Anda di halaman 1dari 16

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wawasan Kebangsaan


Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu "Wawasan" dan
"Kebangsaan". Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah
wawasan berarti (1) hasil mewawas; tinjauan; pandangan dan dapat juga berarti (2)
konsepsi cara pandang. "wawasan" pada pokoknya mengandung pengertian
"kemampuan untuk memahami cara memandang sesuatu konsep tertentu yang
direfleksikan dalam perilaku tertentu sesuai dengan konsep atau pokok pikiran yang
terkandung di dalamnya". Selanjutnya mengenai istilah "kebangsaan" yang berasal dari
kata "bangsa" dapat mengandung arti "ciri-ciri yang menandai golongan bangsa tertentu",
dan dapat pula mengandung arti "kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara" (KKBI,
1989). Dalam kaitan dengan pengertian yang terakhir ini, (Parangtopo 1993)
memberikan pengertian kebangsaan sebagai "tindak tanduk kesadaran dan sikap yang
memandang dirinya sebagai suatu kelompok bangsa yang sama dengan keterikatan
sosiokultural yang disepakati bersama". Berdasarkan wawasan kebangsaan itu,
dinyatakan pula bahwa wawasan kebangsaan adalah suatu "wawasan yang
mementingkan kesepakatan, kesejahteraan, kelemahan, dan keamanan bangsanya
sebagai titik tolak dalam berfalsafah, berencana dan bertindak".
Wawasan kebangsaan, pada Seminar Pendidikan Wawasan Kebangsaan (1993)
dikemukakan perlunya dipahami 2 (dua) aspek sebagai berikut:
a. Aspek Moral
Konsep wawasan Kebangsaan mensyaratkan adanya perjanjian diri atau
commitment pada seseorang atau masyarakat untuk turut bekerja bagi kelanjutan
eksistensi bangsa dan bagi peningkatan kualitas kehidupan bangsa.
b. Aspek Intelektual
Konsep wawasan Kebangsaan menghendaki pengetahuan yang memadai
mengenai tantangan tantangan yang dihadapi bangsa baik saat ini maupun di masa
mendatang serta berbagai potensi yang dimiliki bangsa.
B. Wawasan Kebangsaan Indonesia

Wawasan Kebangsaan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia


berkembang dan mengkristal tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam
membentuk negara ini. Konsep wawasan kebangsaan Indonesia tercetus pada waktu
diikrarkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai tekad perjuangan yang merupakan
konvensi nasional tentang pernyataan eksistensi bangsa Indonesia yaitu: satu nusa, satu
bangsa dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Wawasan seperti itu pada
hakikatnya tidak membedakan asal suku, keturunan, ataupun perbedaan warna kulit.
Dengan perkataan lain wawasan tersebut mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa
atau yang dapat disebut sebagai wawasan kebangsaan Indonesia.
Dalam hubungan ini Bintoro (1996) mengemukakan bahwa: Reason d'etre negara
Indonesia bukan berdasar sosio antropologis (etnik), tetapi karena pengalaman sejarah
ditindas kolonialisme dan mengaspirasikan kehidupan kebangsaan yang bebas. Wawasan
kebangsaan didukung oleh ideologi (gerakan pemikiran) yang timbul di abad ke 18 yaitu
Nasionalisme.
1. Sejarah Wawasan Kebangsaan

Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada abad ke-7 sampai dengan 16, bangsa
Indonesia berada dalam periode yang sering disebut sebagai masa "Kerajaan Nusantara".
Pada masa itu terdapat 2 (dua) kerajaan besar, yaitu Sriwijaya (abad ke-7 s.d. 12) dan
Majapahit (abad ke-13 s.d. 16), yang ternyata telah mampu membawa bangsa Indonesia
mencapai puncak kemegahannya sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil,
dan makmur, serta berperan penting di kawasan Asia Tenggara. Politik luar negeri
Majapahit dikenal dengan "mitreka satata" atau dapat disamakan sekarang dengan
prinsip bertetangga yang baik (good neighbour policy). Juga pada waktu itu dikenal
istilah "bhinneka tunggal ika" (lengkapnya: bhinneka tunggal ika/tan hana dharma
mangrua yang artinya walaupun berbeda, satu jua adanya, sebab tidak ada agama yang
mempunyai tujuan yang berbeda). Di sini ditunjukkan betapa kerukunan hidup umat
beragama di Indonesia telah berkembang sejak dulu. Karena kedatangan bangsa barat
seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Perancis yang menggunakan tipu
muslihat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, maka berakhirlah periode
Kerajaan Nusantara itu dan mulailah periode penjajahan yang menindas bangsa
Indonesia dan menghisap kekayaan alamnya, sehingga periode itu merupakan periode
penderitaan lahir batin. Sekalipun demikian, sejarah juga membuktikan bahwa
menghadapi pengaruh dan tekanan dari luar itu bangsa di nusantara tidak pernah berhenti
untuk mengadakan perlawanan. Semua perlawanan tersebut mengalami kekalahan.
Perjuangan yang besifat lokal senantiasa gagal karena belum adanya persatuan dan
kesatuan sedangkan di sisi lain pihak kolonial terus menggunakan politik "devide et
impera" (pecah belah dan kuasai). Kendati demikian, catatan sejarah perlawanan para
pahlawan itu telah membuktikan kepada kita tentang semangat perjuangan bangsa
Indonesia yang tidak pernah padam mengusir penjajah. Dalam perkembangan
berikutnya, muncul kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat nasional yakni perjuangan
yang berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia akan
mempunyai kekuatan yang nyata. Pergerakan Budi Oetomo, yang didirikan pada tanggal
20 Mei 1908, merupakan tonggak awal sejarah perjuangan yang bersifat nasional.
Pergerakan yang dijiwai cita-cita Wahidin Soediro Hoesodo tersebut menandai pula
kebangkitan nasional untuk menentang penjajahan secara terorganisasi dan terbuka untuk
semua golongan bangsa Indonesia. Itulah sebabnya, setiap tanggal 20 Mei diperingati
sebagai hari Kebangkitan Nasional. Bangsa yang bangkit karena tekad untuk merdeka,
bangsa yang mempunyai harga diri. Di samping itu bangkit pula gerakan-gerakan di
bidang politik, ekonomi/perdagangan, pendidikan, kesenian, pers dan kewanitaan. Dalam
perjalanan sejarah itu timbul pula gagasan sikap, dan tekad yang bersumber dari nilai-
nilai budaya bangsa serta disemangati oleh cita-cita moral rakyat yang luhur. Sikap dan
tekad itu adalah pengejawantahan dari satu Wawasan Kebagsaan.
2. Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan
Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa
memiliki 6 (enam) dimensi manusia yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:
a. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Kuasa;
b. Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan bersatu;
c. Cinta akan Tanah Air dan Bangsa;
d. Demokrasi atau Kedaulatan Rakyat;
e. Kesetiakawanan Sosial;
f. Masyarakat adil makmur.
3. Makna Wawasan Kebangsaan
Wawasan Kebangsaan Indonesia mengamanatkan kepada seluruh bangsa
agar menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Diharapkan manusia
Indonesia sanggup dan rela dengan itu hendaknya dipupuk penghargaan terhadap
martabat manusia, cinta kepada tanah air dan bangsa, demokrasi dan
kesetiakawanan sosial.
Wawasan Kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian
rupa sehingga asas Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan. Persatuan tidak boleh
mematikan keanekaan dan kemajemukan. Sebaliknya keanekaan dan
kemajemukan tidak boleh menjadi pemecah belah namun menjadi kekuatan yang
memperkaya persatuan.
Wawasan Kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang picik.
Misi yang diamanatkan ialah agar para warga negara Indonesia membina dengan
jiwa besar dengan setia terhadap Tanah Air, tetapi tanpa kepicikan jiwa. Cinta
