodalan; (3) Kelemahan di bidang organisasi dan manajemen; (4) Keterbatasan dalam
pemanfaatan (akses) dan penguasaan teknologi; (5) Keterbatasan jaringan usaha dan kerja sama
usaha. Faktor eksternal meliputi: (1) Iklim berusaha yang kurang mendukung (kondusif); karena
masih ada persaingan yang tidak sehat; (2) Sarana dan prasarana perekonomian yang kurang
memadai; (3) Pembinaan yang masih kurang terpadu; (4) Masih kurang pemahaman,
kepercayaan dan kepedulian dari sebagian masyarakat terhadap usaha kecil (Prihatminingtyas,
2010).

2.5 Strategi Bersaing yang Sesuai dengan Potensi SDM


Perusahan harus mampu bertahan dan memiliki keunggulan bersaing. Keunggulan
bersaing adalah kemampuan perusahaan untuk menang secara konsisten dalam jangka panjang
pada situasi persaingan. Untuk mencapai keunggulan kompetitif perlu diperhatikan enam faktor
(Prihatminingtyas, 2010), antara lain:
1. Kejujuran artinya perilaku pengusaha harus jujur pada produk yang dijual, keaslian barang
yang dijual.

326
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

2. Menghargai waktu, ada pepatah waktu adalah uang sehingga pengusaha dalam
menjalankan bisnis harus memperhatikan bagaimana mendistribusikan waktu dengan baik
3. Penentuan harga produk berdasarkan pengeluaran biaya tetap dan biaya tidak tetap,
ditambah dengan keuntungan. Harga jual yang rendah dapat meningkatkan permintaan
terhadap produk, tetapi juga mengurangi keuntungan.
4. Kualitas produk adalah dimensi dari suatu produk yang ditetapkan oleh konsumen. Produk
yang dipasarkan merupakan produk yang dipesan konsumen harus sesuai dengan
perjanjian.
5. Fleksibilitas dalam menangkap selera konsumen, yaitu operasi perusahaan yang
memungkinkan dapat merespons kebutuhan pelanggan secara tepat dan efisien.
Pengusaha dituntut mampu untuk mencapai daya saing.
6. Norma agama, merupakan hal yang tidak boleh dilupakan dalam membentuk daya saing
usaha kecil.

2.6 Usaha Kecil Makanan dan Minuman Menurut Klasifikasinya (Berkembang, Bertahan,
Menurun dan Berhenti)
Era pasar bebas membutuhkan daya saing bagi perusahaan. Untuk mampu bertahan
dalam persaingan yang semakin ketat, pengusaha dituntut memiliki dan memahami konsep
daya saing. Pengusaha di pulau Jawa di mana sebagian usahanya adalah usaha tradisional dan
sifatnya turun temurun. Menurut (Prihatminingtyas, 2015) kemampuan yang tinggi didukung
kinerja yang baik pasti meningkatkan kepuasan.

2.7 Produk yang disediakan memiliki kualitas tinggi


Budaya bersih dan tanggung jawab sosial dalam proses produksi Semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang aman bagi kesehatan dan pola
makan yang cenderung cepat saji serta modern, belum didukung sepenuhnya oleh tersedianya
produk pangan yang mengandung bahan tambahan makanan (BTM) yang alami dan aman.
Kadangkala pengusaha menambahkan bahan kimia untuk menjaga agar makanan menjadi awet,
namun sesuai PP Menkes Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999 penggunaan bahan kimia untuk
produk makanan dan minuman dilarang.

BAB 3. METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori menggunakan metode kualitatif dan


pendekatan partisipatif untuk memperoleh informasi. Data primer diperoleh dari kuisioner,
wawancara dan dokumentasi. Pelaksanaan penelitian di 5 desa, setiap desa diwakili 30
pengusaha di Kabupaten Magelang, Kabupaten Sleman dan Yogyakarta.

327
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

3.1. Lokasi penelitian


Penelitian ini termasuk jenis penelitian explanatory yang dilaksanakan di 3 kelompok di
Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah dan 2 kelompok di Kabupaten Sleman Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan difokuskan pada usaha kecil makanan dan minuman berperan
utama sebagai pengelola. dengan mempertimbangkan:
1. Jarak lokasi usaha dengan sungai.
2. Frekuensi lahar yang melewati sungai.

Berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan ini mempertimbangkan,:


faktor sosial budaya, ketersediaan SDM, kemudahan dalam pembinaan dan pemantauan,
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, dukungan pemerintah dan masyarakat, peluang
pengembangan dan diversifikasi produk.

4.2. Populasi, sampel dan pengumpulan data penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pengusaha kecil yang memiliki usaha di bidang
makanan minuman di daerah bencana gunung merapi, dengan kreteria masih beroperasi
minimal 1 tahun (Tabel 2). Metode pengambilan sampel dilakukan secara sensus (setiap
kelompok terdiri dari 20 pengusaha kecil dibidang makanan dan minuman). Pengumpulan data
primer menggunakan metode wawancara, dokumentasi dan kuesioner mengenai identitas,
usaha makanan dan minuman, perencanaan, target penghasilan dan harapan kedepan.
Penelitian ini memanfaatkan data sekunder.

Tabel 2 Jumlah Usaha kecil makanan minuman


No Desa Jumlah pengusaha
1 Plosodege 45
2 Bimomartani 60
3 Sindumartani 35
4 Seloboro 40
5 Huntap Pagerjurang 25
jumlah 205
Sumber : Dinas perindustrian dan perdagangan di Kab. Magelang dan Sleman. Diolah 2013

4.3. Analisis Data


Setelah data dikumpulkan, maka langkah berikutnya adalah melakukan analisis data
menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan gambaran kelayakan usaha yang meliputi 1.
Kemampuan bersaing usaha makanan dan minuman, baik dari aspek pasar, aspek finansial,
aspek sosial ekonomi maupun aspek lingkungan. 2. Kemampuan tenaga kerja. 3 Penerapan
budaya bersih dan tanggung jawab sosial dalam proses produksi. 4 Perluasan akses.

328
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Menjelaskan kemampuan bersaing industri makanan dan minuman


Berdasarkan olah data di daerah penelitian menjelaskan bahwa produk industri makanan
dan minuman di daerah penelitian memiliki kemampuan bersaing. sehingga dapat menciptakan
peluang pasar terbuka dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Potensi yang dimiliki
Masyarakat di desa Seloboro sebagian besar menjadi sentra produk makanan dan minuman,
beberapa produk seperti unggulan yaitu: permen tape, permen sirsat, jenang krasikan, wajik
kletik dan dodol Bandung. Diproduksi secara rutin dan musiman. Produk rutin artinya setiap hari
memproduksi untuk memenuhi kebutuhan pasar local di Yogjakarta, Magelang, Sleman dan
daerah Jawa Tengah. Sedangkan produk musiman artinya memproduksi untuk memenuhi
kebutuhan pada even tertentu misalnya masyarakat yang memiliki hajat dan yang paling banyak
pada saat satu bulan menjelang hari raya Idul Fitri. Meskipun desa Seloboro posisinya kurang
lebih 300 meter dari sungai putih, namun hampir setiap rumah dapat memproduksi. Kelompok
Taniwati yang dipimpin Wiyatno di dusun sukowati merupakan salah satu lembaga sosial yang
mendapatkan pembinaan pembuatan kue, sehingga semua anggota sekitar 30 orang pada saat
hari raya selalu memproduksi berbagai makanan olahan. Salah satu produk yaitu Dodol
Bandung sepintas terlihat bahwa produk dodol Bandung adalah makanan khas Bandung yang
berasal dari kota Bandung. Ternyata produk dodol Bandung diproduksi oleh sentra industri
makanan dari desa seloboro. Kelemahan sentra industri makanan dari seloboro adalah produksi
sebagian besar secara musiman. Warna hasil produksi permen tape cukup bagus secara natural,
tetapi produk lainnya seperti permen sirsat, dodol Bandung dan jenang tape warnanya terlalu
mencolok yaitu merah hijau dan kuning.
Pada era global saat ini faktor lingkungan luar yang berubah dengan cepat, mampu
mengarahkan yang lebih baik, sehingga masyarakat membutuhkan perubahan yang lebih baik,
melakukan perubahan menjadi lebih baik dengan menggunakan peluang yang ada. Strategi yang
diterapkan berdasarkan kekuatan yang dimiliki pengusaha kecil.

