Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt karena dengan rahmat dan
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Jurnal individu sebagai suatu
sebagai suatu tugas membaca jurnal pada Blok XIV semester V ini. Pada
penulisan ini akan dibahas terkait epidemiologi, etiologi, patofisiologi, hingga
penatalaksanaan volvulus khususnya volvulus sigmoid.
Penulis mohon maaf jika dalam tugas ini terdapat banyak kekurangan
dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan
dengan pembahasan terkait dengan volvulus sigmoid. Karena ini semua
disebabkan oleh keterbatasan penulis sebagai manusia. Tetapi, penulis berharap
tugas ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.
Penyusun
1
PENDAHULUAN
2
TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Epidemiologi
3
rata-rata usia pasien dengan sigmoid volvulus adalah pada dekade ke delapan, dan
kedua jenis kelamin sama-sama terpengaruh.(Thornton,S C., 2014)
Patofisiologi
Volvulus usus merupakan suatu kondisi terputarnya segmen usus terhadap usus itu
sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut, dimana mesenterium itu
sebagai aksis longitudinal sehingga menyebabkan obstruksi saluran pencernaan,
baik obstruksi lengkap maupun parsial. Hal tersebut mengakibat terjadinya
penurunan terhadap suplai darah bersamaan dengan terjadinya peningkatan
tekanan intaluminal sehingga akan menyebabkan nekrosis dan perforasi.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas
yang merupakan gas yg ditelan. Peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Peregangan usus
yang terus menerus menyebabkan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Pengaruh atas kehilangan tersebut adalah pengerutan
ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan hipovolemi, pengurangan curah
jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Bakteriemia
dan hipovolemi ini kemudian menyebabkan proses sistemik menyebabkan SIRS.
Diagnosis
1. Gejala Klinis
4
progresif yang subakut (pasien dengan suboklusi). Pada tipe pertama
tersebut dikarakteristikkan dengan onset yang terjadi secara tiba-tiba yang
ditandai dengan adanya sakit/nyeri pada abdomen, lebih sering
terlokalisasi pada regio umbilikal, muntah pada awal waktu, abdomen
yang teraba keras, konstipasi dan timbul tanda-tanda kelemahan aktivitas
fisik. Gangren biasanya berkembang pada awal waktu dan syok serta
perforasi dapat muncul dengan cepat.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5
1. X-RAYS ABDOMEN
Pada pemeriksaan ini akan ditemukan gambar air fluid level dan pelebaran
dari kolon sigmoid. Kesulitan diagnostik dapat terjadi dengan radiografi
polos abdomen jika tingkat dilatasi bagian proksimal, yang ditandai
dengan lingkaran sigmoid mungkin tidak terlihat demikian. Kesulitan
yang sama dapat ditemui ketika sejumlah besar cairan dikaitkan dengan
sejumlah kecil udara. Situasi ini menyebabkan kurang terlihatnya dari
kolon sigmoid pada radiograf yang diperiksa secara telentang, dan
gambaran air fluid level menunjukkan gambar tidak memadai untuk
menentukan putaran sigmoid yang akurat. Akurasi diagnostik dapat
bervariasi 30-90% pada foto polos, tergantung pada siapa yang
melaporkan gambar tersebut. (Lou, 2013; Ward, 2010)
2. CT-SCAN
Pada pemeriksaan ini ditemukan dilatasi kolon sigmoid dan pola pusaran
di mesenterium. Tanda-tanda karakteristik lainnya telah dilaporkan yang
mungkin terbukti bermanfaat dalam mendiagnosis kasus samar-samar pada
foto polos abdomen. Jika sumbu usus memutar dan mesenterium yang
tegak lurus terhadap bidang scanning, sebuah 'tanda pusaran ' dapat
dilihat . Temuan yang dilaporkan lainnya yaitu gambaran ‘paruh burung
'pada bagian aferen dan eferen segmen.( (Lou, 2013; Ward, 2010)
3. KONTRAS ENEMA
Jika ada kekhawatiran mengenai adanya obstruksi, misalnya jika ada
diduga neoplasma menghambat atau pseudoobstruksi maka itu harus
dikonfirmasi, maka kontras enema yang menggunakan kontras yang larut
dalam air dianjurkan. Penelitian ini merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan dugaan peritonitis, usus gangren, atau pneumoperitoneum.