Tanah Air dan Bangsa selalu sekaligus diarahkan pada kepentingan seluruh umat
manusia yang saling berhubungan dengan berbagai jaringan antara ras, antar
bangsa dan antar negara.
Mencermati makna Wawasan Kebangsaan tersebut, dapatlah dikemukakan
bahwa Wawasan Kebangsaan Indonesia pada hakikatnya dilandasi oleh Pancasila
sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa kita. Dengan Wawasan Kebangsaan
yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa Indonesia telah berhasil
merintis jalan menyelenggarakan misinya di tengah-tengah tata kehidupan di
dunia.
Untuk dapat memahami hakikat Wawasan Kebangsaan Indonesia perlu
kiranya dipahami jati diri bangsa kitaberkorban untuk kepentingan bangsa.
Sehubungan dan untuk itu perlu pula dipahami pandangan dan falsafah hidup yang
dianut oleh bangsa Indonesia yaitu Pancasila, yang mengandung nilai-nilai dasar
yang akhirnya dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku yang
bermuara pada terbentuknya karakter bangsa.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terbuka dan suka berkoeksistensi
dengan bangsa lain. Sudah sejak dulu kala bangsa Indonesia menikmati dan
menghayati arti hidup berdampingan secara damai dengan bangsa lain. Dengan
letak geostrategik nusantara di posisi silang hubungan antar bangsa, maka wawasan
kebangsaan Indonesia tidak hanya bersifat "inward looking" dan mengisolasi diri.
Laut bagi bangsa Indonesia bukan menjadi pemisah tetapi justru ke luar sebagai
wahana dalam berhubungan dengan bangsa lain, sedangkan ke dalam merupakan
unsur pemersatu.
Wawasan Nusantara yang mengemuka di tengah silang pendapat antara
federalisme dan unitarisme di masa setelah lahirnya Indonesia Serikat, esensinya
dapat dikatakan implementasi dari wawasan kebangsaan yang dijiwai semangat
bangsa bahari.
Dalam wawasan nusantara dinyatakan bahwa wilayah laut adalah bagian dari
wilayah negara kepulauan yang kemudian diakui dunia sebagai "Archipelagic
Principle".
Wawasan Nusantara adalah pandangan yang menyatakan bahwa negara
Indonesia merupakan suatu satu kesatuan dipandang dari segala aspeknya
Wawasan Nusantara adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dalam
mendayagunakan konstelasi Indonesia, sejarah dan kondisi sosial budaya untuk
mengejawantahkan segala dorongan dan rangsangan di dalam usaha mencapai
perwujudan aspirasi bangsa dan tujuan nasional, yang mencakup:
a. Kesatuan Politik, dalam arti:
1. Bahwa kedaulatan nasional dengan segala kekayaannya merupakan satu
kesatuan wilayah, ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa serta
merupakan modal dan milik bersama bangsa Indonesia;
2. Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku dan berbicara dalam
berbagai Bahasa daerah, meyakini dan menganut berbagai agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan suatu kesatuan
bangsa yang utuh di dalam arti seluasluasnya;
3. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia merasa satu, senasib
sepenanggungan, sebangsa dan setanah air serta memiliki suatu tekad
bulat dalam mencapai perwujudan citacita bangsa;
4. Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan
negara, yang dilandasi, membimbing dan mengarahkan merupakan satu
kesatuan wilayah hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan
nasional.
5. Bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan wilayah
hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
b. Kesatuan Sosial budaya, dalam arti:
1. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu perikehidupan bangsa yang
harus merupakan kehidupan yang serasi dengan tingkat perkembangan
masyarakat yang sama, seimbang dan merata serta keselarasan hidup
sesuai dengan kemajuan bangsa;
2. Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan
terdapatnya berbagai corak ragam budaya menggambarkan kekayaan
khazanah budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan
pengembangan budaya nasional secara keseluruhan yang dinikmati
hasilnya oleh seluruh bangsa.
c. Kesatuan Ekonomi, dalam arti:
1. Bahwa kekayaan yang terdapat dan terkandung di dalam wilayah
nusantara beserta kawasan yuridisnya, baik potensial maupun efektif
adalah modal dan milik bersama bangsa dan bahwa keperluan hidup
sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air;
2. Bahwa tingkat perkembangan ekonomi harus sesuai dan seimbang di
seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh
tiap-tiap daerah dalam pengembangan kehidupan ekonomimya.
d. Kesatuan Pertahanan Keamanan, dalam arti:
1. Bahwa ancaman terhadap sesuatu pulau atau daerah pada hakikatnya
merupakan ancaman seluruh bangsa dan negara;
2. Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang
sama di dalam kerangka menunaikan tanggung jawab masing-masing
dalam usaha pembelaan negara.
Wawasan Kebangsaan Indonesia adalah wawasan yang terbuka dan bukan
wawasan yang dilandasi paham kebangsaan yang sempit. Kemungkinan orang
dapat mempertanyakan budaya khas yang dapat menjadi ciri identitas insan
Indonesia di atas keragaman budaya daerah yang berkembang subur.
Demikian pula mengenai implementasi kesatuan dan persatuan, perlu
menjadi fokus dalam mengembangkan pembangunan masa yang akan datang.
Pembangunan industri dan proses industrialisasi di Indonesia misalnya harus
menjamin interdependensi perkembangan antar pulau utama yang didukung oleh
pembangunan wilayah laut sebagai wahana pemersatu. Hanya dengan bangkitnya
kembali jiwa bahari wilayah laut antar pulau dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Dengan demikian kesatuan politik yang kini telah dicapai akan diikuti
dengan kesatuan ekonomi hasil pembangunan yang akan datang. Demikian pula
kesatuan budaya tidak boleh diabaikan. Desentralisasi pemerintahan dan
pembangunan dalam rangka pengembangan otonomi daerah mutlak dilakukan.
Kebijakan desentralisasi yang dirumuskan berdasarkan wawasan kebangsaan
Indonesia, harus mencegah desintegrasi negara kesatuan merongrong wibawa
pemerintah pusat dan mencegah timbulnya pertentangan antara pemerintah pusat
dengan daerah. Perlu dicegah timbulnya krisis kewibawaan pemerintah pusat.
Intrinsik dalam penegakan kewibawaan tersebut adalah terwujudnya pemerintahan
pusat yang bersih dan akuntabel. Daerah harus tumbuh dan berkembang secara
mandiri dengan daya saing yang sehat antar daerah tanpa mengabaikan
terwujudnya kesatuan ekonomi, memperkokoh kesatuan politik dan
mengembangkan kesatuan budaya.
Dalam upaya ke arah itu, maka prasyarat sebagai penjamin antara lain adalah
warga bangsa yang kompak dan bersatu dengan ciri kebangsaan (nation wide
oriented), netralitas birokrasi pemerintahan yang berwawasan kebangsaan,
perkembangan, serta system pendidikan yang menghasilkan kader pembangunan
yang berwawasan kebangsaan.
Bangsa Indonesia tidak perlu khawatir bahwa Pancasila akan berbenturan
dengan proses globalisasi. Sebab Pancasila sudah mencakup dan menjamin
realisasi dari apa yang menjadi tuntutan hak asasi manusia. Pancasila adalah
ideologi terbuka yang akanmenyerap semua perkembangan sesuai dengan
jamannya. Dengan demikian wawasan kebangsaan yang tidak lepas dari induknya
yaitu Pancasila tidak akan menjadi penyebab alienisasi bangsa Indonesia dengan
eksistensi bangsa lain. Wawasan kebangsaaan juga tidak perlu dikhawatirkan
menjadi penghambat integrasi ekonomi Indonesia dengan sistem ekonomi pasar.
Namun bangsa Indonesia harus waspada dan tanggap mengenai implementasinya
di dalam negeri, karena induk dari ekonomi pasar adalah sistemkapitalisme dan
liberalisme yang ditentang oleh aspirasi perjuangan rakyat Indonesia. Keterbukaan
dan kebersamaanlah yang menjadi kunci dari keberhasilan, baik Pancasila maupun
wawasan kebangsaan dalam membawa bangsa Indonesia ke tujuan nasional yang
masih harus terus menerus diperjuangkan.
Dalam pelaksanaannya pembangunan ekonomi pasar Indonesia harus
berperan dalam mengembangkan sistem ekonomi pasar internasional yang
bermanfaat bagi umat manusia khususnya bangsa yang sedang
berkembang dalam rangka mengembangkan tatanan ekonomi dunia baru.
Indonesia misalnya secara minimal harus aktif dalam pasar ASEAN dan ASPAC
secara maksimal di pasar internasional serta mampu bersaing dengan negara
industri maju.
Bangsa Indonesia harus proaktif dalam mengantisipasi perkembangan
lingkungan stratejik. Indonesia dengan wawasan kebangsaannya justru harus dapat
memberi contoh bagi bangsa lain dalam membina identitas, kemandirian, dan
menghadapi tantangan dari luar tanpa konfrontasi. Indonesia harus dapat
meyakinkanbangsa-bangsa lain bahwa eksistensi bangsa bukanmerupakan sumber
konflik dalam pergaulan umat manusia, namun merupakan aset yang
diperlukandalam mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang
C. Pilar Kebangsaan Indonesia
1. Pancasila

Pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mengusulkan bahwa salah satu prinsip
dasar negara adalah ”kebangsaan.” suatu prinsip bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara, bukan untuk kepentingan seseorang, golongan, tetapi suatu dasar
”semua buat semua.” Faham kebangsaan ini bukan merupakan faham kebangsaan
yang sempit atau chauvinisme. Usul Bung Karno ini kemudian disepakati oleh
BPUPKI menjadi persatuan Indonesia, yang memiliki makna sebagai berikut:

a. Rakyat Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara terikat dalam suatu
komunitas yang namanya bangsa Indonesia. Mereka mengaku dengan ikhlas
dan bangga sebagai warga bangsa Indonesia, cinta serta rela berkorban demi
negara-bangsanya.
b. Tanpa mengurangi hak pribadi, loyalitas warganegara terhadap negara-
bangsanya, mengenai perkara yang bersifat sekular atau duniawi, diletakkan di
atas kepentingan pribadi dan golongan
c. Dalam mengembangkan wawasan kebangsaan ciri golongan, baik ditinjau dari
segi etnis, suku, agama, maupun adat budaya, dihormati dan ditempatkan secara
proporsional dalam menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa. Wawasan
kebangsaan tidak mengeliminasi keanekaragaman. Kearifan lokal (local
wisdom) dipelihara, dijaga dan dikembangkan sejalan dengan wawasan
kebangsaan. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak
kebudaya-an di daerah di seluruh Indonesia diperhitungkan sebagai kebudayaan
bangsa.
d. Atribut negara-bangsa seperti bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia
Raya, lambang negara Garuda Pancasila, bahasa nasional Indonesia dan gambar
kepala negara dihormati dan didudukkan secara proporsional sesuai dengan
kesepakatan bangsa. Memperlakukan atribut negara secara tidak senonoh atau
kurang beradab tidak sesuai dengan esensi wawasan kebangsaan. Menghormati
atribut negara-bangsa tidak bermakna menyembah atau mensakralkan atribut
tersebut. Perlu disadari bahwa mencederai atribut bangsa, atau melecehkan
atribut bangsa sama saja dengan melecehkan diri sendiri sebagai warganegara-
bangsa.
e. Dengan berprinsip pada wawasan kebangsaan, bangsa Indonesia tidak menolak
masuknya kebudayaan asing dengan syarat bahwa kebudayaan dimaksud harus
menuju ke arah kemajuan adab, budaya, kesatuan dan persatuan banga. Bahwa
kebudayaan asing dimaksud dapat memperkem-bangkan dan memperkaya
kebudayaan bangsa, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
f. Dalam mengembangkan wawasan kebangsaan perlu dihindari berkembangnya
faham kebangsaan sempit, yang memandang bangsanya sendiri yang paling
hebat di dunia dan memandang rendah bangsa yang lain. Demikian pula dengan
wawasan kebangsaan tidak berkembang menjadi faham ekspansionis yang
berusaha untuk menguasai negara-bangsa lain. Dengan berpegang pada
wawasan kebangsaan, bangsa Indonesia memiliki missi untuk ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.