4.2 Menjelaskan kemampuan menyediakan produk yang memiliki kualitas tinggi


Produk Unik di Huntap pagerjurang yaitu Abon lele, kripik kulit lele dan stik duri dan
kepala lele. Ibu Yuni salah satu warga yang belum dikaruniahi putra ini, menuturkan bahwa
sejak rumah dan hartanya habis terkena bencana. Akhirnya mengungsi di huntara disela-sela
waktu kosong mendapatkan pelatihan memelihara lele, setelah panen harga lele menjadi
murah. Agar tidak rugi mengikuti pelatihan membuat abon lele. Tahun 2011 Pidah di huntara
pagerjurang, banyak peminat membuat abon lele. Untuk membuat abon lele membutuhkan
waktu seharian, bahan pokok 17 Kg lele basah, setelah diolah hanya mendapatkan 3, 15 Kg abon
lele, memiliki dua produk abon rasa original dan rasa pedas, agar tidak menimbulkan limbah
kulit lele dibuat krepik, kepala dan duri diambil sarinya untuk dibuat stik. Kesulitannya adalah 1.
Bahan baku, jika tidak memeliki stok yang cukup, membeli di pasar terdekat. 2. Pemasaran
bersifat lokal.

329
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Slondrok getuk dan slondok singkong merupakan sentra produk unggulan dari desa
Plosogede. Pengusaha slondrok. Bapak Dwiyanto, berasal dari dusun Dongkelan, Desa
Plosogede, kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang. merupakan pengusaha yang
memproduksi makanan ringan slondrok singkong. Setelah lulus SMP membantu orang tuanya
bertani, adanya kenaikan bahan kebutuhan pokok menuntut Dwiyanto untuk bekerja keras,
untuk mencukupi kebutuhan hidup. Melakukan usaha dengan memproduksi slondrok Untuk
memproduksi slondrok memerlukan waktu sehari menghasilkan 10 kg Sondrok. Adapun kendala
yang dihadapi jika pada saat menjemur terjadi hujan abu, sehingga produk kurang bagus.
Pemasaran terbatas pada lingkungan sekitar, biasanya dibeli pedagang secara los artinya
pembelian tanpa pembungkus.
Bapak Sriyanto, berasal dari dusun Druju tegal, Desa Plosogede, kecamatan Ngluwar
Kabupaten Magelang. merupakan pengusaha yang memproduksi makanan ringan slondrok
getuk. Lokasi rumah tempat tinggal dengan sungai berjarak kurang dari 300 m, menempati
rumah sejak tahun 2000. Setelah lulus SMA membantu orang tuanya bertani, Adanya kenaikan
bahan kebutuhan pokok menuntut Sriyanto untuk bekerja keras, untuk mencukupi kebutuhan
hidup. berusaha memproduksi slondrok Untuk memproduksi slondrok memerlukan waktu
sehari menghasilkan 30 kg Slondrok. Adapun kendala yang dihadapi jika pada saat menjemur
terjadi hujan abu, sehingga produk kurang bagus.
Bapak Sutono, berasal dari dusun Plosowetan, Desa Plosogede, kecamatan Ngluwar
Kabupaten Magelang. merupakan pengusaha yang memproduksi makanan ringan bolu rasa
jahe. Lokasi rumah tempat tinggal dengan sungai berjarak kurang dari 500 m, menempati rumah
sejak lahir tahun 1959, rumah tersebut merupakan peninggalan orang tua. Setelah lulus SMP
membantu orang tuanya bertani, Adanya kenaikan bahan kebutuhan pokok menuntut Sutono
untuk bekerja keras, untuk mencukupi kebutuhan hidup. berusaha memproduksi bolu rasa jahe
Untuk memproduksi bolu rasa jahe sampai pengepakan memerlukan waktu 8 jam menghasilkan
600 biji bolu rasa jahe, Bekerja hanya berdua dengan istrinya. Bpk dan Ibu Sutono enggan untuk
meminjam dana. Hanya memanfaatkan. dana operasional milik sendiri. Pemasaran terbatas
pada lingkungan sekitar, biasanya dipasarkan ke pasar tradisional terdekat.
Bapak Mariyat, berasal dari dusun Plosokidul, Desa Plosogede, kecamatan Ngluwar
Kabupaten Magelang. merupakan pengusaha yang memproduksi makanan ringan gula jawa
murni. Lokasi rumah tempat tinggal dengan sungai berjarak kurang dari 500 m, menempati
rumah sejak lahir tahun 1962, rumah tersebut merupakan peninggalan orang tua. Setelah lulus
SD membantu orang tuanya bertani sayur, Adanya kenaikan bahan kebutuhan pokok menuntut
Mariyat untuk bekerja keras, untuk mencukupi kebutuhan hidup. berusaha memproduksi gula
jawa murni. Produksi gula jawa murni sampai pengepakan memerlukan waktu 5 jam. Banyaknya
hasil produksi gula jawa tergantung pada kemauan dan keterampilan memanjat pohon kelapa,
untuk mengambil nira. Keterbatasa bekerja hanya berdua dengan istrinya. Pemasaran terbatas
pada lingkungan sekitar, biasanya dipasarkan ke pasar tradisional terdekat. Pada saat bencana
datang terutama adanya abu vulkanik pohon kelapa menjadi rusak sehingga butuh waktu lama
untuk dapat berproduksi lagi.

330
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Industri kecil makanan olahan di desa Bimomartani memiliki keunikan salah satunya
emping kecil, perlu satu emping blinjo digepengkan di jemur kemudian diolah menjadi produk
emping kecil. Mengolah emping kecil memelukan waktu 2 hari. Emping sedang dan emping
besar mengolahnya memerlukan waktu 4 jam. Bahan untuk membuat emping diperoleh dari
pemasok
Industri sale pisang diproduksi oleh kelompok wanita tani, bahan baku cukup tersedia, jika
kurang membeli dari pasar tradisional, hasil produksi berupa krepik pisang manis dan krepek
pisang gurih dijual ke toko terdekat. Adapun limbah kulit pisang dijual untuk pakan kambing.
Walaupun harga minyak goreng naik atau turun produksi tetap berjalan. Khusus menjelang hari
raya Idul Fitri permintaan kripik pisang ini meningkat. Di samping Sale pisang ada produk
Ceriping pisang. Permintaan cukup bagus, pemasaran menggunakan sepeda motor keliling.
Sebagian besar produk tradisional ini belum memiliki ijin P-IRT. Produksinya masih tradisional.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan sebagian besar pengusaha kecil di desa Bimomartani
memerlukan tambahan pendampingan secara berkelanjutan.
Salah satu warga di desa Bimomartani memiliki ternak burung puyuh, setelah burung
puyuh tidak lagi berproduksi untuk menghasilkan telur, Satu burung puyuh dijual dengan harga
Rp. 4.000,-. Hal ini dijadikan peluang oleh Ibu Warjiyah untuk membuat abon dari burung puyuh
yang tidak beproduksi. Burung puyuh menghasilkan daging yang sangat sedikit. Oleh karena itu
harganya cukup mahal. Harga 1 ons berkisar Rp. 70.000,-. Produksi sesuai pesanan saja.masih
menggunakan alat tradisional.
Ibu Subaidah, berasal dari dusun Bokesan, Desa Sindumartani, kecamatan Ngemplak
Kabupaten Sleman. merupakan pengusaha yang memproduksi makanan baby nila krispy. Lokasi
rumah tempat tinggal dengan sungai berjarak kurang dari 100 m, menempati rumah sejak lahir
tahun 1995, Setelah lulus SMP membantu orang tuanya bertani, Adanya kenaikan bahan
kebutuhan pokok menuntut Ibu Subaidah untuk bekerja keras, untuk mencukupi kebutuhan
hidup, berusaha memproduksi baby nila krispy. Produksi baby nila krispy. sampai pengepakan
memerlukan waktu 4 jam untuk proses 5 kg nila basah. Banyaknya hasil produksi baby nila
krispy tergantung pada kemauan dan keterampilan mengolah baby nila, Bekerja dalam satu tim
yang semula 20 orang sekarang tinggal 8 orang yang masih aktif. Pemasaran terbatas pada
lingkungan sekitar, biasanya dipasarkan ke pasar traditional terdekat. Pengepakan sudah cukup
bagus. Bahan baku cukup banyak tersedia.
Ibu Lasminiyat, berasal dari dusun Jelapan, Desa Sindumartani, kecamatan Ngemplak
Kabupaten Sleman. merupakan pengusaha yang memproduksi makanan krispi jamur. Lokasi
rumah tempat tinggal dengan sungai berjarak kurang dari 300 m, menempati rumah sejak lahir
tahun 2003, Setelah lulus SMA membantu orang tuanya bertani, Adanya kenaikan bahan
kebutuhan pokok menuntut Ibu Lasminiyat untuk bekerja keras, untuk mencukupi kebutuhan
hidup. berusaha memproduksi krispi jamur. Produksi krispi jamur sampai pengepakan
memerlukan waktu 2 jam. Banyaknya hasil produksi krispi jamur tergantung pada kemauan dan
keterampilan mengolah krispi jamur, Pemasaran terbatas pada lingkungan sekitar, biasanya
dipasarkan ke pasar tradisional terdekat. Pengepakan sudah cukup bagus. Bahan baku cukup
banyak tersedia.

