Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Aditama, (2005).Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit kronik menular yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar
kuman TB sering menyerang parenkim paru dan menyebabkan TB paru, tetapi juga dapat
menyerang organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan
organ ekstra paru lainnya.
Dari hasil survei terbaru, jumlah kasus baru tuberkulosis atau TB di Indonesia
diperkirakan mencapai 1 juta kasus per tahun atau naik dua kali lipat dari estimasi
sebelumnya. Posisi Indonesia pun melonjak ke negara dengan kasus TB terbanyak kedua
setelah India. Ini menjadi alarm di tengah peringatan Hari TB Sedunia pada hari ini. Penguji
melakukan uji disolusi obat program antiretroviral tuberkulosis di laboratorium Biofarmasi,
Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya, Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional, Badan Pengawas Obat dan Makanan, di Jakarta. Laboratorium ini sedang
dipersiapkan sebagai laboratorium prekualifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Obat program ATM, yang bisa melayani pengujian bagi Indonesia dan sejumlah negara
lain.Dalam laporan Tuberkulosis Global 2014 yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) disebutkan, insidensi di Indonesia pada angka 460.000 kasus baru per tahun. Namun,
di laporan serupa tahun 2015, angka tersebut sudah direvisi berdasarkan survei sejak 2013,
yakni naik menjadi 1000.000,00 kasus baru per tahun. Persentase jumlah kasus di Indonesia
pun menjadi 10 persen terhadap seluruh kasus di dunia sehingga menjadi negara dengan kasus
terbanyak kedua bersama dengan Tiongkok. India menempati urutan pertama dengan
persentase kasus 23 persen terhadap yang ada di seluruh dunia.Ini menjadi salah satu faktor
Indonesia mendapatkan beban ganda. "Jumlah penyakit tidak menular di Indonesia naik,
tetapi penyakit menular juga tetap masalah yang besar, termasuk TB. Seperti fenomena
gunung es, belum seluruh kasus terungkap," tutur Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat
(RSUP) Persahabatan Mohammad Ali Toha saat Peringatan Hari TB Sedunia di RSUP
Persahabatan, Jakarta.
Selama Tahun 2014, dari data Dinas Kesehatan Provinsi Bali diketahui 3.022 kasus
Tuberkulosis (TBC) terjadi di 9 Kabupaten/Kota di Bali.Dari total jumlah tersebut, 88 persen
diantaranya (penderita TBC) telah sukses menjalani pengobatan. Sementara itu, sisanya
hingga saat ini masih menjalani pengobatan. Kesulitan utama yang dialami petugas medis
dalam penyembuhan TBC adalah ada beberapa penderita yang kebal terhadap obat yang
disebut TB MDR (Multidrug Resisten). Sehingga masih ada resiko penularan. Dari angka
tersebut, untuk sementara Provinsi Bali berada diatas target nasional untuk penanganan kasus
TBC. Yakni 85 persen, sementara itu Bali telah mencapai angka 88 persen.
1.2 Tujuan
1.3 Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit Tuberkulosis

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam inidapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium


tuberkulosis dan bersifat menular (Christian, 2009; Storla, 2009). Dari beberapa pengertian
diatas dapat disimpulkan Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang
menyerang paru-paru, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Miko
bakteria adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun
tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan terhadap peluntur warna
(dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena itu dinamakan bakteri tahan asam atau basil
tahan asam.

2.2 Patofisiologi

Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB paru ketika pasien batuk,
bersin, tertawa. droplet nuclei ini mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron
dan akan melayanglayang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat
Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan
tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-tubercolosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal
terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan.

Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil yang
masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan fibrosa, bagian
sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menajdi nekrotik membentuk
massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah
pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respon yang inadekuat dari respon system imun. Penyakit dapat juga
aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel ghon
memecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi
tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang
menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.

2.3 Pemeriksaan Fisik yang difokuskan

Tempat kelainan lesi TB paru yang perlu dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi nafas bronkial. Selain itu juga dijumpai suara nafas tambahan berupa ronkhi
basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
nafasnya menjadi vesikular melemah. Pada limfadenitis tuberculosis, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening, paling sering dijumpai pada daerah leher, kadang-
kadang dai daerah aksila. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.
2.4 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis.

