Anda di halaman 1dari 38

Perkenalkan Aku Aliya Asma Amanina Sedang duduk dibangku SMA kelas 3, Aku anak pertama dan

satu-satunya, ayahku berkerja disalah satu perusahaan di tangerang sedangkan ibuku hanya ibu
rumah tangga. Tinggiku sekitar 155 cm. Kulit sawo matang dan poniku selalu miring disamping
kanan.

Ah tidak penting menceritakan aku dengan detail, aku sedang ingin menceritakan seseorang.
Hmmm

Sekarang coba kalian liat di ujung jalan itu, perempatan gang rumahku, disitu ada sosok lelaki yang
sampai detik ini aku tidak pernah mengerti apa dan bagaimana jalan pikiranya.? Hanya saja sampai
detik ini cuma dia lelaki yang memahamiku. Setelah ibu dan ayahku, aku lahir dari keluarga yang
baik-baik saja, lelaki itupun sama. Namanya Semesta Khiosi lelaki yang sudah ku kenal bahkan
sebelum aku dan dia dilahirkan. Kami tetanggan balkon rumah kami adalah tepat ngobrol terasik di
muka bumi ini.

Setelah menjalankan rutinitas kami disekolah, Kami kadang suka menghabiskan waktu kami duduk
dan ngobrol di balkon rumah, kami sesekali berantem karena hal-hal yang tidak penting lalu
berakhir dengan gebrakan jendela satu sama lain. Kemudin keesokan malamnya kami akan kembali
berteman.

Lelaki itu kupanggil dengan sebutan TAKHi matanya yang agak sipit, kulitnya yang putih bersih,
muka yang blasteran jepang dan bandung indonesia membuat dia menjadi or

ang terpopuler di sekolahan.

Dari ujung ke ujung tidak ada yang tidak kenal takhi, lebih-lebih dia jago di permainan bola basket.

Kalian harus tau, bagimana histerisnya wanita-wanita disekolahku saat takhi sedang bermain bola
basket di lapangan teriakan teriakan yang menggangu pendengaran membuat aku merasa aku dan
dia begitu berjarak.

Takhi lelaki cuek, dingin kesemua orang dia tidak pernah perduli dengan perasaan siapapun.!
Pembawaanya yang kalem membuat semua orang selalu memaklumi apapun yang dia lakukan.
Bahkan guru pun kadang diabaikan olehnya. suka tidak suka itu bukan masalah besar baginya,
cukup dia suka selesai. Kami tidak begitu akrab jika beeada disekolahan, sengaja berpapasan pun
kami tidak saling sapa. Aku tidak mengerti sama sekali, hanya saja jika kau ingin tau apa

penyebabnya nanti akan ku ceritakan setelah ini.

Hampir setiap hari, takhi selalu menungguku di perempatan gang itu, kadang juga dia dengan
sengaja menungguku di depan rumahnya. Hanya selang 5 menit kami berjalan dari komplek rumah
kami mengobrol bahkan brtukar pikiran prihal sekolah, menanyakan PR atau bahkan menanyakan
hal yang tidak penting dia jika tidak suka akan langsung dbicarakan misalnya seperti kemarin sabtu
saat pertandingan bola, basket aku dengan sengaja tidak mendukungnya dari pinggir lapangan,
namun aku yang paling hebat berdoa untuk kemenanganya.

"Loe fikir gue gak nyari loe dilapangan? Loe fikir gue sibuk sama bola basket. Shooting,
dribling dll? Hah?" Suaranya agak meninggi aku yang berada disampingnya merasakan amarahnya,
sampai aku tidak tau sesak tiba-tiba menikam hatiku.

"Loe fikir, karena gue ga ada dilapangan. tandanya gue gak dukung loe? Loe salah.! Gue
dukung loe bahkan sebelun loe mulai tanding!" Kali ini aku benar-benar terbawa emosi, dia melihat
muka ku yang mulai memerah lalu dengan cepat ku langkahkan kaki meninggalkan takhi di
permpatan prumahan, aku langsung naik angkutan yang sudah sesak, supaya sesegera
mungkin melaju meninggalkan takhi yang masih mematung.

Seperti hari-hari biasanya takhi dan aku tidak pernah bertegur sapa, kami di sekolah bagai
insan asing yang tidak sama sekali kenal satu sama lain. Apa apa yang ingin ku bicarakan pada takhi
di sekolah selalu ku tahan sampai rumah.

Namun hari ini rasanya aku tidak mempunyai gairah untuk berjalan di luar kelas, ntah untuk
kekantin atau apalah. Kufikir lebih baik kuhabiskan hari ini untuk tetap di dalam kelas.

Namun saat jam pelajaran terakhir guru bahasa inggris bu lala, menyuruhku untuk meminjam
catatan anak kelas sebelah aku meniyakan permintaanya.

"Pinjam ke siapa bu?"

"Dikelas 12 IPA 4, nanti tolong tulis dipapan tulis ibu ada urusan ya nak"

"Oh iyah bu, ke siapa aja yang ada dikelas ipa 4 bu"

‘’Oh iya lupa, pinjem ke Semesta, li"

Aku mengutuk dalam hati, sambil berjalan menuju kelas IPA4 yang selang 1 kelas dari kelasku, aku
mencoba mengumpulkan keberanian untuk meminjam catatan takhi.

Aku masuk dan mulai meminta izin menemui takhi, Seketika semua mata menuju kearahku

Ah perasaan apa ini, tajam sekali

"Tunggu diluar" suaranya terdengar sinis seketika aku ingin memarahinya. Namun kutahan,
aku hanya mengangguk lalu berjalan keluar dari kelas takhi. 10 menit berlalu ia masih belum keluar
aku mengutuk dalam hati.

"Ini" suaranya yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku

"Oke" kujawab singkat

Kemudian dia berlalu Tanpa mengatakan apapun padaku.

Aku menatap panggungnya sekali lagi aku mengutuk dia dalam hati. ah pokoknya dirumah aku
tidak akan membuka jendela kamarku saat dia meneriakiku dari balkon kamarnya gerutuku.

Malam pukul 19.30 selepas makan malam aku kembali kekamarku. Ku rebahkan tubuhku sambil
mengingat kejadian yang tadi siang terjadi, rasanya aku tiba-tiba kesal dengan takhi. biar saja kali
ini aku tidak ingin bicara denganya. "Nin" takhi memanggilku dari balkon kamarnya, aku tidak buru-
buru menyauti panggilanya kubiarkan sejenak biar dia menungguku, nina adalah panggilan takhi
untuku.

Namun ketika panggilan ke 3 aku langsung berperanjat membuka jendela kamarku, ah masih saja
seperti ini tidak pernah tega membiarkan dia sendiri. .

"Apa" jawabku ketus

"Marah loe?"

"Gue marah?"

"Iyakan"

"Nggak, ngapain marah sama manusia aneh kaya loe"

"Ah sudah kuduga"

"Apa?" tanyaku

"Buku gue mana? Disitu ada surat buat loe cek aja"

Aku langsung masuk kedalam kamarku, mengambil buku takhi dan mencoba mencari surat yang
dimaksud takhi.

"Ini" aku menunjukan surat yang kutenukan di buku takhi

"Iya"

"Isinya apa?"

"Baca aja" .

Lalu ku buka, aku tersenyum membaca isi surat tersebut.

"Kek masuk kandang macan ya tadi, diliatin sinis sama perempuan satu kelas" .

"Iyah bener, sampe deg-degan"

"Gue ngerasaain juga makanya gue nyuruh loe tunggu diluar"

"Sabar, anak-anak natap sinis kearah loe berasa loe kek makanan paling lezat" aku
membaca surat yang takhi tulis

"Haha, harusnya bacanya tadi pas loe balik kekelas, biar keselnya ilang"

"Ah bodo amaat" sanggahku


Takhi trus menggodaku, dan aku trus menyanggahnya. Satu hal yang kamu tidak tau ki, segala rasa-
rasaku berubah menjadi sesuatu yang tak bisa ku tahan. Akhirnya aku harus mengerti untuk tetap
jaga jarak denganmu saat disekolahan dengan begitu cukup bagiku melihatmu tak sendirian.

Minggu pukul 06.00 aku harus terbangun dari kamarku karena suara bising yang membuat
kupingku terasa sakit. Sambil sempoyongan aku berjalan mencari sumber suara tersebut. Tidak
sempat untuk mengosok gigi, bahkan tidak sempat untuk mencuci muka. Aku menelusuri tangga
yang hari ini terasa lebih sulit di jangkau.

"Mamah" teriaku

"Mah" sekali lagi aku berteriak namun sambil menepak tangga terakhir di kaki kananku.

Aku langsung pergi ke ruang keluarga. Saat sampai ruang keluarga, aku kaget saat kulihat
mamahku dan mamah takhi sedang berduet lagu "tenda biru" Saat aku berniat kembali kekamar,
sekali lagi aku terkejut, Takhi juga ada disanah duduk diruang keluarga. Kali ini dia terlihat lebih
segar dari biasanya.

Takhi melambai ke arahku aku hanya mengangguk. Lalu aku mengisyaratkan takhi untuk ke atas
rumahku. Dia hanya mengangguk, Lalu berjalan mengikutiku dibelakang.

"Loe ikutan karokean?" tanya gue .

"Nggak lah, dirumah gue sepi gak ada orang gara gara nyokap karokean disini"

"Bokap loe kemana?"

"Ke jepang, lagi ada proyek disanah"

"Oh" aku menutup obrolan.

Takhi duduk di meja belajarku yang dekat jendela. Sedangkan aku berada di atas kasurku.

"Mandi gih"

"Ogah ada loe, nanti loe ngintip gue lagi" kataku

"Ya ngapain ngintip manusia kaya loe? Cantik juga kaga" .

"Bodo amaat ah" .

Tiba-tiba obrolan kami terhenti, dia melihat foto yang ada dimeja belajar ku. Foto waktu pertama
sekolah TK. Mamah iseng tiba-tiba mengambil gambarku bersama Takhi. Takhi menatapnya lama.
Seolah berfikir namun dia tidak mempertanyakan apapun kepadaku.

"Khi gue mau nanya" kataku

Takhi hanya melirik kearahku kemudian kembali melihat-lihat mejaku.

"Serius gue mau nanya khi" .


Takhi melirik kearahku.

"Ya gue mau jawab" katanya

Aku tertawa mendengar jawaban takhi, Dan takhi hanya tersenyum melihatku.

Ah jika kau tanya sejak kapan aku jatuh hati, maka jawabanya sejak sebelum aku lahir didunia,
sejak aku masih balita, ah sejak sejak aku dan takhi masuk TK

Jika kau tanya mengapa? Maka jawabnya karena dia semesta, pusat dari segala khayalku.

"Takhi" suara dari bawah

Takhi langsung bergegas menghampiri mamahnya. Aku mengikuti dia dari belakang

"Mandi dulu atuh liy, masa kucel gitu?"

"Biarin atuh mah, yang penting aku lebih cantik dari takhi" kataku membela diri .

"Kata siapa? Kamu lupa ya dulu pas kalian TK bunda iseng makein baju perempuan ke takhi
dan dia cantik ngalahin kamu"

"Oh iyah bener, aku inget say waktu aku titip takhi karena harus mendadak ke kantor ayah
takhi kan?" tanya mamah takhi

"Iyah say, lucu yaa. Kadang gak nyangka loh mereka udah gede? Punya rencana mau
besanan tidak?"

Kali ini aku dan takhi saling tatap, rasanya kami berada di obrolan yang tidak perlu kami dengar. Ah
takhi memberi isyarat untuk keluar dari zona ini, aku menangkapnya dan mulai berdiri lalu
perlahan berjalan membelakangi mereka. .

" mau kemana?" suara bunda mengagetkanku

"Ngerjain PR ya khi" jawabku

"Iyaaa" jawab takhi memperjelas

"Kalian kalau misalnya dijodohin bersedia tidak?" .

"Apa sih mah, ini pertanyaan apa?" jawab takhi

"Kamu gimana liy? Mau gak kalau dinikahin sama takhi"

Aku diam, kali ini ingin ku sangkal namun perasanku menolaknya. Ingin menangguk pun berat
logika tak menerimanya.

Bimbang karena ini hanya rasaku saja sedangkan rasanya tidak. Ah mungkin tidak perlu dijawab.
Untuk menetralkan segala kegelisahanku.

"Udah ah mah, aku mau ke atas. Nina mau ditemenin ngerjain fisika"

Aku mengangguk tanda setuju dengan ajakan takhi. Dia langsung menyeretku ke atas.

"Kenapa loe diem pas ditanya itu sama nyokap loe?" .

"Emang gue harus jawab apa, menurut loe?

" iyah kalau loe bersedia, nggak kalau loe gak bersedia?"

"Menurut loe gue bakalan jawab apa?" tanya gue yang ntah mengapa rasanya berapi-api.

"Iya, loe pasti jawab iya"

Kali ini mataku membulat dengan sempurna, tak kusangka dugaannya benar

Dia menatapku lekat. .