331
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Pengusaha bakpia ketela ungu, bakpia kacang hijau, dan bakpia keju merek 55555
diproduksi oleh ibu Retno, disela-sela kesibukan sebagai guru Sekolah Dasar Hasil produksi
bakpia dari kemasan dan Rasa sudah cukup bagus. Bakpia merupakan makanan khas Yogyakarta
yang masa kadaluwarsanya pendek tidak lebih dari satu minggu. Oleh karena itu untuk
memproduksi bakpia membutuhkan perencanaan dan waktu yang baik. Produk yang disediakan
memiliki kualitas tinggi, karena menggunakan budaya bersih dan tanggung jawab sosial dalam
proses produksi.

4.3 Meningkatkan peran usaha kecil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.


Sesuai fakta di lapangan aktivitas usaha-usaha perekonomian didominasi oleh Usaha Kecil.
Pada usaha kecil memiliki potensi menyerap tenaga kerja lebih banyak. Dengan adanya potensi
yang dimiliki masyarakat terutama usaha kecil seharusnya lebih diutamakan dalam
pembangunan ekonomi. Pengusaha kecil berusaha memfokuskan pada kualitas produk dan
membandingkannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Ketersediaan
bahan baku dan kandungan gizi di dalamnya membuat prospek pengolahan makanan dan
minuman mendapat respons yang baik dari masyarakat. Hal ini didukung juga pola konsumsi
masyarakat yang mulai memperhatikan kandungan gizi makanan dan gaya hidup vegetarian
maka dilakukan kegiatan pengolahan makanan dan minuman tersebut sebagai alternatif
makanan yang menyehatkan. Bimbingan dan pelatihan terus dilakukan di usaha kecil makanan
dan minuman. Terutama untuk meningkatkan kualitas produk.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa produk industri makanan dan minuman di daerah
penelitian memiliki kemampuan bersaing, sehingga dapat menciptakan peluang pasar terbuka
dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Produk yang disediakan memiliki kualitas tinggi,
karena menggunakan budaya bersih dan tanggung jawab sosial dalam proses produksi. Peranan
usaha kecil dapat menyerap tenaga kerja, menciptakan peluang kerja baru, pada akhirnya dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah penelitian. Ekonomi kerakyatan merupakan suatu
sistem ekonomi yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan
pemihakan sungguh-sungguh pada rakyat.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
1. Produk industri makanan dan minuman di daerah penelitian memiliki kemampuan
bersaing. memberikan peluang pasar terbuka dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
2. Produk yang disediakan memiliki kualitas tinggi, karena menggunakan budaya bersih dan
tanggung jawab sosial dalam proses produksi

332
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

3. Peranan usaha kecil dapat menyerap tenaga kerja, menciptakan peluang kerja baru, pada
akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

SARAN
Membangun ekonomi kerakyatan di Indonesia bukanlah perkara mudah. Terlebih lagi karena,
pola pikir masyarakat masih berorientasi sebagai pekerja. Dalam rangka meningkatkan daya
saing untuk mendorong pengembangan produk berbasis kerakyatan menuju good local
industry. Perlu kerja sama yang baik antara Perguruan tinggi, dinas terkait, pemerintah daerah
dan masyarakat, untuk bersama-sama melakukan pendampingan secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Prihatminingtyas, B. 2010. Analisis Faktor- Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Usaha
Kecil yang Dikelola Perempuan di Kota Malang. Disertasi. Universitas Merdeka. Malang

Prihatminingtyas, B. 2005. Pengaruh Kemampuan terhadap Kinerja dan Dampaknya pada


Kepuasan Kerja. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial. Vol 17 Nomor 1 Agustus 118-123

Prihatminingtyas B, R Y Susanto 2015, The Business Opportunity of Micro Industry of Crispy


Chicken and Crispy Salty Fish in Malang City, Indonesia. International ournal of Ecoomic,
commerce & management ISSN (2348 – 0386, (Online) IJEM.co.uk/wp-
content/uploads/2015/02/3237.pdf Volume II Issue 2 .http://IJECM.co.uk/volume -iii-
issue2/

PP Menkes Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999

Susanto, R Y, Prihatminingtyas B 2015 Business Development of Iwak Peyek Business Group.


European journal of business and Managent. ISSN 2222-1905 (Paper) ISSN 2222-2839
(Online)

www.iiste.orgwww.IISTE.org/Jurnal/index.phb/EJBM/articelview/19488.Volome7,No. 3

UU No. 20 Th. 2008 tentang usaha kecil

Author profile:
Dr. B Prihatminingtyas., SE., M.AB Adalah dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, saat ini
menjabat sebagai Kepala lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di
Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Alamat Jln Telaga Warna Malang.

333
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

MENINGKATKAN USAHA KERAKYATAN GUNA MENCIPTAKAN LINGKUNGAN INDUSTRI


(MEMBUKA PELUANG INDONESIA MELALUI USAHA KERAKYATAN DENGAN PEMANFAATAN
BERAGAM SUMBER DAYA ALAM)

Bambang AD
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Terbuka
bambangad@ut.ac.id

Abstrak
Asean akan menjadi suatu kawasan yang memiliki pangsa besar bagi perekonomian dunia,
apalagi di era globalisasi, termasuk Indonesia yang memiliki jumlah penduduk nomor satu di
asean, serta urutan ke empat di dunia yang merupakan pangsa pasar besar. Maraknya produk
produk cina dan Korea di Indonesia, itu membuktikan bahwa Asean menjadi sumber peluang
bagi Negara Negara di luar Asean salah satunya adalah Indonesia
Pemerintah diharapkan terus berupaya dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya
alam, meningkatkan kualitas SDM, perbaikan struktur dan infrastruktur, serta mampu membuka
sejumlah lapangan pekerjaan, dalam mengurangi pengangguran, untuk meningkatkan ekonomi
bangsa sendiri. Melalui peningkatan usaha kecil dan menengah masyarakat maka akan tercipta
kemandirian, inovasi serta lapangan kerja baru. Usaha yang dirintis masyarakat haruslah seperti
Snow Ball, yang menggelinding semakin lama semakin besar artinya mampu meningkatkan
perekonomian dari bawah, semakin lama semakin meningkat,selain itu adanya pemanfaatan
sumber daya kelautan secara Optimal.
Tujuan memberikan pandangan terhadap peluang dan tantangan Indonesia di dalam era
globalisasi kawasan Asean dan memberikan sumbang saran pemikiran positif terhadap
perkembangan kemajuan ekonomi, sosial bangsa melalui penataan usaha masyarakat kecil dan
menengah, agar tercipta lingkungan industri yang dapat membuka lapangan kerja bagi
masyarakat sekitar.
Kesimpulan: Pemerintah harus bisa memanfaatkan semua aspek sumber daya alam yang
dimiliki, karena sumber daya alam yang dimiliki Indonesia cukup melimpah untuk bisa
mengangkat harkat dan martabat bangsa, dan kesejahteraan rakyat, pemanfaatan sumber daya
alam tersebut perlu melibatkan semua jajaran masyarakat agar pengelolaan dapat tercapai
secara optimal.

Kata Kunci : peluang Indonesia, masyarakat, Lingkungan industri.