Pada penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan yaitu tuberkulosis paru dan


tuberkulosis ekstra paru.

a. Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar
80 % dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru
ini merupakan satusatunya bentuk dari TB yang mudah menular.
b. Tuberkulosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang
organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limpe, persendian
tulang belakang, saluran kencing, susunan syaraf pusat dan perut. Pada
dasarnya penyakit TBC ini tidak pandang bulu karena kuman ini dapat
menyerang semua organ-organ dari tubuh.

2.5 Penyebab Penyakit Tuberkolosis


Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh
micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran
sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru
merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak
(lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet
nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).

 Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC. Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC
berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa
kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi


tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan
tubuh (imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-
kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
TBC.

 Tuberkulosis Pasca Primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau


tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.

2.6 Faktor yang mempengaruhi Kejadian penyakit Tuberkulosis

Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti: status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan faktor toksis untuk
lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini :

1. Faktor Sosial Ekonomi.

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan


perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat
memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan
penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat
hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2. Status Gizi.

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan
lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan
terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

3. Umur.

Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia
produktif (15 – 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demografi
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut
lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan
terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.

4. Jenis Kelamin.

Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki


dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada
sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan
bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh
TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis
kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum
alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih
mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
2.7 Tanda dan gejala penyakit Tuberkulosis
Pada penderita tuberkulosis paru apabila sudah terpapar dengan agent penyebabnya
penyakit dapat memperlihatkan tanda-tanda seperti dibawah ini:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan
b. BatukDarah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. SesakNapas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri Dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2.8 Gejala penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi 2, yaitu gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

1.Gejala Sistemik/Utama

a) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam.
b) Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
c) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
e) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala Khusus

a) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi


sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru -paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya,
pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d) Pada anak–anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang – kejang.
2.9 Penularan Kuman Tuberkulosis.

Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya


kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita, pesebaran kuman tersebut diudara
melalui dahak berupa droplet. Penderita TB-Paru yang mengandung banyak sekali kuman
dapat terlihat lansung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya (penderita bta
positif) adalah sangat menular.

Penderita TB Paru BTA positif mengeluarkan kuman-kuman keudara dalam


bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil
ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis.
Dan dapat bertahan diudara selama beberapa jam. Droplet yang mengandung kuman ini
dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang
yang menghirupnya, maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah
infeksi dari satu orang keorang lain.
2.10 Tahap Pencegahan

Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari
TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

a. Pencegahan Primer
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan
TBC yang meliputi ;

1. Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada
daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi
dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan
lingkungan,
2. Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan
dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak,
3. Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan
pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

b. Pencegahan Sekunder

Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus
TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan. Kontrol
pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi
spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak
langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat,
sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat
dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif.Langkah
kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi
TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan
membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi
epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan
terhadap epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi
kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.

c. Pencegahan Tersier

Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan


diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian
rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan
kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC,
serta penegasan perlunya rehabilitasi
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan petugas
kesehatan.

Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.

1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus
harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC.
Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang
memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan
sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat
(keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi
dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
7. Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga
dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini negatif, perlu diulang
pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-
obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur,
waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat,
dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
2.11 Manajemen Kesehatan pada TB Paru
Kebijakan Pengendalian TB paru di Indonesia
1. Pengendalian TB paru di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dalam
kerangka otonomi dengan Kbupaten/Kota sebagai titik berat manajemen program yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan
sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana)
2. Pengendalian TB paru dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS dan
memperhatikan strategi Global Stop TB partnership
3. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program
pengendalian TB paru
4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu
pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu
memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan oleh seluruh
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyenkes), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit
Pemerintah Balai/Klinik Pengobatan, Dokter Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas
kesehatan lainnya.
6. Pengendalian TB paru dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan kemitraan di
antara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam wujud Gerakan
Terpadu Nasional Pengendalian TB (Gedurnas TB)
7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk
peningkatan mutu dan akses layanan
8. Obat anti tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan secara cuma-cuma dan
dikelola dengan manajemen logistik yang efektif demi menjamin ketersediaannya.
9. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan
dan mempertahankan kinerja program
10. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan
lainnya terhadap TB
11. Penderita TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
12. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