Aku melempar bantal ke wajahnya. Sambil ku julurkan lidah. "Itu mah maunya loe kali" kataku

"Haha loe tau apa yang gue mau" tanyanya

Lagi kali ini aku benar-benar kikuk. Si bodoh didepanku benar-benar mendobrak dinding yang ku
buat untuk dirinya. Aku berusaha untuk tak jatuh cinta kepadanya, meski sering kali kutemui aku
dalam keadaan mencintainya.

Takhi masih menatapku penuh dengan tanya, sedangkan aku masih menatap kearah yang lainya.

Kali ini aku tidak tau, bagaimana menghindari kontak mata denganya.

Oh tuhan, tolong aku jangan membuat aku terdesak seperti ini gerutuku dalam hati.

"Menurut loe? Loe percaya nggak kalau gue bisa jagain loe?" takhi bertanya padaku
sedangkan aku sedang tidak ingin berbincang-bincang soal hati, rasa, dan cinta. .

Dia terus mengajukan pertanyaan yang sama dan aku tetap pura-pura tidak mendengar apapun.

"Kalau loe nggak jawab berarti loe emang punya harapan pingin tinggal dan tua bareng
gue" kali ini nada nya agak sedikit tinggi. Ah tiba-tiba dadaku terasa sesak mulutku terasa berat dan
mataku mulai terasa perih.

"Trus menurut loe? Apa loe percaya kalau gue mau dijagain sama loe?" kali ini aku
membuka suara dengan membalikan pertanyaan yang dia ajukan.

"Iya gue percaya, kalau loe percaya sama gue, kalau loe mau dijagain sama gue?" .

"Emang loe siapa?" tanya gue dengan nada sedikit ketus

Kali ini dia diam. Berdiri dan menatap kearah luar, dia menatap ke jendela kamarnya. Ntah apa
yang dia fikirkan sekarang, aku menatap punggungnya dengan lekat sambil berdoa dalam hati
semoga kelak memang kamu yang akan menemaniku hingga tua. .

"Hahahahahh"

Takhi tertawa lalu duduk dikursi belajarku.

"Nggak usah tegang, gue bercanda...

"Lagian mana mungkin sih gue suka sama perempuan kek loe yang gak ada manis-
manisnya" sambungnya lagi

"Kecuali kalau emang stock perempuan cuma sisa loe, baru deh gue mau tinggal dan
menetap dihidup loe" tambahnya lagi .

"Hahah" gue tertawa mendengar penjelasanya

"Tapi sayang gue gak tau mau atau nggak sama loe, apa lagi cuma dijadiin pelarian dari loe
yang gak nemuin tambatan hati yang loe mau"

"Gue yakin sih, loe gak akan pernah bisa nolak kalau gue ajak loe nikah" katanya dengan
diiringi tatapan mata yang tajam.

Ah lagi-lagi dia benar-benar seperti penyihir, seketika aku dibuat tak berdaya dengan
pernyataanya. Sekali lagi jika memang kau berkenan tinggal dan menetap aku tak akan menolak.
Ah tinggal lah jika kau memang ingin tinggal. Tapi ingat jika sudah tinggal kau dilarang keras untuk
meninggalkanku.

Hari ini takhi menungguku tepat di depan rumahku. Ntah perasaan apa yang membuat aku ingin
berangkat kesekolah agak telat. Atau lebih tepatnya adalah membolos. Ada satu pelajaran yang
sedang tidak inginku pelajari.

"Naaaa cepetan telat nanti" suara takhi terdengar nyaring ditelingaku

Ah aku harus bagaimana menjelaskan kepada takhi bahwa hari ini sedang tidak ingin berangkat ke
sekolah. Atau pulabf lagi izin ke bunda dengan alasan sakit. Ah pasti bunda marah. Kalau aku buat
perjanjian dengan takhi untuk membolos dan tutup mulut dia? Hmmm kayanya dia mau biar nanti
ku coba saat berjalan ke depan gapura?

"Ayo" ajak ku

"Lama bener sih na?"

"Masa sih" tanyaku

"Iyaaah. Kalau gue cewek gue pasti ngambek nunggu segitulamanya"

"Loe mau ngambek sama gue"tanyaku

"Mana bisa sih aku ngambek sama perempuan kaya loe?"


"Kenapa gak bisa?" Tanyaku

"Berat nanti, loe bisa rindu akut sama gue"

"Hahaha" kali ini aku tertawa lalu takhi juga ikut tertawa melihatku tertawa tiba-tiba dunia
seakan terhenti saat tawanya menghiasi muka khas jepang itu mata yang tidak begitu besar alis
yang tajam. Rambut yang selalu rapih dengan gaya khas takhi. Rasanya jika boleh aku ingin
ungkapkan prihal segala hal yang menyangkut dia sekarang. .

"Ayoo naik mikrolet na. Udah hampir telat gak ada waktu lg buat ngelamun?"

"Khi, gue bolos yaa gue tiba-tiba gak mau sekolah gue mau pergi ke tempat lain aja, loe
jangan bilang nyokap gue kalau gue bolos ya khi" kali ini takhi yang diam satu kaki sudah diatas
mobil mikrolet satunya masih di aspal jalanan Dia menatapku tajam. .

"Loe mau kemana?" Suaranya berat tercampur amarah dan kesal ah aku tau dia pasti kesal
dengankuu

"Nggak tau jalan jalan aja sendiri gue bawa switter ini" .

"Bukan masalah switter. Ini masalah kamu, kamu itu bodoh? Dijalan kalau ada yang
berbuat jahat, loe bisa apa?" .

"Nangis"kataku

"gue temenin loe pergi kemanapun"

"Serius?"

"Iyah ayo mau kearah mana?

"Ayo kemana aja yang penting bolos"

Dia menggandeng tanganku, menyebrangi jalanan menyetop mikrolot menaikinya ke arah


berlawanan dengan sekolah kami.

Ntah mengapa dia dengan hebatnya menarik aku masuk kedalam hatinya. Ah sedangkan aku tidak
bisa?

Aku dan takhi menuju pusat kota, menaiki bus way berjalan di trotoar, menyebrangi jalan
demi jalan ibukota kami hanya berjalan-jalan seperti anak remaja sedang mabukk cinta. Hanja saja
diantara kami hanya aku yang cinta, prihal takhi biar jadi urusannya saja. Setelah waktu
menunjukan pukul 10 aku dan takhi pergi keperpustakaan nasional, ntah kekuatan macam apa
yang membuat aku dan takhi sejauh ini melangkah. Punggung takhi membuat aku merasa aman
saat berada didekatnya bahkan genggaman tanganya terasa hangat membuat aku yakin bahwa aku
tidak pernah salah jatuh cinta pada lelaki dingin ini. Kami menelusuri lorong demi lorong rak buku,
melihat lihat sebelum akhirnya kita memutuskan untuk memillih satu diantar ratus ribuan buku
diperpustakaan ini, aku memilih buku fiksi berbahasa inggris sedangkan takhi dia memilih buku-
buku dari pengarang lama. Kami sangat menikmati detik demi detik waktu yang berlalu sebelum
akhirnya kami merasa cukup berada ditempat ini, ketika waktu menunjukan pukul 13.30 wib, aku
mengomel dalam hati kenapa secepat ini berlalu, rasanya aku belum merasa cukup menghabiskan
waktu bersama takhi, sebenarnya takhi setiap malam selalu kupandangi saat aku dan takhi
mengobol di balkon bersamanya selalu saja waktu terasa cepat berlalu, kadang dibalkon kami
hanya mentertawakan hal kecil yang sengaja membuatu kami tertawa kadang-kadang dia
menasehati seperti halnya motivator handal namun kadang dia juga seperti anak kecil dikit-dikit
kalau ada masalah sama aku dia dengan sengaja mengadu pada mamahnya lalu setlah itu
mamhnya takhi mengadu pada bundaku kemudian bunda pasti akan mengintrogasiku. Padahal dia
yang melakukan kesalahan tapi dia mengarang cerita kalau aku yang melakukan kesalahan, senjata
takhi jika aku ngambek pasti dia melkukan hal itu, lagi, lagi dan lagi. Namun aku tidak pernah bisa
ngambek berlarut-larut kepadanya terlebih dia selalu mempunyai cara supaya aku tersenyum
kembali.

Aku melilhat arlojiku sudah pukul 14.30 mukaku memerah, detak jantungku semakin
kencang aku benar-benar panik prihal bagaimana nanti dirumah mungkin bunda akan sedikit
mengomel mengapa aku pulang telat

‘’kenapa na’’ tanya takhi membuyarkan lamunanku

‘khi, udah jam 14.30’’

‘’jangan khawatir sebentar lagi sampe ko na’’

‘’iya khi’’

Aku mencengkram tangan takhi dengan keras, takhi melirik kearahku dengan tajam

‘’gue takut diomelin khi’’

‘’oh’’ jawab takhi singkat

Saat takhi hanya menjawab oh rasanya aku naik tikam, aku benar-benar ingin menonjoknya
bertubi-tubi atau menjedotkannya ke jendela mikrolet supaya otaknya berubah supaya sikapnya
tidak lagi dingin seperti ini. Tapi bagaimanapun dia apapun yang dia lakukan tetap aku
menyukainnya.

‘’kiri’’ suara takhi mengagetkanku

Takhi mengajaku turun, aku masih belum sadar bahwa kami sudah sampai didepan komplek
perumahan kami, ah sekarang sisa bagaimana aku menghadapi bunda, rumahku bersebelahan
dengan rumah takhi di barisan nomer genap, rumahku nomer 12 sedangkan takhi nomer 14. ah
sudah pasti takhi akan mendengar omelan bunda di beranda rumahku saat kaki takhi belum
sampai rumah.

Namun tiba-tiba takhi masuk perkarangan rumahku, menekan bel rumh dan mematung
didepan depan pintu rumahku, aku malah terdiam dipintu gerbangkaget dengan apa ynag takhi
lakukan, kikuk yang kini aku rasakan ini pertama kalinya takhi melakukan hal diluar dugaanku, aku
memang resah tapi tidak kukatakan apa yang membuatku resah hanya saja aku tidak menyangka
apa yang membawanya senekat ini, bisa jadi dia dimarahi oleh bundaku.

‘’khi balik aja, gue gak papa kali ah’’

‘’udah jam set 4, loe telat sejam bunda pasti mkir yang nggak-nggak bisa jadi loe diomelin’’

Ah bunda doang ko’’

‘’terserah gue ah nin, gue Cuma mau mastiin loe baik-baik aja, biar gue urus bunda loe,
pokoknya loe diem aja abis ini mandi jam 7 selepas belajar gue tunggu dibalkon’’

Aku mengganguk, tidak lama kemudian bunda keluar menyapa takhi

‘’takhi, adek?’’

‘’bunda, tadi aku sama nina abis dari toko buku maaf ya bun jadi telat’’

‘’kenapa gak kasih kabar’’

‘’hape aku mati bun, hape nina juga’’

‘’lain kali kasih kabar, orang tua suka khawatir dan mikir yang nggak nggak klau kalian pergi
gak izin’’

‘’iyah bun, janji gak akan lagi’’

‘’ khi masuk dulu, makan dirumah bunda’’ ajak bunda

‘’nggak usah bun, takut mamah khawatir sama aku’’jawabnya

Bunda mangganguk mempersilahkan takhi untuk kembali kerumahnya, Kemudian takhi berlalu
meninggalkan aku, aku masih terdiam menatap punggung takhi ah lagi-lagi banyak hal yang
memang aku tidak tau mengapa dia bersikap seolah dia takut aku kenapa-kenapa seolah dia
seseorang yang bisa diandalkan, tape memang selama ini hanya di yang bisa diandalkan aku tidak
perduli jika dimuka bumi ini banyak orang yang mencoba untuk menjatohkan asal ada takhi maka
aku percaya aku akan baik-baik saja.

Selepas belajar aku segera membuka jendela balkon rumahku ternyata takhi sudah duduk di
balkon rumahnya, dia hanya duduk santai ditemani susu hangat buatan mamahnya, dia melempar
senyum kearahku akupun juga begitu.

‘’udah lama?’’ tanyaku

‘’belum ko’’ katanya

‘’khi maaf dan terimakasih ya’’

‘’na, sama-sama yaa’’

Malam itu masih sama, hanya mengobrol ngalor idul tidak pernah ada istimewanya namun
tetap bersamanya segalahal terasa istimewa. Takhi lelaki yang sedari dulu selalu membuat aku tak
berdaya untuk tetap mencintainya.

PERTANDINGAN BASKET ANTAR SEKOLAH

Hari ini takhi akan tanding basket di SMA putra bangsa dia menyuruhku datang dan
menyemangatinya namun ntahlah aku mungkin saja tidak datang memberi dia semangat lagipula
akan banyak gadis yang berbut meneriaki takhi dari pinggir lapangan.