334
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

A. PENDAHULUAN

Asean adalah merupakan komunitas Negara-negara yang berada di kawasan wilayah Asia
tenggara, di mana sesama anggota telah terjadi kesepahaman dalam meningkatkan kerja sama
di berbagai bidang, ekonomi, sosial budaya dan Politik termasuk kesejahteraan Negara- Negara
sesama anggota Asean. Sepuluh Negara Anggota ASEAN yang terdiri dari Indonesia, Myanmar,
Thailand, Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Philipina, Laos, dan Kamboja, Vietnam, yang
pada umumnya Negara-negara kawasan Asean adalah negara berkembang, Neraca pendapatan
Negara Negara anggota Asean tidak jauh berbeda satu dengan yang lainnya. Asean akan
menjadi suatu kawasan yang memiliki pangsa besar bagi perekonomian dunia, apalagi di era
globalosasi produk-produk luar akan membanjiri dalam negeri suatu Negara, termasuk di
Indonesia, dan Asean menjadi sumber peluang bagi Negara Negara di luar Asean contoh yang
sudah nampak adalah produk Cina, Taiwan dan Korea.
Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan terbesar di dunia, dengan kekayaan alam yang
melimpah serta jumlah penduduk terbanyak ke empat di dunia. Hal ini menjadi suatu anugerah
yang berikan Tuhan yang maha esa terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun
dibalik semua itu Indonesia belum mampu bersaing dan memposisikan diri sebagai suatu
Negara yang memiliki kekuatan, terutama bidang ekonomi, sosial dan politik , baik di dunia
maupun di kawasan Asean. Sebagai Negara kepulauan terbesar dengan kekayaan melimpah
semestinya Indonesia sudah harus mampu unjuk dan banyak berperan terutama dalam masalah
perekonomian minimal di kawasan Asean apalagi Indonesia adalah Negara yang telah merdeka
selama 70 tahun, sudah seharusnya mampu dan bersaing dalam berbagai bidang.
Krisis moneter pada tahun 1998 membuat perekonomian Indonesia terpuruk, ditambah
situasi politik dalam negeri yang tak kunjung stabil, hingga sekarang membuat perkembangan
Indonesia seolah olah jalan di tempat, dan kalah bersaing dengan Negara Asean lainnya seperti
Singapura, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam bahkan Vietnam, sudah mulai mau menyalip
Indonesia. Masalah lain yang sedang dihadapi di Indonesia adalah masalah korupsi yang kian
merajalela hal ini dapat mengganggu stabilitas ekonomi bangsa, serta sektor Pembangunan
Nasional.
Ketertinggalan lain Indonesia, terlihat dari sektor bisnis yang berada para urutan 128 di
dunia, atau di bawah Vietnam (99), Brunei Darussalam (79), Thailand (18), Malaysia (12), dan
Singapura (1). Kemudian, pada bidang pengembangan sumber daya manusia, Indonesia berada
para urutan 121 atau tertinggal cukup jauh dari Singapura (18), Brunei Darussalam (30),
Malaysia (64), Thailand (103), dan Filipina (114). Selasa, 05 Mei 2015, 16:57 WIB
(http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/05/05/nnvi4h-mea-dinilai-dongkrak-
peluang-indonesia-di-perekonomian-dunia)
Jika dilihat dari sumber daya alam yang dimiliki di antara Negara Negara asean, Indonesia
adalah Negara paling unggul dalam masalah kekayaan alam misalnya, kekayaan Migas, Non
Migas, serta sumber kelautan/perikanan, /pertanian/perkebunan dan aspek lainnya mengingat
Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar. Namun Indonesia malah kalah bersaing dengan

335
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Negara-negara asean lainnya sampai tahun 90-an Sumber daya alam Migas Indonesia
merupakan salah satu Negara yang dapat diperhitungkan dunia,karena merupakan Negara
produsen dan salah satu Negara pengekspor Migas di mana Indonesia juga pernah menjadi
Anggota negara negara pengekspor minyak dunia yang disebut OPEC.
Berikut gambaran mengenai produksi minyak mentah Indonesia yang diperoleh dari web.
Kemenkeu.go.id. Indonesia mampu memproduksi minyak 1 juta barrel per hari dari mulai
periode 1972 s/d 2006 dengan pencapaian tinggi adalah tahun 1977 dengan produksi 1,68 juta
barrel per hari. Tahun 2013 Indonesia mampu memproduksi minyak mentah 44,6 juta ton
bahkan pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke 24 sebagai Negara pengekspor
minyak.
Berikut produksi minyak Indonesia dari tahun ke tahun

Sumber: BP Statistical Review, June 2013.


(http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Potret%20Kinerja%20Migas%20Indonesia.pdf)

Namun pada kenyataan saat ini produksi minyak Indonesia semakin terus menurun,
sehubungan minyak adalah merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui di mana
persediaannya semakin terbatas, dan juga konsumsi BBM yang terus meningkat. Walau
demikian peluang Indonesia untuk menjadi salah satu Negara dengan tingkat pendapatan lebih
baik dan maju dalam komunitas Negara Asean masih cukup terbuka, asalkan pemerintah dapat
segera memperbaiki semua bidang, ekonomi, sosial dan Politik. serta mampu memanfaatkan
pengelolaan berbagai sumber daya alam selain Minyak dan gas, salah satu adalah sumber daya
kelautan yang selama ini belum terkelola dengan baik, serta pertanian, Pariwisata,dan industri
kerakyatan.
Pemerintah diharapkan terus berupaya dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya
alam, meningkatkan kualitas SDM, perbaikan struktur dan infrastruktur, serta mampu membuka
sejumlah lapangan pekerjaan, dalam mengurangi pengangguran, untuk meningkatkan stabilitas
ekonomi bangsa.
Indonesia termasuk salah satu Negara yang memiliki penduduk usia produktif yang terus
meningkat antara 15-64 tahun sekitar 67.9 % atau sekitar 207 juta orang, sedangkan untuk yang
berusia 65 tahun ke atas sekitar 10,6% (Sumber: laporan kerja Makro per triwulan
www.kemenkeu.go.id). Oleh karena itu, Indonesia perlu meningkatkan kerja sama dengan luar
negeri terutama dalam penarikan minat investor asing guna menanamkan modalnya di

336
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Indonesia sehingga dapat membantu dalam pengelolaan sumber daya alam yang belum
terkelola dengan baik.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Memberikan pandangan terhadap peluang dan tantangan Indonesia dalam era globalisasi
kawasan Asean.
2. Memberikan sumbang saran pemikiran positif terhadap perkembangan kemajuan
ekonomi, sosial bangsa melalui penataan usaha masyarakat kecil dan menengah, agar
tercipta lingkungan industri sehingga dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat
sekitar.

C. PEMBAHASAN

1. Persaingan Ekonomi global harus jadi pemicu dan pemacu perekonomian bangsa.
Tahun 2015 dapat menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perkembangan ekonomi
Indonesia. Karena ASEAN, organisasi regional yang menyatukan negara-negara di kawasan Asia
Tenggara ini mengumumkan bahwa Asean Economic Community (AEC) dan MEA ( Masyarakat
Ekonomi Asean) akan diberlakukan pada tahun 2015.
Era globalisasi merupakan era yang tak bisa kita hindari, persaingan sektor ekonomi
terutama pasar bebas menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia terutama di kawasan Asean.
Indonesia akan menjadi pangsa pasar dan tujuan pasar global, mengingat jumlah penduduk
Indonesia merupakan terbesar ke empat dengan jumlah jumlah penduduk Indonesia terhitung
31 Desember 2010 mencapai 259.940.857. Jumlah ini terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan
127.700.802 perempuan. Data ini dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri, jika kita
menggunakan data pertumbuhan penduduk Indonesia yang dikeluarkan oleh bank dunia, yakni
1.21% per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 ini akan menjadi 252.370.792
jiwa ( sumber : Data Sensus 2010, Badan Pusat statistik).
Jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar harus bisa di manfaatkan oleh pemerintah
dalam mendorong industri-industri kecil, dan diharapkan industri kecil tersebut menjadi pemicu
bagi tumbuhnya Lingkungan industri-industri kecil lainnya. Untuk itu Pemerintah harus menjadi
pemacu dari industri kerakyatan tersebut melalui peningkatan modal dan pemberdayaan
masyarakat melalui pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan usaha kerakyatan dalam
menunjang lingkungan bisnis di persaingan era pasar bebas terutama di kawasan Asean.
Pengelolaan sumber daya alam dengan memperkuat dan meningkatkan sektor ekonomi
kerakyatan, meningkatkan produksi dalam negeri, guna mendorong pertumbuhan sektor
ekonomi nasional yang mengarah kepada terciptanya kesejahteraan masyarakat. “Untuk
menjadi bangsa yang stabil dalam bidang ekonomi,Indonesia harus dapat mencontoh
manajemen Jepang, di mana bangsa Jepang dapat hidup dengan stabil dan telah terpatri dengan
cara hidup yang terpola pola dan berstrata, selain itu ajaran konfusianisme mengajarkan bahwa

337
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

masyarakat yang besar adalah masyarakat yang mempunyai empat ciri dalam hidupnya yaitu,
kebijakan, sopan santun, bijaksana dan saling mempercayai, Mirrian Sofjan Arif(2014: 6.4).
Selain itu pada masyarakat Jepang ditemukan pula mempunyai semboyan hidup di mana bahwa
dirinya tidak lebih penting dari pada diri orang lain. Oleh karena itu proses pekerjaan dari awal
sampai akhir adalah hasil kerja bersama-sama antara dia dan orang lain, makanya organisasi
perusahaan Jepang tidak akan menunjukkan jika ditanya siapa yang paling berkuasa dalam
organisasi, karena mereka tidak menganggap dirinya lebih penting dari orang lain.