Selain dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan x-ray
abdomen, CT-Scan dan kontras enema juga bisa dilakukan pemriksaan
kimia darah dan profile hematologi.
(Ward, 2010)
6
Gambar 1. Bird’s Beak appearance; foto kontras khas pada volvulus sigmoid
Tatalaksana
7
melalui rektum. Metode ini kembali digunakan oleh Gay, 1859, namun tidak
banyak diikuti hingga pertengahan abad berikutnya. Di abad ke 20, deflasi
perkutaneus menggunakan trochar diperkenalkan oleh Crips, dengan
menggunakan cadaver sebagai alat coba. Laparotomy dengan fiksasi dan reseksi
sigmoid diperkenalkan oleh Atherton, 1883, walaupun angka mortalitasnya tinggi,
mencapai 50%. Begitupula dengan sigmoidopexy, angka mortalitasnya juga
tinggi. Metode lain berupa deflasi transanal dengan sigmoidoskopi diperkenalkan
Bruusgard, 1947, yang mempunyai angka mortalitas lebih rendah sehingga lebih
banyak diterima.
Disisi lain, penelitian yang dibawakan oleh Bak, menyatakan bahwa mortalitas
akibat operasi tidaklah besar, yaitu sekitar 6%. Arnold et al, juga menambahkan
bahwa mortalitas yang tinggi terjadi pada populasi tua. Kemudian disimpulkanlah
bahwa operasi setelah episode pertama gejala dapat dilakukan pada umur dibawah
70 tahun, sedangkan untuk umur diatas 70 operasi dilakukan setelah episode
ulangan.
Penelitian ini juga diinterpretasikan dengan makna lain. Angka kejadian ulangan
pada pasien diatas umur 70 tahun kemungkinan karena pasien meninggal akibat
keadaan lain atau karena tua. Sedangkan yang dibawah 70 tahun dapat mengalami
kejadian ulangan karena masa hidup yang masih lama. Hal lain yang
dipertimbangkan adalah keadaan umum, status kardiorespirasi dan metabolik
pasien. Akhir-akhir ini, penatalaksanaan volvulus dengan operatif, sigmoidoskopi,
dan perkutaneus deflasi diperbaharui dan angka mortalitas turun drastis.1
Terapi non-operative yang dapat dilakukan adalah pertama dengan memasukan
pipa melalui anus, ukuran 30-36 panjang 50 cm, menuju tempat obstruksi. Barium
dimasukan ke dalam pipa dan tekanan hidrostatik untuk memasukan barium akan
membuka puntiran volvulus. Foto dengan kontras barium melalui anus yang
dilakukan oleh radiologis ternyata dapat mendetorsi volvulus. Keberhasilan akan
dikonfirmasi dengan dekompresi atau keluarnya feses dan gas. Cara lainya adalah
dengan menggunakan rektoskopi atau dengan kolonoskopi yang dimasukan
melalui anus menuju tempat obstruksi.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa setelah dilakukan dekompresi volvulus
sigmoid pasien sebaiknya dilakukan sigmoidektomy untuk mencegah
8
kekambuhan. Setengah dari pasien volvulus sigmoid setelah dekompresi akan
mengalami satu kali episode kekambuhan dan biasanya ahli bedah melakukan
reseksi setelah timbul episode kekambuhan.
Pasien dengan strangulasi dan nekrosis disarankan untuk dilakukan pembedahan.
Terapi operatif untuk volvulus sigmoid adalah dengan laparotomi yaitu dengan
melakukan dekompresi dan koreksi terhadap puntiran volvulus dan memasukan
pipa rektal ke segmen yang terdilatasi.