Selepas pulang sekolah tim basket sedang bersiap-siap berangkat menuju SMA putra
bangsa, aku melihat takhi sedang memaki sepatu basketnya, baju abu-abu biru khas tim basket
sekolah kami, takhi melihat kearahku seolah mengharapkan aku ikut bersamanya hanya saja aku
benar-benar tidak tau harus bagaimana? Aku tau dengan pasti jika aku ikut dengan dia maka sudah
kupastikan aku hanya akan menonton dari kejauhan ah tidak ada yang sepesial bukan antara aku
dan takhi.

Aku hanya menatapnya lalu berlalu, kakiku melangkah menuju gerbang sekolah dengan
berat aku meningalkan segala pikiranku pada takhi namun aku tidak tau apa yang harus aku
lakukan setelah ini. Aku berdiri sejenak sebelum akhirnya aku benar-benar meninggalkan sekolah.
Namun saat aku benar-benar akan masuk kemobil angkot, mobil rombongan takhi terlebih dulu
sampai gerbng, aku tidak jadi masuk kedalam angkot saat namaku dipanggil oleh takhi.

Aku hanya terdiam menunggu apa yang akan takhi lakukan kali ini, namun tak lama aldo
salah satu pemain basket turun menghampiriku.

‘’mau kemana?’’ tanyanya

‘’ayok naik mobil bareng gue aja, kebetulan masih kosong’’ tambahnya

‘’eh nggak usah, gue naik angkot aja’’

‘’udah ayok liy, takhi juga didalem ko!!’’

‘aku hanya menangguk, dia benar-benar menyeret aku masuk kedalam mobil yang berisikan
takhi, dan saat aku masuk kedalam mobil ternyata didalam hanya ada takhi dan aldo. Ini benar-
benar sudah direncanakan takhi ah bodoh aku malah kena jebakannya takhi. Namun ntah
mengapa aku malah bahagia karena dia selalu membuat aku tak berdaya dengan apa yang
dilakukan.

‘’hay, jangan pernah lari dari aku ya’’ takhi memulai pembicaraan

‘’apaan sih loe? Siapa yang mau lari?’’ kataku

‘’loe ! emang gue gak tau gerk gerik loe hah?’’

‘’gue kan gak enak kalau ganggu pertandingan loe khi’’

‘’salah liy, takhi gak akan tenang kalau belum liat loe di pinggir lapangan!’’ aldo tiba-tiba ikut
dalam pembicaraan aku dan takhi
‘’diem loe do’’ takhi sedikit membentak

‘’nah Cuma ke elo doang liy, dia bisa luluh’’ kata aldo lagi

Kali ini aku terdiam, sediki tidak menyangka dengan apa yang aldo katakan oh iya, aldo adalah
teman baik takhi sangat teramat akrab. Sebenenya takhi menyembunyikan aku dari semua hal
disekolah namun aldo tanpa sengaja berkunjung kerumah takhi, sebenernya takhi sudah
menghubungiku untuk tidak keluar dari rumah namun aku tidak membca pesannya. Dengan
ekspresi yang sama aku memanggil takhi dari balkon rumahku, waktu itu yang aku temui adlah
aldo. Sedikit panik dengan apa yang sedang teradi waktu itu bahkan aldo memberi aku banyak
pertanyaan mengapa sikap kami disekolah dan sikap kami dirumah berbeda. Aku tidak bisa
menjawab hanya takhi yang bisa menjelaskan arena dia yang menyembunyikan aku bukan aku
yang menyembunyikanya.

‘’gini do, loe diem diem aja ya prihal ini’’ kata takhi

‘’gini khi, gue gak mau diem kalau loe gak jelasin’’

‘’gini do, pokoknya loe harus diem sampe ada yang tau berarti dalangnya loe’’ tambah takhi

Aldo menatap kearah takhi, lalu menatap kearahku sebelum akhirnya aldo mmbisikan
sesuatu ketelinga takhi yang membuat takhi menjadi kikuk. Sejak saat itu hanya aldo yang tahu
prihal aku dan takhi bahkan saat kami bolospun aldo tau bahwa takhi tidak sekolah karena
menemaniku, ah sejauh ini hanya aldo yang tau, bahkan aku tidk sungkan bertanya padanya
tentang keberadaan takhi dan kalian harus tau aldo lebih dulu tau apa yang aku maksud sebelum
aku bertanya apapun kepadanya karena baginya jika aku mendekatinya berarti itu adalah tentang
takhi.

Saat sampai di putra bangsa, takhi berjalan lebih dulu sebelum akhirnya aku menyusulnya
bersama aldo. Aku berbincang-bincang dengan aldo seperti sebagaimana teman yang sudah akrab
padahal diantara kami hanya sebatas kenal tidak lebih dari itu ya meski sesekali aku
merepotkannya dengan banyaknya pertanyaan tentang takhi yang aku lontarkan pada dirinya.

Takhi, aldo, axel, fiki dan ari adalah squad tim inti sekolahan kami kapten timnya ya jelas
takhi namun diantara kelimanya pemain yang juga banyak digilai perempuan adalah axel, tinggi
putih dan cakep namun bagiku tetap takhi yang nomer 1. setelah aku mengamati satu demi satu
pemain lawan rasaanya adahal yang membuat aku sedikit takut, karena lawan terlihat lebih tinggi
dari pemain sekolahku. Namun saat aku menatap kearah takhi dia tidak sedikitpun merasa tegang.
Aku duduk di pinggir lapangan dekat dengan tim takhi, dengan gadis-gadis lainya sudah banyak
yang meneriaki takhi, bahkan sampai sehisteris ini aku sedikit terganggu namun demi takhi apapun
kulakukan. 10 menit sebelum pertandingan takhi terlihat membisikan sesuatu kepada aldo, aldo
melirik kearahku sebelum akhirnya dia mengacungkan jempol ke takhi dan berjalan kearahku.

‘’auliya, kata doi jangan lirik keorang lain ya’’ kata aldo yng sekarang tepat dihadapanku

‘’apaan sih aldo’’


‘’becanda li, kata doi pulangnya paling akhir aja nanti ngankot bareng’’

‘’bilang sama doi, gue selalu nurut sama apa yang dia ucap’’

Aldo mengangguk kemudian berlalu meninggalkanku. Aku kembali fokus pada pertandingan itu
babak pertama sudah dimulai takhi sudah berada dilapangan, dalam hati aku selalu mendoakan
takhi tak terkecualli kebahagian takhi, pertandingan berjalan dengan sangat normal takhi berkali-
kali mencetak point tim lawanpun begitu sangat sengit balap membalap satu sama lain. Sampai
akhirnya peluit berbunyi 20 menit berlalu dengan perlawanan yang begitu ketat. Saat aku ingin
beranjak meninggalkan lapangan tiba-tiba langkahku terhenti oleh salah satu pemain basket
pakainya sama seperti takhi tiba-tiba jantngku berdetak sangat cepat fikirku yang dihadapanku
adalah takhi, dan jika memang benar takhi maka mungkin saja takhi sudah berubah tidak
menyembunyikan aku lagi dari siapapu disekolahan.

‘’kamu auliya kan? Anak ipa 1’’ katanya yang tiba-tiba membuyarkan persangkaku bahwa itu
takhi

‘’eehh’’ sautku

‘’sory gue ganggu ya, kenalin gue axel’’ katanya sambil mengjulurkan tangan

‘’oh iyah, gue tau loe’’ kataku sambil menyambut tangannya

‘’abis ini ada waktu gue mau ngobrol’’ katanya

‘aku tidak mengangguk dan tidak menggeleng hanya diam saja mematung sampai akhirnya
dia berlalu meninggalkan aku, aku kembali ketempat dudukku kembali menonton pertandingan.
Pikiranku sangat kacau ntah tiba-tiba aku merasa tidak enak pada takhi, pertandingan babak ke 2
takhi tidak banyak memberikan point dia lebih sering miss, dan axel yang semakin menunjukan
taringnya dia menderible, memberi point berturut-turut. Pertandingan itu berakhir dengan
kemenangan tim takhi, sekolahku harus puas dengan menang tipis. Aku belum beranjak dari
tempat duduk sedangkan wanita yang tadi berada disampingku mulai mengejar takhi dan kawan-
kawan, aku melihat ekspresi takhi sangat masam, tidak lama aku mulai beranjak dari tempat duduk
ingin segera keluar dari zona yang tidak nyaman ini, aku tidak pernah melihat raut wajah takhi yang
begitu hanya saja ntah hatiku terasa sakit.

‘’liya’’

Langkahku terhenti, aku menengok kearah sumber suara itu, terkihat axel sedang berjalan
kearahku menyingkirkan semua wanita yang sedang mengerubunginya. Bodohnya aku malah
menghentikan langkah menungu axel menghampiriku.

‘’gue bawa mobil, gue anterin ya’’ katanya membuyarkan lamunanku.

‘’eehh, jangan gak usah’’ kataku

Tidak lama aldo menghampiriku, dia menarik lenganku tanpa berkata apapun kepada aku dan axel.
Namun axel jug menangkap pergelangan tangan ku yang lain, kali ini aku tidak tau apa yang harus
aku lakukan sekarang takhi diujung sana benar-benar terlihat marah. Sampai akhirnya takhi benar-
benar menghampiriku menarik aku untuk mengikutinya. Semua mata tertuju kearah aku dan takhi,
axel seolah tidak terima di menghalau langkah takhi dan aku. Aldo mengejar kami aku melihat takhi
begitu marah, sangat teramat marah. Sampai peregalangan tanganku yang axel peggang di banting
dengan paksa olehnya.

‘’Sory nih, kita mau balik’’ kini takhi membuka suara

‘’ gue lebih dulu ngajar liya buat pulang bareng’’

‘’dan nina tidak tertarik pulang sama loe!’’ katanya

Aku hanya mengangguk mengiyakan perkataan takhi, kini axel tidak bisa berbuat apa-apa
dia hanya terdiam di pinggir lapangan aldo menepuk pundak axel seolah seperti meledek axel, aku
tidak tau apa yang seddang terjadi antara axel takhi dan aldo sebagai pengamat aku tidak
mengerti.

Diantara aku dan takhi tidak ada perbincangan apapun, hanya saling tatap tak bisa
menjelaskan apa-apa. Dia masih sedikit kesal tapi ada yang aku bingungkan apa yang membuatnya
kesal. Padahal aku tidak berbuat apa-apa. Sepanjang aku disana aku hanya mengikuti perintah
takhi tidak lebih dari itu.

Keesokan harinya selepas pulang sekolah aku tidak menemukan takhi dimanapun,
handphonenya pun tidak bisa dihubungi , aku kebingungan kepada siapa aku bertanya? Jika aku
bertanya kepada semua orang maka aku tau dengan pasti tanggapan mereka terhadapu, aku
kembali menelusuri sudut demi sudut sekolahan berharap ada jejak-jejak takhi yang ditinggalkan
ternyata 20 menit berlalu tanpa hasil, aku memutusukan untuk pulang kerumah seorang diri tanpa
ditemani oleh takhi ada sedikit hal yang membuat aku kesal, dia kenapa bisa menghapus jejaknya
agar tidak bisa kutemukan sedangkan aku hanya seorang byangan yang selalu mencarinya supaya
tidak kehilangan arah. Didalam perjlanan dalam hati aku mengutuknya jika nanti malam dia
memanggilku maka aku tidak akan pernah membukakan jendelaku, ah aku benar-benar marah kali
ini, biar saja biar dia tau sebagaimana aku kesal padanya.

Namun lagi-lagi aku tidak mengerti sampai pukul 19.00 takhi belum memanggilku bahkan
lampu kamarnya sudah padam, aku semakin resah apa yang sedang terjadi padanya semua
pertanyaan muncul kepermukaan tentang mengapa dia tidak menyapaku malam ini. Aku
memandangi pintu kamarnya sejenak sebelum akhirnya aku memutuskan untuk terlebih dulu
menyapanya.

‘’takhiii’’ panggilku

Belum ada jawaban, aku masih menunggu

‘’khii’’ panggilku lagi

Namun masih belum ada jawaban

‘’khi, takhii, takhiii’’ panggilku sedikit berteriak namun masih belum ada jawaban aku
semakin resah trus memangil takhi dengan histeris sekarang aku tidak perduli pada orang rumah
yang pasti bertanya aku kenapa. Takhi masih belum menyautiku au sudah benar-benar geram.

‘’itungan tiga khi, lo gak keluar gue ketempat loe’’ ucapku sedikit berteriak

Lampu kamar takhi menyala, aku sedikit lega ternyata takhi memberikan reaksi tepat saat aku
benar-benar frustasi.

‘’sory gue gak enak badan’’ sapanya sambil masih mengucak-ucak matanya

‘’loe jahat’’ teriakku

‘’maaf na’’

‘’gue gak ngerti, gue gak habis pikir sejak kapan loe sejahat ini!’’

‘’sekarang terserah loe gue gk peduli’’ tambahku lagi sambil mengeser kaca jendelaku.

Kali ini aku membiarkan takhi berfikir tentang kelakuannya yang diluar pikiranku, takhi tidak
pernah meninggalkanku meski Cuma sejam, dia tidak pernah membiarkanku teriak sehebat itu
meski Cuma sekali, dia tidak pernah seperti itu dan aku sunggu kecewa.