2. Tumbuh kembangkan produksi dalam negeri melalui peningkatan usaha kerakyatan.


Pada tahun 2015 sekarang ini Indonesia dihadapkan dengan adanya ASEAN Economic
Community (AEC), sehingga masyarakat Indonesia harus siap menghadapinya karena sistem
pasar bebas akan memasuki Negara Indonesia, di mana persaingan bisnis bukan hanya di antara
masyarakat Indonesia tetapi juga sesama masyarakat di wilayah ASEAN.
Asean Economic Community (AEC) merupakan kesepakatan yang dibangun oleh sepuluh
negara anggota ASEAN. Terutama di bidang ekonomi dalam upaya meningkatkan perekonomian
di kawasan dengan meningkatkan daya saing di kancah internasional agar ekonomi bisa tumbuh
merata, juga meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan yang paling utama adalah mengurangi
kemiskinan. AEC merupakan realisasi dari Visi ASEAN 2020 yaitu untuk melakukan integrasi
terhadap ekonomi negara-negara ASEAN dengan membentuk pasar tunggal dan basis produksi
bersama. Selain itu adanya MEA Masyarakat Ekonomi Asean akan menjadi sebuah tantangan
tersendiri bagi bangsa Indonesia, akibat dibuka nya perdagangan bebas antara Negara-negara
anggota asean. Karena bukan saja dibukanya perdagangan barang dan jasa tapi juga
keterbukaan pasar tenaga kerja profesional,. MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang
memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil
Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan
memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber
daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi. MEA akan
diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun
sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan
ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global
melalui pengembangan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang
kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan
produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatan partisipasi mereka pada skala regional
namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
Di Indonesia saja saat ini sudah tak bisa di bendung lagi makin banyak produk produk luar
negeri, mulai menyerbu dan meramaikan pasar dalam negeri, terutama produk-produk dari
China dan Korea bahkan Hongkong telah membidik pasar menengah, hal Ini dapat berdampak
kepada produksi-produksi nasional, di mana sebagian masyarakat sudah menjadi konsumen
produk luar tersebut, yang berdampak pada para pengusaha kecil,dan petani, di mana saat ini
saja para pedagang kita sudah mulai kewalahan dengan barang-barang impor sebagai contoh
maraknya buah-buahan asal China harganya punbersaing bahkan ada yang lebih murah dari
buah-buahan dalam negeri. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah yang harus

338
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

siap dihadapi, oleh karena itu pemerintah harus meningkatkan pengelolaan dan
mengoptimalkan berbagai peluang baik industri maupun bidang sumber daya lainnya seperti
pertanian, dan kelautan dalam menghadapi persaingan tersebut. Di bidang pertanian,
pemerintah harus membantu para petani untuk meningkatkan kualitas hasil pertaniannya agar
kita juga mampu memasarkan hasil pertaniannya hingga keluar negeri dengan kualitas yang
lebih baik sehingga harga jual pun meningkat. Namun dengan maraknya produk luar pemerintah
juga harus selektif terhadap masuknya produk siap makan termasuk hasil pertanian salah
satunya adalah buah-buahan luar, karena tidak sedikit barang-barang tersebut dapat
membahyakan kesehatan.
Selain itu Indonesia juga harus mampu meningkatkan sektor produksi industri termasuk
industri kecil dan menengah dalam negeri termasuk dengan meningkatkan kualitas produksi
dari berbagai industry unggulan, meningkatkan ekspor ke Negara lain, serta meningkatkan
pemasaran dalam negeri sendiri agar tetap bisa bersaing dengan produk- produk luar untuk
menekan maraknya produk- produk luar negeri yang semakin banyak. Dengan demikian
masyarakat Indonesia akan lebih banyak menggunakan produksi dalam negeri ketimbang
produk impor.
Salah satu contoh yang mungkin tidak perlu terjadi sekelas Indonesia dengan level Negara
agraris di mana kita ternyata kurang bisa memanfaatkan lahan untuk menanam dan
meningkatkan swasembada pangan salah satunya adalah peningkatan hasil pertanian. Berikut
salah satu contoh yang tidakperlu terjadi di mana Indonesia dikenal sebagai Negara agraris.

Jakarta -Ubi kayu atau yang lebih dikenal dengan sebutan singkong ternyata juga berasal
dari impor. Pada April 2015, impor singkong tercatat mencapai 28,3 ton atau setara dengan
US$ 6.802.Demikianlah data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip detikFinance, Jumat
(5/6/2015).Data tersebut mencatat asal impor singkong tersebut hanya berasal dari
Vietnam.Pada tahun ini, memang hanya pada April singkong impor masuk ke dalam negeri.
Bila melihat ke beberapa tahun sebelumnya, impor singkong juga pernah terjadi 2013
lalu.Tepatnya bulan Mei, dengan besaran 100 ton atau senilai US$ 38ribu dan berasal dari
Thailand.Selain itu, Indonesia juga menerima pasokan kentang dari negara lain. Pada April
2015, impor kentang mencapai 2.859 ton atau US$ 1,6 juta. Lebih rendah dibandingkan
bulan sebelumnya yang sebesar 9.984 ton atau US$ 4,8 juta.

Berikut negara asal impor kentang:


Kanada 2.212 ton atau US$ 1,1 juta
Inggris 250 ton atau US$ 213 ribu
Vietnam 200 ton atau US$ 114 ribu
Negara lainnya 197 ton atau US$ 109 ribu

Sumber :http://finance.detik.com/read/2015/06/05/075217/2933984/4/ri-impor-singkong-dan-
kentang-dari-vietnam-hingga-kanada?f9911013

339
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Untuk itu Indonesia harus memperkuat sektor pertanian karena aspek bidang pertanian
merupakan sektor penting dalam mendongkrak perekonomian bangsa, dan jika tidak ada
perbaikan pada sektor ini maka Indonesia akan sulit untuk bersaing bahkan untuk menyalip
Negara-negara seperti Malaysia, Brunai darusalam, Singapura dan Thailand.

3. Peluang Indonesia dalam Komunitas Asean melalui usaha kerakyatan


Secara geografis letak wilayah Indonesia merupakan jalur Perdagangan Internasional
terutama jalur laut, dari Asia, Eropa menuju ke kawasan Asia tenggara, Asia timur, dan kawasan
Australia (Asia Pasifik) yang dipastikan akan melawati wilayah Indonesia, ini adalah salah satu
peluang Indonesia dalam meningkatkan kerja sama bidang perekonomian dengan Negara lain,
meningkatkan pembangunan di wilayah perbatasan dengan Negara-Negara tetangga baik dari
aspek keamanan maupun perdagannnya, (Malaysia, Brunei Darusalam, Singapura, Timor Leste
dan Papua New Gunea). Secara wilayah dan penduduk Indonesia menang dari Negara Asean
lainnya karena jumlah penduduk yang banyak dan sumber alam yang melimpah namun dalam
banyak hal lainnya Indonesia kalah oleh, Thailand, Philipina bahkan oleh Brunei Darusalam dan
Singapura.
Peluang Indonesia untuk menjadi salah satu Negara yang mampu bersaing di level Asean,
bahkan bisa menjadi nomor satu di kawasan Asia tenggara masih sangat terbuka terutama
bidang ekonomi, jika permasalahan dalam negeri terselesaikan seperti masalah Korupsi
(berantas korupsi) karena menghambat kesejahteraan masyarakat, hutang luar negeri dan
masalah politik yang dapat mengganggu tatanan bangsa, selain itu pemerintah harus mampu
menarik banyak para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, pengelolaan SDA dan
SDM yang berkesinambungan untuk membantu meningkatkan perkembangan perekonomian
nasional.
“Gambaran peluang dan tantangan Indonesia di Asean menurut Tanri Abeng (salah satu
pengusaha negeri ini ) “di balik peluang itu, terselip juga tantangan mengingat Indonesia
masih rendah daya saingnya jika dibandingkan negara-negara di ASEAN. Meski Indonesia
berada pada urutan 44 untuk daya saing secara global di dunia, menurut Tanri, hal itu
lantaran dibantu pasar dalam negeri yang besar dan keadaan ekonomi makro yang relatif
stabil.
(http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/05/05/nnvi4h-mea-dinilai-
dongkrak-peluang-indonesia-di-perekonomian-dunia)