2. UUD 1945

Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar
negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang
disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak
tertulis, ialah atura-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.

Konstitusi berasal dari istilah Latin constituere, yang


artinya menetapkan atau menentukan. Dalam suatu konstitusi terdapat
ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dasar dan kewajiban warganegara suatu
negara, perlin-dungan warganegara dari tindak sewenang-wenang sesama
warganegara maupun dari penguasa. Konstitusi juga menentukan tatahubungan
dan tatakerja lembaga yang terdapat dalam negara, sehingga terjalin suatu sistem
kerja yang efisien, efektif dan produktif, sesuai dengan tujuan dan wawasan yang
dianutnya.

Begitu banyak definisi tentang konstitusi, namun dari definisi-definisi


tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konstitusi adalah:

 Keseluruhan peraturan-peraturan dasar suatu bangsa, negara atau


organisasi politik, body politics, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis;
 Berisi ketentuan-ketentuan yang menetapkan pendistribusian kekuasaan
yang berdaulat pada unsur, unit atau lembaga yang terdapat dalam organisasi
politik atau negara dimaksud, secara horizontal dan vertikal dalam kehidupan
bersama;
 Peraturan-peraturan dasar tersebut mengan-dung prinsip-prinsip dan
norma-norma yang mendasari kehidupan bersama;
 Mengatur hak dan kewajiban dari segala unsur yang terlibat dalam
kehidupan berma-syarakat dan atau bernegara;
 Menjamin dan melindungi hak-hak tertentu rakyat atau anggotanya.

Konstitusi modern lahir didorong oleh kesadaran manusia akan kedudukan,


hak dan kewajiban manusia sebagai ciptaan Tuhan dalam mengatur tatahubungan
bermasyarakat dan bernegara. Para filsuf seperti Thomas Hobbes, John Locke, J.J.
Rousseau memberikan saham yang sangat besar bagi kelahiran konstitusi modern
ini. Bersendi dari gagasan para filsuf inilah yang kemudian melahirkan konstitusi
modern pertama di Amerika Serikat dan Perancis.
Konstitusi modern bukan hanya merupakan usaha manusia untuk melindungi
dirinya dari tindak kesewenang-wenangan antara sesama manusia dan penguasa,
tetapi lebih bersifat upaya untuk merealisasikan hak asasi manusia, bagaimana
kebebasan individu, dan kesetaraan dalam kehidupan sipil, politik, ekonomi, sosial
dan budaya dapat terselenggara dengan sepatutnya. Berkembanglah pertanyaan-
pertanyaan seperti:

 Apakah hak penguasa untuk memerintah rakyat? Seberapa luas hak


tersebut?
 Siapakah yang melimpahkan kekuasaan atau kewenangan untuk
memerintah ini?
 Seberapa jauh kewenangan penguasa untuk mengatur segala segi
kehidupan rakyatnya?
 Dan sebagainya.

Makna Pembukaan suatu Undang-Undang Dasar

Salah satu bagian yang penting dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar
adalah Pembukaannya, yang biasa disebut juga dengan
istilah Preambule atau Mukaddimah. Dalam Pembukaan suatu UUD atau
Konstitusi terkandung prinsip atau pandangan filsafat yang menjadi dasar
perumusan pasal-pasal Batang Tubuh Konstitusi, yang dijadikan pegangan dalam
hidup bernegara. Berikut disampaikan perbandingan antara Preamble Konstitusi
Amerika Serikat dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

3. NKRI

Bentuk Negara seperti konfederasi, federasi dan kesatuan, menurut Carl J.