Saat ini, pada pasien yang dilakukan operasi emergensi untuk volvulus sigmoid,
ususnya tidak lagi viabel. Oleh karena itu, prosedur pilihannya adalah reseksi
sigmoid, baik dengan anastomosis kolorektal atau dengan prosedur Hartmann.24
Pembedahan laparotomi dengan reseksi dilakukan atas dasar anatomis, dimana
proksimal rektum dekat dengan distal kolon, akibat basis mesokolon yang
menyempit, memfasilitasi end to end anastomosis. 1 Untuk pasien yang kolon
sigmoidnya masih viabel dapat dilakukan sigmoidopexy, fiksasi sigmoid ke
dinding lateral abdomen.
Prognosis
Komplikasi
10
Pencegahan
Metode dekompresi di lebih dari 70% dari pasien mengalami tingkat kekambuhan
tinggi, dengan mengutip dari penelitian tingkatnya bervariasi antara 20-90%.
Salah satu cara di mana kekambuhan bias dicegah, adalah dengan meninggalkan
tabung rektal di tempat selama 5-6 hari setelah dekompresi. Namun, bukti untuk
ini sebagai pilihan pengobatan yang sukses adalah lemah. (Ward, 2010)
Kolostomi endoskopi perkutan (PEC) adalah teknik baru lain yang telah
berkembang sebagai pengobatan berulang sigmoid volvulus. Sebuah kolonoskop
dimasukkan ke dalam usus kiri per rectum sampai trans-iluminasi terlihat melalui
permukaan kulit dan jari tekanan indentasi usus besar. Di bawah anestesi lokal,
dua tabung standar gastrostomy perkutan 16 Ch didorong melalui dinding perut ke
dalam usus dan kemudian diamankan dari dinding perut sampai ujung kolon
sigmoid di dua tempat. Kolonoskop tersebut dimasukkan kembali untuk
memeriksa posisi akhir dari kateter, yang kemudian melekat pada kantong
drainase dan dibuang dua kali sehari. Antibiotik diberikan selama lima hari pasca
operasi dan tabung bisa in situ untuk jangka panjang atau jangka pendek. (Ward,
2010)
11
Penempatan endoskopik dari dua tabung PEC dapat dilihat di atas. Tabung
dipisahkan dengan baik dengan cara klasik, satu tetap di puncak, yang lain di
proksimal untuk mencegah rotasi lebih lanjut. Volvulus berulang berkaitan dengan
penempatan PEC jika tabung dimasukkan terlalu dekat dengan dasar
mesenterium.(Ward, 2010)
12
KESIMPULAN
Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap usus itu
sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dengan mesenterium itu
sendiri sebagai aksis longitudinal. Volvulus terbanyak merupakan terjadi pada
daerah sigmoid. Volvulus sigmoid memiliki manifestasi yang hampir sama dengan
volvulus pada umumnya. Pada pemeriksaan penunjang dengan barium enema
nampak parrot appearance atau bird appearance. Pada penatalaksanannya volvulus
sigmoid dapat menggunakan teknik operative dan non operative yakni dengan
memasukkan pipa ke dalam anus. Prognosis dari kejadian volvulus sigmoid
tergantung dari penatalaksanaan dan kecepatan diagnosis yang jika penanganan
terlambat akan cenderung mengalami nekrosis oleh karena strangulasi.
Pencegahan kekambuhan volvulus sigmoid dapat menggunakan kolostomi
endoskopi perkutan.
DAFTAR PUSTAKA
13
3. Eksarko P, Nazir S, Kessler E. (2013). ‘Duodenal web associated with
malrotation and review of literature’, Journal of Surgical Case Report.
[online]. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3887994/ [Accessed on: 17
November 2014].
4. Lou., Zheng, Yu., En-Da, Zhang., Wei, et al. 2013. Appropriate treatmen
of acute sigmoid volvulus in the emergency setting. World Journal Of
Gastroenterology. 19(1) : 4981. Available from
www.ncbi.nih.hov/pmc/articles/PM C3740429.pdf/WJ6-19-4979.pdf
[Accessed on 15th November 2014]
14
15