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia berbagai bidang, harus terus di tingkatkan
karena kita sudah mulai berkompetisi secara terbuka dengan negara lain terutama di kawasan
Asean, SDM yang berkualitas adalah suatu kebutuhan pada saat ini karena Sumber Daya
Manusia yang berkualitas merupakan otak dan penggerak pembangunan bangsa, selain ituperlu
perhatian penuh pemerintah terhadap usaha kecil dan menengah dengan memberdayakan
masyarakat usia produktif di pedesaan agar dapat berpenghasilan lebih baik sehingga ekonomi
masyarakat pedesaan pun meningkat. Pemerintah harus cermat dan tepat dalam memberikan

340
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

rintisan peluang-peluang usaha kerakyatan agar dalam pelaksanaannya dapat berkembang


dengan baik, namun lebih baik lagi dapat menggunakan sumber daya alam sekitar dengan
menerapkan, menggali dan mengembangkan potensi potensi keanekaragaman budaya
masyarakat setempat, seperti olahan-olahan makanan hasil budaya (kerajinan) masyarakat,
inovasi masyarakat Kerajinan tangan dll. Dengan demikian akan berdampak positif bagi
masyarakat dan pemerintah daerah itu sendiri.
Masih minimnya perhatian pemerintah terutama dalam pemberian pinjaman modal usaha
rakyat yang selama ini masyarakat hanya mengandalkan pinjaman dari bank yang berbunga
tinggi sangat menyulitkan bagi pengembalian uang pinjamannya tersebut belum lagi ditambah
dengan kondisi perekonomian. Dengan adanya perhatian pemerintah baik dari segi sarana,
pelatihan sumber daya manusianya maupun modal, akan mampu mendorong meningkatkan
usaha untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Dengan demikian sektor industri
kecil, dan menengah dapat berkembang dengan baik, sehingga mampu mendorong terhadap
perkembangan ekonomi secara nasional dan membantu meningkatkan kesejateraan
masyarakat.
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, yang dilakukan pemerintah
selama ini yaitu melalui bantuan tunai langsung pada masyarakat, hal ini tidak akan
memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat miskin, namun akan
menimbulkan suatu permasalahan yaitu adanya ketergantungan masyarakat yang terus
menerus dan tidak mendidik masyarakat untuk, inovatif,mandiri dan berkembang, pemerintah
harus memberdayakan masyarakat melalui usaha masyarakat melalui usaha industri kecil baik
rintisan maupun pengembangan usaha yang telah ada untuk menciptakan lingkungan industri
kemasyarakatan, dan bukan melalui bantuan tunai.
Melalui peningkatan usaha kecil dan menengah masyarakat maka akan tercipta
kemandirian, inovasi serta lapangan kerja baru. Usaha yang dirintis masyarakat harus seperti
Snow Ball, yang menggelinding semakin lama semakin besar artinya mampu meningkatkan
perekonomian dari bawah, semakin lama semakin meningkat. Salah satu upaya dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat, yaitu dengan mengoptimalkan industri-industri kerakyatan
sehingga otomatis dapat mendongkrak pertumbuhan perekonomian masyarakat, juga dapat
berpengaruh kepada Gross National Product (GNP) atau PNB meliputi nilai produk berupa
barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun.
Dengan demikian peluang Indonesia untuk kembali dapat bersaing di bidang ekonomi, di
Negara-negara kawasan Asean dapat terus meningkat, daya beli masyarakat kelas bawah pun
akan meningkat karena usaha-usaha kerakyatan berjalan dengan baik, sehingga aliran uang di
masyarakat pun mengalir dengan baik yang pada akhirnya kesetabilan ekonomi serta
kesejateraan rakyat terjaga dan terus meningkat.

4. Peluang Aspek Kelautan dalam persaingan di Asean


Indonesia sebagai Negara maritim terbesar di dunia yang memiliki kekayaan laut yang luar
biasa karena kurang lebih 80% wilayah Indonesia terdiri dari lautan, kekayaan laut Indonesia

341
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

cukup melimpah namun dalam pengelolaan sumber daya laut masih kurang maksimal, padahal
jika di kelola dengan baik akan meningkatkan kesejahteraan khususnya bagi masyarakat
nelayan, ikan di laut Negara kita cukup melimpah dan berkualitas, namun masih kurangnya
dalam pengelolaan dan memanfaatkan sumber daya kelautan tersebut. Aspek sumber daya
kelautan adalah salah satu bidang sumber daya yang diharapkan mampu meningkatkan
perekonomian bangsa, meningkatkan perekonomian masyarakat khusus masyarakat nelayan
tradisional yang selama ini rata rata mengandalkan dari pendapatan ikan dengan tangkapan dan
pengelolaan secara tradisional sehingga keadaan kehidupannyapun sedikit tertinggal.
Berdasarkan deklarasi pemerintah RI pada tanggal 17 Februari 1969 yang kemudian
diundangkan dengan UU No 1 tahun 1973, tentang landasan kontinen, maka luas Indonesia
bertambah ±0,8 juta km2 , selanjutnya pemerintah Indonesia pada tahun 1980 mengeluarkan
pengumuman tentang Zona Eklusif Ekonomi (ZEE) selebar 200 mil dari garis dasar, kemudian di
undangkan dengan UU No.5 tahun 1983, dengan demikian kekayaan laut Indonesia bertambah
sebesar ±2,5 juta km2 jadi total wilayah Indonesia =(6,7 + 2,5 ) = 9,2 juta km2 . Salah satu pokok
yang termuat dalam landasan kontinen adalah : segala sumber kekayaan alam yang terdapat
dalam landasan kontinrn Indonesia adalah milik Negara Republik Indonesia (Pasal 33 ayat 3
UUD) Zainul Ittihad Amin, (2014: 2.18)
Perjuangan pemerintah Indonesia dalam memperluas zona kelautan, akan sia-sia saja jika
sampai saat ini pemerintah dan masyarakat masih belum bisa memanfaatkan dengan baik
sumber daya kelautan tersebut, terbukti pemanfaatkan sumber daya laut dan pesisir pantai
masih kurang optimal, pencurian ikan (Ilegal fishing) kian marak, serta masih adanya
penangkapan ikan dengan pukat dan bahan peledak yang dapat merusak ekosistem laut maka
dari itu pemerintah harus terus meningkatkan pengamanan dan pengelolaan sumber daya laut
dan pantai dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan.
Kurangnya pengelolaan hasil kelautan menurut Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan KPK, Johan
Budi, mengatakan, sesuai kajian, kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor
kelautan hanya sebesar rata-rata 0,3 persen per tahun. Bahkan, kontribusi PNBP dari sektor
perikanan dalam kurun lima tahun terakhir hanya 0,02 persen terhadap total penerimaan pajak
nasional. Pada 2013, 2012, dan 2011, PNBP sumber daya perikanan berturut-turut hanya
sebesar 0,3 persen atau hanya Rp229 miliar, 0,3 persen (Rp215 miliar), dan 0,29 persen (Rp183
miliar). Berdasarkan data umum perpajakan pemilik kapal per Januari 2015, jumlah pemilik
kapal yang telah memperoleh izin mencapai 1.836.Tetapi dari jumlah itu hanya 1.204 yang
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).Sisanya, 632 pemilik kapal, belum teridentifikasi
NPWP-nya.
(http://nasional.news.viva.co.id/news/read/627369-kpk--pendapatan-negara-dari-sektor-
kelautan-masih-minim)/ Selasa, 19 Mei 2015 | 10:53 WIB
Masyarakat pinggir pantai sudah seharusnya dapat memanfaatkan sumber daya alam
kelautan tersebut secara optimal, dengan meningkatkan mutu pengelolaannya ikan yang lebih
bervariatif, misalnya peningkatan mutu pengolahan ikan dari yang diawetkan hingga
pengolahan ikan siap saji dengan memanfaatkan ke aneka ragaman ciri khas daerah, selain itu