Friedrich, merupakan bentuk pembagian kekuasaan secara teritorial atau territorial
division oif power. Berikut penjelasan mengenai bentuk-mentuk Negara tersebut.
Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang
legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.
Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan
sebagian sepenuhnya terletak pada pemerin-tah pusat. Dengan demikian maka
kedaulatannya tidak terbagi.

1. Konfederasi

Menurut pendapat L. Oppenheim dalam bukunya Edward M. Sait


menjelaskan bawa :”A confederacy consists of a number of full sovereign states
linked together for the maintenance of their external and internal independence by
a recognized international treaty into a union with organs of its own, which are
vested with a certain power over the members-states, but not over the citizens of
these states.” Oleh Prof. Miriam Budiardjo diterjemahkan sebagai berikut
:”Konfederasi terdiri dari beberapa negarza yang berdaulat penuh yang untuk
mempertahankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas perjanjian
internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan
tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap Negara anggota
konfederasi, tetapi tidak terhadap warganegara negara-negara itu.”[17]

Contoh konfederasi adalah Negara Amerika Serikat yang terdiri atas 13


negara bekas koloni jajahan Inggris. selama 8 tahun yang berakhir pada tahun
1789, karena dipandang merupakan bentuk negara yang kurang kokoh, karena
tidak jelas bentuk kepala negaranya.

2. Negara Federal

Ada berbagai pendapat mengenai negara federal, karena negara federal yang
satu berbeda dengan negara yang lain dalam menerapkan division of power.
Menurut pendapat K.C. Wheare dalam bukunya Federal Government, dijelaskan
bahwa prinsip federal ialah bahwa kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga
pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam bidang-bidang tertentu
adalah bebas satu sama lain. Misalnya dalam soal hubungan luar negeri dan soal
mencetak uang, pemerintah federal sama sekali bebas dari campur tangan dari
pemerintah negara bagian, sedangkan dalam soal kebudayaan, kesehatan dan
sebagainya, pemerintah negara bagian biasanya bebas dengan tidak ada campur
tangan dari pemerintah federal.[18]
3. Negara Kesatuan

Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang
legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.
Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan
sebagian sepenuhnya terletak pada pemerin-tah pusat. Dengan demikian maka
kedaulatannya tidak terbagi.[19]

Marilah kita mencoba menelaah, sejauh mana Pembukaan UUD 1945


memberikan akomodasi terhadap bentuk negara tertentu, federasi atau kesatuan.

Pada alinea kedua disebutkan :” . . . dengan selamat sentosa mengantarkan


rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kata atau istilah bersatu tidak
dapat dimaknai bahwa kedaulatan negara terpusat atau terdistribusi pada
pemerintah pusat dan negara bagian, sehingga tidak dapat dijadikan landasan
untuk menentukan apakah Negara Republik Indonesia berbentuk federal atau
kesatuan.

Mungkin salah satu landasan argument bagi bentuk negara adalah rumusan
sila ketiga yakni “persatuan Indonesia.” Landasan inipun dipandang tidak kuat
sebagai argument ditentukannya bentuk negara kesatuan. Untuk itu perlu dicarikan
landasan pemikiran mengapa bangsa Indonesia menentukan bentuk Negara
Kesatuan, bahkan telah dinyatakan oleh berbagai pihak sebagai ketentuan final.

Bentuk Negara Kesatuan adalah ketentuan yang diambil oleh para founding
fathers pada tahun 1945 berdasarkan berbagai pertimbangan dan hasil pembahasan
yang cukup mendalam. Namun dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah
juga menerapkan bentuk negara federal sebagai akibat atau konsekuensi hasil
konferensi meja bundar di Negeri Belanda pada tahun 1949. Namun penerapan
pemerintah federal ini hanya berlangsung sekitar 7 bulan untuk kemudian kembali
menjadi bentuk Negara kesatuan.
Sejak itu Negara Replublik Indonesia berbentuk kesatuan sampai dewasa ini,
meskipun wacana mengenai negara federal masih sering timbul pada permukaan,
utamanya setelah Negara-bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Namun
nampaknya telah disepakati oleh segala pihak bahwa bentuk negara kesatuan
merupakan pilihan final bangsa.