Keesokan harinya aku menghindari kontak apapun denga takhi, berangkat lebih awal dan
pulang juga lebih awal aku benar-benar marah, maka kubiarkan takhi bermain dengan apa yang dia
inginkan jika dia bisa meningalkan aku seorang diri, maka aku harus bisa melakukan segala hal
seorang diri. Aku tidak tau perasaanku mulai terasa saikit melakukan hal diluar batas
kemampuanku, namun jika tidak begini aku bisa apa saat takhi benar-benar mempermainkan aku
seperti ini.

Selepas belajar Tiba-tiba bunda memanggilku dari depan rumah, aku tidak tau adahal apa
yang membuat bunda menyuruhku turun kebawah. Aku langsung menghampiri bunda

‘’ ada apa bundaaa?’’

‘’ini ada paket sayang’’

‘’maaf pak, paket apa ini? Kebetulan saya gak lagi beli online’’

‘’oh kurang tau bu, saya disuruh nganter paket ke alamat ini atas nama auliya asma
amanina’’ katanya sambil menyodorkan handphone yang ada alamat rumahku

‘’bener pak, tapi...

‘’ah sudah paketnya saya terima deh pak’’ kataku

‘’mba maaf, katanya dibukanya dikamar mba aja ya’’

Aku hanya mengangguk lalu mempersilahkan kurir itu pergi dengan sendirinya, aku langsung
berjalan menuju kamar sambil menerka-nerka apa isi paket yang dimensinya 30 x 10x0 cm ini.
Sebelum ku buka aku menatap paket itu lekat mengumpulkan niat baru aku benra-benar
membuknya.

Saatku buka aku benar-benar tertawa, tak habis pikir paket ini dikirim dari rumah yang
hanya berjarak 10 lankah dari rumahku.

‘’keluar orang keren udah nungguin loe di balkon’’

Aku membuka jendela kamarku, lalu memasang wajah sedikit kesal takhi melambaikan
tangan kearahku.

‘’loe masih ngambek sama gue?’’

Aku tetap diam

‘’loe mau apa deh, gue kasih apa aja gue turutin’’

Aku masih terdiam biar saja aku ingin tau apa yang akan takhi lakukan lagi

‘’aku serius nin, loe mau apa?’’

‘’serius ya khi, loe mau turutin apa yang gue mau’’

‘’iyah nin, apa aja’’

‘’kalau gue minta loe samperin gue dikelas gimana?’’

‘’dengan senang hati’’

‘’oke besok gue tunggu loe di kelas gue ya’’

Kali ini takhi yang memasang wajah kebingungan, ntah aku merasa iba kepadanya mungkin
permintaanku terlalu sulit baginya sehingga dia benar-benar berat melakukan itu, namun liat saja
esok apa yang dapat ia lakukan.

Seperti biasa takhi sudah menungguku didepan gang rumah kami, dia menggunkan sweeter
merah maroon wajahnya menghadap kearah jalan seperti sedang memikirkan sesuatu namun
ntahlah apa yang dia pikirkan, hanya saja aku juga sedikit terganggu, aku takut dia merasa
terbebani ketika aku memintanya untuk menghampiri ku, sudah aku jelaskan bukan aku dan takhi
jika disekolahan seperti orang yang tidak sama sekali kenal sengaja berpapasan pun kami tidak
saling sapa bahkan ketika kami bertemu dalam satu ruanganpun kami enggan untuk menyapa aku
sudah terbiasa dengan hal ini selalu disembunyikan keberadaanku oleh takhi aku tidak mengerti
apa alasanya hanya saja aku bersyukur tidak ada yang mengetahui prihal kedekatanku dengan
takhi jika ada yang tahu mungkin bisa jadi hidupku penuh dengan teror anak-anak perempuan satu
sekolahan.

Hari ini sepanjang perjalanan menuju sekolah, sepanjang aku belajar jantungku tidak
berehnti berdetak, aku tidak tahu mengapa mungkin karen janji takhi yang akan menemuiku ketika
istirahat namun hal ini adalah kemustahilan yang tidak pernah masuk diakal aku selalu menepis
harapku mencoba membentengi agar tak begitu kecewa jika ternyata takhi benar-benar tidak jadi
menemuiku, ah aku tidak tau mengapa aku meminta permintaan yang sangat bodoh permitaan
yang tidak akan pernah menjadi kenyataan, namun ya mungkin aku sedikit berhrap tak apa kan.

Saat aku ingin beranjak dari tempat dudukku, tiba-tiba takhi sudah berdiri didepan kelasku,
dia menatap keseluruh arah sebelum akhirnya dia berjalan kearahku, jantungku benar-benar
berdegup dengan cepat sungguh aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi, mata kami saling
bertemu ada senang yang timbul dalam dada, aku duduk kembali ketempat dudukku fikirku biar
takhi yang menghampiriku. Aku pura-pura mencatat karena bingung bagaimana cara menutup
rasaku ini.

Kini takhi benar-benar berhenti tepat disampingku, saat aku akan menyapanya dia kembali
berjalan kearah belakang, dia duduk disamping rachel Natalia gadis cantik yang popular
disekolahanku dari sikapnya dari parasnya tidak ada yang tidak menyukainya dia lebih dari indah
berbanding terbalik denganku, gemuruh mulai terdengar dikupingku, aku menatap takhi lekat
mataku terasa panas, dadaku sedikit sesak, aku tidak pernah merasakan ini, rasa sesak yang
teramat sangat karenanya yang tak pernah kubayangkan akan menyakitiku sehebat ini. Aku
beranjak ketika semua orang berteriak memberi selamat saat aku akan berlari meninggalkan kelas
tanganku digenggam seseorang yang ntah siapa, aku tidak tau karena berat rasanya mengangkat
kepalaku kearah depan.

"Liya, temenin aku ke perpus ya"

Aku menerka suara itu berkali-kali, sampai akhirnya aku ingat pemilik suara itu adalah axel. Aku
tidak menjawabnya hanya mengangguk memberi isyarat bahwa aku setuju.Axel menggandeng
tanganku, menyeretku keluar dari ruangan yang penuh sesak ini, aku tidak berani menatap takhi
kubiarkan dia tetep dalam poisisnya saat ini.

Diperpustakaan axel tidak bertanya apapun, tidak menghiburku, tidak juga mencoba
membuat aku berbicara. Aku melihat axel hanya sibuk dengan buku bacaanya membulak balik
buku yang ia pegang. Dia mundar-mandir mencari sesuatu yang ntah aku tidak tau. Dia sesekali
menatap kearahku kemudian berpaling saat mataku mengekori matanya.

"Cari apaa?" Tanyaku memulai pembicaraan

"Nyari buku, bagaimana cara bersikap terhadap perempuan yang sedang sedih" katanya
sembari menunjukan wajah seolah benar-benar kebingungan

Senyumku mengembang, ingin rasanya tertawa namun tidak mungkin karena aku sedang berada di
perpustakaan.

"Sudah berhasil, duduk xel"pintaku

Axel langsung duduk dihadapanku, aku tidak bertanya apapun axel juga sama, mungkin dia
mengajakku kesini suapaya aku sedikit tenang.

Hari itu berakhir dengan rasa yang tidak akan pernah kulupakan, rasa yang benar benar membuat
aku tak.seberdaya ini, rasa yang mungkin akan membuat aku sedikit lebih berjarak denganya. dan
setelah kejadian itu, aku dan takhi benar benae berjarak benar benar tidak sama sekali biacara,
balkon tempat terasik di duniapun menjadi sebuat tempat hampa yang hanya gelap yang
menghiasi, aku pun tidak mempunya peniatan untuk menyapanya terlebih dahulu, mungkin
diapun begitu, semakin hari semakin berjarak antara aku dan takhi kini tidak ada lagi canda tawa
antara aku dan takhi, tidak ada lagi obrolan obrolan tak penting antara aku dan takhi, tidak ada lagi
cerita tak ada lagi sapa dan senyum antara kami, aku tidak pernah menhindarinya hanya saja aku
memberi jarak kepadanya lelaki yang selama ini kuharapkan tidak akan pernah melukaiku,
pertemanan takhi dan aldo terlihat renggang, terlebih saat aldo menemuiku bertanya prihal takhi
saat kujelaskan aldo begitu marah tanganya dikepal dengn kuat seperti orang yang siap menonojok
lawannya di depan, aku mencoba meredam kan amarahnya namun katanya.

"Takhi butuh dikasih pelajaran biar dia sadar sebelum kehilangan"

Aku tidak mengerti prihal kehilangan, namun jika dia mempunyai itikad baik untuk kembali
berteman denganku maka akupun tidak masalah meski mungkin aku akan sedikit berjarak karena
rasanya tidak ada yang lebih menyakitkan dari seseorang yang kita cintai berdusta.

Sesekali aldo menghampiriku dikelas mengajakku bicara atau kadang dia mengajakku kekantin,
sedangkan takhi lebih intens kepada rachel hampir setiap pulang sekolah dan istirahat takhi
menghampiri rachel, pada saat itu juga aldo datang memberi aku suport untuk tetap kuat
melihatnya, sebenarnya aku tidak masalah hanya saja aku muak saat matanya kupergoki sedang
mengekoriku.

Sebulan, duabulan, kulalui semuanya penuh dwngan rasa benci terhadap takhi aku tidak tau
sebagaimana aku harus bersikap namun aldo selalu membut aku nerasa aku bisa menjalankan
segalanya, bagi aldo dia tidak pernah ingin melihatku terpuruk sehingga dia selalu menjadi
seseorang yang bisa diandalkan.

Hampir setiap istirahat takhi kekelasku, dan hampir setiap hari aldo dan axel bergantian
menghampiriku dikelas, kami semakin hari semakin akrab aldo menganggapku seperti benar benar
seorang teman, sedangkan axel aku tau dia mempunyai tujuan lain mendekatiku, hanya saja aku
sedikit membuat jarak bagiku dekat dengan axel sama saja dengan Membuat aku dibenci sama
sebagian wanita di sekolahan, bagaimana tidak axel salah satu orang yang populer disekolahan
namun semakin aku membuat jarak semakin dia berlari mendekatiku, axel dan takhi berbanding
terbalik jika takhi selalu menyembunyikan aku namun axel selalu membuat aku bersinar, bersama
axel aku seperti bulan selalu mendapat cahaya dari matahari, hanya saja aku hanya sebuah debu
jika disinaripun cahayaku tak akan terpancar.

Bel Istirahat berbunyi, aku bergegas merapihkan buku kedalam gerobojan mejaku, ingin segera
mungkin berlari sebelum aku melihat takhi masuk kedalam kelasku, aku benci mata takhi yang
mengekoriku tatapanya penuh dengan cerita namun aku tidak pernah ingin tebawa jika bukan dia
yang lebih dulu bercerita, bagiku aku akan baik baik saja sekalipun dia berpacaran dengan teman
sekalasku asal satu jangan menjanjikan apapun padaku jika ternyata dia tidak sama sekali bisa
menepatinya.
"Li" aldo menyapaku dari arah pintu dia melambaik kepadaku

Aku hanya menangguk memberi isyarat akan segera keluar kelas menghampirinya, namun
langkahku terhenti saat aku lihat takhi di belakang aldo kali ini tatapan kami benar-benar bertemu
dimataku mungkin penuh dengan kebencian dimata takhi aku tidak tau rasanya aga sedikit redup,
berkali kali aku mencoba untuk tidak memperdulikanya ternyata aku semakin hari semakin tersiksa
dengan keberadaanya yang menyedihkan.

Aldo memberi isyarat kenapa, namun aku hanya diam tetap mematung di tempatku, aldo berbalik
badan saat matanya bertemu dengan mata takhi terlhiat dengan jelas aldo begitu mempunyai
dendam kepdanya.

"Ayo li, gak usah takut sama sibrengsek ini" suaranya menggema di dalam kelas. Aldo
menggandeng tanganku untuk sesegera mungkin pergi meninggalkan takhi

Saat kami berjalan mekewati takhi, tanganku ditahan oleh takhi aku berusaha melepaskanya
namun tidak bisa, takhi terlalu kuat mencengkramku aldo yang sudah naik tikam jauh jauh hari,
sekarang dibuat semakin naik tikam.

"Bagsaaaattt" suara aldosedikit membentak

Aku tertunduk lemas, rasanya aku tak percaya dua sahabat ini benar-benar bersitegang

"Lepasin liya atau gue hajar lo" aldo mengancam takhi yang masih membelakangi kami.

Takhi tidak melawan, dia melepaskan cengkramanya.

"Jangan pernah ganggu liya lagi paham"

Takhi diam lalu berlalu begitu saja.

Semakin hari, aku melihat aldo semakin dendam pada takhi,mungkin dalam hatinya Selalu
ingin mengalahkan takhi aku tidak mengerti ada perasaan apa yang membara diantara dua sahabat
itu hanya saja aku sepertri terjebak antara mereka tapi biarlah akutidak perduli yang terpenting
hari ini adalah aldo, karena selagi ada aldo apapun masalah yang berkaitan dengan takhi aku bisa
lewati.