342
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

adanya upaya pemerintah dalam mengembangkan pariwisata kelautan (wisata bahari


keindahan taman laut), dan memanfaatkan wisata pantai, sehingga masyarakat nelayan bisa
memanfaatkan usaha pengelolaan ikan dan perahu di tempat wisata tersebut, dengan demikian
ekonomi masyarakat nelayan pun otomatis dapat meningkat. Penerapan pengelolaan Iptek
pada sektor ini masih rendah, sehingga perlu dicari cara penerapan iptek yang paling cocok
dalam pengelolaan sumber daya kelautan yang berbasis Iptek, agar supaya pemanfaatan
sumber daya kelautan dapat terkelola secara optimal, dan benar benar mampu meningkatkan
kesejahteraan rakyat khususnya masyarakat nelayan.
Rencana pengelolaan perikanan kelautan dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan. Nomor 54/KEPMEN-KP/2014 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 718.Dalam keputusan tersebut terdapat pula
batas, wilayah pegelolaan, serta jenis jenis ikan, komposisi, distribusi dan tingkat pemanfaatan
Sumber daya ikan. Dengan mengoptimalkan peluang di berbagai aspek penglolaan kelautan
sampai pengeloaan wisata Bahari akan mampu menopang perekonomian bangsa bagi
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

D. PENUTUP

Kesimpulan dan saran

1. Kesimpulan
Keberadaan Indonesia secara geografis sangat strategis baik untuk kawasan Asean
maupun dunia internasional. Selain itu Indonesia akan menjadi pangsa pasar besar bagi Negara-
negara Asean bahkan Internasional mengingat jumlah penduduk yang banyak, untuk itu
Indonesia harus siap di berbagai aspek, terutama ekonomi. Bangsa Indonesia memiliki modal
besar selain jumlah penduduk juga sumber daya alam yang melimpah, dan ini harus benar benar
dapat di manfaatkan sebaik baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Jika rakyatnya sejahtera maka
ekonomi nasional meningkat oleh sebab itu pemerintah mulai saat ini harus berlomba dalam
era persaingan global terutama kawasan Asean, agar Indonesia tidak ketinggalan dari Negara
peserta ASEAN Economic Community (AEC) lainnya atau MEA 2015 yang merupakan tujuan
global diantar Negara Negara ASEAN.
Dengan adanya AEC dan MEA Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan
keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun
demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila
AEC dan MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat
lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang
muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku
usaha diperlukan, infrastrukur baik secara fisik dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi,
serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di
Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri di tahun 2015
ini.

343
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

Peluang Indonesia sangat terbuka dalam persaingan Asean Community terutama dalam
persaingan pasar bebas, asalkan pemerintah mampu mengoptimalkan semua aspek baik SDM
maupun SDA nya, karena Indonesia memiliki sumber daya alam cukup melimpah dibanding
Negara asean lainnya. Salah satunya pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir pantai
harus di manfaatkan seoptimal guna kesejateraan masyarakat pantai seperti peningkatan
pariwisata pantai dan laut, pengolahan perikanan yang lebih bervariatif dan berkualitas. Selain
itu pemerintah berupaya memotivasi dan mendorong masyarakat untuk membuka beragam
usaha kerakyatan, baik kecil dan menengah diikuti dengan peningkatan kualitas SDM. Upaya
untuk menciptakan lingkungan industri di masyarakat tentunya harus ada dukungan yang kuat
dari pemerintah yang dapat membantu meningkatkan hasil atau produksi dalam negeri,
terutama dalam persaingan pasar bebas di Asean, selain itu tujuannya melatih masyarkat
berlatih mandiri, kreatif dan inovatif dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya, serta adanya
peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
Pemerintah harus bisa memanfaatkan semua aspek sumber daya alam yang dimiliki,
karena sumber daya alam yang dimiliki Indonesia cukup melimpah dibanding Negara Negara di
kawasan Asean Lainnya. Pengelolaan tersebut selain untuk mengangkat perekonomian bangsa
juga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, untuk itu pemanfaatan sumber daya alam
tersebut perlu melibatkan semua jajaran masyarakat/intansi/lembaga terkait agar pengelolaan
dapat tercapai secara optimal.
Untuk menuju ke arah yang diharapkan pemerintah harus menyiapkan Sumber daya
manusia yang sesuai pada bidang masing-masing yang didukung oleh Dana, sarana dan
Prasarana yang memadai.

2. Saran
a. Pemerintah agar supaya dapat mengoptimalkan dalam pengelolaan berbagai aspek
sumber kekayaan alam dari yang sekecil-kecilnya untuk kemakmuran dan
kesejahteraan bangsa, dengan melibatkan kekuatan usaha kerakyatan.
b. Pemerintah selalu memberikan motivasi terhadap masyarakat dalam membina dan
mendorong usaha kerakyatan dalam menciptkan lingkungan industri.
c. Agar Pengelolaan bidang kelautan yang kurang terkelola dengan baik, membuka
peluang usaha bagi masyarakat pesisir pantai dengan mengolah hasil tangkapan ikan
secara pariatif, guna menciptakan peluang usaha yang lebih baik
d. Dengan tercipta kondisi ekonomi dan peluang peluang usaha kerakyatan yang lebih
baik maka kesejateraan rakyat kecil, akan meningkat karena perputaran atau
sirkulasi uang dari bawah/seluruh lapisan masyarakat akan berjalan dengan baik.

344
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

REFERENSI

Mirrian Sjofjan arif, (2014), Organisasi dan Manajemen, Universitas Terbuka, Tangerang.

Zainul Ittihad Amin, (2014), Pendidikan Kewarganegaraan; Universitas Terbuka, Tangerang.

Internet :
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Potret%20Kinerja%20Migas%20Indonesia.pdf
(http://nasional.news.viva.co.id/news/read/627369-kpk--pendapatan-negara-dari-sektor-
kelautan-masih-minim) diakses Selasa, 19 Mei 2015 | 10:53 WIB
BP. 2013. Statistical Review of World Energy June 2013. Diakses 7 April
2015http://www.bp.com/en/global/corporate/about-bp/energy-)
http://omrizal.blogspot.com/2012/02/pengertian-gnp-nnp-nni-pi-dan
di.html#sthash.XFkQlS5g.dpuf
https://ikbalumhar.wordpress.com/2014/07/11/siap-tidak-siap-harus-siap-indonesia-menuju-
asean-economic-community-aec - (senin, 5 Juli 2015).
http://crmsindonesia.org/knowledge/crms-articles/peluang-tantangan-dan-risiko-bagi-
indonesia-dengan-adanya-masyarakat-ekonomi. (13 Agustus 2015)

345
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

CHANCE, CHALLENGE, AND STRATEGY OF SMALL MEDIUM ENTERPRISES


IN ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

Oleh : Setyo Kuncoro,SS.M.A


Dosen FISIP UT (kuncoro@ut.ac.id)

Abstract

ASEAN Economic Community (AEC) will establish ASEAN as a single market and production
base which make ASEAN a more dynamic and competitive with the mechanisms and measures
to strengthen the implementation of existing and new economic initiatives; accelerate regional
integration in the priority sectors; facilitating the movement of business, skilled labor and
talents; and strengthening institutional mechanisms of ASEAN. To realize the ASEAN Economic
Community, Indonesia needs to encourage productivity of small medium enterprises. The small
medium enterprises hold a significant role to enhance the economic growth in ASEAN. They face
chance, challenge, in ASEAN Economic Community. They have to compete with other by good
strategy. By implementation good strategy, the small medium enterprises will make their
business keep alive even growth well.

Keywords: Economic,challenge, strategy

PENDAHULUAN

Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA dirintis oleh negara-negara ASEAN pada tahun 2003
dan akan digulirkan pada akhirtahun 2015. (MEA) adalah sebuah sistem perdagangan bebas
antara negara-negara di Kawasan Asia Tenggara. Negara-negara ASEAN yang terlibat dalam MEA
adalah Indonesia Kamboja , Singapura, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Thailand, Laos
Malaysia dan Filipina. MEA akan menjadi sebuah pangsa pasar yang luas bagi pelaku bisnis.
Perijinan akan dipermudah dan para industri bisa bebas memilih SDM dari negara lain di ASEAN
sesuai dengan kriterianya. Melihat perkembangan Unit Usaha Kecil Menengah atau UKM di
Indonesia yang sangat pesat maka hal ini bisa menjadikan peluang sekaligus tantangan untuk
bisa bersaing dengan UKM di engara lain di ASEAN. Jika dikasimalkan maka UKM ini bisa menjadi
penggerak roda ekonomi Indonesia. Posisi geografis Indonesia sangat menguntungkan sekaligus
menggiurkan bagi negara lain untuk ekspansi produk mereka ke negara kita. Luas negara
Indonesia ini dua kali dari luas negara lain di ASEAN, hal ini menjadikan Indonesia bisa menjadi
target pemasaran porduk impor negara-negara ASEAN. Melihat pertumbuhan ekonomi tahun
2015 dimana negara-negara di Eropa dan Amerika perkembangannya dibawah 3% sedangkan
ASIA rata-rata diatas 4% maka ke depannya ASEAN ini bisa menjadi leader pertumbuhan
ekonomi dunia.