2.11 Contoh Kasusu TBC


a. Permasalahan Di Masyarakat
Jumlah penderita TB Paru di Kabupaten Jeneponto pada tahun 2007 yang diobati
sebanyak 313 penderita dan yang sembuh sebesar 211 orang sedangkan penderita klinis
sebanyak 313 orang. Persentase kesembuhan penderita TB Paru (67,4%) belum mencapai
target nasional yaitu sebesar 85%. Dari data di Puskesmas Togo-Togo diperoleh terdapat
42 penderita klinis TB Paru, diantaranya yang memiliki hasil pemeriksaan positif pada
sputum BTA sebesar 13 penderita, negative sebesar 17 penderita, dan yang tidak memiliki
hasil pemeriksaan sputum BTA sebesar 12 penderita. Jika meninjau data tersebut di atas
dapat dikatakan bahwa terdapat 12 penderita yang tidak diketahui jelas apakah penderita
tersebut positif TB Paru atau infeksi saluran pernapasan yang lain.
Permasalahan lain yang biasanya ditemukan selama menjelang 2 bulan terakhir,
pada saat kunjungan pasien ke poliklinik Puskesmas, adanya ditemukan kasus relaps
setelah 1-4 tahun post terapi TB paru. Hal ini tentunya perlu dievaluasi lebih lanjut dan
dilakukan deteksi dini kembali untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat sehingga
tingkat penularan dapat dicegah.
Semua permasalahan yang dijelaskan sebelumnya disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai TB paru meliputi gambaran penyakit,
cara pencegahan penyakit dan bagaimana mengurangi tingkat penularan di lingkungan
masyarakat.
b. Pemilihan Intervensi
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di masyarakat maka harus
ditingkatkan partisipasi puskesmas untuk melakukan penyuluhan penyakit Tuberkulosis
secara bertahap dan menyeluruh di setiap dusun, dan kelurahan di Kecamatan Batang. Hal
penting yang harus disampaikan dalam penyuluhan yaitu bagaimana gambaran penyakit
TB, bagaimana penularan penyait dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana
mencegah agar hidup kita terbebas dari infeksi TB paru.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengkomunikasikan hak-hak pasien TB (TB
Patient Charter) kepada kelompok-kelompok masyarakat, organisasi masyarakat,
organisasi keagamaan, penyedia pelayanan dan pihak lainnya yang terkait. Intervensi
yang dilakukan mencakup kampanye TB (Stop TB Campaign) untuk meningkatkan
pengetahuan dan dukungan untuk Stop TB secara nasional, mengurangi stigma TB dengan
cara meningkatkan jumlah tersangka TB yang memeriksakan ke fasilitas pelayanan
kesehatan, mempromosikan obat TB program yang berkualitas dan tanpa biaya serta
pengobatan pasien TB di setiap fasilitas kesehatan.
Intervensi kedua yang dilakukan adalah proteksi dini bagi pasien yang memiliki
riwayat keluarga dan lingkungan tempat tinggal dengan kasus TB paru yang cukup tinggi.
Misalnya untuk setiap individu yang memiliki faktor risiko terinfeksi Tuberkulosis Paru
diberikan INH dengan dosis yang telah ditentukan. Intervensi ketiga yaitu dengan
menegakkan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang cepat terhadap penderita TB Paru
guna memutuskan rantai penularan dari penderita ke orang sehat. Intervensi keempat
adalah melakukan monitoring pengobatan TB dengan memantau setiap minggu kepatuhan
pasien untuk minum obat TB dan melakukan pemeriksaan sputum bulan ke-2, 3,4,5/6,
7/8 dan akhir pengobatan.