Dilain sisi semakin hari takhi semakin terpuruk matanya tidak bisa dibohongi dia begitu
tersiksa dengan keadaan ini aku tidak pernah melihat takhi sepuruk ini dan aku tidak pernah
melihat takhi sehancur itu, aku semakin tersiksa semakin tak berdaya aku ingin memperbaiki
semuanya namun aku tak bias, ntahlah aku tidak pernah bermimpi akan mengalami hal serumit ini
satu hal yang pasti takhi tidak pernah mengalami masa sulit tanpa aku, namun apa daya bagiku
sekarang dia hanya seseorang yang tidak lebih dari bajingan pendusta tingkat dewa. Jika kalian
tanya perasaan siapa yang hancur maka jawabanya adalah perasaanku? tau kenapa. Banyak hal
yang telah terjadi antara aku dan takhi banyak hal yang sering kulewati bersamanya tidak
seharipun aku tidak bicara denganya tidak sedetikpun pikiranku tidak memikirkannya. Prihal
perasaanku aku bisa mengabaikanya begitu saja. Namun prihal janji yang dia dustakan maka tidak
ada pengampunan untuknya. Namun jika dia benar-benar menyesali maka mau tidak mau aku
harus memaafkannya dan melupakannya.

Hampir setiap hari, aku melihat takhi kekelasku ketika istirahat menyapa rachel mengobrol
menyentuh pipinya menggengam tanganya, aku sesekali melirik kearah mereka dengan rasa benci
yang membara, ditambah lagi mataTakhi sesekali mengekori mataku, aku benci teramat sangat
membencinya. Aku tidak bisa bergerak saat takhi dalam satu ruangan denganku, aku tidak mampu
menyembunyikan apa yang seharusnya ku ungkapakan dari dulu, segala rasa-rasaku untuknya,
namun berat aku selalu berfikir dia tidak perlau mengetahui apa yang kurasa, bagiku seharusnya
takhi tahu apa apa yang seharusnya dia ketahui.

Aku benar benar merasa kehilangan saat dimana tak satupun telfon masuk darinya, saat
seharipun tidak ada cerita darinya. Aku membuka sedikit gordeng jendelku melirik kearah jendela
kamar takhi. Aku harap dia merasakan apa yang kurasa. Namun tak ada apapun yang tersisa
kamarnya gelap mungkin sudah tidur pikirku aku mulai membiasakan sensiri membiasakan
berteman sepi membiasakan melakukan segalanya sendiri.

Aku mengenang jalan yang selalu kulewati berdua denganya bahkan selalu menjadi
magnet tawa denganya. aku merasakan sesat saat dirinya tak ada di dekatku berkali kali ku tengok
kesegala arah berharap dia.ada disanah jikalaupun tidak ada dirinya setidaknya aromanya suapaya
sedikit terkikus rindu ini.

Aku duduk didalam mikrolet sambil mengenang takhi tak habis pikir mengapa segalanya
berubah seketika dalam waktu sehari, mengapa seseorang yang ku anggap tidak akan pernah
menyakitiku malah menjadi seseorang yang paling menyakitkan dalam hidupku. Mataku memerah
airmataku benar benar ingin mendarat dipipiku. Namun kucegah untuk kali ini aku tidak bisa
menangis karenanya.

Aku turun tepat di gerbang sekolah, namun diam sejenak memperhatikan sekitar semua
ingatan tentang takhi kembali muncul seenaknya. Aku melihat takhi yang diam diam mengikutiku
naik angkot, takhi yang diam diam meliriku saat aku mulai melangkahkan kaki menjauhinya. Aku
melihat sebagaimana takhi menatapku dengan rasa khawatir.

Aku melangkahkan kaki menulusuri koridor demi koridor berharap ada sisa jejak tentang takhi yang
tertinggal disana lagi lagi aku berhenti di lapangan basket kupandangi sejenak melpas rindu yang
sudah benar benar menyiksa aku melihat takhi sengaja melanbaikan tangan kearahku, sengaja
mencuri perhatianku, sengaja menerobos kerumunan hanya untuk melihatku aku kembali
mengingat segala moment yang tekah terlewatkan bersama takhi namun sekali lagi sesak
menyergapku. Kali ini aku benar benar tidak bisa lagi menanhannya aku langsung duduk lemas
menangis dan memaki diri. Kali ini aku tidak benar benar perduli pada siapapun di sini aku hanya
ingin menangis menumpahkan segalanya disini.

Dari ujung koridor aku melihat takhi berdiri di depan kelasnya dia menatap kaerahku kali
ini aku tidak tau apa yang sedang dia pikirkan sontak aku langsung berlari kecil karah kelasku aku
melihat takhi juga berlari mengejar namun aku lebih dulu masuk kelas sebelum dia berhasil
mengejarku.

Aku mencoba menerima kenyataan kini dia sudah benar benar meninggalkanku benar
benar tak butuh aku lagi, sudah benar benar tidak menginginkan aku lagi. Mungkin benar cukup
bagiku menjadi seseorang yang tidak berarti lagi dihidupnya. Aku rasa aku benar benar tak
berdaya, harus memulai semuanya seorang diri saat dulu selalu ku lakukan semuanya berdua
dengan dia, aku tahu diantara kamia tidak ada status apapun, hanya saja aku benar benar
kehilangan seseorang yang dulu selalu ada untukku, yang dulu selalu mengkhawatirkanku. Dia
adalah seseorang yang jika ku jabarkan tak akan ada habisnya, segala rasa rasa ku hanya bertumpu

Padanya. Ah aku Waktu berlalu dengan cepat, kali ini aku tidak menyangka sudah 2 bulan
berlalu dari pertikaian antara aku takhi dan aldo semakin hari takhi semakin sering kekelasku dan
semakin hari aku nerasa dia semakin membuay jarak kepadaku, aku tidak habis fikir prihal apa yang
salah pada diriku aku tidak pernah sekalipun memaksa dia untuk melakukan. Hal yang dia tidak
suka. jika memang tidak ingin aku pun tidak akan pernah memaksanya hanya saja nasi sudah
menjadi bubur maka apapun yang ku sesali sekarang jawabanya PERCUMA.!

Aktifitasku belakangan ini hanya pulang pergi rumah sekolah saja, neski kadang aldo
mengajakku nonton atau sekedar menemani dia latihan basket meski aku sering nenolaknya
namun kadang sesekali aku menerima ajakanya kalian harus tau bagaimana exspresi takhi saat aku
berada disana dia menatapku tajam marah seharusnya aku yang marah bukan dia tapi lagi lagi dia
membuat hal konyol yang semakin tidak masuk akal aku tidak mengerti apa yang ia pikirkan hanya
saja aku tidak lagi ingin perduli terhadapnya.

aku melangkahkan kaki menjauh dari kerumunan anak basket namun tak sengaja langkahku
terhenti ketika 3 lelaki adik kelas disekolahan kami sedang berbincang mereka membawa bawa
takhi sehingga aku berfikir untuk lebih mendekat kearah mereka.

"Permainan takhi ancur parah akhir akhir ini, keknya di o2sn doi gak akan diturunin deh.
Kek nya axel yang bakala jadi kapten"

"Iyah gue gak abis pikir masalah apa yang sekarang yang lagi dirasain doi masalahnya cuma
1 minggu lagi o2sn kalau gini trus gue gak yakin menang"

"Yaudah coba liat aja gimana pelatih"

Aku langsung melangkahkan kaki ku menjauh lebih jauh hingga tak terlhiat sapapun aku
bersembunyi di gedung belakang sekolah tempat alat olahraga di simpan sambil berlari kecil aku
menangis namun aku bingung air mata apa ini, untuk apa, untuk siapa. Hanya saja aku tidak bisa
membendungnya. Aku duduk di pojok dekat alat olahraga voly. Menangis merasakan segala sesak
yang menikam.

"Kenapa khi?" aku bertanya pada diriku

"Kamu kenapa?"

"apa yang salah?"


"jangan menjadi gilak karena hal sepele "

Aku tidak sadarkan diri berjam.jam berada di gudang ini, aku panik ternyata hari semakin
sore aku meronggoh telfonku aku langsung mengketik nama takhi. Saat aku tersadar bahwa takhi
mungkin tidak akan bisa ku minta tolong lagi aku menangis.

Menatap nama takhi yang mengembang i telfonku, semua sudah gelap bahkan aku tidak tau
dimana aldo mungkin fikir aldo aku sudah pulang duluan tapi bagaimana cara aku memberitahu
aldo bahwa aku disini aku memikirkan cara namun mentok hanya sebatas takhi yang selalu saja
muncul dipikiranku.

Aku duduk dibalik pintu sambil teringat bagaimana takhi selalu mengkhawatirkanku.

"Ninaaa" suaranya samar samar terdengar di tekingaku

"Takhi" aku terperanjat langsung berdiri mencari sumber suara itu aku melihat takhi dari
balik jendela dia bersama pak seto satpam sekolah kami.

"Takhiii" aku meneriakinya berharap dia dengar dengan suara yang sdah melemah dariku

"Niin kamu gpp tunggu aku buka dulu" suaranya begitu panik aku hanya mengangguk

"Saat pintu terbuka aku berdiri mematung, takhi memeluku erat dia sepertinya benar
benar khawatir padaku hanya saja aku tidak tau mengapa, dia tidak berkata apa apa hanya
memelukku dengan sangat erat.

Setelah itu kami berjalan pulang, menaiki angkot semalam ini ntah diantara kami tidak ada
sepatah katapun hanya saling melirik sama sama menahan ego yang sudah merusak pertemanan
kami takhi.

mengapa rasaku sedalam ini.

Takhi hanya memandang ke arah jalan, melihat pohon yang tertata rapih dipinggir jalan. Bulan
yang lebih terang dari biasanya menjadi Saksi kebisuan antara kami. Aku melirik ke mamang angkot
dia juga ikut hening mungkin fikirnya kami sedang bertengkar sehingga membuat tambah hening
suasana malam ini.

Takhi sesekali melirik kearahku lalu berakhir dengan pura pura melihat kearah luar jendela.
Aku pun sama hanya curi curi pandang padanya, ntah bagaimana cara agar dia mengerti aku
kehilangannya, bagaimana cara dia tau bahwa ku merindukanya banyak hal yang kulalui tanpa dia
banyak hal yang ingin kubagi denganya hanya saja untuk sekarang belum tepat mengajak ia
bernostlagia pada waktu itu. Dia tidak memulai sepatah katapun aku juga sama memeilih bungkam
meski mataku benar benar tak bisa membohongiku seharunya dia mengerti sebagaimana aku
memeluknya erat tadi. Ah aku hampir lupa lelaki macam dia mana peka dengan aku.
"Kiri" suara takhi yabg tiba tiba menganggetkanku

Dia turun lalu disusul aku, saat aku akan membayar ongkosku takhi hanya menggeleng
tanda untukku supaya tak membayarnya, aku meburuti permintaan dia kemudian dia menyebrang
jalan disusul aku, biasanya dia akan meneriakiku

"Cepat" karena memang aku sedikit sulit jika harus menyebrang sendiri, pada saat itu
tangan takhi pasti menggandengku

Sekali lagi kami berjalanditempat yang biasa kami lewati berdua, namun suasananya
berbeda sekarang lebih canggung ntah mengapa menjadi berjarak seperti ini, jika difikir fikir aku
berjalan dengan orang yang sama dan tempat yang sama meski dengan perasaan yang berbeda.

Dia berhenti didepan rumahku memberi isyarat untuk aku segera masuk kedalam rumah,
masih dalam keadaan bungkam hanya isyarat isyarat yang ia berikan untuku yang bisa kutangkap.
Aku berdiri di depan gerbang menyakaikan takhi berjalan menjauhiku.

"Terimakasih untuk hari ini" aku menyapanya seolah baru pertama kali bertemu dengan
takhilagi

Takhi menoleh kearahku, lalu mengangguk "iya" kemudian kembali berjalan masuk
kedalam rumahnya. Aku langsng masuk kedalam rumahku bunda dan ayah sudah menungguku
dengan muka yang khawatir, mereka memeluku erat menangis dipelukanku, aku juga menangis
sebenernya aku menangis bukan karena orang tuaku menangis tapi karena takhi yang masih tetap
perduli terhadapku.

"Sebentar bunda telfon rumah takhi dulu" ungkapnya aku mengangguk ya barang kali
bunda hanya ingin mengucapkan terimkasih kepada takhi

"simase" suara dari balik telfon

"Ayah takhi samapaikan ke takhi ucapan terimakasih banyak dari kami, terimakasih selalu
menjaga liya selama ini" katanya

"Oh iyah saya sampaikan nanti"

"terimakasih kembali"sambungnya lagi

Bunda menutup telfonya. Aku merasa sedikit lega setidaknya aku tau sebagaimana perasaanya
terhadapku. masih ada khwatir unuku meski aku tidak tau sampai kapan dia menjadi seperti itu.