346
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

KERANGKA TEORI

Usaha Kecil Menengah atau UKM bentuknya bisa berbentuk perseorangan, persekutuan
dalam bentuk CV, atau perseoran terbatas atau PT. UKM memainkan peranan yang sangat
penting dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara ataupun pembangunan suatu
negara. Negara-negara maju memiliki pelaku usaha diatas 10% dari total penduduk,sedangkan
Indonesia hanya 1% saja dari total penduduk. Menurut Aharoni (1994) dalam Tulus Tambunan
(2009), di negara maju, UKM sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut
menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar, tetapi juga banyak
kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) paling
besar dibandingkan kontribusi dari usaha besar. Pada akhir tahun 2015 negara-negara ASEAN
akan membuka MEA. Dengan bersatunya negara-negara ASEAN dalam MEA maka akan bisa
menandingi kekuatan ekonomi Eropa maupun Amerika. Di Asia perkembangan perekonomian
masih didominasi oleh Cina dan Jepang, dengan adanya MEA diharapkan kedua negara tersebut
tidak lagi menjadikan negara-negara ASEAN sebagai target pasar namun bisa menjadikan mitra
dagang yang baik.
Berdasarkan data dari APINDO maka di antara negara-negara ASEAN hanya Philipina,
Kamboja dan Myanmar saja yang memiliki perdagangan surplus. Melihat fenomea ini maka
terbukanya MEA akan membuat negara-negara tersebut bisa ekspansi ke negara lain. Negara
yang paling memungkinkan untuk di ekspansi adalah Indonesia yang memiliki luas wilayah
setengah dari wilayah ASEAN. Selain itu jumlah penduduk menegah Indonesia yang ebsar
menajdi daya tarik etrsendiri bagi pelaku suaha yuntuk dijadikans ebagai konsumen.

Data di atas menunjukkan bahwa ekspor ASEAN ke Indoensia lebih tinggi dari ekspor
Indoensia ke ASEAN. Melihat fenomena tersebut maka hal ini merupakan tantangan sekaligus
peluang bagi Usaha Kecil Menegah (UkM) di Indonesia untuk bisa berkontribusi terhadap
peningkatan ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN

347
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

PEMBAHASAN

Terbukanya pasar bebas dikawasan ASEAN membuka peluang sekaligus tantangan bagi
UKM di Indonesia untuk bisa bersaing dengan produk dari negara-negara lain. Untuk bisa
bersaing maka perlu strategi yang tepat. Berikut dibahas satu persatu dari peluang, tantangan
dan strategi apa yang bisa dilakukan agar bisa tetap survive.

PELUANG

Terbukanya MEA memberikan beberapa peluang bagi UKM di Indonesia yakni:

1. Pangsa Pasar lebih luas


Dengan adanya MEA maka muncullah tantangan sekaligus peluang untuk bisa memacu
industri kreatif agar bisa mnciptakan produk yang bisa bersaing ditingkat ASEAN.
Indoensia kini memiliki kurang lebih 108 juta pendududk yang menduduki kelompok
ekonomi menengah. Hal ini adalah peluang pasar bagi industri untuk dijadikan konsumen
bagi produk-produknya.
2. Pemasaran Produk relatif Mudah
MEA akan memudahkan perlintasan perdagangan antar negara. Hal ini berarti pemasaran
relatif terbuka untuk produk-produk dalam negeri untuk bisa dipasarkan ke beberapa
negra di ASEAN
3. Membuat Produk yang Unik
Terbukanya MEA akan menigkatkan daya saing di antara para pelaku industri. Untuk dapat
terus bersaing maka pelaku bisnis harus mampu membuat ide-ide yang cemerlang antara
lain dengan membuat produk yang unik yang belum ada di pasaran. Pembuatan produk
yang unik membutuhkan kreativitas yang tinggi agar produknya memiliki nilai jual yang
tinggi pula.
4. Sistem pemasaran Online
Di era digitalisasi ini maka pemasaran online menjadi alternatif yang bagus utnuk bisa
menjaring konsumen sebanyak-banyaknya. Sistem pemasaran online tidak memerlukan
tempat khusus dan relatif efektif dalam memasarkan produk. Untuk bisa memasarkan
secara online maka pelaku bisnis harus melek tehnologi agar bisa membuat website yang
menarik yang bisa membuat konsumen mau berkunjung dan nyaman berselancar di
websitenya.

348
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

TANTANGAN

Tantangan bagi UKM di Indonesia besar dalam menghadapi MEA antara lain:
1. Varian produk luar negeri masuk pasar lokal
Produk produk luar negeri yang masuk ke Indonesia semakin mempersempit pangasa
pasar domestik.Oleh karena itu UKM harus bisa mencari celah pemasaran baru.
2. Produk yang memiliki daya saing tinggi
Karena banyaknya pesaing baru maka UKM diharapkan menciptakan produk yang
berkualitas yang bernilai daya saing tinggi
3. Melakukan ekspansi Pasar
UKM harus mulai memetakan pangsa pasar.UKM harus mempunyau pemikiran untuk
ekspansi produk mereka keluar negeri
4. Ekspansi perolehan bahan baku
Banyaknya para pesaing bisnis otomatis akan mengakibatkan perolehan bahan bakupun
semakin sengit. Untuk itu diperlukan trategi yang tepat agar bahan baku jangan sampai
langka yang bisa menghampat laju produksi.

STRATEGI

Dalam menghadapi MEA, UKM perlu menerapkan strategi yang tepat agar bisa tetap
bertahan bahkan tumbuh dan berkembang. Strategi tersebut antara lain:
1. Penggunaan tehnologi  research and development
UKM harus melakukan research and development agar bisa menemukan produk-produk
baru dan unik yang memiliki dya saing yang tinggi
2. Eksapnsi bahan baku.
UKM harus mulai mendata wilayah-wilayah mana saja yang bisa dijadikan ladang baru
untuk mendaoatkan bahan baku, karena pesaingnya semakin banyak maka bahan baku
akan semakin langka.
3. Peningkatan Kreatifitas dari SDM
SDM harus ditingkatkan kareka persaingan di MEA memerlukan orang-orang yang
profesional untuk bisa menciptakan produk yang unggul.
4. Kerjasama dengan perbankan
UKM harus bisa bersinergi dengan perbankan dalam hal permodalannya. Pengelolaan
modal yang lancar merupakan upaya yang bagus untuk bisa menjaga volume produksi.
5. Inovasi
Jantung dari suatu usaha adalah inovasi. Jika UkM tidak bisa berinovasi maka lambat laun
produknya akan tersaingi dan usahanya bisa mati. Inovasi ini akan bisa memperpanjang
usia sebuah perusahaan dalam memeprtahankan persaingan dengan pelaku usaha yang
lain.

349
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
UTCC, 26 Agustus 2015

KESIMPULAN

1. Diperlukan strategi yang tepat bagi UKM di Indonesia untuk bisa bersaing di tingkat
kawasan ASEAN
2. UKM memegang peranan penting dalam meningkatkan perekonomian nasional dan
ASEAN
3. Peran UKM dalam pasar MEA memerlukan dorongan dari pemerintah bisa berupa
pelatihan, sosialaisasi peningkatan ekspor dsb.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Moch. Masykur. 2011. “Peran dan Tantangan ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)
Dalam Mewujudkan Integrasi Ekonomi Kawasan di Asia Tenggara”, Jurnal Ilmu Politik
Hubungan Internasional, Volume 8 Nomor 1, hal 83-87

Arifin, Sjamsul, Rizal A. Djafaara, dan Aida S. Budiman. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. Gramedia. Jakarta.

ASEAN Secretariat.http://www.asean.org. Badan Pusat Statistik (BPS). http://www.bps.com.

Hady, Hamdi. 2009. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional.
Buku 1 Cetakan ke-5, Gralia Indonesia.

Gayatri, R.A dan Enny, D.R. “Manfaatkan Momentum Pasar bebas MEA (Masyarakat Ekonomi
Asean) dengan Meningkatkan Kredit Usaha Kecil dan Menengah.” Jakarta, 12-13 Maret
2015.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI).


http://www.kemendag.go.id/statistik_neraca_perdagangan_indonesia/

350

Anda mungkin juga menyukai