c. Pelaksanaan
Deteksi dini kasus TB dilakukan melalui skrining pasien TB di poliklinik
Puskesmas Togo-Togo pada tanggal 5 Maret – 21 April 2012. Ditemukan 8 penderita TB
klinis, masing-masing 3 pasien dengan sputum BTA positive, dan 5 pasien yang tidak
mempunyai hasil sputum BTA. Untuk ketiga pasien dilakukan pengobatan TB Kategori 1
dengan tahap Intensif selama 2 bulan dengan jumlah dosis 4 KDT (FDC) 3 tablet setiap
hari. Selanjutnya untuk kelima pasien tersebut akan dilakukan kunjungan secara aktif ke
rumah pasien untuk melakukan pengambilan sputum dan penyuluhan kecil dalam
keluarga pasien.
d. Evaluasi
Dari ketiga kasus dengan TB paru positive dilakukan pengkajian mendalam pada mini
project ini. Maka laporan kasus yang ditemukan adalah sebagai berikut.
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. SC
Umur : 46 tahun
2. Anamnesis
Wanita, 46 tahun datang ke poliklinik dengan batuk berdahak selama 4 bulan, tidak
disertai darah, kadang-kadang sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih
dari satu bulan.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Sakit sedang/Gizi kurang/Komposmentis
b. Semua dalam batas normal, kecuali pada pemeriksaan thorax:
c. Inspeksi : Simetris kanan sama dengan kiri
d. Palpasi : vocal fremitus kanan sama dengan kiri
e. Perkusi : Sonor kanan sama dengan kiri
f. Auskultasi : Bunyi pernapasan : Bronkovesikular Bunyi tambahan ; Rhonki
+/+, wheezing -/-
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pasien tersebut secara klinis didiagnosis
suspek TB paru Klinis kemudian dilakukan pemeriksaan sputum BTA 3X (sewaktu-pagi-
sewaktu). Dan dari hasil pemeriksaan BTA ditemukan hasil sputum BTA (++). Setelah
diagnosis ditegakkan maka dimulai pengobatan tahap Intensif selama 2 bulan dengan
memberikan 4KDT (FDC) 3 tablet sehari. Kemudian dilakukan monitoring pengobatan
dengan kunjungan ke rumah sekaligus melakukan penyuluhan kecil terhadap pasien
dengan keluarga mengenai TB Paru.

Laporan Kunjungan :
Sampai tahap ini pasien telah mengkonsumsi obat TB selama 1 bulan 1 minggu
terhitung sejak tanggal 13 Maret 2012. Pada bulan kedua pengobatan akan dilakukan
pemeriksaan sputum BTA untuk evaluasi keberhasilan obat TB tahap Intensif.

e. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kunjungan ke tempat tinggal pasien, respon terapi obat TB
memberikan respon efek yang sangat baik terhadap keadaan umum pasien dimana
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat TB dinilai sangat baik sehingga dapat
memperbaiki keadaan umum pasien dan mencegah penularan penderita terhadap
keluarganya sendiri. Hal ini dikaitkan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan
bahwa dengan kepatuhan pasien meminum obat TB selama minimal selama 2 minggu
sudah dapat menurunkan angka virulensi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Sebagai saran untuk pihak Puskesmas agar memberikan pelatihan terhadap kader
kesehatan mengenai TB Paru. Serta lebih meningkatkan kualitas data statistik setiap kasus
penyakit pada umumnya dan TB Paru pada khususnya untuk membantu dalam proses
penetapan kebijakan-kebijakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Kusnindar, 1990. Masalah Penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di Indonesia. Cermin


Dunia Kedokteran, No. 63 hal. 8 –12.
Depkes RI, 2001. Faktor Budaya Malu Hambat Pencegahan Penyakit Tuberkulosis, Media
Indonesia Jakarta.
Depkes RI, 1997. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Dirjen P2M dan
PLP, Jakarta.
Arifin, N. 1990. Diagnostik Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Tjandra Y.A, 1994. Masalah Tuberkulosis Paru dan penanggulangannya, Universitas
Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. 2011. Rencana Aksi Nasional: Programmatic management of Drug Resistance
Tuberculosis Pengendalian Tuberkulosis Indonesia 2011–2014. Kementerian Kesehatan
RI Direktorat Jendral Pengendalian PP&PL.

Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian Tb Di Indonesia 2011–2014. Direktorat


Jenderal PP & PL.

WHO. 2008. Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis.

Anda mungkin juga menyukai