Besok o2sn dimulai, aku tidak begitu menyukai olahrga yang lain selain basket, sudah jelas
apa alasanya kan. Selain ada takhi aku menyukai olga ini sudah lama skli, meski aku tidak bisa
memainkanya aku jadi teringat dulu, saat dimana takhi mengajaku untuk datang saat ia bertanding.
Atau permintaanya yang mengharuskan aku duduk paling denpan supaya dia bisa leluasa
melihatku. Aku teringat saat dimana dia marah karena aku tidak ada dilapangan dia kesal saat aku
tidak memberinya semangat aku ingat sebagaimana hal yang selalu membuat aku menjadi rindu
kepadanya. Dan hari ini aku datang menontn pertandingannya saat aku dan dia tidak sedang baik
baik saja ah rasanya aku kesal aku tidak tau siapa yang akan ku teriki dilapangan.

Aku melihat dari sebrang tempat duduk takhi dan kawan.kawanya duduk sembari
menundukan kepala, aku melihat aldo dan axel juga disanah setelah penolakan ku terhadap axel
karena menghindari cacian dari semua pihak di sekolahan axel memilih wanita lain yang lebih baik
dari aku, sedangkan aldo sejauh ini dia hanya ingin membuat aku tidak merasa kesepian supaya
tidak melului ingat takhi aku pun tidak berniat jatuh cinta pada aldo begitupun aldo dia tidak
berniat melakukan hal itu namun samapai sekarang aku tidak tau apa yang membuat aldo sebenci
ini kepada takhi aku tidak mengerti.

Quarter pertama berjalan dengan lancar tim kami memimpin takhi dan aldo diturunkan mereka
bermain dengan baik, aku sedikit senang meski tidak bisa menahan diri untuk meneriaki namanya.
Saat quarter 2 dimulai takhi masih diikut sertakan, permainanya semakin sengit ada hal kasar yang
terjadi dilapang beberapa lawan mengincar takhi merka seperti ingin menumbangkan takhi namun
tim kami masih tangguh belum bisa dikalahkan, saat istirahat aldo menghampiriku hanya bicara
sepatah dua patah kata, aku mencuri curi kesempatan melihat bagaimana exspresi takhi saat
nelihat aku dan aldo berbincang takhi masih sama menatapku dengan sinis, tak lama rachel datang
menghampiri takhi memberi anduk dan minum aku melihat mereka berbincang akrab sudahlah
banyak hal yang munxul dipermukaan mungkinkah takhi benar benar jatuh cinta pada rachel

Pikiranku kacau, rasanya aju benar benar kesal terlebih takhi terkihat nenikmati meoment
bersama rachel, aldo mengikuti pandangan mataku setelah itu klian tau aldo ikutan tersulut
amarah tanganya kulihat mengepal seolah benar benar igin memukul namun selalu kutahan untuk
tidak melakukan hal yang akan berujung fatal, aldo sedikit reda sebelum akhirnya pluit kembali
dibunyikan semakin lama perlawanan semakin sengit takhi beberapa kali menxetak.treepoint dan
beberapa kali dijadang tiga pemain lawan.sekaligus pergerakan takhi benar benar kecil namun dia
masih tetap tenang sejauh ini.

Aku dipaksa menikmati semua yang terjadi dilapangan mengikuti arus yang memang
membuat aku merasa aku tidak bisa jauh dari takhi terlebih saat pandanganya jatuh pada
pandanganku dia sesekali mencuri curi pandangan saat dimana dia tidak sedang membawa bola,
aku sedikit gugup ntahlah lagi lagi gugup padahal aku pernah mengalami atsmofir ini hanya saja
selalu saja aku gugup dibuatnya. Dimenit ke 9 babak ke 3, salah seorang lawan meleparkan bola
kepada temanya namun tidak tertangkap sehingga menginaiku, aku terjatuh kearah belakang
langsung memeggang jidat dan membenarkan posisi duduku, aku pura pura baik baik saja, sata
kepalaku benar benar pusing dibuatnya. Aku tidak ingin terlihat sok keren hanya saja cuma ini yang
bisa aku lakukan untuk tidak membuat siapapun khawatir, sambil menahan sakit aku meredang
meneka sakit dengan mencengjram bajuku, tidak lama kemudian aldo menghampiriku
menanyakan.bagaimana keadaanku aku tidak ingin membuat aldo khawatir sehingga aku
menjawab aku baik baik saja, aldo tidak langsung meninggalkanku dia masih di depanku mungkin
dia tau aku berbohong kali ini namun aldo tidak berbuat apa apa. Hanya diam saja menatap
kearahku. Tidak lama terdengar suara kaki yang mendekat aku sudah tidak bisa mengangkat
kepalaku pusing tibatiba menyergapku, aku tidak tau siapa nanun saat dia bicara baru aku tau
bahwa orang itu adalah takhi.

Suara aldo terdengar marah saat takhi mencoba mendekatiku sebisaMungkin aldo menahan takhi
untuk tidak mendekatiku apapun yang takhi tanyakan selalu aldo yang jawab.

"Nin? kamu gpp" tanyanya lagi ini 3 kalinya dia bertanya hal yang sama aku hanya diam
mencoba menetralkan rasa sakitku

"Gue udah bilangkan, liya baik baik aja" aldo sedikit berteriak

"Ayo ke uks nin" pinta takhi lagi

"Sekalipun liya harus ke uks, dia gak sama loe. Tapi sama gue.!" Kata aldo penuh amarah

"Dan satu lagi, loe gak usah perduli sama liya lagi. Ngerti" kali ini aldo benar benar
memberi tekanan pada takhi.

Takhi hanya diam, menundukan kepala saat aku melihat kearah takhi, dia juga sedang melihat
kearahku aku tersenyum kecut menahan sakit. Rasanya mataku benar benar berkunang kunang.

"Tidak perduli? Gue ga akan bisa gak perduli sama keadaan nina, terserah sehebat apa loe
benci sama gue. Nina berharga lebih dari apapun di muka bumi ini. Minggir"

Suaranya penuh amarah.

Tiba tiba pandanganku kabur, setelah itu aku tidak ingat apa yang terjadi hanya saja saat
aku terbangun aku sudah berada di ruang UKS dengan takhi yang berada di sampingku, dia ikut
memejamkan mata saat aku tertidur ntahlah bagaimana hasil dari pertandingan itu aldo pun belum
terlihat disekitarku aku mencoba untuk duduk, namun ternyata pergerakanku membuat takhi
terbangun, dia mengucak bagian matanya sambil mengulat yang belakangan ini ku rindukan setlah
itu dia diam sejenak menatapku lekat sampai akhirnya berdiri keluar dari ruang UKS. Dia tidak
bicara sepatah katapun tidak memberiku pesan apapun aku pun tidak sempat mengucapkan
terimkasih dia keburu menghilang dibalik pintu. Aku mencoba berdiri berjalan keluar menuju
lapangan basket meski masih sedikit lemas.

"kamu udah baikan liy" tanya aldo yang langsung menghampiriku

"Iyah, gimana pertandingangan?"

"Santai point kita masih tinggi, kita pasti menang ko" katanya

Aku hanya tersenyum, lalu melirik kelapangan tingga 5 menit lagi pertandingan akan berakhir,
takhi juga ada disanah bermain dengan sekuat tenaga, waktu tadi takhi tertidur menungguku
bangun mungkin tidur karena kelelahan, 10menit berlalu begitu saja.

Peluit panjang wasit terdengar merdu, kali ini merdu karena itu tandanya
permainan.berakhir dengab skor sekolahku unggul dari sekolah lawan akupun mencoba mencari
cari sosok takhi, hanya untuk mengucapkan terimakasih namun aku tidak menemukannya mungkin
saat hiporia terjadi dia sudah lebih dulu melangkah pergi.

***

Setelah kejadian o2sn kemarin aku fikir takhi akan mencoba memperbaiki segalanya
namun ternyata tidak, semakin hari rachel dan takhi semakin dekat. Aku semakin muak dengan
keadaan ini. Harus melihat takhi kekelasku setiap saat, harus melihat mereka bercanda setiap saat
aku rasa aku sesak. Bagaimana tidak dulu aku yang selalu takhi buat tersenyum denfan
bercandaanya namun sekarang ada orang lain disana. Aku tidak tau lagi apa yang harus aku
lakukan. Terlebih saat aku berpapasan dengan takhi yang sedang bersama rachel. Tangan takhi
dengan sengaja meneyentuh tanganku, atau matanya yang tidak pernah berhenti mengekoriku aku
hampir gila jika selalu terpojok Dalam situasi ini.

Saat jam istirahat berdering takhi sudah berada diruang kelasku, aku yang memang selalu
menghindari perjumpaan itu memilih keluar dari ruangan ntahalah kadang aldo datang sebagai
penyelamat, atau kadang aku sendiri yang meninggalakannya.

"Mau kemana?" tanya ika yang volume suaranya terrengar satu ruangan kelas

"Cari udara segar?" Jawabku singkat

"Nggak sama aldo, biasanya sama aldo"tanyanya lagi

"Nanti dia nyusul paling" jawabku

"Loe pacaran ya" tanyanya lagi

Aku hanya melirik kearah ika, tidak menjawab namun dari raut mukaku sudah jelas kalau
aku marah dia menyatakan itu.

"Eh sory" katanya lagi

Aku berlalu meninggalkan kelas, memecah riuh tawa dan obrolan anak anak SMA
disekolah, aku melihat sekeliling kembali memnemukan rindu rindu yang ku fikir sudah habis
ditelan waktun. Tak terasa 3 bulan berlalu tanpa takhi, mungki awal awal aku sangat tak berdaya
melakukan semuanya sendiri, dulu jika rindu aku hanya tinggal memanggil namanya saja. Jika aku
lelah tinggal sebut namanya ntah sejak kapan dia jadi pelipur lara namun hari ini dia menjadi
seseorang yang sangat menyakitkan. Tiap kali aku mengingatnya maka saat itu pula sesak itu
datang menikamku. Bagaimaba tida? aku mencintainya denfan teramat sanagt sampai tidak
perduli seberapa besar dia mengabaikanku disekolah asal di rumah dia jadi miliki satu satunya.
Sedangkan hari ini dia bukan miliki dirumah dan disekolah.

Tiba tiba kakiku berhenti di gedung kosong belakang kelas, ini tempat yang sama dimana
aku terperangkap menangis sepi sendu sendiri itu pertama kalinya Aku benar benar merasa sendiri
aku benar benar merasa aku tidak memiliki siapapun ah aku tidak mengerti perasaan mencengkam
ini.benar benar menghantuiku.
"Ngapain?" Suara dari arah belakang

Aku terpaku suara itu, suara yang selalu aku nantikan menyapakan suara yang membuat aku selalu
merindukannya.

"Kenapa loe selalu lari?" tanyanya lagi

Aku tidak menoleh kearahnya kubiarkan dia berada di belakangku, dia juga tidak berniat
mendekatiku akupun begitu.

5 menit berlalu tanpa suara hening aku berniat meninggalkannya saat aku berbalik badan matanya
menatapku tajam. Aku tak berdaya. Ia seolah memburuku dengan banyak pertanyaan aku juga
ingin memburunya dengan makian yang sudah lama ku tahan.

Aku melewatinya sebelum akhirnya dia mencengkram tanganku dan menariknya dipelukannya. Dia
memelukku 5 detik kemudian berlalu meninggalkanku. Tanpa kata lagi. Kali ini aku seperti
dipermainkan dia. Tidak percaya perubahan dia sangat drastis.

"Bodoh kenapa aku menangis" geramku

Aku mencoba menyekanya namun tidak bisa, air mata ini seolah trus mengalir Deras dipipiku.

"Ternyata aku benar benar rindu padamu"

"Takhi" gerutuku lagi.

****

Program dari sekolahan setiap tahun ketika naikan selalu mengadakan darma wisata.

ah tidak terasa semester 2 berlalu begitu saja. Tanpanya yang menghilang ditelan gelap aldo dan
aku kian hari semakin sering menghabiskan waktu bersama meski memang diantara kami tidak
terjadi apa apa hanya saja aku memang sedikit takut orang berfikirbeda tentang kami, namun apa
boleh buat yang mengerti penderitaanku hanya aldoo.

Selama ini aldo tempat curhat paking aman, aku membagikan kisahku hanya pada aldo.
Seperti dikunci dikelas sendirian saat pelajaran olahraga oleh rombongan rachel, atau dikerjai abis
abisan oleh rombongan rahel, mereka mempunyai celah saat aku terpojok.untuk semakin
membuatku tak.berdaya. aldo sempat marah bahkan ingin melabrak.rombongan rachel namun aku
tahan, alasannya satu biar takhi tetap bahagia. Aku tidak tau prihal perasaan takhi kepada rachel
hanya saja mungkin rachel adalah perempuan yang takhi inginkan.