Untuk dapat memahami bagaimana pendapat para founding fathers tentang


negara kesatuan ini ada baiknya kita sampaikan beberapa pendapat anggota Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, di antaranya


mengusulkan sebagai dasar negara yang akan segera dibentuk adalah faham
kebangsaan, sebagai landasan berdirinya negara kebangsaan atau nationale staat.
Berikut kutipan beberapa bagian dari pidato tersebut. “Di antara bangsa Indonesia,
yang paling ada le desir d’etre ensemble, adalah rakyat Minangkabau, yang
banyaknya kira-kira 2 ½ milyun. Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi
Minangkabau bukan suatu kesatuan, melainkan hanya satu bagian daripada satu
kesatuan. Penduduk Yogya pun adalah merasa le desir d’etre ensemble, tetapi
Yogya pun hanya sebagian kecil daripada satu kesatuan. Di Jawa Barat Rakyat
Pasundan sangat merasakan le desir d’etre ensemble, tetapi Sunda pun satu bagian
kecil daripada kesatuan.

Dari kutipan pidato tersebut tidak dapat dijadikan landasan argumentasi bagi
terbentuknya negara kesatuan. Apalagi kalau kita ikuti lebih lanjut pidato Bung
Karno yang justru memberikan gambaran negara kebangsaan pada negara-negara
federal seperti Jermania Raya, India dan sebagainya. Dengan demikian sila ketiga
Pancasila “persatuan Indonesia,” tidak menjamin terwujudnya negara berbentuk
kesatuan, tetapi lebih ke arah landasan bagi terbentuknya negara kebangsaan atau
nation-state.

Untuk mencari landasan bagi Negara kesatuan para founding fatherslebih


mendasarkan diri pada pengalaman sejarah bangsa sejak zaman penjajahan, waktu
perjuangan kemerdekaan sampai persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Penjajah menerapkan pendekatan devide et impera, atau pecah dan kuasai.
Pendekatan tersebut hanya mungkin dapat diatasi oleh persatuan dan kesatuan.
Sejarah membuktikan bahwa perjuangan melawan penjajah selalu dapat
dipatahkan oleh penjajah dengan memecah dan mengadu domba. Hal ini yang
dipergunakan sebagai alasan dan dasar dalam menentukan bentuk negara kesatuan.

4. Bhineka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika berisi konsep pluralistik dan multikulturalistik


dalam kehidupan yang terikat dalam suatu kesatuan. Pluralistik bukan
pluralisme, suatu faham yang membiarkan keanekaragaman seperti apa adanya.
Membiarkan setiap entitas yang menunjukkan ke-berbedaan tanpa peduli
adanya common denominator pada keanekaragaman tersebut. Dengan faham
pluralisme tidak perlu adanya konsep yang mensubstitusi keanekaragaman.
Demikian pula halnya dengan faham multikulturalisme. Masyarakat yang
menganut faham pluralisme dan multikulturalisme, ibarat onggokan material
bangunan yang dibiarkan teronggok sendiri-sendiri, sehingga tidak akan
membentuk suatu bangunan yang namanya rumah.

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika

Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk memahami secara mendalam
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi


pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang
terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara
tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-
tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk
agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam
kehidupan beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni
prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan,
dan common denominator ini yang kita pegang sebagai ke-tunggalan, untuk
kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui
eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan
kebangsaan. Faham Bhinneka Tunggal Ika, yang oleh Ir Sujamto disebut
sebagai faham Tantularisme, bukan faham sinkretisme, yang mencoba untuk
mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur yang datang dari
luar.

2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna
bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa
dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan
martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu
terbentuknya keakuan yang berlebihan dengan tidak atau kurang
memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan
persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif.
Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak
memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.

3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan


perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya
mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun.
Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan.

4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna


perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan,
tetapi dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan
terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif,
akomodatif, dan rukun.

Anda mungkin juga menyukai