Kami berkumpul dilapangan jam 11,30 study tour kali ini mengunjung kota bandung,
kawah putih, pemandian air hangat dan tempat oleh oleh.

Orang tua aku dan takhi tidak mengetahui prihal masalah yang kami hadapi kali ini, kami memilih
bungkam maka setiap kali ada pertemuan antara keluarga aku dan takhi maka mau tidak mau aku
bersikap biasa saja, takhi juga begitu bahkan takhi lebih memilih menghindari pertemuan itu
berbeda denganku, aku malah seperti terjebak karena harus berada disana dengan suasana yang
tidak seperti.dulu lagi.

"Bunda ayo anterin aku ke sekolah"

"iya liya, sebentar" bunda sedang menelfon ntahlah menelfon siapa

"mamah takhi, liya ikut takhi ya, kebetulan ayah takhi lagi nggak dirumah"

"Oh baiklah, ini takhi sama ayahnya udah mau berangkat"

"Okey"

Aku mengikuti langkahbundaku keluar runah, ternyata mobil takhi sudah terparkir didepan
aku langsung masuk dan duduk didalamnyan. Semakin mencengkam suasananya bahkan bener
bener tidak bisa berkutik di dalam mobil. canggung aku tidak tau apa yang harus aku bicarakan
padannya.

"Khi, jagain liya ya " pinta papah takhi

"Iyah pah" takhi menjawab

"Liy, kontrol Takahi kalau nakal marahin aja" katanya

"Iyah pa" aku tergagap menjawabnya

Saat sisa 5 meter mobil takhi dengan gerbang sekolahan aku mempunyai firasat yang tidak
enak, sungguh rasanya ingin kuhentikan mobil ini disini saja, pasti akan banyak pasang mata yang
melihat kearah kami.ntahala apa yang akan mereka fikirkan tentang ini.

"Pah didepan berhenti aku mau beli sikat gigi lupa bawa"

Papah takhi menghentikan mobilnya di warung bi iin, kurang lebih 2 meter lagi dari gerabng
sekolah, takhi turun seorang diri sebelum akhirnya dia menyuruh papah takhi ke sekolah duluan,
aku merasa tidak enak hati takhi harus melakukan semua ini. Mungkin saja dia tau atas gelisahanku
dengan begitu dia memilih menghindarkan aku dari segala masalah yang selalu ia khawatirkan.

"Liya selamat bersenang senang ya"

"iya pa, makasih"

Papah takhi berlalu, memecah keheningan malam itu, aku berjalan menelusuri koridor demi
koridor sekolahku, melirik kesegala arah mencar sekawanan teman kelasku, mobil bis sudah
berjejer 8 di lapangan basket dan lapangan futsal, semuanya sudah diatur duduk menurut kelasnya
masing masing. Sekolahanku semakin ramai ketika waktu menunjukan pukul 12 malam, mungkin
sekitar setengah jam lagi kita akan berangkat menuju bandung. Saat aku mencoba mencari aldo,
tak jauh dari tempat aku berdiri rachel dan teman temannya sedang menatap kearah ku.

aku berusaha mengabikan tatapan itu namun sulit, semakin kubiarkan semakin tajam.
"Gini, gue minta loe gak usah deketin semesta lagi" ucapnya saat aku melewati mereka

Aku berehenti sejenak, kemudian berbalik badan. Aku mengantur tenpo nafasku yang berantakan
mencoba mengontrol amarah yang kini kurasakan.

"Dan loe harus tau, gue gak pernah berusaha mendekatkan diri gue ketakhi" jawabku
penuh penekanan. Jelas mulut ini sangat berat kuajak bicara seketika dia enggan membahas prihal
takhi, apalagi sesuatu hal yang selalu berbanding tebalik dengan hati. Namun aku berusaha
menepis itu menepis segala sesuatu yang menyesakan.

"Baguslah, sekali lagi gue tau loe sama takhi. Gue gak akan tinggal diam" katanya

Dia mengertakku, aku terpaku mematung di koridor, rachel dan teman temannya meninggalkanku
seorang diri, perasaanku waktu itu begitu frustasi lagi lagi airmataku kembali meluncur basahi pipi.
Lagi lagi aku menangis karena takhi ah aku tidak habis pikir seseorang yang sudah kujauhi masih
saja memberi dampak besar dihidupku. Aku kembali mengingat ucapan demi ucapan takhi yang
selalu mencoba menghempasku jauh dari hadapanya, selalu menyembunyikan keberadaanku
selalu mencoba menjagaku dari jauh. Karena ini karena jika semua orang tau tentang aku dan takhi
maka tidak satu orang yang menikamku mungkin 1/2 wanita disekolahnku mencoba
menghukumku dengan memberi aku tekanan demi tekanan seperti rachel Berikan kepadaku
barusan. Ah aku mengerti khi.

Rombongan rachel duduk dikursi belakangan bersama dengan teman laki laki dikelas aku memilih
duduk paling depan, menemani pak supir yang sibuk menyetir. Aku duduk bersama tia teman
sebangku aku di kelas, oh iya prihal kedekatan aku dan takhi di sekolah hanya aldo yang tau. Rachel
pun mungkin tidak tau kalau rumah kami bersebelahan mugkin. Dan tia meski dia adalah teman
sebangku aku, dia tidak tau masalah besar ini, aku memelih bungkam dihadapan teman temanku.

Setibanya di pemandian air hangat ini sama sekali tidak istinewa hanya sebuah kolam tidak ada
perosotan yang tinggi, tidak ada kolam arus seperti yang kubayangkan ini kurang lebih hanya kolam
untuk berendam.

Cuaca pagi itu sangat dingin sampai menusuk tulangku, aku mengigil meski sudah kulapisi tubuhku
dengan sweeter yang tebal. Sarung tangan, dan topi kupluk warna pink. Semua siswa langsung
masuk ke dalam pemandian akupun sama ingin segera mencoba hangatnya air di cuaca sedingin
ini. Semua orang menikmati berendam di air hangat, termasuk aku. Selepas ini kami diberi sarapan
dan kemudian lanjut ke kawah putih.

Perjalanan ke kawah putih tidak menggunakan bis, tapi menggunakan mobil yang sudah i
modifikasi satu mobil muat kurang lebih 10orang jalannya berliku naik turun belokan tajam,
beberapa anak menjerit ketakutan sedangkan aku memilih diam menahan takut. Sampai saat ini
aldo belum menghampiriku mungkin dia sedang berseang senang dengan teman lelakinya maka
akupun tidak ingin membebani kesendirian ku ini, aku berusaha menghindari takhi dan rachel
mencoba memberi jarak, saat akan turun ke kawah putih, rachel takhi dan kawan kawanya tepat
berada di depanku. Seketika hawa dingin itu membeku aku bergegas kembali ke titik awal aku
diturunkan, mencari aldo mencoba memintanya untuk menemaniku ancaman rachel semalam
membuat aku sedikit khawatir aku takut dia nekat melakukan hal diluar batas ntahlah terkadang
cinta bisa membuat kucing menjadi harimau. Aku sudah menunggu lama tidak ada lagi anak dari
sekolahanku yang tiba di tempat pemberentian angkutan umum. Aku memilih mencari jalan lain
untuk sampai ke kawah ntahlah ada ataupun tidak aku harus menghindari kontak langsung dengan
rachel dan takhi aku mencoba berjalan kearah kanan, berjalan dan trus berjalan kebetulan ada 2
orang dihadapanku, aku memberanikan diri untuk mengikutinya. Namun semakin lama aku
berjalan 2 orang itu semakin tak terlihat kabut tebal menyergapku seketika aku kehilangan arah
mencari celah bagaimana aku bisa keluar dari kabut tebal ini. Aku melanjutkan berjalan meski aku
tidak tau akan kemana kaki ini melangkah. Semakin pekat kabut aku mengok arlojiku sudah pukul 2
siang. Kami berjanji akan bertemu lagi jam

2,30 sedangkan aku masih tersesaat di antara kabut dan pepohonan, aku mencoba berteriak
berharap ada yang menolongku namun tak satu orangpun datang menghampiriku. Aku sudah
benar benar lelah. Merasakan tengorokanku kering, tenagaku terkuras. Tubuhku mulai melemas.
Airmata mengalir dengan deras aku menangis sendiri didalam gelap.

aku terlelap diantara pohon pohon rindang , ditemani kabut siang itu.

"Liyaaaa"

"ninaaaa"

"liyaaaaaa "

"liyaaaa"

"liyaaaa"

“ninaaaaa"

aku tersadari dari tidurku, suara panggilan dari beberaoa orang membuatku terbangun,
aku mencoba mengerakan kakiku untuk berjalan kesumber suara itu namun tak kuat masih sedikit
lemas, suaraku juga sama sudah hampir batasnya namun aku mencoba untuk bertahan dalam
keadaan ini.

"Ninaaaa"

"ninnnnn"

Suara takhi semakin keras terdengar olehku, aku berusaha memanggilnya namun aku tidak tau dia
mendengar atau tidak panggilanku.

"Khiii"

"Khi" aku menangis suaraku tidak cukup memanggil takhi.


Aku terus menangis Semakin menjadi. Tidak lama ada suara langkah kaki mendekatiku semakin
dekat, aku semakin menangis kurang dari 1 meter tubuhnya terlijat oleh mataku,

"Takhiiii" aku mengeram ketakutan

Takhi langsung bersimpuh dihadapanku, memelukku dia menangis sejadinya, dia lebih takut
dibanding aku, dia lebih deras ketimbng aku. aku mencoba meredakan tangisnya tapi tidak bisa dia
menonjokan tanganya dipohon tempat aku bersandar. Dia seolah marah pada dirinya dia seolah
kesal pada dirinya, aku yang tahu takhi menonjok pohon langsung kutahan pergegelangan
tanganya, amarah takhi mulai reda, aku juga namun pekukanya belum ia lepaskan masih saja
memelku dengan erat.

"Bodoh, kamu selalu bikin aku gilak, selalu bikin aku takut. Kenapa? kenapa kamu malah
pergi kearah ini? kenapa kamu gak ikutin jalan masuk yang ada tangganya? Kenapa?"

"Pas aku mau ikut turun, didepan aku ada kamu sama rachel" kataku yang masih terisak

"Maaf ya, selalu bikin kamu sesak, maaf selalu bikin kamu sakit. Maaf selalu bikin kamu tak
berdaya? setelah ini aku pastiin kamu gak akan pernah merasa sendiri lagi, maaf telah membuat
aku merasa sepi" ucapnya matanya penuh airmata kali ini dia benar benar menyesali segala hal
yang dia lakukan terhadapku.

Aku hanya menangguk, tidak begitu perduli dengan apapun yang dia ucapkan.

"Rachel minta gue buat jadi pacarnya, kalau gue gak mau dia bakalan ngelakuin hal yang
gak masuk akal, bahkan dia tau tentang loe"

Aku mengangguk, sepertinya aku baru mengerti hal yang selalu kutanyakan mengapa
rachel selalu mengerjaiku, mengapa rachel selalu mengancamku, mengapa rachel selalu berusaha
menjauhkan aku dengan takhi. Ternyata ini alasannya gadis cantik yang digilai semua orang tidak
lebih dari seorang psikopat.

"Nin, gue janji gue akan terus sama loe bodoamat gue siap nentang baday demi loe, asal
loe baik baik aja" ucapnya

"Jangan pernah berhenti buat berjalan disampingku, tetap diposisi itu aku akan selalu
mencarimu sebagaimana selalu kulakukan selama ini" tambahnya lagi

"Aku selalu mengikutimu kemanapun kamu pergi, aku selalumengkhawatirkanmu


bagaimanapun keadanmu, aku selalu tidak ingin kanu sendiri meski kali ini kau benar benar tak
membutuhkanku lagi" katanya

airnataku tiba tiba menetes ntah rasanya sesak sekali

"kamu bodoh sebagaimana selalu kuucapkan. Kamu itu bocah yang butuh seseorang yang
menjaga, aku tau kamu belakangan samkin dekat dengan aldo aku selalu memastikan kalau kamu
tidak terluka sebagaimana apa yang selalu ku khawtirkan jika boleh ku lepas perasaan ini maka
akan kulepas. Namun sayang perasaan ini terikat padamu"tambahnya lagi

air mataku semakin deras, dia dengah hebat menghujaniku dengan perasaan yang ntah
dari mana datangnya seketika menikamku sedemikian rupa.

"Aku muak, khi. Aku muak saat mata kamu mengekoriku, aku muak saat sentuhan
tanganmu jatuh dipergelangan tanganku, aku muak saat wangi tubuhmu tercium olehku aku muak.
Sekeras apapun aku mencoba menguburmu ntah kamu selalu mempunyai cara untuk membuatku
jatuh lagi lagi dan lagi"

"aku minta maaf, malam saat kau memintaku untuk menemuimu di kelas, paginya rachel
menembakku aku tidak berdaya dia seolah mengharapkanku. Aku terpaksa lakukan itu. Aku fikir
nanti akan kujelaskan dibalkon namun setelah itu kamu tidak pernah menemuiku dibalkon lagi.
Aku selalu berharap suaramu memanggil namaku dari sebrang sana merengek meminta segala hal
yang sulit kulakukan."

Aku menangis, merengek seketika rindu lenyap yangmana kutinggalkan bersama kabut tebal yang
menyergapku takhi menggendong tubuhku dipunggungnya semua orang sudah menungguku di
tempat penjenputan guruguru teman temanku dan aldo juga ada disanah sisanya sudah kembali di
bis, takhi tidak melepaskan tanganya dari tanganku, dia juga tidak berniat menyapa aldo. Diraut
wajah aldo dia juga merasa bersalah atas hilangnya aku namun sepertinya takhi tidak nengijinkan
aku untuk mendekati aldo.

"Khi" sapaku

"Gue ngerti, tapi please hari ini gue marah sama semuanya, termasuk aldo besok kita
ngomong sama aldo" ucapnya

Aku mendesih kesal, namun tidak bisa berbuat apa apa, seperjalanan pulang takhi tidak mau pisah
denganku hingga dia duduk disatu mobil.bersamaku, sekali lagi aku tidak bisa menentangnya.

Malam ini perjalanan bandung jakarta lebih indah dari biasanya, takhi menjadi seseorang
yang selama ini kjrindukan bahakan lebih dari yang aku bayangkan. Dia sesekali menatapku lalu
mengelus rambut, menggengam tanganku dan kembali menatap kearah depan.

Aku semakin jatuh cinta pada makhluk aneh disampingku ini, aku semakin dibuat tak berdaya
dengan perlakuanya ini. Namun aku kembali teringat sebagaimana dia mempermainkanku selama
ini, apakah dia akan kembali kepada rachel jika mentari pagi datang?

Apakah dia akan kembali pada rachel jika kita sudah verada di jakarta?

jika iya, aku harus melepaskan rindu ku malam ini padanya, aku tidak ingin semakin menunpuk
tanpa bisa kulenyapkan.

"Jangan khawatir, aku tidak akan pernah pergi lagi" suaranya terdengar samar aku mekihat
kearahnya dia terlelap dalam tidur.
Seminggu berlalu, gosip disekolahan menyebar dengan cepat. Aku tidak
memperdulikan hal itu, namun semakin kubiarkan aku semakin tersiksa, banyak hal yang
tidak pernah kualami hari ini malah terjadi.

Banyak perempuan yang memandangku seolah aku rendah. Menatapku seolah aku
hina prihal apa yang mereka dengar itu hanya jadi rahasia mereka, aku tidak tau apapun
yang mereka bicarakan dibelakangku.

Rachel dan takhi benar benar berakhi, drama yang tempo hari membuat seisi sekolah
terkejut, termasuk aku. Takhi memutuskan rachel begitu saja di depan anak anak kantin.
Aku yang ada di tempat itu menjadi sasaran rachel menunjuku dan mengatai aku bahwa aku
adalah penyebab hubungan mereka rusak, jika ku fikir ulang sebenarnya dia lah yang
menyebab hubungan antara aku dan takhi menjadi seperti musuh. Namun aku tidak perduli
tentang hal itu. Meski seisi sekolahan menanggapku perusah hubungan orang aku tidak
perduli cukup bagiku takhi dan aldo tidak memandangku demikian.

hubunganku dengan takhi kembali kubangun, sesekali dia mengajaku mengobrol di


balkon rumah, mengajaku berkhayal seperti biasanya, pernyataan tempo hari yang dia
katakan bahwa dia tidak akan pernah membiarkanku sendiri mungkin karena orang tuaku
menitipkan aku pada takhi aku tidak tau, bahkan sampai detik inipun aku tidak tau prihal
perasaannya.

"Loe tau kenapa bulan selalu muncul meski hujan datang menutupu sinarnya?" tanya
takhi memecah keheningan malam itu

Aku melirik kearahnya, matanya menatap kearah langit dalam hati aku tersenyum
bahagia

"Kenapa?" Tanyaku
"Loe cari tau sendiri lah, ogah gue jelasinya" ucapnya sambil melangkah masuk

malam itu aku dibuat kesal, lantaran sikapnya yang menyebalkan tidak berubah, dia
dengan gampang masih saja mempermainkanku prihal hatiku yang begitu mencuntainya
aku tidak percaya jika dia tidak tau tentang rasa ini.

Aku menatap malam dengan rintik hujan yang menemaniku,

"Hujan menenggelamkan bulan ko" aku berdesis pelan

"Sialan takhi, gue rela hujan hujanan cuma mau liat ini dan ternyata zonk" omelku
lagi

Aku larut dalam hujan, sambil menatap langit malam itu. Aku tersenyum rasanya
ada bajagia masuk kedalam hidupku.

"Masuk loe, sakit nanti" takhi yang tiba tiba mucul dibalik jendela dia tersenyum
dan aku terlena senyumnya lagi.**

friend

Setelah gosip menghilang dengan sendirinya semua kembali normal, aku tidak lagi
jadi bahan pergunjingan halayak banyak kalian tau kenapa? ya karena rachel sudah
berpacaran dengan lelaki lain dari sekolah yang berbeda bahkan aku dengar pacar rachel
sekolah di sekokah yang isinya berandalan ah isinya anak anak yang suka tauran antar
pelajar, bahkan sampe menggunakan samurai panjang mereka meski sering tertangkap
polisi tetap saja tidak jera, salah satu dari mereka bahkan ketua geng mereka anak dari
kapolsek kecamatan kami, ntahlah bagaimana perasaan ayahnya saat tau anaknya yang
selalu membuat onar, karena ini juga merka kebal akan hukum sehingga dengan leluasa
melakukan kesalahan lagi lagi dan lagi.

Aku tidak begitu perduli, yang penting takhi tidak terlibat maka cukup bagi ku.
Selepas pulang sekolah, takhi dan aldo langsung latihan basket, sehingga aku harus pulang
sendirian, saat sedang berdiri dihalte bis menunggu angkutan umum ada dua lelaki berhenti
tepat di hadapanku, aku menghindari mereka dengan bergeser 5 langkah kekanan, mereka
menatapku sambil memperlihatkan kertas putih ditangan si penumpang yang berada di
depan. Suaranya samar aku tidak bisa menangkapnya namun biarlah aku tidak begitu
perduli.
Salah satu diantara mereka turun, mendekatiku dengan helm dan masker masih
dipakai, aku semakin takut dan khawtir mencoba melangkahkan kaki menjauhinya namun
aku kalah cepat dengan mereka, aku ditodong dengan menggunkan pisau aku menjerit
berharap ada seseorang yang datang menghampiriku, namun tidaj ada yang datang aku
semakin keras menjerit ada mobil yang menepi lelaki berpakaian SMA turun dan langsung
menghajar si pendong itu, saat helm yanh dikenakan akan dibuka si penodong itu lari
terbirit birit. sedangkan Aku dalam keadaan takut, tak menyangka hal ini terjadi saat aldo
dan takhi tidak ada disampingku, aku berdiri dengan tatapan yang kosong.

"Kamu gak papa?tanya lelaki itu

"Kamu baik baik aja" tanyanya lagi

Aku mendengar pertanyaanya namun sulit menjawab, aku masih sedikit shok
sehingga perasaanku waktu itu campur aduk.

Dia memberi aku air mineral menyuruhku meminum apa dan aku menuruti
perintahnya, kemudian setelah itu aku menangis sejadinya aku benar benar merasa takut
hingga tersungkur duduk di trotoar jalan, lelaki itu masih berdiri dihadapanku mungkin dia
bingung apa yang harus ia lakukan maka dia hanya diam memperhatikanku.

Dari arah gerbang takhu dan aldo berlari kearahku, mereka berdua panik takhi
melihat aku dalam keadaan tersungkur dia memukul lelaki yang berada didepanku dan
pukulan itu mendarat di pipi lelaki itu aku panik langsung ke lerai namun tak bisa takhi
benar benar terkihat marah.

"Stop ki stop. Dia yang nolong aku denger" aku membentak

takhi berhenti memukul, dia menghela nafas panjang dan menghempaskanya dengan
termat kencang.

"mana gue bisa diem aja pas gue liat loe nangis" katanya sambil memalingkan muka

"loe pikir kalau loe gak baik baik aja gue bisa tenang. nggak" tambahnya lagi

"gue gak bisa biarin loe kenapa kenapa"

"gue gak bisa denger loe kenapa kenapa"

"cukup kemarin saja aku membuatmu terluka"


takhi berhenti menghela nafas lalu menggandeng tanganku.

"ayo balik" katanya

"latihan loe?"

"santai aja, sekali kali gue bolos gak masalah"

aku mengangguk, dia tersenyum dan aku tersipu.

"nonton yuk" ajaknya yang tiba tiba membuat aku terkejut

"heh" aku berdesis

"bosen nih, gue teraktir"

"sebagai ucapan terimakasih telah menerimaku kembali"

aku hanya tersipu, dia berpaling menyetop taksi yang melintas. kami segera menaiki
taksi yang sudah takhi stop.

"nggak usah tanya kenapa naik taksi bukan naik angkutan umum"

"lah" aku menjawab keheranan

"gue banyak uang, selow orang kayaaah" katanya

"iyah pak orang kayah" kataku sambil tersenyum kearahnya

kami mengobrol segala hal yang sudah lama tidak kami obrolkan hal hal rumit yang
kami…

tiga hari setelah kejadian itu, lelaki yang menolongku waktu itu tiba-tiba berdiri di
gebang sekolah aku yang tinggal berjarak sekian meter membalikan badan melihat
keseliling berharap ada seseorang yang melambaikan tangan kearahnya. namun tidak ada
satupun yang mempunyai gelagat berteman denganya, aku kembali berjalan kearah gerbang
tidak memsang mimik wajah yang sok kenal atau pernah bertemu aku hanya memasang
wajah seolah aku tidak melihatnya tau kenapa? takut ketika aku senyum kearahnya ternyata
dia malah gak inget sama aku.
"kamu yang pakai tas maroon" suaranya tepat disamping kananku aku hanya melirik

"iyah kamu" katanya lagi

"kamu yang waktu itukan, yang pas itu hampir di jambret atau semacemnya"

aku berpura pura sedang meningat kejadian minggu lalu, padahal aku sedari tadi
sudah mengingatnya terlebih dahulu.

"oh masnya yang waktu itu" kataku

"iya, gue dito" sambil menjulurkan tangan

"liya" aku menyambut tanganya

"gue anterin balik boleh?”

"eh eh eh gak usah gak usah gue naik angkot aja" kataku

"gpp, anggep aja ucapan terimakasih loe waktu itu karena gue nolongin loe"

gue terdiam, tiba tiba terdengar suara jangkrik dimana-mana aku mengeritkan
kening menoleh kearah belakang memastikan ada takhi atau aldo tidak di sekitaran aku
berdiri, setelah kupastikan tidak ada aku mengangguk kelelaki itu.

lelaki itu berjalan didepanku lalu aku menyusul berjalan dibelakangnya, aku
memastikan kembali ada takhi atau aldo tidak disekitaran , aku menghelakan nafas panjang
dan menghembuskanya lirih, lagi lelaki itu mengendarai mobil yang sama dengan waktu itu

"ayo naik" dia membukakan pintu untukku

aku tersenyum kecut, ini kali pertama aku diantar pulang oleh seseorang selain takhi
dan aldo, aku tidak bisa membayangkan jika lelaki ini tau rumahku dan tau aku bertetangga
dengan takhi ntah apa yang aka dia fikirkan tentang kami aku memikirkan cara supaya dia
tidak usah mengantarkanku sampai rumah, ah aku hampir gila bagaimana ini, seketika
hening tiba tiba ide untuk mengajaknya kerumah sandra mengambil buku catatan sangat
masuk akal, lalu aku bersikeras memintanya pula karena ada hal yang akan dibahas
kemudian setelah dia pergi 1 jam atau 2 jam aku bisa pulang menggunakan kendaraan
umum. aku tersenyum penuh kemenagan dito yang melihat kearahku hanya mengeritkan
kening mungkin dalam pikuranya berpikir aku aneh ya mungkin sedikit geser tapi ah aku
tidak perduli.

"eh kita keperumahan permata residens ya" kataku yang sepontanitas membuatnya
memandangiku sedikit lama

"perumahan permata, itu rumah kamu?" tanyanya

"bukan aku mau ke sandra ambil catatan matematika sambil minta dijelasin"

"eh iya, loe sekolah dimana ya"

"gue? SMKN 2" Jawabnya

"oh, okey" kataku

kami kembali hening, udara siang itu sedikit menyengat terlebih hawa keberadaan
dito yang tidak aku inginkan membuat tubuhku menolak untuk rilek dihadapanya aku tidak
mengerti mengapa aku tidak bisa menolak ajakanya,lagi pula ini membuat aku seperti
berhutang budi lagi ah bagaimana ini.

mobil dito sudah masuk kedalam perumahan permata aku yang sedaei tadi menekan
rasa

Anda mungkin juga menyukai